Pengetahuan Masyarakat kampung Nelayan tentang Fungsi Dan Peran mangrove Di Pesisir (Studi Deskriptif di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau (Batang Serai), Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

PENGETAHUAN MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN

TENTANG FUNGSI DAN PERANAN MANGROVE

DI PESISIR

(Studi Deskriptif di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau (Batang Serai), Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Antropologi

Oleh:

PALTY SIMANJUNTAK

030905004

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Palty Simanjuntak

NIM : 030905004 Departemen : Antropologi

Judul : PENGETAHUAN MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN TENTANG FUNGSI DAN PERANAN MANGROVE DI PESISIR

( Studi Deskriptif Di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang )

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Drs. Yance. M.Si Drs. Zulkifli Lubis. MA NIP : 131 763 361 NIP : 131 882 278

Dekan FISIP-USU

Prof. Dr. M. Arif Nasution. MA NIP : 131 757 010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya yang penulis dapatkan selama menyelesaikan isi skripsi ini guna melengkapi dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengetahuan Masyarakat Kampung Nelayan Tentang Fungsi Dan Peranan Mangrove di Pesisir”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis harapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Terima kasih buat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang penulis dapatkan selama menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Humaizi, MA selaku Pembantu Dekan I atas fasilitas yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA selaku Ketua Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Irfan Simatupang, Msi selaku Sekretaris Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

6. Bapak Drs. Yance, Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan banyak kontribusi masukan di dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas seluruh kebijaksanaan dan bimbingan beliau dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Staf Pengajar Departemen Antroplogi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

8. Bapak Bahrum. S selaku Kepala Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak yang telah menerima dan membantu penulis dalam melakukan penelitian untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Seluruh Staf Pegawai di Kantor Kepala Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak yang telah membantu dan memberikan penulis data mengenai isi penulisan skripsi ini.

10. Bapak Ruslianto selaku Kepala Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak yang telah menerima dan membantu serta meluangkan waktunya buat penulis dalam melakukan penelitian di wilayah Dusun XIV Kampung Nelayan.

11. Seluruh Masyarakat Penduduk Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak seperti Bapak Imis, Pak Saleh, Pak Sofian, Pak Abrahman, Pak Zulkarnain, Pak Ruslianto dan banyak yang penulis tidak dapat sebutkan namanya penulis ucapkan banyak terima kasih yang telah menerima dan membantu penulis selama penelitian di lapangan.


(5)

12. Penghargaan dan rasa cinta terima kasih yang penulis persembahkan untuk Ayah tercinta Albert Simanjuntak dan Ibunda tersayang Selma br.Tambunan yang selalu memberikan dukungan semangat, moril dan materi dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih buat Mama dan Bapak semoga tetap sehat dan panjang umur.

13. Adik-adikku tercinta : Jansen Simanjuntak, Gusti Simanjuntak dan Teddy Saputra Simanjuntak. Terima kasih buat semangat yang kalian berikan buat abang dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga buat dukungan selama penulisan skripsi ini kepada keluarga besar penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

14. Spesial ditujukan kepada seluruh kerabat Antropologi’03, Sandrak Herman Manurung, Firdaus Marbun, Marta, Nanik, Novita, Yeni, Orhon, Berliana, Fiqri, Ibnu Avena, Liansyah, Ratna, Paskah, Jhon Widodo, Forman, Yosuandi Tarigan, Iskandar, dan banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas persahabatan kalian selama ini.

15. Spesial ditujukan buat kerabat Antropologi’05 Remaja Barus yang telah ikut membantu penulis dalam penelitian di lapangan. Kepada kerabat Antropologi lainnya Hizkia, Alles Sandro Turnip, Arnovandala T, Hariman S, Siwa, Yosep Silalahi, Heri Sianturi, Tina, Erna, Eva, Naomi, Novriando, Syahferi, Tika, Darwin, Erwin Nababan, Erold S, Tohom dan kerabat Antropologi lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(6)

masih banyak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih buat persahabatan kalian selama ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak penulis ucapkan banyak terima kasih. Semoga Kasih Tuhan Yesus Kristus selalu menyertai kita semua.

Medan, November 2008

Palty Simanjuntak


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN……….. i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR TABEL……… ix

ABSTRAK……… x

Bab I Pendahuluan I.I Latar Belakang Masalah……… 1

I.2 Ruang Lingkup Permasalahan……….. 7

I.3 Lokasi Penelitian……….. 8

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 8

I.4.1 Tujuan Penelitian……… 8

I.4.2 Manfaat Penelitian……….. 9

I.5 Tinjauan Pustaka……….. 9

I.6 Defenisi Konsep……… 12

I.7 Metode Penelitian………. 14

I.7.1 Tipe Penelitian……… 14

I.7.2 Teknik Pengumpulan Data………. 15

I.7.3 Analisa Data………... 17

Bab II Gambaran Umum Desa II.1. Lokasi Kampung Nelayan……….. 19

II.1.1 Menuju Lokasi………….………. 20

II.2. Luas Dan Batas Desa……….. 22

II.3. Sejarah Asal Usul Desa ……….. 23

II.4. Sarana Dan Prasarana Desa ……… 26

II.4.1. Pendidikan……… 26

II.4.2. Sarana Kesehatan………. 28


(8)

II.4.5. Sarana Komunikasi……… 29

II.4.6. Sarana Transportasi……… 30

II.4.7. Sarana Perhubungan……… 31

II.5. Pemukiman……… 33

II.6. Penduduk……… 35

Bab III Sumber Daya Pesisir (Hutan Mangrove) III.1. Hutan Mangrove……… 38

III.2. Kondisi Hutan Mangrove Kampung Nelayan……… 41

III.3. Hutan Desa……… 43

III.3.1. Fungsi Hutan Desa……… 45

III.3.2. Dampak Kerusakan Hutan Desa……… 46

III.4. Lemahnya Pengawasan Terhadap Hutan Desa……… 48

III.5. Pendekatan Pemanfaatan Hutan Mangrove secara Lestari………… 49

III.5.1. Pengembangan Mina Hutan……… 50

III.6. Tujuan Pengembangan Kawasan Hutan Mangrove……… 53

Bab IV Pengetahuan Masyarakat Tentang Fungsi dan Peranan Mangrove di Pesisir IV.1. Pengetahuan Masyarakat Tentang Mangrove……… 55

IV.1.1 Jenis Mangrove……… 57

IV.2. Menanam Mangrove……….. 60

IV.2.1 Teknik Menanam Mangrove……….. 61

IV.2.1.1 Pembibitan………. 62

IV.2.1.2. Penanaman….……… 64

IV.2.2. Faktor Dalam Menanam Mangrove……… 69

IV.2.3 Pemeliharaan……… 70

IV.3. Teknik/cara yang dipakai Masyarakat dalam Menanam Mangrove...71

IV.3.1. Tingkat Keberhasilan………...73

IV.4. Perkembangan Bakau Secara Alami………. 74


(9)

IV.5. Fungsi dan Peran Mangrove……… 76

IV.5.1. Fungsi Manfaat Mangrove bagi Masyarakat……… 77

IV.5.2. Peran Mangrove bagi Masyarakat……… 81

IV.6. Faktor Penyebab Rusaknya Ekosistem Hutan Mangrove………… 82

IV.7. Usaha Pelestarian Hutan Mangrove……… 84

Bab V Kesimpulan dan Saran V.1. Kesimpulan……… 88

V.2. Saran……… 89

Daftar Pustaka……… 91

Pedoman Interview Guide………. 96 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sarana Pendidikan di Desa Paluh Kurau………. 26

Tabel 2. Jenis Alat transportasi laut di Dusun Perkampungan Nelayan………… 31

Tabel 3. Fasilitas bangunan yang terdapat di Perkampungan Nelayan…………. 32

Tabel 4. Fasilitas yang terdapat di Desa Paluh Kurau………. 32

Tabel 5. Statistik Penduduk Seluruh Dusun Desa Paluh Kurau………. 35

Tabel 6. Jumlah Warga Masyarakat Tiap Dusun……… 35

Tabel 7. Jumlah penduduk Dusun XIV Kampung Nelayan……….. 37

Tabel 8. Jumlah Penduduk berdasarkan Suku……….. 37

Tabel 9. Luas hutan mangrove di Indonesia ………. 39

Tabel 10. Luas hutan mangrove di Indonesia………. 40

Tabel 11. Jenis bakau yang sering diambil masyarakat... 58

Tabel 12. Kelebihan dan Kekurangan Penanaman dengan bibit dan buah... 61

Tabel 13. Kelemahan dan Kelebihan Bakau Bangka dan Bakau Minyak... 68

Tabel 14. Fungsi Bagian Pohon bakau……….. 80

Tabel 15. Fungsi dan Peran Mangrove ………. 81

Skema 1. Hubungan Manusia, Budaya dan Sumberdaya alam... 6

Skema 2. Jalur pemasaran kayu bakau………. ... 42


(11)

ABSTRAK

Simanjuntak, Palty 2008. Pengetahuan Masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Tentang Fungsi dan Peranan Mangrove di Pesisir : 101 Halaman ( 5 bab skripsi, 15 tabel, 2 skema, 1 lampiran, daftar pustaka, matrik interview guide, Lampiran.

Tulisan ini menjelaskan bagaimana pengetahuan masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak tentang fungsi dan peranan mangrove di pesisir. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik observasi partisipatif, wawancara terfokus dan studi kepustakaan. Tulisan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kedalam bentuk tulisan karya ilmiah bagaimana pengetahuan masyarakat Kampung Nelayan terhadap fungsi dan peranan mangrove di pesisir.

Kekayaan sumberdaya pesisir seperti sumberdaya perikanan laut dan hutan mangrove yang memiliki nilai ekonomis yang cukup baik mendorong berbagai pihak untuk berusaha melakukan pemanfaatan kawasan sumberdaya tersebut. Pemanfaatan sumberdaya tanpa memperhatikan lingkungan di sekitarnya menyebabkan kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Hasil penelitian ini menunjukkan kerusakan kawasan hutan mangrove yang ada di Dusun Kampung Nelayan lebih di sebabkan karena faktor nilai ekonomi mangrove yang baik. Penebangan hutan mangrove, pembukaan lahan tambak, dan pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi tanaman kelapa sawit merupakan faktor penyebab rusaknya kawasan hutan mangrove yang terdapat di Kampung Nelayan.

Kerusakan tersebut membawa bencana bagi masyarakat sekitar Kampung Nelayan sehingga menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan berkurang, selain itu mangrove yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap tempat tinggal mereka dari ancaman angin dan ombak laut semakin berkurang. Peristiwa itu membuat masyarakat Kampung Nelayan untuk berusaha memperbaiki kawasan hutan mangrove yang telah rusak dengan cara melakukan penanaman bibit mangrove di kawasan hutan mangrove yang ada di Kampung Nelayan. Bencana yang terjadi membuat masyarakat untuk semakin tahu bahwa hutan mangrove memiliki fungsi dan peranan penting bagi keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir dan laut.

Akhirnya dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan yang di miliki masyarakat Kampung Nelayan akan fungsi dan peranan mangrove di pesisir memberikan kontribusi yang baik terhadap perbaikan, pemulihan dan pelestarian kawasan hutan mangrove di Kampung Nelayan. Bencana yang terjadi menyadarkan masyarakat untuk semakin menjaga kondisi lingkungan hutan mangrove. Hasil penelitian di lapangan yang dilakukan penulis bahwa kawasan hutan mangrove yang dulunya rusak kini sudah mulai ditumbuhi pohon-pohon bakau (mangrove) muda yang nantinya akan tumbuh besar dan memperbaiki ekosistem hutan mangrove yang rusak.


