PERENCANAAN TATA RUANG SEBAGAI UPAYA ADA
PERENCANAAN TATA RUANG SEBAGAI UPAYA ADAPTASI
TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI DAS BRANTAS
Nahdliyatul Sholihah1, Agus Suharyanto2, Dimas Wisnu Adrianto3
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang
Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Perubahan iklim menjadi suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan tata ruang dikarenakan
perubahan iklim mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan seluruh makhluk hidup, terutama
di DAS (Daerah Aliran Sungai). Hal ini dikarenakan salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai
pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Wilayah studi
dalam penelitian adalah hulu (Kota Batu), tengah (Kota Kediri), serta hilir (Kota Mojokerto).
Tujuan penelitian untuk mengetahui permasalahan dan implementasi kebijakan yang terdapat di DAS
Brantas, mengurutkan faktor prioritas yang berpengaruh dalam adaptasi perencanaan tata ruang terhadap
perubahan iklim, serta menyusun rekomendasi kebijakan dalam adaptasi perencanaan tata ruang terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan utama di DAS Brantas adalah tingginya alih fungsi lahan
dari hutan lindung menjadi kawasan pertanian dan permukiman di Kota Batu, tingginya penambangan pasir
liar di sepanjang Sungai Brantas di Kota Kediri dan Mojokerto, serta pencemaran Sungai Brantas di Kota
Mojokerto. Prioritas faktor yang terdapat di wilayah studi adalah penutupan lahan, daya dukung lahan, sistem
budaya, jumlah badan air, jumlah ruang hijau, industri,dll. Rekomendasi kebijakan dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu rekomendasi umum yang digunakan untuk semua wilayah studi, serta rekomendasi khusus yang
dibedakan pada tiap wilayah studi berdasarkan permasalahan serta faktor prioritas.
Kata Kunci: Kebijakan perencanaan tata ruang, Adaptasi, Perubahan iklim.
1
Mahasiswa Program Pasca Sarjana FT-UB
Ketua Komisi Pembimbing, Dosen Program Magister dan Doktor FT-UB Malang
3
Anggota Komisi Pembimbing, Dosen Program Magister dan Doktor FT-UB Malang
2
1
PENDAHULUAN
Perubahan iklim menjadi suatu hal yang
harus dipertimbangkan dalam penataan ruang
dikarenakan perubahan iklim mempunyai
dampak yang sangat besar terhadap kehidupan
seluruh makhluk hidup (Hilman, 2008).
Salah satu adaptasi kebijakan perencanaan
tata ruang yang penting adalah pengelolaan
DAS (Daerah Aliran Sungai). Hal ini
dikarenakan salah satu persoalan kebutuhan
manusia yang terpengaruh sebagai dampak
perubahan iklim adalah ketersedian air (WWF
Indonesia, 2009).
DAS Brantas mempunyai potensi yang
besar bagi pengembangan sektor unggulan di
Jawa Timur, akan tetapi hal tersebut
menimbulkan
permasalahan
lingkungan
dikarenakan terganggunya kawasan lindung
akibat
perkembangan
penduduk
dan
kurangnya kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan ruang (PPSAWS, 2008).
Dalam
perkembangannya,
beberapa
kebijakan yang telah dilakukan oleh
pemerintah
belum
mengintegrasikan
perubahan iklim ke dalam perencanaan tata
ruang. Sehingga, penelitian ini diharapkan
dapat menjadikan renungan untuk membuat
perencanaan tata ruang yang adaptif terhadap
perubahan iklim.
Tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah mengetahui permasalahan
dan implementasi kebijakan di DAS Brantas,
mengurutkan
faktor
prioritas
yang
berpengaruh dalam adaptasi perencanaan tata
ruang terhadap perubahan iklim, serta
menyusun rekomendasi kebijakan dalam
adaptasi perencanaan tata ruang terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi perencanaan tata ruang menurut
UU No 26 Tahun 2007 adalah suatu proses
untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
Perubahan iklim adalah berubahnya
kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu
dan distribusi curah hujan yang membawa
dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2001).
Perubahan
iklim
yang
terjadi
belakangan ini memiliki penyebab yang
beragam,
namun
dipercepat
secara
signifikan oleh aktivitas manusia (Jasmin,
2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi
iklim perkotaan, antara lain :
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi iklim
perkotaan (Sumber: Wypych, Sebastian, 2003)
METODE
Secara umum bagan alir penelitian
Perencanaan Tata Ruang Sebagai Upaya
Adaptasi dalam Perubahan Iklim di DAS
Brantas dapat dilihat pada Gambar 2.
Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis
kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis
kuantitatif digunakan untuk mengurutkan
prioritas faktor adaptasi perencanaan tata
ruang yang
berpengaruh terhadap
perubahan iklim dengan menggunakan alat
analisis AHP. Sedangkan analisis kualitatif
digunakan
untuk
mendeskripsikan
implementasi kebijakan yang terdapat di
wilayah studi serta untuk menyusun
kebijakan bagi upaya adaptasi perencanaan
tata ruang di DAS Brantas.
2
Perumusan masalah dan tujuan
Kajian pustaka
Desain penelitian
Pengumpulan data
Data Primer
Observasi lapangan :
Kondisi penggunaan lahan
di S.Brantas
Permasalahan di DAS
Brantas
Wawancara :
Implementasi kebijakan
perencanaan tata ruang di
DAS Brantas.
Prioritas faktor adaptasi
perencanaan tata ruang pada
perubahan iklim.
Data Sekunder
Studi kepustakaan :
Tinjauan pustaka yang
terkait dengan perencanaan
tata ruang, perubahan iklim
dan DAS.
Organisasi/instansi terkait:
Profil dan Rencana
pengembangan BBWS
Kali Brantas.
