Pengaruh Kinerja Pegawai Dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

(1)

The influence employee performance and functional supervision of the

regional financial effectiveness

( survey of the inspectorate bandung )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

DINA MARDIANA 21107004

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

memberikan peran untuk suatu Pengelolaan Keuangan Daerah. Melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah khususnya mengenai pengawasan fungsional pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah agar dapat memenuhi tujuan efektivitas pengelolaan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel kinerja pegawai, pengawasan fungsional, dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah .Untuk mengetahui pengaruh kinerja pegawai dan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah digunakan pengujian statistik. Pengujian statistik menggunakan analisis korelasi, analisis regresi berganda, koefisien determinasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kinerja pegawai dan pengawasan fungsional berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah dan hasil secara parsial menunjukkan bahwa variabel kinerja pegawai dan pengawasan fungsional berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. . Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama kinerja Pegawai dan pengawasan fungsional memberikan sumbangan terhadap variabel terikat (efektivitas keuangan daerah) sebesar 59,0 % sedangkan sisanya 41,0% dipengaruhi faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

Kata Kunci : Kinerja Pegawai, Pengawasan Fungsional, Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah


(3)

Besides the environmental performance of civil servants, particularly in local governmen to rganizations can also provide a role for a Financial Management. To supervise the running of the government over sight of functional areas, especially regarding the implementation of financial management in order to meet the objectivesof financial management effectiveness that can be accounted for.

The method used in this research is descriptive method and verifikatif. Descriptive method used to determine the variable picture of employee performance, functional oversight, and effectiveness of financial management. To know the effect of employee performance and functional oversight of the effectiveness of financial managemen tused statistical tests. Statistical testing using correlation analysis, multiple regression analysis, coefficient of determination.

The results showed that the simultaneous performance of staff and functional supervision significantly influence the effectiveness of financial managemen tand partial results showed that the variable employee performance and functional supervision significantly influence the effectiveness of financial management. .While the coefficient of determination indicates that together the performance of Employees and functional supervision contributed to the dependent variable (effectiveness of regionalfinancial) of 59.0% while the remaining 41.0% influenced by other factors not included in thevariables examined in this study.

Keywords: EmployeePerformance, Monitoring of Functional, Effectiveness of Regional Financial Management


(4)

vii

saya dapat menyelesaikan Skripsi Saya ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Kinerja Pegawai dan Pengawasan Fungsional terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah(Survey Pada Inspektorat Kota Bandung)

Shalawat serta salam bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta kita sebagai pengikutnya.

Skripsi ini ini merupakan syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana S1 jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun penelitian ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat Ony Widilestariningtyas,SE.,M.si selaku Dosen Pembimbing telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan penelitian ini, akhirnya diiringi dengan doa, semangat, dan ikhtiar penulis mampu melewatinya.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, selaku rektor dari Universitas Komputer Indonesia,

2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra.,S.E.,M.si, Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia,


(5)

viii

Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

5. Siti Kurnia Rahayu S.E. M.si. Ak., dan Wati Aris Astuti S.E., M.si , yang telah memberikan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian.

6. Adang Muhidin,S.sos., selaku Kepala Subbag Administrasi dan Umum di Inspektorat Kota Bandung atas waktu dan kesempatan nya yang telah membantu penulis dalam penyebaran kuesioner di wilayah Inspektorat Kota Bandung.

7. Erna Kurniawaty,S.PI,.selaku Kepala Subbag Evaluasi dan Pelaporan atas waktu dan informasi nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini.

8. Papah dan Mamah, yang telah mensupport penulis baik dalam bentuk Materiil, Doa, dan Nasehatnya dengan penuh kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan dan mendapatkan gelar sarjana S1 ini.

9. Ely Suhayati S.E. M.si. Ak., selaku dosen wali penulis di kelas Ak-1 angkatan 2007.

10.Papah dan Mamah, yang telah mensupport penulis baik dalam bentuk Materiil, Doa, dan Nasehatnya dengan penuh kasih sayang yang tiada henti


(6)

ix

dan mendukung penulis sehingga penulis semakin termotivasi untuk mendapatkan gelar Sarjana S1.

12.Keluarga Besarku beserta Saudaraku yang lain yang telah memberikan dukungan baik itu doa maupun nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini.

13.Seluruh Staff Administrasi dan Sekretariat Program Studi Akuntansi Universitas Komputer Indonesia.

14.Fachrozi Jusuf olii( ayangku) dan Keluarga, yang telah mendukung penulis baik dalam doa, hiburan dan motivasinya selama penulis menyelesaikan Penelitian ini.

15.Seluruh teman – teman Kelas Ak-1 angkatan 2007 dan seluruh teman – teman Akuntansi Angkatan 2007 atas support dan kebersamaannya.

16.Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga budi baik semua pihak yang telah diberikan kapada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT dan penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca serta pihak - pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, Juli 2011


(7)

(8)

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Reformasi pengelolaan Keuangan Daerah di era otonomi daerah ditandai dengan lahirnya paket Kebijakan Keuangan Negara yakni : UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan(SAP). Nuansa pembaharuan dari tiga kebijakan tersebut melandasi bangunan kebijakan dalam tataran teknis yakni : PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah .

Implementasi sejumlah perangkat perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah belum bisa dijadikan acuan utama dalam mewujudkan good public governance, khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah dan pelayanan publik, tetapi masih membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam, khususnya menyangkut pengawasan, pemahaman mengenai sistem akuntansi keuangan daerah serta manajemen atau pengelolaan keuangan daerah dalam kaitannya dengan pelayanan publik. Dalam hal ini, unit satuan kerja dipandang memiliki peranan utama dalam operasional roda pemerintahan di daerah, karena unit satuan kerja merupakan pusat-pusat pertanggungjawaban pemerintah daerah dan relatif lebih banyak melaksanakan tugas operasional pemerintahan dan lebih banyak mengkonsumsi sumber daya, yang tentunya harus diperuntukkan dan


(9)

dipertanggungjawabkan pada kepentingan publik ( PP nomor 38 dan 41 Tahun 2007 ).

Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

DalamUndang-undang ini pemberian kewenangan Otonomi kepada Daerah Kabupaten/Kota didasarkan kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dalam kewenangan otonomi yang luas ini tercakup keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang meliputi kewenangan bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang polilik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter data fiskal, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi ( UU Nomor 32 Tahun 2004).

Sebagaimana tersurat dalam undang-undang Pemerintah Daerah,otonomi daerah adalah hak ,wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemberian kewenangan pemerintahan yang luas kepada daerah membawa konsekuensi langsung berkurangnya kewenangan Pemerintah Pusat terhadap


(10)

daerah dan penambahan tanggung jawab kepada daerah. Terjadinya penambahan wewenang membawa konsekuensi penambahan tugas kepada daerah. Untuk melaksanakan semua tugas itu kemudian dilakukan restrukturisasi, Sejalan dengan restrukturisasi yang dilakukan, dibutuhkan peningkatan kinerja Pegawai agar dapat melaksanakan tugas yang ada sebaik mungkin. Untuk itu perlu diperhatikan sikap dasar pegawai terhadap diri-sendiri, kompetensi, pekerjaan saat ini serta gambaran mereka mengenai peluang yang bisa diraih dalam struktur organisasi yang baru. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa perubahan struktur organisasi yang baru dapat mengakibatkan stress dan kecemasan karena menghadapi sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Pada saat inilah faktor disiplin kerja dan motivasi kerja yang tinggi sangat berperan.

