Analisis Cost Volume Profit Sebagai Alat Perencanaan Laba Pada PT. Ecogreen Olechemicals Medan

(1)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN AKUNTANSI PROGRAM S1 EKSTENSI

SKRIPSI

ANALISIS COST VOLUME PROFIT SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN

Oleh :

NAMA : FISKA M SIPAYUNG

NIM : 050522055

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2008


(2)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……… i

KATA PENGANTAR ……….. ii

ABSTRAK ………. iv

ABSTRACT ……….. v

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah ………. .. 1

B. Perumusan Masalah ……… 3

C. Tujuan Penelitian ……… 3

D. Manfaat Penelitian ……….. 4

E. Kerangka Konseptual ……….. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Biaya ………. 6

1. Biaya Variabel ……….. 6

2. Biaya Tetap ………... 8


(3)

B. Analisis Cost Volume Profit ………..18

1. Pengertian Analisis Cost Volume Profit ………..18

2. Metode Analisis Cost Volume Profit ………...20

C. Perencanaan Laba ……….30

D. Analisis Cost Volume Profit Sebagai Alat Perencanaan Laba ………..31

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian ……….34

B. Data Penelitian ……….34

C. Teknik Pengumpulan Data ………...35

D. Metode Analisis Data ………...35

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian 1. Gambaran Umum Perusahaan ……….36

2. Analisis Cost Volume Profit di Perusahaan ……….44

3. Perencanaan Laba Perusahaan ……….47

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Cost Volume Profit ………..49

2. Analisis Perencanaan Laba ………..……….50


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 53

B. Saran ……… 54

DAFTAR PUSTAKA ……… 55


(5)

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN

2.1 Biaya Variabel 7

2.2 Biaya Tetap 9

2.3 Data Operasi Mesin dan Biaya Pemeliharaan Mesin

Selama 1 Semester 12

2.4 Perhitungan Biaya dengan menggunakan Metode Regresi

Kuadrat Terkecil 16

4.1 Laporan Laba Rugi PT.Ecogreen Oleochemicals Medan

tahun 2005 40

4.2 Laporan Harga Pokok Produksi PT.Ecogreen Oleochemicals

Medan tahun 2005 41

4.3 Klasifikasi Biaya PT.Ecogreen Oleochemicals Medan

Tahun 2005 42

4.4 Pemisahan Biaya Variabel 43


(6)

DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN

2.1 Grafik Biaya Variabel 8

2.2 Grafik Biaya Tetap 10

2.3 Grafik Biaya Semivariabel 15

2.4 Grafik Cost Volume Profit 21

4.1 Grafik Cost Volume Profit PT. Ecogreen Oleochemicals


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses globalisasi serta dunia perdagangan yang semakin luas dan terbuka saat ini mengakibatkan persaingan yang sangat ketat dalam dunia bisnis. Para pelaku bisnis dituntut untuk dapat berjuang keras dengan strategi yang tepat agar dapat tetap eksis dalam persaingan. Situasi perekonomian di Indonesia saat ini yang banyak mengalami perubahan seringkali mempengaruhi kemampuan suatu badan usaha dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Perusahaan tidak hanya dituntut untuk dapat bertahan dibidangnya, tetapi juga harus tetap memperoleh laba semaksimal mungkin. Tujuan utama dari suatu kegiatan usaha atau bisnis adalah memperoleh laba. Bagaimana memperoleh laba yang maksimal adalah tergantung dari cara yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan seefektif dan seefisien mungkin.

Solusi yang dilakukan dalam mengatasi hal tersebut adalah perusahaan harus membuat suatu perencanaan laba. Perencanaan laba yang dibuat oleh perusahaan harus dapat dicari kombinasi yang tepat antara unsur-unsur pembentuk laba tersebut disertai dengan perhitungan yang akurat. Perencanaan laba yang dibuat perusahaan berhubungan dengan biaya, volume penjualan dan harga jual.

Sebuah manajemen yang baik adalah ketika bisa mengetahui bagaimana siklus kegiatan usahanya dalam satu periode tersebut sudah berjalan baik atau belum. Maksudnya adalah apakah dengan tingkat laba yang diperoleh selama ini sudah maksimal atau malah sebaliknya tanpa disadari telah melakukan suatu


(9)

kesalahan dimana biaya yang dikeluarkan terlalu besar meskipun laba tetap diperoleh. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu analisa terhadap volume penjualan, harga jual dan biaya produksi agar semuanya dapat diperoleh dan dikeluarkan seefisien mungkin.

Analisis Cost Volume Profit (CVP analysis) adalah salah satu dari beberapa alat yang berguna bagi manajemen dalam memberikan perintah, karena dapat membantu dalam menyusun sebuah perencanaan laba dalam menyelesaikan masalah bisnis. Analisis Cost Volume Profit berperan sebagai alat perencanaan laba yaitu dalam perencanaan laba jangka pendek dan juga membantu mengidentifikasikan data yang relevan untuk menentukan titik impas, margin kontribusi untuk suatu segmen penjualan dan total laba dari volume tertentu. Analisis Cost Volume Profit dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi cakupan dan besarnya kesulitan ekonomi yang dihadapi suatu divisi dan membantu mencari pemecahannya. Analisis Cost Volume Profit menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang dijual dan harga, maka semua informasi keuangan perusahaan terkandung didalamnya.

Contoh yang dapat kita lihat dalam kegiatan perusahaan misalnya dalam satu periode PT.ABC mengeluarkan biaya iklan sebesar Rp.5.000.000 dan penjualan yang dapat diperoleh sebesar Rp.20.000.000, dengan jumlah unit yang terjual sebanyak 20.000 unit dan harga per unit Rp.1000. Kemudian dibuat suatu perencanaan untuk periode berikutnya akan ditargetkan penjualan sebanyak 30.000 unit dan harga jual diturunkan menjadi Rp.800/unit, tetapi biaya iklan akan dinaikkan menjadi Rp.8.000.000. Manajemen perusahaan harus bisa menganalisis


(10)

dan membuat keputusan apakah perencanaan ini akan menjadi efektif dalam meningkatkan laba.

B. Perumusan Masalah

Analisis Cost Volume Profit berhubungan dalam menganalisa harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba sehingga membantu pihak manajemen, maka dari penelitian ini dibuat perumusan masalah:

1. Berapakah volume penjualan produk fatty alcohol yang harus diperoleh agar memperoleh target laba yang diinginkan?

2. Berapakah harga jual produk fatty alcohol yang harus ditetapkan agar memperoleh laba yang diinginkan?

3. Berapakah biaya produksi per unit produk fatty alcohol yang harus dikeluarkan agar memperolah laba maksimal?

Analisis yang dilakukan dibuat berdasarkan data Laporan Laba/Rugi perusahaan untuk tahun 2005.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui berapa volume penjualan, harga jual dan biaya produksi per unit produk fatty alcohol yang harus dikeluarkan agar dapat tercapai target laba yang diinginkan perusahaan.


(11)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis, manambah wawasan tentang Analisis Cost Volume Profit secara teori dan mengaplikasikannya terhadap data-data yang diperoleh perusahaan yaitu dengan menghitung dan menganalisisnya.

2. Bagi perusahaan, bila memungkinkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak manajemen dalam mengambil keputusan terhadap perencanaan keuangannya.

3. Bagi pihak luar, sebagai bahan informasi tambahan dan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin membuat skipsi yang berkaitan dengan judul ini.

E. Kerangka Konseptual

PT.ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN

ANALISIS

COST – VOLUME - PROFIT LAPORAN KEUANGAN

PT.ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN (LAPORAN LABA RUGI TAHUN 2005)

Volume Penjualan Produk Fatty alcohol Harga Jual Produk

Fatty alcohol

PERENCANAAN LABA PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS

MEDAN

Biaya Produksi Produk Fatty alcohol


(12)

Uraian Kerangka Konseptual:

Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian. Analisis Cost Volume Profit adalah metode dasar untuk menganalisis bagimana hubungan antara 3 faktor yaitu harga jual, volume penjualan dan biaya produksi. Ketiga faktor tersebut hanya dapat diperoleh dari salah satu laporan keuangan perusahaan yaitu laporan laba/rugi. Laporan laba/rugi yang dibutuhkan dalam analisis cost volume profit adalah laporan laba/rugi intern yaitu laporan laba rugi kontribusi dimana terlihat pemisahan antara biaya variabel dan biaya tetap. Analisis Cost Volume Profit sebagai alat dalam perencanaan laba dan menggunakan metode analisis titik impas (break even point), analisis target laba, margin keamanan (safety margin), margin

kontribusi (contribution margin), operating leverage dan bauran penjualan.. Dari data tersebut dapat diperoleh jawaban-jawaban yang dibutuhkan oleh pihak manajemen perusahaan yang berkaitan dengan analisis biaya yang dikeluarkan perusahaan, jumlah unit yang ditargetkan untuk dapat terjual dan laba yang diinginkan. Dari semua pengolahan data tersebut maka dapat dibuat sebuah perencanaan laba.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Biaya

Menurut Hansen, Mowen (2006:40) “biaya adalah kas atau nilai ekuivelen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang/jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa mendatang bagi organisasi”. Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi yaitu organisasi bisnis, non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa. Umumnya berbagai macam biaya yang terjadi dan klasifikasi biaya tergantung pada tipe organisasinya.

Salah satu tujuan klasifikasi biaya adalah memprediksi perilaku biaya untuk merespon perubahan aktivitas. Perilaku biaya berarti bagaimana biaya akan bereaksi atau merespon perubahan aktivitas bisnis. Bila aktivitas bisnis meningkat atau surut, biaya tertentu mungkin akan ikut naik atau turun atau mungkin juga tetap. Untuk tujuan perencanaan, manejer harus dapat mengantisipasi apakah yang akan terjadi, jika biaya mengalami perubahan yaitu sejauh mana perubahannya. Klasifikasi biaya berdasarkan tujuan ini terbagi atas biaya variabel, biaya tetap dan biaya semivariabel.

1. Biaya Variabel (Variable Cost)

Menurut Garrison, Noreen, Brewer (2006:257) “biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah secara proporsional terhadap perubahan tingkat aktivitas”. Perilaku biaya variabel adalah secara total akan bertambah dan berkurang secara proporsional terhadap perubahan tingkat aktivitas, sedangkan


(14)

secara per unit biaya variabel akan selalu konstan untuk per unit. Jika tingkat aktivitas naik dua kali lipat, maka total biaya variabel juga akan naik dua kali lipat. Jika tingkat akitivitas naik 10%, maka total biaya variabel juga akan naik sebesar 10%.

