Perubahan Desa Menjadi Kota (Studi Deskriptif di Desa Tembung, Kecamatan Percut SeiTuan, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

PERUBAHAN DESA MENJADI KOTA

(Studi Deskriptif di Desa Tembung, Kecamatan Percut SeiTuan, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Departemen Sosiologi

OLEH:

MUHAMMAD ADZANI

060901045

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ABSTRAK

Suatu masyarakat akan cenderung mengalami perubahan. Hal dikarenakan kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan selalu berusaha untuk meningkatkan hidupnya. Proses perubahan sosial ini nantinya dapat membawa masyarakat ke arah pembangunan. Perubahan sosial ini terjadi melalui 3 tahapan yang diawali dengan penemuan ide dan inovasi baru yang kemudian dilanjutkan pada proses difusi yang nantinya menghasilkan konsekuensi berupa perubahan sosial. Dan jika didukung oleh sikap terbuka dan teknologi canggih dapat memperlancar proses perubahan sosial ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang perubahan sosial yang terjadi di desa. Dimana perubahan tersebut berakibat pada berubahnya struktur sosial dan prilaku sosial anggota masyarakat yang ada di Desa Tembung menjadi lebih modern, kompleks dan bercirikan kota yang disebabkan masuknya ide dan inovasi baru yang diadopsi oleh sebagian besar masyarakat desa. Lokasi yang dipilih adalah Desa Tembung yang berada di Kabupaten Deli Serdang. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode observasi (pengamatan) dan wawancara mendalam. Metode wawancara mendalam ini ditujukan pada informan kunci dan informan biasa untuk mendapatkan data informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Data dan informasi yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diinterpretasikan dan diterangkan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini mendefinisikan bahwa perubahan sosial yang terjadi di Desa Tembung disebabkan karena adanya ide dan inovasi baru yang diadopsi oleh masyarakat desa yang berasal dari inisiatif sendiri dan hasil interaksi yang dilakukan dengan masyarakat Kota Medan khususnya dan perpindahan sebagian besar penduduk Kota Medan ke Desa Tembung. Dari hasil interaksi yang mereka lakukan dengan masyarakat Kota Medan ini mereka cenderung meniru prilaku modern yang akhirnya merubah pola hidup sosial, ekonomi dan budaya masyarakat desa menjadi lebih maju dan bercirikan perkotaan karena ide dan inovasi baru yang masyarakat desa adopsi.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan pada Allah S.W.T atas segala kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Perubahan Desa Menjadi Kota (Studi Deskriptif di Desa Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)” guna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana sosial pada Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik secara moril dan materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Muhammad Syafi’e Siregar dan Zullis Dayani Lubis atas segala doa dan kasih sayang yang telah mereka berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di tingkat Sarjana (S-1) 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, Msi selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Sismudjito, Msi selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, Msi selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan kontribusi dan kritikan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

6. Bapak Henri Sitorus, S.Sos, Msc selaku dosen wali yang selama ini telah membimbing penulis

7. Seluruh Staf Pengajar Departemen Sosiologi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

8. Ibu Feny Khairy, S.Sos M.A yang telah membantu dan memudahkan penulis dalam hal pengurusan administrasi selama penelitian.

9. Kepada Ayu, Ibu Rahmadani, Ibu Leli, dan Pandi atas segala motivasi yang diberikan.

10.Teman-teman di Departemen Sosiologi, Stambuk 2006: Zulfadli, Prabu, Herbin, Candra, Erick, Doso, Dharma, Ryan, Regar, Rolas, Theo, Ais, Ica, Miranti, Wina, Dilla dan lainnya, atas dukungan yang diberikan. 11. Adik-adik di Departemen Sosiologi, Jefry, Neko, Itoq, dan yang lainnya,

atas kebaikan dan motivasinya kepada penulis.

12.Kepada seluruh Informan penelitian yang telah memberikan data dan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini

Penulis sebagai manusia yang tidak sempurna menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak sekali kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan khususnya Sosiologi.

Medan, Juni 2011


(5)

D A F T A R I S I

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

1.5.Defenisi Konsep ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perubahan Sosial ... 12

2.2 Teori Inovasi ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 30

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.5 Interpretasi Data ... 34

3.6 Jadwal Kegiatan ... 35


(6)

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1 Sejarah Desa Tembung ... 37

4.1.2 Batas-batas wilayah ... 37

4.1.3 Komposisi Penduduk Desa Tembung ... 38

4.2 Profil Informan ... 43

4.2.1 Informan Kunci ... 43

4.2.1.1 Bapak Fahrizal Lubis ... 43

4.2.1.2 Bapak Muhammad Zubir ... 45

4.2.1.3 Bapak Zulfikar ... 46

4.2.1.4 Ibu Misnah ... 46

4.2.1.5 Ibu Halimah Harahap ... 47

4.2.2 Informan Biasa ... 48

4.2.2.1 Bapak Muhammad Rivai ... 48

4.2.2.2 Bapak Nuryadi ... 48

4.2.2.3 Bapak Alvero ... 49

4.3. Analisa Data ... 50

4.3.1 Keadaan di Desa Tembung Masa Lalu ... 50

4.3.1.1 Desa Tembung Pada Masa Lalu ... 50

. 4.3.1.2 Awal Terbentuknya Desa Tembung ... 51

4.3.2 Latar Belakang Terjadinya Perubahan Sosial ... 53

4.3.2.1 Faktor Internal dan Eksternal ... 53

4.3.2.2 Faktor Lain Yang Mempengaruhi ... 55

4.3.2.3. Sikap Terbuka Terhadap Perubahan Sosial ... 56

4.3.3 Ide dan Inovasi yang Diadopsi ... 58

4.3.3.1 Bentuk Ide dan Inovasi yang Diadopsi ... 58


(7)

4.3.3.3 Keputusan Mengambil Inovasi dan Kecepatan Adopsi

... 62

4.3.4 Perubahan Sosial yang Terjadi di Desa Tembung ... 65

4.3.4.1 Perubahan yang Terjadi pada Masyarakat Desa ... 65

4.3.4.2 Pusat Kegiatan Sosial dan Ekonomi ... 68

4.3.4.3 Spesialisasi Pekerjaan ... 69

4.3.4.4 Pertambahan Jumlah Penduduk yang Pesat ... 70

4.3.5 Kendala yang Dihadapi ... 73

4.3.5.1 Perbedaan Tingkatan Pendidikan dan Ekonomi Masyarakat ... 73

4.3.5.2 Sikap Tertutup ... 74

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 34

Tabel 2: Sarana Rumah Ibadah ... 35

Tabel 3: Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis ... 36

Tabel 4: Komposisi Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja ... 37


(9)

ABSTRAK

Suatu masyarakat akan cenderung mengalami perubahan. Hal dikarenakan kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan selalu berusaha untuk meningkatkan hidupnya. Proses perubahan sosial ini nantinya dapat membawa masyarakat ke arah pembangunan. Perubahan sosial ini terjadi melalui 3 tahapan yang diawali dengan penemuan ide dan inovasi baru yang kemudian dilanjutkan pada proses difusi yang nantinya menghasilkan konsekuensi berupa perubahan sosial. Dan jika didukung oleh sikap terbuka dan teknologi canggih dapat memperlancar proses perubahan sosial ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang perubahan sosial yang terjadi di desa. Dimana perubahan tersebut berakibat pada berubahnya struktur sosial dan prilaku sosial anggota masyarakat yang ada di Desa Tembung menjadi lebih modern, kompleks dan bercirikan kota yang disebabkan masuknya ide dan inovasi baru yang diadopsi oleh sebagian besar masyarakat desa. Lokasi yang dipilih adalah Desa Tembung yang berada di Kabupaten Deli Serdang. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode observasi (pengamatan) dan wawancara mendalam. Metode wawancara mendalam ini ditujukan pada informan kunci dan informan biasa untuk mendapatkan data informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Data dan informasi yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diinterpretasikan dan diterangkan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini mendefinisikan bahwa perubahan sosial yang terjadi di Desa Tembung disebabkan karena adanya ide dan inovasi baru yang diadopsi oleh masyarakat desa yang berasal dari inisiatif sendiri dan hasil interaksi yang dilakukan dengan masyarakat Kota Medan khususnya dan perpindahan sebagian besar penduduk Kota Medan ke Desa Tembung. Dari hasil interaksi yang mereka lakukan dengan masyarakat Kota Medan ini mereka cenderung meniru prilaku modern yang akhirnya merubah pola hidup sosial, ekonomi dan budaya masyarakat desa menjadi lebih maju dan bercirikan perkotaan karena ide dan inovasi baru yang masyarakat desa adopsi.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Di dalam suatu wilayah tertentu, ada tempat-tempat dimana penduduk atau kegiatan terkonsentrasi dan ada tempat-tempat dimana penduduk atau kegiatannya yang kurang terkonsentrasi. Tempat konsentrasi penduduk dan kegiatannya dinamakan dengan istilah ‘kota” yang berperan sebagai pusat pemukiman, pusat perdagangan dan pusat industri. Sedangkan daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan dengan berbagai istilah seperti daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland) dan daerah pertanian atau pedesaan. Namun pada keadaan tertentu, suatu desa dapat memiliki peran sebagai kota dikarenakan adanya faktor-faktor besar yang mempengaruhi desa tersebut.

Terbentuknya suatu kota dapat diawali dari kebutuhan beberapa kelompok masyarakat baik itu kebutuhan sosial maupun ekonomi yang menyebabkan terjadinya pemusatan masyarakat atau konsentrasi domisili untuk memenuhi kebutuhan sosial maupun ekonominya itu. Kebutuhan sosial ini antara lain kebutuhan keamanan, tolong-menolong, bertukar pikiran, berteman dan lainnya yang dikarenakan manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat melakukan segala sesuatunya dengan sendiri. Sedangkan berdasarkan pada pertimbangan ekonomi terutama muncul karena bakat dan keahlian yang berbeda akan menciptakan spesialisasi. Artinya, segala kebutuhan individu dan masyarakat tidak lagi dihasilkan oleh individu dan masyarakat itu sendiri, akan tetapi cukup


(11)

berfokus pada kegiatan tertentu, sedangkan untuk kebutuhan lainnya diperoleh melalui pertukaran dan jual beli yang menimbulkan perdagangan.