Faktor kedisiplinan memegang peranan yang amat penting dalam pelaksanaan kerja pegawai. Seorang pegawai yang mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi akan tetap bekerja dengan baik walaupun tanpa diawasi oleh atasan. Seorang pegawai yang disiplin tidak akan mencuri waktu kerja untuk melakukan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Demikian juga pegawai yang mempunyai kedisiplinan akan mentaati peraturan yang ada dalam lingkungan kerja dengan kesadaran yang tinggi tanpa ada rasa paksaan. Pada akhirnya pegawai yang mempunyai kedisiplinan kerja yang tinggi akan mempunyai kinerja yang baik karena waktu kerja dimanfaatkannya sebaik mungkin untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan( Thurstone dalam Walgito, 2003 : 57 ).


(11)

Faktor motivasi juga tidak kalah penting dalam meningkatkan kinerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong untuk melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik. Masalah kualitas SDM pemda merupakan masalah penting dalam pelaksanaan Otda. Oleh karena itu, peningkatan SDM pemda merupakan hal mendesak harus dilakukan, agar pelaksanaan Otda dapat berjalan sesuai diharapkan. Salah satu kesimpulan dari BKS AKSI (Badan Kerjasama Antar-Kota Seluruh Indonesia) ketika organisasi masih eksis. Akibat rendahnya kualitas staf, menimbulkan masalah ketidakmampuan pemda mengajak investor ke daerah. Umumnya prilaku staf pemda kepada pengusaha lebih banyak mempersulit, ketimbang melayani. Dari hasil pelatihan BKS AKSI terhadap staf-staf pemda menunjukan masih rendahnya kualitas ( Purba : 2008). Keluhan terhadap attitude dan pelayanan pemda terhadap masyarakat merupakan hal yang sudah dimaklumi. ”Gerakan Disiplin Nasional” akhirnya diplesetkan

menjadi ”Gerakan Diselipin Nasional” agar urusan segera

Dapat kita katakan pada akhirnya daerah yang akan banyak diminati para investor pasca-Otda adalah: Pertama, pemda yang memberikan berbagai kemudahan fasilitas dan perijinan. Kedua, pemda yang memiliki staf yang melayani. Inilah tantangan masa depan terhadap pemda, yakni bagaimana membangun attitude positif aparat pemda dimulai dari kualita pimpinan yang baik sehingga memiliki kualitas pelayanan publik dan bagaimana meningkatkan kemampuan nalar


(12)

aparatur .Untuk meningkatkan kualitas pimpinan dan percepatan pelayanan pemda, tidak ada masalah aparatur pemda melakukan studi banding keluar negeri asal jelas objektifnya. Seperti yang dilakukan Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Oktober lalu dengan mengirim para sekda untuk mengikuti pendidikan di Singapura. Selanjutnya, nanti disusul para Wali kota, bupati. Berdasarkan uraian di atas, terlihat betapa pentingnya peranan faktor disiplin kerja dan motivasi kerja dalam meningkatkan kinerja pegawai yang mana semua hal itu tergantung dari seorang pimpinan dapat memimpin dan menjadi manajer bagi karyawannya dengan baik ( Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia : 2010).

Hal ini terlihat dari fenomena masih adanya pegawai yang tidak bekerja pada saat jam kerja atau memanfaatkan waktu kerja untuk melakukan hal-hal lain di luar pekerjaannya. Di samping itu, dilihat dari motivasi kerja pegawai, tampak masih rendahnya motivasi kerja pegawai. Hal ini terlihat dari rendahnya semangat pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini berakibat pada rendahnya kinerja yang dimiliki pegawai yang terlihat dari sering terjadinya keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan. Adanya fenomena awal dari disiplin kerja dan motivasi kerja pegawai tersebut, mendorong penulis untuk meneliti seberapa besar Hubungan Kinerja Pegawai dengan Pengawasan Fungsional terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Inspektorat Kota Bandung.

Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah, diperlukan fungsi pengawasan untuk menjamin keamanan atas kekayaan dan keuangan baik


(13)

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah saat ini adalah dengan melakukan pengawasan fungsional , yang harus dilakukan sejak tahap perencanaan,tidak hanya pada tahap pelaksanaan dan pelaporannya saja.( Sumber : Erna, Inspektorat Kota Bandung )

Dalam suatu pemerintah atau Organisasi terdapat adanya beberapa pegawai atau pekerja yang membuat suatu organisasi tersebut bisa berkembang. Pegawai tersebut sangat dibutuhkan dalam hal pengorganisasian suatu Badan atau Pemerintah, adanya pegawai sangat dibutuhkan dalam setiap suatu perusahaan tercapainya suatu tujuan pegawai tercermin dari suatu kinerja pegawai, dibutuhkan skil dan pemahaman yang mendasar untuk mencapai suatu kinerja pegawai tersebut. Pencapaian kinerja sangat diperlukan pegawai untuk menunjang karirnya untuk itu dibutuhkan beberapa pemahaman untuk mendorong terciptanya kinerja pegawai tersebut di dalam suatu organisasi/ perusahaan tersebut.

Sejalan dengan performance karyawan tersebut pada suatu organisasi, selain itu pegawai/karyawan tersebut mempunyai potensi yang bisa membuat suatu organisasi menjadi baik atau tidak, Kedisiplinan suatu karyawan/pegawai harus didasari dari pola kedisiplinan dan kemandirian agar terciptanya tujuan tertentu. Kinerja atau performance pegawai sangat dibutuhkan di suatu organisasi atau perusahaan, tingkat eksistensi dalam bekerja menjadi modal dalam diri seseorang pegawai di lingkungan tempat dia bekerja, Pengaruh kebiasaan menjadi ciri adanya suatu kinerja atau hasil kerja pada pegawai. Selain itu kinerja pegawai khususnya di lingkungan organisasi Pemerintah Daerah juga dapat memberikan peran untuk suatu Pengelolaan Keuangan Daerah tersebut, Tingkat Kinerja dalam


(14)

suatu daerah guna menghasilkan suatu anggaran yang dapat menjadi modal keberhasilan suatu daerah tersebut, Pengelolaan Keuangan pada suatu daerah berperan penting dalam membangun adanya Kinerja Pegawai di lingkungan Organisasi Daerah agar bisa tercapainya suatu tujuan dan program di suatu daerah tersebut.

Sementara itu karyawan bermasalah dapat diindikasikan antara lain sebagai sifat atau perilaku malas, komitmen kurang, emosional, kedisiplinan tidak terkendali, kerap bolos kerja, dan egoistis dalam bekerjasama. Ciri bekerja dan kinerjanya adalah sangat marjinal, asal-asalan, dan kurang toleran dengan lingkungan. Perilaku tersebut lebih berkait dengan faktor internal ketimbang eksternal. Faktor internal karyawan meliputi faktor-faktor pendidikan, usia, pengalaman kerja, sikap, dan keterampilan. Namun demikian lemahnya manajemen kontrol, kurangnya pelatihan dan pengembangan, tidak adilnya manajemen kompensasi dan karir, rendahnya mutu hubungan horisontal dan vertikal dapat mendorong terjadinya perilaku negatif dari karyawan seperti itu.