(12)

ABSTRAK

Simanjuntak, Palty 2008. Pengetahuan Masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Tentang Fungsi dan Peranan Mangrove di Pesisir : 101 Halaman ( 5 bab skripsi, 15 tabel, 2 skema, 1 lampiran, daftar pustaka, matrik interview guide, Lampiran.

Tulisan ini menjelaskan bagaimana pengetahuan masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak tentang fungsi dan peranan mangrove di pesisir. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik observasi partisipatif, wawancara terfokus dan studi kepustakaan. Tulisan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kedalam bentuk tulisan karya ilmiah bagaimana pengetahuan masyarakat Kampung Nelayan terhadap fungsi dan peranan mangrove di pesisir.

Kekayaan sumberdaya pesisir seperti sumberdaya perikanan laut dan hutan mangrove yang memiliki nilai ekonomis yang cukup baik mendorong berbagai pihak untuk berusaha melakukan pemanfaatan kawasan sumberdaya tersebut. Pemanfaatan sumberdaya tanpa memperhatikan lingkungan di sekitarnya menyebabkan kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Hasil penelitian ini menunjukkan kerusakan kawasan hutan mangrove yang ada di Dusun Kampung Nelayan lebih di sebabkan karena faktor nilai ekonomi mangrove yang baik. Penebangan hutan mangrove, pembukaan lahan tambak, dan pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi tanaman kelapa sawit merupakan faktor penyebab rusaknya kawasan hutan mangrove yang terdapat di Kampung Nelayan.

Kerusakan tersebut membawa bencana bagi masyarakat sekitar Kampung Nelayan sehingga menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan berkurang, selain itu mangrove yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap tempat tinggal mereka dari ancaman angin dan ombak laut semakin berkurang. Peristiwa itu membuat masyarakat Kampung Nelayan untuk berusaha memperbaiki kawasan hutan mangrove yang telah rusak dengan cara melakukan penanaman bibit mangrove di kawasan hutan mangrove yang ada di Kampung Nelayan. Bencana yang terjadi membuat masyarakat untuk semakin tahu bahwa hutan mangrove memiliki fungsi dan peranan penting bagi keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir dan laut.

Akhirnya dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan yang di miliki masyarakat Kampung Nelayan akan fungsi dan peranan mangrove di pesisir memberikan kontribusi yang baik terhadap perbaikan, pemulihan dan pelestarian kawasan hutan mangrove di Kampung Nelayan. Bencana yang terjadi menyadarkan masyarakat untuk semakin menjaga kondisi lingkungan hutan mangrove. Hasil penelitian di lapangan yang dilakukan penulis bahwa kawasan hutan mangrove yang dulunya rusak kini sudah mulai ditumbuhi pohon-pohon bakau (mangrove) muda yang nantinya akan tumbuh besar dan memperbaiki ekosistem hutan mangrove yang rusak.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah lingkungan hidup sudah menjadi pusat perhatian dunia khususnya pada akhir abad ke dua puluh. Masalah ini muncul kepermukaan ketika manusia semakin menyadari akan arti pentingnya lingkungan hidup. Konferensi PBB tentang lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm Swedia yang diikuti oleh 113 negara dan beberapa puluh peninjau, telah menyadarkan manusia akan arti pentingnya lingkungan hidup. Alinea kedua dari deklarasi itu disebutkan:

“The Protection and improvement of the human environment is a major issue which affecs the well being of people and economic development thoroughout the world; it is the urgent desire governments.

TERJEMAHAN :

Perlindungan dan perbaikan lingkungan hidup merupakan masalah global demi perbaikan dan keselamatan umat manusia dan pembangunan ekonomi seluruh dunia. Pemecahan masalah ini sudah sangat mendesak dan perlu penanganan secepatnya oleh seluruh umat manusia dan juga merupakan kewajiban semua pemerintah suatu Negara (Terjemahan Robert, 1990).

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi kelautan dan pesisir yang kaya di dalamnya. Indonesia juga memiliki luas wilayah perairan 5,8 juta KM² yang merupakan 70% dari luas wilayah Indonesia yang memiliki padang lamun, daratan pasang surut dan hutan bakau yang luas.

Pesisir merupakan wilayah peralihan dan interaksi ekosistem darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan Sumber Daya Alamnya (SDA), yang terdiri dari sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Sumberdaya alam hayati wilayah


(14)

pesisir Indonesia memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Beberapa bentuk sumber daya alam tersebut antara lain hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut.

Indonesia adalah salah satu Negara di kawasan iklim tropis yang sering disebut sebagai paru-paru dunia hutan alam tropika yang luas dan sangat berperan dalam penentu iklim dunia. Salah satunya adalah hutan mangrove atau bakau yang terdapat di sepanjang wilayah pesisir pantai Indonesia. “Indonesia memiliki sekitar 40% dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75% berada di Papua” (www.antara.co.id/mangrove).

Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam pesisirnya. Kekayaan sumber daya pesisir tersebut mendorong berbagai pihak terkait (stakeholders) seperti instansi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan SDA di wilayah pesisir seperti halnya di kawasan hutan mangrove harus diimbangi dengan perbaikan kondisi di sekitar lingkungan wilayah pesisir khususnya pemanfaatan yang dilakukan di kawasan wilayah hutan mangrove.

Mangrove merupakan suatu ekosistem hutan yang dapat tumbuh di daerah pasang surut air laut atau tepatnya di daerah pesisir pantai. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dan hidup di kawasan ekosistem hutan mangrove yaitu nipah, palem rawa, pohon bakau, mangrove dengan jenis tumbuhan api-api, black mangrove dan banyak jenis mangrove lainnya yang kesemuanya itu sering disebut dengan istilah hutan mangrove atau hutan bakau.

Di dalam kawasan hutan mangrove juga terdapat kumpulan habitat satwa yang terdiri dari monyet, burung-burung bangau, ular, ikan-ikan kecil, udang, ketam atau kepiting. Pada tahun 2006 Penulis pernah mengunjungi dua lokasi desa yang terdapat


(15)

di wilayah pesisir dan memiliki kawasan hutan mangrove di sekitarnya. Kedua desa tersebut yaitu Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan Dusun XIV Kampung Nelayan yang terdapat di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Pada kunjungan ke lokasi desa yang pertama yaitu Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara, penulis melihat lahan-lahan bekas penebangan liar pohon bakau dan juga lahan-lahan tambak yang sudah tidak dipakai lagi dan kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa ada usaha perbaikan kawasan hutan mangrove yang rusak dengan menanam kembali kawasan tersebut dengan bibit bakau muda oleh para pemakai usaha tambak tersebut.

Pada kunjungan ke lokasi desa yang kedua yaitu tepatnya di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau, kondisi hutan mangrove yang penulis jumpai juga hampir sama dengan keadaan di Desa Jaring Halus. Penulis juga melihat banyak lahan bekas tambak dan pohon-pohon bakau bekas penebangan liar yang dilakukan .

Walaupun banyak kondisi hutan mangrove yang gundul akibat pembukaan lahan tambak dan penebangan kayu bakau, penulis juga melihat dan menjumpai kawasan tersebut kini mulai ditumbuhi oleh bibit-bibit mangrove oleh masyarakat Dusun Kampung Nelayan Kecamatan Hamparan Perak.

Masyarakat Kampung Nelayan berusaha untuk memperbaiki kondisi hutan mangrove yang rusak dan gundul. Masyarakat menanam kawasan hutan mangrove yang telah rusak dengan bibit bakau muda. Kondisi hutan mangrove yang rusak menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan berkurang, di samping itu mereka juga khawatir kalau tidak adanya hutan mangrove di desa mereka maka tidak ada lagi


(16)

perlindungan bagi pemukiman tempat tinggal mereka dari ancaman angin dan ombak laut.

Eksploitasi yang berlebihan terhadap hutan mangrove akan menyebabkan populasi ikan dan biota lain berkurang. Pengrusakan dan penghancuran ekosistem hutan mangrove di dunia dan juga di Indonesia sangat mengkhawatirkan. ”Di India, Vietnam, dan Filipina sebagai contoh, lebih dari 50% kawasan hutan mangrove telah hancur selama satu abad terakhir ini”

Hutan mangrove yang rusak menjadi salah satu masalah pesisir dan laut kita. Kondisi hutan mangrove yang rusak akan sangat berdampak buruk bagi kita semua. Kondisi hutan mangrove yang rusak menyebabkan ekosistem yang ada di wilayah pesisir akan terganggu yang akan menyebabkan populasi ikan akan semakin berkurang. Mangrove sendiri dapat berfungsi sebagai sumber makanan bagi jenis ikan di karenakan terdapat plankton-plankton di sekitarnya dan akarnya dapat dijadikan sebagai tempat untuk ikan-ikan bertelor.

Selain berfungsi sebagai habitat berbagai jenis satwa teristrial dan biota air, juga ekosistem hutan mangrove berfungsi menjaga garis pantai agar tetap stabil, dan sebagai penahan angin dan penahan abrasi pantai. Di Desa Paluh Kurau tepatnya di Dusun XIV Kampung Nelayan Kecamatan Hamparan Perak ekosistem mangrove dibagi dalam tiga berdasarkan pengelolaannya:

1. Hutan Desa

Hutan Desa yang terdapat di Dusun Kampung Nelayan yaitu seluas 60 hektar yang diberikan oleh dinas kehutanan Deli Serdang pada tahun 2005 dan upaya pengelolaanya dilakukan oleh masyarakat Kampungan Nelayan (proses


(17)

penanamannya). Namun masyarakat belum memiliki wewenang dalam melakukan proses pengawasan di kawasan wilayah hutan desa mereka.

Mereka hanya diberikan hak untuk mengelola (menanam) saja dan tidak memiliki kekuatan hukum dalam menangkap atau melarang oknum yang melakukan penebangan kayu bakau di kawasan hutan desa mereka.

Sejak kerusakan hutan mangrove akibat pencurian kayu bakau dan pembukaan lahan tambak pada tahun 2003 membuat masyarakat berusaha untuk melestarikan kembali kawasan hutan mangrove yang ada di sekitar Dusun Kampung Nelayan. Usaha pelestarian tersebut membuat dinas kehutanan memberikan hak pengelolaan berupa kawasan hutan desa seluas 60 hektar untuk dikembangkan.

2. Jalur Hijau

Hutan bakau ini merupakan kawasan jalur hijau yang pengelolaanya dilakukan oleh Pemerintah (Dinas Kehutanan) masyarakat tidak diizinkan untuk mengelolanya dan kawasan ini merupakan milik pemerintah dinas kehutanan Daerah.

3. Hutan Lindung

Hutan Lindung merupakan kawasan hutan mangrove yang juga dikelola oleh pemerintah daerah dan juga dijadikan sebagai objek wisata karena keindahan kawasan hutan bakau tersebut. Hutan Lindung ini di kenal dengan nama oleh masyarakat sekitar dengan kawasan Pasir Putih.

4. Hutan Bakau dengan Plank Nama

Hutan bakau yang memiliki Plank Nama di daerah kawasan hutan tersebut berarti hutan tersebut memiliki hak milik (privat) dan tidak diizinkan orang luar untuk masuk dan mengelolanya. Hutan mangrove yang sudah memiliki Plank Nama


(18)

tersebut adalah Kawasan Hutan Mangrove milik Lantamal AL Marinir Belawan, dan Kawasan Hutan Bakau milik Pemkab Deli Serdang.