Perdagangan berbagai komoditas ini berkonsentrasi pada suatu lokasi yang dapat memudahkan pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli yang dalam hal ini adalah konsumen dan produsen. Konsumen cukup mendatangi satu tempat untuk memperoleh kebutuhannya dan produsen dengan mudah menjual hasil produksinya. Karena adanya keuntungan yang diperoleh dari lokasi terjadinya jual beli, menyebabkan konsumen dan produsen tertarik untuk pindah dari tempat lain ke lokasi perdagangan tersebut atau yang disebut pasar. Selain itu, akibat hal ini juga menimbulkan gejala-gejala sosial yang lainnya. (Tarigan: 122).

Selanjutnya, pasar ini dapat berpeluang sebagai embrio terbentuknya kota-kota kecil yang berkesempatan untuk menjadi kota-kota menengah dan kota-kota besar. Hal ini dapat disebabkan selain dijadikan pusat jual beli, daerah disekitar pasar juga telah didirikan tempat pemukiman dan fasilitas sosial lainnya bagi masyarakat telah terlebih dahulu menetap dan juga dapat menarik masyarakat lain untuk menetap di sana. Lambat laun, masuknya individu dan masyarakat lain yang berasal dari luar membuat mereka juga melakukan transaksi jual beli dan menetap di sini dan membuat pemukiman baru yang letaknya berada di sekitar pusat kota seperti daerah pinggiran ataupun pedesaan. Masuknya individu lain ini dikarenakan mereka telah memiliki informasi yang mereka dapatkan sebelumnya dari individu lain yang sebelumnya berasal dari lokasi ini.

Pada masa yang datang, pasar ataupun kota kecil ini yang umumnya masih berciri tradisional dapat berkembang menjadi kota menengah dan besar yang


(12)

berciri modern dikarenakan memiliki peluang terjadinya efisiensi dalam kegiatan sosial dan ekonominya yang seiring perubahan mata pencaharian masyarakat dari sektor agraris ke non agraris, yang selanjutnya berkembang lebih efisien lagi dan fungsi dari kota kecil tersebut sudah menjadi pusat perdagangan, transportasi, industri pengolahan, pelayanan pendidikan dan pusat pemerintahan umum dan pelayanan kebutuhan penduduknya yang relatif lebih lengkap yang berpengaruh pada masyarakat yang menetap di pusat kota ataupun di pinggiran kota.

Tersedianya fasilitas sosial, ekonomi dan pemerintahan yang memadai ini menarik masyarakat luar dan menyebabkan jumlah penduduk di lokasi ini terus bertambah yang mengakibatkan kebutuhan hidup manusia baik sebagai individu ataupun anggota masyarakat juga meningkat, baik jumlah maupun jenisnya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan yang terjadi di bidang sosial, ekonomi dan teknologi. Peningkatan jumlah penduduk ini umumnya dikarenakan migrasi yang dilakukan penduduk dari luar yang berasal dari luar kota dan daerah pedesaan (Rahardjo, 2010: 5).

Hal ini menimbulkan permasalahan baru dimana akibat kebutuhan penduduk dan berbagai kegiatan sosial, ekonomi dan pemerintahan lahan perkotaan menjadi terbatas, sedangkan kegiatan perkotaan mengalami pertumbuhan yang pesat. Selain itu, peningkatan angka migrasi dalam hal ini urbanisasi juga menimbulkan kepadatan walau terkadang hanya bersifat sementara yaitu pada waktu pagi hingga sore (karena sebagian besar dari mereka melakukan nglaju), yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat kota.


(13)

1. Masalah penanganan pertumbuhan penduduk yang cepat 2. Masalah migrasi penduduk dari desa-desa di sekitarnya ke kota 3. Masalah penyediaan lapangan kerja yang makin sempit

4. Kebutuhan akan lahan perkotaan yang bertambah besar untuk kegiatan usaha

5. Kebutuhan akan tersedianya fasilitas pelayanan ekonomi (pasar,

pertokoan, bank, angkutan umum) dan fasilitas pelayanan sosial (sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, perpustakaan dan lainnya) baik dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai.

Para migran ini melakukan migrasi salah satu penyebabnya adalah karena usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak dilakukan di seluruh daerah pada waktu yang bersamaan, namun dipusatkan pada beberapa lokasi atau pusat tertentu dimana lokasi tersebut sudah tercipta kondisi yang memiliki dasar kuat untuk pengembangan pembangunan yang dalam hal ini adalah perkotaan. Sehingga hanya sedikit dilakukan pembangunan yang terjadi di desa yang membuat sebagian masyarakat desa berusaha untuk mencari pekerjaan yang baru yang menyebabkan penggelembungan atau pembengkakan kota yang disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang umumnya berasal dari daerah pedesaan yang memunculkan permasalahan baru di kota.

Hal ini dikarenakan faktor daya tarik dan faktor pendorong yang mempengaruhi masyarakat pedesaan untuk melakukan urbanisasi. Faktor daya tarik ini seperti terbukanya kesempatan kerja baru yang lebih baik di daerah tujuan sehingga berharap memperoleh pekerjaan yang lebih baik lagi, tersedianya


(14)

kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik di kota, lingkungan hidup yang lebih memuaskan, fasilitas sosial di kota lebih memadahi, dan alasan pribadi. Faktor pendorong seperti berkurangnya sumber daya alam di desa sehingga pendapatan kurang, hilangnya kesempatan kerja akibat mekanisasi pertanian, pemilihan lahan pertanian di desa yang sudah semakin sulit dan sempit, alasan pendidikan, kurangnya fasilitas sosial, tingkat upah relatif rendah, tekanan adat-istiadat, faktor adanya teman dan keluarga di kota dan bencana alam (Ritonga dkk, 2004: 53).

Selain dikarenakan hal-hal diatas, alasan masyarakat desa melakukan migrasi dikarenakan pergeseran sosiokultural masyarakat desa bahwa mereka tidak lagi ingin untuk bekerja sebagai petani di desa. Bukan semata-mata karena adanya informasi bahwa kota lebih menarik dan tuntutan ekonomi saja, akan tetapi hal tersebut sudah merupakan keinginan dasar manusia agar tidak bersifat statis dan bergerak dinamis ke arah lebih maju untuk meningkatkan taraf penghidupan yang lebih baik dengan mengganti mata pencaharian mereka dari pertanian ke non pertanian. Di sini telah terjadinya perubahan kultur masyarakat desa itu sendiri yang dulunya pasrah terhadap keadaan berubah menjadi keinginan untuk lebih maju lagi.

Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan melakukan pengembangan wilayah perkotaan dan pemerataan pembangunan yang melibatkan masyarakat, untuk memindahkan sebagian pusat perkonomian berada dekat dengan daerah pedesaan ataupun di daerah pedesaan itu sendiri untuk mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar


(15)

memiliki ciri daerah perkotaan dan untuk mengurangi angka pergerakan penduduk pedesaan ke kota serta untuk mengurangi angka urbanisasi. Faktanya, bahwa gerak penduduk ini sudah semakin lazim terjadi, bukan hanya di negara maju, namun juga di negara berkembang yang menyebabkan sebagian masyarakat kota agar tertarik pindah ke daerah pedesaan untuk mengurangi angka kepadatan penduduk di daerah perkotaan. Walaupun mereka tetap bekerja di daerah kota, namun setidaknya mereka menetap di kawasan pedesaan (Idrus, 1989).

Christaller mengatakan, bahwa tidak terkendalinya urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi sehingga dibutuhkan kawasan alternatif untuk mengurang beban kota akibat meningkatnya jumlah penduduk untuk menjaga keseimbangan kota. Hal ini dapat diakibatkan minimnya sarana dan prasarana yang ada di desa dan menumpuknya aktivitas-aktivitas ekonomi di pusat kota yang bertindak sebagai pusat pelayanan untuk daerah hinterland (Rahardjo Adisasmita, 2010:2).

Pengembangan wilayah perkotaan ini berfokus pada wilayah di sekitar kota yang masih memiliki banyak lahan kosong yang dapat diisi dengan pembangunan fasilitas sosial ekonomi. Sehingga pembangunan daerah perkotaan tidak lagi hanya berpusat pada pusat kota itu sendiri. Wilayah yang dimaksud adalah daerah pinggiran kota yang umumnya sebagai penyumbang migran terbanyak ke daerah perkotaan. Daerah pinggiran kota yang dulunya masih memiliki ciri pedesaan diubah agar memiliki ciri perkotaan. Yang dalam hal ini dapat dikatakan proses “mengkotakan desa”. Dapat dilihat dari dibangunnya fasilitas sosial dan ekonomi seperti didirikannya pemukiman baru, sekolah, rumah


(16)

sakit, supermarket, sarana transportasi dan jalan raya yang menghubungkan antara daerah pinggiran dan pusat kota. Secara tidak langsung, dengan dibangunnya fasilitas sosial dan ekonomi ini membuat daerah pinggiran ini aka berkembang menjadi lebih maju, baik dari sistem sosialnya, infra struktur dan pola pemikiran masyarakatnya.

Pada tahap selanjutnya, akibat telah terjadinya interaksi antara desa dan kota, dapat merangsang desa untuk semakin berkembang menjadi lebih maju lagi, apalagi jika desa tersebut letaknya berdekatan dengan daerah perkotaan yang memungkinkan desa akan lebih cepat menerima informasi yang berasal dari kota. Untuk membuka keterasingan dengan masyarakat tertentu ada beberapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya dengan membuka komunikasi dengan masyarakat itu. Pembangunan sarana komunikasi dan transportasi di suatu daerah dapat meningkatkan frekuensi interaksi masyarakat itu dengan masyarakat yang lain. Dan dengan adanya tambahan interaksi tersebut, perkembangan masyarakat dapat ditingkatkan (Jabal Tarik Ibrahim, 2003: 13).

Desa Tembung dalam hal ini memiliki potensi terkena dampak pengembangan wilayah perkotaan lebih dibandingkan dengan desa di sekitarnya karena memiliki jumlah penduduk yang lebih besar, memiliki wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan desa-desa di sekitarnya seperti Desa Bandar Klippa, Desa Bandar Setia dan Desa Kolam serta kegiatan sosial, ekonomi dan pemerintahan berpusat di desa ini. Penduduk ini sebagian berasal dari kota Medan dan daerah-daerah lainnya yang melakukan migrasi dan menetap di desa Tembung walaupun sebagian besar dari mereka masih melakukan aktivitasnya di kota Medan.


