Kandungan Gizi dan Analisi Isoenzim Kedelai (Glycine max L. Merr.) Toleran Aluminium

H
HA
ASSIILL PPEEN
NEELLIITTIIA
AN
N

KANDUNGAN GIZI DAN ANALISIS ISOENZIM KEDELAI
(Glycine max L. Merr.) TOLERAN ALUMINIUM
Bilter A. Sirait
Fakultas Pertanian Universitas Darma Agung
Jl. Dr. TD. Pardede No. 21 Medan
Tim Teknis Dewan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Utara
ABSTRACT
This study aims to analyze the isoenzime on Soybean Al Tolerant with in vitro
culture and its nutrient content. The seed of soybean following 7 days old on invitro culture, the explants having shoot and cotiledon later sub-cultured into
induction bud media. After 30 days inside bud media, each bud separated for
later sub-cultured into a media containing varied concentration Al within AlCl3
(pH= 4.0) with an added IBA 1.0 ppm, NAA 0.05 ppm and following 21 days,
conducted research. The study adopted a factorial completely random design
with two factors and two repetitions. The first factor comprised of 6 soybean

lines namely Yellow Biloxy, Slamet, Sindoro, Wilis, Arksoy, and Lumut whereas
the second factor consisted of concentration Al within AlCl3 with 3 rates: 300,
400, and 500 ppm. The result of study showed that isoenzime observation
differed before and after adding Aluminium. The content of leucine is higher
than other amino acid content.
Keywords: Isoenzime, Al tolerant soybean, Nutrient content
PENDAHULUAN
Cooper (1994) menyatakan bahwa
karena kebutuhan akan kedelai terus
meningkat sebagai konsekuensi kesadaran
masyarakat terhadap menu makanan yang
bergizi dibarengi dengan pendapatan yang
meningkat apalagi dengan harga terjangkau,
maka kedelai yang dapat tumbuh terhadap
berbagai lingkungan produksi menjadi amat
perlu. Alasan lain kedelai diminati masyarakat
luas karena dalam biji kedelai mengandung
kadar asam amino paling lengkap.
Kedelai selain berguna untuk mencukupi
kebutuhan gizi, juga bermanfaat sebagai obat

pencegah kanker dan jantung koroner sebab
kedelai memiliki phenolik dan asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghalangi munculnya
nitrosamin pemicu kanker (Rukmana dan
Yuniarsih, 1996). Kedelai juga mengandung
letichin yang dapat menghancurkan timbunan
lemak dalam tubuh manusia sehingga secara
tidak langsung dapat menekan penyakit
darah tinggi dan diare.

Penduduk Indonesia pada umumnya
masih hidup di bawah standar gizi yang tidak
menjamin kehidupan, hanya mencapai 1700
kalori/hari/orang dan konsumsi protein 37-39
g/hari/orang, sedang standar yang diperlukan
sebesar 2100 kalori/hari/orang dan konsumsi
protein 46 g/hari/orang.
Isoenzim adalah protein sehingga
merupakan refleksi langsung alterasi sekuens
DNA melalui perubahan komposisi asam

amino yang berarti perubahan komposisi
asam amino akan berubah muatan dan
konformasi enzim. Teknik isoenzim/isozim
banyak
digunakan
untuk
mengkaji
keragaman genetis dari beberapa organisme,
data yang dihasilkan bersifat kodominan
sehingga dapat membedakan antara individu
yang heterozigot dan homozigot. Selain itu
marka isoenzim harganya relatif lebih murah
dibanding dengan marka DNA dan mudah
didapat (Bustaman, 1999).