Eksploitasi hutan mangrove yang secara besar-besaran tanpa memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya akan membawa dampak buruk bagi masyarakat di sekitarnya. Ekosistem hutan mangrove menjadi rusak dan tidak bisa lagi menjaga dan melindungi kawasan yang ada di sekitar wilayah hutan mangrove dari ancaman bencana. Kondisi ini membuat masyarakat berusaha memperbaiki kondisi lingkungan dengan budaya ( pengetahuan mereka sendiri ) tentang hutan mangrove.

Manusia dengan kebudayaanya akan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan alam di sekitarnya dalam memanfaatkan sumberdaya alam seperti yang di tunjukkan dalam skema di bawah ini.

Skema1. Hubungan Manusia, Budaya dan Sumberdaya alam.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Lurau Kecamatan Hamparan Perak bahwa laju kerusakan kawasan hutan mangrove lebih di sebabkan karena faktor nilai ekonomi yang di antaranya: penebangan liar dan pembukaan lahan tambak yang mempunyai manfaat ekonomi yang baik. Kearifan lokal dan pengetahuan mengenai fungsi dan peranan


(19)

mangrove membuat masyarakat berusaha menjaga dan melestarikan kawasan hutan mangrove.

Masyarakat semakin menyadari bahwa fungsi dan peranan mangrove bagi desa mereka sangat penting. Masyarakat Kampung Nelayan berusaha memperbaiki kondisi lingkungan hutan mangrove tempat tinggal mereka yang telah rusak dengan dengan cara melakukan penanaman bibit mangrove muda (reboisasi) di wilayah tersebut. Di dalam proses pelestarian kawasan hutan mangrove diperlukan adanya peran serta kerjasama yang baik diantara masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.

1.2 Ruang Lingkup Permasalahan

Hutan mangrove adalah salah satu sumber daya alam pesisir yang memiliki peran bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir. Selain berfungsi sebagai ekosistem wilayah pesisir dan habitat alami satwa juga hutan mangrove memiliki fungsi ekonomis yang baik. Keberadaan fungsi ekonomis tersebut membuat masyarakat berusaha untuk memanfaatkannya dan menjadikan sebagai lahan bisnis.

Pemanfaatan secara berlebihan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya membuat hutan mangrove menjadi rusak dan gundul. Masyarakat tidak menyadari dampak akibat bencana yang ditimbulkan dari eksploitasi atau pemanfaatan hutan mangrove yang secara besar-besaran. Jika kondisi seperti ini dibiarkan terjadi maka ancaman besar akan menunggu di depan kita. Masyarakat Kampung Nelayan sudah berusaha untuk memperbaiki dan menjaga kembali kawasan hutan mangrove yang rusak di desa mereka.

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan masyarakat Dusun XIV Perkampungan Nelayan Kecamatan Hamparan Perak Desa Paluh Kurau


(20)

mengenai fungsi dan peranan mangrove di wilayah pesisir. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis mengarahkan fokus penelitian kepada tiga hal, yaitu:

1. Konsepsi masyarakat terhadap mangrove;

2. Bagaimana fungsi dan peranan mangrove di wilayah pesisir bagi masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan Kecamatan Hamparan Perak;

3. Faktor penyebab terjadinya kerusakan kawasan hutan mangrove.

1.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tepatnya difokuskan di Dusun XIV Kampung Nelayan yang terdapat di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak ( Batang Serai ).

Pemilihan lokasi penelitian oleh penulis di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang di dasarkan karena: 1. terdapatnya kawasan hutan mangrove di sekitar Dusun Kampung Nelayan; 2. adanya usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kawasan hutan mangrove yang rusak; 3. kesadaran masyarakat akan arti pentingnya mangrove bagi mereka.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menuliskan dan menggambarkan dalam bentuk karya ilmiah mengenai bagaimana fungsi dan peranan mangrove di pesisir bagi masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.


(21)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan akan memperkaya kepustakaan mengenai pengetahuan tentang fungsi dan peranan mangrove di wilayah pesisir, dan juga menambah wacana dalam memahami fungsi dan peranan mangrove di wilayah pesisir, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai usaha untuk melestarikan kawasan hutan mangrove. Penelitian ini juga di harapkan dapat bermanfaat dalam menambah masukan bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti tentang fungsi dan peran mangrove di pesisir.

1.5 Tinjauan Pustaka

Kebutuhan manusia secara universal mencakup kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, kebutuhan tertier. Kesemuanya ini merupakan perwujudan dari hakikat manusia sebagai makhluk pemikir, bermoral dan berperasaan. Kebutuhan manusia itu dipenuhi dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada dalam lingkungannya. Kebutuhan setiap individu beragam sehingga usaha-usaha dalam pemenuhan kebutuhan dan pola pemanfaatan sumber daya yang ada beragam pula.

Sumberdaya yang di perlukan manusia itu terbatas sehingga dalam proses pemanfaatannya banyak yang menyebabkan konflik, persaingan, kerjasama (individu atau kelompok). Seperti halnya dalam pemanfaatan sumber daya pesisir yang merupakan kawasan hutan mangrove. Masyarakat banyak memanfaatkan kawasan hutan mangrove karena memiliki nilai ekonomis yang cukup baik.

Akibat dari pemanfaatan kawasan hutan mangrove yang secara berlebihan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan sekitar menyebabkan kawasan hutan mangrove yang ada di Dusun Kampung Nelayan menjadi rusak dan gundul. Kondisi


(22)

ini terjadi di karenakan kawasan hutan mangrove masih bebas dimasuki oleh para pendatang dari luar (open acces) yang melakukan eksploitasi hutan mangrove.

Kerusakan kawasan hutan mangrove yang ada di Dusun Kampung Nelayan menyebabkan jumlah dan jenis komunitas mangrove serta populasi satwa berkurang. Banyak jenis biota laut dan satwa liar yang ada di kawasan hutan mangrove menjadi mati.

Masyarakat Kampung Nelayan berusaha untuk memperbaiki kawasan hutan mangrove yang rusak dengan menanam bibit mangrove dengan cara mereka sendiri. Cara mereka untuk memperbaiki kawasan hutan mangrove yang rusak yaitu dengan salah satunya menanam bibit mangrove muda. Upaya penanaman kawasan hutan mangrove yang rusak tersebut merupakan bentuk pengelolaan yang mengandalkan sistem pengetahuan yang di miliki masyarakat tentang mangrove.

Menurut penulis pengetahuan sendiri berarti yaitu sekumpulan ide yang telah tersusun secara sistematis di dalam pikiran (mind) yang digunakan untuk mengintepretasikan lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan yang tertera dalam diri individu tersebut yang didapat melalui proses belajar disebut kebudayaan.

Lebih konkrit Spradley mendefenisiskan “kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka” (Marzali 1997;xx).

“Spradley menjelaskan bahwa budaya berada dalam pikiran manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran ‘mind’ individu atau masyarakat”.


(23)

Sistem pengetahuan yang di miliki oleh masyarakat Kampung Nelayan mengenai fungsi dan peranan mangrove dipesisir dapat memberikan kontribusi bagi kelangsungan populasi dalam konteks ekosistem hutan mangrove. Dalam hal ini budaya yang di miliki masyarakat (pengetahuan) memiliki peran penting di dalam pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat berusaha beradaptasi atau menjaga kawasan lingkungannya dengan pengetahuan dan kearifan lokal yang mereka miliki, sehingga kawasan hutan mangrove dapat terjaga kelestariannya.

Penelitian ini akan terfokus kepada pengetahuan masyarakat Dusun Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak mengenai fungsi dan peranan mangrove bagi mereka. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, Spredley menjelaskan bahwa metode atau cara yang digunakan untuk mengorek pikiran (mind) tersebut menggunakan metode folk taxonomy (Spradley dalam Marzali, 1997, hal:xix).

Penelitian ini mempergunakan pendekatan antropologi kognitif, di mana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang tersusun dan terorganisir di dalam pikiran (mind) yang di pergunakan untuk menginterpretasikan lingkungan di sekitar mereka. Manusia memperoleh pengetahuannya melalui proses belajar, dengan cara mengamati alam sekitarnya atau melalui komunikasi dengan sesamanya.

Sejalan dengan itu, pandangan antropologi kognitif di dasarkan pada kebudayaan sebagai suatu sistem ide, di mana kebudayaan di anggap sebagai suatu sistem pengetahuan. Antropologi kognitif memberikan perhatian yang besar terhadap deskripsi akurat dari kenyataan etnografi, khususnya merekam apa yang di komunikasikan oleh manusia agar dapat digunakan sebagai pembimbing kepada apa


(24)

yang di ketahui masyarakat. Menurut pandangan antropologi kognitif, kebudayaan merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan bahasa, karena kebudayaan yang di miliki oleh manusia tersebut di pikirkan, diturunkan dan disebarkan dengan mempergunakan bahasa.

Pengetahuan budaya yang di miliki oleh manusia sebagai anggota masyarakatnya memiliki dua bentuk: 1. pengetahuan budaya yang di miliki oleh seseorang dan dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara relatif mudah; 2. pengetahuan budaya yang dapat dipraktekkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari namun tidak terungkap dengan kata-kata. Spradley menyebutnya dengan “explicit cultural knowledge dan tacit cultural knowledge”. Explicit cultural knowledge dan Tacit cultural knowledge ini dapat dilihat dalam “fungsi dan peranan mangrove dan cara menanam mangrove pada masyarakat Perkampungan Nelayan”.

Di dalam proses pelestarian sekaligus pengelolaan kawasan hutan mangrove di dusun Kampung Nelayan maka peran serta pemerintah dan mayarakat sangat di perlukan, di mana masyarakat berusaha menjaga kondisi lingkungan alam sekitarnya dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat dan pemerintah memberikan tanggung jawab dan wewenang sepenuhnya bagi pengelolaan sumber daya kepada masyarakat. Pengelolaan ini bisa disebut dengan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat.

1.6 Defenisi Konsep 1. Wilayah pesisir

adalah wilayah pertemuan antara tepi daratan dengan tepi air laut yang berada antara garis pasang tertinggi dengan garis surut terendah atau wilayah antara darat dan laut


(25)

dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti: angin laut, pasang surut, perembesan air laut yang di cirikan oleh jenis vegetasinya yang khas.

2. Sumberdaya pesisir

adalah suatu kekayaan alam atau sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati yang sangat berharga yang terdapat di perairan laut dan wilayah pantai atau pasang surut air laut. Contoh sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir: hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut.

3. Hutan

adalah suatu kawasan atau kumpulan berbagai jenis vegetasi tumbuhan dan hewan dengan kerapatan dan kepadatan tinggi dan ada saling keterkaitan, ketergantungan satu sama lain dalam suatu kesatuan ekosistem.

4. Ekologi

adalah suatu pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup sesamanya dan dengan komponen di sekitarnya.

5. Ekosistem

adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.

6. Mangrove

adalah suatu vegetasi tumbuhan yang dapat tumbuh di daerah pasang surut air laut dan air asin atau wilayah pesisir pantai yang di dominasi oleh satu atau lebih jenis pohon dan semak serta rumput dan dapat dijadikan sebagai habitat satwa liar dan ikan-ikan.


(26)

7. Pengetahuan

adalah sekumpulan ide yang telah tersusun secara sistematis di dalam pikiran (mind) yang digunakan untuk mengintepretasikan lingkungan di sekitarnya.

8. Kearifan lokal

adalah aturan-aturan yang dilakukan atau dibuat yang diikat dengan nilai-nilai atau nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

9. Pengelolaan

adalah suatu kegiatan pemanfaatan, pengawasan, pemeliharaan yang berkelanjutan. 10.Masyarakat

merupakan suatu kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (memiliki norma, pranata-pranata atau aturan-aturan yang mengatur pola tingkah laku warga masyarakat).