(17)

Disamping itu, daerah Desa Tembung berbatasan langsung dengan Kotamadya Medan yang memungkinkan interaksi dan kontak sosial dengan masyarakat Kota Medan sering terjadi sehingga proses “pengkotaan” akan lebih mudah tercapai dan proses perkembangan desa akan lebih cepat terjadi. Tembung memiliki predikat sebagai desa dikarenakan wilayahnya masih berada pada Kabupaten Deli Serdang, namun letaknya berada di pinggiran kota Medan sehingga memiliki peluang terkena dampak pengembangan dari wilayah perkotaan kota Medan dan dapat berubah menjadi kota.

Ditambah lagi dengan adanya rencana pemerintah untuk memindahkan bandara udara Polonia yang saat ini ada di Medan ke daerah Kuala Namu. Dimana Desa Tembung ini menjadi jalur lintasan transportasi karena desa inilah yang menjadi gerbang pertama untuk menuju ke sana. Sudah pasti, baik secara langsung maupun tidak langsung, ke depannya desa ini pasti akan terkena dampak perkembangan kota dan mengubah struktur sosial, ekonomi dan budaya desa itu sendiri.

Tentunya ada hal utama yang membuat mengapa suatu desa ingin berkembang. Salah satunya hal itu karena adanya interaksi antara desa dan kota yang melahirkan gejala-gejala baru yang meliputi aspek-aspek kehidupan masyarakat. Interaksi ini adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah, yang dapat melahirkan gejala sosial baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan juga adalah keinginan desa itu sendiri untuk mensejahterkan masyarakatnya.


(18)

Pada dasarnya, tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perkembangan dan perubahan, karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi baik secara lambat ataupun cepat. Prinsipnya, perubahan sosial desa dan masyarakatnya khususnya, merupakan suatu proses menuju masyarakat modern dari masyarakat tradisional ke arah pola sikap dan perilaku modern.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:

Bagaimana proses perubahan desa menjadi kota?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain:


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian ini diharapkan manfaat dari penelitian ini berupa:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran ilmiah mengenai perubahan desa menjadi kota dan dapat memberikan kontribusi positif secara akademis bagi perkembangan sosiologi sebagai suatu disiplin ilmu, khususnya masalah pedesaan.

1.4.2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dapat digunakan sebagai masukan atau referensi untuk menyelesaikan masalah masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan. Kemudian bagi si peneliti, hasil penelitian ini dapat berguna untuk memperdalam kajian sosiologis, terutama kajian yang berkaitan dengan pedesaan.

1.5. Defenisi Konsep

Untuk memudahkan penelitian ini digunakan beberapa konsep, yaitu:

1. Perubahan : Suatu proses dimana suatu struktur sosial dari bentuk sederhana yang kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna.

2. Desa : Suatu perwujudan geografis, yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisigrafis, sosial, ekonomi, politik dan budaya yang memiliki hubungan timbal-balik dengan daerah lain serta ditempati oleh


(20)

sejumlah penduduk, dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

3. Kota : kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Sosial

Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu ada tindakan yang dilakukan, ada perubahan tertentu yang terjadi dan ada suatu proses yang akan selalu bekerja. Karena di dalam masyarakat terjadi hubungan antar individu, jaringan hubungan ikatan, ketergantungan, pertukaran dan lain sebagainya akibat hidup bersama dan saling mempengaruhi. Semua masyarakat akan senantiasa berubah dengan derajat kecepatan dan tempo yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.

Auguste Comte (Sztompka, 2008: 1) bahwa proses yang berlangsung dalam sebuah masyarakat layaknya seperti fungsi tubuh manusia yang menciptakan suatu hasil berupa perkembangan masyarakat yang dianalogikan dengan pertumbuhan organik (dari embrio menuju kedewasaan). Dari teori di atas Comte menyatakan bahwa tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, melainkan terus mengalami perubahan tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun, ada sebagian masyarakat yang mengalami perubahan secara cepat dan ada yang mengalami perubahan secara lambat tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Setiap kehidupan masyarakat akan senantiasa selalu mengalami perubahan sosial yang dikarenakan kebutuhan manusia yang tak terbatas. Perubahan sosial ini akan berlangsung secara terus menerus dalam suatu masyarakat. Dalam


(22)

kaitannya dengan pembangunan, maka suatu pembangunan hanya akan dapat dicapai melalui proses perubahan sosial yang diiringi dengan adanya sikap dan mental modern yang ada pada masyarakat bersangkutan serta adanya teknologi canggih yang mendukungnya. (Basrowi 2005).

Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat berhubungan dengan perubahan nilai sosial, norma sosial, pola prilaku masyarakat, interaksi dan lain sebagainya. Seperti pendapat yang dikeluarkan Farley (Sztompka, 2008) bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada pola prilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada suatu masyarakat dalam kurun waktu tertentu.

Konsep perubahan sosial itu sendiri merupakan proses sosial seperti definisi yang diutarakan Pitirim Sorokin (Sztompka, 2008: 6) bahwa proses sosial adalah suatu perubahan yang terjadi pada subjek tertentu yang berada dalam perjalanan waktu, baik perubahan tempatnya dalam ruang maupun perubahan yang terjadi pada aspek kuantitatif maupun kualitatifnya. Jadi, proses sosial yaitu perubahan sosial yang terjadi pada suatu masyarakat yang di dalamnya terjadi hubungan sebab akibat dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut saling mengikuti satu sama lain dalam rentetan waktu seperti industrialisasi, modernisasi dan mobilisasi gerakan sosial.

Dan proses sosial memiliki bentuk khusus yang salah satunya adalah perkembangan sosial yang menggambarkan proses perkembangan potensi dalam suatu sistem yaitu masyarakat dan individu. Konsep perkembangan sosial ini memiliki 3 ciri tambahan yaitu menuju ke arah tertentu dalam keadaan sistem


(23)

yang tidak terulang sendiri di setiap tingkatannya, keadaan masyarakat dan individu yang pada waktu berikutnya mencerminkan tingkat yang lebih tinggi dari semula (contohnya terjadi peningkatan difrensiasi struktur, kemajuan sosial, ekonomi, budaya yang lebih modern dan pertambahan penduduk), dan perkembangan ini dipengaruhi kecendrungan yang berada dari dalam masyarakat dan individu itu sendiri (pertambahan penduduk yang menyebabkan kepadatan penduduk, penciptaan bentuk-bentuk kehidupan baru yang lebih baik dari sebelumnya, pengadopsian ide dan inovasi baru yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup). Seperti yang dituturkan oleh Hawley bahwa perubahan sosial adalah suatu perubahan yang tak terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan. Konsep dari perubahan sosial itu sendiri mencakup tiga gagasan, antara lain perbedaan, pada waktu yang berbeda dan diantara keadaan sistem yang sama. (Sztompka, 2008).

Dalam Sosiologi Perubahan Sosial (Raymond, Sztompka: 2008) yang perlu diperhatikan dalam memahami proses perubahan sosial yang sangat kompleks, yaitu:

1. Bentuk perubahan sosial yang terjadi 2. Hasil dari perubahan sosial itu sendiri

3. Kesadaran tentang proses perubahan sosial yang terjadi di kalangan anggota masyarakat

4. Kekuatan yang menggerakkan perubahan sosial itu

5. Realitas sosial yang ada pada masyarakat dimana perubahan sosial itu terjadi


(24)

Perubahan sosial itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari perubahan kebudayaan kecuali untuk keperluan teori, sedangkan pada kehidupan nyata, tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan dihasilkan oleh masyarakat dan tidak ada masyarakat yang tidak berkebudayaan. Budaya karena adanya masyarakat. Perbedaan pengertian antara perubahan sosial dan budaya terletak pada pengertian budaya dan masyarakat yang diberikan. Tetapi, pada umumnya perubahan budaya menekankan pada perubahan sistem nilai, sedangkan perubahan sosial pada sistem pelembagaan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan.

Perubahan sosial menyangkut dua dimensi, yaitu struktural dan kultural. Perubahan strukrural menyangkut hubungan antar individu dan pola hubungan termasuk di dalamnya mengenai status dan peranan, kekuasaan, otoritas, hubungan antar status dan integrasi. Sedangkan perubahan kultural menyangkut nilai dan norma sosial yang ada di dalam masyarakat (Jabal Tarik Ibrahim, 2003: 123).

Seperti pendapat yang dikeluarkan Kingsley Davis (Basrowi, 2005: 157) bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Dan perubahan kebudayaan itu sendiri meliputi perubahan dalam teknologi, ilmu pengetahuan, kesenian, filsafat, aturan-aturan dan bentuk organisasi sosialnya.

Perubahan sosial ada yang berlangsung cepat dan ada yang berlangsung lama. Evolusi merupakan salah satu bentuk perubahan yang lama dengan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dan tanpa rencana yang dikarenakan usaha masyarakat untuk beradaptasi dengan keadaan dan kondisi


(25)

yang baru muncul. Sedangkan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung dengan cepat dan terencana yang diawali dengan konflik dalam masyarakat yang bersangkutan dan terkadang tidak dapat dikendalikan

Inkeles (Basrowi, 2005)., menggolongkan evolusi menjadi tiga bentuk, yaitu: - Unilinear Theory of Evolution. Menyatakan bahwa manusia dan

masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perubahan dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana kemudian menjadi bentuk yang kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna. - Universal Theory of Evolution. Menyatakan bahwa perkembangan

masyarakat tidaklah perlu melalui tahap tertentu yang tetap karena kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.

- Multilinear Theories of Evolution. Berfokus pada penelitian terhadap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, seperti penelitian tentang pengaruh perubahan sistem mata pencaharian dari bertani menjadi berburu, terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan.

Perubahan ada yang berdampak kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat, seperti perubahan mode pakaian. Dan ada perubahan yang berdampak besar terhadap masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap strukturnya, seperti proses industrialisasi dan modernisasi pada masyarakat agraris. Berpengaruh besar karena lembaga masyarakat akan ikut berpengaruh seperti hubungan kerja, spesialisasi pekerjaan yang terjadi pada masyarakat,


(26)

sistem kepemilikan tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat dan sebagainya.

Pada dasarnya perubahan sosial terjadi oleh karena adanya anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama. Norma dan lembaga sosial ataupun sarana penghidupan yang lama dianggap sudah tidak memadai lagi dalam memenuhi kehidupan yang baru. Penyebab perubahan sosial dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Perubahan yang berasal dari masyarakat, yaitu: - Perkembangan ilmu pengetahuan

Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan, baik berupa teknologi maupun gagasan baru menyebar ke dalam masyarakat, dikenal, diakui dan diterima yang mengakibatkan perubahan sosial.