RTRW Kota Batu, Kota
Kediri dan Kota
Mojokerto.
Analisa
Analisis implementasi kebijakan
perencanaan tata ruang di DAS Brantas.
Penentuan prioritas faktor yang berpengaruh
dalam adaptasi terhadap perubahan iklim.
Rekomendasi kebijakan dalam perencanaan
tata ruang sebagai upaya adaptasi terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Implementasi Kebijakan
Perencanaan Tata Ruang di DAS
Brantas
Berdasarkan hasil analisis implementasi
kebijakan perencanaan tata ruang di DAS
Brantas diperoleh dari beberapa tahapan,
yaitu: mengidentifikasi permasalahan di
wilayah studi, mengidentifikasi kebijakan
yang terkait dengan perencanaan tata ruang
DAS Brantas di wilayah studi.
Sesuai dengan kedua sumber tersebut
maka diketahui permasalahan utama yang
terdapat di masing-masing wilayah studi serta
kebijakan dalam menangani permasalahan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
2. Prioritas
Faktor
Adaptasi
Perencanan Tata Ruang Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Brantas
Perumusan prioritas faktor dilakukan
dengan alat analisis AHP (analytical
hierarchy process). Perbandingan antar
faktor (kriteria) dilakukan melalui dua
tahap,
yaitu
perbandingan
tingkat
kepentingan antar kriteria dan perbandingan
antar
subkriteria.
Adapun
tahapan
perhitungan
bobot
(AHP)
secara
keseluruhan adalah sebagai berikut :
INPUT
Variabel yang
digunakan :
Fisik, penduduk,
ukuran dan struktur
kota, transportasi,
lahan, DAS dan
kebijakan.
Responden AHP :
Pada tiap wilayah studi
terdiri dari 6 responden
yang berasal dari
Pemkot tiap wilayah
serta Instansi
Pemprov Jatim.
PROSES
Uji Matriks
Pearson
Uji
Konsistensi
Sintesa akhir
OUTPUT
Faktor adaptasi
perencanaan tata
ruang terhadap
perubahan iklim
1.Kota Batu
2.Kota Kediri
3.Kota Mojokerto
Dipilih prioritas
faktor berdasarkan
pengelompokan nilai
tertinggi
Gambar 4. Tahapan Analisis Prioritas Faktor
Adaptasi Perencanaan Tata Ruang Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Brantas
Berdasarkan hasil kuisioner AHP
terhadap responden yang telah ditentukan,
maka diperoleh nilai bobot faktor adaptasi
perencanaan tata ruang terhadap perubahan
iklim pada DAS hulu, tengah dan hilir. Nilai
bobot tersebut dikelompokkan dan dipilih
berdasarkan pengelompokan nilai tertinggi,
sehingga pada tiap kota faktor prioritas yang
didapatkan berbeda. Prioritas faktor adaptasi
perencanaan tata ruang pada DAS hulu,
tengah dan hilir sebagai berikut:
3
Permasalahan:
Kebijakan:
Alih fungsi hutan lindung
menjadi lahan pertanian
dan permukiman.
Kawasan resapan air
berkurang sehingga
mengakibatkan
penyusutan jumlah mata
air, erosi, serta perubahan
suhu udara.
Kebijakan:
Belum ada kebijakan
implementatif dalam mengatasi
tingginya alih fungsi hutan lindung
baik sanksi maupun pembatasan
pembukaan lahan pertanian.
Kebijakan lebih terfokus pada
rehabilitasi lahan, reboisasi, serta
penanaman gerakan cinta alam.
Tidak ada sanksi hukum dan
denda bagi para penambang
pasir yang mengeksploitasi
dalam skala besar.
Implementasi kebijakan
berupa rehabilitasi jembatan,
pengelolaan S.Brantas
terutama pada daerah yang
mengalami pendangkalan
cukup parah
KOTA KEDIRI
Permasalahan:
KOTA BATU
Volume penambangan pasir
yang sangat tinggi.
Mengakibatkan kepunahan biota
air, penurunan pondasi
jembatan, penurunan debit air
saluran irigasi
Kebijakan:
TIdak terdapat kebijakan untuk
pembatasan penambangan pasir
KOTA MOJOKERTO
Permasalahan:
Pencemaran sungai di Kali Sadar & Jembatan
R. Wijaya (BOD, COD, DO dan E-coli melebihi
ambang batas) yang mengalir menuju Sungai
Brantas mengkhawatirkan karena sumber air
baku memanfaatkan Kali Brantas.
Kebijakan:
Pengujian kadar polusi limbah padat & limbah
cair akibat aktivitas industri.
Pengembangan produksi ramah lingkungan.
Pengembangan industri diarahkan pada home
industry, dengan harapan dapat meminimalisir
limbah yang dihasilkan.
Gambar 3. Permasalahan dan Kebijakan Penanganan di Wilayah Studi
4
1) Hulu
a. Penutupan lahan (18,33%)
b. Daya dukung lahan (12,65%)
2) Tengah
a. Jumlah badan air (15,15%)
b. Jumlah ruang hijau (11,08%)
c. Sempadan sungai (9,37%)
d. Polusi (8,41%)
3) Hilir
a. Pemanfaatan SDA (11,31%)
b. Sistem budaya (9,52%)
c. Industri (8,23%)
3. Rekomendasi
Kebijakan
dalam
Perencanaan Tata Ruang Sebagai
Upaya
Adaptasi
Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Brantas
Rekomendasi kebijakan dalam adaptasi
perencanaan tata ruang terhadap perubahan
iklim di DAS Brantas terbagi menjadi 2, yaitu
rekomendasi umum dan rekomendasi khusus.