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Teknik Penelitian

Teknik penelitian merupakan salah satu unsur yang sangat penting di dalam bagian penelitian. Adapun teknik penelitian yang peneliti lakukan dalam mengkaji pengetahuan masyarakat nelayan mengenai fungsi dan peranan mangrove di pesisir merupakan penelitian yang bersifat deskriptif.

Data yang dikumpulkan berupa data tulisan (verbal), gambar dan bukan sebuah data angka.. Hal ini di sebabkan karena adanya penerapan metode kualitatif dalam penelitian ini yang isinya berupa data verbal (tulisan).


(27)

Penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan. Data-data tersebut berasal dari field note (catatan lapangan), wawancara masyarakat, foto lapangan, artikel atau buku yang menjadi referensi penelitian. Pertanyaan dengan kata tanya mengapa, alasan apa, dan bagaimana terjadinya akan senantiasa di manfaatkan oleh peneliti di lapangan.

Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 1980 ).

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Informasi data yang ingin dicari adalah informasi data mengenai bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dan peranan mangrove di pesisir. Untuk memperoleh data tersebut di lapangan peneliti berusaha mengembangkan hubungan yang baik dengan masyarakat (para informan).

Dalam penelitian ini para informan adalah masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Wawancara mendalam maupun wawancara biasa dilakukan pada para informan, baik yang telah dipilih sebelumnya maupun tidak. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara interview guide.

Wawancara akan terfokus berfokus kepada hal yang menjadi perumusan masalah di dalam penelitian yaitu: 1.konsepsi masyarakat terhadap mangrove; 2.bagaimana fungsi, manfaat, dan peranan mangrove pada masyarakat; 3.faktor


(28)

penyebab terjadinya kerusakan kawasan hutan mangrove di Dusun Kampung Nelayan Kecamatan Hamparan Perak.

Dalam kegiatan wawancara peneliti menggunakan field note atau catatan lapangan untuk mempermudah menyimpan semua informasi yang diberikan oleh informan. Untuk lebih menyempurnakan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara, penulis juga mencari data yang berkaitan dengan masalah di dalam penelitian ini yang didapat dari buku, majalah, jurnal, koran, artikel, dan lainnya.

Informan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu; 1. informan pangkal adalah orang yang mengerti suatu masalah tetapi bukan orang yang mengenali suatu masalah penelitian dan tidak begitu tahu akan penjelasan yang lebih mendalam kepada peneliti terhadap masalah yang dikaji; 2. informan biasa adalah orang yang memberikan informasi mengenai suatu masalah sesuai dengan kemampuan yang di milikinya; 3. informan kunci adalah orang yang mempunyai keahlian mengenai suatu masalah.

Spradley mengidentifikasikan lima persyaratan minimal untuk memilih informan yang baik:1. enkulturasi penuh, maksudnya informan mengetahui budaya mereka dengan begitu baik tanpa harus memikirkannya; 2. Keterlibatan langsung, maksudnya informan harus ikut terlibat dalam suasana kebudayaan mereka dan mereka menerapkannya setiap hari; 3. waktu yang cukup,maksudnya pada saat melakukan wawancara waktu diharapkan disesuaikan dengan kondisi informan; 4.non-analitis, maksudnya informan yang baik adalah informan yang memberikan penjelasan berdasarkan konsep mereka, bukan konsep yang berasal dari luar (Spradley 1997:61-70).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan informan di dalam proses pencarian pencarian data. Informan pangkal yaitu kepala Desa Paluh Kurau dan Kepala Dusun XIV Kampung Nelayan Kecamatan Hamparan Perak. Dari beliau maka akan di peroleh informasi tentang siapa orang-orang yang dapat dihubungi dapat dijadikan sebagai informan kunci.


(29)

Informan kunci di dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan atau mengetahui dan memahami betul masalah mengenai mangrove. Sedangkan informan biasa adalah seluruh masyarakat atau penduduk Dusun Perkampungan Nelayan Kecamatan Hamparan Perak.

Penentuan informan kunci bertujuan mendapatkan pengetahuan khususnya mengenai suatu topik tertentu dan orang tersebut tidak harus pemimpin. Teknik-teknik di atas pada dasarnya merupakan upaya untuk mendapatkan data primer yang berhubungan langsung dengan fokus dan tujuan penelitian.

Selain data primer, penulis juga mempergunakan data sekunder yang relevan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder ini diperoleh dengan melakukan kajian kepustakaan serta pencatatan data-data yang mendukung penelitian yang diperoleh dari kantor pemerintahan kepala Desa yang menjadi lokasi penelitian.

Selain wawancara juga dilakukan metode observasi (pengamatan). Metode pengamatan yang dilakukan adalah observasi partisipasi. Pengamatan dilakukan membantu untuk memahami dan menilai keadaan lingkungan. Untuk lebih menyempurnakan data di lapangan maka penulis mendokumentasikannya dengan menggunakan alat bantu berupa kamera foto.

1.7.3 Analisa Data

Data-data yang diperoleh oleh penulis di lapangan yang diperoleh dari observasi dan wawancara akan dianalisis secara kualitatif. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang dituliskan dalam catatan lapangan, foto atau gambar yang diambil selama di lapangan dan sumber dari majalah, internet dan sumber lain yang berhubungan dengan fokus masalah yang diteliti.


(30)

Di dalam proses analisa data penulis melakukan analisis yang dilakukan secara langsung di lapangan. Jadi analisis tidak hanya dilakukan setelah kita memperoleh atau mengumpulkan data melainkan analisi juga bisa dilakukan sambil kita mencari informasi atau data di lapangan. Informasi dan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan disusun berdasarkan fokus yang menjadi masalah penelitian. Setelah itu penulis kemudian melakukan tahap pendeskripsian hasil penelitian terhadap permasalahan yang diteliti.


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA II.1 Lokasi

Letak lokasi Dusun Perkampungan Nelayan atau Kampung Nelayan berada di desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat sekitar dan masyarakat luar biasa menyebut desa ini dengan sebutan Batang Serai, tetapi kalau Pemerintah Daerah setempat mengenal desa tersebut dengan nama Desa Paluh Kurau. Desa Paluh Kurau terbagi menjadi beberapa Dusun. Jumlah dusun yang ada di desa Paluh Kurau semula berjumlah 15 dusun dan kini menjadi 14 dusun yang dusun 4 digabungkan dengan dusun 5 sehingga jumlah total dusun sampai sekarang ini berjumlah 14 dusun.

Lokasi penelitian penulis berada di Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak yang merupakan satu-satunya dusun yang terletak di wilayah perairan pesisir. Jarak lokasi penelitian dari Kota Belawan yaitu ± 7 KM. Untuk sampai ke lokasi ini kita harus menyeberang dengan mengunakan boat nelayan. Dusun XIV tersebut di kenal dengan nama Kampung Nelayan tetapi masyarakat luar lebih sering menyebutnya desa perkampungan nelayan karena letaknya yang berada di perairan laut.

Keadaan alam Dusun Kampung Nelayan ini yaitu merupakan wilayah perairan laut yang terdapat di sekitar kawasan hutan mangrove. Dusun Perkampungan Nelayan ini dilalui oleh aliran air Paluh. Palau yang berarti aliran air yang mengalir ke laut yang bentuknya menyerupai sungai. Kawasan pemukiman ini memiliki ciri-ciri alam berupa daerah pasang surut air laut dan rembesan ombak laut serta adanya pengaruh abrasi laut.


(32)

II.1.1 Menuju Lokasi

Untuk sampai ke lokasi penelitian ini penulis menggunakan dua alat transfortasi yaitu transportasi darat dan air. Awalnya penulis memulai rute perjalanan dari Kota Medan (Padang Bulan “Sumber”) menuju ke Belawan (Dermaga penyeberangan ). Lama waktu perjalanan yang akan ditempuh lebih kurang 80 menit.

Jenis Lin atau No angkot atau angkutan umum yang sampai ke Belawan yaitu angkot yang No. Lin kendaraanya 69 koperasi “P.Bulan-Belawan”, mars 61 yang warna kendaraanya hijau “P.Bulan-Bagan”. Tarif ongkos naik angkutan dari Padang Bulan atau Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) yaitu Rp.7000 rupiah/orang.

Untuk sampai ke lokasi penelitian maka kita akan melakukan penyeberangan dengan menggunakan kapal boat milik petugas Dinas Perhubungan dan kapal nelayan. Dermaga atau tempat penyeberangan ke lokasi penelitian ini ada dua yaitu dermaga pertama yang berada di Kelurahan Belawan I dekat jalan Paitan (pajak baru) dan dermaga yang berada di sekitar Lantamal Marinir AL Belawan.

a. Dermaga Belawan I Dishub (Belawan-Batang Serai).

Dermaga yang berada di Kelurahan Belawan I dekat jalan Paitan (pajak baru) merupakan dermaga resmi yang dikelola Dinas Perhubungan kota Belawan Lama yang di mana rute perjalanannya yaitu Belawan - Batang Serai. Jenis kapal yang digunakan untuk menyeberang yaitu jenis kapal motor yang berkapasitas penumpang ± 50 orang dan dapat mengangkut kendaraan di atasnya seperti kendaraan jenis sepeda motor. Untuk sampai ke Batang Serai (Desa Paluh Kurau) rute perjalanan yang akan dilalui akan melewati Dusun XIV Perkampungan Nelayan yang merupakan bagian dari wilayah Desa Paluh Kurau Batang Serai.


(33)

Harga yang di tetapkan untuk sekali menyeberang yaitu 5000 rupiah. Lama perjalanan dari dermaga Belawan-Batang Serai yaitu ± 45 menit sedangkan kalau rute perjalanan kita dari dermaga Belawan – Kampung Nelayan ± 15 menit. Rute penyeberangan ini buka dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore dan jumlah armada angkutan penyeberangan yang ada yaitu sekitar 18 kapal motor.

b. Dermaga penyeberangan nelayan (Dermaga-Kampung Nelayan).

Dermaga ini sifatnya tidak resmi tidak ada dinas terkait yang mengelolanya seperti dinas perhubungan laut. Rute yang terdapat di dermaga penyeberangan ini hanya rute jalur dekat saja, seperti rute ke dusun Perkampungan Nelayan, dan rute perjalanan ke Pasir Putih yang merupakan tempat objek wisata pantai. Kapal-kapal yang ada di dermaga ini umumnya kapal/perahu motor nelayan yang kecil yang muatan 5-8 orang.

Pada umumnya usaha penyeberangan ini dilakukan oleh masyarakat nelayan yang ada di sekitar kampung nelayan dan belawan. Di tempat ini kita juga bisa menyewa boat kecil atau perahu. Biasanya tempat ini banyak dikunjungi untuk lokasi hiburan seperti memancing dan wisata ke Pasir Putih. Kegiatan ini dijadikan nelayan sebagai usaha sampingan mereka bagi yang tidak melaut.

Masyarakat Perkampungan Nelayan juga sering menggunakan jasa penyeberangan ini dimana banyak anak sekolah yang menyeberang setiap paginya untuk bersekolah ke kota (di luar wilayah). Untuk sekali menyeberang biaya yang dikenakan 3000-4000 rupiah.