Kadang terdapat berbagai permasalahan yang terjadi atau fenomena yang sering ditemukan pada karyawan/pegawai sehingga mengurangi eksistensi kinerja pada pegawai tersebut, idealnya suatu pemimpin dalam suatu organisasi dapat berperan penting dalam menunjang karir pegawai tersebut,masalah yang timbul dalam suaru karyawan/pegawai diantaranya ketidakpuasan bekerja, kurangnya motivasi kerja kedua faktor itu berhubungan dikarenakan cara kerja seorang pemimpin dan intensitas hubungan vertikal dan horisontal. Dengan demikian masalah yang dihadapi karyawan disini lebih ditekankan pada faktor penyebab


(15)

eksternal dirinya. Artinya kalau faktor-faktor eksternal tadi tidak diperbaiki maka kepuasan kerja dan motivasi kerja bakal rendah dan akan mempengaruhi kinerja karyawan, Pada gilirannya akan memengaruhi kinerja perusahaan.

Fenomena masalah karyawan dan karyawan bermasalah merupakan hal yang rutin terjadi di suatu perusahaan. Yang berbeda cuma derajad dan frekuensinya saja. Mulai dari kondisi yang ringan sampai yang parah. Karena itu pendekatannya pun ada yang dengan menggunakan jalur keorganisasian berupa penyusunan strategi dan kebijakan SDM yang baru dan ada yang hanya dilakukan dengan pendekatan personal. Namun apapun derajadnya, mengatasi masalah karyawan dan karyawan bermasalah tidak bisa ditunda-tunda; menunggu masalahnya sudah mencapai titik kritis. Kalau seperti itu maka permasalahannya akan semakin kompleks. Jadi harus sudah diantisipasi dan segera diatasi.

Performasi anggaran juga belum menunjukkan optimalisasi pengelolaan keuangan daerah. Berbagai target pendapatan terkesan masih rendah jika dibandingkan dengan potensi yang seharusnya bisa digali, juga mencuatkan berbagai kekhawatiran sehubungan dengan lemahnya elemen pengendalian dan pengawasan di daerah.

Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional. Pengawasan fungsional pada pemerintah daerah dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah (Bawasda) atau yang lebih dikenal dengan Inspektorat yang melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah, pada Inspektorat khususnya mengenai pengawasan fungsioanal pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah agar dapat memenuhi tujuan efektivitas


(16)

pengelolaan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan.( Sumber : Inspektorat Kota Bandung ).

Permasalahan yang dihadapi Inspektorat daerah Kota Bandung dalam hal Pengawasan Fungsional saat ini adalah di masalah koordinasi antara para pejabat pengawasan fungsional yang mengemuka yang memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan Pemerintah Daerah Kota Bandung tersebut, pengawasan dalam penyusunan atau pengelolaan keuangan daerah merupakan hal yang penting dan tidak dapat dilakukan secara asal, karena jika dilakukan secara asal dan tidak sesuai dengan kebijakan keuangan daerah yang telah ditetapkan Mendagri maka efektivitas, transaparansi dan akuntabilitas dari pengelolaan keuangan daerah tersebut akan menjadi dipertanyakan.(Sumber : Inspektorat kota Bandung 2011).

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut penulis mengambil

judul “PENGARUH KINERJA PEGAWAI DAN PENGAWASAN

FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN


(17)

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang akan diidentifikasi adalah : a. Masih adanya pegawai yang tidak taat pada peraturan.

b. Pengawasan Fungsional pada Inspektorat Kota Bandung belum berjalan dengan optimal dan efektif yang disebabkan karena kurangnya komunikasi antara pihak Intern dan Ekstern auditor sehingga berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah.

c. Masih kurang optimalnya Pengelolaan Keuangan Daerah di organisasi Pemerintah Daerah.

1.2.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pelaksanaan kinerja pegawai pada Inspektorat Kota Bandung. b. Bagaimana pelaksanaan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh

Inspektorat Kota Bandung.

c. Bagaimana pelaksanaan Efektivitas Pengelolaan Keuangan daerah pada Inspektorat Kota Bandung.

d. Seberapa besar pengaruh kinerja pegawai dan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah secara parsial dan simultan pada Inspektorat Kota Bandung.


(18)

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui “ Pengaruh Kinerja Pegawai dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Inspektorat Kota Bandung”.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kinerja pegawai di Inspektorat Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui pengawasan fungsional di Inspektorat Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Inspektorat

Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui pengaruh kinerja pegawai dan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah pada Inspektorat Kota Bandung baik secara parsial maupun simultan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan berguna penelitian diatas, maka penelitian yang akan dilakukan penulis ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat tidak saja bagi penulis sendiri,tapi juga bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.


(19)

1.4.1 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap permasalahan ini. Beberapa pihak yang dapat mengambil manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi perkembangan ilmu Akuntansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi pengaruh kinerja pegawai dan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah.

2. Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain yang ingin mengkaji di bidang yang sama.

1.4.2 Kegunaan Akademis

1. Bagi Inspektorat Kota Bandung, dapat menjadi referensi, masukan maupun pertimbangan dalam memperbaiki masalah yang ada di inspektorat tersebut guna lebih baik lagi ke depannya.

2. Bagi para auditor, sebagai alat bantu dalam mengaudit dan melakukan pengawasan dalam pengelolaan keuangan daerah.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk melakukan penelitian sebaiknya dilakukan di lokasi yang memang berkompeten untuk menjawab rumusan masalah dengan waktu yang harus ditentukan.


(20)

1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Inspektorat Kota Bandung yang bertempat di jln.Tera No.20 Bandung.

1.5.2 Waktu Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis membuat rencana jadwal penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan terhitung mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2011.

Tabel 1.1

Tabel Pelaksanaan Penelitian

Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 I

1 Penyusunan Bab 1,2,3

2 Bimbingan dengan dosen pembimbing 3 Revisi UP

4 ACC UP

5 persiapan seminar UP II

1 pangambilan data dan pengolahan data

2 Bimbingan dengan perusahaan dan dosen pembimbing 3 Penyusunan Draft Skripsi

III

1 Penyusunan Bab 1,2,3,4,5 2 Bimbingan dengan dosen pembimbing 3 Revisi 1,2,3,4,5

4 ACC Skripsi 5 persiapan Sidang Skripsi IV

1 Penyerahan Laporan Skripsi 2 Wisuda

Tahap Pelaporan

Tahap Akhir Tahap Persiapan

Bulan Prosedur

Tahap


(21)

14

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kinerja Pegawai 2.1.1.1Definisi Kinerja

Kinerja (Performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai . Disamping itu, kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seseorang pegawai, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Kinerja pegawai pada dasarnya terbentuk setelah pegawai merasa adanya kepuasan, karena kebutuhannya terpenuhi dengan kata lain apabila kebutuhan pegawai belum terpenuhi sebagaimana mestinya maka kepuasan kerja tidak akan tercapai, dan pada hakikatnya kinerja pegawai akan sulit terbentuk. Setiap orang yang bekerja digerakan oleh suatu motif. Motif pada dasarnya bersumber pertama-tama berbagai kebutuhan dasar individu atau dapat dikatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seorang untuk bekerja giat dalam pekerjaanya tergantung dari hubungan timbal balik antar apa yang diinginkan atau dibutuhkan dari hasil


(22)

pekerjaan tersebut dan seberapa besar keyakinan organisasi akan memberikan kepuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya.

Dampak motivasi yang diinginkan pimpinan dari pegawai ( bawahan ) sangat dipengaruhi penilaian pegawai atas nilai ( valensi ) yang diharapkan berupa hasil baik langsung maupun hasil sekunder yang dinikmati karena melakukan perilaku yang ditentukan dan kuatnya pengharapan bahwa perilaku tersebut akan benar – benar merealisasikan hasil pada pelayanan publik tersebut. Disinilah sebenarnya faktor motivasi kerja ikut menentukan terbentuknya kinerja pegawai dalam pelayanan masyarakat yang baik. Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja berasal dari bahasa job performance atau actual performance ( prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau suatu institusi ).

Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara, kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuntitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya ( Dalam Mangkunegara, 2006 : 9 ).

Berdasarkan pendapat di atas kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai karyawan persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi, yakni bagaimana ia melakukan segala


(23)

sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi. Unsur penting dalam kinerja pekerjaan adalah :

1. Tugas fungsional, berkaitan dengan seberapa baik seorang pegawai menyelesaikan seluk-beluk pekerjaan, termasuk penyelesaian aspek – aspek teknis pekerjaan.

2. Tugas perilaku, berkaitan dengan seberapa baik pegawai termasuk menangani konflik, mengelola waku,memberdayakan. Menangani kegiatan antar pesona dengan anggota lain organisasi, orang lain, bekerja dalam sebuah kelompok, dan bekerja secara mandiri.

Menurut Gilbert Kinerja pada dasarnya adalah produk waktu dan luang. “ peluang tanpa waktu untuk mengejar peluang tersebut bukanapa-apa. Dan waktu, yang tidak kita miliki, yang tidak memberi peluang, bahkan memiliki lebih sedikit nilai ”( Dalam Mangkunegara, 2006 : 47 ).

Pandangan Gilbert mengenai kinerja dalam konteks vitalitas kerja dalam suatu organisasi, kinerja sangat konsisten dengan apa yang kita anggap penting untuk memberdayakan pekerja. Untuk bekerja secara cakap pekerja membuat pretasi yang bernilai bagi organisasi seraya mengurangi biaya untuk mencapai tujuan. Mangkunegara (2001:67) mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan Bernardin dan Russel (1993:397), mengatakan pengertian bahwa: “kinerja pegawai tergantung pada kemampuan,


(24)

usaha kerja dan kesempatan kerja yang dapat dinilai dari out put”. Timpe (1993:ix), mengemukakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah:

“Tingkat kinerja individu, yaitu hasil yang diinginkan dari perilaku individu. Kinerja merupakan penampilan hasil karya seseorang dalam bentuk kualitas ataupun kuantitas dalam suatu organisasi.

Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja pegawai. Tiga hal penting dalam kinerja adalah tujuan, ukuran, dan penilaian. Penentuan tujuan setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja.Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi dari setiap personel. Tetapi ternyata tujuan saja tidak cukup, sebab itu diperlukan ukuran apakah seseorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu penilaian kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan yang penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan.

2.1.1.2Pengertian Pegawai

Menurut Soedaryono dalam bukunya “Tata Laksana Kantor” bahwa: “Pegawai atau karyawan adalah golongan masyarakat, yang melakukan penghidupannya dengan bekerja dalam kesatuan organisasi, baik kesatuan kerja pemerintah, maupun kesatuan kerja swasta.” ( 6 : 42 ).


(25)

2.1.1.3Kinerja Pegawai

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakan.

Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam instansi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya instansi untuk mencapai tujuan Instansi umumnya mendasarkan perencanaan tujuan yang hendak dicapai di masa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan personel dalam mewujudkan tujuan tersebut). Tujuan utama penilaian kinerja pegawai adalah untuk memotivasikan karyawan dalam mencapai sasaran operasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa pengertian kinerja menurut para ahli :

Menurut Bernadin dan Russel yang dikutip Gomes Lardoso Faustino (2000:135) Kinerja adalah outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode tertentu.”

Pengertian Kinerja menurut sedarmayanti (2007 :260), mengungkapkan bahwa kinerja adalah:

“ Hasil kerja seseorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan


(26)

buktinya secara konkrit dan dapat diukur ( dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan ).

Sedangkan menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007: 10) mengemukakan pendapat bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya .

Dalam Penelitiannya Sedarmayanti (2006) bahwa terdapat beberapa aspek kinerja yang dapat diukur yaitu :

a) Prestasi Kerja ( Menyelesaikan Tugas dan Tanggung Jawab ) adalah tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang,unit, atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah didtetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan.

b) Kejujuran ( Menunjukan sikap Tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas yang diberikan )adalah Melaksanakan tugas yang diberikan sesuai aturan ,percaya dan yakin atas suatu pekerjaan yang dikerjakan.

c) Kedisiplinan ( Menunjukan sikap Ketepatan waktu dalam bekerja) adalah gaya Kepemimpinan pada bawahan ( pegawainya)/Cara pemerintahan dalam bekerja.

d) Kreativitas ( Menunjukkan daya imaginasi dan daya kreatif ) adalah Penilaian kemampuan pegawai dalam mengerjakan tugas yang diberikan agar berdaya guna.


(27)

e) Kepemimpinan ( Kemampuan untuk menjadi pemimpin yang baik dalam pengambilan keputusan ) adalah Gaya dari cara memimpin pada bawahan(pegawainya)/ cara pemerintahan dalam bekerja.

Pengertian Prestasi Kerja

Kinerja merupakan hasil dan keluaran yang dihasilkan oleh seorang pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi dalam suatu periode tertentu. Kinerja pegawai yang baik adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya instansi untuk meningkatan produktivitas. Kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi atau instansi.

2.1.1.4Tujuan dan sasaran penilaian kinerja

Tujuan Evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya semata –mata menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan pekerjan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal –hal khusus sesuai dengan bidang dan tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Veithzal Rivai (2006:312) pada dasarnya meliputi:

1. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan selama ini.

2. Pemberian imbalan yag serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa dan insentif uang


(28)

4. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lainnya 5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam.:

a. Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi perusahaan.

b. Kenaikan jabatan. c. Tranning.

Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, 2006).

Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap pertanggungjawaban yang diberikan oleh penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Dengan kata lain, kinerja instansi pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan, karena masyarakat mulai mempertanyakan manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan instansi pemerintah.

Kondisi ini mendorong peningkatan kebutuhan adanya suatu pengukuran kinerja terhadap para penyelenggara negara yang telah menerima amanat dari


(29)

rakyat. Pengukuran tersebut akan melihat seberapa jauh kinerja yang telah dihasilkan dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan yang telah direncanakan.

a. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja

Menurut Moh.Mahsun dalam referensi nya dari buku pengukuran kinerja sektor publik Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain:

1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. 2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.

4. Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas).

b. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi

Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.

c. Merumuskan Indikator dan Ukuran Kinerja

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja


(30)

mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capain kinerja.

d. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-Sasaran Organisasi

Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan.nol Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.


(31)

Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.

e. Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran tertentu. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian kemajuan organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

a. Feedback

b. Penilaian Kemajuan Organisasi

c. Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan dan Akuntabilitas

Jadi, diperlukan adanya suatu pengukuran kinerja terhadap manajer organisasi sektor publik, sebagai orang yang diberi amanah oleh masyarakat. Pengukuran tersebut akan melihat seberapa jauh kinerja yang telah dihasilkan dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan yang telah direncanakan. Apabila dalam melaksanakan kegiatannya ditemukan hambatan-hambatan ataupun kendala yang mengganggu pencapaian kinerjanya, juga akan diungkapkan dalam pengukuran kinerja tersebut. Pengukuran kinerja ini sangat penting baik bagi pihak yang memberikan amanah maupun pihak yang diberi amanah. Bagi pemberi amanah, pengukuran kinerja dapat digunakan untuk menilai kinerja para manajer sektor publik, apakah mereka telah menjalankan tugasnya sesuai dengan


(32)

yang diamanahkan atau tidak. Sedangkan bagi yang diberi amanah, pengukuran dapat digunakan sebagai media untuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanah yang telah dipercayakan kepada mereka. Selain itu pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi mereka untuk mengetahui seberapa jauh prestasi yang telah berhasil diraihnya.

