BAHAN KULIAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Gudang Ilmu Hukum 20.28.00
Pengertian Hukum Administrasi Negara Menurut para ahli:
1. Hukum administrasi negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi,
yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga
negara itu berfungsi. (R. Abdoel Djamali).
2. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi
tugasnya. (Kusumadi Poedjosewojo.)
3. Hukum administrasi negara adalah hukum yang menguji hubungan hukum istinewa
yang diadakan, akan kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang
khusus. (E. Utrecht.)
4. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh
para pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van
Apeldoorn.)
5. Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang hubunganhubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat.
(Djokosutono.)
6. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah Administrasi recht
(bahasa Belanda).
7. Prajudi Atmosudirdjo, administrasi dapat dipahami dalam dua pengertian :
a. Administrasi dalam pengertian sempit yaitu tata usaha ( office work). Contoh suratmenyurat.
b. Administrasi dalam pengertian luas dapat ditinjau dari tiga sudut yaitu:

1.
Administrasi
sebagai
proses
dalam
masyarakat
.
2. Administrasi sebagai suatu jenis kegiatan manusia ( arti fungsional).
3. Administrasi sebagai kelompok orang yang secara bersama-sama sedang
menggerakkan kegiatan-kegiatan diatas ( arti kepranataan/institusioanal).
8. Van Vollenhoven mengartikan hukum Administrasi Negara akan meliputi seluruh
kegiatan negara dalam arti luas, jadi tidak hanya terbatas pada tugas pemerintah
dalam arti sempit saja, tetapi juga meliputi tugas peradilan,polisi, dan tugas membuat
peraturan.
Van
Vollenhoven
Hukum
Administrasi
Negara
dibagi

dalam
:
a.
Bestuursrecht
(
hukum
pemerintahan),
b.
Justitierecht
(hukum
peradilan),
c.
Politierecht
(hukum
kepolisian),
dan
d.
Regelaarsrecht
(hukum
perundang-undangan).

Jadi menurut Van Vollenhoven dalam pendapatnya Hukum Administrasi
Negara adalah hukum tentang pendistribusiankekuasaan (fungsi-fungsi
negara) kepada lembaga-lembaga negara, dan hukum yang mengatur

cara bekerjanya lembaga-lembaga tersebut
fungsi yang telah diberikan (dalam HTN).

dalam

menggunakan

fungsi-

9. AM. Donner. HAN lebih dispesifikan pada pemerintahan.
10. Prajudi Atmosudirdjo, HAN dapat dipahami dalam 2 katagori yaitu:
a. HAN heteronom, yaitu hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fugsi
administrasi
negara,.
b. HAN otonom, yaitu hukum oprasional yang dibuat atau dibentuk oleh
pemerintah/administrasi negara itu sendiri.

11. Logemann mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari
norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk
memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang
khusus.”
5. Oppen Hein mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu
gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi
maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang
telah
diberikan
kepadanya
oleh
Hukum
Tata
Negara.”
Dari pengertian-pengertian para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwah Hkum
Adminstrasi
Negara
adalah:
1.
Organisasi/institusi;

2.
Bagaimana
mengisi
jabatan-jabatan
dalam
organisasi
tersebut;
3. Bagaimana pemberian pelayanan dari aparatur pemerintah kepada masyarakat.
4. Bagaimana berlangsungnya kegiatan/ pelaksanaan tugas dari jabatan-jabatan
tersebut.
DASAR
1. Pancasila
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.
11.
12.
13.

HUKUM

ADMINISTRASI
UUD
TAP

PERMEN
PERDA

DAN
DAN

HUKUM

TIDAK

HUKUM

NEGARA
1945
MPR
PERPU
PP
KEPPRES
KEPMEN
KEPKADA
YURISPRODENSI
TERTULIS
INTERNASIONAL
KEPTUN
DOKTRIN

RUANG
LINGKUP
ADMINISTRASI
NEGARA

Isi dan ruang lingkup HAN secara tegas baru pada tahun 1926 diuraikan secara
konkrit oleh van vollenhoven. Setelah mengadakan peninjauan yang luas tentang peninjauan
yang luas tentang pembidangan hukum terutama dinegara-negara prancis, jerman, dan
amerika Van Vollenhoven telah menggambarkan suatu skema mengenai tempat HAN didalam
kerangka
hukum
seluruhnya.
Berdasarkan kesimpulan tersebut yang kemudian terkenal dengan sebutan “Residu Theori “