Contoh biaya variabel dari perusahaan pabrikan adalah bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Sementara pada perusahaan dagang contoh dari biaya variabel adalah komisi penjualan dan biaya pokok barang dagangan yang dijual. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, unit yang dijual, jarak kilometer yang dituju, jumlah tempat tidur yang digunakan, jam kerja, dan sebagainya. Contoh yang bagus untuk menggambarkan biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung.

Sebagai ilustrasi misalnya PT.ABC untuk memproduksi 10.000 unit sabun menggunakan bahan baku 100 kg dengan biaya bahan Rp.10.000/kg. Maka perubahan biaya bahan baku dengan kuantitas produksi berubah-ubah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Daftar Biaya Variabel

unit yang diproduksi total biaya bahan baku

Biaya bahan baku per unit

10.000 Rp 1,000,000 Rp 10,000

15.000 Rp 1,500,000 Rp 10,000

20.000 Rp 2,000,000 Rp 10,000

30.000 Rp 3,000,000 Rp 10,000

40.000 Rp 4,500,000 Rp 10,000


(15)

0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000

10 15 20 30 45

jumlah unit yang diproduks i (dlm ribuan unit)

b iay a v ar iab e l (d lm r ib u a n r u p ia h ) Gambar 2.1 Grafik Biaya Variabel

Sumber : diolah Penulis, 2008

2. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Menurut Hansen, Mowen (2004:35) “biaya tetap adalah biaya yang dalam jumlah total tetap konstan dalam rentang yang relevan ketika tingkat output berubah”. Perilaku biaya tetap secara total adalah total biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan tingkat aktivitas dalam rentang yang relevan, sedangkan secara per unit biaya tetap per unit akan berkurang apabila jumlah unit yang dihasilkan bertambah. Rentang yang relevan adalah rentang output dimana asumsi hubungan biaya/output berlaku.

Berapapun unit yang diproduksi, perusahaan akan mengeluarkan biaya tetap. Besarnya biaya tetap adalah konstan untuk satu periode, maka kurva biaya


(16)

tetap berupa garis mendatar memiliki kemiringan atau gradien nol. Sangat sedikit biaya yang benar-benar tetap. Biaya tetap dapat menimbulkan kesulitan apabila harus menyatakannya dalam biaya per unit. Hal ini terjadi karena bila biaya tetap diperhitungkan per unit produk, akan terjadi kondisi yang berbalikan dengan perubahan aktivitas.

Contoh biaya tetap meliputi depresiasi dengan metode garis lurus, asuransi, pajak property, sewa, gaji supervisor, gaji pegawai administrasi dan iklan. Sewa adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan biaya tetap. Misalnya: PT.ABC mengeluarkan biaya sewa gedung untuk pabrik selama 1 bulan adalah Rp.20.000.000. Biaya sewa sebesar Rp.20.000.000 per bulan selalu tetap tanpa dipengaruhi oleh berapa banyak produksi yang dilakukan selama 1 bulan tersebut.

Tabel 2.2 Daftar Biaya Tetap

Unit yang diproduksi Total biaya sewa Biaya sewa per unit 10.000 Rp 20.000.000 Rp 2.000 15.000 Rp 20.000.000 Rp 1333.34 20.000 Rp 20.000.000 Rp 1000 30.000 Rp 20.000.000 Rp 666.67 40.000 Rp 20.000.000 Rp 500 Sumber : diolah Penulis, 2008


(17)

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

10 20 30 40 50

jumlah unit produksi

to

ta

l b

ia

y

a

s

e

w

a

Gambar 2.2 Grafik Biaya Tetap

Sumber : diolah Penulis, 2008

3. Biaya Semivariabel (Mix Cost)

Menurut Tambunan (2000:10) “biaya semivariabel adalah biaya yang akan berubah jumlahnya apabila volume/tingkat kegiatan usaha berubah tetapi perubahan tersebut tidak dalam proporsi langsung terhadap perubahan volume kegiatan usaha tersebut“. Untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan akuntansi, biaya harus diusahakan bisa dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Biaya yang bersifat semivariabel (mix cost) harus dipindahkan kedalam kelompok yang jelas yaitu bagian yang termasuk biaya tetap dan bagian yang masuk biaya variabel. Walaupun seringkali tidak sepenuhnya tetap, namun pemisahan biaya kedalam kedua kelompok tersebut akan sangat membantu manajemen untuk mengendalikannya.


(18)

Ada beberapa metode pemisahan biaya yang bisa diterapkan oleh manajemen, yaitu:

a. Metode Tinggi Rendah (High Low Method) b. Metode Scattergraph (Scattergraph Method)

c. Metode Regresi Kuadrat Terkecil (Least Squares Regression) d. Metode Biaya Berjaga (Stand by Cost Method)

a. Metode Tinggi Rendah (High Low Method)

Analisis biaya semivariabel dengan menggunakan metode titik tertinggi dan terendah (high low method) dimulai dengan mengidentifikasikan periode dengan tingkat aktivitas yang paling rendah dan yang paling tinggi. Perbedaan biaya pada kedua periode tersebut dibagi dengan perubahan aktivitas antara periode ekstrim tersebut untuk memperkirakan biaya variabel per unit aktivitas. Untuk menganalisis biaya semivariabel dengan metode tinggi rendah, langkah pertama adalah mengidentifikasikan aktivitas tertinggi dan terendah.

Y2 – Y1 Biaya Variabel = kemiringan garis =

X2 – X1

biaya aktivitas tertinggi - biaya aktivitas terendah biaya variabel =

aktivitas tinggi - aktivitas rendah perubahan aktivitas biaya

biaya variabel =

perubahan aktivitas

elemen biaya tetap = Total biaya - elemen biaya variabel

Persamaan biaya yang dihasilkan adalah = Y = a + bX


(19)

a = biaya tetap per periode b = biaya variabel per unit

X = kapasitas yang diharapkan akan dijalankan

Contoh : PT.Anugrah mempunyai data operasi mesin dan biaya pemeliharaannya selama satu semester yang terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.3

Data operasi mesin dan biaya pemeliharaan mesin selama 1 semester

Bulan Jam kerja Mesin Total biaya pemeliharaan

Januari 550 Rp 149,000

Februari 700 Rp 170,000

Maret 500 Rp 140,000

April 800 Rp 200,000

Mei 750 Rp 192,000

Juni 650 Rp 164,000

Sumber: Machfoedz (2000:260)

Dari Tabel 2.3 bisa ditentukan jenjang tertinggi dan terendah sebagai sampel untuk perhitungan pemisahan biaya. Biaya dan operasi tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:

Jam kerja mesin

Biaya pemeliharaan Tingkat aktivitas tertinggi (April) 800 jam Rp 200,000 Tingkat aktivitas terendah (Maret) 500 jam Rp 140,000

Perubahan 300 jam Rp 60,000

Biaya Variabel = Rp 60,000

300 jam

= Rp 200 per jam


(20)

= Rp 200,000 -Rp160,000 = Rp 40,000

Persamaan biaya yang diperoleh Y = Rp 40.000 + Rp 200 X

Kadang – kadang tinggi rendahnya tingkat aktivitas tersebut tidak sesuai dengan tinggi rendahnya biaya. Sabagai contoh periode yang memiliki tingkat aktivitas tertinggi belum tentu memiliki biaya tetinggi. Meskipun demikian, tingkat aktivitas yang tertinggi dan terendah selalu digunakan untuk menganalisis biaya semivariabel apabila menggunakan metode tinggi rendah. Alasannya adalah bahwa aktivitas menyababkan adanya biaya sehingga para analisis akan menggunakan data yang mencerminkan kemungkinan terbesar perubahan aktivitas. Metode tinggi rendah sangat sederhana dan mudah dilakukan tetapi banyak mengandung cacat karena hanya menggunakan 2 titik saja. Umumnya dua titik tidak cukup untuk menghasilkan hasil yang akurat dalam analisis biaya. Selanjutnya periode yang tidak biasanya rendah atau tinggi dapat mengakibatkan ketidakakuratan hasilnya.

Sebagai contoh jenjang terendah adalah bulan Maret dengan kegiatan 500 jam dan biaya pemeliharaan sebesar Rp 140.000. Dengan memasukkan unsur biaya kedalam persamaan, maka diperoleh jumlah biaya semivariabel:

Y = a + bX

= Rp 40.000 + Rp 200 (500 jam) = Rp 140.000

Contoh lain adalah pada bulan Mei dimana kegiatan pemeliharaan 750 jam dengan total biaya pemeliharaan Rp 192.000. Dengan menggunakan persamaan diperoleh jumlah biaya Y = Rp 40.000 + Rp 200 (750 jam) = Rp 190.000.


(21)

b. Metode Scattergraph (Scattergraph method)

Menurut Machfoedz (2000:263) “Metode Scattergraph adalah suatu metode pemisahan biaya campuran dengan menentukan hubungan tiap kelompok kegiatan dan biaya pada tingkat-tingkat kegiatan. Hubungan tersebut digambarkan dalam bentuk titik-titik yang tersebar pada bidang tertentu. Titik-titik yang digambarkan pada sb.x dan sb.y disebut scattergraph dan satu garis yang ditarik paling mendekati semua titik-titik tersebut adalah merupakan garis regresi. Garis regresi pada hakekatnya merupakan garis rata-rata dimana rata-rata biaya variabel per unit ditunjukkan oleh titik dimana sb.y dipotong oleh garis regresi itu. Dari titik-titik tersebut ditarik suatu garis lurus dan garis lurus ini dianggap sebagai garis biaya yang memisahkan antara biaya variabel dengan biaya tetap.

Berdasarkan pengamatan pada scattergraph, tampak jelas bahwa biaya pemeliharaan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah jam kerja mesin. Selanjutnya juga menunjukkan bahwa hubungan antar biaya pemeliharaan dengan jumlah jam kerja mesin mendekati hubungan yang linear. Penilaian biaya dapat dikatakan linear bila hubungan antara keduanya mendekati garis lurus.