2.1.1.5Sumber Kesalahan dalam Penilaian Kinerja.

Dalam penilaian kinerja terdapat beberapa kesalahan dalam melakukan penilaian ,diantaranya :

Berdasarkan Veithzal Rivai (2006: 345) sumber kesalahan dari penilaian kinerja dibagi ke dalam 4 (empat) macam kesalahan yaitu:

1. Kesalahan – kesalahan dalam penilaian kinerja bersumber dari: a. Bentuk penilaian kinerja yang dipakai.

b. Penilai (Penyelia).

2. Dapat pula terjadi dalam bentuk penilaian kinerja ditemukan aspek –aspek sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan keberhasilan seorang karyawan. Misalnya: ciri inisiatif, ternyata pekerjaannya dalam pelaksanaannya tidak atau kurang sekali memerlukan inisiatif.

3. Hal lain yang dapat timbul dalam penilaian kinerja adalah jika aspek yang dinilai tidak jelas batasannya (definisinya) atau berdirwiarti. Kedirwatian dari aspek – aspek memberi kemungkina pada penilai untuk mempergunakan kriteria atau standar yang berbeda dalam penilaian.


(33)

4. Kesalahan – kesalahan yang ditimbulkan karena penilaian dapat dibedakan menjadi:

a. Kesalahan hallo (hallo error); penilaian dalam aspek – aspek yang terdapat dalam formulir (barang) penilaian kinerja dipengaruhi oleh suatu aspek yang dianggap menonjol dan yang telah dinilai oleh penilai.

b. Kesalahan konstan (costan error); kesalahan yang dilakukan oleh penilai secara konstan setiap kali menilai orang lain. Ada tiga macam kesalahan konstan.

a. Adanya kecenderungan untuk memberikan nilai yang terkumpul sekitar nilai tengah.

b.Kecenderungan untuk memberikan nilai terlalu tinggi. c. Kecenderungan memberikan nilai terlalu rendah.

5. Berbagai prasangka, misalnya prasangka terhadap karyawan yang masa kerjanya telah lama, prasangka kesukuan, prasangka agama, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya.

2.1.1.6Faktor Penghambat Kinerja

Veithzal Rivai (2007:317) sebagai faktor yang dapat menghambat kinerja, dalam hal ini Veithzal mendifinisikan menjadi 3 (tiga) kelompok utama yaitu:

1. Kendala hukum/ legal.

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal. Apapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM


(34)

harus sah dan dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan penempatan mungkin ditentang melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya. Keputusan tidak tepat mungkin dapat terjadi kasus pemecatan yang diakibatkan kepada kelalaian.

2. Bias oleh penilai (penyelia).

Setiap masalah yang didasarkan kepada ukuran subyektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk – bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:

a. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi pengurukan kinerja baik dalam arti positif dan kinerja jelek dalam arti negatif.

b. Kesalahan yang cenderung terpusat. Beberapa penilai tidak suka menempatkan karyawan ke dalam posisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai sangat positif dan dinilai sangat negatif.

c. Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Bias terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan.

3. Mengurangi bias penilaian.

Bias penilaian dapat dikurangi melalu standar penilaian dinyatakan secara jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang sesuai. atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis - jenis atribusi yang dibuat oleh para pegawai memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang pegawai yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor - faktor internal seperti


(35)

kemampuan atau upaya. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu mempunyai tipe pekerja keras. Sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya untuk meciptakan kesesuaian pelaksanaan kinerja pegawai tersebut.

2.1.2 Pengawasan Fungsional

2.1.2.1Pengertian Pengawasan Fungsional

Untuk mendeteksi bentuk pelayanan yang diberikan pemerintah kepada publik, termasuk pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan rencana telah ditetapkan diperlukan media tertentu, salah satu media yang dipandang relevan adalah pengawasan, baik pengawasan internal dan eksternal. Dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah pengawasan internal merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dijalankan oleh eksekutif untuk menjamin tercapaian tujuan pemerintah, berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan . The process of ensuring that actual activities conform the planned activities.


(36)

Adapun pengertian pengawasan Fungsional di Pemerintah Daerah Kota Bandung yang tersirat dalam keputusan Presiden RI No.74 Tahun 2001 tentang tata cara Pengawasan

Menurut Winardi “Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan

hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta “Pengawasan

merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.


(37)

1. Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

2. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya


(38)

penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran


(39)

apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.

Awio (2006: 86) menegaskan bahwa pengendalian anggaran dapat dilakukan oleh dua kelompok, yaitu

“(1) Pengendalian yang dilakukan oleh legislatif; dan (2) pengendalian yang dilakukan oleh eksekutif.”

Sedangkan Pengertian pengawasan menurut Basuki (2007,173) adalah : “Suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana dan aturan – aturan yang telah ditetapkan”.

Salah satu aspek pengawasan adalah pemeriksaan. Menurut Keputusan Presiden No. 74 tahun 2001 tentang tata cara pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemeriksaan adalah:


(40)

“Salah satu bentuk kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara peraturan/ rencana/ program dengan kondisi dan atau kenyataan yang ada “

Adapun pengertian pengawasan fungsional menurut Basuki (2007, 178) adalah: “Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/ badan/ unti yang mempunyai tugas melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, penilaian, monitoring, dan evaluasi”

Sedangkan pengertian pengawasan fungsional menurut Ihyaul Ulum (2005;137) adalah :

“Pengawasan yang dilakukan oleh aparat/ unit atau organisasi yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam batas – batas lingkungan kewenangan yang ditentukan.”

Dari semua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau aparat dan memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan, pengujian, penilaian, monitoring, dan evaluasi.

Menurut Ihyaul Ulum (2007:132) secara garis besar, pengawasan keuangan negara dapat ditinjau dari empat sisi, yaitu sebagai berikut :

“1. Berdasarkan Objek 2.Berdasarkan Sifat 3.Berdasarkan Lingkup 4.Berdasarkan Metode.”


(41)

Jenis-jenis pengawasan diatas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Objek

Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu : a. Penerimaan

b. Pengeluaran

Dari sisi penerimaan terdapat dua bidang yaitu pajak dan nonpajak. 2. Berdasarkan Sifat

Pengawasan dilakukan secara :

a. Preventif, pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

b. Detektif, pengawasan yang dilakukan untuk mendeteksi terjadinya penyelewengan. Pengawasan detektif dapat dilakukan baik dari dekat maupun dari jauh.

3. Berdasarkan Lingkup

Pengawasan dilakukan dari atas, yaitu :

a. Intern, pengawasan yang dilaksanakan oleh institusi dari dalam pemerintahan, misalnya inspektorat jendral. Pengawasan intern dapat dilaksanakan secara sempit oleh institusi pengawasan intern yang telah ada, dan luas yang dapat dilakukan oleh institusi yang dibentuk oleh pemerintah dari unsur luar pemerintah.

b. Ekstern, pengawasan yang dilakukan oleh institusi dari luar pemerintah, misalnya BPK, DPR, dan masyarakat.


(42)

4. Berdasarkan Metode

Pengawasan dapat dilakukan dengan sistem pengawasan :

a. Melekat, suatu bentuk pengawasan yang merupakan bagian integral dari suatu manajemen yang memenuhi syarat-syarat .

b. Fungsional, pengawasan yang dilakukan oleh suatu aparat/unit organisasi yang dibentuk/ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam batas-batas lingkungan kewenangan yang ditentukan.

