BAB 3 GAMBARAN UMUM
3.1 Pengadilan Agama
Penamaan peradilan agama dengan sebutan peradilan serambi, tidak semata-mata karena proses peradilannya dilaksanakan di serambi mesjid agung,
namun peradilan serambi memiliki nilai filosofis dan politik yang sangat kuat bagi umat islam. Dalam perjalanan sejarahnya, ternyata peradilan serambi tidak semat-
mata instruksi peranata hukum yang berfungi untuk menyelesaikan persengketaan yang terjadi di masyarakat muslim ketika itu, tetapi lebih jauh lagi ternyata juga
institusi yang berfungsi sebagai penasehat raja terutama yang terkait dengan nilai- nilai keislaman.
Begitu pula dengan dialihkannya kewenangan mengadili perkara waris dari peradilan agama ke peradilan umum seiring dengan amanat yang di berikan
UU itu untuk menghapuskan status dan kedudukan peradilan agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di serambi Indonesia sehingga menimbulkan
kemarahan besar dari umat islam, termaksud juga organisasi-organisasi ke islaman yang ada ketika itu peradilan mempunyai batasan dalam bidangnya:
1. Perselisihan antara suami istri yang beragama islam.
2. Perkara-perkara tentang nikah, talak, rujuk dan perceraian antara
orang-orang yang beragama islam yang memerlukan perantaraan hakim agama islam.
3. Memberikan putusan perceraian.
4. Menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak yang di gantungan
sudah ada. 5.
Perkara maharmas kawin, sudah termasuk mut’ah dan 6.
Perkara tentang keperluan kehidupan suami istri yang wajib diadakan oleh suami.
Pada tahun 1991 peradilan agama masih berada dibawah Departemen Agama,peradilan agama inilah yang sesungguhnya secara implisit di tunjuk oleh
inpres,hal ini berdasarkan surat keputusan menteri Agama pada tanggal 22 juni 1991 Nomor 2541991 tentang pelaksanaan instruksi presiden Nomor 1
tahun1991 tanggal 10 juni 1991, oleh karna itu tidak diakuinya status dan kedudukan peradilan agama sebagai peradilan yang sah dan mandiri dalam sistem
peradialan di Indonesia secara implist dapat diketahui dalam ketentuan UU No.19 Tahun 1948 pasal 35 yang selengkapnya berbunyi:
Ayat 1 Dalam Pengadilan Negeri segala keputusan di tetapkan oleh seorang hakim. Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa hakim sangat berperan dalam
menemukan hukum melalui perceraian makna normatif dari suatu undang-undang. Pada sisi ini tampak bahwa, hakim tidak semata-mata menggunakan asas legalitas
dalam menerapkan hukum, kerena banyak kasus atau peristiwa yang belum terkover oleh norma legalitas dan karena itu, masih membutuhkan perceraian
untuk menemukan hukum guna menyelesaikan kasus atau peristiwa hukum tertentu.
Beranjak untuk berubah, adalah sebuah keniscayaan bagi Peradilan Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia selain karena tuntutan
kondisi masyarakat muslim dan perkembagan ilmu pengetahuan serta teknologi informasi di dunia modren. Juga karena tuntutan dan perintah konstitusi seperti
tercantum dalam UUD RI 1945 hasil amademen serta beberapa peraturan perundang-undangan terutama UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman dan UU No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.Kehakiman bidang kekuasaan sudah dimulai sejak Tahun 1999, yakni dengan lahirnya UU
No.35, akan tetapi tonggak awal berdirinya fondasi organisasi Peradilan Agama, yang awalnya hanya Direktorat ketika berada di Departemen Agama, kemudian
meningkat menjadi Direktorat jenderal setelah berada di Mahkamah Agung. Berdasarkan surat kepuntusan sekretariat Mahkamah Agung RI Nomor:
MASEK07SK1112006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja sekretariat Mahkamah Agung Republik Indonesia.
STRUKTUR ORGANISASI PERADILAN AGAMA
WAKIL PANITERA
SUB KEPANITERAAN PERMOHONAN
PANITERA MUDA PERMOHONAN
SUB KEPANITERAAN GUGATAN
KEPANITERAAN MUDA GUGATAN
SUB KEPANITERAAN HUKUM
KEPANITERAAN MUDA HUKUM
KETUA WAKIL KETUA
PANITERA SEKRETARIS MAJELIS HAKIM
KELOMPOK FUNGSIONAL KEPANITERAAN 1. PANITERA PENGGANTI
2. JURUSITA JURUSITA PENGGANTI WAKIL SEKRETARIS
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN UMUM
BAB 4
ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Analisis Data
Pada bab ini penulis akan menganalisis banyaknya perceraian di kota Medan berdasarkan tahun 2004-2013.
Adapun banyaknya perceraian Medan dapat dilihat pada tabel ini:
Tabel 4.1 Banyaknya Perceraian di kota Medan Tahun 2004-2013
PERIODE Tahun
Jumlah Perceraian 1
2004 967
2 2005
1005 3
2006 957
4 2007
1073 5
2008 1267
6 2009
1579 7
2010 1729
8 2011
1337 9
2012 1433
10 2013
1579
Sumber: Pengadilan Agama
4.2 Pengolahan Data Peramalan Peningkatan Banyaknya Perceraian
Tahap pertama dalam proses analisa data yaitu dengan menghitung nilai rata-rata bergerak tunggal
dengan N=3 periode dari realisasi total jumlah perceraian di kota Medan yaitu:
Dari rumus diata dapat dihitung:
=976,333
=1011,66667
=1099
= 1306,333
= 1525