Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Kecambah Tiga Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merr.)

(1)

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP VIABILITAS DAN

VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN KECAMBAH

TIGA VARIETAS KEDELAI (

Glycine max (L)

Merr.)

SKRIPSI

OLEH

ASMAIDA HARAHAP

040301015 / AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP VIABILITAS DAN

VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN KECAMBAH

TIGA VARIETAS KEDELAI (

Glycine max (L)

Merr.)

SKRIPSI

OLEH

ASMAIDA HARAHAP

040301015 / AGRONOMI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP VIABILITAS DAN

VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN KECAMBAH

TIGA VARIETAS KEDELAI (

Glycine max (L)

Merr.)

SKRIPSI

OLEH

ASMAIDA HARAHAP 040301015 / AGRONOMI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui oleh : Dosen Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. T. Charun Nisa, B. MSc. NIP : 19450503 197603 2 001

Disetujui oleh : Dosen Pembimbing

Anggota

Ir. Haryati, MP.

NIP : 19640307 199001 2 001

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

ABSTRACT

The aim of the research was to study the influence of harvest time of three soybean varieties (Glycine max (L.) Merr.) of viability, seed vigor and its germination growth. The research used Randomized Complete Blok Design Factorial with 2 factors and 3 replications. The first factor is variety of three varieties, namely Anjasmoro, Kaba and Sinabung. The second factor is harvest time which consist of four level treatment namely 80, 85, 90 and 95 days after planting. Parameter of this research is plant height, days to flowering, seed moisture contents, germination rate and viability. The result of this research showed that harvest time treatment give a significant difference of seed moisture contents and viability in which normal germination evaluation and abnormal germination. Variety treatment significantly different with days to flowering, seed moisture contents and viability in which normal germination evaluation and abnormal germination. Intraction between both factors give a significant different of seed seed moisture contents and viability in which normal germination evaluation and abnormal germination.

Key word : Soybean (Glycine max (L.) Merr.), harvest time, viability, vigor, variety, germination.


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh umur panen tiga varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambahnya. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri atas 3 varietas yaitu varietas Anjasmoro, Kaba dan Sinabung. Faktor kedua adalah umur panen yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu 80 hari setelah tanam (HST), 85 HST, 90 HST dan 95 HST. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga, kadar air benih, laju perkecambahan dan uji daya kecambah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan umur panen berpengaruh nyata terhadap kadar air benih dan uji daya kecambah yaitu pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal. Perlakuan varietas berbeda nyata terhadap umur berbunga, kadar air benih dan uji daya kecambah pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal. Interaksi antara kedua faktor tersebut berbeda nyata terhadap kadar air benih, dan uji daya kecambah yaitu pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal.

Kata kunci : Kedelai (Glycine max (L.) Merr.), umur panen, varietas, viabilitas, vigor benih dan kecambah.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Hutaimbaru, Padang Lawas Utara, pada tanggal 28 Agustus 1986 dari Ayah Darman Harahap dan Ibu Maryam Siregar. Penulis anak ke dua dari sepuluh bersaudara.

Penulis lulus SD pada tahun 1998 di SDN 142763 Halongonan, lulus MTs pada tahun 2001 di Ponpes Darul Falah Lab.Batu, lulus MAs pada tahun 2004 di Ponpes Darul Falah Lab.Batu dan pada tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP/PMDK dengan Program Studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selain aktif akademis penulis juga aktif sebagai aktifis internal maupun eksternal kampus. Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi Asisten Laboratorium Teknologi Benih di Fakultas Pertanian. Penulis aktif dengan kegiatan ekstrakulikuler seperti aktif menjadi anggota HIMADITA (Himpunan Mahasiswa/i Jurusan Budidaya Pertanian) pada tahun 2005-2008, aktif menjadi pengurus inti HN (Himadita Nursery) pada tahun 2006-2007 dan sampai sekarang aktif menjadi Anggota Legislatif, aktif sebagai pengurus BKM (Badan Kenaziran Mushollah) pada tahun 2006-2007, aktif sebagai anggota Pramuka USU pada tahun 2005-2010 dan menjabat Dewan Racana pada tahun 2008-2009 dan selalu aktif mengikuti kegiatan Universitas. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PPKS Marihat.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Inayah serta Hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah ” Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Kecambah Tiga Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merr.) ”.

Penulis mengucapkan terima kasih istimewa kepada Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc. selaku ketua, Ir. Haryati, MP. selaku anggota komisi pembimbing dan Ir. Hayani, MSc. selaku pembimbing lapangan yang telah banyak membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Musfal, SP. MP. selaku kepala Laboratorium dan juga staf pegawai Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara dan kepada bapak Hendra S. SP. Skom. selaku kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Wilayah 1 BMKG yang sangat membantu dan memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih yang tulus dari hati penulis ucapkan sebagai penghargaan kepada mereka yang terus mendo’akan dan menyokong penulis yaitu kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Darman Harahap dan Ibunda Maryam Siregar, jutaan terima kasih buat saudara/i yang penulis sayangi dengan semua rasa syukur atas keikhlasan, do’a juga perhatian serta bantuannya. Terima kasih kepada seluruh anggota Pramuka USU dengan rasa persaudaraan yang erat dan motivasi serta bantuan tanpa pamrih, dan terima kasih penulis ucapkan kepada semua saudari di Asrama Putri tercinta yang mendo’akan dan menyakinkan


(8)

penulis berada pada jalan yang di ridhoi-Nya, juga terima kasih kepada adek-adek seperjuangan di Himadita Nursery yang banyak mensuport penulis. Terima kasih yang besar penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu serta memberikan motivasi kepada penulis agar tetap istiqomah, bersemangat dan berjuang menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Terima kasih untuk semua yang telah menjadi saudara/i, sahabat dan teman kemarin, sekarang dan seterusnya, semoga Allah memberi Rahmat dan Berkah ke atas usaha kita semua dan membuka pintu hati kita untuk menerima kebenaran, Insya Allah. Amien.

Besar harapan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, Amin.

Medan, November 2009


(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 9

Mutu Benih ... 10

Perkecambahan Kedelai ... 11

Viabilitas Benih... 14

Vigor Benih ... 15

Kadar Air Benih ... 16

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian... 20

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 22

Penanaman ... 22

Aplikasi Pemupukan ... 22

Penjarangan ... 23

Pemeliharaan Tanaman ... 23

Penyiraman ... 23

Penyulaman ... 23

Pembumbunan ... 24

Penyiangan ... 24

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 24


(10)

Pengamatan Parameter ... 25

Tinggi Tanaman (cm) ... 25

Umur Berbunga (hari) ... 25

Kadar Air Benih (%) ... 25

Laju Perkecambahan(%) ... 26

Persentase Perkecambahan (%) ... 26

Uji Daya Kecambah ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28

Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

1. Tinggi batang kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen ... 28 2. Umur berbunga kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen ... 29 3. Kadar air kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen ... 30 4. Laju perkecambahan kedelai akibat perlakuan varietas dan umur

Panen ... 32 5. Jumlah kecambah normal akibat perlakuan varietas dan umur panen ... 33 6. Jumlah kecambah abnormal akibat perlakuan varietas dan umur panen 34 7. Jumlah benih mati akibat perlakuan varietas dan umur panen ... 35


(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Perbedaan umur berbunga tiga varietas kedelai ... 29 2. Persentase kadar air benih pada berbagai umur panen untuk ke tiga

varietas kedelai ... 31 3. Persentase kecambah normal pada berbagai umur panen ke tiga

varietas kedelai ... 33 4. Persentase kecambah abnormal pada berbagai umur panen untuk ke


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Deskripsi varietas kedelai ... 46

2. Hasil analisis tanah/sertifikat pengujian ... 47

3. Rekomendasi /anjuran pemupukan ... 48

4. Bagan penelitian ... 49

5. Analisis kadar air benih kedelai metode oven ... 50

6. Prosedur analisa daya tumbuh benih kedelai... 51

7. Data pengamatan tinggi tanaman (cm) ... 53

8. Data pengamatan umur berbunga (hari) ... 54

9. Data pengamatan kadar air (%) ... 55

10. Data pengamatan laju perkecambahan (%) ... 56

11. Data pengamatan uji daya kecambah (kecambah normal) ... 57

12. Data pengamatan uji daya kecambah (kecambah abnormal) ... 58

13. Data pengamatan uji daya kecambah (benih mati) ... 59


(14)

ABSTRACT

The aim of the research was to study the influence of harvest time of three soybean varieties (Glycine max (L.) Merr.) of viability, seed vigor and its germination growth. The research used Randomized Complete Blok Design Factorial with 2 factors and 3 replications. The first factor is variety of three varieties, namely Anjasmoro, Kaba and Sinabung. The second factor is harvest time which consist of four level treatment namely 80, 85, 90 and 95 days after planting. Parameter of this research is plant height, days to flowering, seed moisture contents, germination rate and viability. The result of this research showed that harvest time treatment give a significant difference of seed moisture contents and viability in which normal germination evaluation and abnormal germination. Variety treatment significantly different with days to flowering, seed moisture contents and viability in which normal germination evaluation and abnormal germination. Intraction between both factors give a significant different of seed seed moisture contents and viability in which normal germination evaluation and abnormal germination.

Key word : Soybean (Glycine max (L.) Merr.), harvest time, viability, vigor, variety, germination.


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh umur panen tiga varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambahnya. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri atas 3 varietas yaitu varietas Anjasmoro, Kaba dan Sinabung. Faktor kedua adalah umur panen yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu 80 hari setelah tanam (HST), 85 HST, 90 HST dan 95 HST. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga, kadar air benih, laju perkecambahan dan uji daya kecambah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan umur panen berpengaruh nyata terhadap kadar air benih dan uji daya kecambah yaitu pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal. Perlakuan varietas berbeda nyata terhadap umur berbunga, kadar air benih dan uji daya kecambah pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal. Interaksi antara kedua faktor tersebut berbeda nyata terhadap kadar air benih, dan uji daya kecambah yaitu pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal.

