Latar Belakang Masalah Penelitian

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Program pembelajaran di TK meliputi dua bidang pengembangan, yaitu 1 pembiasaan dan 2 kemampuan dasar. Bidang pengembangan kemampuan dasar termasuk salah satunya adalah kemampuan dasar berbahasa. Tujuannya adalah agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat anak untuk berbahasa Indonesia. Semua bidang pengembangan harus dikembangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran anak usia dini yang holistik dan terintegrasi antar semua bidang pengembangan, termasuk dengan pengembangan kemampuan dasar bahasa. Pengembangan kemampuan dasar bahasa yang terkait dengan pembelajaran baca tulis dan hitung selalu menjadi polemik di pendidikan anak usia dini, disatu sisi anak tidak boleh diajarkan baca tulis, disisi lain anak diharapkan setelah lulus dari TK mampu dalam hal calistung. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan sebelumnya, sekolah Taman Kanak-kanak di Kabupaten Bone dibagi dalam tiga kategori berdasarkan penilaian Depdiknas yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari ketiga kategori ini kriteria rendah termasuk di dalamnya adalah daya serap lulusan di sekolah dasar. Salah satu TK yang masuk dalam kategori rendah adalah TK Bhayangkari, Hal inilah yang menjadi perhatian bahwa sekolah yang lulusannya hampir sebagian besar dapat diserap di sekolah dasar dengan kemampuan baca tulis yang cukup baik menjadi sekolah dengan kategori rendah. Berawal dari hal inilah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian. Persoalan baca tulis menjadi isu yang penting karena laporan IEA Study of Reading Literacy menyatakan bahwa kemampuan anak-anak sekolah dasar di Indonesia sangat rendah. Dari 31 negara yang diteliti, Indonesia menduduki peringkat 30, sedangkan peringkat tertinggi di duduki Finlandia dan beberapa negara maju termasuk Jepang. Fenomena rendahnya membaca ini ibarat gunung es yang sedikit mencuat keluar namun sejatinya banyak masyarakat Indonesia yang belum melek baca. Hal itu banyak dilihat dari anggota DPR yang tidur pada saat sidang, orang ngobrol sendiri ketika menghadiri seminar atau diskusi gratis. Kita juga tidak menyaksikan di ruang tunggu terminal, bandara, stasiun, dan ruang tunggu lain orang melakukan kegiatan membaca. Bandingkan dengan orang-orang Jepang, tidak ada waktu yang terbuang dengan melakukan kegiatan membaca. Rendahnya kemampuan membaca ini berakibat juga rendahnya daya saing bangsa Indonesia di mata Internasional. Mengapa kemampuan dasar bahasa ini menjadi sangat penting? sebab dengan kurangnya kemampuan dasar bahasa anak tidak hanya menyulitkan guru, akan tetapi juga berakibat terhadap jenjang pendidikan selanjutnya. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataannya pengembangan kemampuan dasar bahasa bukan merupakan program pembelajaran yang khusus, akan tetapi terintegrasi dalam program kegiatan belajar yang utuh. Melalui program kegiatan tersebut diharapkan anak dapat mencapai perkembangan tertentu sesuai dengan masa pekanya sehingga matang untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar. Sampai saat ini memang tidak ada aturan yang melarang anak-anak untuk dapat membaca dalam usia yang lebih dini. Kenyataan di sekolah dasar juga membuktikan bahwa guru di kelas satu juga mendapat tambahan beban ketika anak asuhnya belum bisa membaca apalagi menulis. Oleh karena itu program literasi atau baca tulis menjadi penting diberikan sejak usia dini. Penelitian juga membuktikan bahwa anak-anak usia prasekolah sudah dapat menyusun pola kalimat sederhana dua tiga kata Soeroso, 1996. Berdasarkan penelitian Euis Faridah 2002, menunjukkan bahwa masalah- masalah yang ditemukan pada anak, salah satunya adalah kurangnya kemampuan dasar bahasa anak usia Taman Kanak-kanak. Jika hal ini dibiarkan, maka akan menyulitkan anak untuk beradaptasi dengan kegiatan pembelajaran di sekolah dan juga akan menyebabkan kesulitan guru dalam mengembangkan kemampuan- kemampuan lainnya. Masitoh 2002 mengungkapkan bahwa perkembangan Taman Kanak-kanak saat ini sangatlah memprihatinkan, karena telah terjadi pergeseran dari yang seharusnya memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar sambil bermain menjadi TK yang berorientasi akademik bukan