- Jumlah Penduduk

Bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat, terutama pada lembaga kemasyarakatannya.

- Konflik berat

Konlik agama, etnis dan politik dapat memicu terjadinya perubahan dalam masyarakat. Namun, perubahan sosial yang ditimbulkan biasanya berakibat buruk terhentinya aktivitas ekonomi, inflasi, kecemasan dan lainnya.


(27)

2. Perubahan yang berasal dari luar masyarakat

a. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling pengaruh. Di samping itu, pengaruh dapat berlangsung pula melalui komunikasi satu arah, yakni komunikasi masyarakat dengan media massa. Contohnya dapat dilihat pada masyarakat desa yang melakukan komunikasi dengan masyarakat kota, sehingga mereka mendapatkan informasi. Akibat adanya informasi tersebut, masyarakat dapat menyatukan beberapa identitas budayanya, memiliki keseimbangan integrasi namun harus bersifat selektif tanpa melalaikan budayanya sendiri.

b. Lingkungan alam fisik disekitar manusia

Sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik yang terkadang disebabkan oleh tindakan para warga itu sendiri, seperti penebangan liar yang mungkin dapat menyebabkan banjir dan bencana lainnya (Soekanto, 2009: 275).


(28)

Ada beberapa faktor yang menghalangi perubahan sosial itu sendiri. Soekanto menyebutkan, ada 10 faktor yang menghalangi terjadinya perubahan, yaitu:

- Kurangnya interaksi dan komunikasi dengan masyarakat lain.

- Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat yang umumnya terjadi pada masyarakat yang terisolasi

- Sikap masyarakat yang masih sangat tradisional akibat anggapan mereka bahwa tradisi mutlak tidak dapat diubah

- Adanya kepentigan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat - Ketakutan akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan - Sikap masyarakat yang masih tertutup

- Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis - Adat dan kebiasaan

- Nilai tentang bahwa hidup pada hakikatnya telah buruk dan tidak mungkin diperbaiki (Soekanto, 2002: 329-330).

Hal yang mempengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan adalah adanya inovasi-inovasi dan ide-ide yang mungkin dianggap baru yang berpengaruh pada tindakan sosial dari individu itu sendiri yang berdasarkan pada pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu objek pada situasi tertentu. Tindakan individu itu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atas sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.

(http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan-dan-teori-sistem-talcott.html)


(29)

Awalnya perubahan terjadi pada level individual dan perubahan sistem sosial. Dimana seseorang bertindak sebagai individu yang menerima dan menolak ide dan inovasi baru yang diketahuinya. Perubahan ini masih merupakan perubahan mikro karena memfokuskan pada perubahan perilaku individualnya. Karena, perubahan yang telah terjadi pada sebagian besar individu dalam masyarakat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat itu sendiri dimana telah terjadi perubahan makro. Dan perubahan kedua level itu berhubungan sangat erat (Abdillah, 1981: 26).

Setelah terjadinya perubahan sosial masyarakat harus dapat beradaptasi terhadap perubahan yang baru agar tercipta keserasian atau harmoni dalam masyarakat (social equilibrium) seperti yang diidam-idamkan masyarakat. Dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Karena dalam keadaan yang demikian, individu dan masyarakat secara psikologis akan merasakan ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam sistem norma dan nilai.


(30)

2.2. Inovasi

Proses perubahan sosial terdiri dari 3 tahap berurutan, diawali dengan invensi yaitu proses dimana ide dan inovasi baru diciptakan dan dikembangkan, lalu dilanjutkan dengan difusi yaitu proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam masyarakat yang kemudian menghasilkan konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem dan struktur sosial masyarakat sebagai akibat pengadopsian dan penolakan dari ide-ide baru tersebut. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat. Karena itu, perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.

Seperti yang telah dijabarkan diatas, bahwa suatu proses perubahan sosial diawali dengan invensi yaitu tercipta atau ditemukannya suatu ide dan inovasi yang baru oleh sebagian orang. Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Inovasi bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sebagai suatu ide-ide baru yang saling berkaitan. Pengadopsian suatu ide baru bisa merangsang pengadopsian beberapa ide baru lainnya yang akhirnya nanti mungkin dapat menyebabkan terjadi perubahan. Lionberger mengatakan bahwa sesuatu yang dinilai baru di dalam sebuah masyarakat dapat menyebabkan perubahan sosial.

(28/6/2011, pukul 13.40)


(31)

Inovasi menurut Everett (Abdillah, 198: 146) merupakan suatu gagasan, tindakan ataupun barang yang dianggap baru oleh seseorang. Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide itu betul-betul baru atau tidak, jika diukur dengan selang waktu sejak ditemukannya atau digunakannya pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subjektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka itu adalah inovasi (bagi individu tersebut). “Baru” dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa inovasi adalah proses pembaruan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal dengan penggunaan tekonologi “baru” yang akan menghasilkan produk-produk baru di dalam suatu masyarakat yang dengan demikian inovasi berkaitan dengan pembaharuan kebudayaan mengenai sosial, ekonomi dan teknologi (Koentjaraningrat, 2009: 210)..

Inovasi ini berhubungan erat dengan komunikasi, dimana komunikasi adalah proses penyampaian dan berbagi informasi mengenai suatu ide dan inovasi kepada satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Proses pengkomunikasian ide dan inovasi baru ini ke dalam suatu masyarakat dikenal dengan proses difusi. Menurut Everett Rogers, pada bukunya yang berjudul teknologi yang baru tersebar ke dalam sebuah kebudayaan. Ia mendefenisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan dalam hangka waktu tertentu ke dalam masyarakat. Dengan demikian, proses difusi adalah proses mengkomunikasikan ide dan inovasi baru oleh


(32)

seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi.

Difusi inovasi sebenarnya didasarkan pada Teori Gabriel Tarde yang merupakan seorang ilmuwan Perancis dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan Teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya sebuah komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.

Menurut Rogers, ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi: 1. Inovasi

2. Individu atau unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi

3. Orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi

4. Saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut.


(33)

Sebagaimana pendapat Koentjaraningrat, proses penyebaran ide, inovasi dan kebudayaan juga disebabkan oleh adanya migrasi yang dilakukan oleh sebagian penduduk yang juga turut membawa ide dan inovasi yang dimilikinya ke tempat yang ditujunya. Namun, pada zaman modern seperti sekarang ini, difusi ide dan inovasi “baru” ini dapat berjalan lebih cepat dan bahkan tanpa adanya kontak langsung antar individu. Dikarenakan adanya alat-alat penyiaran yang efektif seperti televisi, surat kabar, majalah dan buku (Koentjaraningrat, 2009:199)..

Sementara itu, dalam proses penyebaran ide dan inovasi baru ke dalam suatu masyarakat diperlukan saluran untuk memudahkan komunikasi agar ide dan inovasi tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:

1. Saluran media massa (mass media channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber.

2. Saluran antar pribadi (interpersonal channel). Saluran antar pribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.

Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu dalam proses difusi berpengaruh dalam hal:


(34)

1. Proses keputusan inovasi, yaitu tahapan sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi

2. Keinovativan individu atau unit adopsi lain

3. Jumlah anggota masyarakat yang mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.

(29/5/2011, pukul 17.50)

Inovasi ini juga berhubungan dengan kecepatan adopsi. Kecepatan adopsi adalah tingkat kecepatan penerimaan inovasi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerima yang mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu tertentu. Variabel penjelas kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi dan juga tipe keputusan inovasi, sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, ciri-ciri sistem sosial dan gencarnya usaha agen pembaruan dalam mempromosikan suatu inovasi baru tersebut.


(35)

Ada beberapa klasifikasi yang terstandart mengenai sifat-sifat inovasi. Secara empiris, setiap sifat mungkin saling berhubungan, tetapi secara konseptual sifat-sifat ini memiliki perbedaan. Sifat dan karakteristik inovasi terdiri dari 5 macam, yaitu:

1. Keuntungan relatif adalah tingakatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Ada beberapa subdimensi keuntungan relatif, seperti pertimbangan tingkat keuntungan ekonomi, rendahnya biaya permulaan, resiko nyata yang lebih rendah, kurangnya ketidaknyamanan, hemat tenaga dan waktu dan imbalan yang segera dapat diperoleh. Keuntungan relatif ini berhubungan positif dengan kecepatan adopsi. Artinya lebih besar keuntungan relatif suatu inovasi menurut pengamatan masyarakat, maka semakin cepat inovasi itu diadopsi.

2. Kompatibilitas adalah sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima yang ada di dalam suatu masyarakat. Kompatibilitas memberi jaminan yang lebih besar dan resiko lebih kecil bagi penerima dan membuat ide baru itu lebih berarti baginya. Suatu inovasi mungkin kompatibel dapat dilihat hubugannya dengan nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultural yang ada di masyarakat, kaitannya dengan ide-ide yang terdahulu dan kebutuhan individu di dalam masyarakat akan inovasi baru.


(36)

3. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengadosiannya.

4. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan memperkecil resiko bagi yang mengadopsinya. 5. Observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil-hasil inovasi tertentu dapat dilihat dan dikomukasikan kepada orang lain sedangkan beberapa lainnya tidak. Obsevabilitas berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya (Abdillah, 1981: 146).

Ada tahapan dalam proses pengambilan keputusan dalam inovasi yang berpengaruh pada variabel difusi inovasi yang mencakup:

1. Tahap munculnya pengetahuan, ketika seorang individu diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.

2. Tahap Persuasi, ketika seorang individu membentuk sikap baik atau tidak baik terhadap inovasi tersebut.

3. Tahap Keputusan muncul ketika seorang individu terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan inovasi.


(37)

4. Tahapan Implementasi, ketika individu menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi, ketika seorang individu mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Secara ringkas proses adopsi inovasi dapat digambarkan sebagai berikut: Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Kesadaran ---> Minat ---> Evaluasi ---> Mencoba --->Adopsi

(29/5/2011, pukul 17.50)

Inovasi berkaitan dengan perubahan dimana adanya konsekwensi yang dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu sistem sosial sebagai hasil pengadopsian atau penolakan suatu inovasi. Suatu inovasi itu kecil kegunaannya sebelum ia tersebar kepada orang lain dan mereka menggunakannya. Jadi, invensi dan difusi adalah perantara menuju tujuan akhir yakni konsekuensi dari penerimaan atau penolakan inovasi seperti yang telah dijabarkan di atas.