Berikut
adalah
tahapan
penyusunan
rekomendasi kebijakan :
Analisa 1
Implementasi
kebijakan
perencanaan tata
ruang di DAS
Brantas
Analisa 2
Prioritas faktor
adaptasi perencanaan
tata ruang terhadap
perubahan iklim di
DAS Brantas
a. Permasalahan
b.Kebijakan (ada,
tidak ada, belum
terealisasi)
Dipilih prioritas
faktor berdasarkan
pengelompokan nilai
tertinggi
Analisa 3
Rekomendasi kebijakan
perencanaan tata ruang
terhadap perubahan iklim di
DAS Brantas
Umum
Untuk semua
wilayah studi
Khusus
Untuk tiap
wilayah studi
Gambar 5. Tahapan Rekomendasi Kebijakan dalam
Perencanaan Tata Ruang Terhadap Perubahan Iklim
di DAS Brantas
1) Rekomendasi Umum
Rekomendasi kebijakan secara umum
digunakan untuk semua wilayah studi
dalam melakukan adaptasi perencanaan
tata ruang terhadap perubahan iklim.
Tahapan adaptasi terhadap perubahan
iklim terdiri dari 5 (lima) fase, sedangkan
pada penelitian ini tahapan adaptasi
terhadap perubahan iklim yang dilakukan
sampai pada fase 2 (dua).
a. Fase 1 (penetapan konteks)
Melihat
kembali
kesiapan
menghadapi perubahan iklim.
Identifikasi dampak perubahan
iklim, resiko dan peluang.
b. Fase
2 (prioritasi
aksi
dan
menetapkan tujuan)
Memeriksa kemampuan beradaptasi
dan menetapkan target adaptasi.
Analisa
resiko
kunci
dan
menerjemahkan prioritas ke dalam
aksi.
c. Fase 3 ( membuat rencana aksi iklim
terpadu)
Implementasi rencana aksi iklim
terpadu
Mengurangi emisi GRK
Membangun daya tahan dan
kapasitas adaptif.
d. Fase 4 (pemantauan dan pelaporan)
Secara
sistematis
mempertimbangkan opsi.
Memeriksa pengurangan emisi GRK
Memeriksa peningkatan daya tahan
dan kapasitas adaptif
e. Fase 5 (melihat kembali dan
mengembangkan strategi baru)
2) Rekomendasi Khusus
Rekomendasi kebijakan secara khusus
diberikan secara mendetail pada tiap
wilayah studi berdasarkan permasalahan
serta faktor prioritas yang diperoleh dari
analisis
sebelumnya.
Rekomendasi
kebijakan yang diberikan terhadap
permasalahan utama yang terdapat di
wilayah studi adalah :
a. Bagian hulu, rekomendasi kebijakan
yang diberikan berupa :
Pembatasan alih fungsi hutan
lindung melalui perlindungan pada
daerah hutan lindung untuk kegiatan
yang menyebabkan kerusakan.
Pemanfaatan lahan pertanian yang
ada semaksimal mungkin sehingga
tidak terjadi perambahan hutan
lindung
5
Pengenaan sanksi dan denda bagi
oknum yang merambah hutan secara
illegal
Meningkatkan kerjasama antar sektor
(masyarakat, pemerintah dan swasta)
untuk menjaga kelestarian hutan.
b. Bagian tengah, rekomendasi kebijakan
yang diberikan berupa :
Pelarangan penambangan pasir di
S.Brantas dengan memasang papan
larangan pada area penambangan pasir
Pemasangan
portal
pada
area
penambangan pasir untuk mencegah
masuknya truk ke area penambangan
pasir
Apabila masih terdapat penambang
pasir di S.Brantas akan diproses secara
pidana oleh pihak berwajib.
c. Bagian hilir, rekomendasi kebijakan
yang diberikan adalah :
Mewajibkan kepada setiap industri
untuk memiliki IPAL atau dalam 1
kawasan industri dapat mengolah
limbahnya secara terpadu
Mewajibkan setiap industri menjadi
peserta PROPER sehingga kinerja
suatu industri dapat dipantau secara
intensif
Mengenakan denda bagi industri yang
belum melakukan pengolahan limbah
dan bagi industri yang langsung
membuang limbahnya ke sungai tanpa
ada pengolahan terlebih dahulu.
Penjelasan
lebih
lanjut
mengenai
rekomendasi kebijakan pada tiap kota,
dapat dilihat pada Gambar 6.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah, didapat
hasil sebagai berikut:
1) Beberapa permasalahan penting serta
kebijakan yang terdapat di wilayah studi
antara lain :
a. Tingginya perubahan tutupan lahan dari
hutan menjadi lahan pertanian dan
permukiman di daerah hulu. Sampai
saat ini tidak terdapat kebijakan untuk
mengatasi tingginya perubuhan tutupan
lahan baik berupa sanksi maupun
pembatasan
penambahan
lahan
pertanian
yang
dilakukan
oleh
masyarakat.
b. Tingginya penambangan pasir liar di
daerah tengah. Akan tetapi, sampai
saat ini tidak terdapat sanksi hukum
maupun denda bagi para penambang
pasir serta tidak terdapat penjelasan
lebih lanjut mengenai pembatasan
pengambilan pasir di Sungai Brantas.
c. Pencemaran sungai di daerah hilir
pada beberapa sungai yang mengalir
ke Sungai Brantas. Hal ini
dikhawatirkan karena sumber air baku
di Kota Mojokerto memanfaatkan
Kali Brantas. Kebijakan yang ada
berupa pengujian kadar polusi limbah
padat dan cair akibat aktivitas
industri, pengembangan produksi
ramah
lingkungan,
serta
pengembangan home industry.