2.1.2.2Tujuan Pengawasan Fungsional

Secara umum tujuan pengawasan adalah untuk menjamin agar suatu pekerjaan atau kegiatan berjalan sesuai dengan rencana dana aturan – aturan yang telah ditetapkan, dan secara khusus tujuan pengawasan, yaitu :

Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Pasal 1 yaitu :

1. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku

2. Menilai kesesuaian dengan pedoman akuntansi yang berlaku 3. Mendeteksi adanya kecurangan

Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengawasan fungsional adalah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaran tugas umum pemerintahan dan pembanguanan yang sesuai dengan perauran perundang – undangan yang berlaku guna menciptakan aparatur pemerintahan yang bersih dan beribawa.


(43)

Ruang lingkup Pengawasan menurut Permendagri dalam Pemerintahan Daerah (2011) yaitu :

1.Pengawasan administrasi umum Pemerintahan meliputi : a. Kebijakan Daerah

b. Kelembagaan c. Pegawai Daerah

d. Keuangan Daerah ( Kebijakan anggaran) e. Barang Daerah

2.Pengawasan urusan Pemerintahan, meliputi : a. Urusan wajib

b. Urusan pilihan

3.Pengawasan lainnya, meliputi : a. Dana Dekonsentrasi b. Tugas Pembantuan

c. Reviu atas Laporan Keuangan

d. Kebijakan Pinjaman Hibah Luar Negeri

Semua fungsi terdahulu tidak akan efektif tanpa fungsi pengawasan (controlling) atau sekarang banyak digunakan istilah pengendalian. Pengawasan (controlling) adalah penemuan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilakukan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hal ini dapat positif maupun negatif. Pengawasan positif mencoba untuk mengetahui apakah tujuan organisasi dicapai dengan efisien dan efektif. Pengawasan negative mencoba untuk


(44)

menjamin bahwa kegiatan yang tidak diinginkan atau dibutuhkan tidak terjadi atau terjadi kembali. Adapun fungsi dari pengawasan tersebut yaitu :

1. Penetapan standar pelaksanaan

2. Penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan

3. Pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan dan

4. Pengembalian tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan menyimpang dari standar.

2.1.2.3Aparat Pengawasan Fungsional

Menurut Peraturan Lampiran Keputusan Menteri aparatur Negara : 2004 Aparat pengawasan fungsional dalam lingkungan internal pemerintah adalah:

1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 2. Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri

3. Badan Pengawas Daerah Provinsi

4. Badan Pengawas Daerah Kabupaten Kota

2.1.2.4Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah

Kegiatan – kegiatan dalam pelaksanaan pengawasan fungsional dapat digolongkan kedalam tiga bentuk kegiatan, yaitu kegiatan pengawasan tahunan, kegiatan pengawasan khusus, dan kegiatan pengawasan hal – hal tertentu.

Kegiatan pengawasan tahunan didasarkan atas program kerja pengawasan tahunan (PKPT). Dalam pelaksanaannya PKPT dikoordinasikan oleh BPKP yaitu dengan jalan:


(45)

a. Menerbitkan nama pengawas aparat pengawasan fungsional pemerintah,

b. Mengeluarkan pedoman pemeriksaan. c. Memantau pelaksanaan PKPT.

d. Menyelenggarakan rapat koordinasi aparat pengawasan fungsional pemerintah untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan PKPT.

Manfaat yang diharapkan dari keberadaan program pengawasan tahunan adalah:

a. Dihindarinya sejauh mungkin tumpang tindih pelaksanaan pemeriksaan

b. Terarahnya ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan,

c. Menghindari inefisiensi dan pemborosan penggunaan tenaga pemeriksaan

d. Menghindari rencana penyusunan rencana kerja yang melebihi kemampuan.

Disamping pengawasan tahunan yang berencana sesuai dengan PKPT, aparatur pengawasan fungsional dapat pula melakukan pengawasan khusus dan pengawasan hal – hal tertentu.

Menurut pelaksanaan Badan Pengawasan Daerah (2006:5) mengemukakan bahwa Pelaksanaan Pengawasan Fungsional harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

Dalam melakukan pengawasan fungsional tahapan-tahapannya yaitu : 1 . Persiapan Pemeriksaan


(46)

a. Mengumpulkan informasi umum mengenai objek yang diperiksa b. Penelaahan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

c. Penyusutan Program Kerja Pemeriksaan (PKP) d. Penyusutan Internal Control Quetionaire (ICQ) 2. Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan objek yang diperiksa b. Pengujian terbatas terhadap sistem pengujian manajemen

c. Pemeriksaan terperinci d. Mengembangkan temuan

e. Pembahasan hasil pemeriksaan dengan atasan atau pejabat yang diperiksa

f. Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan g. Menyusun Naskah Hasil Pemeriksaan (NHP) h. Exit Briefing

3. Penyusunan Laporan Pemeriksaan a. Ekspose hasil pemeriksaan

b. Menyampaikan nota dinas hasil pemeriksaan c. Menyampaikan surat petunjuk hasil pemeriksaan d. Menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

Berdasarkan uraian di atas , dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan dalam melakukan Pengawasan Fungsional yaitu :

1 . Persiapan Pemeriksaan 2 . Pelaksanaan Pemeriksaan


(47)

3 . Penyusunan Laporan Pemeriksaan

Pengawasan khusus biasanya ditujukan terhadap penyimpangan – penyimpangan dan atau masalah – masalah dalam bidang administrasi dalam lingkungan pemerintahan, yang dinilai mengandung dampak luas terhadap jalannya pemerintahaan dan kehidupan masyarakat. Pengawasan khusus ini dapat dilakukan sendiri oleh BPKP atau tim pemeriksa gabungan yang dibentuk oleh kepala BPKP.

Sedangkan pengawasan hal – hal tertentu dilaksanakan oleh inspektur jendral pembangunan atas petunjuk presiden dan atau wakil presiden.

Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah sebagaimana yang ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 yang telah dirubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 dan Keputusan Menteri Dalam negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang telah dirubah menjadi Keputusan Menteri Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006 dinyatakan bahwa untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. Pengawasan dimaksud bukan merupakan pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam APBD. Ini berarti bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD merupakan pengawasan eksternal dan ditekankan pada pencapaian sasaran APBD. Sejalan dengan uraian tersebut, Freeman (2003:71) menegaskan salah satu pihak yang berkompeten dalam melakukan pengendalian atau pengawasan terhadap anggaran adalah pihak legislatif.


(48)

2.1.3 Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

2.1.3.1Pengertian Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Salah satu azas umum pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab.

Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2002:134) mengemukakan bahwa :

“Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya”.

Pengertian pengelolaan keuangan daerah terdapat dalam peraturan Mendagri yang tertuang dalam Kepmendagri No.13 Tahun 2006 bab 1 Pasal 1 ayat 8 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah adalah : “Pengelolaan keuangan daerah pada hakekatnya adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”. (2006:2)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah pasal 1 nomor 58 Tahun 2005 yang dikutip oleh Sonny Sumarsono pengertian keuangan daerah adalah sebagai berikut:

“ Semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut “.


(49)

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 yang dikutip oleh HAW.Widjaja dalam bukunya Otonomi Daerah dan Daerah Otonom dijelaskan bahwa :“Pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD”. (2006:146).

