MEKANISME KERJA Dokumen Pedoman Peraturan-peraturan Tentang Hewan - FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN ae328b89de 3573

15

BAB V MEKANISME KERJA

A. Penetapan Status Reproduksi Penetapan status Reproduksi Ternak Sapi dan Kerbau dilakukan melalui 2 dua kegiatan, yaitu pemeriksaan status reproduksi dan penetapan status reproduksi. 1 Pemeriksaan status reproduksi Pemeriksaan dalam rangka penetapan status reproduksi ternak sapi dan kerbau dilakukan dengan cara palpasi rectal atau menggunakan alat ultrasonografi yang dilakukan oleh Petugas PKb, ATR, atau Medik Reproduksi. 2 Penetapan status reproduksi Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, status reproduksi sapi atau kerbau akan diketahui, yaitu: a. Kelompok Body Condition Score BCS di bawah 2,0. Kondisi berat badan sapi yang mengalami kekurangan gizi berat sehingga mengakibatkan kekurangan berat badan ideal untuk berfungsinya sistem reproduksi. Pada kelompok tersebut, ditetapkan bahwa sistem reproduksi baru dapat dinormalkan kembali setelah BCS dapat ditingkatkan hingga 2,0. b. Kelompok Body Condition Score BCS di atas atau sama dengan 2,0. Kondisi berat badan sapi minimal untuk berfungsinya sistem reproduksi. Apabila ditemukan kondisi sapi yang mengalami gangguan reproduksi, kondisi tersebut dinilai masih dapat disembuhkan hingga menjadi normal kembali. Penetapan status reproduksi pada kelompok ini adalah sebagai berikut: b.1. bunting, b.2. tidak bunting dengan status reproduksi normal; b.3. tidak bunting dengan status mengalami gangrep; b.4. tidak bunting dengan status mengalami gangrep permanen. c. Penerbitan Surat Keterangan Status Reproduksi SKSR Berdasarkan hasil penetapan status reproduksi sapi dan kerbau sebagaimana pada poin 2.b di atas, maka diterbitkan SKSR yang menerangkan kondisi sapi sebagai berikut: a. bunting b. tidak bunting dengan status reproduksi normal, ditetapkan sebagai akseptor; 16 c. tidak bunting dengan status mengalami gangrep, ditetapkan sebagai target Gangrep; atau d. tidak bunting dengan status mengalami gangrep permanen, diberikan surat keterangan tidak produktif. Hasil pemeriksaan status reproduksi dilakukan oleh Petugas PKb, ATR dan medik reproduksi. Apabila dilakukan oleh petugas PKb atau ATR, direkomendasikan kepada Medik Reproduksi sebagai dasar penetapan Surat Keterangan Status Reproduksi SKSR. Penetapan status reproduksi dilaksanakan mulai dari seleksi BCS hingga pemeriksaan pertama untuk mengetahui status normal bunting atau tidak bunting dan tidak normal. Selanjutnya sebagaimana pada gambar 4. Setiap sapikerbau yang diberikan penetapan status reproduksi dan belum memiliki nomor ear tag dan Nomor Kartu Ternak yang dikeluarkan ISIKHNAS, harus diberikan:  ear tag atau neck tag  Nomor Kartu Ternak yang didaftarkan melalui ISIKHNAS

B. Penanganan Gangguan Reproduksi

Mekanisme kerja penanganan gangguan reproduksi dilakukan secara bertahap yaitu melalui : a. Surveillans Gejala Klinis berdasarkan anamnese peternak Surveillans gejala klinis dilaksanakan sebagai seleksi awal atau sebagai dasar untuk penanganan gangguan reproduksi. Kriteria ternak yang akan dijadikan sebagai target penanganan gangguan reproduksi adalah: a. Setelah 14 hari melahirkan b. Ada discharge abnormal c. Ada siklus estrus abnormal d. Estrus tidak teramati setelah 50 hari melahirkan e. Dikawinkan 2 kali tidak bunting f. Setelah 2 bulan di IB g. Sapi yang bunting lebih dari 280 hari h. Sapi yang mengalami abortus, prematur atau lahir mati b. Pemeriksaan dan penentuan diagnosa status reproduksi, Pemeriksaan dilakukan terhadap sapi betina produktif yang memperlihatkan kriteria gangguan reproduksi. Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan status reproduksinya dan status kesehatan ternak khususnya terhadap ada tidaknya infeksi penyakit terutama Brucellosis. Pemeriksaan status reproduksi dilakukan dengan cara:  Inspeksi melalui Body Condition Score dan Status praesens Present status 17  Palpasi per rektum dan per vaginam  Sonologi dengan menggunakan alat ultrasonografi bila tersedia  Laboratoris dengan pengambilan dan pemeriksaan sampel darah, feses dan lendir vagina discharge vagina Penentuan diagnosa dilakukan oleh medik reproduksi sesuai dengan hasil pemeriksaan fungsi organ reproduksi. c. Penanganan Gangguan Reproduksi, Tindakan penanganan gangguan reproduksi dijadikan sebagai dasar dalam penentuan ternak yang dapat disembuhkan fausta atau tidak dapat disembuhkan infausta. Keberhasilan penanganan gangguan reproduksi dinyatakan berhasil apabila kondisi ternak menunjukkan gejala estrus. Setiap sapikerbau yang diberikan penetapan status reproduksi dan belum memiliki nomor ear tag dan Nomor Kartu Ternak yang dikeluarkan ISIKHNAS, harus diberikan:  ear tag atau neck tag  Nomor Kartu Ternak yang didaftarkan melalui ISIKHNAS d. Tingkat Keberhasilan Kesembuhan. Keberhasilan kesembuhan dari penanganan gangguan reproduksi dinyatakan setelah dilakukan pemeriksaan dan tindakan pengobatan 2-3 kali. Penanganan gangguan reproduksi dilaksanakan mulai pemeriksaan II hingga pemeriksaan ke III. Selanjutnya sebagaimana gambar 4.

C. Pemberian Pakan Konsentrat

Setiap sapiKerbau yang didiagnosa hypofungsi uteri dan mengalami kekurangan gizi mal nutrisi diberikan pakan konsentrat selama berkisar 3 bulan. Pemberian pakan konsentrat dianggarkan dari kegiatan dibawah Direktorat Pakan Ditjen PKH.

D. Pemberian Feed Suplement Setiap sapikerbau yang ditangani gangguan reproduksinya diberikan 1

satu kg feed suplement selama 3 tiga bulan. 18 Gambar 4. Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan reproduksi 19

BAB VI OPERASIONAL KEGIATAN