174
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium

Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian IPB Baranangsiang. Analisis
lainnya di tempat lain. Bahan tanaman (eksplan)
diperoleh dari hasil percobaan lapang
sebelumnya yaitu Yellow Biloxy, Slamet,
Sindoro, Wilis yang tergolong toleran terhadap
aluminium dan Arksoy serta Lumut yang
masing-masing tergolong moderat dan peka
terhadap aluminium.
Percobaan ini memerlukan bahan kimia
yakni bahan dasar media Murashige dan Skoog
dengan penambahan TDZ, NAA, IBA. Bahan
kimia lainnya yang digunakan adalah yang perlu
untuk analisis isoenzim, protein total. Sterilisasi
alat-alat dengan autoklaf, alkohol, akuades, dan
betadine. Bahan penunjang lainnya ialah
aluminium foil, plastik penutup botol kultur dan
hematoksilin. Percobaan menggunakan alatalat di antaranya: bunsen burner, pH meter,
mikroskop, elektroforesis; alat-alat gelas
seperti labu takar 100 ml dan 10 ml, pipet

volume dan pipet mikro, erlenmeyer 1000
ml, gelas piala 1000 ml, cawan petri dengan
diameter 10 cm dan 20 cm, batang pengaduk,
botol kultur; laminar air flow cabinet; alat
diseksi seperti skalpel, pinset, gunting;
semprotan tangan.
Persiapan dan Penanaman Benih
Sterilisasi botol dan alat-alat tanam.
Sterilisasi alat-alat yaitu pinset, gunting, scalpel,
eppendorf, jarum pipet, kain lap, petridis, dan
botol kultur dengan menggunakan autoklaf pada
suhu 1210C dan tekanan 17,5 psi selama 1 jam.
Penghitungan waktu sterilisasi bila tekanan
yang diinginkan telah tercapai.
Pembuatan media. Percobaan ini akan
mengunakan media Murashige dan Skoog
(MS)1/2 saat perkecambahan, dan media cair
(MS) dengan penambahan TDZ 0.05 ppm dan
NAA 0.01 ppm pada induksi tunas. Keadaan
pH media saat pemberian AlCl3 adalah 4.0.

Pembuatan media perlakuan (cair) ke dalam
erlenmeyer yang telah mengandung komposisi
media MS, dimulai dengan pemanasan dengan
menggunakan kompor gas dan setelah
mendidih dimasukkan ke dalam botol kultur
sebanyak 20 ml/botol, lalu beberapa menit
kemudian, ditutup dengan plastik diikuti
dengan sterilisasi dalam autoklaf selama 30
menit dengan suhu 1210C pada tekanan 17.5
psi. Penambahan AlCl3 sesuai dengan

konsentrasi perlakuan adalah sebelum
sterilisasi.
Sterilisasi benih. Benih kedelai
terlebih dahulu dicuci dengan detergen lalu
dibilas dengan air bersih yang mengalir dan
dimasukkan ke dalam larutan Kloroks 20%,
15%, dan 5% masing-masing selama 5 menit,
10 menit, dan 10 menit, yang sebelum
pemindahan terlebih dahulu dibilas dengan

air steril masing-masing satu kali. Kegiatan
berikutnya, benih tersebut dimasukkan ke
dalam larutan HgCl2 0.1% selama 5 menit,
kemudian dibilas dengan akuades steril 3 kali
sebelum disimpan dalam kulkas selama
semalam.
Pelaksanaan Penelitian
Sebelum percobaan dimulai, terlebih
dahulu dilakukan penelitian pendahuluan.
Benih kedelai dikecambahkan dalam media
MS 1/2, pH = 5.8 yang bebas Al, masingmasing sebanyak 30 botol, tiap botol
mengandung 6 benih, setelah berumur 7 hari
eksplan berupa kotiledon disubkultur ke
media induksi tunas. Setelah 30 hari di dalam
media pertunasan, masing masing tunas
dipisahkan lalu disubkultur ke media yang
mengandung berbagai konsentrasi Al sesuai
perlakuan (pH=4.0), IBA 1 ppm, IAA 0.05 ppm
dan setelah 21 hari dilakukan pengamatan.
Percobaan menggunakan rancangan acak