Untuk sampai ke salah satu dermaga kita harus berjalan dari pusat jalan besar menuju dermaga tersebut. Perjalanan bisa dilakukan dengan menggunakan becak atau berjalan kaki. Masing-masing lama perjalanannya 15 menit tetapi untuk dermaga


(34)

dengan rute Belawan – Batang Serai jarak dermaga dari pusat kota agak terlalu jauh. Untuk sampai ke dusun Perkampungan Nelayan penulis memakai jasa penyeberangan nelayan tradisional yang berada di kawasan Lantamal Marinir AL Belawan.

Untuk sampai ke tempat dermaga penyeberangan masyarakat nelayan ini kita harus turun di simpang jalan yang di sekitarnya terdapat Tugu atau gapura yang bertuliskan Kawasan Lantamal Marinir AL Belawan ( Pangkalan Utama Marinir Angkatan Laut Belawan ). Kita tinggal berjalan kaki atau naik becak dari simpang jalan Tempat Tugu Pangkalan Militer Marinir AL.

Dulunya letak dermaga ini tidak terlalu jauh dari persimpangan jalan Tugu Lantamal tetapi karena sudah di tutup oleh Angkatan Laut Marinir maka dermaga tersebut pindah ke lokasi agak lebih jauh dari persimpangan jalan tugu Lantamal Marinir.

Tempat penyeberangan atau dermaga yang baru dipindahkan ini lumayan jauh dari kawasan dermaga yang lama. Memang masih satu kawasan Dermaga Lantamal Marinir. Kita harus berjalan kaki lebih kurang 15-20 menit dari simpang dermaga yang lama yang sudah ditutup. Dari Dermaga yang lama kita hanya berjalan lurus saja sampai kita akan menjumpai kapal boat motor milik nelayan yang akan kita gunakan untuk menyeberang.

II.2 Luas Dan Batas Desa

Luas Desa Paluh Kurau sekitar ± 5500ha yang terbagi dalam 15 dusun yang salah satu dusun yang menjadi lokasi penelitian adalah Kampung Nelayan yang terletak di dusun XIV. Adapun batas-batas Desa Paluh Kurau ini yaitu:


(35)

Sebelah Utara berbatasan dengan Karang Gading

Sebelah Selatan berbatasan dengan Sei Belawan / P Manan Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah Barat berbatasan dengan Karang Gading / Telaga Tujuk.

II.3 Sejarah Asal Usul Desa  Paluh Kurau

Untuk pertama kalinya awal terbentuknya desa Paluh Kurau ini yaitu pada tahun 1918. Awalnya lokasi ini milik kekuasaan seorang Datuk di Kabupaten Deli Serdang. Dulunya wilayah ini merupakan kesatuan wilayan Deli Serdang. Datuk menyuruh seorang warga masyarakat yang di percayai oleh Datuk dan berasal dari Kecamatan Hamparan Perak untuk membuka lahan pertama kalinya di daerah Batang Serai yang nantinya akan dijadikan sebagai daerah pemukiman masyarakat.

Nama dari warga yang membuka lahan yang di percayai Datuk untuk pertama kalinya yaitu bernama Tuki Rohidin. Sehingga akhirnya terbentuklah desa Paluh Kurau ini. Menurut wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat yang ada di Kantor Kepala Desa Paluh Kurau bahwa nama Datuk yang memberikan Hak kuasa untuk membuka lahan pemukiman di Batang Serai tidak diketahui.

Sejak terbentuknya desa ini sudah bernama Desa Paluh Kurau yang berada di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Awalnya Desa Paluh Kurau terbagi dalam 15 Dusun dan salah satunya adalah Dusun XIV Kampung Nelayan yang menjadi lokasi penelitian penulis. Informasi sekarang wawancara yang penulis peroleh dari Bapak Bahrun selaku Kepala Desa Paluh Kurau jumlah dusun yang ada di Desa Paluh Kurau menjadi 14 dusun. Dusun 4 bergabung menjadi dusun 5, di


(36)

karenakan wilayah dusun 4 terkena rembesan air asin yang tidak dapat dijadikan sebagai lokasi pertanian.

Bagi masyarakat luar desa mereka menamai desa ini dengan nama Desa Batang Serai sedangkan kalau dipandang dari segi sudut pemerintahan daerah, desa ini di namakan dengan desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak.

 Dusun Kampung Nelayan

Pada awalnya kawasan Dusun Perkampungan Nelayan ini merupakan kawasan hutan mangrove yang luas dan milik dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Orang yang pertama sekali datang dan menginjakkan kaki di dusun Perkampungan Nelayan ini yaitu seorang Bapak yang bernama Pak Ilhum yang berasal dari Banjar Kalimantan.

Pada awal tahun 1972 bapak itu menginjakkan kakinya di Desa Paluh Kurau ini. Beliau melakukan perjalanan menggunakan perahu kapal hingga akhirnya tersasar dan mengutuskan untuk membuat tempat tinggal di lokasi tempat yang dia temukan yaitu wilayah pesisir mangrove Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak “(wawancara masyarakat ).

Dulunya nama Dusun XIV Kampung Nelayan ini bernama Paluh Kurau yang merupakan masih satu kesatuan desa Paluh Kurau yang berada di Kecamatan Hamparan Perak. Pada tahun 1972-1974 jumlah pemukiman di Perkampungan Nelayan bertambah hingga sampai 11 rumah. Para pendatang yang berasal dari daerah luar seperti dari daerah Aceh pada umumnya dan dari daerah lain seperti Banjar, Melayu mulai berdatangan untuk menetap di Dusun Perkampungan Nelayan.

Setelah jumlah penduduk semakin bertambah yaitu sekitar tahun 90an nama Desa yang semula di namakan Paluh Kurau kini berganti menjadi Dusun XIV


(37)

Kampung Nelayan yang berada di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Karena letaknya yang berada di dekat laut dan berada di wilayah Desa Paluh Kurau Batang Serai Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Wilayah ini di kenal dengan nama Dusun Perkampungan Nelayan (Kampung Nelayan) dan merupakan bagian dari desa Paluh Kurau sebagai Pusat Pemerintahan Desa.

Kepala Dusun XIV sekarang yang ditugaskan Kepala Desa Paluh Kurau untuk mempimpin warga masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan ini bernama Ruslianto yang lahir pada tanggal 22 Juli 1970. Beliau sudah menjabat sebagai Kepala Dusun XIV Kampung Nelayan dari tahun 2006 sampai sekarang. Pendidikan terakhir dari Kepala Dusun ini yaitu Sekolah Menengah Pertama dan awal pindah ke Dusun Perkampungan Nelayan ini pada tahun 1991.

Menurut beliau bahwa pada tahun 1994 Dusun Perkampungan Nelayan mendapat bantuan rumah nelayan atau namanya bantuan rumah kumuh. Setiap warga masyarakat Kampung Nelayan Dusun XIV mendapat bantuan rumah kumuh yang mereka peroleh dari para pengusaha-pengusaha sukses dan donator yang peduli pada nasib para nelayan. Menurut wawancara dengan masyarakat sekitar jumlah pengusaha ynag mau membantu memberikan bantuan rumah kumuh bagi masyarakat berjumlah empat orang.

Bentuk bantuan yang yang diterima oleh masyarakat berupa bahan bangunan untuk membangun rumah seperti broti, kayu-kayu penopang rumah dan bahan yang lain. Untuk sampai kepada masyarakat setempat maka program bantuan rumah kumuh ini, pengusaha sebagai sumber dana program bantuan rumah ini bekerja sama dengan Lantamal Marinir Angkatan Laut Belawan dan juga masyarakat sekitar.


(38)

Bentuk kerjasama yang dilakukan antara warga masyarakat dengan Marinir Angkatan Laut yaitu mereka melakukan tugas bersama-sama dalam menjaga bahan-bahan bangunan yang berada di sekitar pantai untuk mencegah terjadinya pencurian bahan-bahan bangunan, sebab jumlah bahan bangunan yang digunakan untuk membangun rumah penduduk banyak yang terdiri dari kayu dan broti, besi dan paku.

II.4 Sarana dan Prasarana Desa II.4.1 Pendidikan

a. Desa Paluh Kurau

Sarana fasilitas khususnya di bidang pendidikan yang terdapat di desa Paluh Kurau ini cukup lumayan lengkap di karenakan posisi atau kondisi desa yang mudah dan terjangkau oleh masyarakat sekaligus sebagai pusat pemerintahan desa dan juga letak desa berada di daerah daratan sehingga sangat mudah dijangkau dengan transportasi darat dan bisa juga dengan transportasi air.

Arah dari desa Paluh Kurau yaitu menuju kearah Stabat, Binjai, Simpang Kantor/Belawan. Karena letaknya yang dapat terjangkau sehingga fasilitas pendidikan cukup memadai. Fasilitas pendidikan yang terdapat di Desa Paluh Kurau ini yang dihuni oleh 14 dusun yaitu:

Tabel 1. Sarana Pendidikan di Desa Paluh Kurau (14 dusun)

No Jenis Unit

1. TK 1 (satu)

2. SD Negeri 2 (dua)

3. Madrasah Dawiyah 3 (tiga)


(39)

5. Sanawiyah 2 (dua)

6. SMA 1 (satu)

7. MDA 2 (dua)

Sumber: Sumber Data Dari Kantor Kepala Desa b. Kampung Nelayan

Kampung nelayan merupakan salah satu perkampungan yang terdapat di desa Paluh Kurau dan letaknya sangat terpisah dari dusun-dusun lainnya. Dusun Kampung Nelayan ini terletak di wilayah pesisir pantai atau diwilayah perairan. Akses ke Perkampungan Nelayan ini hanya bisa menggunakan alat transportasi air berupa boat motor.

Karena latar belakang itulah kemungkinan dusun Perkampungan Nelayan ini kurang begitu lengkap fasilitas pendidikannya. Lain halnya dengan dusun-dusun lain yang terdapat di pusat pemerintahan Desa Paluh Kurau yang pada umumnya mata pencaharian di sana bertani dan otomatis karena keberadaanya berada di pusat pemerintahan desa maka perkembangannya pun bisa dikatakan lebih baik dari dusun XIV Perkampungan Nelayan.

Sarana fasilitas Pendidikan yang ada di Pekampungan Nelayan ini belum sepenuhnya memadai. Hanya terdapat satu sarana fasilitas pendidikan saja. Sarana pendidikan yang terdapat di Dusun Perkampungan Nelayan ini hanya berupa Sekolah Dasar atau SD Inpres yang jumlah kelasnya hanya 6-7 lokal saja. Untuk melanjutkan ke tingkat sekolah yang lebih tinggi misalnya SMP, SMA mereka harus menyeberang ke kota atau desa lain karena Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak terdapat di Dusun mereka.


(40)

Tingkat Pendidikan penduduk Dusun Kampung Nelayan masih tergolong sangat rendah, di mana pada umumnya masyarakat hanya sampai tamatan Sekolah Dasar (SD) saja, bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. Rendahnya tingkat pendidikan di dusun Kampung Nelayan tidak hanya di sebabkan oleh sarana fasilitas pendidikan yang minim, melainkan juga karena keadaan alam di mana anak-anak dengan mudahnya mendapatkan uang dengan menangkap ikan di laut lalu mereka menjual hasil tangkapan mereka.

II.4.2 Sarana Kesehatan

Untuk sarana kesehatan yang ada di desa Paluh Kurau ini hanya terdapat satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Tetapi banyak sekali kekurangan dari keberadaan Puskesmas ini di mana tenaga medis yang di tempatkan di desa Paluh Kurau ini kurang memadai dan lengkap juga fasilitasnya seperti obat-obatan belum cukup lengkap. Keberadaan Puskesmas ini berada di Pusat Pemerintahan Desa Paluh Kurau. Bagi masyarakat Dusun XIV Kampung Nelayan kalau ingin berobat harus datang dan menyeberang ke lokasi tempat pusat pemerintahan desa Paluh Kurau yang merupakan bagian dari desa dusun 14 Kampung Nelayan.