Van Vollenhoven dalam skemanya itu menyajikan pembidangan seluruh materi hukum
sebagai
berikut:
1.
Staatsrecht
(mwterieel/hukum
Tata
Negara)
meliputi
:
bestuur

(pemerintahan)
rechtspark
(peradilan)
politie
(kepolisian)
regeling
(perundang-undangan)
2.
Burgelijikerecht
(materieel/hukum
perdata)
3.
Starfrecht(materieel/hukum
pidana)
Perbedaan HAN dengan HTN
Fokus utama dalam memplajari HAN lebih mengutamakan kelanjutan dari struktur
negara (yang menjadi fokus dalam HTN),yaitu bagaimana berfungsinya lembaga-lembaga
negara dalam menjalankan apa yang menjadi fungsi, kewenagan, dan tugas-tugasnya. Tematema yang mendominasi dalam materi pelajaran HAN adalah hubungan antara negara
(khususnya pemeruntah) dengan warga negara (hubungan hukum pertikal denganhukum
publik).

Letak

Hukum Administrasi Negara Dalam Sistimatika Ilmu Hukum
Ilmu Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem ilmiah dan merupakan salah
satu cabang ilmu Hukum yang lambat laun yang merupakan suatu displin hukum tersendiri.
Dengan memperlakukan hukum Administrasi negara sebagai suatu disiplin ilmiah, maka kita
menerima
dua
hal,
yaitu:
a. Menerima Hukum Administrasi Negara sebagai objek dari studi dan pendidikan ilmiah;
b. Menerima Hukum Administrasi Negara sebagai suatu kesatuan dari aturan hukum tertentu
yang
memerlukan
metode
tersendiri.
Hubungan Hukum Administrasi Negara Dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Hubungan
Administrasi
Negara

dengan
Ilmu-ilmu
Lain
1. Administrasi negara, sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial, kehidupannya
berlangsung dalam suatu lingkungan sosial tertentu, sehingga perwujudan aktivitasnya
senantiasa
berhubungan
erat
dengan
berbagai cabang ilmu sosial,khususnya dengan ilmu sejarah, antropologi budaya, ilmu
ekonomi,
administrasiniaga,
ilmu
jiwa,
sosiologi
dan
ilmu
politik.
2. Perspektif administrasi negara akan lebih gampang diungkapkan Dengan mempergunakan
analisis sejarah dan antropologi budaya. Penggunaan analisisantropologi budaya akan
melengkapi
analisis
sejarah.
3. Ilmu ekonomi menyumbangkan analisis biaya dan manfaat, sedang administrasiniaga
menyumbangkan konsep PPBS dan makna Gerakan Manajemen Ilmiahkepada administrasi
negara. Sementara ilmu jiwa membantu untuk memahamiindividu dalam situasi administrasi.
4. Sosiologi telah memberikan pambahasan yang mendalam mengenai birokrasi dan
kooptasi, yang merupakan hal-hal yang amat menonjol dalam studi administrasi.
Hubungan
Administrasi
Negara
dengan
Ilmu
Politik
1. Hubungan antara administrasi negara dan ilmu politik telah berjalan lama, karena secara
praktis
tidak
terbatas
yang
tegas
antara
politik
dan
administrasi.
2. Orientasi politik dalam studi administrasi negara meletakkan administrasi negara sebagai