lengkap faktorial dua faktor dengan dua
ulangan. Faktor pertama berupa eksplan 6
macam kedelai yaitu G1 = Yellow Biloxy; G2 =
Slamet; G3 = Sindoro, G4 = Wilis, G5 = Arksoy,
dan G6 = Lumut, sedang faktor kedua adalah
konsentrasi Al dalam bentuk AlCl3 dengan 3
taraf: A1 = 300 ppm,A2 = 400 ppm dan A4 = 500
ppm. Peubah yang diamati berupa analisis
isoenzim sedang analisis asam amino dari data
sekunder.
Analisis Laboratorium
Analisis isoenzim. Analisis isoenzim
yang menggunakan elektroforesis gel pati
dilakukan dengan mengikuti prosedur
Laboratorium Biologi Tumbuhan PAU Ilmu
Hayat IPB. Sebanyak 200 mg sampel akar
masing-masing tiap galur tanaman kedelai
digunting halus dan dimasukkan ke dalam
mortar kemudian ditambahkan pasir kuarsa
40 mg, bufer pengekstrak 0,5 ml dengan

komposisi 10 mM L-asam askorbat, 40mM
L-sistein, 0,3% Triton-X 100, 0,25 g/l PVP,
0,1 M Na2HPO4.2H2O-pH 7, digerus hingga

Kandungan Gizi dan Analisis Isoenzim Kedelai (174 – 179)
Bilter A. Sirait

175
Universitas Sumatera Utara

halus di atas nampan. Selanjutnya, kertas
saring dimasukkan ke dalam mortar untuk
menyerap cairan sel daun lalu disisip pada
gel yang telah dilubangi dengan penambahan
buffer gel 5 mM L-histidin monohidrat
(pH=6.0
dengan
TRIS).
Sebelum
dielektroforesis selama 4 jam pada 200 Volt,

dimasukkan dalam nampan yang telah berisi
buffer elektrode (50 mM asam sitrat
monohidrat, 150 mM Tris Hidroximetil
/pH=6.0, untuk mengontrol jarak migrasi
diberi penanda bromofenol biru. Setelah
selesai elektroforesis, gel dibelah menjadi 2
bagian dan dimasukkan ke dalam nampan

G1

G2

G3

G4

G5 G6

A


yang diberi larutan pewarna enzim.
Komposisi
larutan
pewarna
enzim
peroksidase (PER), asam fosfatase (ACP)
dan malate dehidrogenase juga mengikuti
sistem baku.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isozim. Hasil Pengamatan menunjukkan
pita isozim masing-masing galur sebelum
perlakuan Al (aluminium) dan sesudah
perlakuan Al berbeda satu sama lainnya
(Gambar 1, 2, dan Gambar 3).

G1 G2

G3

G4 G5

G6

B

Gambar 1. Pola pita isozim peroksidase (PER) kedelai setelah perlakuan aluminium (A) dan
sebelum perlakuan aluminium (B)

G1

G2

G3

G4

A
Gambar 2.

176

G5

G6

G1 G2 G3 G4 G5 G6

B

Pola pita isozim asam fosfatase (ACP) kedelai setelah perlakuan aluminium (A) dan
sebelum perlakuan aluminium (B)

Kandungan Gizi dan Analisis Isoenzim Kedelai (174 – 179)
Bilter A. Sirait
Universitas Sumatera Utara

G1

G2

G1 G2

G3
A
G3

G4

G4

G5

G6
B

G5

G6

G1

A

G2 G3

G4

G5

G6

B

Gambar 3. Pola pita isozim malat dehidrogenase (MDH) kedelai setelah perlakuan aluminium (A)
dan sebelum perlakuan aluminium (B)

Pada pengamatan enzim peroksidase
setelah penambahan Al, dijumpai adanya
band lebih tebal pada RF 0.5 (+) dibanding
kontrol, sedang pada pengamatam enzim
MDH setelah penambahan Al, pada RF 0.85 (+)
dijumpai ada pita di mana pada G2, G3, G4, G5
lebih tebal dibanding dengan G1 dan G6.
Selanjutnya pada pengamatan enzim ACP
setelah penambahan Al , pada G1, G2, G4, G5
muncul pita pada RF 0.42 (+) , G3 pada RF 0.03
dan pada G6 ada pita pada RF 0.4. Menurut
Runtunuwu (2000) perbedaan suatu enzim bisa
dilihat melalui perbedaan pola pita isozim
(zimogram) setelah enzimnya dielektroforesis
dalam gel, seperti gel pati dan diwarnai dengan
pewarnaan enzim. Perbedaan pola pita isozim
disebabkan perbedaan kecepatan pergerakan
elektroforetik enzim di dalam gel.
Kandungan
Asam
Amino.
Kandungan asam amino tertinggi dari kedelai
toleran Al berturut-turut adalah Leucine,
Lycine, Isoleucine sedang Methionine
memberi kandungan yang lebih kecil. Hal
ini diperjelas pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan beberapa asam amino
pada kedelai toleran Al (mg/g)
Kandungan
Isoleucine
Leucine
Lycine
Phenylaline
Tyrosine
Methionine
Cystine
Theomine
Triptophan
Valine