II.4.3 Sarana Rekreasi dan Hiburan

Dusun XIV Perkampungan Nelayan sangat dekat sekali dengan objek wisata Pasir Putih. Tidak hanya warga pendatang yang hanya datang untuk berekreasi ke Pasir Putih tetapi juga warga Kampung Nelayan juga ada yang datang. Pasir Putih terkenal dengan hutan mangrovenya dan banyak terdapat hewan di antaranya jenis monyet yang dapat dijadikan sebagai daya tarik objek wisata tersebut. Selain dapat melihat pemandangan laut kita juga dapat memancing di daerah objek wisata Pasir


(41)

Putih dan pada umumnya orang hanya datang ke daerah ini hanya untuk memancing saja.

Untuk sarana hiburan di masyarakat Kampung Nelayan hanya terdapat warung saja. Diwarung ini masyarakat menonton TV sambil minum teh dan kopi. Bahkan ada juga yang bermain catur. Sehingga tempat seperti ini menjadi tempat hiburan bagi mereka di saat sedang tidak melaut.

II.4.4 Sarana Ibadah

Di pusat pemerintahan Desa Paluh Kurau hanya terdapat 3 masjid besar (12m x 12m) yang mampu menampung ±300 jemaat. Sedangkan pada masyarakat Dusun XIV Perkampungan Nelayan hanya terdapat satu masjid sebagai sarana untuk beribadah yang dilakukan masyarakat dalam menjalankan aktivitas rohani mereka dan juga Mushollah.

Masjid ini ini dibangun pada tahun 1995 dan juga berfungsi sebagai penyampaian informasi dan himbauan kepada masyarakat melalui pengeras suara yang ada di dalam Masjid. Masjid ini merupakan kebanggaan masyarakat desa Perkampungan Nelayan yang di bangun atas swadaya atau bantuan masyarakat sendiri.

II.4.5 Sarana Komunikasi

Untuk mengetahui informasi yang berasal dari luar masyarakat Kampung Nelayan mempunyai televisi (TV) dan radio yang terdapat di sebuah warung kopi. Jadi kalau masyarakat mau mendengar berita dan informasi dari luar desa mereka mereka harus datang ke warung kopi untuk menonton berita sambil minum teh / kopi. Sebagian besar warga masyarakat Kampung Nelayan belum menggunakan alat komunikasi berupa ponsel HP. Hanya sebagian kecil saja. Dan tidak adanya


(42)

fasilitas wartel di tempat ini. Tetapi sinyal ponsel yang penulis lihat masih cukup dikatakan stabil walaupun sinyal kadang naik kadang turun.

II.4.6 Sarana Transportasi

Sebagian daerah yang di kelilingi oleh perairan maka otomatis sistem transportasi yang digunakan masyarakat Dusun Kampung Nelayan adalah memakai perahu atau boat motor di dalam menjalankan aktivitas mereka. Pekerjaan penduduk desa perkampungan nelayan ini pada umumnya sebagai nelayan yang sangat membutuhkan sekali perahu atau boat motor dalam mencari ikan di laut.

Kadang perahu motor ini dijadikan sebagai alat transportasi untuk menyeberang ke desa lain dan kadang dijadikan sebagai fasilitas untuk melaut dalam mencari ikan. Rata-rata masyarkat sekitar memiliki boat atau perahu motor untuk menunjang aktivitasnya. Jenis perahu atau boat yang ada di desa Perkampungan Nelayan ini yaitu:

1. Perahu belah pantat dengan kapasitas muatan 7-8 orang yang memiliki atap di dalam perahu jadi kalau terjadi hujan disaat perjalanan tidak akan basah. 2. Sampan yang tidak memiliki penggerak motor atau mesin yang kapasitas

muatannya 2-3 orang dan digerakkan dengan menggunkan duah buah dayung sampan dan tidak memiliki penutup atap seperti yang ada di perahu boat motor harga jual untuk sampan ini berkisar 500-600 ribu rupiah.

3. Perahu dengan Boat motor yang memiliki kapasitas muatan sebesar 4-5 orang dan tidak memiliki penutup atap.


(43)

Tabel 2. Jenis Alat transportasi laut di Dusun Kampung Nelayan NO Jenis Perahu Kapasitas Kondisi Transportasi

1. Perahu belah pantat

7-8 orang Menggunakan atap sebagai pelindung dari hujan dan panas matahari

2. Sampan langge 2-3 orang Tidak menggunakan atap penutup sampan.

3. Perahu Boat

Motor

4-5 orang Tidak menggunakan penutup atap perahu.

4. Kapal motor ±50orang Terdapat atap yang besar di atasnya yang umumnya dijadikan sebagai tempat untuk menaruh kendaraan seperti kereta bagi yang mau menyeberang.

Sumber: Wawancara dan Observasi.

Bagi masyarakat Kampung Nelayan ataupun penduduk yang berasal dari luar desa yang ingin menyeberang bisa menggunakan jasa perahu penyeberangan. Perahu penyeberangan ini juga merupakan jasa yang dipakai sering untuk masuk atau keluar dari Dusun Perkampungan Nelayan ini.

Jumlah unit perahu yang digunakan dalam penyeberangan ini tidak tentu lebih kurang sekitar 8-10 perahu boat yang beroperasi yang kapasitas muatannya ada yang 4-5 dan 7-8 orang. Biaya yang dikeluarkan untuk sekali menyeberang ke dusun perkampungan nelayan yaitu sekitar 3000-4000 rupiah/orang.

II.4.7 Sarana Perhubungan

Sarana perhubungan yang menghubungkan dusun Kampung Nelayan ke dusun yang lain masih menggunakan jalur air. Untuk jenis sarana jalan yang terdapat di dusun kampung nelayan yang menghubungakan rumah yang satu ke rumah yang


(44)

lain umumnya terdapat titi-titi kayu papan yang dijadikan sebagai jalan setapak di lokasi kampung nelayan ini.

Kayu atau papan ini ditahan oleh batang pohon yang ditancapkan ke tanah yang dijadikan sebagai penyangga papan agar kuat. Kalau kita sebagai kaum awam yang baru berkunjung datang ke desa ini kita awalnya akan merasa takut karena papan yang dijadikan sebagai jalan tadi kadang bergoyang yang digerakkan oleh angin dan air laut yang ada di bawah papan tersebut.

Di dusun Perkampungan Nelayan juga sudah terdapat fasilitas aliran listrik dari PLN yang membantu warga didalam penerangan pada saat malam hari. Sumber dari fasilitas aliran listrik ini langsung dialiri dari kota Stabat. Fasilitas lainya adalah mesin pompa air yang digunakan untuk keperluan air minum mencuci, mandi dan lain-lain.

Tabel 3. Fasilitas bangunan yang terdapat di Dusun Perkampungan Nelayan

No Fasilitas Desa Jumlah

1. Sekolah Dasar SD INPRES Satu unit

2. Masjid dan Musholah Masing-masing satu unit.

Tabel 4. Fasilitas yang terdapat di Desa Paluh Kurau

No Fasilitas Desa Jumlah Unit

1. Kantor Kepala Desa 1 (satu)

2. Dermaga penyeberangan “terdapat 18 kapal yang berangkat dari pukul 7-18.00 WIB (dari kampung nelayan, belawan)”

1 (satu)

3. Masjid (12x12m) 1 (satu)

4. Puskesmas 1 (satu)


(45)

6. Madrasah Dawiyah 3 (tiga)

7. SMP 1 (satu)

8. Sanawiyah 2 (dua)

9. SMA 1 (satu)

10. MDA 2 (dua)

11. TK 1 (satu)

Sumber: Observasi dan Wawacara.

II.5 Pemukiman

Pemukiman penduduk Dusun XIV Kampung Nelayan ini berada pada satu kawasan Desa Paluh Kurau dan berbatasan langsung dengan hutan desa dan dialiri oleh paluh-paluh. Paluh adalah aliran air yang menuju ke laut. Sebagian rumah-rumah yang terdapat didesa perkampungan nelayan ini umumnya rumah kecil yang padat. Sama halnya dengan rumah nelayan di daerah lain rumah nelayan yang ada di desa perkampungan nelayan ini masih tergolong non permanent.

Menurut hasil wawancara dengan warga masyarakat dusun Kampung Nelayan bahwa dusun mereka adalah dusun termiskin di desa Paluh Kurau. Jenis rumah pada umumnya jenis rumah panggung yang berdiri di atas permukaan air dan kayu dijadikan sebagai tiang untuk menopang rumah.

Umumnya rumah-rumah penduduk di Dusun Perkampungan Nelayan hanya terdapat ruang tamu, kamar tidur dan dapur yang sekaligus merangkap sebagai rumah makan, juga sebagian rumah di desa ini ada yang memiliki teras rumah seperti pondok yang ukurannya hanya bisa muat 4 orang saja tidak begitu luas tetapi bisa untuk duduk dan santai di teras tersebut.


(46)

Selain itu juga terdapat 1 kamar mandi yang ukurannya juga sangat minim dan kecil sekali hanya muat sekitar 3 orang saja dan sumber air untuk mandi minum dan mencuci pemakaian berasal dari sumur bor atau pompa air. Biasanya ukuran teras rumah hanya sekitar 2x2 meter dan biasanya dibuat agak di depan rumah seperti menyerupai pondok-pondok yang diberi atap yang terbuat dari jerami.

Untuk jumlah rumah penduduk di dusun XIV perkampungan Nelayan hanya sekitar ±80 rumah dan semuanya rumah panggung. Rumah tersebut dibuat berpanggung dengan kayu sebagai tiang serta dinding yang yang terbuat dari papan. Rumah tersebut dibuat seperti layaknya panggung agar tidak bisa dimasuki air ketika sedang pasang.

Minimnya sarana dan prasarana di lokasi pemukiman tempat tinggal penduduk di Dusun Perkampungan Nelayan serta kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak bersih menyebabkan kondisi pemukiman penduduk Dusun XIV Perkampungan Nelayan masih tergolong lingkungan pemukiman yang miskin. Selain itu pemukiman yang ada di Dusun ini belum tertata dengan baik. Letaknya tidak beraturan, luas rumah juga berlainan. Ukuran rumah sebagian ada yang berukuran lebar 6 meter dan panjang 9 meter.

Masyarakat bebas mendirikan rumah pada lahan yang mereka anggap masih bisa dijadikan tempat tinggal. Selain itu, jarak antara rumah yang satu dengan rumah lain terlalu rapat. Tidak adanya kepemilikan secara individu terhadap suatu lahan yang menyebabkan masyarakat bebas mendirikan bangunan rumah sebagai tempat tinggal mereka.


(47)

II.6 Penduduk a.Desa Paluh Kurau

Desa Paluh Kurau adalah desa yang terbagi dalam 14 dusun. Selain penduduk yang tinggal di Dusun Perkampungan Nelayan, penduduknya yang ada di desa Paluh Kurau ini pada umumnya bekerja bertani dan ada juga yang bekerja sebagai PNS. Jenis rumah yang berada di Desa Paluh Kurau ini merupakan jenis rumah yang permanent. Rumah-rumah sudah terbuat dari beton dan batu bata. Jumlah total warga desa Paluh kurau yang terbagi oleh 15 Dusun berjumlah lebih kurang 5.377 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) lebih kurang 1.300 KK.

Tabel 5. Statistik Penduduk Seluruh Dusun Desa Paluh Kurau.