satu elemen dalam proses pemerintahan. Administrasi negara dipandang sebagai satu aspek
dari
proses
polotik
dan
sebagai
bagian
dari
sistem
pemerintahan.
3. Munculnya dikhotomi politik-adaministrasi sebenarnya merupakan gerakan koreksi
terhadap
buruknya
karakter
pemerintahan.
4. Dalam perkembangannya,orientasi politik dalam studi administrasi negara di
kombinasikan dengan orientasi manajerial yang dikenal dengan orientasi politik manajerial,
dan orientasi sosio-psikologis yang dikenal dengan orientasi politik-sosio-psikologis.
Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara
Pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua :
1. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah
hukum. Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan
masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan
sikap manusia.
2. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar
berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat
mempertahankannya.
Administrasi Negara /materieel dan formeel Hukum Administrasi Negara meliputi :
a.
Bestuursrecht
(hukum
pemerintahan)
yang
meliputi
:
1.
Staatsrechterlijke
rechtspleging
(formeel/staatsrecht/peradilan
tata
negara)
2. Administrative rechtspleging (formeel) administratiefrecht (pradilan administrasi negara)
3.
Burgelijke
rechtspleging/
hukum
acara
perdata
4.
Strafrechtspleging/
hukum
acara
pidana
b.
Politierecht
(hukum
kepolisian)
c. Regelaarsrecht (hukum proses perundang-undangan).
Sumber Hukum Administrasi Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Sumber hukum, dapat dibagi atas dua yaitu:
1. Sumber Hukum Materiil
2. Sumber Hukum Formil.
Sumber Hukum Materiil yaitu factor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini
dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll.
Sedangkan Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara
terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu undang-undang, yurisprudensi,
kebiasaan,
doktrin,
traktat.
Menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno (1986: 63), membagi sumber hukum
menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
1) Sumber Hukum Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil
ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social
politik, situasi social ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmiah,
perkembangan internasional, keadaan geografis.
Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan
ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulna hukum. Sedangkan bagi

seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber
hukum
ialah
peristiwa-peristiwa
yang
terjadi
di
dalam
masyarakat.
2) Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum
itu
berlaku
secara
formal.
Van Apeldoorn dalam R. Soeroso (2005:118), membedakan empat macam sumber hukum,
yaitu:
1) Sumber hukum dalam arti sejarah, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam
sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam arti sejarah ini dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenalnya hukum secara
historis,
dokumen-dokumen
kuno,
lontar
dan
sebagainya.
b. Sumber hukum yang merupakan tempat pembentukan undang-undang mengambil
bahannya.
2) Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan faktor-faktor yang
menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, dan
sebagainya.
3)
Sumber
hukum
dalam
arti
filosofis,
dibagi
menjadi
dua
yaitu:
a. Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga pandangan
yang
mencoba
menjawab
tantangan
pertanyaan
ini
yaitu:
1. Pandangan teoritis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan
2. Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari akal manusia
3. Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari kesadaran
hukum.
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum, mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat,
mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bukan sematamata didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang
didorong
oleh
alasan
kesusilaan
atau
kepercayaan.
4) Sumber hukum dalam arti formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya
hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat
hakim dan masyarakat. Isinya timbul dari kesadaran masyarakat. Agar dapat berupa peraturan
tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan dan traktat
atau
perjanjian
antar
negara.
Marhaenis (1981:46), membedakan sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum
ditinjau dari Filosofis Idiologis dan sumber hukum dari segi Yuridis.
1) Sumber Hukum Filosofis Idiologis, ialah sumber hukum yang dilihat dari kepentingan
individu, nasional, atau internasional sesuai dengan falsafah dan idiologi (way of life) dari
suatu
Negara
Seperti
liberalisme,
komunisme,
leninisme,
Pancasila.
2) Sumber Hukum Yuridis, merupakan penerapan dan penjabaran langsung dari sumber
hukum segi filosofis idiologis, yang diadakan pembedaan antara sumber hukum formal dan
sumber
hukum
materiil.