Kata kunci : Kedelai (Glycine max (L.) Merr.), umur panen, varietas, viabilitas, vigor benih dan kecambah.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai adalah salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat banyak digunakan sebagai sumber protein nabati untuk konsumsi masyarakat dan industri pangan di Indonesia. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus-menerus meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk. Dilain pihak produksi kedelai nasional belum mencukupi kebutuhan kedelai nasional, sehingga masih diperlukan impor jutaan ton setiap tahunnya.

Kepala Bidang Statistik Produksi (BPS) Sumut mempredisikan bahwa Produksi kedelai Sumatera Utara pada tahun 2009 menurun dibandingkan tahun lalu atau sebesar 11.142 ton biji kering. Tahun lalu angka sementara produksi masih 11.647 ton. Penurunan diakibatkan adanya pengurangan luas panen sekitar 6,26% atau menjadi 8.996 hektar dari 9.597 hektar tahun lalu. Pada tahun 2008, produksi kedelai Sumut naik cukup signifikan dibandingkan tahun 2007 yang masih 3.747 hektar. Meski terjadi penurunan luas panen, hasil produktivitas tanaman kedelai di Sumut terus menunjukkan peningkatan

No. Tahun Produksi (ton/ha)

1 2007 1,160

2 2008 1,214

3 2009 1,239

(Eva, 2009).

Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Kedelai berpengaruh positip untuk pencegahan


(17)

penyakit jantung koroner dan kanker. Karena kedelai mengandung senyawa phenolik dan asam lemak tak jenuh yang keduanya berguna untuk menghalangi timbulnya senyawa nitrosamin yang menyebabkan kanker. Kedelai juga mengandung senyawa lecithin yang bermanfaat menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh (Agribusiness Online, 2001).

Badan Litbang Pertanian telah melepas sejumlah varietas unggul kedelai, tetapi baru sebagian yang dimanfaatkan petani. Varietas-varietas unggul tersebut memiliki keragaman potensi hasil, umur panen, ukuran biji, warna biji, dan wilayah adaptasi yang berperan penting dalam pengembangan kedelai mengingat beragamnya kondisi wilayah pengembangan dan preferensi konsumen. Keberhasilan pengembangan varietas unggul kedelai ditentukan oleh berbagai aspek, terutama ketersediaan benih dan mutu benih itu sendiri. Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan syarat utama dalam budidaya kedelai serta penyediaan benih dalam jumlah yang cukup dan tersedia tepat waktu. Badan Litbang Pertanian juga menghasilkan teknologi produksi, prosesing, dan penyimpanan benih kedelai. Benih yang dihasilkan dari pertanaman musim hujan memiliki daya kecambah yang rendah, serta jumlah biji yang menjadi benih lebih sedikit karena fisiknya buruk dan terinfeksi penyakit. Oleh karena itu, benih kedelai hendaknya diproduksi pada musim kemarau, agar penangkar benih tidak mengalami kesulitan dalam proses pascapanen, khususnya pengeringan benih dengan sinar matahari (Litbang, 2008).

Umur panen kedelai ditentukan oleh beberapa faktor yaitu varietas dan ketinggian tempat penanaman. Di daerah dataran tinggi, umur tanaman kedelai siap panen lebih lama 10-20 hari dibandingkan di daerah dataran rendah. Biji


(18)

kedelai sebagai bahan konsumsi dapat dipanen pada umur 75-100 hari, sedangkan untuk kedelai yang akan dijadikan benih pada masa tanam berikutnya dapat dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan merata. Masak fisiologis terjadi jika lebih dari 60% populasi tanaman telah menunjukkan polong berwarna coklat. Pada saat masak fisiologis, benih kedelai telah lepas dari plasenta di dalam polong. Karena sifat yang higroskopis dan kulitnya yang tipis, benih sangat peka sekali terhadap pengaruh kelembaban lingkungan. Dengan kondisi seperti itu, dianjurkan panen dilakukan tidak terlalu lama setelah benih mencapai masak fisiologis. Jika masak fisiologis tepat pada saat 60% polong telah matang (coklat) maka panen benih dilakukan pada saat polong matang mencapai 80%. Keterlambatan panen akan menurunkan mutu fisik dan fisiologis benih. Tidak jarang benih hasil panen telihat pecah kulit jika terjadi hujan selama benih di lapangan (Irwan, 2006b).

Pemungutan hasil tanaman yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan pembenihan biasanya tergantung pada matangnya buah atau biji-bijian dan dilakukan secara bertahap, mengingat matangnya buah tiap tanaman tidak sama dan dengan hati-hati. Jika dipungut secara tidak bertahap dapat beresiko antara lain buah yang matang lebih dulu akan tercecer sebab ketuaan sehingga kulit buah pecah, dapat pula terjadi perkecambahan biji dalam keadaan masih terikat dalam buah, dan menurunnya vigor serta viabilitas bagi benih yang masak awal (Kartasapoetra. 2003).

Dengan demikian perlu ditetapkan umur panen yang tepat pada saat matang fisiologis benih, agar diperoleh benih dengan vigor tertinggi untuk


(19)

memberikan produksi yang maksimal. Ini yang mendorong penulis melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh umur panen tiga varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambahnya.

Hipotesa Penelitian

1. Ada perbedaan pengaruh umur panen terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambah kedelai.

2. Ada perbedaan pengaruh varietas terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambah kedelai.

3. Ada interaksi antara umur panen dengan varietas terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambah kedelai.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan penelitian ilmiah dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Klasifikasi dari tanaman kedelai menurut Rukmana dan Yuyun, 1996 adalah sebagai berikut :

Kingdom/subkingdom : Plantae/Cormobionta

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas/subkelas : Dicotyledoneae/Archichlamydae Ordo/subordo : Fabales/Leguminosinae

Famili/subfamili : Fabaceae/Leguminosae/Papilionaceae Tribe/subtribe : Phaseoleae/phaseolinae (Glycininae)

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merrill

Susunan tubuh tanaman kedelei terdiri atas dua macam alat (organ) utama yaitu pertama organ vegetatif meliputi akar, batang dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambil, pengangkut, pengolah, pengedar dan penyimpan makanan sehingga disebut alat hara (organ nutritivum). Kedua organ generatif meliputi bunga, buah dan biji yang berfungsi sebagai alat berkembangbiak/organum reproduktivum (Rukmana dan Yuyun, 1996).

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).


(21)

Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat dibedakan membentuk 3-6 cabang. Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni determinat, indeterminat dan semi determinat. Batang kedelai berwarna ungu dominan berwarna hijau (Departemen Pertanian, 1990).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segi tiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing (Andrianto dan Indarto, 2004).

Bunga kedelai berwarna putih, ungu pucat atau ungu. Bunga dapat menyerbuk sendiri. Saat berbunga bergantung pada kultivar (varietas) dan iklim.

Suhu mempengaruhi proses pembungaan. Semakin pendek penyinaran dan semakin tinggi suhu udaranya, akan semakin cepat berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaphrodite), yakni pada tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan kelamin jantan (benang sari). Mekarnya bunga berlangsung pada jam 08.00-09.00 dan penyerbukannya bersifat sendiri (self pollinated). Kuntum bunga tersusun dalam rangkaian bunga, namun tidak semua bunga dapat menjadi polong (buah). Sekitar 60% bunga akan rontok sebelum membentuk polong. Tiap polong kedelai berisi antara 1-4 biji. Jumlah polong pertanaman tergantung pada varietas kedelai, kesuburan tanah dan jarak tanam yang digunakan. Kedelai yang ditanam pada tanah yang subur pada umumnya dapat menghasilkan 100-200 polong/pohon (Rukmana dan Yuyun, 1996).


(22)

Polong kedelai muda berwarna hijau. Warna polong matang beragam antara kuning hingga kuning kelabu, coklat atau hitam. Jumlah polong tiap tanaman dan ukuran biji ditentukan secara genetik, namun jumlah nyata polong dan ukuran nyata biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan semasa proses pengisian biji. Periode pengisian biji merupakan periode paling kritis dalam masa pertumbuhan kedelai. Apabila terdapat gangguan dalam periode ini akan berakibat berkurangnya hasil (Hidajat, dkk., 1985).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau dan coklat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel pada dinding buah. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas. Di Indonesia besar biji sering diukur dengan bobot per 100 biji kering dan bervariasi dari 6-30 gram. Kedelai digolongkan berbiji kecil bila bobot 100 bijinya antara 6-10 g, berbiji sedang bila bobot 100 biji 13 g, dan lebih dari 13 g termasuk berbiji besar (Suprapto, 2001).

Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun dan polongnya. Lebat atau tidaknya bulu serta kasar atau halusnya bulu tergantung pada varietas masing-masing. Begitu pula warna bulu berbeda-beda, ada yang berwarna coklat dan ada pula putih kehijauan (Andrianto dan Indarto, 2004).


(23)

Syarat Tumbuh

Iklim

Melihat kondisi iklim di negara kita maka kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau, yakni setelah panen padi musim hujan. Lamanya musim hujan sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen namun ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30-40 hari suhu didalam dan dipermukaan tanah pada musim panas sekitar 350-390 C, dengan kelembaban sekitar 60-70% (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya, terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya

kedelai adalah 100-200 mm/bulan, sedangkan tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Irwan, 2006a).

Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 210-340C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 230-270C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 300C (Warintek, 2008).