mg/g
340
480
400
310
200
80
110
250
90
330

Hubungan masing-masing kedelai
hasil seleksi kultur in vitro secara molekuler
diperjelas pada Gambar 4 di mana Yellow
Biloxy dan Slamet yang toleran Al memiliki
kekerabatan lebih tinggi ( 87,2 persen).

Gambar 4. Dendogram berbagai galur kedelai
hasil seleksi kultur in vitro setelah
mendapat perlakuan aluminium

KESIMPULAN
Pita isozim masing-masing kedelai
sebelum perlakuan Al (aluminium) dan sesudah
perlakuan Al berbeda satu sama lainnya.
Leucine merupakan jenis asam amino tertinggi
dari kedelai toleran Al sedang Methionine
memberi kandungan yang lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Matsumoto,
H.
1991.
Biochemical
mechanism of the toxicity of
aluminium and the sequestration of
aluminium in plant cells. Plant-Soil
Interaction at Low pH: 825-838.
Raper, C. D. and P. J. Kramer. 1987. Stress
physiology. In J R. Wilcox (ed.).
Soybeans: Improvement, production
and uses. American Society Of
Agronomy Inc. 16:588-631.

Kandungan Gizi dan Analisis Isoenzim Kedelai (174 – 179)
Bilter A. Sirait

177
Universitas Sumatera Utara

Sopandie, D. 1996. Fisiologi dan genetik
daya adaptasi kedelai terhadap
cekaman kekeringan dan pH rendah
dengan Al tinggi. Dewan Riset
Nasional.
Taylor, G. J. 1991. Current views of the
aluminium stress response. The
physiological basis of tolerance.
Current Topics in Plant Biochem. and
Physiol. 10:57-93.
______, A. Basu, U. Basu, J. J. Slaski, G.
Zhang and A. Good. 1997. Al-induced,
51
kilodalton,
membrane-bound
proteins are associated with resistance
to Al in a segregating population of
wheat. Plant Physiol. 114:363-372.

Rukmana, R. dan Yuyun Yuniarsih. 1996.
Kedelai. Budidaya dan pascapanen.
Kanisius.
Sirait. B. 2001. Penapisan galur kedelai toleran
aluminium secara in vitro: Evaluasi
karakter morfofisiologi dan kesesuaiannya dengan keragaan tanaman di rumah
kaca. Disertasi. Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. 148p.
Sirait, B. A., S. Yahya dan L. W. Gunawan.
1999. Evaluasi galur kedelai (Glycine
max. L. (Merr.) toleran dan peka
aluminium secara in vitro ditinjau dari
karakter
morfofisiologi. Akademia,
Kopertis Wilayah I Aceh-Sumatera Utara.
Hal: 1-5.

Lampiran 1. Komposisi larutan pewarna enzim peroksidase, asam fosfatase, dan malate dehidrogenase
Larutan Enzim Pewarna
1. Peroksidase
-50 mM natrium asetat (pH 5.0) 50 ml
-CaCl2
50 mg
-3-Amino-9-etilkarbasol
25 mg
-N,N-Dimethylformamide
2 ml
2. Asam Fosfatase
- 50 mM Na-asetat buffer pH 5.0
- Na-α napthyl acid phosphatase 50 mg
- MgCl2
50 mg (1 ml)
- Fast Garnet GBG salt
50 mg (1 ml)
3. Malate Dehydrogenase
- 50 mM Tris-HCl, pH 8.5
50 ml
- NAD (Nicotinamide Dinucleotide) 10 mg (1 ml)
- Malic acid
150 mg (1 ml)
- NBT (Nitro Blue Tetrazolium)or MTT (Tetrazolium Thiazolyl Blue) 10 mg (1 ml)
- Phenazine Methosulfate (PMS) 2 mg (0.4 ml)