Dari gambar tersebut ditarik kesimpulan bahwa diperoleh biaya tetap berkisar Rp 43.000 dan biaya variabel bisa dihitung (ambil contoh bulan Maret dimana kegiatan yang terjadi adalah 500 jam dan biaya pemeliharaan sebesar Rp 140.000).

Maka biaya variabelnya adalah : Y = a + bX

Rp140.000 = Rp43.000 + b (500)

500b = Rp 97.000


(22)

Metode Scattergraph menghasilkan pemisahan biaya yang lebih baik

dibanding dengan metode titik tertinggi dan terendah, namun mempunyai kelemahan yang utama yaitu penarikan garis biaya yang sangat bersifat subyektif. Artinya ada kemungkinan setiap analist biaya mempunyai garis biaya yang berbeda dari sumber data yang sama, sehingga akan menghasilkan biaya yang berbeda-beda.


(23)

c. Metode Regresi Kuadrat Terkecil (Least Squares Regession)

Menurut Garrison, Noreen, Brewer (2006:282) “Metode Regresi Kuadrat Terkecil adalah metode yang memisahkan biaya semivariabel menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel dengan menggunakan seluruh data”.

Dengan metode ini, perusahaan akan mencari kedua unsur biaya dengan persamaan sebagai berikut: Y = a + bX

Unsur-unsur biaya dapat dicari dengan persamaan : XY = a X + b X2 Y = n.a + b X

dimana Y = biaya periodik X = kegiatan periodik n = jumlah sample a = biaya tetap b = biaya variabel

Dengan menggunakan contoh pada tabel 2.3, maka bisa dicari unsur biaya tetap dan variabel pemeliharaan mesin sebagai berikut:

Tabel 2.4

Perhitungan Biaya dengan menggunakan Metode Regresi Kuadrat Terkecil

Bulan X Y X2 XY

Januari 550 149,000 302,500 81,950,000

Februari 700 170,000 490,000 119,000,000

Maret 500 140,000 250,000 70,000,000

April 800 200,000 640,000 160,000,000

Mei 750 192,000 562,500 144,000,000

Juni 650 164,000 422,500 106,600,000

Total 3,950 1,015,000 2,667,500 681,550,000


(24)

XY = a X + b X2

Rp 681.550.000 = 3950a + Rp 2.667.500b Y = n.a + b X

Rp 1.015.000 = 6a + 3950 b Mencari biaya variabel per jam:

Rp 681.550.000 = 3950a + Rp 2.667.500b (x 6)

Rp 1.015.000 = 6a + 3950 b (x 3950)

Rp 4.089.300.000 = 23.700a + Rp16.005.000 Rp 4.009.250.000 = 23.700a + Rp15.602.500 Rp 80.050.000 = 402.500b

b = Rp 199 per jam

untuk mencari biaya tetap (a) dengan interpolasi salah satu sample, sebut saja biaya bulan April Y = a + bX

Rp 200.000 = a + Rp199(800)

a = Rp200.000- Rp159.200 a = Rp40.800

maka diperoleh persamaan Y = Rp 40.800 + Rp199X

d. Metode Biaya Berjaga (Stand by Cost Method)

Metode biaya berjaga praktis digunakan untuk menaksir biaya tetap dan biaya variabel bila sebuah perusahaan menutup kegiatannya untuk sementara. Istilah biaya berjaga digunakan untuk mewakili biaya tetap yang akan terjadi selama masa transisi tersebut. Metode ini disebut biaya berjaga karena dimaksudkan untuk menghitung cadangan dana yang harus disiapkan untuk berjaga-jaga selama tenggang waktu tanpa kegiatan normal. Selisih total biaya pada saat perusahaan menjalankan kegiatan operasi komersilnya dengan biaya yang diperkirakan akan terjadi pada saat kegiatan komersil dihentikan diperhitungkan sebagai biaya variabel. Biaya variabel ini selanjutnya dapat


(25)

dibebankan kepada setiap unit produksi atau satuan aktivitas dengan cara membagikan total unit produksi atau satuan aktivitas dari total biaya variabel.

Contoh: PT. Ganda mempertimbangkan penghentian kegiatan produksinya untuk bulan ini. Pada bulan lalu volume produksinya adalah 100.000 jam mesin dengan total biaya Rp500.000.000. Apabila tidak ada produksi yang diperhitungkan maka biaya yang akan terjadi hanya sebanyak 20% saja yaitu Rp100.000.000 per bulan. Selisih antara total biaya pada saat belangsung kegiatan produksi normal dengan biaya berjaga merupakan total biaya variabel dengan perhitungan sebagai berikut:

Biaya yang dikeluarkan pada tingkat aktivitas 100.000 jam mesin Rp 500.000.000 Biaya berjaga sebagai biaya tetap Rp 100.000.000 Selisih atau total biaya variabel Rp 400.000.000

total biaya variabel biaya variabel per jam =

jumlah jam nesin

= Rp 400.000.000/100.000 jam = Rp 4000/jam Formula biaya produksi dapat dinyatakan kedalam persamaan linear:

Y = Rp 100.000.000 + 4000 X

B. Analisis Cost Volume Profit

1. Pengertian Analisis Cost Volume Profit

Pengertian Analisis Cost Volume Profit atau yang sering disebut CVP Analysis menurut Blocher (2000:308) adalah “Metode untuk menganalisis

bagaimana keputusan operasi dan keputusan pemasaran mempengaruhi laba bersih, berdasarkan pemahaman tentang hubungan antara biaya variabel, biaya tetap, harga jual per unit dan tingkat output.”


(26)

Sedangkan Analisis Cost Volume Profit menurut Garrison, Noreen, Brewer (2006:250) adalah “Suatu alat yang sangat berguna bagi manajemen untuk menjalankan fungsinya. Alat ini dapat membantu memahami hubungan antar biaya, volume dan laba organisasi dengan memfokuskan hubungan 5 elemen yaitu harga produk, volume atau tingkat aktivitas, biaya variabel, total biaya tetap dan bauran produk yang dijual.”

Analisis Cost Volume Profit dapat diterapkan dalam beberapa hal sehingga membantu manajemen dalam menjawab beberapa pertanyaan antara lain:

1. pada tingkat penjualan sejumlah tertentu akan menghasilkan laba atau rugi? 2. berapa tambahan volume penjualan dibutuhkan untuk menutup tambahan

biaya tetap akibat expansi?

3. berapa laba dari produk X jika harganya diturunkan Y rupiah?

4. berapa penjualan yang harus direalisasi untuk memperoleh laba yang diinginkan?

5. apa pengaruh penurunan volume penjualan sejunlah 25 %?

6. berapa penjualan minimal yang harus diperoleh supaya perusahaan bisa mempertahankan hidupnya?

Menurut Hansen, Mowen (2004 : 446) Analisis Cost Volume Profit didasarkan pada beberapa asumsi yaitu :

1. harga jual adalah konstan, harga produk atau jasa tidak berubah ketika volume berubah

2. biaya adalah linear dan dapat secara akurat dibagi menjadi elemen variable dan tetap. Elemen variable adalah konstan per unit dan elemen tetap konstan secara total dalam rentang yang relevan

3. dalam perusahaan berbagai produk, bauran penjualan adalah konstan 4. dalam perusahaan manufaktur, persediaan tidak berubah jika unit yang


(27)

2. Metode Analisis Cost Volume Profit

Dalam melakukan analisis Cost Volume Profit terhadap suatu produk, terdapat beberapa metode perhitungan yang digunakan. Antara lain dengan menggunakan analisis titik impas (Break Even Point), margin kontribusi dan rasio margin kontribusi, analisis target laba, margin pengaman, grafik biaya volume laba, operating leverage dan bauran penjualan Berikut ini akan diuraikan mengenai metode-metode tersebut.

Analisis Titik Impas (Break Even Point) Pada umumnya langkah pertama dalam banyak perencanaan bisnis adalah

menentukan titik impas yaitu titik dimana pendapatan sama dengan biaya total dan laba sama dengan nol. Menurut Machfoedz (2000:296) “Titik Impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam kondisi tidak mendapatkan laba atau tidak menderita rugi”. Kondisi tersebut dinyatakan bahwa total penjualan perusahaan sama besar dengan total biaya atas penjualan tersebut dan laba perusahaan sama dengan nol. Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut.

Karena titik impas (break even point) menentukan tingkat penjualan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai target laba, maka merupakan kasus dari analisis cost volume profit. Titik impas (break even point) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (equation method) atau metode margin kontribusi (contribution margin method). Kedua metode tersebut akan memberikan hasil


(28)

- Metode Persamaan

Rumus yang digunakan:

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba

Contoh dalam hal ini masih menggunakan kasus pada PT. Ganda. Titik impas dalam unit penjualan dapat dihitung:

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba $250 . Q = $150 . Q + $35.000 + 0

$250Q = $150Q + 35.000

$100Q = $35.000

Q = $35.000/$100

Q = 350 unit (kamera digital LX yang dijual) Titik impas dalam dolar penjualan dapat dihitung:

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba

X = 60% . X + $35.000 + $0

40% X = $35.000

X = $35.000/40%

X = $87.500 (total dolar penjualan)

- Metode Margin Kontribusi

Metode margin kontribusi hanyalah versi jalan pintas dari metode persamaaan. Dengan metode ini juga dapat diperoleh titik impas dalam unit dan dalam dolar penjualan. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Biaya tetap Titik impas dalam unit yang dijual =

Margin kontribusi per unit

Biaya tetap Titik impas dalam dolar penjualan =


(29)

Dalam contoh PT. Ganda,

$35.000 Titik impas dalam unit yang dijual =

$100

= 350 unit kamera digital LX

$35.000 Titik impas dalam unit yang dijual =

40% = $87.500

Metode berbasis rasio kontribusi margin bermanfaat khususnya pada situasi dimana perusahan memiliki berbagai lini produk dan ingin menghitung satu titik impas untuk keseluruhan perusahaan.

Margin Kontribusi (Contribution Margin)

Pengertian Margin Kontribusi menurut Carter, Usry (2005:257) adalah “Selisih antara pendapatan penjualan dengan semua biaya variabel”. Margin Kontribusi dihitung dengan cara mengurangkan biaya variabel, baik produksi maupun non produksi dari penjualan. Margin kontribusi digunakan dulu untuk menutup biaya tetap dan sisanya akan menjadi laba. Jika margin kontribusi tidak cukup untuk menutup beban tetap perusahaan, maka akan terjadi kerugian pada periode tersebut. Margin kontribusi terbagi atas 2 bagian yaitu margin kontribusi per unit dan margin kontribusi total. Margin kontribusi per unit mengukur kenaikan pada laba untuk kenaikan setiap unit yang dijual. Jika penjualan diharapkan meningkat 100x, maka laba seharusnya meningkat 100x margin kontribusi. Margin kontribusi total adalah margin kontribusi/unit dikalikan dengan jumlah unit yang dijual.