2.1.3.2Azas umum Pengelolaan Keuangan Daerah

Azas umum pengelolaan keuangan daerah terdapat dalam Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang tertuang didalam Bab I pasal 4 (2006 : 9-10) yang berbunyi bahwa keuangan daerah perlu dikelola dengan menggunakan azas sebagai berikut :

“1. Secara tertib

2. Taat pada peraturan perundang-undangan 3. Efektif

4. Efisien 5. Ekonomis 6. Transparan

7. Bertanggung jawab 8. Keadilan

9. Kepatuhan

10. Manfaat untuk masyarakat”

Azas umum pengelolaan keuangan daerah yang telah disebutkan di halaman sebelumnya, akan dijelaskan lebih lanjut pada uraian dibawah ini.


(50)

Yang dimaksud secara tertib adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Taat pada peraturan perundang-undangan

Bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

3. Efektif

Pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

4. Efisien

Pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

5. Ekonomis

Merupakan perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.

6. Transparan

Merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

7. Bertanggung jawab

Merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk


(51)

dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

8. Keadilan

Keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang objektif.

9. Kepatuhan

Tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional. 10.Manfaat untuk masyarakat

Bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Azas umum pengelolaan keuangan daerah yang duraikan diatas harus diimplementasikan dalam prakteknya mengelola keuangan daerah, agar laporan keuangan pemerintah yang disajikan dapat mencerminkan kinerja keuangan pemerintah selama periode tersebut.

2.1.3.3Pengertian Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam mencapai tujuan efektif Pemerintah maka diperlukan pengelolaan keuangan daerah yang baik, guna tercapai suatu pertanggung jawaban keuangan daerah.

Efektivitas adalah Kemampuan suatu unit untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Mardiasmo ( 2002:134).

Pengertian Keuangan Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah no.58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut :


(52)

“Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.

Pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu langkah yang dipandang perlu untuk menentukan kemandirian otonomi, akan tetapi yang utama dipersoalkan adalah minimnya jumlah pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah pusat.

Sebagaimana dikemukakan Supriatna (2001:126) bahwa pada kenyataan hubungan keuangan pusat dan daerah, ada beberapa hal yang perlu dicatat dan diperhatikan yaitu sebagai berikut:

“(1) pendapatan asli daerah tidak banyak, tidak selalu berarti lumbung keuangan daerah tidak berisi banyak, (2) walaupun ada ketentuan tentang perimbangan keuangan dalam kenyataan perimbangan keuangan pusat akan selalu lebih kuat dari perimbangan daerah, (3) meskipun sumber lumbung keuangan daerah diperbesar dapat diperkirakan tidak akan ada yang benar benar mampu membelanjai secara penuh rumah tangganya sendiri.”

Berdasarkan penyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan daerah perlu mendapatkan perhatian lebih, baik dari penyusunan sampai dengan pengawasannya.

Didalam permendagri No. 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah disebutkan bahwa keuangan daerah adalah : “semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan baik dan kewajiban daerah tersebut.”


(53)

Dalam Pengelolaan keuangan daerah dibutuhkan adanya transparansi dan akuntabilitas begitu juga danya pengendalian dalam pengelolaan keaungan daerah tersebut agar terciptanya suatu tujuan yang dihasilkan.

Menurut Permendagri 59 Tahun 2007 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:

“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.”

Menurut Chabib dan Rohcmansjah (2010:10), prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi: 1. Akuntabilitas

Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berprilaku sesuai dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu, baik dalam proses perumusan kebijakan, cara untuk mencapai keberhasilan atas kebijakan yang telah dirumuskan berikut hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal kepada masyarakat. 2. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan pemerintah daerah dalam membuat kebijkan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah


(54)

daerah dengan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.

3. Pengendalian

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus sering dievaluasi yaitu dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu dilakukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja daerah agar dapat sesegera mungkindicari penyebab timbulnya varians untuk kemudian dilakukan tindakan antisipasi ke depan.

Menurut kerangka konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan mengemukakan bahwa :

Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada Peraturan Perundang-undangan ( KK, SAP, 2005).

Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara peroiodik ( KK, SAP, 2005).

Pengendalian menurut PP 60 tahun 2008 adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien , keandalan pelaporan


(55)

keuangan , pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Agar keuangan daerah ini dapat dipergunakan dengan baik maka diperlukan pengelolaan keuangan daerah yang baik. Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah dalam Permendagri No. 13 tahun 2006 adalah : “keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.”

Dari kedua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keungan daerah adalah segala hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaran pemerintahan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

2.1.3.4Komponen Keuangan Daerah

A. Anggaran

Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah membuat suatu rencana yang dituangkan dalam bentuk anggaran, diantaranya :

Mardiasmo (2002;61) menyebutkan pengertian anggaran adalah :

“anggaran merupakan pernyataan mengenai estimaasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.”

Sedangkan Revrisond Baswir (2000;25) mengemukakan definisi anggaran sebagai berikut:


(56)

“anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk satu periode dimasa yang akan datang.”

Dari semua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Rencana

2. Meliputi seluruh kegiatan 3. Dinyatakan dalam unit moneter 4. Jangka waktu yang akan datang

Dapat disimpulkan bahwa anggaran negara adalah suatu rencana kinerja dalam jangka waktu tertentu, yang terdiri dari pengeluaran serta pengerimaan sesungguhnya terjadi yang dinyatakan dalam bentuk angka – angka rupiah.

Pelaksanaan anggaran pemerintah daerah direalisasikan ke dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dalam UU No. 33 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (17): “Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan daerah tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR dan ditetapkan dengan Perda.”

Anggaran pendapatan dan belanja daerah menurut peraturan pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dinyatkan dalam pasal 1 butir (2): “anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.”


(57)

Dari seluruh pengertian tentang anggaran diatas dapat penulis simpulkan bahwa anggaran dapat diartikan rencana keuangan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai dalam suatu waktu periode.

B. Pendapatan Daerah

Menurut peraturan menteri dalam negeri No. 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, pendapatan daerah adalah : “Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.”

Pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dana lain lain pendapatan yang sah.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah semua kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Pendapatan asli daerah terdiri atas:

a. Pajak Daerah b. Retribusi daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain – lain PAD yang sah

2. Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dana perimbangan terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil

b. Dana Bagi hasil dari pajak c. Dana alikasi umum


(58)

d. Dana alokasi khusus

3. Lain – Lain pendapatan daerah yang sah.

C. Belanja Daerah

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, belanja daerah adalah : “Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.”

Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penangannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksnakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang – undangan.

Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisas, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanjaanya.

1. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan menurut pemerintah daerah.

2. Klasifikasi belanja menurut fungsi

a. Klasifikasi berdasar urusan pemerintahan

b. Klasifikasi menurut fungsi pengelolaan keuangan daerah 3. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan

Menurut Mardiasmo (2002;185) elemen – elemen yang termasuk dalam belanja daerah adalah sebagai berikut :

1. “Belanja Aparatur Daerah 2. Belanja Pelayanan Publik


(59)

3. Belanja bagi hasil 4. Belanja tidak disangka.”

D. Pembiayaan Daerah

Menurut peraturan menteri dalam negeri No. 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, pembiayaan daerah adalah: “Semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.”

Sedangkan pembiayan daerah menurut Mardiasmo (2002;187) adalah: “Transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah.”

Dari kedua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar untuk menutupi selisih antara pendapatan dan belanja daerah.

2.1.3.5Efektivitas Keuangan Daerah

Pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.


(60)

Konsep efektivitas merupakan pernyataan secara menyeluruh tentang seberapa jauh suatu organisasi telah mencapati tujuannya. Efektivitas juga dapat berarti kegiatan yang selesai tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Mardiasmo (2002;132) mengemukakan bahwa efektivitas adalah:

“Ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya, apabila suatu organisasi tersebut telah mencapai tujuannya dikatakan telah berjalan dengan efektif.”