2) Prioritas faktor adaptasi perencanaan tata
ruang terhadap perubahan iklim di DAS
Brantas adalah :
a. Hulu : penutupan lahan dan daya
dukung lahan.
b. Tengah : jumlah badan air, jumlah
ruang hijau, sempadan sungai, polusi.
c. Hilir : pemanfaatan SDA, sistem
budaya, industri.
d. DAS Brantas : penutupan lahan, daya
dukung lahan, jumlah badan air,
jumlah ruang hijau, sempadan sungai,
polusi, sistem budaya, pemanfaatan
SDA, serta industri.
3) Rekomendasi kebijakan dalam adaptasi
perencanaan tata
ruang terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas terbagi
menjadi 2, yaitu rekomendasi umum dan
rekomendasi khusus.
SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan
terkait dengan hasil penelitian antara lain :
1) Saran Bagi Pemerintah Kota Batu, Kota
Kediri dan Kota Mojokerto
a. Memberikan
gambaran obyektif
mengenai permasalahan utama yang
terdapat di wilayah studi terkait
dengan perubahan iklim.
b. Merumuskan prioritas faktor adaptasi
terhadap perubahan iklim serta
rekomendasi kebijakan yang dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menyusun
6
langkah adaptasi terhadap perubahan
iklim.
2) Saran bagi studi lanjutan
a. Diperlukan studi tentang rekomendasi
kebijakan bagi ketiga wilayah studi
terkait dengan faktor adaptasi terhadap
perubahan iklim selain faktor prioritas.
b. Diperlukan studi tentang adaptasi
perubahan iklim secara lebih mendetail
pada satu wilayah studi saja yang
mencakup tahapan adaptasi terhadap
perubahan iklim, yaitu fase 3 (tiga)
sampai dengan fase 5 (lima).
c. Diperlukan studi tentang inventarisasi
dan analisis emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) serta menetapkan target
pengurangan emisi sebagai salah satu
penyebab utama perubahan iklim.
DAFTAR PUSTAKA
BBWS. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Wilayah Sungai Kali Brantas Tahun
2008. Balai Besar Wilayah Sungai
Brantas, Jawa Timur.
Hilman, Masnellyarti. 2008. Tata Ruang dan
Perubahan Iklim. Buletin Tata Ruang.
8 : 30-32.
Jasmin, Fajar. 2010. Penyebab Perubahan
Iklim. www.iklimkarbon.com. 12
Februari 2011.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2001.
Definisi
Perubahan
Iklim.
www.menlh.go.id. 14 Februari 2011.
WWF Indonesia. 2007. World Wildlife Fund :
Climate Change Impacts on the
Management of Citarum Watershed.
Jakarta, Indonesia.
Wypych, Sebastian. 2003. Climate in Cities.
ESPERE Climate Encyclopaedia : 22.
www.espere.mpchmainz.mpg.de/documents/pdf/urbancli
mate.pdf. 27 Desember 2011.
Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
7
KEBIJAKAN INSTANSIONAL KOTA BATU
Meningkatkan kerjasama antar sektor
(masyarakat, pemerintah dan swasta) untuk
menjaga kelestarian hutan.
Penegakan hukum dengan pengenaan sanksi
maupun denda bagi oknum yang merambah
hutan, baik perorangan maupun perusahaan.
KOTA BATU
Pembatasan
alih
fungsi hutan lindung;
Pembatasan
guna
lahan yang tidak
memiliki hubungan
dengan pelestarian
hutan.
Sosialisasi pelarangan penambangan
pasir dengan memasang papan
larangan (baliho, poster).
Pemasangan portal untuk mencegah
masuknya truk pasir ke area
penambangan pasir.
Penambang pasir akan diproses
secara pidana dan dikenakan
hukuman/sanksi sesuai ketentuan.
KOTA KEDIRI
Memperbanyak
penanaman pohon pada
jalur hijau dan sungai
serta kawasan industry.
Pembatasan kegiatan yang dapat merusak sekitar
ruang hijau dan melarang pembangunan di
sempadan sungai, taman dan alun-alun.
Penertiban berkala dengan bekerja sama antar
instansi terkait.
Penanaman rumpun bambu di sempadan Sungai
Brantas untuk melindungi tebing dari gerusan air.
Evaluasi bangunan di sepanjang sempadan sungai
yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian.
Optimalisasi
pemanfaatan
lahan pertanian
yang sudah
ada melalui
intensifikasi &
agroforestry.
KEBIJAKAN INSTANSIONAL
KOTA KEDIRI
Kerjasama antara pemerintah
dengan masyarakat dalam
pengendalian sempadan
sungai.
Kerjasama antar wilayah
(Kab.Kediri, Kab.Jombang,
Kota dan Kab.Mojokerto)
dalam melestarikan S.Brantas.
Penyediaan RTH bagi
pembangunan baru, terutama
bangunan skala besar.
Menyediakan hutan kota minimal
0,25 Ha atau 10% dari wilayah
pusat kegiatan disesuaikan
dengan kondisi setempat.
Industri wajib mengolah
limbahnya sebelum dibuang
ke sungai, dengan
melengkapi IPAL atau IPAL
kawasan. Mengenakan
denda bagi industri yang
melanggar.
Pemkot Mojokerto
mewajibkan setiap industri
sedang/besar mengikuti
PROPER untuk mendorong
peningkatan kinerja
perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan.
KOTA MOJOKERTO
KEBIJAKAN INSTANSIONAL
KOTA MOJOKERTO
Sosialisasi bahaya pencemaran
air dan penambangan pasir bagi
masyarakat, lingkungan dan
infrastruktur di sekitar sungai.
Membuat Perda kepada setiap
industri untuk mengolah limbah.
Melibatkan masyarakat secara
aktif dalam menjaga kelestarian
sungai.
Kerjasama antar pihak (pemkot,
aparat keamanan dan
masyarakat) untuk mengawasi
kinerja industri.