(30)

Contoh: PT. Ganda menjual produk kamera digital LX dengan harga jual per unit $250. Biaya variabel/unit $150 dan biaya tetap perusahaan sebesar $35.000. Jika dalam 1 periode PT.Ganda berhasil menjual produknya sebanyak 400 unit, maka dapat dihitung:

Total Per unit

penjualan (400 unit kamera digital LX $ 1,000,000 $ 250

dikurangi biaya variabel $ 60,000 $ 150

Margin kontribusi $ 40,000 $ 100

dikurangi biaya tetap $ 35,000

Laba bersih $ 5,000

Setiap unit yang terjual akan mengurangi kerugian sebesar jumlah margin kontribusi per unit. Ketika titik impas telah tercapai, setiap tambahan unit yang terjual akan meningkatkan laba perusahaan sebesar jumlah margin kontribusi per unit. Margin kontribusi dapat pula dinyatakan sebagai suatu persentase dari pendapatan penjualan. Rasio margin kontribusi adalah rasio antara margin kontribusi terhadap harga jual per unit. Rasio margin kontribusi sangatlah berguna karena dapat menunjukkan bagaimana margin kontribusi akan terpengaruh oleh perubahan dalam total penjualan. Rasio margin kontribusi dapat menunjukkan bagaimana pengorbanan (trade off) harus dilakukan antara penjualan yang lebih banyak untuk 1 produk atau untuk produk lain. Ketika mencoba untuk meningkatkan penjualan, produk yang menghasilkan margin kontribusi terbesar per dolar penjualan harus diutamakan. Rasio margin kontribusi dapat dihitung dengan rumus:

Margin kontribusi Rasio margin kontribusi =


(31)

Jika perusahaan hanya memiliki 1 jenis produk, maka rasio margin kontribusi dapat dihitung dengan rumus:

Margin kontribusi per unit Rasio margin kontribusi =

Harga jual per unit

Contoh: PT.Ganda memiliki rasio kontribusi margin sebesar 40%. Ini berarti untuk kenaikan penjualan, total margin kontribusi akan meningkat sebesar 40 sen ($1 penjualan x 40% rasio kontribusi margin). Laba bersih juga akan meningkat sebesar 40 sen, dengan asumsi biaya tidak berubah.

100

Rasio margin kontribusi = = 25 %

400

Pengaruh perubahan dalam total penjualan terhadap laba bersih dapat dihitung hanya dengan mangalikan rasio margin kontribusi dengan perubahan penjualan dalam dolar. Contoh: jika PT. Ganda merencanakan peningkatan penjualan sebesar $30.000 untuk bulan depan, margin kontribusi seharusnya meningkat sebesar $12.000 ($30.000 peningkatan penjualan x 40% rasio margin kontribusi) dan diasumsikan biaya tetap tidak berubah.

saat ini diharapkan peningkatan %tase penjualan

penjualan $ 100,000 $ 130,000 $ 30,000 $ 100%

dikurangi biaya variabel 60,000 78,000 18,000 60%

margin kontribusi 40,000 52,000 12,000 40%

dikurangi biaya tetap 35,000 35,000 0


(32)

Margin Keamanan (Safety of Margin)

Meskipun manajemen biasanya merencanakan laba, titik impas menjadi pertimbangan. Jika penjualan jatuh dibawah titik impas, maka kerugian terjadi. Manejemen harus menentukan titik impas untuk menghitung margin pengaman, yang mengindikasikan berapa banyak penjualan dapat turun dari tingkat yang ditargetkan sebelum perusahaan mengalami kerugian. Menurut Garrison, Noreen, Brewer (2006:338) “Margin keamanan adalah kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kecukupan penjualan yang direncanakan, maksudnya adalah kelebihan dari penjualan yang dianggarkan (aktual) diatas titik impas volume penjualan. Semakin tinggi margin pengaman, maka semakin rendah resiko untuk tidak balik modal “.

Margin pengaman = penjualan dianggarkan – penjualan titik impas

Margin keamanan dalam dolar Persentase margin pengaman =

Total penjualan yang dianggarkan

Dalam contoh PT. Ganda dapat dihitung margin pengaman sebagai berikut: Margin keamanan = Total penjualan untuk 400 unit – penjualan titik impas

= $100.000 - $87.500

= $12.500

$12.500

Persentase margin keamanan =

$100.000 = 12.50 %

Margin keamanan ini berarti bahwa penjualan saat ini dengan harga jual dan struktur biaya saat ini, penurunan penjualan sebesar $12.500 atau 12.50% akan memenuhi titik impas saja.


(33)

Analisis Target Laba

Dalam melaksanakan aktivitas operasinya, manajemen suatu perusahaan tentu mengharapkan sejumlah laba tertentu. Besarnya laba yang diharapkan oleh manajemen suatu perusahaan disebut target laba. Analisis Cost Volume Profit dapat dipakai untuk menyatakan banyaknya unit yang dapat dijual oleh suatu perusahaan untuk dapat mencapai laba sasarannya. Dalam membuat perhitungan tersebut dapat digunakan dua cara yaitu dengan persamaan cost volume profit dan pendekatan margin kontribusi.

Jika PT.Ganda ingin mencapai target laba $40.000 per bulan, maka dapat dihitung berapa banyak kamera digital LX yang harus terjual, dengan asumsi tidak ada perubahan harga jual.

Penjualan = biaya variabel + biaya tetap + laba $250 . Q = $150 .Q +$35.000 + $40.000

250Q = 150Q + $75.000

100Q = $75.000

Q = 750 unit kamera digital

Jadi target laba dapat dicapai dengan menjual 750 kamera digital perbulan dengan total penjualan keseluruhan adalah $250 x 750 unit = $187.500. jika dihitung dengan metode margin kontribusi:

Biaya tetap + target laba Unit penjualan untuk mencapai target =

Rasio kontribusi margin

$35.000 + $40.000 =

0,40


(34)

Grafik Cost Volume Pofit(Cost Volume Profit Graph)

Penyajian kembali grafik Cost Volume Profit dapat semakin meningkatkan pemahaman kita mengenai biaya, volume penjualan dan laba dengan melihat hubungan tersebut tergambar secara visual. Penyajian grafik dapat membantu manejer melihat perbedaan antara biaya variabel dan pendapatan. Penyajian grafik juga dapat membantu manajer memahami dengan cepat apa yang mempengaruhi peningkatan/penurunan dalam penjualan, yang akan dimulai dan dimiliki pada titik impas.

Grafik Cost Volume Profit menggambarkan hubungan antara biaya, volume dan laba untuk memperoleh hubungan yang lebih rinci perlu untuk menggambarkan grafik 2 garis terpisah yaitu garis pendapatan total dan garis biaya total. Kedua garis ini masing-masing diwakili oleh 2 persamaan berikut: Pendapatan = harga x unit

Biaya total = (biaya variabel x unit) + biaya tetap

Dari grafik cost volume profit yang telah selesai berdasarkan contoh kasus dapat diperoleh keterangan sebagai berikut:

1. titik impas (break even point) berada pada tingkat penjualan yang diperoleh sebesar 350 unit dengan total penjualan $87.500.

2. dari contoh kasus, dimisalkan total produk yang terjual sebanyak 600 unit dan diperoleh penjualan $150.000 dan biaya yang dikeluarkan sebesar $125.000.

3. area segitiga disebelah kiri titik impas adalah area rugi, sedangkan area segitiga disebelah kanan adalah area laba (laba yang diperoleh $25.000).


(35)

Operating Leverage

Menurut Garrison, Noreen, Brewer (2006:343) “Operating Leverage adalah suatu ukuran tentang seberapa sensitif laba bersih terhadap perubahan dalam penjualan.” Jika operating leverage tinggi, peningkatan persentase yang kecil dalam penjualan dapat menghasilkan peningkatan laba bersih dalam persentase yang jauh lebih besar.

Operating leverage dapat diilustrasikan terhadap kasus 2 pertanian

blueberry, yaitu Sterling farm dan Bogside farm. Diketahui bahwa 10% peningkatan dalam penjualan (dari $100.000 menjadi $110.000 untuk setiap pertanian) menghasilkan 70% peningkatan dalam laba bersih Sterling farm (dari $10.000 menjadi $70.000) dan 40% peningkatan laba bersih Bogside farm (dari $10.000 menjadi $40.000). Dengan demikian, untuk 10% kenaikan dalam penjualan, Sterling farm mengalami peningkatan laba bersih yang jauh lebih besar dari Bogside farm. Jadi Sterling farm memiliki operatig leverage yang lebih besar dari Bogside farm.

Margin Kontribusi Tingkat Operating Leverage =

Laba bersih

$40,000

Bogside farm =

$100,000

= 4

$70,000

Sterling farm =

$100,000

= 7

Karena tingkat operating leverage untuk Sterling farm adalah 7, maka laba bersih pertanian tersebut akan tumbuh tujuh kali lebih cepat dari penjualannya, begitu juga dengan Bogside farm.


(36)

Bauran Penjualan (Sales Mix)

Menurut Garrison, Noreen, Brewer (2006:355) “Bauran penjualan (Sales Mix) adalah proporsi relatif dimana produk perusahaan dijual. Bauran penjualan dihitung dengan menyajikan penjualan untuk setiap produk sebagai persentase total penjualan.” Idenya adalah untuk menciptakan kombinasi atau bauran yang dapat menghasilkan laba terbesar. Kebanyakan perusahaan memiliki banyak produk dan seringkali produk tersebut tidak mencetak laba yang sama. Jadi laba akan bergantung pada bauran penjualan perusahaan.

Laba akan lebih besar jika barang dengan margin tinggi bukan yang bermargin rendah memiliki proporsi yang relatif besar dalam total penjualan. Sebaliknya perubahan dalam bauran produk dari barang yang memiliki margin rendah ke barang yang memiliki margin tinggi akan menyebabkan efek sebaliknya, total laba makin meningkat walaupun total penjualan menurun. Perubahan dalam bauran penjualan dapat mempengaruhi titik impas, margin keamanan, dan faktor yang lain.