Selain itu dalam peraturan menteri dalam negeri No. 13 tahun 2006 disebutkan bahwa efektivitas adalah :

“Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan.” Secara sederhana efektivitas merupaka perbandingan antara output dengan outcome. Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas dan kebijakan. Sedangkan outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu.

Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka pengelolaan keuangan daerah harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip – prinsip transparansi, akuntabilitas dan value for money.


(61)

2.1.4 Keterkaitan Kinerja Pegawai, Pengawasan Fungsional dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

2.1.4.1Hubungan Kinerja Pegawai dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Menurut Penelitian Dody Hermana (2009) menunjukan bahwa Kinerja Pegawai dapat mempengaruhi efektivitas keuangan daerah. Ia mengatakan bahwa kebijakan keuangan daerah berpengaruh kinerja pegawai dan berdampak terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Dikatakan bahwa Kinerja Pegawai sangat menunjang terhadap pencapaian efektivitas pengelolaan keuangan daerah maupun dalam pelaksanaan kebijakan keuangan daerah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa efektivitas pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan optimal.

Menurut Penulis hubungan kinerja pegawai dapat mempengaruhi efektivitas pengelolaan keuangan daerah dikarenakan bahwa suatu performance pegawai(karyawan) cenderung berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah walaupun dalam kenyataannya masih terdapat kelemahan dan kekurangan.

2.1.4.2Hubungan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Perilaku profesional yang memadai pada aparat pengawasan fungsional merupakan kebutuhan dalam menumbuhkan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional


(1)

Fungsional berpengaruh signifikan terhadap Efektivitas pengelolaan keuangan daerah.

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa dimana kinerja Pegawai dan pengawasan fungsional telah terbukti berperan dalam menunjang efektivitas pengelolaan keuangan daerah, maka peneliti memberikan saran sebagai bahan pertimbangan dan dapat dijadikan masukkan yang kepada Inspektorat Kota Bandung sebagai berikut :

1. Bagi Inspektorat Kota Bandung, untuk penyempurnaan faktor-faktor kinerja pegawai yang menunjukkan kriteria cukup baik ,namun perlu ada peningkatan yang harus diperhatikan terutama dalam hal peningkatan kemampuan dan keahlian dalam menanggulangi masalah keuangan daerah yaitu melalui pengarahan pada setiap pegawai untuk pekerjaannya.

2. Kepada pihak yang terkait untuk penyempurnaan faktor-faktor pelaksanaan pengawasan fungsional yang menunjukkan kriteria cukup baik namun perlu ada peningkatan yang harus diperhatikan terutama dalam hal peningkatan kemampuan dan keahlian dalam menanggulangi masalah pengawasan yaitu melakukan koordinasi di antara para Aparat Pengawas Fungsional dalam tata cara pengawasan.


(2)

161

3. Untuk efektivitas pengelolaan keuangan daerah agar dapat berjalan dengan baik untuk penyempurnaan faktor-faktor efektivitas pengelolaan keuangan daerah yang menunjukkan kriteria baik namun perlu ada peningkatan yang harus diperhatikan terutama dalam hal pengelolaan keuangan daerah dalam menanggulangi masalah pengelolaan keuangan daerah yaitu melakukan tata kelola yang baik terhadap pengelolaan keuangan daerah agar lebih efektif dan efisien.

4. Kepada pihak yang terkait pelaksanaan Kinerja Pegawai dilaksanakan bersamaan dan diimbangi dengan pelaksanaan pengawasan fungsional yang lebih baik agar peningkatan pada efektivitas pengelolaan keuangan daerah dimasa yang akan datang bisa lebih baik lagi. Disamping itu selain Kinerja pegawai dan pengawasan fungsional . harus diperhatikan terutama dalam hal pengelolaan keuangan daerah agar bisa berjalan efektif dan efisien.


(3)

162 Literatur

Abdul Halim,(2002), Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah, Edisi pertama , Salemba empat, Jakarta.

Afiah, Nur Nunuy Hj Dr.SE.,M.si.,Ak.(2008).Implementasi Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah .Bandung, kencana.

Andriyana, iyan( 2009).Modul Diktat SPSS . Bandung , Unikom

Baswir, Revrisond .( 1988) . Akuntansi Pemerintahan Indonesia . Edisi ketiga, BPFF. Yogyakarta

Bastian,Indra.(2007). Audit Sektor Publik, Salemba Empat . Jakarta

Handayani, Dina ( 2008). “ Peranan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Bandung, Widyatama

Hermana, Dody(2009), Jurnal Volume 10.Bandung Inspektorat ,(2008). Berita Daerah Kota Bandung

Inspektorat,( 2008) . Peraturan Walikota Bandung, Tentang Inspektorat Kota Bandung. Bandung

Inspektorat LAKIP ( 2009). Inspektorat LAKIP (2010).

Mardiasmo,2002, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama Penerbit Andi, Yogyakarta.

Narimawati,Umi.,Anggadini Dewi Sri.,Ismawati Lina, 2011. Penulisan Karya Ilmiah. Unikom. Genesis, Bandung

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Sadeli Dadang, 2008, Jurnal bisnis dan akuntansi. Bandung

Sugiyono . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif .Edisi 8 . Bandung : Alfabeta Sugiyono . 2011 . Statistika Untuk Penelitian . Bandung : Alfabeta


(4)

163

Soleh Chabib, Rochmansjah Heru . 2009 . Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah . Bandung : Fokus Media.

Tuasikal Askam.Universitas Pattimura. Maluku

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Undang-Undang Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Wati Aris Astuti dan Siti Kurnia Rahayu, 2008. Akuntansi Sektor Publik, Unikom:Bandung

Website

www.google cendekia.com www.google.com

http://journal.ui.ac.id/v2/index.php/jbb/article/viewFile/623/608 www.wikipedia.com


(5)

Nama :Dina Mardiana

Nama Panggilan : Dina

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Tempat / Tanggal Lahir : Bandung, 16 Maret 1989

Alamat : Jalan H.Sapari Gg.Cinta Asih No.223/90 RT.07/RW.07

Kota : Bandung

Kode Pos : 40241

Pendidikan : - SDN Pajagalan 47

- SMPN 25 Bandung

- SMA Pasundan 1 Bandung

- Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung Nama Orang Tua:

Ayah : Eddy Kusnadi

Pekerjaan Ayah : PNS (PERUM DAMRI)

Ibu : Yeti Taryati

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga


(6)

Pengalaman Organisasi:


Dokumen yang terkait

Pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah (survey pada Pemeintah Kota Bandung)

12 66 98

PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Bandung)

0 6 1

PENGARUH PENGANGARAN BERBASIS KINERJA, PENGAWASAN PREVENTIF DAN PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP Pengaruh Pengangaran Berbasis Kinerja, Pengawasan Preventif Dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektifitas Pengendalian Anggaran Keuangan Daerah (Studi Em

0 3 14

PENGARUH PENGANGARAN BERBASIS KINERJA, PENGAWASAN PREVENTIF DAN PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP Pengaruh Pengangaran Berbasis Kinerja, Pengawasan Preventif Dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektifitas Pengendalian Anggaran Keuangan Daerah (Studi Empiris

2 11 24

PENGARUH PENGAWASAN, PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH, DAN PENGELOLAAN Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 2 15

PENDAHULUAN Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 1 11

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 1 4

PENGARUH PENGAWASAN, PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH, DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 5 16

Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta.

0 1 16

PENGARUH PENGAWASAN INTERN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH ( Penelitian Pada Pemerintah Kabupaten Jepara)

0 0 19