Pemetaan wilayah sasaran berdasarkan hasil surveillans klinis Operasional

20 e. Pengadaan Barang Penyediaan barang dan bahan operasional kegiatan dilaksanakan melalui proses pengadaan barang sesuai peraturan yang berlaku. Pemilihan bahan operasional didasarkan atas azas efektif dan efisien. 2 Tahap Pelaksanaan Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan skema berikut : Keterangan Gambar: SKTP : Surat Keterangan Tidak Produktif SKB : Surat Keterangan Bunting : Melambangkan suatu proses : Melambangkan penentuan kebijakan Gambar 5. Skema Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

a. Pemetaan wilayah sasaran berdasarkan hasil surveillans klinis

Tahap ini diawali dengan menginventarisasi populasi sapi betina tidak produktif kemudian dilakukan surveilans klinis. Berdasarkan hasil surveillans selanjutnya dilakukan pemetaan, sehingga didapatkan wilayah sasaran kegiatan penanganan gangguan reproduksi. Folikuler Tidak sembuh Tidak sembuh Tidak sembuh Sembuh Sembuh Sembuh Gangrep Permanen Pena- nganan Gangrep I Culling fatenin g Sinkronisasi Pena- nganan Gangrep II Tidak sembuh IBKA SKSR SKSR Tidak sembuh Tidak sembuh Penaganan Gangrep III Analisis hasil pemeriksaan Perlakuan Treatment Inventarisasi populasi sapi betina produktif Pemeriksaan status organ reproduksi Pemetaan wilayah potensial Normal Tidak Normal Bunting Tidak Bunting Gangrep NonPerm a-nen Luteal Penentuan diagnosa status reproduksi Surveilans klinis berdasarkan anamnese Folikular 21

b. Operasional

1. Penentuan diagnosa status reproduksi ternak Penentuan diagnosa status reproduksi ternak dilakukan oleh tim operasional teknis. Anamnese dan pemeriksaan klinis menjadi dasar penentuan status reproduksi ternak. 2. Analisis hasil pemeriksaan Apabila ditemukan adanya gangguan reproduksi pada ternak, petugas medik reproduksi memeriksa jenis gangguan reproduksi yang dialami oleh ternak tersebut. 3. PerlakuanTreatment Ternak dengan diagnosa gangguan reproduksi non permanen dilakukan penanganan gangguan reproduksi 2 sampai dengan 3 kali penanganan. a. Penanganan tahap pertama, dilakukan terhadap ternak dengan diagnosa gangguan reproduksi non permanen. Ternak yang dinyatakan sembuh akan dilakukan sinkronisasi, kawin alam atau inseminasi buatan sesuai dengan tahap siklus estrusnya. Sedangkan ternak yang dinyatakan tidak sembuh dilanjutkan ke penanganan tahap kedua. b. Penanganan tahap kedua, dilakukan terhadap ternak yang dinyatakan tidak sembuh pada tahap pertama. Ternak yang berhasil disembuhkan akan dilakukan sinkronisasi, kawin alam atau inseminasi buatan sesuai dengan tahap siklus estrusnya. Sedangkan ternak yang dinyatakan tidak sembuh dapat dilanjutkan ke penanganan tahap ketiga. c. Penanganan tahap ketiga, dapat dilakukan terhadap ternak yang dinyatakan tidak sembuh pada tahap kedua. Ternak yang berhasil disembuhkan akan dilakukan sinkronisasi, kawin alam atau inseminasi buatan sesuai dengan tahap siklus estrusnya. Sedangkan ternak yang dinyatakan tidak sembuh direkomendasikan sebagai ternak untuk dipotong.

c. Pendataan Hasil