C. Perencanaan Laba

Menurut Machfoedz (2000:20) “Perencanaan adalah penentuan apa yang akan dikerjakan oleh manajemen selama jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.” Perencanaan merupakan suatu tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dan asumsi mengenai gambaran kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan datang dalam mencapai tujuan yang diinginkan.


(37)

Menurut Machfoedz (2000: 23) “Perencanaan laba dapat diartikan sebagai sebuah penentuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh manajemen dalam jangka waktu tertentu yang berhubungan dengan target laba yang ingin dicapai perusahaan. Dalam pembahasan skripsi ini, perencanaan yang dibahas adalah mengenai perencanaan laba. Seperti yang kita ketahui, tujuan utama suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitas bisnisnya adalah memperoleh laba. Bagaimana agar perusahaan dapat memperolah tingkat laba yang diinginkan adalah tergantung dari sebuah perencanaan laba yang dibuat sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen harus memikirkan dan menganalisa hal-hal apa saja yang harus dibutuhkan dalam pencapaian tingkat laba.

Unsur-unsur yang paling berhubungan terhadap laba adalah tingkat penjualan, jumlah produk yang dijual dan total biaya yang dikeluarkan. Jika tingkat penjualan lebih tinggi daripada jumlah biaya yang dikeluarkan maka perusahaan akan memperoleh laba. Namun jika jumlah biaya yang dikeluarkan lebih tinggi daripada jumlah penjualan yang diperoleh maka perusahaan akan menderita kerugian. Oleh karena itu perencanaan laba yang dibuat perusahaan harus dapat dicari kombinasi yang tepat antara unsur-unsur pembentuk laba disertai dengan perhitungan yang akurat.

D. Analisis Cost Volume Profit sebagai Alat Perencanaan Laba

Manfaat dari analisis Cost Volume Profit adalah untuk membuat perhitungan perencanaan laba dari suatu perusahaan dengan lebih jelas dan akurat. Seperti yang kita ketahui metode-metode yang digunakan dalam analisis Cost Volume Profit adalah margin kontribusi dan rasio margin kontibusi, analisis titik impas,


(38)

analisis target laba, margin keamanan, grafik Cost Volume Profit, operating leverage, dan bauran penjualan. Margin Kontribusi dan rasio Margin Kontribusi

bisa mengukur kenaikan pada laba untuk penambahan setiap unit yang terjual. Setiap unit yang terjual akan mengurangi kerugian sebesar jumlah margin kontribusi per unit. Ketika titik impas telah tercapai, setiap tambahan unit yang terjual akan meningkatkan laba perusahaan sebesar margin kontribusi per unit. Analisis titik impas akan membantu manajemen untuk mengetahui pada tingkat berapa banyak produk yang terjual, dimana perusahaan tidak memperoleh laba atau rugi. Sehingga dapat dibuat suatu target laba yang diinginkan dari jumlah unit terjual diatas titik impas.

Analisis target laba dapat dipakai untuk menyatakan banyaknya unit yang dapat dijual oleh suatu perusahaan untuk dapat mencapai laba sasarannya. Margin Keamanan mengindikasikan berapa banyak penjualan dapat turun dari tingkat yang ditargetkan sebelum perusahaan mengalami kerugian. Operating Leverage mengukur seberapa sensitif laba bersih terhadap perubahan penjualan. Jika Operating Leverage tinggi, peningkatan persentase yang kecil dalam penjualan

dapat menghasilkan peningkatan laba bersih dalam persentase yang jauh lebih besar. Dengan tingkat Operating Leverage, manajemen dapat mengukur pada tingkat penjualan tertentu persentase perubahan dalam volume penjualan akan mempengaruhi laba. Hal lain yang dilakukan manajemen dalam menghasilkan laba yang lebih besar adalah dengan melakukan bauran penjualan yaitu menciptakan kombinasi atau bauran penjualan produk yang dapat menghasilkan laba terbesar. Semua metode yang digunakan dalam analisis Cost Volume Profit ini adalah mengacu pada unsur harga jual, jumlah produk dan biaya produk.


(39)

Semua hubungan ini dapat terlihat dari grafik Cost Volume Profit. Penyajian grafik juga dapat membantu manajer memahami dengan cepat apa yang mempengaruhi peningkatan/penurunan dalam penjualan, yang akan dimulai pada titik impas.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT. Eko Green Oleochemical di Jln. Pelabuhan 4 Belawan (Kawasan Industri Medan).

B. Data Penelitian

Jenis data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Menurut Sugiyono (2001:21) “Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut dan dikembangkan dengan pemahaman sendiri oleh penulis, seperti hasil wawancara.”

2. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2001:21) “Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan sebagai objek penelitian yang sudah diolah dan terdokumentasi dari perusahaan, misalnya sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan laporan keuangan peusahaan.”


(41)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data terdiri dari: 1. Teknik Wawancara

Menurut Suharyadi (2003:52) “Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan pihak yang berwenang dalam memberikan data yang dibutuhkan.”

2. Teknik Dokumentasi

Menurut Bungin (2005:144) “Teknik dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis yang tersedia dalam bentuk surat-surat, catatan harian, laporan dan sebagainya.”

D. Metode Analisis Data

Metode Deskripitf

Menurut Sugiyono (2001:24) “Metode Deskriptif adalah mengumpulkan, mengolah dan menginterpretasikan data yang diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan yang diteliti.”


(42)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

1. Gambaran Umum Perusahaan

PT. Ecogreen Oleochemicals Medan pada awalnya didirikan dengan penanaman modal dalam negeri tahun 1988 dengan nama PT. Aribhawana Utama dengan SPT BKPM No.329/I/PMDN/1983 tanggal 31 Desember 1983. Pabrik ini dirancang oleh Lurgi Gmbh Jerman dan berlokasi di Jalan Pelabuhan IV, Desa Gabion, Kelurahan Bagan Deli Belawan dengan luas area sekitar 10 Ha. Selanjutnya PT. Aribhawana Utama berganti nama menjadi PT. Prima Inti Perkasa dan kemudian berganti lagi menjadi PT. Ecogreen Oleochemicals. Pabrik ini mulai dikonstruksi tahun 1988 dan mulai beroperasi secara komersil pada Januari 1991 setelah diresmikan oleh Alm. Mantan Presiden Soeharto.1

PT. Ecogreen Oleochemicals merupakan pabrik yang mengolah bahan baku CPKO (Crude Palm Kernel Oil) dan menghasilkan fatty alcohol sebagai produk utama (main product), serta fatty acid dan glycerin sebagai produk sampingan (by product) pertama di Indonesia yang kemudian disusul oleh perusahaan satu

groupnya yaitu PT. Batamas Megah yang berada di pulau Batam tahun 1994. Selanjutnya PT. Batamas Megah berganti menjadi PT. Ecogreen Oleochemicals Batam. Produk fatty alcohol dapat digunakan dalam industri untuk membuat shampoo, alat-alat kosmetik wanita, deterjen, pembersih lantai, industri tekstil dan kertas. Produk fatty acid dapat digunakan dalam industri pembuat plastic, minyak pelumas dan industri kertas. Glycerin dapat digunakan untuk industri farmasi,


(43)

food & baverage dan industri kertas. Orientasi pasar dari PT. Ecogreen

Oleochemicals adalah 95% Negara-negara di Eropa dan Asia dan hanya 5% yang dipasarkan dalam negeri di Indonesia.

Sesuai dengan salah satu fungsi dalam manajemen, maka pengorganisasian tidak terlepas dari suatu perusahaan. Struktur orgamisasi dalam suatu badan usaha merupakan kerangka dasar dari koordinasi hubungan struktur terhadap semua fungsi yang berada dalam badan usaha tersebut agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan, tugas pimpinan dalam mengoordinasi bagian-bagian yang ada dalam perusahaan agar tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Adanya struktur organisasi akan tercermin kepada pembagian kerja dan tanggung jawab. Hal ini akan mempermudah menentukan dalam mengarahkan masing-masing karyawan, selain itu pekerjaan yang dilaksanakan dengan tanpa adanya perselisihan yang disebabkan karena tumpang tindih pekerjaan. Adapun struktur organisasi PT. Ecogreen OLeochemicals sebagai salah satu badan usaha yang menganut system organisasi fungsional yang berbentuk garis dengan pembagian tugas sebagai berikut:

a. Presiden Director

Direktur merupakan pimpinan pelaksana dari rencana perusahaan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan tugasnya, secara garis besar tugas direktur adalah memimpin dan mengawasi seluruh pelaksana kegiatan kerja dan usaha perusahaan berdasarkan ketetapan anggaran dasar perusahaan dan menentukan kebijaksanaan lain yang telah disepakati. Memiliki wewenang dan tanggung jawab tertinggi dalam pengembalian keputusan yang berhubungan dengan


(44)

kegiatan operasional dan pengembangan perusahaan dalam batas-batas yang telah ditentukan.

b. Production Manager

Bertanggung jawab dan mengawasi segala kegiatan produksi mulai dari pengolahan bahan baku sampai pengemasan hasil produksi, mengontrol segala permasalahan yang berkaitan dengan mutu produk dan bertanggung jawab kepada General Manager mengenai segala sesuatu yang menyangkut produksi di perusahaan.

c. Quality Assurance Manager

Bertanggung jawab terhadap aktivitas jaminan mutu terhadap produk yang dihasilkan yaitu mulai dari bahan baku sampai ke bahan pendukung, mengawasi operasi pengolahan agar diperoleh hasil sesuai dengan tingkat kualitas yang ditentukan.

d. Production Planning Distribution and Cost Service

Bertanggung jawab dalam meneliti dan menyelidiki data perkembangan pasar, menganalisa anggaran sehubungan dengan proses produksi dan realisasinya, dan memberikan informasi mengenai keadaan persediaan bahan baku.

e. Safety & Environtental Superintendent

Bertanggung jawab dalam menyediakan dan mengatur program pengamanan yang baik misalnya menyediakan alat-alat kelengkapan pengamanan perusahaan, baik pengamanan terhadap peralatan maupun terhadap karyawan. Menjamin bahwa peraturan mengenai lingkungan kerja dipenuhi secara konsisten dan


(45)

memberikan bimbingan dan latihan mengenai prosedur-prosedur keselamatan kerja.

f. Maintenance & Engineering Manager

Bertanggung jawab dalam menyusun, mengkoordinir, memimpin dan mengawasi seluruh kegiatan pemeliharaan an perbaikan peralatan, mesin-mesin pabrik dan membuat rencana jangka panjang terhadap ketersediaan produk.

g. Finance & Accounting Manager

Bertanggung jawab terhadap cash flow, transaksi hutang piutang, transaksi bank, pembukuan, laporan keuangan, perpajakan, asuransi perusahaan, dsb.

h. Logistic & Procurement Manager

Bertanggung jawab dalam merencanakan, mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan pemasukan, pengangkutan, penyimpanan, pengiriman dan penerimaan segala material yang berhubungan dengan perusahaan.

i. Human Resource & General Affair Manager

Bertanggung jawab dalam merencanakan, mengarahkan dan mengawasi kegiatan pengadaan pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Bertanggung jawab dalam penarikan dan seleksi tenaga kerja, merencanakan dan menyusun jadwal kerja karyawan dan mengurus masalah yang menyangkut hal-hal ketenagakerjaan, perburuhan, pendidikan olahraga, rekreasi dan kegiatan sosial lainnya.


