Pasal 74 ayat 2 menentukan bahwa permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh
Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi: a. Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;
b. Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden
dan Wakil Prresiden; c. Perolehan kursi partai politik peserta pemilihann umum di suatu
daerah pemilihan.
2.3.5 Pemakzulan terhadap Presiden danatau Wakil Presiden
Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah melahirkan ketentuan yang lebih rinci mengenai alasan dan mekanisme pemakzulan
impeachment Presiden danatau Wakil Presiden. Pasal 7A UUD Tahun 1945 berisi alasan yang isinya memuat mengenai pemberhentian Presiden danatau
Wakil Presiden sebagai berikut: Presiden danatau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.
Kemudian, Pasal 7B ayat 1 UUD 1945 menentukan mekanisme pemakzulan terhadap Presiden danatau Wakil Presiden sebagai berikut:
Usul pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konsttusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Dewan Perwakilan
Rakyat bahwa Presiden danatauWakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, danatau pendapat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.
Organ atau lembaga yang diberi wewenang untuk menilai apakah Presiden danatau Wakil Presiden melakukan perbuatan sebagaimana ketentuan
Pasal 7B ayat 1 di atas adalah Mahkamah Konstitusi. Wewenang tersebut tercantum secara konkret di dalam Pasal 24C ayat 2 UUD Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
danatau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”. Ketentuan Pasal 24C ayat 2 UUD 1945 tersebut mengandung pengertian
bahwa yang menjadi tugas Mahkamah Konstitusi adalah menilai benar atau tidaknya pendapat DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden melanggar
hukum atau tidak memenuhi syarat, bukan mengadili kesalahan yang dilakukan oleh Presiden danatau Wakil Presiden.
Kewajiban Mahkamah Konstitusi memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden danatau Wakil
Presiden berkaitan dengan kedudukannya sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman, yaitu memutus pro justicia, bukan sebagai lembaga politik.
Kewajiban Mahkamah Konstitusi hanyalah memutus apakah dugaan DPR terbukti secara hukum dan tidak menyangkut pemberhentian. Apabila dugaan
tersebut terbukti, lembaga yang berwenang mengambil keputusan tentang pemberhentiannya adalah MPR. Meskipun Mahkamah Konstitusi telah memutus
Presiden danatau Wakil Presiden terbukti bersalah atau tidak lagi memenuhi