Sumber : Data Satatistik Desa Paluh Kurau 2005 Tabel 6. Jumlah Warga Masyarakat Tiap Dusun

Nama Dusun Jumlah Warga (jiwa)

Dusun I 302 jiwa

Dusun II 539 jiwa

Dusun III 549 jiwa

Dusun V 245 jiwa

Dusun VI 441 jiwa

Dusun VII 201 jiwa

Dusun VIII 671 jiwa

Dusun IX 426 jiwa

Dusun X 396 jiwa

Dusun XI 214 jiwa

Jumlah Dusun

Dewasa Anak-anak Total Sekolah

Lk Pr Jlh Lk Pr Jlh Ya Tdk

14 dusun


(48)

Dusun XIII 565 jiwa DusunXIV(KampungNelayan)

(Kadus:Ruslianto Lok.Penelitian)

189 jiwa

Dusun XV 446 jiwa

Ket:Untuk Dusun IV tidak ada dulunya dusun empat ini memang ada tapi sekarang warga masyarakatnya sudah menjadi satu lingkungan dengan lingkungan V (lima). Sumber : Data Satatistik Desa Paluh Kurau 2005

b. Dusun XIV Kampung Nelayan

Masyarakat Dusun Kampung Nelayan memiliki mata pencaharian yang mayoritas nelayan karena yang letaknya di wilayah pesisir. Beda halnya dengan mata pencaharian penduduk yang berada didusun lainnya mereka umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data terakhir dari Kantor Kepala Desa Paluh jumlah penduduk di Dusun XIV Perkampungan Nelayan berkisar lebih kurang 200 jiwa yang terbagi menjadi 50 kepala keluarga (kk), dengan jumlah laki-laki sekitar lebih kurang 96 jiwa dan sisanya para wanita yang lebih kurang 93 jiwa. Jenis suku yang terdapat di Dusun Perkampungan Nelayan ini merupakan suku Banjar, Jawa, Melayu, Mandailing, dan Aceh.

Suku yang mayoritas mendiami wilayah Dusun Perkampungan Nelayan ini yaitu suku Banjar yang berasal dari Kalimantan. Suku Jawa ada sekitar 15 kepala keluarga (kk), suku Melayu 2-3 kepala keluarga (kk), suku Mandailing 2 kepala keluarga (kk), Aceh ada sekitar 2 kepala keluarga (kk) dan suku Banjar adalah 28 kepala keluarga (kk).

Dari segi agama, seluruh penduduk Dusun Perkampungan Nelayan saat ini beragama Islam. Namun bukan berarti penduduk ini tidak mau mengakui atau berinteraksi dengan sesama di luar agama mereka. Mereka juga mau berinteraksi dengan orang pendatang walaupun tidak memiliki satu keyakinan yang sama dengan mereka.


(49)

Tabel 7. Jumlah penduduk Dusun XIV Kampung Nelayan

Sumber : Data Satatistik Desa Paluh Kurau 2005 Tabel 8. Jumlah Penduduk berdasarkan Suku

NO Suku Jumlah Kepala Keluarga ( kk ) 1. Suku Banjar 28 kepala keluarga

2. Suku Jawa 15 kepala keluarga 3. Suku Melayu 3 kepala keluarga 4. Suku Mandailing 2 kepala keluarga 5. Suku Aceh 2 kepala keluarga Sumber: Wawancara dengan Kepala Desa.

Nama Dusun

Dewasa Anak-anak

Total

Sekolah Jlh agama (Islam)

Lk Pr Jlh Lk Pr Jlh Ya Tdk

Kampung Nalayan


(50)

BAB III

SUMBERDAYA PESISIR (MANGROVE) III.1 Human Mangrove

Someday pesisir yaitu kekayaan alam atau sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati yang terdapat di perairan laut dan wilayah pantai atau pasang surut air laut. Sumberdaya alam hayati wilayah pesisir Indonesia memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi, yang salah satunya adalah hutan mangrove, (terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut).

Hutan mangrove sering juga disebut sebagai hutan bakau, hutan payau atau hutan pasang surut, merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut. Terdapat di sepanjang pantai dan di muara sungai. Hutan mangrove merupakan ciri khas ekosistem daerah tropis dan sub tropis. Mangrove dapat berfungsi sebagai pengatur ekosistem di wilayah pesisir laut dan kawasan hutan mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang cukup baik.

Hutan mangrove yang pada umumnya ditumbuhi oleh jenis pohon bakau menghasilkan jenis kayu yang berkualitas baik dan juga dapat dijadikan sebagai sumber penghasil kayu arang dengan kualitas yang baik pula. Tidak sedikit orang atau masyarakat yang berusaha untuk mengeksploitasi kekayaan hutan mangrove ini dengan melakukan penebangan kayu mangrove yang kemudian nantinya dijadikan sebagai lahan bisnis dalam memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Selain jenis kayu yang dapat diambil dari hutan mangrove, usaha perikanan seperti pembukaan lahan tambak juga sering terjadi.

Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Brazil, Australia, Nigeria, dan


(51)

Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40% dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75% berada di Papua.

Berikut di bawah ini Tabel Luas Hutan Mangrove di Indonesia: Tabel 9. Luas hutan mangrove di Indonesia

No. Wilayah Luas (ha)

1. Aceh 50.000

2 Sumatera Utara 60.000

3 Riau 95.000

4 Sumatera Selatan 195.000

5 Sulawesi Selatan 24.000

6 Sulawesi Tenggara 29.000

7 Kalimantan Timur 150.000

8 Kalimantan Selatan 15.000

9 Kalimantan Tengah 10.000

10 Kalimanta Barat 40.000

11 Jawa Barat 20.400

12 Jawa Tengah 14.041

13 Jawa Timur 6.000

14 Nusa Tenggara 3.678

15 Maluku 100.000

16 Irian Jaya 2.934.000


(52)

Tabel 10. Luas hutan mangrove di Indonesia.

Wilayah Luas (ha) Persen

Bali 1.950 0,1

Irian Jaya 1.326.990 38

Jawa 33.800 1

Jawa Tengah 18.700 0,5

Jawa Barat 8.200 0,2

Jawa Timur 6.900 0,2

Kalimantan 1.139.460 32,6

Kalimantan Barat 194.300 5,6

Kalimantan Tengah 48.740 1,4

Kalimantan Timur 775.640 22,2

Kalimantan Selatan 120.780 3,5

Maluku 148.710 4,3

Nusa Tenggara 15.400 0,4

Sulawesi 256.800 7,4

Sumatera 570.000 16,3

Indonesia 3.493.110 100

Sumber: www.antara.co.id/arc/2008.

Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap Hutan Mangrove, yaitu: 1. Topografi dan karakterisitik pantai.


(53)

Ini berkaitan dengan penggenangan pasang dan karakteristik sedimen (lumpur) sebab media tanah untuk pertumbuhan mangrove yaitu lumpur.

2. Pasang – surut

Ini berpengaruh terhadap bentuk zonasi tumbuhan, distribusi spesies, struktur vegetasi dan komunitas hewan yang ada di ekosistem mangrove.

3. Gelombang dan Arus Laut

Berpengaruh kepada distribusi/penyebaran spesies, sedimentasi dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai.

4. Iklim

Berpengaruh terhadap perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor-faktor fisik seperti tanah dan air. Faktor-faktor iklim yang berpengaruh antara lain:

• Cahaya; untuk kebutuhan fotosintesis tumbuhan; • Angin; juga berpengaruh terhadap proses pembuahan; • Suhu; berpengaruh terhadap proses fotosintesis;

• Salinitas; salah satu faktor penting bagi kehidupan mangrove. Salinitas air sekitar pantai akan menurun selama musim hujan karena bertambahnya volume air tawar dan salinitas tertinggi terjadi pada saat musim kemarau atau kering.

5. Oksigen Terlarut; berpengaruh untuk proses fotosistesis (Nursiwan Taqim Puspedal I, 2001).

III.2 Kondisi Hutan (Mangrove) Kampung Nelayan

Pada tahun 2001 keadaan kawasan hutan mangrove yang ada di Dusun Kampung Nelayan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang cukup baik


(54)

dan hijau. Keadaan hutan Mangrove yang tumbuh dengan baik berpengaruh langsung dengan masyarakat sekitar. Masyarakat memiliki sumber ikan yang cukup untuk ditangkap seperti kepiting, udang dan lainnya.

Kejadian ini tidak berlangsung lama pada tahun 2003 kondisi hutan mangrove yang ada di sekitar pemukiman warga Kampung Nelayan habis ditebangi dan dijadikan lahan tambak. Kondisi ini menyebabkan hasil tangkapan masyarakat Kampung Nelayan mulai berkurang.

Awalnya mereka tidak menyadari mengapa hasil tangkapan mereka berkurang drastis. Setelah diselidiki ternyata yang menyebabkan hasil tangkapan mereka berkurang di sebabkan karena hutan mangrove yang rusak dan gundul akibat penebangan mangrove liar.

Keadaan seperti ini berlanjut hingga sampai tahun 2005. Menurut hasil wawancara dengan masyarakat setempat bahwa yang melakukan penebangan tersebut adalah masyarakat yang dibayar atau di sewa oleh toke pengusaha kayu. Berikut skema jalur pengambilan kayu bakau dari masyarakat hingga sampai pada toke kayu.

Skema 2. Jalur pemasaran kayu bakau

Status hutan mangrove yang ada di Kampung Nelayan masih bersifat open acces atau jalur hijau. Keadaan seperti ini membuat berbagai pihak untuk berusaha


(55)

memanfaatkan kawasan hutan mangrove hanya untuk kepentingan bisnis semata tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi hutan mangrove yang secara berlebihan.

III.3 Hutan Desa (Mangrove)

Mulai terlaksananya penanaman mangrove di kawasan wilayah Dusun Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang secara keseluruhan yaitu dimulai sejak tahun 2005. Pemerintah memberikan kawasan hutan mangrove seluas 60 hektar kepada masyarakat Kampung Nelayan untuk dikelola penanamannya. Luas hutan mangrove yang diberikan kepada masyarakat Kampung Nelayan dijadikan sebagai hutan desa masyarakat setempat.

Masyarakat mulai menanami kawasan hutan mangrove yang telah rusak tersebut dengan bibit bakau muda. Hingga akhirnya sampai pada tahun 2008 ini kondisi terakhir hutan mangrove yang ada di Kampung Nelayan sudah hijau kembali. Walaupun belum sepenuhnya merata tetapi sudah ada perubahan dari yang sebelumnya.

Isi dari undang-undang kehutanan menyatakan bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang di kuasai oleh Negara yang akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah berwenang menetapkan status hutan termasuk menetapkan satu wilayah sebagai hutan adat. Undang-undang No.41 tahun 1999 menyatakan bahwa “hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaanya diserahkan pada masyarakat hukum adat”.

Hutan mangrove yang ada pada masyarakat tidak di akui kepemilikannya tetapi memperoleh hak untuk mengelola dan memanfaatkannya. Luas hutan desa


(56)

yang diberikan kepada Dusun XIV Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau oleh Pemkab Deli Serdang untuk dikembangkan hingga saat ini mencapai 60 hektar, 50 hektar diberikan pada tahun 2005 dan sisanya 10 hektar pada tahun 2007-2008. Masyarakat diberikan kebebasan untuk mengolah dan menanam mangrove di kawasan tersebut.

Masyarakat antusias dalam menanam mangrove di kawasan wilayah hutan mangrove yang diberikan oleh Pemkab. Walaupun masyarakat telah diberikan wewenang untuk mengelolah wilayah dengan menanam mangrove di kawasan tersebut. Mereka tidak bisa melarang orang yang masuk mengambil dan menebang mangrove di kawasan hutan tersebut. Alasan masyarakat karena mereka tidak mendapat hak atau izin untuk menangkap atau melarang orang yang menebangi mangrove di wilayah mereka.