(46)

TABEL 4.1 LAPORAN LABA RUGI

PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN PER 31 SDESEMBER 2005

Penjualan Rp 150,224,000,000

Harga Pokok Penjualan:

Persediaan awal Rp 5,532,428,670

Harga Pokok Produksi Rp 106,803,398,548

Barang tersedia untuk dijual Rp 112,335,827,218

Persediaan akhir Rp (4,931,995,807)

Harga Pokok Penjualan Rp 107,403,831,411

Laba Kotor Rp 42,820,168,589

Biaya Operasional:

Biaya penjualan:

Biaya gaji bagian penjualan Rp 1,986,447,300

Biaya pengiriman dalam negeri Rp 120,308,078

Biaya Export Rp 752,308,078

Biaya promosi Rp 145,000,000

Biaya entertainment Rp 280,000,000

Biaya Telepon/Fax Rp 386,400,326

Total biaya penjualan Rp 3,670,463,782

Biaya Administrasi & Umum

Biaya gaji bagian kantor Rp 1,906,021,950

Biaya penyusutan gedung kantor Rp 896,300,000

Biaya penyusutan inventaris kantor Rp 742,350,000

Biaya penyusutan kendaraan kantor Rp 860,500,000

Biaya pemeliharaan kendaraan kantor Rp 125,420,300

Biaya perlengkapan kantor Rp 688,320,450

Biaya rapat Rp 450,000,000

Biaya Asuransi Rp 3,283,400,000

Biaya listrik Rp 210,431,572

Biaya air Rp 212,156,400

Biaya administrasi bank Rp 2,560,825,658

Biaya bunga bank Rp 4,984,556,025

Biaya retribusi Rp 924,570,409

Total biaya administrasi & umum Rp 17,844,852,764

Total biaya operasional Rp 21,515,316,546

Laba Operasi Rp 21,304,852,043

Pendapatan (Biaya) Lain-lain:

Pendapatan bunga bank Rp 2,483,080,060

Biaya lain-lain Rp (100,092,528) Rp 2,382,987,532

Laba Rugi sebelum pajak Rp 23,687,839,575


(47)

TABEL 4.2

LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN

PER 31 DESEMBER 2005

Biaya bahan langsung:

Persediaan bahan baku awal Rp 2,317,196,375

Pembelian bahan baku Rp 80,581,849,124

Biaya angkut pembelian Rp 10,392,457,036

Bahan baku tersedia Rp 93,291,502,535

Persediaan bahan baku akhir Rp (7,606,420,535)

Pemakaian bahan baku dalam produksi 85,685,082,000

Upah buruh langsung Rp 5,947,383,000

Total biaya langsung Rp 91,632,465,000

Biaya overhead pabrik:

Upah lembur karyawan pabrik Rp 1,325,042,236

Biaya penyusutan mesin pabrik Rp 1,940,520,400

Biaya penyusutan gedung pabrik Rp 1,850,000,000

Biaya penyusutan inventaris pabrik Rp 1,937,280,000

Biaya penyusutan kendaraan pabrik Rp 780,447,500

Biaya pemeliharaan mesin/sparepart Rp 457,722,977

Biaya listrik Rp 540,525,290

Biaya air Rp 350,280,750

BBM mesin pabrik Rp 210,840,300

Biaya laboratorium Rp 1,689,666,804

Biaya penanganan limbah Rp 1,905,848,547

Biaya pemeliharaan bangunan pabrik Rp 200,111,547

Total biaya overhead Rp 13,188,286,351

Total biaya produksi Rp 104,820,751,351

Produk dalam proses awal Rp 8,453,187,452

Produk tersedia untuk diproses Rp 113,273,938,803

Produk dalam proses akhir Rp 6,470,540,255

Harga Pokok Produksi Rp 106,803,398,548


(48)

TABEL 4.3 KLASIFIKASI BIAYA

PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN PER 31 DESEMBER 2005

a. Biaya Tetap

Biaya administrasi bank Rp 2,560,825,658

Biaya asuransi Rp 3,783,400,000

Biaya bunga bank Rp 4,984,556,025

Biaya gaji bagian kantor Rp 1,906,021,950

Biaya gaji bagian penjualan Rp 1,986,447,300

Biaya laboratorium Rp 1,689,666,804

Biaya penanganan limbah Rp 1,905,848,547

Biaya penyusutan gedung kantor Rp 896,300,000

Biaya penyusutan gedung pabrik Rp 1,850,000,000

Biaya penyusutan inventaris kantor Rp 742,350,000

Biaya penyusutan inventaris pabrik Rp 1,957,280,000

Biaya penyusutan kendaraan kantor Rp 860,500,000

Biaya penyusutan kendaraan pabrik Rp 780,447,500

Biaya penyusutan mesin pabrik Rp 1,940,520,400

Biaya perlengkapan kantor Rp 688,320,450

Biaya rapat Rp 450,000,000

Biaya retribusi Rp 924,570,409

Upah buruh langsung Rp 5,947,383,000

Total Biaya Tetap Rp 35,834,438,043

b. Biaya Variabel

BBM mesin pabrik Rp 210,840,300

Biaya air Rp 150,280,750

Biaya air Rp 212,156,400

Biaya entertainment Rp 280,000,000

Biaya Export Rp 752,308,078

Biaya lain-lain Rp 100,092,528

Biaya pengiriman dalam negeri Rp 120,308,078

Biaya promosi Rp 145,000,000

Pemakaian bahan baku dalam produksi Rp 85,685,082,000

Upah lembur karyawan pabrik Rp 1,325,042,236

Total Biaya Variabel Rp 88,781,110,370

c. Biaya Semivariabel

Biaya listrik (adm & umum) Rp 210,431,572

Biaya listrik (over head pabrik) Rp 540,525,290

Biaya pemeliharaan bangunan pabrik Rp 100,111,547

Biaya pemeliharaan kendaraan kantor Rp 25,420,300

Biaya pemeliharaan mesin/sparepart Rp 757,722,977

Biaya Telepon/Fax Rp 386,400,326

Total Biaya Semivariabel Rp 1,920,612,012


(49)

Setiap biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan seluruh kegiatannya, diklasifikasikan ke dalam 3 jenis biaya yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel. Dalam hal pemisahan biaya semivariabel perusahaan menggunakan metode stand by cost (metode biaya berjaga) karena pengaloksian setiap komponen biaya semivariabel tidak berdasarkan pemicu biaya tertentu. Manajemen perusahaan menetapkan bahwa apabila kegiatan perusahaan dihentikan sementara, maka biaya tetap yang dikeluarkan adalah 20% saja.

TABEL 4.4

Pemisahan Biaya Semivariabel

- biaya listrik (adm & umum) Rp 210,431,572

- biaya listrik (overhead pabrik) Rp 540,525,290

total biaya listrik pada saat operasi normal Rp 750,956,862

- biaya berjaga sebagai biaya tetap (20%) Rp (150,191,372)

- biaya variabel Rp 600,765,490

- biaya pemeliharaan bangunan pabrik (normal) Rp 200,111,547

- biaya berjaga sebagai biaya tetap (20%) Rp (40,022,300)

- biaya variabel Rp 160,089,247

- biaya pemeliharaan kendaraan kantor (normal) Rp 125,420,300

- biaya berjaga sebagai biaya tetap (20%) Rp (25,084,060)

- biaya variabel Rp 100,336,240

- biaya pemeliharaan mesin/sparepart (normal) Rp 457,722,977

- biaya berjaga sebagai biaya tetap (20%) Rp (91,544,590)

- biaya variabel Rp 366,178,387

- Biaya telepon/fax Rp 386,400,326

- biaya berjaga sebagai biaya tetap (20%) Rp (77,280,060)

- biaya variabel Rp 309,120,266

- total biaya tetap Rp 384,122,382

- total biaya variabel Rp 1,536,489,630


(50)

Maka jumlah biaya variabel dan biaya tetap secara keseluruhan adalah :

Biaya tetap = Rp 35.834.438.043 + Rp 384.122.382 = Rp 36.218.560.425 Biaya variabel = Rp 88.781.110.370 + Rp 1.536.489.630 = Rp 90.317.600.000

2. Analisis Cost Volume Profit Perusahaan

Metode-metode yang digunakan dalam analisis cost volume profit di PT.Ekogreen Oleochemicals Medan adalah dengan margin kontribusi dan rasio margin kontribusi, analisis titik impas (break even point) dan margin keamanan (safety of margin). Perusahaan tidak menggunakan metode operating leverage dan

bauran penjualan, karena meskipun perusahaan memproduksi dan menjual 2 hasil yaitu produk utama dan produk sampingan tetapi perusahaan tetap menjual produk utama (fatty alcohol) dalam kuantitas yang lebih besar.

Untuk tahun 2005, perusahaan dalam menjual satu kg produk fatty alcohol dikeluarkan biaya variabel sebesar Rp 19.720 dan biaya tetap Rp 36.218.560.425 dengan harga jual yang ditetapkan sebesar Rp 32.800/kg dan pada tahun tersebut berhasil menjual produknya sebanyak 4.580.000 kg.