Pertumbuhan kedelai sangat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang disebabkan oleh kondisi iklim, baik mikro maupun makro. Pada stadia tumbuh, berbunga, pembentukan dan pengisian polong, ketersediaan air sangat diperlukan. Pemanenan kedelai harus dilakukan pada saat umur masak optimal (masak fisiologis) agar diperoleh mutu hasil dan produksi yang tinggi, umur masak optimal sangat beragam sesuai dengan varietasnya. Pada umumnya varietas


(24)

unggul dikembangkan saat umur masak optimal juga dapat melalui tanda-tanda visual polong dan tanaman panen dilakukan bila tanaman sudah matang dimana 95% polong telah matang, berwarna kecoklatan, dan daun telah rontok

Tanah

Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya spesifikasi cara bertanam kedelai. Kedelai bersifat adaptif untuk daerah pertanaman tertentu misalnya di tanah asam, hendaknya memilih varietas kedelai unggul yang mempunyai tingkat adaptasi tinggi terhadap tanah masam sehingga akan diperoleh hasil optimal. Selain itu, varietas yang ditanam tersebut harus sudah bersifat adaptif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya (Irwan, 2006a).

Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai satu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuk akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerase tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, dan andosol. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus/bahan organi


(25)

Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8-7, namun pada tanah dengan pH 4,5 kedelai masih dapat tumbuh baik, yaitu dengan menambah kapur 2,4 ton per ha (Andrianto dan Indarto, 2004).

Mutu Benih

Penangkaran benih di lapangan sangat menentukan mutu benih yang akan dihasilkan. Biji yang bermutu rendah tidak akan menjadi bermutu tingggi meskipun disimpan dengan teknologi penyimpanan modern. Pentingnya mutu benih sebelum disimpan sangat berkaitan erat dengan teknologi produksi benih. Benih kedelai yang baru dipanen dan akan disimpan dalam jangka waktu agak lama hendaknya mempunyai daya tumbuh di atas 85 % (Rumiati, dkk. 1993).

Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain faktor genetik, lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologi benih). Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Sebagai contoh, mutu daya simpan benih kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya simpan benih jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran benih. Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih (Wirawan dan Sri, 2002).


(26)

Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih kedelai selama penyimpanan adalah mutu dan daya kecambah sebelum disimpan, kadar air benih, kelembapan ruangan penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, hama dan penyakit di tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Menurut Direktorat Bina Perbenihan (1996), untuk mendapatkan benih bermutu tinggi, sebelum disimpan biji kedelai calon benih harus dibersihkan dari kotoran dan benda lainnya seperti kulit polong, potongan batang dan ranting, batu, krikil atau tanah, biji luka, memar retak atau yang kulitnya terkelupas, biji yang mempunyai bercak ungu, biji berbelang cokelat yang mungkin mengandung virus mosaik, biji yang kulitnya keriput atau warnanya tidak mengkilat dan biji-biji tanaman lain (Direktorat Bina Perbenihan, 1995).

Perkecambahan Kedelai

Sejak fase awal pertumbuhan, suhu dan kelembaban harus tetap mampu menjamin pertumbuhan tanaman. Pemasakan benih harus terjadi saat hujan tidak terlalu berlebihan agar benih dapat dipanen dengan kadar air yang aman. Kondisi lngkungan yang sesuai selama masa pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Perubahan tanaman dari fase vegetatif menjadi fase reproduktif tergantung pada rangsangan eksternal. Kebanyakan spesies tidak akan memasuki fase reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga.


(27)

Sehubungan dengan ini terdapat dua rangsangan yang menyebabkan perubahan itu terjadi yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan, 2006)

Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkat tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio sebelum sempurna (Sutopo, 2004).

Metabolisme benih yang berkaitan dengan proses kehidupan benih, pada umumnya menjabarkan proses perkecambahan benih dan proses deteriorasi (kemunduran). Nilai akhir dari uji viabilitas merupakan resultante pengaruh faktor genetik dan faktor lingkungan melalui proses metabolisme. Proses metabolisme perkecambahan terdiri dari proses katabolisme dan anabolisme. Katabolisme terhadap simpanan bahan makanan sehingga menghasilkan energi terjadi pada organ penyimpanan bahan cadangan seperti endosperm dan daun lembaga, dan anabolisme yang menghasilkan sintesa protein baik sebagai umpan katabolisme ataupun untuk pembentukan sel-sel baru bagi pertumbuhan terjadi dalam poros lembaga (Sadjad,1994).

Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Bila biji kedelai ditanam di dalam tanah, air dalam kapasitas lapang selama 5 hari setelah tanam merupakan keadaan yang baik untuk perkecambahan biji. Suhu optimumnya sekitar 270-300C. Biji kedelai mudah menurun daya kecambahnya, terutama bila kadar air dalam biji di atas 13% dan disimpan pada ruangan yang suhunya diatas 250C, serta kelembaban nisbah ruang diatas 80%. Biji kedelai yang disimpan pada gudang tanpa pendingin hanya tahan sekitar 3-5


(28)

bulan. Lebih dari 6 bulan sebagian besar biji tidak dapat tumbuh lagi bila ditanam. Kedelai yang bijinya kecil lebih tahan dalam penyimpanan daripada yang bijinya besar. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yang berarti keping biji muncul di atas tanah. Bagian batang berkecambah di bawah keping disebut hipokotil. Warna hipokotil ungu atau hijau, dan erat hubungannya dengan warna bunga. Kedelai yang hipokotilnya ungu bunganya ungu. Dan yang hijau bunganya berwarna putih (Suprapto, 2001).

Benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul dan memiliki daya tumbuh lebih dari 90%. Memiliki viabilitas atau dapat mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik atau mampu berkecambah juga tumbuh dengan normal. Disebut sebagai benih yang matang terdiri dari tiga struktur dasar yaitu embrio, jaringan penyimpan bahan makanan dan kulit benih. Embrio terdiri dari sumbu embrio yang mengandung daun lembaga atau kotiledon, plumula, hipokotil dan bahan akar. Jaringan penyimpan bahan makanan dari suatu benih mungkin dalam bentuk daun lembaga, endosperma atau perisperma (Kartasapoetra. 2003).

Benih tanaman dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dari pada benih dengan ukuran yang lebih kecil sehingga kemampuan berkecambah juga akan lebih tinggi karena cadangan makanan yang dirubah menjadi energi juga semakin banyak. walaupun benih berasal dari varietas yang sama, ukuran yang lebih besar akan mampu tumbuh relatif cepat dibandingkan dengan ukuran benih yang lebih kecil. Kandungan cadangan makanan akan mempengaruhi berat suatu benih. Hal ini tentu akan


(29)

mempengaruhi besar produksi dan kecepatan tumbuh benih, karena benih yang berat dengan kandungan cadangan makanan yang banyak akan menghasilkan energy yang lebih besar saat mengalami proses perkecambahan. Hal ini akan mempengaruhi besarnya kecambah yang keluar dan berat tanaman saat panen. Kecepatan tumbuh kecambah juga akan meningkat dengan meningkatnya besar

benih

Viabilitas Benih

Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih dapat dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan sesuai (favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai (unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai termasuk kedalam pengujian vigor benih. Perlakuan dengan kondisi lingkungan sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong untuk menduga parameter vigor daya simpan benih, sedangkan jika kondisi lingkungan tidak sesuai diberikan selama pengecambahan benih maka tergolong dalam pengujian untuk menduga parameter vigor kekuatan tumbuh benih (Mugnisjah dkk,1994).

Permasalahan yang dihadapi dalam penyiapan atau pengadaan benih kedelai adalah viabilitas benih kedelai yang cepat mengalami penurunan. Sering terjadi viabilitas benih kedelai menurun sampai kurang dari 80% dalam waktu 2-3 bulan. Faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab tingginya laju penurunan viabilitas benih kedelai selama penyimpanan adalah benih kedelai yang disimpan memiliki vigor awal yang rendah, benih disimpan atau dikemas pada kadar air yang tinggi, kondisi penyimpanan yang lembab dan panas, dan kerusakan benih


(30)

oleh hama, penyakit terbawa benih dan kerusakan benih secara mekanis (Purwantoro, 2009).

Biasanya benih diuji daya kecambah dan viabilitasnya di laboratorium yang dilengkapi dengan alat dan para pekerja untuk menentukan mutu benihnya. Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah bila dapat menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau mendekati normal. Ada suatu pengujian viabilitas yang bertujuan untuk mengetahui dengan cepat semua benih yang hidup, baik dorman maupun tidak dorman yaitu dengan pengirisan bagian embrio benih dan uji tetrazolium (Justice dan Louis, 1994).

Vigor benih

Analisis uji daya berkecambah dilakukan dua kali masing-masing pada hari ketiga dan kelima sesudah penanaman. Maksudnya agar kondisi dalam media pasir dapat dioptimasi, dihindarkan dari benih yang membusuk, atau dari yang tumbuh terlalu kuat. Benih yang sudah tumbuh normal sesuai ukuran yang sudah dibakukan diambil dan dihitung. Umumnya kenormalannya ditentukan berdasar ketegaran struktur tumbuh yang terdiri dari akar primer, akar seminal sekunder, hipokotil, kotiledon, dan daun pertama yang tumbuh dalam kotiledon, atau koleoptil dan daun pertama yang tumbuh di dalamnya. Jumlah kecambah normal dihitung dalam persen terhadap semua benih yang ditanam dan menjadi gambaran persentase tanaman yang mampu tumbuh secara normal dilapangan yang berkondisi optimum. Dalam media ada juga yang tumbuh abnormal menurut ukuran standar dicatat jumlahnya, demikian juga yang mati untuk menghitung


(31)

jumlah total benih yang diuji. Benih yang abnormal dianggap tidak berpotensi untuk hidup di lapangan dan sama nilainya dengan yang mati ( Sadjad, 1993).