a. Sumber Hukum Materiil, ialah sumber hukum yang dilihat dari segi isinya misalnya:
KUHP segi materiilnya ialah mengatur tentang pidana umum, kejahatan, dan pelanggaran.
KUHPerdata, dari segi materiilnya mengatur tentang masalah orang sebagai subyek hukum,
barang sebagai obyek hukum, perikatan, perjanjian, pembuktian, dan kadaluarsa.
b. Sumber Hukum Formal, adalah sumber hukum dilihat dari segi yuridis dalam arti formal
yaitu umber hukum dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari: Undang-Undang, Kebiasaan,
Traktat,
Yurisprudensi,
Traktat.
Sebagai sumber hukum formil dari Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht., ialah:
1.
Undang-undang/Hukum
Administrasi
Negara
Tertulis
2. Praktek Administrasi Negara (Hukum Administrasi Negara yang merupakan Hukum
Kebiasaan)
3. Yurisprudensi baik keputusan yang diberi kesempatan banding (oleh Hakim ataupun yang
tidak ada banding oleh Administrasi negara tersebut)
4.
Doktrin/Pendapat
para
ahli
Hukum
Administrasi
Negara
1)
Undang-Undang
(Statute)
Yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam
peraturan perundang-undangan. Menurut BUYS, undang-undang ini mempunyai dua arti
yakni:
Undang-Undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan yang merupakan undang-undang
karena cara pembuatannya. Di Indonesia UU dalam arti formil ditetapkan oleh presiden
bersama-sama
DPR,
contoh
UUPA,
UU
tentang
APBN,
dll.
Undang-Undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk. Contoh: UUPA ditinjau dari segi kekuatan mengikatnya
undang-undang
ini
mengikat
setiap
WNI
di
bidang
agraria.
Berdasarkan amandemen pertama UUD 1945 pada Pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
Kemudian dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang”. Dan selanjutnya berdasarkan Pasal 20 ayat 2
disebutkan bahwa “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan
Presiden
untuk
mendapat
persetujuan
bersama”.
2)
Kebiasaan
(Costum)
Yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila
suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang
dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu
dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu
kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang baik dan adil. Oleh karena itu belum
tentu suatu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum. Hanya kebiasankebiasaan dan adat istiadat yang baik dan diterima masyarakat yang sesuai dengan
kepribadian masyarakat tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan.
Sebaliknya ada kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, dan ini

tentunya tidak akan menjadi hukum kebiasaan masyarakat, sebagai contoh: kebiasaan
begadang,
berpakaian
seronok,
dan
sebagainya.
Sudikno (1986: 84) menyebutkan bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa
syarat
tertentu
yaitu:
a.
Syarat
materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (longa et invetarata
consuetindo).
b.
Syarat
intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis).
c.
Syarat
akibat
hukum
apabila
hukum
itu
dilanggar
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yaitu antara lain:
Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut
sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal 1346 KUHPerdata disebutkan bahwa “Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan
menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat”.
Selanjutnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata juga disebutkan bahwa: “Jika perjanjian sewa
menyewa tidak dibuat dengan tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada
waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain
bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang
diharuskan
menurut
kebiasaan
setempat”.
Mengenai praktek administrasi negara sebagai sumber hukum formil, dapat dikatakan bahwa
praktek itu membentuk hukum administrasi negara kebiasaan (hukum tidak tertulis). Hukum
administrasi negara kebiasaan tersebut dibentuk dan dipertahankan dalam keputusankeputusan para pejabat administrasi negara. Sebagai suatu sumber hukum formil, maka sering
sekali praktek administrasi negara itu berdiri sendiri (zelfstandig) disamping undang-undang.
Bahkan tidak jarang praktek administrasi negara mengesampingkan (opzijzetten) peraturan
perundang-undangan
yang
telah
ada.
R. Soeroso (2005: 155) menyatakan kelemahan dari hukum kebiasaan yaitu:
1. bahwa hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat dirumuskan
secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya, dan
2. bahwa hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan
beracara
karena
hukum
kebiasaan
mempunyai
sifat
aneka
ragam.
3)
Keptusan-Keputusan
Hakim
(Yurisprudensi)
Purnadi Purbacaraka menyebutkan bahwa istilah Yurisprudensi berasal dari kata
yurisprudentia (bahasa latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Kata
yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata “yurisprudentie”
dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau bukan peradilan. Kata yurisprudensi dalam
bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum (algemeene rechtsleer: General theory of law),
sedangkan untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah Case Law atau Judge
Made Law. Dari segi praktek peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu

dijadikan

pedoman

hakim

lain

dalam

memutuskan

kasus-kasus

yang

sama.