- Analisis Titik Impas (Break Even Point)

Analisis titik impasnya dengan menggunakan 2 metode, yaitu:

Metode persamaan

- titik impas dalam unit penjualan dapat dihitung:

penjualan = biaya variabel + biaya tetap + laba

Rp 32.800 . Q = Rp 19.720 . Q + Rp 36.218.560.425 + 0

32.800 Q = 19.720 Q + Rp 36.218.560.425


(51)

= 36.218.560.425 Q

13.080 Q = 2.769.003,09059 Q = 2.769.004 kg

- titik impas dalam rupiah penjualan dapat dihitung:

penjualan = biaya variabel + biaya tetap + laba

100% . X = 60.12% . X + Rp 36.218.560.425 + 0

39,88% . X = Rp 36.218.560.425

= 36.218.560.425

X

39,88% X

X = Rp 90.823.301.373

Metode Margin Kontribusi

= biaya tetap

titik impas dalam unit yang dijual

margin kontribusi per unit = Rp 36.218.560.425

Rp 13.080 = 2.769.003,0906

= biaya tetap

titik impas dalam rupiah penjualan

rasio margin kontribusi Rp 36.218.560.425 =

39,88% = Rp 90.823.301.373

Titik impas (Break Even Point) tahun 2005 perusahaan tercapai pada saat unit yang dijual sudah mencapai 2.769.004 kg dengan total penjualan Rp 90.823.301.373 dan pada saat penjualan tersebut perusahaan tidak memperoleh laba.


(52)

- Margin Kontribusi (Contribution Margin) Margin kontribusi dapat dihitung sebagai berikut :

total per unit

Penjualan (Rp 32.800 X 4.580.000) Rp 150.224.000.000 Rp 32.800 Dikurangi biaya variabel (Rp 19.720 X 4.580.000) Rp 90.317.600.000) Rp 19.720 margin kontribusi Rp 59.906.400.000 Rp 13.080 Dikurangi biaya tetap Rp 36.,218.560.425)

laba bersih Rp 23.687.839.575

= Rp 59.906.400.000 Rasio margin kontribusi

Rp 150.224.000.000 39,88%

=

Setiap unit yang terjual akan mengurangi kerugian sejumlah margin kontribusi per unit. Ketika titik impas tercapai, setiap tambahan unit yang terjual akan meningkatkan laba perusahaan sebesar sejumlah margin kontribusi per unit. Jika perusahaan memiliki rasio margin kontribusi sebesar 39,88%, ini berarti untuk setiap kenaikan penjualan total margin kontribusi juga akan meningkat sebesar 39.88% dan laba bersih juga akan meningkat dengan asumsi biaya tidak berubah.

- Margin Keamanan (Margin of Safety)

Margin Keamanan = penjualan yang dianggarkan – penjualan pada titik impas = Rp 150.224.000.000 – Rp 90.823.301.172

= 59.400.698.828

= Rp 59.400.698.828 %tase margin Kemanan

Rp 150.224.000.000


(53)

Hal ini berarti bahwa penurunan penjualan sebesar 39,54% atau Rp 59.400.698.828 akan memenuhi titik impas saja. Semakin tinggi margin keamanan maka semakin rendah perusahaan menderita kerugian.

- Analisis Target Laba

Berdasarkan kebijakan menajemen, perencanaan penjualan untuk tahun 2006 diharapkan meningkat ±30% dari total penjualan tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan antara lain karena faktor pengalaman dimasa lalu dan semakin banyaknya kebutuhan para konsumen sekarang ini dengan bertambahnya jenis-jenis produk baru yang diciptakan. Selain itu juga disebabkan karena pangsa pasar konsumen yang semakin luas. Jika pada tahun 2005 telah tercapai penjualan sebanyak 4.580.000 kg maka direncanakan penjualan untuk tahun 2006 adalah sebesar 5.954.000 kg (30% x 4.580.000).

Jika diasumsikan tidak ada perubahan biaya dan harga jual, maka akan diperoleh laba untuk tahun 2006 sebagai berikut:

saat ini Diharapkan peningkatan %tase Penjualan Rp150.224.000.000 Rp195.291.200.000 Rp 45.067.200.000 100% (biaya

variabel) Rp(90.317.600.000) Rp(117.412.880.000) Rp(27.095.280.000) 60,22% margin

kontribusi Rp 59,906,400,000 Rp 77.878.320.000 Rp 17.971.920.000 39,88% (biaya

tetap) Rp(36.218.560.425) Rp(36.218.560.425) Rp - laba bersih Rp 23.687.839.575 Rp 41.659.759.575 Rp 17.971.920.000


(54)

3. Perencanaan Laba Perusahaan

Perencanaan laba yang dibuat perusahaan adalah berdasarkan perbandingan penjualan aktual tahun sebelumnya. Untuk tahun 2006 diharapkan kenaikan penjualan sampai akhir Desember 2006 adalah ± 30%. Maka penjualan untuk tahun 2006 adalah ditargetkan sebesar 5.954.000 kg fatty alcohol. Perusahaan mempertimbangkan untuk tahun depan akan terjadi kenaikan biaya dan kenaikan harga jual. Hal ini dapat disebabkan karena kenaikan gaji dan upah karyawan setiap tahunnya. Manajemen perusahaan mengasumsikan kenaikan biaya tetap sebesar 5% menjadi Rp 38.029.488.446 dan biaya variabel menjadi Rp 20.700. Harga jual per kg produk juga meningkat menjadi Rp 34.400, maka diperoleh perencanaan laba sebagai berikut:

Penjualan Rp 204.817.600.000

(biaya variabel) Rp (123.247.800.000) margin kontribusi Rp 81.569.800.000 (biaya tetap) Rp (38.029.488.446) Laba bersih Rp 43.540.311.554

Perhitungan titik impas dan margin keamanannya adalah sebagai berikut: -titik impas

Rp 34.400 x X = Rp 20.700 (X) + Rp 38.029.488.446 + Rp 0 34.400 X -20.700 X = Rp 38.029.488.466

13.700 X = Rp 38.029.488.466

X = Rp 38.029.488.466

13.700 X


(55)

Margin keamanan = Rp 204.817.600.000 – Rp 95.490.134.400

= Rp 109.327.465.600

= Rp 95.490.134.400 %tase margin Kemanan

Rp 204.817.600.000

= 46,62%

Dari tabel dibawah ini dapat dilihat bahwa titik impas penjualan untuk tahun 2006 akan tercapai pada bulan Mei 2006.

TABEL 4.5

RENCANA LABA UNTUK VOLUME PENJUALAN TAHUN 2006

Bulan

volume

penjualan biaya tetap biaya variabel total penjualan Laba

(kg) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Januari 496,170 38,029,488,466 10,270,719,000 17,068,248,000 (31,231,959,466) Februari 992,340 38,029,488,466 20,541,438,000 34,136,496,000 (24,434,430,466) Maret 1,580,510 38,029,488,466 32,716,557,000 54,369,544,000 (16,376,501,466) April 2,300,680 38,029,488,466 47,624,076,000 79,143,392,000 (6,510,172,466) Mei 2,870,000 38,029,488,466 59,409,000,000 98,728,000,000 1,289,511,534 Juni 3,200,020 38,029,488,466 66,240,414,000 110,080,688,000 5,810,785,534 Juli 3,696,190 38,029,488,466 76,511,133,000 127,148,936,000 12,608,314,534 Agustus 4,300,360 38,029,488,466 89,017,452,000 147,932,384,000 20,885,443,534 September 4,665,530 38,029,488,466 96,576,471,000 160,494,232,000 25,888,272,534 Oktober 5,161,700 38,029,488,466 106,847,190,000 177,562,480,000 32,685,801,534 November 5,657,870 38,029,488,466 117,117,909,000 194,630,728,000 39,483,330,534 Desember 5,954,000 38,029,488,466 123,247,800,000 204,817,600,000 43,540,311,534


(56)

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Cost Volume Profit

Penerapan analisis cost volume profit, diperlukan penganalisaan unsur biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya yang dikeluarkan perusahaan selama tahun 2005 terdiri dari biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel, sehingga diperlukan pemisahan lagi untuk biaya semivariabel tersebut. Dalam hal pemisahan biaya semivariabel PT.Ecogreen Oleochemicals Medan menggunakan metode stand by cost (metode biaya berjaga) karena metode ini dianggap cukup praktis karena pengaloksian setiap komponen biaya semivariabel tidak berdasarkan pemicu biaya tertentu.

Total penjualan tahun 2005 = Rp 150.224.000.000 Total biaya variabel tahun 2005 = Rp 90.317.600.000 Total biaya tetap tahun 2005 = Rp 36.218.560.425

Pada tahun 2005 titik impas (Break Even Point) perusahaan tercapai pada saat unit yang dijual sudah mencapai 2.769.004 kg dengan total penjualan Rp 90.823.301.373 dan pada saat penjualan tersebut perusahaan tidak memperoleh laba. Rasio margin kontribusi yang diperoleh adalah 39,88%, ini berarti untuk setiap kenaikan penjualan total margin kontribusi juga akan meningkat sebesar 39.88% dan laba bersih juga akan meningkat dengan asumsi biaya tidak berubah. Margin keamanan yang diperoleh sebesar 39,54%. Hal ini berarti bahwa penurunan penjualan sebesar 39,54% atau Rp 59.400.698.828 akan memenuhi titik impas saja. Semakin tinggi margin keamanan maka semakin rendah perusahaan menderita kerugian.


(57)

2. Analisis Perencanaan Laba

Perencanaan laba yang dibuat perusahaan adalah berdasarkan perbandingan penjualan aktual tahun sebelumnya. Perusahaan membuat target penjualan meningkat sebesar ± 30% dari penjualan tahun 2005. Dalam perencanaan laba, yang pertama dihitung adalah analisis titik impas agar dapat ditentukan panjualan minimal untuk memperoleh laba yang diinginkan. Pada tahun 2005 perusahaan berhasil menjual sebanyak 4.580.000 kg dan laba yang diperoleh adalah Rp 23.687.839.575. Untuk tahun 2006, perusahaan merencanakan terjadi peningkatan penjualan ± 30% atau sekitar 5.954.000 kg dan target laba yang diperoleh adalah sekitar Rp 43.540.311.544. Titik impas tahun 2006 tercapai pada saat penjualan sebesar Rp 95.490.134.400 atau 2.775.876 kg fatty alcohol. Titik impas tersebut akan tercapai sekitar Mei 2006. Margin kemananan tahun 2006 adalah penjualan sebesar Rp 109.327.465.600, yang artinya setelah tercapai penjualan tersebut perusahaan telah terhindar dari kerugian.