Benih mencapai kematangan fisiologis sewaktu terikat dengan tanaman induknya. Pada saat kematangan fisiologis itu benih memiliki viabilitas dan vigor benih yang maksimal, demikian pula dengan berat keringnya. Pertumbuhan tanaman induk yang baik merupakan syarat yang mantap sewaktu kematangan benihnya. Hal inilah yang menjamin tingginya viabilitas dan vigor benih tersebut. Selanjutnya penyakit dan hama, kekurangan air serta kekurangan makanan, baik pada tanaman induk sewaktu pertumbuhan dan perkembangannya atau pada waktu pematangan fisik benih tersebut, faktor yang demikian berpengaruh terhadap tingginya viabilitas dan vigor benih (Kartasapoetra, 2003).

Kadar Air Benih

Benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang optimal, benih pada saat dipanen biasanya memiliki kadar air 16-20 %, untuk dapat mempertahankan juga memperpanjang viabilitas maksimumnya maka harus diturunkan 4-5 % sebelum disimpan pada tempat penyimpanan tertutup, terutama pada temperatur laboratorium (Sutopo, 2004).

Metode praktis untuk menguji kadar air benih meliputi metode oven dan pengukur kadar air listrik. Pada dasarnya metode oven bekerja berdasarkan pada prinsip, bahwa air benih dihilangkan dengan cara pemanasan. Selisih berat benih sebelum dan sesudah pemanasan merupakan kandungan air benihnya. Yang biasa dilakukan adalah mengeringkan benih selama 24 jam pada suhu 100o -105oC. pada suhu yang lebih tinggi, bahan yang mudah menguap dapat hilang, serta


(32)

minyak dan lemak dapat teroksidasi, yang keduanya dapat menyebabkan perubahan pada berat. Bila suhu pengeringan diturunkan, maka lama pengeringan harus ditambah yang disesuaikan dengan tingkat penurunan suhunya. Semua metode oven mempunyai beberapa kekurangan diantaranya banyaknya peralatan yang dibutuhkan, harus sering menimbang bahan yang diuji, serta lamanya waktu pengujian. Tetapi metode oven merupakan metode praktis yang cukup teliti (Justice dan Louis, 1994).

Buah yang mengandung biji yang telah dipetik perlu dikeringakan, untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalamnya. Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan penting dan berpengaruh besar terhadap viabilitas dan pertumbuhan umum daripada benih itu. Benih sebagai organisme hidup yang mengadakan respirasi secara terus menerus dapat mudah terkena pengaruh berakibat pada viabilitas dan vigor untuk dikembangkan pada saat diperlukan. Proses respirasi menghasilkan panas dan air dalam benih, semakin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan cepat yang berakibat berlangsungnya perkecambahan karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang tinggi, hal ini juga menyebabkan organisme perusak seperti jamur dapat hidup sehingga benih mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).

Hasil pengujian daya tumbuh benih kedelai dangan teknik penyimpanan pada kadar air dan suhu yang berbeda mengindikasikan hasil yang berbeda yaitu benih dengan kadar air 8 % dapat disimpan sampai 3 tahun dalam gudang biasa tanpa menurun daya kecambahnya. Namun, bila kadar airnya 12 % maka dalam waktu 1 tahun daya kecambah turun menjadi 60 % dan menjadi 0 % setelah 3 tahun. Benih dengan kadar air 13 % yang disimpan dalam gudang bersuhu > 250C


(33)

dan kelembapan nisbi (Rh) > 75 % daya tumbuhnya hanya 51 % setelah disimpan selama 6 bulan dan 0 % setelah 2 tahun. Benih dengan kadar air 8% secara konstan, apa bila disimpan pada suhu < 200C dalam waktu 4 tahun daya tumbuhnya tidak berubah. Namun, bila kadar airnya > 12 % daya tumbuhnya terus menurun, dan menjadi 0 % setelah 5 tahun. Keadaan demikian sering terjadi di Indonesia (Kartono, 2004).


(34)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada bulan Juli - September 2009.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai varietas Anjasmoro kelas benih SS, Kaba dan Sinabung kelas benih ES (Lampiran 1) sebagai objek penelitian, pupuk yang digunakan yaitu Urea 50 kg/ha dan SP-18 sebanyak 25 kg/ha (berdasarkan hasil analisis tanah dan rekomendasi dari KAN) dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3, insektisida Marshal 25 ST untuk mengendalikan hama dan Decis 2,5 EC untuk pengendalian penyakit/virus, herbisida Round-up untuk pengendalian gulma pratanam dan saat tanam.

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, garuk, selang sanyo/gembor, tali nilon, tali rapiah, ember, tugal, pacak sampel, parang, angkong, karung/goni, terpal/plastik hitam, meteran, handsprayer, oven/inkubator, penghancur benih (mortal/grinder), timbangan analitik, desikator/eksikator, cawan petri, petridish, sarung tangan, tang penjepit, boks plastik/bak perkecambahan, pinset, kertas label, kalkulator, alat tulis.


(35)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor perlakuan, menjadi 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali yaitu :

Perlakuan pertama adalah varietas yang terdiri atas 3 varietas yaitu: 1) A1 : Varietas Anjasmoro

2) A2 : Varietas Kaba 3) A3 : Varietas Sinabung

Perlakuan kedua adalah umur panen yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu : 1). P1 : 80 hari setelah tanam

2). P2 : 85 hari setelah tanam 3). P3 : 90 hari setelah tanam 4). P4 : 95 hari setelah tanam

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut :

A1P1 A1P2 A1P3 A1P4

A2P1 A2P2 A2P3 A2P4

A3P1 A3P2 A3P3 A3P4

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Jumlah tanaman / plot : 75 rumpun Jumlah sampel / plot : 30 tanaman Jumlah seluruh sampel : 1080 tanaman

Luas plot : 3 m x 2 m

Jarak antar plot : 0,5 m

Jarak antar blok : 1 m

Jarak antar barisan tanaman : 40 cm Jarak dalam barisan tanaman : 20 cm


(36)

Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk +

ε

ijk

Dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan beberapa varietas pada taraf ke-j dan umur panen pada taraf ke-k µ : Nilai tengah perlakuan

ρi : Pengaruh blok ke-i

αj : Pengaruh beberapa varietas pada taraf ke-j βk : Pengaruh umur panen pada taraf ke-k

(αβ) jk : Pengaruh interaksi beberapa varietas pada taraf ke-j dan umur panen

pada taraf ke-k

ε

ijk : Pengaruh galat percobaan blok ke-i dengan perlakuan beberapa varietas pada taraf ke-j dan umur panen pada taraf ke-k

Jika analisis data nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torri, 1991).


(37)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Areal tanam kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau tegalan, terlebih dahulu dibersihkan dari gulma-gulma dan sampah, lalu dilakukan pengolahan tanah. Tanah dicangkul sedalam 20 cm - 30 cm lalu digemburkan. Berdasarkan hasil analisis tanah pH 6,00 direkomendasikan tidak perlu diberi kapur (Dolomit). Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 50 cm dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat plot percobaan (ploting) dengan ukuran panjang 2 m, lebar 3 m, dan tinggi 20 cm – 30 cm, dengan jarak antar plot 100 cm. Antara plot yang satu dengan yang lain dibuat parit selebar dan sedalam 50 cm dapat dilihat pada Lampiran 4. Tiga hari sebelum tanam maka lahan disemprot dengan herbisida Round-up. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.

Penanaman

Untuk memperoleh produktivitas tinggi yaitu dengan membuat lubang tanam memakai tugal dengan kedalaman antara 2-3 cm dari permukaan tanah. Benih kedelai ditanam dengan jumlah 2 benih per lubang tanam, kemudian ditutup dengan kompos. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm.

Aplikasi Pemupukan

Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu diberi pupuk dasar. Pupuk yang digunakan yaitu Urea 25 kg/ha dan SP-18 sebanyak 25 kg/ha. Untuk


(38)

pemupukan susulan diberikan Urea 25 kg/ha pada saat 5 MST. Dosis pupuk disesuaikan dengan rekomendasi dari hasil analisis tanah. Pupuk diberikan secara larikan disebelah barisan tanaman kemudian ditutup dengan tanah.

Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST bila diperlukan, dilakukan dengan cara meninggalkan satu tanaman yang paling baik pertumbuhannya.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Fase pertumbuhan kedelai yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah saat perkecambahan (1 - 5 HST), stadium awal pertumbuhan vegetatif (15- 21 HST), saat berbunga (25-35 HST) dan saat pengisian polong (55-70 HST) pada fase-fase ini harus diairi bila hujan tidak mendukung. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan pada pagi atau sore hari dengan menggunakan selang atau gembor.

Penyulaman

Satu minggu setelah penanaman dilakukan kegiatan penyulaman yaitu dengan menanam benih kembali. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang tidak tumbuh/mati.


(39)

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan pada saat penyiangan yaitu 3 MST dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling tanaman dengan menggunakan cangkul. Kegiatan ini bertujuan agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri tegak sesuai fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, dilakukan pula penggemburan tanah. Penggemburan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman.

Penyiangan

Penyiangan pertama dilakukan 3 MST, penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman kedelai selesai berbunga atau berumur 7 MST. Kegiatan penyiangan untuk mengurangi persaingan antara tanaman utama dengan gulma. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma menggunakan tangan atau kored dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan cangkul.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan mengaduk Marshal dengan benih hingga merata sebelum tanam dan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Decis 2,5 EC dengan dosis 2 cc / L. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan tergantung dengan kondisi lapangan.

Panen

Pada penelitian ini panen dilakukan pada umur yang berbeda yaitu P1 dipanen pada umur 80 HST, P2 dipanen pada umur 85 HST, P3 dipanen pada


(40)

umur 90 HST, dan P4 dipanen pada umur 95 HST. Waktu panen pada pagi hari setelah embun kering, panen dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman, kemudian berangkas ditaruh pada tempat yang kering (di Joglo BPTP) dengan alas terpal/plastik.