berorientasi pada perkembangan anak. Menurut Owens Essa, 2002 menyatakan bahwa anak yang tidak belajar bahasa pada masa usia dini akan memiliki banyak kesulitan dimasa yang akan datang. Kemudian ditambahkan lagi bahwa bahasa tidak serta merta timbul dengan sendirinya, akan tetapi dibangkitkan dengan menjalin komunikasi verbal di dalam lingkungan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Romy Febrianto Saputro bahwa salah satu kunci keberhasilan paud adalah minat baca. Mengapa demikian? Karena betapa banyak anak-anak bangsa ini yang bisa membaca tetapi miskin minat baca. Ketika masih TK mereka begitu semangat dalam membaca, tetapi tatkala menginjak SD minat bacanya “surut”. http:www.kabarindonesia.comberita.php Paul L. Morgan dan Catherine R. Meier bahkan menyatakan bahwa kurangnya keterampilan dalam berbahasa seiring dengan rendahnya perilaku dalam berbahasa. Bahkan kurangnya keterampilan anak dalam berbahasa akan menimbulkan efek negatif terhadap sikap anak dan kemampuan untuk membuat keputusan McDonough, 1989 Agar masalah yang dihadapi oleh anak dapat diminimalisir, olehnya itu diperlukan bantuan dari berbagai pihak yang berhubungan dengan anak, baik dari lingkungan rumah, maupun lingkungan sekolah tentu saja dalam hal ini adalah gurunya. Sekolah Taman Kanak-kanak adalah pendidikan prasekolah yang ditujukan bagi anak usia 4-6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar PP No. 271990. Tujuan penyelenggaraan TK adalah membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta anak untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Hal ini juga dapat kita lihat dengan asumsi guru, ketika anak usia kelas rendah di sekolah dasar diberikan tes dirasakan masih terlalu berat untuk diberikan kepada anak, misalnya penggunaan bahasa, ukuran huruf, terutama sekali untuk anak yang masih rendah kemampuannya. Namun demikian, menurut Havighurst Makmun, 1994:49 salah satu tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung. Hal ini juga tentu sangat berpengaruh dengan bimbingan guru di sekolah karena calistung tidak diajarkan seperti di sekolah dasar, akan tetapi terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Walaupun demikian, bimbingan orang tua di rumah juga berpengaruh, karena sebagian besar waktu anak adalah dalam lingkungan keluarga, terutama ibu. Euis Faridah 2002:4 mengemukakan bahwa persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berbicara. Ada anak yang lancar berbicara, tetapi ada juga yang kurang pandai mengemukakan keinginannya dan perasaan melalui bahasa lisan. Kendalanya antara lain adalah pendidikan orang tua yang rendah, pola pendidikan yang otoriter, status sosial ekonomi yang rendah, lingkungan yang kurang mendukung dan sebagainya. Kurangnya rangsangan intelektual di rumah karena kurangnya bimbingan orang tua sebagai pendidik utama dalam lingkungan keluarga. Anak-anak yang seperti ini digambarkan oleh Supriadi 1999 sebagai anak- anak yang kurang beruntung disadvantaged children. Dan menurut laporan APEID 1990 dalam Supriadi disebutkan bahwa ada tujuh alasan mengapa anak kurang beruntung mengalami kesulitan dalam belajar dan melakukan penyesuaian diri di sekolah : 1 perbedaan bahasa yang digunakan di sekolah dan di rumah. Misalnya terbatasnya kosakata, perbedaan dialek, penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar. 2 terbatasnya konsep-konsep keilmuan sehingga tidak mampu mendukung belajar akademik. 3 nilai-nilai keluarga atau orang tua, harapan dan lemahnya dukungan keluarga. 4 tidak relevannya antara kurikulum sekolah dengan kondisi lokal, harapan orang tua, dan masyarakat. 5 perilaku yang berlaku di rumah berbeda dengan yang yang berlaku di sekolah. Misalnya ketika anak di rumah menggunakan bahasa yang kurang sopan, maka di sekolah anak dituntut untuk menggunakan bahasa yang sopan. 6 gizi, kondisi kesehatan, dan perumahan yang buruk serta kurangnya kebiasaan belajar yang membuat anak tidak siap untuk belajar. Hal ini ditambah lagi dengan sikap guru yang kurang sensitif pada kondisi anak dan kurangnya fasilitas. 7 ketidakmampuan guru atau sekolah untuk mengenali dan menghargai kekuatan anak-anak kurang beruntung. Misalnya dalam hal kemandirian, walaupun anak memiliki kelebihan, namun kurang diakui dan dihargai di sekolah.

B. Rumusan Masalah