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Bentuk dari penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang menggunakan studi deskriptif yang dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, tingkah laku yang didapat dari objek yang diteliti. Format ini umumnya digunakan pada penelitian yang berbentuk studi kasus yang memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena yang terjadi di dalam suatu masyarakat.

David L. Altheide (Bungin, 2001:147) menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan perpaduan antara analisis objektif dengan observasi partisipan dimana peneliti berinteraksi dengan material-material dokumentasi sehingga dapat memunculkan pernyataan-pernyataan yang spesifik yang dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis. Dan selain itu, penelitian kualitatif memiliki orientasi yang lebih kepada pengembangan konsep, koleksi data dan munculnya analisis data yang mengandalkan pada kemampuan naratif dari peneliti.

Sedangkan pada penelitian ini digunakan studi deskriptif untuk berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya dan secara sistematis baik fakta maupun karakteristik objek yang diteliti. Digunakannya studi deskriptif dalam sebuah penelitian sosial untuk menggambarkan, meringkaskan kondisi berbagai situasi, fenomena dan realitas sosial yang terjadi pada masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas tersebut


(39)

ke permukaan sebagai suatu ciri, karaketer, sifat ataupun gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007: 68).

Penelitian deskriptif ini digunakan diharapkan dapat memberi gambaran dan penjelasan masalah penelitian secara komprehensi dan mendalam sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian dapat tercapai. Dengan menggunakan penelitian kualitatif, peneliti mungkin akan mendapat data dan informasi yang lebih mendalam mengenai perubahan desa menjadi kota.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan memilih tempat ini untuk dijadikan lokasi penelitian antara lain:

1. Lokasi penelitian merupakan desa yang masyarakatnya majemuk dalam berbagai bidang terutama pekerjaan, suku dan tingkat ekonomi

2. Lokasi penelitian berdekatan dengan tempat peneliti berdomisili sehingga akan lebih memudahkan dalam mengakses data

3. Desa dalam penelitian ini letaknya berdekatan dengan kota utama yaitu kota Medan sehingga mungkin memiliki peluang untuk menjadi sebuah kota kecil yang mendampingi kota Medan dan juga sebagai penghubung antara kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang.


(40)

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Tembung.

3.3.2. Informan

Diakibatkan unit analisis yang berjumlah banyak, maka data diambil dari beberapa sumber informan saja yang mungkin di anggap dapat memberikan informasi yang jelas terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini informan dibagi atas dua bagian, yaitu informan kunci dan informan tambahan. Informan kunci yaitu seseorang yang dianggap dapat memberikan informasi dan memahami persoalan secara mendalam tentang keadaan dan situasi di Desa Tembung dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu, dalam hal ini adalah masyarakat Desa Tembung yang sudah sanagt lama berdomisili di Desa Tembung ini. Sedangkan informan tambahan, dalam hal ini adalah masyarakat Desa Tembung yang berasal dari Kota Medan dan belum terlalu lama menetap di Desa Tembung.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang mana data diperoleh dangan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan tehnik pengumpulan data adalah sebagai berikut:


(41)

a. Wawancara mendalam.

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara wawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan menggunakan pedoman wawancara (guide interview). Pada proses ini, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dengan kehidupan informan (Bungin, 2007: 108).

Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik bola salju (snowball sampling), dengan demikian, beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh informan dapat ditanyakan kembali kepada informan lain yang dianggap lebih mengetahui permasalahan penelitian. Pedoman wawancara (interview guide), hanya sebatas instrument pembantu bagi peneliti yang sifatnya tidak monoton. Materi wawancara adalah tema yang ditanyakan kepada informan berkisar pada permasalahan penelitian. Metode wawancara mendalam ini sama halnya dengan metode wawancara yang lainnya, hanya saja wawancara mendalam dilakukan secara berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian.

b. Observasi.

Data yang diharapkan dapat juga diperoleh melalui observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan


(42)

sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Pengamatan dilakukan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.

2. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

3. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi umum dan bukan hanya dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.

4. Pengamatan dapat di cek dan di kontrol mengenai keabsahannya (Bungin, 2007: 116).

Observasi ini dimaksudkan adalah pengumpulan data melalui pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Observasi ini dapat dilihat dari akurasi data yang diperoleh mungkin dapat diandalkan namun memerlukan waktu yang cukup banyak dan amat lama. Namun, dalam mengadakan pengamatan terhadap objek pengamatan perlu dibina hubungan yang baik dan harmonis agar objek pengamatan dapat menerima peneliti tanpa harus mencurigainya.


(43)

c. Studi Kepustakaan.

Data yang didapat melalui studi kepustakaan dapat melalui buku-buku ilmiahsebagai bahan referensi, jurnal, internet, sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain dan sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Studi kepustakaan ini tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya. Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.

3.5. Interpretasi Data

Merupakan tahap penyederhanaan data setelah data yang diharapkan terkumpul. Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan disederhanakan berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang telah disusun sebelumnya agar lebih mudah untuk dibaca yang akan menghasilkan data yang terperinci dan sistematis yang pada akhirnya disusun sebagai laporan akhir penelitian.


(44)

3.6. Jadwal Penelitian

Penelian rencananya akan dilakukan selama sembilan bulan, yang mencakup penelitian lapangan dan penelusuran literature. Lebih lanjut, perencanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada rincian jadwal penelitian yang telah terlampir sebagai berikut:

NO BENTUK KEGIATAN Bulan Ke

1 2 3 4 5 6

1 Pra observasi

2 ACC judul

3 Penyusunan proposal penelitian

4 Seminar proposal penelitian

5 Revisi proposal penelitian

6 Penelitian lapangan

7 Pengumpulan data dan analisis

8 Bimbingan

9 Penulisan laporan akhir


(45)

3..7. Keterbatasan Penelitian

Adapun kendala-kendala yang dihadapu dalam proses pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Faktor Internal, merupakan kendala yang berasal dari dalam peneliti yang meliputi keterbatasan waktu penelitian dan kurangnya fasilitas yang mendukung. Dalam hal ini peneliti belum sepenuhnya dapat mendeskripsikan penelitian secara menyeluruh dan mendalam sehingga data dan analisis belum begitu sempurna.

2. Faktor Eksternal, merupakan kendala yang berasal dari luar selama proses penelitian, seperti belum terlalu maksimal dalam mewawancarai informan karena sebagian informan masih merasa takut dan khawatir dalam memberikan informasi yang diharapkan.


(46)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Desa Tembung

Sejarah terbentuknya Desa Tembung, sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan awal terbentuknya. Namun, menurut cerita dari masyarakat setempat, Desa Tembung dulunya merupakan sebuah jalan yang dilalui oleh Sultan Deli saat hendak menuju kawasan Deli Serdang saat ini. Saat ia melintasi tempat ini, ia menancapkan sebuah kayu pada sebidang tanah. Setelah ia kembali dari Deli Serdang dan juga melewati tempat ini, kayu yang ditancapkan telah berubah menjadi sebuah pohon yang disebut masyarakat dulunya sebagai “tumbung”. Dan lama kelamaan tempat ini mulai berkembang menjadi sebuah perkampungan yang diberi nama Tembung.

4.1.2.Batas-batas Wilayah

Desa ini sebelah utaranya berbatasan dengan Desa Bandar Khalifah. Sebelah selatan berbatasan dengan PTP IX Bandar Klippa. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bandar Klippa. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tembung Kota Kecamatan Medan Tembung.


(47)

4.1.3. Komposisi Penduduk Desa Tembung

Desa Tembung merupakan salah satu desa yang terletak pada Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang yang memiliki luas wilayah 535 hektar yang terdiri dari 16 buah dusun. Penduduknya berjumlah 44.133 jiwa dan termasuk ke dalam salah satu desa yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Pada desa ini, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 21.685 orang, sedangkan perempuan berjumlah 22.448 orang yang menunjukkan bahwa jumlah laki-laki dan perempuannya hampir berimbang dan memiliki 9.403 jumlah kepala keluarga. Dan hampir sebagian besar penduduk yang menetap di Desa Tembung ini merupakan penduduk pindahan yang berasal dari Kota Medan.

Tabel 1

Komposisi Penduduk Menurut Agama

No Komposisi Penduduk Menurut Agama Jumlah

1. Islam 43.230 orang

2. Kristen 441 orang

3. Katolik 370 orang

4. Hindu -

5. Budha 92 orang

Jumlah 44.133 orang

Sumber: Profil Desa Bulan April, 2011

Pada Desa Tembung, mayoritas masyarakatnya beragama Islam yaitu sebanyak 43.230 orang. Masyarakat yang beragama Kristen sebanyak 441 orang.


(48)

Masyarakat yang beragama sebanyak Katolik 370 orang. Tidak ada masyarakat yang menganut agama Hindu di Desa Tembung. Dan masyarakat yang beragama Budha sebanyak 92 orang.

Tabel 2

Sarana Rumah Ibadah

No Rumah Ibadah Jumlah

1. Mesjid 4 buah

2. Musholla 3 buah

3. Gereja Kristen 1 buah

4. Gereja Katholik -

5. Wihara -

5. Pura -

JUMLAH 8 buah

Sumber : Profil Desa Bulan April, 2011

Masyarakat desa lebih banyak memiliki bangunan mesjid sebanyak 4 buah. Musholla 3 buah dan 1 buah Gereja Kristen. Sedangkan Gereja Katholik, Wihara dan Pura sama sekali tidak ada.


(49)

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

No Komposisi Penduuduk Berdasarkan Etnis Jumlah

1. Jawa 26.479 orang

2. Batak 13.240 orang

3. Minang 3.072 orang

4. Melayu 1.103 orang

5. Sunda 106 orang

6. Aceh 104 orang

7. Banjar 12 orang

8. Nias 10 orang

JUMLAH 44.133 orang

Sumber : Profil Desa Bulan April, 2011

Masyarakat pada Desa Tembung secara mayoritas berasal dari etnis Jawa dengan jumlah 26.479 orang. Masyarakat yang berasal dari etnis Batak dan Mandailing berjumlah 13.240 orang. Masyarakat yang berasal dari etnis Minang 3.072 orang. Masyarakat yang berasal dari etnis Melayu berjumlah 1.103 orang. Masyarakat yang berasal dari etnis Sunda berjumlah 106 orang. Masyarakat yang berasal dari etnis Aceh berjumlah 104 orang. Dan masyarakat yang berasal dari etnis Banjar dan Nias masing-masing berjumlah 12 dan 10 orang.