Mereka hanya diberikan wewenang untuk menanam mangrove saja. Sehingga tidak jarang masyarakat menjumpai orang yang mengambil dan menebang mangrove di biarkan begitu saja. Seperti kutipan wawancara dari seorang warga masyarakat Kampung Nelayan yang bernama Saleh umur 32 tahun.

“Kadang kalau kami melihat ada orang yang mengambil mangrove atau menebanginya tanpa adanya izin dari pihak yang berwenang kami ingin sekali menangkap mereka, tetapi kami masyarakat disini tidak bisa menangkap karna tidak adanya wewenang untuk warga sini dalam melarang orang yang mengambil mangrove”.

Masyarakat sepenuhnya menyerahkan kasus ini kepada dinas kehutanan setempat dalam memberantas penebangan liar di sekitar wilayah Kampung Nelayan. Masyarakat takut kalau mereka melarang orang yang melakukan pegrusakan mangrove tanpa ada izin dari Pemda setempat mereka akan di serang oleh oknum yang mengambil kayu mangrove tersebut.


(57)

Meskipun masyarakat Kampung Nelayan sudah memiliki hutan (mangrove) untuk dikelola oleh warga masyarakat tetapi tetap masih adanya kekurangannya. Masyarakat hanya diberikan wewenang dalam penanamannya saja dan tidak diberikan wewenang pengawasan hutan mangrove di kampung mereka. Sehingga kalau kasus seperti itu terjadi lagi masyarakat sudah bisa memiliki hak untuk melarang atau menangkap oknum yang melakukan penebangan mangrove liar tersebut.

III.3.1 Fungsi Manfaat Hutan Desa

Ketika kita akan memasuki kawasan Perkampungan Nelayan kita akan menjumpai bentangan hutan mangrove yang luas. Hutan mangrove yang ada di Kampung Nelayan dikelola (ditanami bibit bakau) oleh masyarakat setempat. Jenis mangrove yang tumbuhan dan hidup di hutan desa ini yaitu jenis pohon seperti Rhizophora (bakau), Avicennia (api-api), Xylocarpus (nyirih), Bruguiera (lenggadai), buta-buta, pie-pie, nipah, rebang dan lain sebagainya. Dari jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove Perkampungan Nelayan pada umumnya jenis pohon bakau seperti bakau bangka dan minyak.

Fungsi manfaat hutan desa (mangrove) di Perkampungan Nelayan sangat penting selain sebagai penghijauan di wilayah pesisir juga hasil dari pengolahan hutan mangrove bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Kampung Nelayan. Dengan adanya hutan mangrove di Kampung Nelayan, masyarakat bisa mengambil secukupnya kayu untuk keperluan rumah, alat transportasi (membuat dayung sampan), dan mengambil daun bakau untuk makanan kambing.

Selain dapat menambah penghasilan masyarakat juga keberadaan hutan mangrove di Kampung mereka juga bermanfaat untuk mencegah angin kencang


(58)

sehingga rumah-rumah warga tidak rusak diterpa angin dan ombak laut dan juga membantu dan mengurangi terjadinya erosi tanah akibat pengikisan air laut oleh ombak.

III.3.2 Dampak Kerusakan Hutan Mangrove

Mangrove pada umunya hidup dan tumbuh di wilayah pesisir pantai yaitu daerah pasang surut air laut. Bila ekosistem mangrove rusak maka ekosistem yang ada di wilayah pesisir akan terganggu, seperti diantaranya; ikan-ikan kecil seperti udang, kepiting dan plankton-plankton sebagai sumber makanan bagi ikan akan mati, di karenakan tidak ada lagi tempat untuk memperoleh makanan di sekitar mangrove dan juga tidak ada lagi tempat untuk ikan bertelur.

Pada umumnya ikan-ikan kecil seperti udang, kepiting dan ikan-ikan kecil lainnya bertelur dan mencari makan disekitar akar pohon bakau/mangrove. Ikan-ikan menaruh telur di sekitar akar dari pohon mangrove tersebut. Ekosistem hutan mangrove yang rusak akan menjadi salah satu masalah di wilayah pesisir laut kita, khususnya di Dusun Kampung Nelayan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak.

Dampak dari kerusakan ekosistem mangrove bagi masyarakat Kampung Nelayan : a. Terganggunya ekosistem di sekitar wilayah pesisir.

Rusaknya pohon bakau mangrove akan menyebabkan ikan-ikan juga ikut akan mati. Tidak ada lagi tempat ikan seperti udang, kepiting dan plankton dan ikan-ikan kecil lainnya untuk mencari makan dan bertelur. Pada umumnya ikan-ikan-ikan-ikan sering berkumpul di sekitar akar pohon mangrove. Dengan tidak adanya lagi pohon bakau maka ikan-ikan kecil seperti udang, ketam, kepiting akan sulit untuk dijumpai dan ditangkap oleh masyarakat nelayan.


(59)

Selain itu habitat satwa yang hidup di ekosistem hutan mangrove seperti burung laut dan monyet serta jenis satwa lainnya tidak akan bisa kita lihat lagi di karenakan hutan mangrove dijadikan sebagai rumah bagi satwa liar seperti burung bangau putih, monyet dan lain sebagainya untuk berkembang biak dan mencari makan.

b. Kurangnya hasil tangkapan ikan nelayan

Mangrove merupakan aset penting bagi masyarakat nelayan khususnya masyarakat Kampung Nelayan. Dengan berkembangnya ekosistem hutan mangrove akan membawa rizki atau pendapatan yang baik buat masyarakat yang ada di sekitarnya.

Jika ekosistem hutan mangrove rusak maka akan sangat merugikan bagi masyarakat nelayan. Pendapatan atau hasil tangkapan ikan nelayan di laut akan berkurang. Nelayan akan semakin miskin dan tidak bisa memperoleh ikan yang lebih banyak lagi untuk dijual dan dijadikan lauk pauk oleh masyarakat.

c. Terjadinya erosi pantai.

Pohon mangrove memiliki akar yang kuat untuk mengikat tanah agar tidak mudah longsor atau erosi, sekaligus menahan ombak dan arus laut yang dimana akan mengikis kepadatan tanah dan menyebabkan tanah akan semakin dalam. Di dusun Kampung Nelayan kondisi tanah yang dijadikan sebagai penahan rumah penduduk kini mulai semakin dalam, di karenakan air laut semakin mengikis permukaan tanah dan kondisi ini terjadi akibat berkurangnya jumlah mangrove yang ada di sekitar kawasan Kampung mereka.

Seperti hasil kutipan wawancara dengan salah satu warga masyarakat Kampung Nelayan yang bernama Pak Imis umur 32 tahun.


(60)

“Akibat penebangan pohon bakau/mangrove liar tersebut menyebabkan ke dalaman tanah semakin dalam. Dulunya sebelumnya terjadi penebangan ini tingkat ke dalaman tanah di dalam air stabil tidak terlalu dalam dan akan sangat berpengaruh terhadap struktur bangunan rumah karena rumah akan semakin tergeser akibat perubahan struktur tanah tersebut dan bisa kemungkinan akan tenggelam ”.

III.4 Lemahnya Pengawasan Terhadap Hutan Mangrove

Pada tahun 2005 masyarakat Kampung Nelayan baru memiliki hutan desa (mangrove) untuk dikelola penanamanya. Total luas hutan desa yang dikelola masyarakat Kampung Nelayan yaitu sekitar 60 hektar dan akan ada rencana penambahan kembali hutan desa seluas 50 hektar yang akan diberikan oleh dinas kehutanan Pemkab Deli Serdang untuk diberikan hak pengelolaannya kepada masyarakat Kampung Nelayan.

Masyarakat antusias dalam menanami mangrove di lahan yang diberikan tersebut. Masyarakat menganggap fungsi dan peran mangrove begitu penting bagi masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove Kampung Nelayan. Selain sebagai jalur hijau (penghijauan), mencegah erosi tanah, melindungi rumah warga dari angin juga hutan mangrove dapat memberikan sumber ikan yang banyak bagi masyarakat nelayan.

Hingga saat ini hutan mangrove yang rusak kini sudah dipenuhi oleh tanaman mangrove muda. Hanya saja kegiatan ini kurang diimbangi dengan pengawasan dari masyarakat Kampung Nelayan. Hanya dinas dari kehutanan beserta dengan polisi laut yang melakukan kontrol terhadap hutan mangrove yang ada di sekitar wilayah Kampung Nelayan dari praktek pencurian dan penebangan liar.


(61)

Tetapi pengawasan dan pengontrolan tidak dilakukan secara rutin. Selama tidak adanya kontrol dari dinas kehutanan banyak masyarakat yang menjumpai adanya praktek penebangan mangrove di wilayah Kampung mereka terjadi.

III.5 Pendekatan Pemanfaatan Hutan Mangrove secara Lestari.

Pengelolaan sumberdaya pesisir merupakan suatu pemanfaatan, pengawasan, dan pemeliharaan sumberdaya kelautan dan wilayah pesisir. Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pesisir pantai yang pada umumnya bersifat open acces sehingga tidak sedikit masyarakat berusaha untuk mengeksploitasi kekayaan sumberdaya mangrove.

Ekosistem hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai macam satwa liar antara lain reptil, monyet, burung bangau putih, dan ikan-ikan yang penting secara ekonomis dan biologis seperti kakap, bandeng, belanak, ketam atau kepiting dan udang. Lebih daripada itu, ekosistem hutan mangrove juga sangat mendukung di sektor perikanan.

Di dalam meningkatkan dan melestarikan fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove maka perlu adanya suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatan kawasan hutan mangrove. Pendekatan ini melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung.

Penerapan sistem mina hutan/ wana mina (wana=hutan, mina=ikan) (silvofishery) di kawasan hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan yang tepat dalam pemanfaatan kawasan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Silvofishery (mina hutan) merupakan rangkaian kegiatan terpadu antara usaha


(1)

(2)

Peta Dusun XIV Perkampungan Nelayan Desa Paluh Kurau


(3)

Sumber:


(4)

JENIS MANGROVE (BAKAU ) DI DESA KAMPUNG NELAYAN

Gambar 1. Bakau Bangka. Gambar 2. Api-Api Jambu.

Gambar 3. Api-Api. Gambar 4. Bakau Mata Buaya.

Gambar 5. Akar bakau Mata Buaya. Gambar 6. Bakau Minyak.

Gambar 9. Jeruju. Gambar 8. Buah Bakau Bangka.


(5)

Gambar 13. Puka-Puka. Gambar 14. Rebang.

DOKUMENTASI FOTO

Gbr 1. Rmh Kdsn Kampung Nelayan. Gbr 2.Hutan Mangrove Kampung Nelayan.

Gbr 3. Transportasi nelayan. Gbr 4. Pusat Pemerintahan Desa.

Gbr 5. Dermaga Penyeberangan. Gbr 6. Kapal Penyeberangan.


(6)

Gbr 9. Kegiatan Bermain Gambar 10. Wawancara dengan warga

Gbr 11. Perahu Belah Pantat Nelayan Gbr 12. Wawancara dgn Kepala Dusun

Gbr 13.Wawancara dgn perangkat Desa Gbr 14. Peta Dusun Kampung Nelayan

Gambar15. Mencari Udang/Ketam Gambar 16. Kayu Bakau

Gambar 17. Mencari Udang Gambar 18. Jaring menangkap udang