Gambar 6. Rekomendasi Kebijakan Penanganan di Wilayah Studi
8
TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI DAS BRANTAS
Nahdliyatul Sholihah1, Agus Suharyanto2, Dimas Wisnu Adrianto3
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang
Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Perubahan iklim menjadi suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan tata ruang dikarenakan
perubahan iklim mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan seluruh makhluk hidup, terutama
di DAS (Daerah Aliran Sungai). Hal ini dikarenakan salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai
pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Wilayah studi
dalam penelitian adalah hulu (Kota Batu), tengah (Kota Kediri), serta hilir (Kota Mojokerto).
Tujuan penelitian untuk mengetahui permasalahan dan implementasi kebijakan yang terdapat di DAS
Brantas, mengurutkan faktor prioritas yang berpengaruh dalam adaptasi perencanaan tata ruang terhadap
perubahan iklim, serta menyusun rekomendasi kebijakan dalam adaptasi perencanaan tata ruang terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan utama di DAS Brantas adalah tingginya alih fungsi lahan
dari hutan lindung menjadi kawasan pertanian dan permukiman di Kota Batu, tingginya penambangan pasir
liar di sepanjang Sungai Brantas di Kota Kediri dan Mojokerto, serta pencemaran Sungai Brantas di Kota
Mojokerto. Prioritas faktor yang terdapat di wilayah studi adalah penutupan lahan, daya dukung lahan, sistem
budaya, jumlah badan air, jumlah ruang hijau, industri,dll. Rekomendasi kebijakan dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu rekomendasi umum yang digunakan untuk semua wilayah studi, serta rekomendasi khusus yang
dibedakan pada tiap wilayah studi berdasarkan permasalahan serta faktor prioritas.
Kata Kunci: Kebijakan perencanaan tata ruang, Adaptasi, Perubahan iklim.
1
Mahasiswa Program Pasca Sarjana FT-UB
Ketua Komisi Pembimbing, Dosen Program Magister dan Doktor FT-UB Malang
3
Anggota Komisi Pembimbing, Dosen Program Magister dan Doktor FT-UB Malang
2
1
PENDAHULUAN
Perubahan iklim menjadi suatu hal yang
harus dipertimbangkan dalam penataan ruang
dikarenakan perubahan iklim mempunyai
dampak yang sangat besar terhadap kehidupan
seluruh makhluk hidup (Hilman, 2008).
Salah satu adaptasi kebijakan perencanaan
tata ruang yang penting adalah pengelolaan
DAS (Daerah Aliran Sungai). Hal ini
dikarenakan salah satu persoalan kebutuhan
manusia yang terpengaruh sebagai dampak
perubahan iklim adalah ketersedian air (WWF
Indonesia, 2009).
DAS Brantas mempunyai potensi yang
besar bagi pengembangan sektor unggulan di
Jawa Timur, akan tetapi hal tersebut
menimbulkan
permasalahan
lingkungan
dikarenakan terganggunya kawasan lindung
akibat
perkembangan
penduduk
dan
kurangnya kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan ruang (PPSAWS, 2008).
Dalam
perkembangannya,
beberapa
kebijakan yang telah dilakukan oleh
pemerintah
belum
mengintegrasikan
perubahan iklim ke dalam perencanaan tata
ruang. Sehingga, penelitian ini diharapkan
dapat menjadikan renungan untuk membuat
perencanaan tata ruang yang adaptif terhadap
perubahan iklim.
Tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah mengetahui permasalahan
dan implementasi kebijakan di DAS Brantas,
mengurutkan
faktor
prioritas
yang
berpengaruh dalam adaptasi perencanaan tata
ruang terhadap perubahan iklim, serta
menyusun rekomendasi kebijakan dalam
adaptasi perencanaan tata ruang terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi perencanaan tata ruang menurut
UU No 26 Tahun 2007 adalah suatu proses
untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
Perubahan iklim adalah berubahnya
kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu
dan distribusi curah hujan yang membawa
dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2001).
Perubahan
iklim
yang
terjadi
belakangan ini memiliki penyebab yang
beragam,
namun
dipercepat
secara
signifikan oleh aktivitas manusia (Jasmin,
2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi
iklim perkotaan, antara lain :
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi iklim
perkotaan (Sumber: Wypych, Sebastian, 2003)
METODE
Secara umum bagan alir penelitian
Perencanaan Tata Ruang Sebagai Upaya
Adaptasi dalam Perubahan Iklim di DAS
Brantas dapat dilihat pada Gambar 2.
Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis
kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis
kuantitatif digunakan untuk mengurutkan
prioritas faktor adaptasi perencanaan tata
ruang yang
berpengaruh terhadap
perubahan iklim dengan menggunakan alat
analisis AHP. Sedangkan analisis kualitatif
digunakan
untuk
mendeskripsikan
implementasi kebijakan yang terdapat di
wilayah studi serta untuk menyusun
kebijakan bagi upaya adaptasi perencanaan
tata ruang di DAS Brantas.
2
Perumusan masalah dan tujuan
Kajian pustaka
Desain penelitian
Pengumpulan data
Data Primer
Observasi lapangan :
Kondisi penggunaan lahan
di S.Brantas
Permasalahan di DAS
Brantas
Wawancara :
Implementasi kebijakan
perencanaan tata ruang di
DAS Brantas.
Prioritas faktor adaptasi
perencanaan tata ruang pada
perubahan iklim.
Data Sekunder
Studi kepustakaan :
Tinjauan pustaka yang
terkait dengan perencanaan
tata ruang, perubahan iklim
dan DAS.
Organisasi/instansi terkait:
Profil dan Rencana
pengembangan BBWS
Kali Brantas.
RTRW Kota Batu, Kota
Kediri dan Kota
Mojokerto.