(50)

Tabel 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Tenaga kerja

N o

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja

Laki-laki Perempua n

Jumlah

1. Penduduk usia 0-6 tahun 2716 orang

2944 orang

5660 orang 2. Penduduk yang masih sekolah 7-18

tahun 6029 orang 6122 orang 12151 orang 3. Penduduk 18-56 tahun yang bekerja 8871

orang

1615 orang

10486 orang 4. Penduduk 18-56 tahun yang tidak

bekerja

405 orang 7962 orang

8367 orang 5. Penduduk usia 56 tahun ke atas 4353

orang

4517 orang

8870 orang

JUMLAH 21685

orang

22.448ora ng

44.133 orang Sumber : Profil Desa Bulan April, 2011

Pada Desa Tembung ini, penduduknya yang belum sekolah berjumlah 5.660 orang. Dan yang masih sekolah berjumlah 12.151 orang. Penduduk yang sedang bekerja berjumlah 10.486 orang dan yang tidak bekerja pada usia prosuktif (18-56 tahun) berjumlah 8.367 orang yang mayoritasnya adalah perempuan. Penduduk yang berusia di atas 56 tahun ke atas berjumlah 8.870 orang.


(51)

Tabel 5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Buruh / Pekerja Swasta 8278 orang

1350 orang

9628 orang 2. Pegawai Negri Sipil 161 orang 144 orang 305 orang

3. Petani 67 orang 75 orang 142 orang

4. Polri 38 orang 19 orang 57 orang

5. TNI 15 orang - 15 orang

6. Perawat dan Bidan swasta 18 orang 24 orang 42 orang 7. Pensiunan PNS/TNI/Polri 29 orang 3 orang 32 orang

8. Lain-lain 265 orang - 265 orang

JUMLAH 8871

orang

1615 orang

10486 orang Sumber : Profil Desa Bulan April, 2011

Secara mayoritas, masyarakat Desa Tembung memiliki pekerjaan sebagai buruh/pekerja swasta sebanyak 9.628 orang yang sebagian besar adalah laki-laki. Pada Pegawai Negri Sipil berjumlah 305 orang. Dan masyarakat yang masih bekerja sebagai petani berjumlah 142 orang. Perawat dan Bidan swasta berjumlah 42 orang. Untuk TNI berjumlah 15 orang. Pada Polri berjumlah 57 orang. Masyarakat yang menjadi pensiunan PNS/TNI/Polri berjumlah 32 orang. Dan masyarakat yang bekerja pada pekerjaan lain berjumlah 265 orang.


(52)

4.2. Profil Informan

4.2.1. Informan Kunci (Anggota Masyarakat Desa Tembung yang telah lama menetap di Desa Tembung dan dapat dianggap sebagai agen perubahan)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa informan yang dapat memberikan data dan informasi yang berkenaan dengan Desa Tembung pada masa yang dulu dan sekarang. Kriteria dari informan yang digunakan dalam penelitian adalah seberapa lama informan tersebut tinggal dan menetap di desa ini serta memiliki pengetahuan secara rinci mengenai seluk beluk perubahan sosial yang terjadi di Desa Tembung ini.

4.2.1.1 Bapak Fahrizal Lubis

Informan pertama yang berhasil diwawancarai adalah Bapak Fahrizal Lubis. Bapak Fahrizal telah berumur 55 tahun dan telah lama tinggal di Desa Tembung dan menganut agama Islam. Bapak ini memiliki seorang istri dan pekerjaannya sehari-harinya petugas keamanan lalu lintas di Desa Tembung sekaligus pedagang rokok. Namun, beliau dapat memberikan informasi yang dibutuhkan mengenai keadaan Desa Tembung dari dahulu hingga sekarang.

Sejak lahir, Bapak Fahrizal sudah tinggal di Desa Tembung. Hal ini dikarenakan orang tuanya sejak dulu dan secara turun temurun telah menetap di desa ini dan bekerja sebagai petani dan penggalas buah yang dikarenakan pada masa itu, sebagian besar lahan yang ada di desa masih terdiri dari hutan dan lahan pertanian serta penduduknya masih sangat sedikit. Begitu juga halnya dengan orang tuanya, pekerjaan sehari-harinya adalah petani dan penggalas buah. Namun berbeda halnya dengan Bapak Fahrizal, sebenarnya ia ingin melanjutkan


(53)

pekerjaan orang tuanya, namun dikarenakan tanah yang mereka miliki dan digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan buah telah dijual kepada orang Medan, sehingga ia kehilangan mata pencaharian utamanya dan tidak dapat lagi meneruskan usaha orang tuanya.

Kemudian ia mencoba pekerjaan baru dengan bekerja sebagai pedagang dan buruh di Kota Medan. Namun, sekarang ini beliau bekerja sebagai pedagang rokok dan petugas pengatur lalu lintas di salah satu persimpangan yang ada di Desa Tembung yang selalu mengalami kemacetan setiap harinya, baik pagi, siang, sore dan bahkan malam hari. Hal ini dikarenakan Desa Tembung telah berkembang menjadi salah satu jalur perhubungan antara desa-desa yang ada di sekitarnya dengan Kota Medan. Sehingga memungkinkan informasi-informasi baru yang dibawa oleh orang-orang yang melintasinya memberikan perubahan pada Desa Tembung ini.

Menurutnya, keadaan Desa Tembung pada saat ini dengan masa yang lalu telah mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan bertambah banyaknya jumlah penduduk yang menetap di desa ini, masyarakat yang semakin modern dan mulai banyaknya pembangunan yang terjadi.


(54)

4.2.1.2. Bapak Muhammad Zubir

Informan kedua yang berhasil diwawancarai adalah seorang Bapak yang bernama Muhammad Zubir. Pekerjaannya adalah seorang wirausaha dan telah berusia 42 tahun. Bapak ini juga telah lama tinggal di Desa Tembung, juga sejak saat ia lahir. Sejak kecil ia bekerja sebagai penggalas buah membantu orang tuanya. Mereka hanya memiliki sedikit lahan perkebunan untuk diusahakan sebagai penopang ekonomi. Dikarenakan kebutuhan sosial dan ekonomi yang mulai meningkat, maka beliau memutuskan untuk mencari pekerjaan ke Kota Medan. Sepulangnya dari sana, setelah memiliki cukup modal, ia pun mendirikan sebuah warung yang kemudian dikelolanya.

Menurutnya, dahulu penduduk desa masih sangat sedikit dan budaya desa pada masa itu masih sangat tradisional serta nilai-nilai kekeluargaan yang masih dipegang teguh, berbeda dengan sekarang ini, penduduk mulai padat, budaya masyarakat Desa Tembung menurutnya sudah mulai modern dan nilai kekeluargaan di masyarakat mulai kurang dihargai oleh sebagian masyarakat. Dan sekarang ini hampir semua penduduk desa yang sudah meninggalkan pekerjaannya sebagai petani dan penggalas buah, mereka sudah beralih pekerjaan menjadi buruh, pekerja, dan pedagang dengan harapan memperoleh penghasilan yang lebih besar dari hanya sekedar menjadi petani dan penggalas buah.


(55)

4.2.1.3 Bapak Zulfikar

Informan ketiga yang diwawancarai adalah Bapak Zulfikar. Beliau telah berusia 35 tahun dan juga telah lama berdomisili di Desa Tembung, sekitar 18 tahun yang lalu. Beliau ini menganut agama Islam dan telah menikah. Saat ini, Bapak Zulfikar bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Kota Medan. Ia memutuskan bekerja di Kota Medan dikarenakan pada saat itu mata pencaharian yang ada di Desa Tembung hanyalah bertani dan menggalas buah, sementara, ia tidak memiliki lahan untuk diolah. Selain itu, ia telah memiliki modal pendidikan yang cukup untuk bekerja di kota.

Mengenai perubahan yang terjadi di Desa Tembung, menurutnya, saat ini telah terjadi banyak perubahan di Desa Tembung, dimulai dari banyaknya orang yang pindah ke desa ini dan hampir sebagian besar penduduknya bekerja di Medan dan budaya desa yang telah berubah menjadi lebih modern karena mendapatkan pengaruh dari budaya yang ada di Kota Medan.

4.2.1.4 Ibu Misnah

Informan keempat yang diwawancarai adalah Ibu Misnah. Ibu Misnah beragama Islam dan telah menetap di Desa Tembung sekitar 25 tahun yang lalu bersama suaminya yang pindah ke Desa Tembung. Mereka pindah ke Desa Tembung dari Aceh dikarenakan suaminya dipindahkan tugas ke Medan dan mereka menetap di Desa Tembung. Namun beberapa tahun lalu, suaminya meninggal dan sekarang bekerja sebagai pedagang yang meneruskan usaha kedai suaminya. Menurut Ibu Misnah, pada saat ia pindah pertama kali di Desa Tembung, desa ini masih sangat sepi dan penduduknya masih sangat sedikit.


(56)

Masyarakat desa sebagian besar bekerja sebagai petani dan penggalas buah. Namun pada sekarang ini, orang-orang desa sudah banyak yang bekerja di Medan dan masyarakat desa sudah mulai modern. Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya penduduk Kota Medan yang pindah ke desa dan membawa informasi-informasi baru yang mempengaruhi masyarakat desa.

4.2.1.5 Ibu Halimah Harahap

Informan kelima yang diwawancarai adalah Ibu Halimah Harahap. Ibu ini telah berusia 36 tahun dan beragama Islam. Ia tinggal bersama suaminya dan ikut membantu suaminya berjualan. Ibu ini pindah ke Desa Tembung pertama kali ikut bersama orang tuanya sekitar 21 tahun yang lalu dan akhirnya menikah dengan warga Tembung juga. Menurutnya, pada saat pertama kali ia pindah ke desa ini, penduduknya masih sangat sedikit dan ia bekerja membantu orang tuanya menggalas buah. Namun lama kelamaan banyak juga penduduk dari Desa Tembung maupun desa sekitarnya yang mulai bekerja di Kota Medan sebagai buruh pabrik dan pekerja, begitu juga halnya dengan Ibu Halimah. Mereka masih menggunakan sepeda jonder (sepeda janda) sebagai alat transportasinya, sehingga Desa Tembung pun terkenal pada saat itu dengan banyaknya jumlah orang yang berbondong-bondong bekerja ke Kota Medan dengan menaiki sepeda jonder. Berbeda halnya dengan sekarang ini, menurut Ibu Halimah, ciri khas tersebut sudah mulai hilang. Penduduk desa sudah tidak mau lagi menggunakan sepeda jonder sebagai alat transportasi, mereka lebih memilih menggunakan sepeda motor (kereta) sebagai alat transportasi daripada sepeda jonder dikarenakan lebih hemat tenaga, waktu dan memperluas daya jelajah.