Beberapa alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang lain (yurisprudensi)
yaitu:
a.
Pertimbangan
Psikologis
Hal ini biasanya terutama pada keputusan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,
maka biasanya dalam hal untuk kasus-kasus yang sama hakim di bawahnya secara psikologis
segan
jika
tidak
mengikuti
keputusan
hakim
di
atasnya
tersebut.
b.
Pertimbangan
Praktis
Pertimbangan praktis ini biasanya didasarkan karena dalam suatu kasus yang sudah pernah
dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu apalagi sudah diperkuat atau dibenarkan oleh
pengadilan tinggi atau MA maka akan lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan
putusan yang sama pula. Di samping itu apabila keputusan hakim yang tingkatannya lebih
rendah memberi keputusan yang menyimpang atau berbeda dari keputusan yang lebih tinggi
untuk kasus yang sama, maka keputusan tersebut biasanya tentu tidak dibenarkan/dikalahkan
pada
waktu
putusan
itu
dimintakan
banding
atau
kasasi.
c.
Pendapat
Yang
sama
Pendapat yang sama biasanya terjadi karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan
keputusan hakim lain yang terlebih dahulu untuk kasus yang serupa atau sama.
4)
Traktat
(Treaty)
Yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan oleh dua
negara atau lebih. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat
pada perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sun Servada yang berarti
bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati
dan
ditepati
oleh
kedua
belah
pihak.
Ada
beberapa
macam
traktat
(treaty)
yaitu:
a.
Traktat
bilateral
atau
traktat
binasional
atau
twee
zijdig
Yaitu apabila perjanjian dilakukan oleh dua negara. Contoh: Traktat antara pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Perjanjian ekstradisi menyangkut kejahatan
kriminal
biasa
dan
kejahatan
politik.
b.
Traktat
Multilateral
Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara. Contoh: Perjanjian kerjasama beberapa
negara
di
bidang
pertahanan
dan
ideologi
seperti
NATO.
c.
Traktat
Kolektif
atau
traktat
Terbuka
Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh oleh beberapa negara atau multilateral yang kemudian
terbuka untuk negara lain terikat pada perjanjian tersebut. Contoh: Perjanjian dalam PBB
dimana negara lain, terbuka untuk ikut menjadi anggota PBB yang terikat pada perjanjian
yang
ditetapkan
oleh
PBB
tersebut.
Adapun pelaksanaan pembuatan traktat tersebut dilakukan dalam beberapa tahap dimana
setiap negara mungkin saja berbeda, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1.

Tahap
Perundingan
Tahap ini merupakan tahap yang paling awal biasa dilakukan oleh negara-negara yang

akan mengadakan perjanjian. Perundingan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis atau
melalui teknologi informasi lainnya. Perundingan juga dapat dilakukan dengan melalui
utusan masing-masing negara untuk bertemu dan berunding baik melalui suatu konferensi,
kongres,
muktamar
atau
sidang.
2.

Tahap
Penutupan
Tahap penutupan biasanya apabila tahap perundingan telah tercapai kata sepakat atau
persetujuan, maka perundingan ditutup dengan suatu naskah dalam bentuk teks tertulis yang
dikenal dengan istilah “Piagam Hasil Perundingan” atau “Sluitings-Oorkonde”. Piagam
penutupan ini ditandatangani oleh masing-masing utusan negara yang mengadakan
perjanjian.
3.

Tahap
Pengesahan
atau
ratifikasi
Persetujuan piagam hasil perundingan tersebut kemudian oleh masing-masing negara
(biasanya tiap negara menerapkan mekanisme yang berbeda) untuk dimintakan persetujuan
oleh
lembaga-lembaga
yang
memiliki
kewenangan
untuk
itu.
4.