Analisa
Analisis implementasi kebijakan
perencanaan tata ruang di DAS Brantas.
Penentuan prioritas faktor yang berpengaruh
dalam adaptasi terhadap perubahan iklim.
Rekomendasi kebijakan dalam perencanaan
tata ruang sebagai upaya adaptasi terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Implementasi Kebijakan
Perencanaan Tata Ruang di DAS
Brantas
Berdasarkan hasil analisis implementasi
kebijakan perencanaan tata ruang di DAS
Brantas diperoleh dari beberapa tahapan,
yaitu: mengidentifikasi permasalahan di
wilayah studi, mengidentifikasi kebijakan
yang terkait dengan perencanaan tata ruang
DAS Brantas di wilayah studi.
Sesuai dengan kedua sumber tersebut
maka diketahui permasalahan utama yang
terdapat di masing-masing wilayah studi serta
kebijakan dalam menangani permasalahan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
2. Prioritas
Faktor
Adaptasi
Perencanan Tata Ruang Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Brantas
Perumusan prioritas faktor dilakukan
dengan alat analisis AHP (analytical
hierarchy process). Perbandingan antar
faktor (kriteria) dilakukan melalui dua
tahap,
yaitu
perbandingan
tingkat
kepentingan antar kriteria dan perbandingan
antar
subkriteria.
Adapun
tahapan
perhitungan
bobot
(AHP)
secara
keseluruhan adalah sebagai berikut :
INPUT
Variabel yang
digunakan :
Fisik, penduduk,
ukuran dan struktur
kota, transportasi,
lahan, DAS dan
kebijakan.
Responden AHP :
Pada tiap wilayah studi
terdiri dari 6 responden
yang berasal dari
Pemkot tiap wilayah
serta Instansi
Pemprov Jatim.
PROSES
Uji Matriks
Pearson
Uji
Konsistensi
Sintesa akhir
OUTPUT
Faktor adaptasi
perencanaan tata
ruang terhadap
perubahan iklim
1.Kota Batu
2.Kota Kediri
3.Kota Mojokerto
Dipilih prioritas
faktor berdasarkan
pengelompokan nilai
tertinggi
Gambar 4. Tahapan Analisis Prioritas Faktor
Adaptasi Perencanaan Tata Ruang Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Brantas
Berdasarkan hasil kuisioner AHP
terhadap responden yang telah ditentukan,
maka diperoleh nilai bobot faktor adaptasi
perencanaan tata ruang terhadap perubahan
iklim pada DAS hulu, tengah dan hilir. Nilai
bobot tersebut dikelompokkan dan dipilih
berdasarkan pengelompokan nilai tertinggi,
sehingga pada tiap kota faktor prioritas yang
didapatkan berbeda. Prioritas faktor adaptasi
perencanaan tata ruang pada DAS hulu,
tengah dan hilir sebagai berikut:
3
Permasalahan:
Kebijakan:
Alih fungsi hutan lindung
menjadi lahan pertanian
dan permukiman.
Kawasan resapan air
berkurang sehingga
mengakibatkan
penyusutan jumlah mata
air, erosi, serta perubahan
suhu udara.
Kebijakan:
Belum ada kebijakan
implementatif dalam mengatasi
tingginya alih fungsi hutan lindung
baik sanksi maupun pembatasan
pembukaan lahan pertanian.
Kebijakan lebih terfokus pada
rehabilitasi lahan, reboisasi, serta
penanaman gerakan cinta alam.
Tidak ada sanksi hukum dan
denda bagi para penambang
pasir yang mengeksploitasi
dalam skala besar.
Implementasi kebijakan
berupa rehabilitasi jembatan,
pengelolaan S.Brantas
terutama pada daerah yang
mengalami pendangkalan
cukup parah
KOTA KEDIRI
Permasalahan:
KOTA BATU
Volume penambangan pasir
yang sangat tinggi.
Mengakibatkan kepunahan biota
air, penurunan pondasi
jembatan, penurunan debit air
saluran irigasi
Kebijakan:
TIdak terdapat kebijakan untuk
pembatasan penambangan pasir
KOTA MOJOKERTO
Permasalahan:
Pencemaran sungai di Kali Sadar & Jembatan
R. Wijaya (BOD, COD, DO dan E-coli melebihi
ambang batas) yang mengalir menuju Sungai
Brantas mengkhawatirkan karena sumber air
baku memanfaatkan Kali Brantas.
Kebijakan:
Pengujian kadar polusi limbah padat & limbah
cair akibat aktivitas industri.
Pengembangan produksi ramah lingkungan.
Pengembangan industri diarahkan pada home
industry, dengan harapan dapat meminimalisir
limbah yang dihasilkan.
Gambar 3. Permasalahan dan Kebijakan Penanganan di Wilayah Studi
4
1) Hulu
a. Penutupan lahan (18,33%)
b. Daya dukung lahan (12,65%)
2) Tengah
a. Jumlah badan air (15,15%)
b. Jumlah ruang hijau (11,08%)
c. Sempadan sungai (9,37%)
d. Polusi (8,41%)
3) Hilir
a. Pemanfaatan SDA (11,31%)
b. Sistem budaya (9,52%)
c. Industri (8,23%)
3. Rekomendasi
Kebijakan
dalam
Perencanaan Tata Ruang Sebagai
Upaya
Adaptasi
Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Brantas
Rekomendasi kebijakan dalam adaptasi
perencanaan tata ruang terhadap perubahan
iklim di DAS Brantas terbagi menjadi 2, yaitu
rekomendasi umum dan rekomendasi khusus.