(57)

4.2.2. Informan Biasa (Masyarakat Desa Tembung yang terkena dampak perubahan)

4.2.2.1. Bapak Muhammad Rivai

Bapak Muhammad Rivai adalah seorang lelaki yang juga tinggal di Desa Tembung. Ia menetap di Desa Tembung sejak tahun 1983. Menurutnya, Desa Tembung telah banyak mengalami perubahan. Sangat jauh berbeda dari pertama kali ia berada di Desa Tembung ini. Desa Tembung yang dulunya sepi sekarang sudah mulai ramai dan dipadati dengan rumah-rumah penduduk dan ruko-ruko. Ciri tradisional desa yang sebenarnya sudah hampir hilang. Hal ini dikarenakan masuknya budaya-budaya baru yang berasal dari kota yang lebih modern.

“…ciri-ciri desa sudah mulai pudar, orang-orang desa sekarang lebih modern, karena mau mengikuti perubahan zaman yang terjadi..” (Hasil wawancara Bulan Mei 2011)

4.2.2.2. Bapak Nuryadi

Beliau pindah ke Desa Tembung sekitar 10 tahun yang lalu. Dan sebelumnya, beliau tinggal di Kota Medan. Alasan yang utama mengapa ia pindah dikarenakan keinginan untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih nyaman daripada di Kota Medan dan ia menganggap Desa Tembung dapat dijadikan solusi. Namun, perkiraannya ternyata salah, beberapa tahun belakangan ini Desa Tembung semakin padat dan bising. Dan ia menganggap kalau Desa Tembung sudah tidak lagi dapat dikatakan sebuah desa, melainkan kota.


(58)

“… dulu pas pertama pindah ke desa ini, suasananya masih nyaman, namun beberapa tahun belakangan ini mulai tak nyaman lagi…” (Hasil wawancara Bulan Mei 2011)

4.2.2.3. Bapak Alvero

Bapak Alvero pindah ke Desa Tembung sekitar 16 tahun yang lalu. Sebelumnya ia tinggal di Kota Medan dan pindah ke Desa Tembung dengan alasan untuk membuka usaha baru dengan harapan ia akan mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal daripada di kota. Menurutnya, hal ini dikarenakan mulai banyaknya penduduk Kota Medan yang mulai pindah ke sana. Pada saat ia pindah dari Medan ke Desa Tembung, perubahan desa sudah mulai kelihatan. Seperti adanya perbaikan jalan, pembangunan pemukiman penduduk dan masyarakat yang sudah cukup modern. Namun, pada saat sekarang ini, Desa Tembung semakin berkembang lagi.

“…saya pindah ke desa ini untuk buka usaha baru, karena saya anggap desa ini menjanjikan keuntungan, namun dulu desa belum seramai ini, sangat berbeda dengan sekarang…”(Hasil wawancara Bulan Mei 2011)


(59)

4.3. Analisa Data

4.3.1. Keadaan di Desa TembungMasa Lalu

4.3.1.1. Desa Tembung Pada Masa Lalu

Desa Tembung ini dulunya merupakan suatu perkampungan kecil dan sepi yang dipenuhi sawah, perkebunan dan hutan. Jumlah penduduknya masih sedikit dan mayoritas penduduknya adalah etnis Jawa dan Melayu. Rumah-rumah penduduk pun masih berjauhan satu dengan yang lainnya dan bentuk rumahnya masih berbentuk rumah panggung ataupun dari tepas.

Dari hasil wawancara dengan informan, masyarakat Desa Tembung dulunya masih berciri agraris dan menggantungkan hidupnya dengan menggalas buah, menanam padi, beternak, dan memancing ikan di sungai yang hasilnya digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jalan lintas yang tersedia dulunya pun juga masih jalan setapak, berbatu, dan tidak beraspal. Sementara di kanan dan kiri jalan masih ditumbuhi ilalang. Pada saat hujan, jalan tanah akan berlumpur dan bila matahari sedang terik, maka panas tanah dapat melepuhkan telapak kaki. Malam harinya kampung menjadi sepi dan gelap, dikarenakan pada masa itu belum ada listrik dan alat bantu penerangannya hanya obor atau lampu semprong. Seperti beberapa kutipan dari informan berikut:

“Desa Tembung dulu itu tidak kayak sekarang ini, masih sepi dan gelap, apalagi kalau malam, masih banyak hutan, rumah masih jarang-jarang, jalannya pun jalan setapak” (Ibu Halimah Harahap)

“Kalau untuk makan sehari-hari ya dari hasil kebun dan sawah yang diolah sendiri seperti nanam padi, menggalas buah” (Bapak Zulfikar)


(60)

Masyarakat yang dulunya pertama kali tinggal di sini terdiri dari beberapa kepala keluarga yang masih memiliki hubungan saudara dengan yang lainnya. Mereka mengajak anggota keluarga dan sanak saudaranya untuk membuka lahan pemukiman dan pertanian yang baru karena masih banyaknya lahan kosong dan harga tanah yang murah. Lama kelamaan jumlah penduduk bertambah bertambah lagi dengan masuknya penduduk yang juga berasal dari luar untuk menetap di kampung ini.

4.3.1.2. Awal Terbentuknya Desa Tembung

Kebutuhan manusia bukan hanya kebutuhan primer saja, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, namun manusia pasti akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan sosialnya sebagai seorang manusia yang tidak bisa mereka penuhi sendiri dan memerlukan pertolongan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya yang lain.

Agar dapat memenuhi kebutuhan mereka yang belum tercapai, masyarakat desa berinisiatif untuk membuka sebuah tempat yang digunakan untuk berjualan yang dinamakan “pekan”. Pekan di sini adalah sebuah pasar kecil yang didirikan pada sebuah bangunan seperti rumah yang cukup besar namun tidak memiliki dinding-dinding yang menutupinya. Seperti yang dikutip dari hasil wawancara dengan para informan, dulunya Desa Tembung merupakan suatu pekan atau pasar kecil yang dijadikan lokasi jual beli yang dinamakan Pekan Rabu, karena Pekan ini hanya buka setiap hari Rabu saja. Di pekan ini dijual hasil-hasil tani dan kebun serta barang-barang kebutuhan lain. Selain warga Desa Tembung yang berjual beli di pekan ini, ada juga pedagang dan pembeli lain yang berasal dari luar desa,


(61)

seperti dari Medan dan daerah lainnya. Akibatnya, terjadi interaksi baru dengan penduduk luar desa sehingga terjadilah pertukaran informasi antara masyarakat Desa Tembung dengan masyarakat lain yang berada pada pekan tersebut. Sehingga masing-masing memiliki informasi-informasi baru yang belum mereka ketahui dan pemenuhan kebutuhan hidup yang lainnya, walaupun kebutuhan belum sepenuhnya tercapai karena adanya Pekan Rabu ini.

Berikut beberapa kutipan wawancara dengan informan:

“Desa Tembung ini sebelumnya adalah Pekan Rabu, karena Pekannya cuma ada pas hari Rabu, di situ lah tempat orang jualan dulunya” (Ibu Misnah)

“Desa Tembung waktu itu masih sepi kali, tapi karena dibuka pekan, desa ini mulai ramai” (Bapak Muhammad Zubir)

Dengan adanya Pekan ini, lokasi ini yang dulunya sebuah kampong berangsur-angsur berkembang menjadi sebuah desa akibat adanya interaksi sosial dengan masyarakat lain dan pertukaran informasi yang terjadi. Selain itu, akibat pertukaran informasi yang dilakukan antara penduduk Desa Tembung dengan penduduk luar membuat ketertarikan mereka untuk pindah ke desa ini. Faktor-faktor penariknya seperti masih banyaknya lahan kosong di desa, penduduk masih sedikit, harga tanah yang relatif murah, serta suasana desa yang nyaman. Apalagi pada masa itu, Desa Tembung telah menjadi lokasi perdagangan akibat adanya Pekan Rabu tersebut yang mungkin dapat lebih memberikan keuntungan pada masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Meskipun jumlah penduduk desa mulai bertambah dan seiring bertambahnya informasi serta wawasan masyarakat, hal ini belum memberikan


(62)

dampak yang signifikan terhadap kemajuan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Desa Tembung yang mungkin dipengaruhi belum terlalu berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa itu. Namun, pada beberapa tahun belakangan ini, Desa Tembung mulai banyak mengalami perubahan baik pada sendi sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya akibat semakin banyaknya inovasi dan informasi menguntungkan yang masuk ke desa yang disebabkan penduduk Kota Medan yang pindah ke desa ini dan inisiatif dari masyarakat desa itu sendiri yang berawal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini dan sangat berpengaruh pada perkembangan desa.

4.3.2. Latar Belakang Terjadinya Perubahan Sosial di Desa Tembung

4.3.2.1. Faktor internal dan eksternal

Ketidakmampuan lagi suatu struktur sosial dan ekonomi yang ada di desa dalam memenuhi kebutuhan anggota masyarakatnya lagi dan keharusan mengikuti perkembangan zaman serta masuknya inovasi dan informasi baru menyebabkan terjadinya suatu perubahan sosial pada masyarakatnya khusunya masyarakat Desa Tembung.

Perubahan sosial ini terjadi karena adanya faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi individu dan struktur yang ada dalam masyarakat tersebut. Perubahan yang terjadi yang berasal dari masyarakat itu sendiri (internal) seperti ditemukannya suatu ide dan inovasi baru, bertambahnya jumlah penduduk dan terjadinya konflik berat yang menyebabkan berubahnya prilaku sosial individu dan sistem yang ada pada masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, perubahan juga dapat terjadi karena pengaruh yang berasal dari luar masyarakat yang


(63)

disebabkan seringnya melakukan kontak dengan masyarakat yang memiliki kebudayaan berbeda. Kedua hal ini dapat dilihat pada masyarakat Desa Tembung dimana perubahan yang terjadi dipengaruhi 2 faktor tersebut. Seperti munculnya ide-ide baru untuk bekerja di luar desa dan budaya desa yang dulunya masih tradisional mulai berubah menjadi lebih modern.