Lampiran 2. Komposisi separating gel
Akuades
Tris HCl 1.5 M, pH 8.8
SDS 10%
Acrilamide/bis (A)-vacum 15 menit
Ammonium persulfat 10%
TEMED (N,N,N’,N’ tetra methylethylene diamine/C6H16N2

Lampiran 3. Konsentrasi protein dan kadar protein akar berbagai kedelai
Galur

Y.Biloxy
Slamet
Sindoro
Wilis
Arksoy
Lumut

178

[Protein]
(ug/ul)

0.427
0.575
0.468
0.420
0.599
0.476

Kadar protein
(mg/g sampel)

0.850
1.130
0.920
0.820
1.190
0.950

Lar.stok (ul)

Untuk sumur
(perlu 8 ug
Akuades (ul)

18.7
13.9
17.0
19.0
13.4
16.8

1.3
6.1
3.0
1.0
6.6
3.2

sampel buffer
2xkuat (ul)
20
20
20
20
20
20

Kandungan Gizi dan Analisis Isoenzim Kedelai (174 – 179)
Bilter A. Sirait
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Konsentrasi protein dan kadar protein daun berbagai kedelai hasil kultur in vitro
dengan perlakuan Al
Galur

Y.Biloxy
Slamet
Sindoro
Wilis
Arksoy
Lumut

[Protein]
(ug/ul)

3.79
4.78
4.54
4.64
3.13
3.78

Kadar protein
(mg/g sampel)

7.49
9.38
8.99
9.28
6.23
7.52

Untuk sumur
(perlu 10 ug
akuades (ul)

Lar.stok
(ul)
2.64
2.10
2.20
2.20
3.20
2.60

17.36
17.90
17.80
17.80
16.80
17.40

sampel buffer 2 x kuat
(ul)
20
20
20
20
20
20

Lampiran 5. Berbagai jenis primer yang memberi polimorfisme tinggi pada kedelai dengan
perlakuan Al
Primer
1. Acak: OPB-08
OPB-11
OPZ-11
OPA-O7
OPC-O9
OPD-O3
OPB-04
OPB-17
OPA-10
OPZ-07
OPZ-03
2.Spesifik
P1f
P1r

Susunan Basa
5’ GTCCACACGG 3’
5’ GTAGACCCGT 3’
5’ CTCAGTCGCA 3’
5’ CTACGCTCAC 3’
5’ CTCACCGTCC 3’
5’ GTCGCCGTCA 3’
5’GGACTGGAGT 3’
5’AGGGAACGAG 3’
5’ GTGATCGCAG 3’
5’ CCAGGAGGAC 3’
5’ CAGCACCGCA 3’
5’ ATGGCAGCTACTCAGGAAGATTGT 3’
5’ AACGGATGAAGTTTCGGGCG 3’

Lampiran 6. Komposisi pereaksi dan buffer untuk analisis DNA kedelai hasil kultur in vitro
Larutan Penyangga
a. Bufer Ekstrak

b. Larutan Pencuci
c. Larutan TE
d. Larutan TAE 50x

Komposisi
10 ml CTAB 10%
2 ml EDTA 0.5 M, pH 8.0
12.6 ml NaCl 5M
20.4 ml akuabides
70 ml etanol 70%
1 ml Tris-HCl 1 M, pH 8.0
1 ml EDTA 0.5 M, pH 8.0 (dilarutkan dengan akuades hingga vol.100 ml)
24.2 g Tris base
5.71 ml asam asetat glasial
10.0 ml EDTA 0.5 M, pH 8.0
(dilarutkan dengan akuades hingga vol.100 ml)
2.5 % Bromophenol blue 40 % sukrosa

e. Loading buffer

Kandungan Gizi dan Analisis Isoenzim Kedelai (174 – 179)
Bilter A. Sirait

179
Universitas Sumatera Utara