Berikut
adalah
tahapan
penyusunan
rekomendasi kebijakan :
Analisa 1
Implementasi
kebijakan
perencanaan tata
ruang di DAS
Brantas
Analisa 2
Prioritas faktor
adaptasi perencanaan
tata ruang terhadap
perubahan iklim di
DAS Brantas
a. Permasalahan
b.Kebijakan (ada,
tidak ada, belum
terealisasi)
Dipilih prioritas
faktor berdasarkan
pengelompokan nilai
tertinggi
Analisa 3
Rekomendasi kebijakan
perencanaan tata ruang
terhadap perubahan iklim di
DAS Brantas
Umum
Untuk semua
wilayah studi
Khusus
Untuk tiap
wilayah studi
Gambar 5. Tahapan Rekomendasi Kebijakan dalam
Perencanaan Tata Ruang Terhadap Perubahan Iklim
di DAS Brantas
1) Rekomendasi Umum
Rekomendasi kebijakan secara umum
digunakan untuk semua wilayah studi
dalam melakukan adaptasi perencanaan
tata ruang terhadap perubahan iklim.
Tahapan adaptasi terhadap perubahan
iklim terdiri dari 5 (lima) fase, sedangkan
pada penelitian ini tahapan adaptasi
terhadap perubahan iklim yang dilakukan
sampai pada fase 2 (dua).
a. Fase 1 (penetapan konteks)
Melihat
kembali
kesiapan
menghadapi perubahan iklim.
Identifikasi dampak perubahan
iklim, resiko dan peluang.
b. Fase
2 (prioritasi
aksi
dan
menetapkan tujuan)
Memeriksa kemampuan beradaptasi
dan menetapkan target adaptasi.
Analisa
resiko
kunci
dan
menerjemahkan prioritas ke dalam
aksi.
c. Fase 3 ( membuat rencana aksi iklim
terpadu)
Implementasi rencana aksi iklim
terpadu
Mengurangi emisi GRK
Membangun daya tahan dan
kapasitas adaptif.
d. Fase 4 (pemantauan dan pelaporan)
Secara
sistematis
mempertimbangkan opsi.
Memeriksa pengurangan emisi GRK
Memeriksa peningkatan daya tahan
dan kapasitas adaptif
e. Fase 5 (melihat kembali dan
mengembangkan strategi baru)
2) Rekomendasi Khusus
Rekomendasi kebijakan secara khusus
diberikan secara mendetail pada tiap
wilayah studi berdasarkan permasalahan
serta faktor prioritas yang diperoleh dari
analisis
sebelumnya.
Rekomendasi
kebijakan yang diberikan terhadap
permasalahan utama yang terdapat di
wilayah studi adalah :
a. Bagian hulu, rekomendasi kebijakan
yang diberikan berupa :
Pembatasan alih fungsi hutan
lindung melalui perlindungan pada
daerah hutan lindung untuk kegiatan
yang menyebabkan kerusakan.
Pemanfaatan lahan pertanian yang
ada semaksimal mungkin sehingga
tidak terjadi perambahan hutan
lindung
5
Pengenaan sanksi dan denda bagi
oknum yang merambah hutan secara
illegal
Meningkatkan kerjasama antar sektor
(masyarakat, pemerintah dan swasta)
untuk menjaga kelestarian hutan.
b. Bagian tengah, rekomendasi kebijakan
yang diberikan berupa :
Pelarangan penambangan pasir di
S.Brantas dengan memasang papan
larangan pada area penambangan pasir
Pemasangan
portal
pada
area
penambangan pasir untuk mencegah
masuknya truk ke area penambangan
pasir
Apabila masih terdapat penambang
pasir di S.Brantas akan diproses secara
pidana oleh pihak berwajib.
c. Bagian hilir, rekomendasi kebijakan
yang diberikan adalah :
Mewajibkan kepada setiap industri
untuk memiliki IPAL atau dalam 1
kawasan industri dapat mengolah
limbahnya secara terpadu
Mewajibkan setiap industri menjadi
peserta PROPER sehingga kinerja
suatu industri dapat dipantau secara
intensif
Mengenakan denda bagi industri yang
belum melakukan pengolahan limbah
dan bagi industri yang langsung
membuang limbahnya ke sungai tanpa
ada pengolahan terlebih dahulu.
Penjelasan
lebih
lanjut
mengenai
rekomendasi kebijakan pada tiap kota,
dapat dilihat pada Gambar 6.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah, didapat
hasil sebagai berikut:
1) Beberapa permasalahan penting serta
kebijakan yang terdapat di wilayah studi
antara lain :
a. Tingginya perubahan tutupan lahan dari
hutan menjadi lahan pertanian dan
permukiman di daerah hulu. Sampai
saat ini tidak terdapat kebijakan untuk
mengatasi tingginya perubuhan tutupan
lahan baik berupa sanksi maupun
pembatasan
penambahan
lahan
pertanian
yang
dilakukan
oleh
masyarakat.
b. Tingginya penambangan pasir liar di
daerah tengah. Akan tetapi, sampai
saat ini tidak terdapat sanksi hukum
maupun denda bagi para penambang
pasir serta tidak terdapat penjelasan
lebih lanjut mengenai pembatasan
pengambilan pasir di Sungai Brantas.
c. Pencemaran sungai di daerah hilir
pada beberapa sungai yang mengalir
ke Sungai Brantas. Hal ini
dikhawatirkan karena sumber air baku
di Kota Mojokerto memanfaatkan
Kali Brantas. Kebijakan yang ada
berupa pengujian kadar polusi limbah
padat dan cair akibat aktivitas
industri, pengembangan produksi
ramah
lingkungan,
serta
pengembangan home industry.
2) Prioritas faktor adaptasi perencanaan tata
ruang terhadap perubahan iklim di DAS
Brantas adalah :
a. Hulu : penutupan lahan dan daya
dukung lahan.
b. Tengah : jumlah badan air, jumlah
ruang hijau, sempadan sungai, polusi.
c. Hilir : pemanfaatan SDA, sistem
budaya, industri.
d. DAS Brantas : penutupan lahan, daya
dukung lahan, jumlah badan air,
jumlah ruang hijau, sempadan sungai,
polusi, sistem budaya, pemanfaatan
SDA, serta industri.