Pengamatan Parameter

Tinggi Batang (cm)

Pengamatan tinggi batang dilakukan bersamaan pada saat panen yaitu dengan cara mencabut langsung dari lahan kemudian diukur tinggi tanamannya dengan menggunakan meteran dimulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh.

Umur Berbunga (hari)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman mulai dari saat tanam sampai tanaman memasuki stadium reproduktif (R1), yaitu membukanya bunga pertama kali pada salah satu buku batang utama.

Kadar Air Benih (%)

Analisa penetapan kadar air dilakukan di laboratorium teknologi benih, secara Duplo dengan metode oven atau dengan menggunakan moister tester elektronik yang telah dikaliberasikan. Cara analisa dengan menggunakan metode oven terlampir pada Lampiran 5.

Analisa kadar air metode oven menggunakan 10 gr, diambil secara acak dari setiap contoh benih berdasarkan perlakuan. Digiling sampai ukuran tertentu,


(41)

dipanaskan dengan oven suhu konstant 1300C selama 2 jam, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

x 100% Keterangan : M1 : berat wadah

M2 : berat wadah + isi sebelum pemanasan M3 : berat wadah + isi sesudah pemanasan (Badan Standarisasi Nasional, 2000).

Laju perkecambahan (hari)

Laju perkecambahan diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel dan plumula.

Perhitungan laju perkecambahan sebagai berikut :

Keterangan : N : jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu T : menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai

dengan akhir dan interval tertentu suatu pengamatan (Sutopo, 2004).

Uji Daya Kecambah

Analisa daya kecambah atau daya tumbuh dilakukan dengan menumbuhkan komponen benih murni sebanyak 3 ulangan @ 100 biji yang diambil secara acak pada substrat pasir selama 8 hari dengan kondisi tumbuh optimum. Analisa daya tumbuh terlampir pada Lampiran 6.


(42)

Uji daya kecambah terdiri dari beberapa evaluasi diantaranya : 1. Kecambah normal

Persentase kecambah normal menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Perhitungan persentase kecambah normal sebagai berikut :

( Sutopo, 2004). 2. Kecambah abnormal

Perhitungan persentase kecambah abnormal sebagai berikut :

(Badan Standarisasi Nasional, 2000). 3. Benih mati

Perhitungan persentase benih mati sebagai berikut :


(43)

HASIL DAN

PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Batang (cm)

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan umur panen, varietas dan interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi batang kedelai (Lampiran 7).

Data tinggi batang dalam hubungannya dengan perlakuan umur panen dan varietas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi batang kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi batang tertinggi terdapat pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 122,27 cm dan terendah pada varietas Sinabung (A3) yaitu sebesar 117,72 cm.

Umur Berbunga (hari)

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, sedangkan perlakuan umur panen dan interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga kedelai (Lampiran 8).

Varietas Tinggi batang berdasarkan umur panen (cm) Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 118,19 122,23 119,96 120,59 120,24 A2 (Kaba) 113,02 126,13 122,62 127,31 122,27 A3 (Sinabung) 118,25 114,03 123,12 115,49 117,72


(44)

Data umur berbunga dalam hubungannya dengan perlakuan umur panen dan varietas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Umur berbunga kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen

Varietas

Umur berbunga berdasarkan

umur panen (hari) Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 40,34 41,10 40,48 40,82 40,69 b A2 (Kaba) 41,12 41,06 41,07 41,24 41,12 a A3 (Sinabung) 41,14 40,96 41,32 41,27 41,17 a

Rataan 40,87 41,04 40,96 41,11

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa umur berbunga tertinggi terdapat pada varietas Sinabung (A3) yaitu sebesar 41,17 hari yang berbeda nyata dengan A1 dan terendah pada varietas Anjamoro (A1) yaitu sebesar 40,69 hari dan perlakuan A2 dengan A3 berbeda tidak nyata.

Hubungan antara umur berbunga dengan varietas kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perbedaan umur berbunga tiga varietas kedelai 40,40 40,50 40,60 40,70 40,80 40,90 41,00 41,10 41,20

A1 A2 A3

40,69 41,12 41,17 U m ur be rbun ga ( H S T ) Varietas


(45)

Kadar Air Benih (%)

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan varietas, umur panen dan interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap kadar air benih kedelai (Lampiran 9).

Data kadar air benih kedelai dalam hubungannya dengan perlakuan umur panen dan varietas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar air kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen

Varietas Kadar air berdasarkan umur panen (%) Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 63,53 a 60,11 c 48,55 g 33,78 i 51,49 ab A2 (Kaba) 62,00 b 57,78 d 53,19 e 32,03 i 51,25 b A3 (Sinabung) 62,32 b 57,61 d 50,68 f 37,09 h 51,93 a

Rataan 62,62 a 58,50 b 50,81 c 34,30 d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom pada kelompok perlakuan yang sama, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada varietas Sinabung (A3) yaitu sebesar 51,93 % yang berbeda tidak nyata dengan A1, namun berbeda nyata dengan A2. Kadar air terendah terdapat pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 51,25 % berbeda tidak nyata dengan A1 tetapi berbeda nyata dengan A3. Sedangkan kadar air tertinggi akibat perlakuan umur panen terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 62,62 % yang berbeda nyata dengan P2, P3 dan P4, dan terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 34,30 %.


(46)

Hubungan antara persentase kadar air benih dengan umur panen untuk masing-masing varietas kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Persentase kadar air benih pada berbagai umur panen untuk ke tiga varietas kedelai

Laju Perkecambahan (hari)

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan varietas, umur panen dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap laju perkecambahan (Lampiran 10).

Data laju perkecambahan benih kedelai dalam hubungannya dengan perlakuan umur panen dan varietas dapat dilihat pada Tabel 4.

A1 A2

A3 0,00

20,00 40,00 60,00 80,00

P1

P2

P3

P4

K

ada

r a

ir

(%)

Umur panen

Varietas A1 A2 A3


(47)

Tabel 4. Laju perkecambahan kedelai akibat perlakuan varietas dan umur panen

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa laju perkecambahan tertinggi terdapat pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 2,41 % dan terendah pada varietas Anjasmoro (A1) yaitu sebesar 2,30 %, sedangkan laju perkecambahan tertinggi akibat perlakuan umur panen terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,55 % dan terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 1,30 %.

Uji Daya Kecambah (%)

1. Kecambah normal

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan varietas, umur panen dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap parameter uji daya kecambah normal (Lampiran 11).

Data persentase kecambah normal dalam hubungannya dengan perlakuan varietas dan umur panen dapat dilihat pada Tabel 5.

Varietas

Laju perkecambahan berdasarkan

umur panen (hari) Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 3,40 2,78 1,74 1,26 2,30

A2 (Kaba) 3,59 2,87 1,89 1,30 2,41

A3 (Sinabung) 3,66 2,65 1,82 1,35 2,37


(48)

Tabel 5. Jumlah kecambah normal akibat perlakuan varietas dan umur panen Varietas

Jumlah kecambah normal berdasarkan

umur panen (%) Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 71,33 d 86,67 bc 96,67 ab 98,33 a 88,25 b A2 (Kaba) 86,33 c 97,00 ab 98,00 ab 98,67 a 95,00 a A3 (Sinabung) 66,33 d 96,00 abc 97,67 ab 99,33 a 89,83 ab

Rataan 74,67 b 93,22 a 97,44 a 98,78 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom pada kelompok perlakuan yang sama, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase kecambah normal tertinggi terdapat pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 95,00 % yang berbeda nyata dengan A1 namun berbeda tidak nyata dengan A3, dan terendah pada varietas Anjasmoro (A1) yaitu sebesar 88,25 % berbeda tidak nyata dengan A3 tetapi berbeda nyata dengan A1. Sedangkan persentase kecambah normal tertinggi akibat perlakuan umur panen terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 98,78 % yang berbeda nyata dengan P1 namun berbeda tidak nyata dengan P2 dan P3, dan terendah pada perlakuan P1 yaitu sebesar 74,67 %.

Hubungan antara persentase kecambah normal dengan umur panen untuk masing-masing varietas kedelai dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Persentase kecambah normal pada berbagai umur panen ke tiga varietas kedelai A1 A2 A3 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

P1 P2 P3 P4

Umur panen

K ecam b a h n o rm al ( % ) Varietas A1 A2 A3


(49)

2. Kecambah abnormal

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan varietas, umur panen dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap parameter uji daya kecambah benih kedelai dengan evaluasi kecambah abnormal (Lampiran 12).

Data persentase kecambah abnormal dalam hubungannya dengan perlakuan varietas dan umur panen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah kecambah abnormal akibat perlakuan varietas dan umur panen

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom pada kelompok perlakuan yang sama, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kecambah abnormal tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro (A1) yaitu sebesar 11,25 % yang berbeda nyata dengan A2 namun berbeda tidak nyata dengan A3, dan terendah pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 4,83 %, sedangkan kecambah abnormal tertinggi akibat perlakuan umur panen terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 24,56 % yang berbeda nyata dengan P2, P3, dan P4 dan terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 1,22 %.

Varietas

Jumlah kecambah abnormal berdasarkan

umur panen (%) Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 28,00 a 12,00 bc 3,33 c 1,67 c 11,25 a A2 (Kaba) 13,33 b 2,67 bc 2,00 c 1,33 d 4,83 b A3 (Sinabung) 32,33 a 3,67 bc 2,00 c 0,67 d 9,67 a


(50)

Hubungan antara persentase kecambah abnormal dengan umur panen untuk masing-masing varietas kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Persentase kecambah abnormal pada berbagai umur panen untuk ke tiga varietas kedelai

3. Benih mati

Berdasarkan analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan varietas, umur panen dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap uji daya kecambah benih kedelai dengan evaluasi benih mati (Lampiran 13).