Tahap
Pertukaran
Piagam
Pertukaran piagam atau peletakkan piagam dalam perjanjian bilateral maka naskah
piagam yang telah diratifikasi atau telah disahkan oleh negara masing-masing dipertukarkan
antara kedua negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam traktat kolektif atau terbuka
peletakkan naskah piagam tersebut diganti dengan peletakkan surat-surat piagam yang telah
disahkan masing-masing negara itu, dalam dua kemungkinan yaitu disimpan oleh salah satu
negara berdasarkan persetujuan bersama yang sebelumnya dinyatakan dalam traktat atau
disimpan dalam arsip markas besar PBB yaitu pada Sekretaris Jenderal PBB.
5)
Pendapat
Sarjana
Hukum
(Doktrin)
Biasanya hakim dalam memutuskan perkaranya didasarkan kepada undang-undang,
perjanjian internasional dan yurisprudensi. Apabila ternyata ketiga sumber tersebut tidak
dapat memberi semua jawaban mengenai hukumnya, maka hukumnya dicari pada pendapat
para sarjana hukum atau ilmu hukum. Jadi doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang
terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil keputusannya. Di
Indonesia dalam hukum Islam banyak ajaran-ajaran dari Imam Syafi’i yang digunakan oleh
hakim pada pengadilan Agama dalam pengambilan putusan-putusannya.
OBYEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan
pengertian tersebut, yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah pokok
permasalahan yang akan dibicarakan dalam hukum administrasi negara.
Menurut Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang
mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat,
maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan
dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama
dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian
dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama
mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara
mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam.

Maksud dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut
dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan
negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya
masing-masing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup
sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum
menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara
hukum administrasi negara dan hukum tata negara.
BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAHAN
Pengertian pemerintahan dibedakan menjadi dua :
1. Pemerintahan dalam arti luas, yaitu pemerintahan yang terdiri dari tiga kekuasaan yang
masing-masing terpisah satu sama lain. Ketiga kekuasaan itu adalah :
a. Kekuasaan legislatif.
b. Kekuasaan eksekutif.
c. Kekuasaan yudikatif.
Pemerintahan kekuasaan diatas berdasarkan teori Trias Politica dari Montesquieu.
Tetapi, menurut Van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas berbeda dengan tori trias
politica Menurut Van Vollenhoven pemerintahan dalam arti luas mencakup :
a. Tindakan / kegiatan pemerintahan dalam arti sempit (bestuur).
b. Tindakan / kegiatan polisi (politie).
c. Tindakan / kegiatan peradilan (rechts praak).
d. Tindakan membuat peraturan (regeling, wetgeving).
Sedangkan pemerintahan dalam arti luas menurut Lemaire adalah pemerintahan yang
meliputi :
a. Kegiatan penyelengaraan kesejahteraan umum (bestuur zorg).
b. Kegiatan pemerintahan dalam arti sempit.
c. Kegiatan kepolisian.
d. Kegiatan peradilan.
e. Kegiatan membuat peraturan.
Sedangkan Donner berpendapat, bahwa pemerintahan dalam arti luas dibagi menjadi
dua tingkatan (dwipraja), yaitu :
a. Alat-alat pemerintahan yang menentukan hukum negara / politik negara.
b. Alat-alat perlengkapan pemerintahan yang menjalankan politik negara yang telah
ditentukan.
2. Pemerintahan dalam arti sempit ialah badan pelaksana kegiatan eksekutif saja tidak
termasuk badan kepolisian, peradilan dan badan perundang-undangan. Pemerintahan dalam
arti sempit itu dapat disebut dengan istilah lain, yaitu ”administrasi negara”. Bentuk
perbuatan pemerintahan atau bentuk tindakan administrasi negara secara garis besar dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Perbuatan hukum / tindakan hukum.
2. Bukan perbuatan hukum.
Perbuatan pemerintahan menurut hukum publik dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu.Perbuatan menurut hukum publik bersegi
satu, yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat administrasi negara
berdasarkan wewenang istimewa dalam hal membuat suatu ketetapan yang megatur
hubungan antara sesama administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga
masyarakat. Misalnya, ketetapan tentang pengangkatan seseorang menjadi pegawai negeri.

2. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua. Perbuatan menurut hukum publik bersegi
dua, yaitu suatu perbuatan aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih secara sukarela. Misalnya mengadakan perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan
pihak
swasta
(pemborong).
ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
1. Asas yuridikitas (rechtmatingheid): yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi
negara tidak boleh melanggar hukum (harus sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan).
2. Asas legalitas (wetmatingheid): yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi negara
harus ada dasar hukumnya (ada peraturan dasar yang melandasinya). Apalagi indonesia
adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap
tindakan
pemerintah.
3. Asas diskresi yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil
keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri tetapi tidak bertentangan dengan legalit.