3) Rekomendasi kebijakan dalam adaptasi
perencanaan tata
ruang terhadap
perubahan iklim di DAS Brantas terbagi
menjadi 2, yaitu rekomendasi umum dan
rekomendasi khusus.
SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan
terkait dengan hasil penelitian antara lain :
1) Saran Bagi Pemerintah Kota Batu, Kota
Kediri dan Kota Mojokerto
a. Memberikan
gambaran obyektif
mengenai permasalahan utama yang
terdapat di wilayah studi terkait
dengan perubahan iklim.
b. Merumuskan prioritas faktor adaptasi
terhadap perubahan iklim serta
rekomendasi kebijakan yang dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menyusun
6
langkah adaptasi terhadap perubahan
iklim.
2) Saran bagi studi lanjutan
a. Diperlukan studi tentang rekomendasi
kebijakan bagi ketiga wilayah studi
terkait dengan faktor adaptasi terhadap
perubahan iklim selain faktor prioritas.
b. Diperlukan studi tentang adaptasi
perubahan iklim secara lebih mendetail
pada satu wilayah studi saja yang
mencakup tahapan adaptasi terhadap
perubahan iklim, yaitu fase 3 (tiga)
sampai dengan fase 5 (lima).
c. Diperlukan studi tentang inventarisasi
dan analisis emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) serta menetapkan target
pengurangan emisi sebagai salah satu
penyebab utama perubahan iklim.
DAFTAR PUSTAKA
BBWS. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Wilayah Sungai Kali Brantas Tahun
2008. Balai Besar Wilayah Sungai
Brantas, Jawa Timur.
Hilman, Masnellyarti. 2008. Tata Ruang dan
Perubahan Iklim. Buletin Tata Ruang.
8 : 30-32.
Jasmin, Fajar. 2010. Penyebab Perubahan
Iklim. www.iklimkarbon.com. 12
Februari 2011.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2001.
Definisi
Perubahan
Iklim.
www.menlh.go.id. 14 Februari 2011.
WWF Indonesia. 2007. World Wildlife Fund :
Climate Change Impacts on the
Management of Citarum Watershed.
Jakarta, Indonesia.
Wypych, Sebastian. 2003. Climate in Cities.
ESPERE Climate Encyclopaedia : 22.
www.espere.mpchmainz.mpg.de/documents/pdf/urbancli
mate.pdf. 27 Desember 2011.
Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
7
KEBIJAKAN INSTANSIONAL KOTA BATU
Meningkatkan kerjasama antar sektor
(masyarakat, pemerintah dan swasta) untuk
menjaga kelestarian hutan.
Penegakan hukum dengan pengenaan sanksi
maupun denda bagi oknum yang merambah
hutan, baik perorangan maupun perusahaan.
KOTA BATU
Pembatasan
alih
fungsi hutan lindung;
Pembatasan
guna
lahan yang tidak
memiliki hubungan
dengan pelestarian
hutan.
Sosialisasi pelarangan penambangan
pasir dengan memasang papan
larangan (baliho, poster).
Pemasangan portal untuk mencegah
masuknya truk pasir ke area
penambangan pasir.
Penambang pasir akan diproses
secara pidana dan dikenakan
hukuman/sanksi sesuai ketentuan.
KOTA KEDIRI
Memperbanyak
penanaman pohon pada
jalur hijau dan sungai
serta kawasan industry.
Pembatasan kegiatan yang dapat merusak sekitar
ruang hijau dan melarang pembangunan di
sempadan sungai, taman dan alun-alun.
Penertiban berkala dengan bekerja sama antar
instansi terkait.
Penanaman rumpun bambu di sempadan Sungai
Brantas untuk melindungi tebing dari gerusan air.
Evaluasi bangunan di sepanjang sempadan sungai
yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian.
Optimalisasi
pemanfaatan
lahan pertanian
yang sudah
ada melalui
intensifikasi &
agroforestry.
KEBIJAKAN INSTANSIONAL
KOTA KEDIRI
Kerjasama antara pemerintah
dengan masyarakat dalam
pengendalian sempadan
sungai.
Kerjasama antar wilayah
(Kab.Kediri, Kab.Jombang,
Kota dan Kab.Mojokerto)
dalam melestarikan S.Brantas.
Penyediaan RTH bagi
pembangunan baru, terutama
bangunan skala besar.
Menyediakan hutan kota minimal
0,25 Ha atau 10% dari wilayah
pusat kegiatan disesuaikan
dengan kondisi setempat.
Industri wajib mengolah
limbahnya sebelum dibuang
ke sungai, dengan
melengkapi IPAL atau IPAL
kawasan. Mengenakan
denda bagi industri yang
melanggar.
Pemkot Mojokerto
mewajibkan setiap industri
sedang/besar mengikuti
PROPER untuk mendorong
peningkatan kinerja
perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan.
KOTA MOJOKERTO
KEBIJAKAN INSTANSIONAL
KOTA MOJOKERTO
Sosialisasi bahaya pencemaran
air dan penambangan pasir bagi
masyarakat, lingkungan dan
infrastruktur di sekitar sungai.
Membuat Perda kepada setiap
industri untuk mengolah limbah.
Melibatkan masyarakat secara
aktif dalam menjaga kelestarian
sungai.
Kerjasama antar pihak (pemkot,
aparat keamanan dan
masyarakat) untuk mengawasi
kinerja industri.
Gambar 6. Rekomendasi Kebijakan Penanganan di Wilayah Studi
8