Data persentase benih mati dalam hubungannya dengan perlakuan varietas dan umur panen dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah benih mati akibat perlakuan varietas dan umur panen

Varietas Umur panen Rataan

P1 P2 P3 P4

A1 (Anjasmoro) 0,67 1,33 0,00 0,00 0,50

A2 (Kaba) 0,33 0,33 0,00 0,00 0,17

A3 (Sinabung) 1,33 0,33 0,33 0,00 0,50

rataan 0,78 0,67 0,11 0,00

A1 A2 A3 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 P1 P2 P3 P4 K ec am ba h a bno rm a l (% )

Umur panen

Varietas A1

A2


(51)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa persentase benih mati tertinggi akibat perlakuan varietas terdapat pada varietas Anjasmoro (A1) dan Kaba (A2) masing-masing sebesar 0,50 % dan terendah pada perlakuan A2 yaitu 0,17 %, sedangkan persentase benih mati tertinggi akibat perlakuan umur panen terdapat pada P1 yaitu sebesar 0,78 % dan terendah pada P4 yaitu 0 %.

Pembahasan

Pengaruh umur panen terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambah kedelai

Tingginya kadar air benih pada perlakuan umur panen 80 HST (P1) yaitu sebesar 62,62% dan terendah pada perlakuan umur panen 95 HST (P4) yaitu sebesar 34,30% (Tabel 1). Diduga karena pada 80 HST benih masih belum cukup matang secara fisiologis sehingga kadar air masih tinggi. Sejalan dengan pernyataan Irwan (2006b) bahwa kedelai yang akan dijadikan benih panen dilakukan pada saat polong matang mencapai 80 %. Disamping itu faktor lingkungan dapat juga mempengaruhi kadar air benih kedelai, dimana saat panen dilakukan pada umur 80 hari terjadi hujan sebesar 27,8 mm dan suhu 27,10C sedangkan saat panen pada umur 95 hari tidak terdapat hujan sedangkan suhu berkisar 27,40C (Lampiran 14). Suprapto (2001) menyatakan bahwa suhu optimum untuk tanaman kedelai adalah 27-300C, dan biji kedelai akan menurun daya kecambahnya bila kadar air dalam biji diatas 13%. Berdasarkan literatur dari Sutopo (2004) menyatakan bahwa kadar air yang baik dipanen untuk contoh uji yaitu 12-15%. Curah hujan yang terjadi pada bulan Oktober (waktu panen) cukup tinggi sesuai dengan data dari BMG (Lampiran 14) yaitu 337 mm dapat


(52)

pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi lebih lama sehingga menyebabkan fase generatif yang lebih lama, terutama dalam hal pengisian polong dan pematangan polong.

Tingginya persentase kecambah normal dari uji daya kecambah pada umur panen 95 HST (P4) yaitu sebesar 98,78 % dan terendah pada umur panen 80 HST (P1) yaitu sebesar 74,67 % (Tabel 5). Menunjukkan bahwa pada umur 95 HST benih diperkirakan telah mengalami matang fisiologi sedangkan pada umur 80 HST matang fisiologis benih belum tercapai sehingga menyebabkan rendahnya persentase perkecambahan. Sesuai pernyataan Sutopo (2004) bahwa benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi kecambah abnormal dimana persentase abnormal tertinggi pada perlakuan P1 (24,56 %) sedangkan terendah pada perlakuan P4 (1,22 %). Bila benih kedelai memperoleh air yang cukup maka akan berkecambah, dalam hal ini terjadi proses metabolisme yang berlangsung terus mendukung pertumbuhan kecambah. Tinggi rendahnya persentase perkecambahan, serta tumbuh normal atau abnormal kecambah tersebut dipengaruhi oleh kematangan embrio, media perkecambahan dan juga kondisi lingkungan yang optimum diantaranya kelembaban, temperatur, oksigen dan juga cahaya yang baik. Sejalan dengan ini Deptan pertumbuhan kedelai sangat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang disebabkan oleh kondisi iklim, baik mikro maupun makro. Pemanenan kedelai harus dilakukan pada saat umur masak optimal (masak fisiologis) agar diperoleh mutu hasil dan produksi yang tinggi.


(53)

Pengaruh varietas terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambah kedelai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rataan umur berbunga tercepat terdapat pada varietas Anjasmoro (A1) yaitu sebesar 40,69 hari dan yang terlambat terdapat pada varietas Sinabung (A3) yaitu sebesar 41,17 hari (Tabel 2). Hal ini mungkin disebabkan oleh adaptasi varietas tersebut terhadap iklim serta kondisi tanah tempat tumbuhnya. Namun pada saat penelitian berlangsung umur berbunga lebih lambat daripada deskripsi (Lampiran 1) diduga karena faktor curah hujan yang tinggi menyebabkan fase vegetatif lebih lama, sehingga umur berbunga tidak sesuai dengan deskripsi dari tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) bahwa saat berbunga kedelai bergantung pada kultivar (varietas) dan iklim. Suhu mempengaruhi proses pembungaan. Semakin pendek penyinaran dan semakin tinggi suhu udaranya, akan semakin cepat berbunga.

Variasi persentase kadar air antar varietas, yaitu kadar air tertinggi diperoleh pada varietas Sinabung (A3) yaitu sebesar 51,93 % dan terendah terdapat pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 51,25 % (Tabel 3). Diduga adalah akibat perbedaan genetis, pada umur panen yang lebih cepat diperoleh kadar air yang tinggi. Deskripsi tanaman menunjukkan bahwa umur panen ketiga varietas tersebut tidak jauh berbeda begitu juga dengan hasil penelitian ini. akan tetapi faktor lingkungan sangat mempengaruhi persentase kadar air benih kedelai tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur dari Kartasapoetra (2003) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan penting dan berpengaruh besar terhadap viabilitas dan pertumbuhan


(54)

respirasi secara terus menerus dapat mudah terkena pengaruh berakibat pada viabilitas dan vigor untuk dikembangkan pada saat diperlukan.

Perbedaan persentase kecambah normal, yang menunjukkan bahwa persentase tertinggi pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 95 % dan terendah pada varietas Anjasmoro (A1) yaitu sebesar 88,25 % (Tabel 5) meninjukkan perbedaan genetis antara ke tiga varietas tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi kecambah abnormal dimana persentase tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro (A1) yaitu sebesar 11,25 % sedangkan terendah pada varietas Kaba (A2) yaitu sebesar 4,83 % (Tabel 6). Daya berkecambahnya benih diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai namun ada juga yang tumbuh abnormal. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kartasapoetra (2003) bahwa benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul dan memiliki daya tumbuh lebih dari 90%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Kaba (A2) lebih cepat matang. Ini sesuai dengan deskripsi varietas umur panen (Lampiran 1).

Interaksi antara umur panen dan varietas terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan kecambah kedelai

Kadar air akibat interaksi antara varietas dan umur panan tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro dengan umur panen 80 HST (A1P1) yaitu sebesar 63,53 % dan terendah terdapat pada varietas Kaba pada umur panen 95 HST (A2P4) yaitu sebesar 32,03 %. Pada penelitian ini fase generatif sangat lama yaitu disebabkan oleh cukupnya hara dan air selama pertumbuhan sehingga


(55)

menyebabkan kematangan fisiologis yang cukup lama maka kadar air benih relatif tinggi sehingga hasilnya tidak layak untuk dijadikan benih.

Persentase kecambah normal akibat interaksi antara varietas dan umur panen tertinggi pada varietas Sinabung pada umur panen 95 HST (A3P4) yaitu sebesar 99,33 % dan terendah pada varietas yang sama dengan umur panen 80 HST (A3P1) yaitu sebesar 66,33 %. Jika ditinjau dari laju perkecambahan bahwa varietas Sinabung bukan merupakan yang tertinggi, namun demikian varietas ini menunjukkan persentase kecambah normal yang tertinggi. Pemunculan kecambah diatas permukaan tanah merupakan faktor yang mencerminkan vigor suatu bibit. Hal ini dipengaruhi oleh benih itu sendiri dimana pada saat benih mencapai matang fisiologis sewaktu terikat pada tanaman induknya maka embrio akan terbentuk sempurna dan juga memiliki kotiledon yang baik. Namun jika pemanenan dilakukan sebelum benih matang fisiologis maka perkecambahan akan rendah bahkan benih yang demikian tidak dapat berkecambah. Sesuai pernyataan Sutopo (2004) bahwa benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi. Diduga pada tingkat tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna.

Interaksi pada kecambah abnormal tertinggi terdapat pada varietas Sinabung pada umur panen 80 HST (A3P1) yaitu sebesar 32,33 % dan yang terendah pada varietas Sinabung pada umur panen 95 HST (A3P4) yaitu sebesar 0,67 %. Kecambah abnormal diamati langsung mulai dari pemunculan dan perkembangan struktur penting dari embrio dan secara tidak langsung dengan melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih. Jika


(56)

dilihat dari faktor genetis diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dan embrionya lebih besar sehingga mendukung daya kecambah lebih besar dan kuat. Sesuai pernyataan Deptan (2003) bahwa benih tanaman dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dari pada benih dengan ukuran yang lebih kecil sehingga kemampuan berkecambah juga akan lebih tinggi karena cadangan makanan yang dirubah menjadi energi juga semakin banyak.

Pada kenyataannya benih yang berukuran besar tidak selalu member pengaruh yang lebih baik, sebagai contoh hasil penelitian ini. Dimana Persentase perkecambahan varietas Anjasmoro lebih kecil dibandingkan dengan varietas Kaba dan Sinabung yang berbiji lebih kecil. Namun yang lebih mempengaruhi adalah kondisi tanaman pada saat di lapangan. Sesuai pernyataan Rumiati, dkk. (1993) bahwa penangkaran benih di lapangan sangat menentukan mutu benih yang akan dihasilkan.