Hal ini tersirat pada hasil wawancara dengan informan atas pertanyaan berasal darimana perubahan yang terjadi di Desa Tembung:

Perubahan di sini karena orang Desa Tembung itu sendiri dan orang Medan yang pindah ke desa ini (Bapak Fahrizal Lubis)

Orang desa dan orang Medan sama-sama bikin desa ini berubah (Bapak Muhammad Zubir)

Ada dari insiatif masyarakat Desa Tembung dan ada yang dari luar (Bapak Muhammad Rivai)

Pada masyarakat Desa Tembung, perubahan sosial terjadi disebabkan oleh masyarakat Desa Tembung itu sendiri dan pengaruh budaya kota dari Kota Medan. Munculnya ide untuk bekerja di luar desa karena didukung keinginan anggota masyarakat Desa Tembung untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan selanjutnya dapat menaikkan status sosial mereka di dalam masyarakat, pengembangan diri serta meningkatkan pemahaman terhadap budaya yang modern. Dengan demikian mulai terjadi perubahan orientasi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Desa Tembung. Selain itu, perpindahan penduduk Kota Medan ke Desa Tembung juga berperan dalam perubahan sosial akibat masuknya budaya kota yang modern, informasi dan inovasi baru yang lebih menarik yang


(64)

mereka perkenalkan kepada penduduk desa. Namun, masuknya budaya serta inovasi dan informasi baru ini juga disebabkan penduduk Desa Tembung yang bekerja di kota kembali lagi ke desanya yang juga ikut memperkenalkan pada masyarakat Desa Tembung. Dan membuat masyarakat desa cenderung meniru atau proses imitasi yang menyebabkan perubahan terhadap individu yang lain dan struktur sosial, ekonomi dan budaya yang Desa Tembung ini.

4.3.2.2 Faktor Lain yang Mempengaruhi

Menurut para informan, faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi sama-sama memberikan kontribusi sehingga terciptanya suatu perubahan sosial di Desa Tembung. Namun, ada faktor lain yang mempengaruhi sehingga perubahan sosial lebih cepat terjadi di Desa Tembung. Hal ini dikarenakan Desa Tembung terletak pada jalur transportasi yang menghubungkan langsung antara desa-desa di sekitarnya dengan Kota Medan. Sehingga, inovasi dan informasi terlebih dahulu menyentuh Desa Tembung ini dibandingkan dengan desa lain disekitarnya.

Apalagi kemajuan teknologi dan kemudahan sarana dan prasarana transportasi saat ini memudahkan terjadinya interaksi dan komunikasi penduduk. Dapat dilihat melalui banyaknya jumlah angkutan umum kota yang melintasi Desa Tembung ini dan prasarana jalan raya yang mulai dibangun dan diperbaiki.


(65)

4.3.2.3. Sikap Terbuka Terhadap Perubahan Sosial

Indonesia merupakan bangsa yang terbuka terhadap pengaruh kebudayaan yang berasal dari luar. Hal ini dapat dilihat sejak zaman dahulu dengan berbagai kebudayaan Indonesia yang mengalami proses perpaduan dengan kebudayaan yang berasal dari Cina, Eropa dan Arab. Sebuah masyarakat yang terbuka bagi hubungan-hubungan dengan orang yang beraneka ragam kebudayaannya, cenderung menghasilkan warga masyarakat yang bersikap terbuka terhadap unsur-unsur kebudayaan asing. Sikap mudah menerima kebudayaan asing lebih-lebih lagi nampak menonjol kalau masyarakat tersebut menekankan pada ide bahwa kemajuan dapat dicapai dengan adanya sesuatu yang baru, yaitu baik yang datang dan berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, maupun yang berasal dari luar. Sejauh apakah perubahan tersebut memiliki pengaruh yang positif dan negatif, tergantung dari bagaimana sikap individu menyikapi perubahan tersebut.

Salah satunya penyebab mengapa Desa Tembung dapat menerima perubahan sosial yang terjadi dikarenakan masyarakat Desa Tembung sudah memiliki keinginan untuk maju dan memiliki pola pikir yang lebih maju dibandingkan dengan dahulu karena pola-pola hidup yang lama sudah tidak lagi dapat memberikan pengaruh positif terhadap masyarakatnya. Sehingga struktur sosial dan masyarakat desa lebih bersikap terbuka terhadap ide, inovasi dan informasi baru yang dapat memberikan perubahan pada desa.

Sikap terbuka yang ditunjukkan adalah membuka diri terhadap pengaruh perubahan itu dan mencermatinya, apakah dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sosial, ekonomi dan budayanya sehingga dapat menggantikan kondisi


(66)

yang lama. Namun tetap tidak meninggalkan ide lama seutuhnya yang mungkin masih tetap dapat memberi kontribusi positif bagi mereka. Dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan berikut:

Masyarakat Desa Tembung ini terbuka aja nya karena mereka mungkin memang mau menaikkan taraf hidupnya dan coba hal-hal yang baru (Bapak Muhammad Rivai)

Setiap orang pasti mau hidupnya maju, mau tidak mau ya harus ikut arus lah (Bapak Fahrizal Lubis)

Berdasarkan hasil wawancara, informan menyebutkan hampir tidak ada yang menutup diri terhadap perubahan yang terjadi dikarenakan keinginan untuk meningkatkan kehidupan mereka dan mencoba hal-hal baru yang mungkin dapat merubah hidup mereka ke arah yang lebih baik.


(67)

4.3.3. Ide dan Inovasi yang di Adopsi

4.3.3.1 Bentuk Ide dan Inovasi Baru yang Diadopsi

Di era kemajuan pengetahuan dan teknologi saat ini, penciptaan inovasi bukan lagi suatu yang langka. Hampir setiap saat muncul penemuan-penemuan baru. Apa yang di maksud baru di sini tidaklah selalu yang bersifat mutakhir. Inovasi ini dapat berupa gagasan, tindakan, atau peralatan baru yang dianggap baru oleh seseorang yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh inovasi yang lama. Inovasi merupakan salah satu faktor pelancar terjadinya suatu perubahan sosial, yang merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Dan dari pengadopsian ataupun penolakan terhadap inovasi tersebut menghasilkan suatu konsekuensi.

Pengadopsian yang dilakukan masyarakat Desa Tembung terhadap adanya ide, inovasi dan informasi baru karena adanya motivasi untuk mencapai kebutuhan sosial ekonomi secara lebih komplit dan perkembangan budaya yang tidak lagi dapat dipenuhi oleh inovasi dan tindakan yang lama pada masa sekarang ini atau sudah kadaluarsa. Hal ini tersirat pada hasil wawancara dengan informan:


(1)

Tarigan, Robinson. 2009. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Pt. Bumi Aksara

Zeitlin, M. Irving. 1995. Memahami Kembali Sosiologi (Kritik Terhadap Teori Sosiologi Kontemporer). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Hanafi, Abdillah. 1981. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya: Usaha Nasional


(2)

Situs internet:

(diakses tanggal 30 Mei 2011, pukul 12.35)


(3)

Daftar Pertanyaan Penelitian Perubahan Desa Menjadi Kota

Profil Informan

- Nama - Usia

- Jenis Kelamin - Suku

- Agama - Pekerjaan

Daftar Pertanyaan

1. Sejak kapan bapak / ibu menetap di Desa Tembung?

2. Bagaimana dahulu keadaan Desa Tembungdan masyarakatnya? 3. Bagaimana proses terbentuknya Desa Tembung ini?

4. Apa yang bapak / ibu rasakan sejak pertama di Desa Tembung menetap hingga saat?

5. Apakah menurut bapak / ibu telah terjadi perubahan sosial di Desa Tembung ini?

6. Bagaimana derajat kecepatan perubahan yang terjadi di Desa Tembung ini?

7. Perubahan sosial yang terjadi disebabkan karena adanya ide dan inovasi baru yang diadopsi, bagaimanakah bentuk ide dan inovasi baru yang diadopsi oleh masyarakat Desa Tembung ini?

8. Darimanakah ide dan inovasi baru tersebut didapatkan, dari inisiatif masyarakat Desa Tembung itu sendiri atau dari masyarakat luar desa?


(4)

9. Bagaimanakah masyarakat mendapatkan dan mengetahui ide dan inovasi baru tersebut, apakah dari media massa atau dari interpersonal? 10.Apakah inovasi yang ditawarkan bermanfaat dan memiliki keunggulan

sehingga banyak masyarakat yang mengadopsinya?

11.Bagaimanakah tingkat kecepatan adopsi anggota masyarakat terhadap ide dan inovasi baru yang ditawarkan pada mereka?

12.Mengapa masyarakat Desa Tembung dengan mudah mengadopsi ide dan inovasi baru yang merangsang terjadinya perubahan sosial tersebut?

13.Adanya inovasi baru ini menyebabkan terjadinya perubahan sosial pada masyarakat Desa Tembung, dalam perubahan individu anggota masyarakat, perubahan apa sajakah yang terjadi akibat mengadopsi inovasi baru tersebut?

14.Sedangkan dalam struktur lembaga sosial dan ekonomi desa apa sajakah yang terjadi?

15.Apakah interaksi yang dilakukan dengan masyarakat luar seperti masyarakat Kota Medan berpengaruh terhadap perubahan sosial yang terjadi di Desa Tembung ini?

16.Menurut bapak / ibu apakah masyarakat Desa Tembung bersifat terbuka atau tertutup terhadap adanya ide dan inovasi baru yang berpengaruh pada perubahan-perubahan sosial yang terjadi di Desa ini?

17.Mengapa masyarakat Desa Tembung bersikap terbuka terhadap perubahan sosial yang terjadi?


(5)

18.Menurut bapak / ibu apakah ada sebagian masyarakat yang menolak ataupun menutup diri terhadap perubahan yang terjadi?

19.Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan mereka menolak perubahan sosial yang terjadi?

20.Apakah ada ide dan inovasi baru yang mereka ketahui ada yang bertentangan dengan nilai dan norma di dalam masyarakat Desa Tembung?

21.Menurut bapak Ibu apakah ada kendala yang dihadapi dalam proses perubahan yang terjadi di Desa Tembung ini?


(6)