3 Analisis Cost Volume Profit sebagai Perencanaan Laba

Perusahaan telah menerapkan analisis cost volume profit dalam membuat perencanaan laba dengan cukup memadai. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mencari titik impas agar dapat ditentukan sampai berapa besar tingkat penjualan yang harus diperoleh agar perusahaan tidak menderita kerugian. Titik impas perusahaan untuk tahun 2005 adalah pada penjualan mencapai 2.769.004 kg dengan total penjualan Rp 90.823.301.373. Margin kontribusi sebesar 39,88% yang artinya setelah penjualan mencapai titik impas maka tambahan 1 unit yang


(58)

terjual juga akan meningkatkan laba sebesar 39,88%. Margin keamanan perusahaan adalah 39,54% atau sebesar Rp 59.400.698.828 yang artinya batas penurunan penjualan yang diperbolehkan hanya 39,54% saja karena lebih dari itu perusahaan akan rugi.

Pada umumnya perusahaan lebih menyukai titik impas yang lebih rendah karena jika tingkat penjualan pada titik impas yang rendah, maka kesempatan untuk memperoleh laba semakin besar. Margin keamanan yang lebih baik adalah yang relative besar karena menggambarkan daya tahan terhadap penurunan penjualan lebih besar. Pada tahun 2006, perusahaan merencanakan terjadi peningkatan penjualan ± 30% atau sekitar 5.954.000 kg dan target laba yang diperoleh adalah sekitar Rp 43.540.311.544. Titik impas tahun 2006 tercapai pada saat penjualan sebesar Rp 95.490.134.400 atau 2.775.876 kg fatty alcohol. Titik impas tersebut akan tercapai sekitar Mei 2006. Margin kemananan tahun 2006 adalah penjualan sebesar Rp 109.327.465.600, yang artinya setelah tercapai penjualan tersebut perusahaan telah terhindar dari kerugian.


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari seluruh data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa berdasarkan metode-meto`de yang digunakan dalam analisis Cost Volume Profit, maka dapat diambil suatu kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1. PT.Ecogreen Oleochemicals mengklasifikasikan biaya-biaya yang dikeluarkannya kedalam 3 jenis yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel. Dalam analisis Cost Volume Profit manajemen memisahkan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel dengan metode Stand by Cost sehingga jumlah biaya yang diperoleh adalah biaya tetap Rp

36.218.560.425 dan biaya variabel Rp 90.317.600.000.

2. Dari data biaya dan laba yang diperoleh, perusahaan memiliki rasio margin kontribusi sebesar 39.88% yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan unit penjualan maka laba juga akan meningkat sebesar 39.88% dengan asumsi tidak ada perubahan biaya.

3. Tahun 2005 perusahaan telah berhasil melakukan penjualan sebesar 4.580.000 kg fatty alcohol dan memperoleh laba Rp 23.687.839.575. Pada tingkat penjualan tersebut, perusahaan memiliki Break Even Point pada tingkat penjualan sebesar Rp 90.823.301.373 (2.769.004 kg) sehingga tercapai penjualan sebesar 65.40% dari titik impasnya.


(60)

4. Tahun 2005 perusahaan memiliki margin pengaman sebesar 39.54% atau Rp 59.400.698.828 yang berarti bahwa batas maksimal penurunan penjualan adalah Rp 59.400.698.828. Jika lebih dari itu maka perusahaan akan mengalami kerugian.

B. Saran

1. Penerapan analisis cost volume profit sebaiknya memperhatikan asumsi-asumsi yang mendasarinya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengambilan keputusan dan dapat menetapkan kebijakan dan strategi yang tepat.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin, 2000. Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar konsep biaya dan pengambilan keputusan, edisi pertama, cetakan ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bungin, HM.Burhan, 2005. Metode Penelitian Kuantitaitf: Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, edisi pertama, cetakan kedua, Prenada Media Group, Jakarta.

Blocher, Edwar J., Kung H Chen, 2000. Manajemen Biaya, terjemahan A. Susi Ambariani, edisi pertama, jilid satu, Salemba Empat, Jakarta.

Carter, William K., Milton F Usry, 2005. Akuntansi Biaya. edisi ketigabelas, buku 1, Salemba Empat, Jakarta.

Fakultas Ekonomi Sumatra Utara, Jurusan Akuntansi, 2004. Buku Petunjuk Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.

Garrison, Ray H., Eric W Noreen., Peter.C.Brewer, 2006. Managerial Accounting, edisi kesebelas, Buku 1. Salemba Empat, Jakarta.

Hansen, Don H., Maryanne M Mowen, 2004. Akuntansi Manajemen, edisi keempat, jilid kedua, Erlangga, Jakarta.

Horngren, Charles., Forker, 2004. Akuntansi Biaya: Suatu Pendekatan Managerial, jilid satu, edisi kedelapan, Terjemahan M. Sinaga, Erlangga, Jakarta.

Machfoedz, Mas’ud, 2000. Akuntansi Manajemen: Perencanaan dan Pembuatan Keputusan Jangka Pendek, edisi 5, buku 1. BPFE-Yogyakarta.

Suharyadi, 2003. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, buku 1, Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono, 2001. Metode Penelitian Bisnis, cetakan ketiga, Alfabeta, Bandung.

Tambunan, Loran, 2000. Akuntansi Manajemen: Analisa Biaya Perencanaan dan Pengawasan, edisi satu, Universitas HKBP Nomensen, Medan.


(62)

(63)

(1)

terjual juga akan meningkatkan laba sebesar 39,88%. Margin keamanan perusahaan adalah 39,54% atau sebesar Rp 59.400.698.828 yang artinya batas penurunan penjualan yang diperbolehkan hanya 39,54% saja karena lebih dari itu perusahaan akan rugi.

Pada umumnya perusahaan lebih menyukai titik impas yang lebih rendah karena jika tingkat penjualan pada titik impas yang rendah, maka kesempatan untuk memperoleh laba semakin besar. Margin keamanan yang lebih baik adalah yang relative besar karena menggambarkan daya tahan terhadap penurunan penjualan lebih besar. Pada tahun 2006, perusahaan merencanakan terjadi peningkatan penjualan ± 30% atau sekitar 5.954.000 kg dan target laba yang diperoleh adalah sekitar Rp 43.540.311.544. Titik impas tahun 2006 tercapai pada saat penjualan sebesar Rp 95.490.134.400 atau 2.775.876 kg fatty alcohol. Titik impas tersebut akan tercapai sekitar Mei 2006. Margin kemananan tahun 2006 adalah penjualan sebesar Rp 109.327.465.600, yang artinya setelah tercapai penjualan tersebut perusahaan telah terhindar dari kerugian.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari seluruh data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa berdasarkan metode-meto`de yang digunakan dalam analisis Cost Volume Profit, maka dapat diambil suatu kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1. PT.Ecogreen Oleochemicals mengklasifikasikan biaya-biaya yang dikeluarkannya kedalam 3 jenis yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel. Dalam analisis Cost Volume Profit manajemen memisahkan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel dengan metode

Stand by Cost sehingga jumlah biaya yang diperoleh adalah biaya tetap Rp 36.218.560.425 dan biaya variabel Rp 90.317.600.000.

2. Dari data biaya dan laba yang diperoleh, perusahaan memiliki rasio margin kontribusi sebesar 39.88% yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan unit penjualan maka laba juga akan meningkat sebesar 39.88% dengan asumsi tidak ada perubahan biaya.

3. Tahun 2005 perusahaan telah berhasil melakukan penjualan sebesar 4.580.000 kg fatty alcohol dan memperoleh laba Rp 23.687.839.575. Pada tingkat penjualan tersebut, perusahaan memiliki Break Even Point pada tingkat penjualan sebesar Rp 90.823.301.373 (2.769.004 kg) sehingga tercapai penjualan sebesar 65.40% dari titik impasnya.


(3)

4. Tahun 2005 perusahaan memiliki margin pengaman sebesar 39.54% atau Rp 59.400.698.828 yang berarti bahwa batas maksimal penurunan penjualan adalah Rp 59.400.698.828. Jika lebih dari itu maka perusahaan akan mengalami kerugian.

B. Saran

1. Penerapan analisis cost volume profit sebaiknya memperhatikan asumsi-asumsi yang mendasarinya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengambilan keputusan dan dapat menetapkan kebijakan dan strategi yang tepat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin, 2000. Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar konsep biaya dan pengambilan keputusan, edisi pertama, cetakan ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bungin, HM.Burhan, 2005. Metode Penelitian Kuantitaitf: Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, edisi pertama, cetakan kedua, Prenada Media Group, Jakarta.

Blocher, Edwar J., Kung H Chen, 2000. Manajemen Biaya, terjemahan A. Susi Ambariani, edisi pertama, jilid satu, Salemba Empat, Jakarta.

Carter, William K., Milton F Usry, 2005. Akuntansi Biaya. edisi ketigabelas, buku 1, Salemba Empat, Jakarta.

Fakultas Ekonomi Sumatra Utara, Jurusan Akuntansi, 2004. Buku Petunjuk Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.

Garrison, Ray H., Eric W Noreen., Peter.C.Brewer, 2006. Managerial Accounting,

edisi kesebelas, Buku 1. Salemba Empat, Jakarta.

Hansen, Don H., Maryanne M Mowen, 2004. Akuntansi Manajemen, edisi keempat, jilid kedua, Erlangga, Jakarta.

Horngren, Charles., Forker, 2004. Akuntansi Biaya: Suatu Pendekatan Managerial, jilid satu, edisi kedelapan, Terjemahan M. Sinaga, Erlangga, Jakarta.

Machfoedz, Mas’ud, 2000. Akuntansi Manajemen: Perencanaan dan Pembuatan Keputusan Jangka Pendek, edisi 5, buku 1. BPFE-Yogyakarta.

Suharyadi, 2003. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, buku 1, Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono, 2001. Metode Penelitian Bisnis, cetakan ketiga, Alfabeta, Bandung.

Tambunan, Loran, 2000. Akuntansi Manajemen: Analisa Biaya Perencanaan dan Pengawasan, edisi satu, Universitas HKBP Nomensen, Medan.


(5)

(6)