(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Umur berbunga tercepat terdapat pada varietas Anjasmoro yaitu 40,69 hari dan terlambat pada varietas Kaba yaitu 41,12 hari namun berbeda tidak nyata dengan Sinabung.

2. Pada umur panen 80 HST diperoleh persentase kadar air tertinggi yaitu sebesar 62,62 % dan terendah pada umur panen 95 HST yaitu 34,30 %.

3. Persentase kecambah normal tertinggi terdapat pada umur panen 95 HST yaitu 98,78 % dan terendah pada umur panen 80 HST yaitu 74,67 %, sedangkan persentase kecambah abnormal tertinggi terdapat pada umur panen 80 HST yaitu 25,56 % dan terendah pada umur panen 95 HST yaitu 1,22 %.

4. Umur panen dan varietas berinteraksi dengan nyata untuk parameter kadar air benih dan daya kecambah yaitu pada evaluasi kecambah normal dan kecambah abnormal.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya disarankan pemanenan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan, dan kondisi tanaman sesuai dengan kriteria panen untuk perbenihan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Agribusiness Online - Indonesian Agribusiness on the Net. Last Update : Jumat, 24. Agustus 2001 18:21:44. Produksi kedelai nasional belum mencukupi tanggal 13 April 2009. Hal : 1-6.

Andrianto, T.T dan N. Indarto, 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Penerbit Absolut, Yogyakarta. Hal : 18, 35, dan 37.

Badan Standarisasi Nasional, 2000. Benih kedelai kelas benih sebar (BR). SNI 01-6234.3-2000.pdf. Hal : 6-16.

Departemen pertanian. 1990. Pengembangan kedelai dan kebijakan penelitian di Indonesia

Deptan, 2003.

panen kedelai. Diakses pada tanggal 24 September 2006. Hal : 13-20. Direktorat Bina Perbenihan, 1995. Pedoman Perbanyakan Benih Kedelai.

Direktorat Bina Perbenihan . Jakarta. Hal: 3-7.

Eva, 9 Maret 2009. Poduksi kedelai Sumut 2009 diprediksi turun. 2009. Hal : 1-2.

Hidajat, O. O., Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi, 1985. Kedelai. Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal : 73, 77 – 78, dan 82.

Irwan A.W., 2006a. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Hal : 19-26.

Irwan A.W., 2006b. Panen dan pasca panen kacang tanah, kacang hijau dan kedelai Jatinangor. Diakses pada tanggal 23 Juni 2009. Hal : 8-9.

Justice O.L. dan Louis N.B., 1994. Principles and Practices of Seed Storage. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal : 219-173.


(59)

Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta. Hal : 108-112.

Kartono, 2004. Teknik penyimpanan. Benih kedelai varietas Wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. Bogor. 1998-2003. Jurnal ISSN 0853-8379. Buletin Teknik Pertanian Vol. 9. Nomor 2. Juli 2004. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Hal : 80. Litbang, 2008. Benih kedelai : sistem dan teknologi produksi. Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Januari 2009. Hal : 1-2.

Mungnisjah W.Q. dan Asep S., 2006. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 11-27.

Mungnisjah W.Q. dan Asep S., 1995. Pengantar Produksi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal : 11.

Mungnisjah W.Q., Asep S., Suwarto, dan Cecep S., 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Grafindo Persada. Jakarta. Hal : 16-19.

Purwantoro, 2009. Percepatan penyebaran varietas unggul melalui sistem penangkaran perbenihan kedelai di Indonesia. Juni 2009. Hal : 1.

Rubatzky V.E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip Produksi dan Gizi. Jilid 2. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Hal : 262-263.

Rukmana R., dan Yuyun Y,. 1996. Kedelai, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 20-22.

Rumiati, S., Soemardi. Sukarman, dan M.F. Muhadjir. 1993. Teknologi Pengemasan Benih Kedelai dengan Sistem Kedap Udara. Dalam Kinerja penelitian tanaman pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal : 1472-1481.

Sadjad S., 1993. Dari Benih kepada Benih. Grasindo. Jakarta. Hal : 85.

Sadjad S., 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta. Hal : 1-2. Standar Nasional Indonesia (SNI), 2003. Benih kedelai kelas benih sebar (BR).

Jakarta. Diakses pada tanggal 19 Januari 2009. Hal : 6-16.


(60)

Steel R.G.D. dan Torri James H., 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal : 228-252.

Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal : 13-14. Sutopo L., 2004. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta. Hal : 161.

Warintek, 2008.

(Glycine max L.). Diakses 8 Januari 2009. Hal : 1-18.

Wirawan B. dan Sri W., 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat : Padi, Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal : 70-80.


(61)

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG

No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi

galur murni Mansuria

Silang ganda 16 tetua Silang ganda 16 tetua Warna

Hipokotil Ungu Ungu Ungu

Epikotil Ungu Hijau Hijau

Bunga Ungu Ungu Ungu

Bulu Putih Coklat Coklat

Kulit Polong Masak Coklat muda Coklat Coklat Daun

Warna Hijau Hijau tua Hijau tua

Bentuk Oval Ukuran Lebar

Tipe Tumbuh Determinate Determinate Determinate

Tinggi Tanaman (cm) 64 - 68 64 66

Jumlah Cabang 2,9 – 5,6

Batang Tanaman Jlh buku pada batang utama 12,9 – 14,8

Umur (Hari)

Mulai Berbunga 35,7 – 39,4 35 35 Polong Masak 82,5 – 92,5

Saat Panen 85 88

Rata2 Hasil 2,25 – 2,03 ton /ha 2,13 ton/ha 2,16 ton/ha Biji

Warna Kulit Biji Kuning Kuning Kuning Warna Hilum Kuning kecoklatan Coklat Coklat

Bentuk Biji - Lonjong Lonjong

Bobot 100 Biji (g) 14,8 – 15,3 10,37 10,68 Kandungan (%)

Lemak 17,21 – 18,60 14,0 13,0

Protein 41,78 – 42,05 44,0 46,0

Air 8,0 6,0

Ketahanan Terhadap

Pecah polong Tahan Rebah Tahan

Penyakit Ketahanan thdp karat daun sedang

Agak tahan thdp penyakit karat daun

Agak tahan thdp penyakit karat daun

Keterangan

Perkecambahan 78 - 76 %

Tahun Dilepas 22 Oktober 2001 22 Oktober 2001 22 Oktober 2001


(62)

(63)

(64)

Lampiran 4 : Bagan Penelitian

50 cm 3 m

30 cm 2 m 100 cm jalan

Jal

an

kolam

BLOK I

A2P4

A2P3

A2P1

A2P2

A3P2

A3P1

A3P4

A3P3

A1P3

A1P2

A1P1

A1P4

BLOK II

A1P4

A1P1

A1P2

A1P3

A2P3

A2P4

A2P2

A2P1

A3P2

A3P3

A3P4

A3P1

BLOK III

A3P2

A3P1

A3P3

A3P4

A1P4

A1P2

A1P3

A1P1

A2P2

A2P4

A2P1


(65)

Lampiran 5 :

Analisa kadar air benih kedelai Metode : Oven

A. Prinsip

Pemanasan memungkunkan penguapan air sebanyak mungkin tetapi dapa menekan terjadinga oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat-zat yang mudah menguap

B. Bahan

- Benih kedelai

C. Peralatan

- Oven

- Penghancur benih (grinder) - Timbangan analitik

- Desikator/Eksikator - Cawan Petri bertutup - Sarung tangan tahan panas - Tang (penjepit) tahan panas

D. Prosedur

1. Panaskan cawan petri + tutup dalam oven suhu 1300C selama 2 jam, kemudian dinginkan dalam desikator

2. Timbang cawan petri tersebut diatas, misal beratnya M1 gr dan diberi identitas

3. Timbang benih kedelai sebanyak 10 gr

4. Benih digrinder dengan ketentuan minimal 50% dari berat partikel melewati saringan dengan mesh 4,00 mm

5. Benih di atas langsung dimasukan dalam cawan petri, kemudian ditimbang, beratnya M2 gr

6. Cawan petri yang sudah berisi benih dioven pada suhu 1030C selama 17 jam, selama di oven tutp dibukan dan ditaruh didekatnya

7. Setelah pengeringan selesai, cawan petri ditutup baru dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator

8. Timbang cawan petri di atas, misalnya M3 gr 9. Hitung kadar air benih dengan rumus

Kadar Air = M2 - M3 x 100% M2 - M1


(66)

Lampiran 6 :

Prosedur analisa daya tumbuh benih kedelai

A. Substrat Pasir I. Prinsip

Benih yang ditumbuhkan dalam pasir dengan kondisi optimum selama 8 hari dapat dibedakan menjadi bibit normal dan tidak normal.

II. Bahan

Benih kedelai, air yang bersih, pasir (tidak terlalu halus dan tidak terlalu kasar serta steril)

III. Peralatan

- Boks plastik, pinset, kertas label

IV. Prosedur

1. Disiapkan benih kedelai sebanyak 150 biji, yang diambil secara acak dari komponen benih

2. Disiapkan pasir dan dibasahi dengan air sehingga cukup lembab, masukkan pasir dalam boks setinggi ± 7 cm dan diratakan

3. Dilubangi pasir sedalam ± 1 cm dengan menggunakan alat tabur atau pinset, yang jumlahnya 50 lubang per boks

4. Ditanam benih dalam boks di atas dan ditutup kembali dengan pasir, kemudian diberi label/identitas dan tanggal tanam

5. Boks ditaruh di laboratorium atau rumah kaca

6. Pengamatan dilakukan pada hari ke 8. Evaluasi bibit dikategorikan sebagai bibit normal, bibit abnormal, biji keras dan benih mati.

7. Dihitung rata-rata persentase daya kecambah (bibit normal) dan komponennya dengan satu desimal dengan menggunakan rumus berikut :

Daya kecambah (%) = Jumlah bibit normal x 100% Jumlah bibit yang diuji


(67)

V. Evaluasi bibit

a) Bibit normal adalah yang unsur-unsur utamanya menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal apabila ditanam di lapangan pada lingkungan yang sesuai :

 Bibit yang semua struktur utamanya (akar, tunas batang, kotiledon dan titik tumbuh) tumbuh sempurna dan sehat

 Bibit dengan cacat ringan

 Bibit dengan infeksi skunder

b) Bibit abnormal adalah bibit yang tidak mempunyai potensi untuk berkembang secara normal, bila ditanam dilapangan pada kondisi yang sesuai :

 Bibit yang unsur utamanya tumbuh tidak sempurna atau rusak sehingga tidak dapat tumbuh normal

 Bibit busuk pada struktur utama karena infeksi primer (pathogen terbawa oleh benih itu sendiri)

 Bibit yang salah bentuk adalah bibit yang pertumbuhannya lemah karena gangguan fisiologi sehingga struktur utamanya salah bentuk c) Benih mati adalah benih yang pada akhir pengujian tidak lagi keras atau segar, biasanya ditandai dengan adanya jamur, lunak/busuk, dan tidak menunjukkan unsur utama pada bibit, misalnya ujung akar.


(1)

Lampiran 8. Data pengamatan umur berbunga (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

…………HST…………

A1P1 39.93 40.40 40.70 121.03 40.34

A1P2 40.20 41.33 41.77 123.30 41.10

A1P3 40.23 40.17 41.03 121.43 40.48

A1P4 39.70 40.93 41.83 122.47 40.82

A2P1 40.27 40.80 42.30 123.37 41.12

A2P2 40.07 40.93 42.17 123.17 41.06

A2P3 40.60 41.07 41.53 123.20 41.07

A2P4 40.47 40.87 42.40 123.73 41.24

A3P1 41.10 40.77 41.57 123.43 41.14

A3P2 40.93 40.90 41.03 122.87 40.96

A3P3 40.63 41.80 41.53 123.97 41.32

A3P4 41.07 41.13 41.60 123.80 41.27

total 485.20 491.10 499.47 1475.77

rataan 40.43 40.93 41.62 40.99

Analisis sidik ragam umur berbunga

Sumber db JK KT Fhit F.05

Blok 2 8.57 4.28 23.44 * 3.44

Perlakuan 11 3.07 0.28 1.53 tn 2.26

A 2 1.72 0.86 4.70 * 3.44

P 3 0.29 0.10 0.53 tn 3.05

A x P 6 1.06 0.18 0.97 tn 2.55

Error 22 4.02 0.18

Total 35 15.66

Keterangan FK = 60496.87

KK = 1.04

* = Nyata tn = Tidak Nyata


(2)

Lampiran 9. Data pengamatan kadar air (%)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

………… % …………

A1P1 63.67 63.39 63.53 190.59 63.53

A1P2 60.09 60.06 60.18 180.33 60.11

A1P3 48.73 48.27 48.66 145.66 48.55

A1P4 33.15 34.44 33.75 101.34 33.78

A2P1 62.17 61.87 61.95 185.99 62.00

A2P2 58.03 57.53 57.77 173.33 57.78

A2P3 53.23 53.15 53.18 159.56 53.19

A2P4 31.73 32.98 31.38 96.09 32.03

A3P1 62.88 61.64 62.45 186.97 62.32

A3P2 57.54 57.33 57.97 172.84 57.61

A3P3 51.13 50.42 50.48 152.03 50.68

A3P4 36.15 37.24 37.88 111.27 37.09

Total 618.5 618.32 619.18 1856

Rataan 51.5416667 51.5266667 51.5983333 51.56

Analisis sidik ragam kadar air

Sumber db JK KT Fhit F.05

Blok 2 0.03 0.02 0.07 tn 3.44

Perlakuan 11 4307.53 391.59 1593.44 * 2.26

A 2 2.83 1.42 5.76 * 3.44

P 3 4220.01 1406.67 5723.91 * 3.05

A x P 6 84.69 14.11 57.43 * 2.55

Error 22 5.41 0.25

Total 35 4312.97

Keterangan FK = 95687.11

KK = 0.96

* = Nyata tn = Tidak Nyata


(3)

Lampiran 10. Data pengamatan laju perkecambahan (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

…………(hari)………..

A1P1 3.37 3.42 3.40 10.19 3.40

A1P2 2.78 2.75 2.81 8.34 2.78

A1P3 1.73 1.74 1.76 5.23 1.74

A1P4 1.25 1.26 1.27 3.78 1.26

A2P1 3.53 3.55 3.70 10.78 3.59

A2P2 2.87 2.80 2.93 8.60 2.87

A2P3 1.99 1.68 2.01 5.68 1.89

A2P4 1.32 1.29 1.28 3.89 1.30

A3P1 3.57 3.64 3.77 10.98 3.66

A3P2 2.58 2.69 2.67 7.94 2.65

A3P3 1.87 1.80 1.79 5.46 1.82

A3P4 1.37 1.31 1.36 4.04 1.35

Total 28.23 27.93 28.75 84.91

Rataan 2.35 2.33 2.40 2.36

Analisis sidik ragam laju perkecambahan

Sumber db JK KT Fhit F.05

Blok 2 0.03 0.01 0.00 tn 3.44

Perlakuan 11 27.17 2.47 0.02 tn 2.26

A 2 0.08 0.04 0.00 tn 3.44

P 3 26.94 8.98 0.09 tn 3.05

A x P 6 0.15 0.02 0.00 tn 2.55

Error 22 2176.11 98.91

Total 35 2203.31

Keterangan FK = 200.27 KK = 421.67 * = Nyata tn = Tidak Nyata


(4)

Lampiran 11. Data pengamatan uji daya kecambah (kecambah normal)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

…………jumlah kecambah normal………..

A1P1 87 55 72 214 71.33

A1P2 90 87 83 260 86.67

A1P3 97 97 96 290 96.67

A1P4 98 100 97 295 98.33

A2P1 83 85 91 259 86.33

A2P2 96 99 96 291 97.00

A2P3 97 99 98 294 98.00

A2P4 98 99 99 296 98.67

A3P1 71 73 55 199 66.33

A3P2 97 96 95 288 96.00

A3P3 96 98 99 293 97.67

A3P4 99 100 99 298 99.33

Total 1109 1088 1080 3277

Rataan 92.42 90.67 90 91.03

Analisis sidik ragam persentase perkecambahan

Sumber db JK KT Fhit F.05

Blok 2 37.39 18.69 0.55 tn 3.44

Perlakuan 11 4212.97 383.00 11.23 * 2.26

A 2 299.06 149.53 4.38 * 3.44

P 3 3363.64 1121.21 32.86 * 3.05

A x P 6 550.28 91.71 2.69 * 2.55

Error 22 750.61 34.12

Total 35 5000.97

Keteranga FK = 298298.03

KK = 6.42

* = Nyata tn = Tidak Nyata


(5)

Lampiran 12. Data pengamatan uji daya kecambah (kecambah abnormal)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

…… Jumlah kecambah abnormal ……

A1P1 13 43 28 84 28.00

A1P2 10 10 16 36 12.00

A1P3 3 3 4 10 3.33

A1P4 2 0 3 5 1.67

A2P1 17 14 9 40 13.33

A2P2 3 1 4 8 2.67

A2P3 3 1 2 6 2.00

A2P4 2 1 1 4 1.33

A3P1 29 26 42 97 32.33

A3P2 3 4 4 11 3.67

A3P3 3 2 1 6 2.00

A3P4 1 0 1 2 0.67

Total 89 105 115 309

Rataan 7.4167 8.75 9.5833 8.58

Analisis sidik ragam uji daya kecambah (kecambah abnormal)

Sumber db JK KT Fhit F.05

Blok 2 28.67 14.33 0.49 tn 3.44

Perlakuan 11 3935.42 357.77 12.32 * 2.26

A 2 268.17 134.08 4.62 * 3.44

P 3 3177.86 1059.29 36.49 * 3.05

A x P 6 489.39 81.56 2.81 * 2.55

Error 22 638.67 29.03

Total 35 4602.75

Keterangan FK = 2652.25 KK = 62.77 * = Nyata


(6)

Lampiran 13. Data pengamatan uji daya kecambah (benih mati)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

…………jumlah benih mati…………

A1P1 0 2 0 2 0.67

A1P2 0 3 1 4 1.33

A1P3 0 0 0 0 0.00

A1P4 0 0 0 0 0.00

A2P1 0 1 0 1 0.33

A2P2 1 0 0 1 0.33

A2P3 0 0 0 0 0.00

A2P4 0 0 0 0 0.00

A3P1 0 1 3 4 1.33

A3P2 0 0 1 1 0.33

A3P3 1 0 0 1 0.33

A3P4 0 0 0 0 0.00

Total 2 7 5 14

Rataan 0.1667 0.5833 0.4167 0.39

Analisis sidik ragam uji daya kecambah (benih mati)

Sumber db JK KT Fhit F.05

Blok 2 1.06 0.53 0.85 tn 3.44

Perlakuan 11 7.89 0.72 1.16 tn 2.26

A 2 0.89 0.44 0.72 tn 3.44

P 3 4.11 1.37 2.21 tn 3.05

A x P 6 2.89 0.48 0.78 tn 2.55

Error 22 13.61 0.62

Total 35 22.56

Keterangan FK = 5.44 KK = 202.26 * = Nyata