Analisis Giongo Dalam Anime Kaichou Wa Meido-Sama! (Episode 1-10)

(1)

(2)

ANALISIS GIONGO DALAM ANIME KAICHOU WA MEIDO-SAMA! (EPISODE 1-10)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi Ujian Sarjana Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra

Universitas Komputer Indonesia

DZIKRY DZIKRULLAH 63808005

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

(4)

i

ABSTRAK

Giongo adalah kata-kata yang menunjukkan tiruan bunyi dan suara di sekeliling kita oleh benda mati ataupun makhluk hidup. Untuk bisa menggunakan giongo dengan baik dan benar, pembelajar bahasa Jepang harus mengetahui dan mengerti makna dan penggunaan giongo tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna, karakteristik, dan penggunaan giongo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Data mengenai giongo diambil dari anime Kaichou wa Meido-sama! episode 1-10. Data giongo yang terkumpul diuraikan maknanya, diklasifikasikan berdasarkan karakteristiknya, dan diberi contoh untuk mengetahui penggunaannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Dari dua puluh lima data giongo yang terkumpul, terdapat tujuh belas giongo (tiruan bunyi benda) dan delapan giseigo (tiruan suara makhluk hidup); 2) Karakteristik giongo dilihat dari bentuk strukturnya dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Jougo 畳語 (kata berulang); b) Seion 清音 (huruf yang tidak

disuarakan) dan Dakuon 濁音 (huruf yang disuarakan); c) Gobion 語尾音

(bunyi akhir kata); 3) Dilihat dari fungsi gramatikalnya giongo digunakan sebagai kata keterangan yang memodifikasi kata kerja (atau gabungan huruf kanji dengan suru ), dengan atau tanpa partikel to dan berfungsi sebagai kata

kerja yang digabungkan langsung dengan partikel suru (terkadang

dengan partikel to ) atau yaru .


(5)

ABSTRACT

Giongo are words that show imitation of sounds and voices around us by inanimate object or living thing. To be able using giongo properly, the Japanese language learners must know and understand the meaning and the usage of giongo it self.

The purpose of this research is to determine the meaning, characteristics, and the usage of giongo. The method used in this research is descriptive research method. Research data of giongo is taken from anime Kaichou wa Meido-sama!. Collected data of giongo is described to determine its meaning, classified according to their characteristics, and given a sample to determine the usage of giongo.

Based on the results of the research performed, the author draw the following conclusion: 1) Based on twenty-five of giongo that collected, there are seventeen giongo (artificial sound objects) and eight giseigo (voice imitation of living things); 2) Characteristics of giongo based on the shape of structure is divided into three, that is: a) Jougo 畳語 (repetitive words); b) Seion 清音 (unvoiced

consonants) and Dakuon 濁音 (voiced consonants); c) Gobion 語尾音

(word-ending sound); 3) Based on the grammatical function, giongo are used as adverbs modifying regular verbs (or kanji compounds combined with suru

), either with the particle to or without it and used as adverbs

combined with suru and yaru .


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pertolongan-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Giongo dalam Anime Kaichou wa Meido-sama!” ini dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Universitas Komputer Indonesia. Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan dan saran pembaca sangat penulis hargai bagi kemajuan penulis.

Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak memperoleh dukungan, motivasi, perhatian, semangat, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Komputer Indonesia.

2. Ibu Fenny Febrianty, S.S., M.Pd. selaku Dosen dan Ketua Program Studi Sastra Jepang Universitas Komputer Indonesia, yang selalu memberikan pengarahan-pengarahan kepada para mahasiswa sastra Jepang.

3. Bapak Soni Mulyawan Setiana, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan masukan, bimbingan, serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan.


(7)

4. Ibu Pitri Haryanti, M.Pd. selaku Dosen wali dan juga Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan semangat, masukan, bimbingan, serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan.

5. Para Dosen Sastra Jepang, Dr. H.M Ali Syamsuddin Amin, S.Ag., M.Si., Mr. Marutani Toshihiro, Mrs. Saori Kaede, Mrs. Sonoyama Satko, Drs. Ahmad Dahidi, MA., Dra. Renariah, M.Hum., Riska Sri Rahmawati, SS., yang telah banyak memberikan pelajaran dalam hal pendidikan dan juga kehidupan. 6. Sekertarian Jurusan, Mba Tyas yang selalu memberikan waktunya untuk

penulis mengurusi segala urusan perkuliahan.

7. Teman-teman seangkatan di Program Studi Sastra Jepang, Mey, Icha, Udon, Lista, Vee, Mae, dan Aldi.

8. Para Senpai yang selalu bisa dijadikan contoh dan para Kohai yang selalu menghibur.

9. Umy dan Aby tercinta, yang selalu memberikan do’a, dukungan moril dan materil, serta motivasi dan nasihat selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10.Adik-adikku tercinta yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas

segala perhatian, do’a, dan dukungannya.

Bandung, Juli 2012


(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Rumusan Masalah 5

1.3. Batasan Masalah 5

1.4. Tujuan Penelitian 5

1.5. Manfaat Penelitian 6

1.6. Sistematika Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Semantik 8

2.1.1. Pengertian Semantik 8

2.1.2. Semantik dan Linguistik 9

2.1.3. Jenis-Jenis Makna 9

2.2. Giongo 12


(9)

2.2.2. Giongo dan Perlambangan Bunyi 13

2.2.3. Perlambangan Bunyi dalam Huruf Vokal 16

2.2.4. Perlambangan Bunyi dalam Huruf Konsonan 18

2.2.5. Karakteristik Giongo 21

2.2.6. Fungsi Gramatikal 30

2.3. Anime 32

2.3.1. Sejarah Anime 34

2.4. Anime Kaichou wa Meido-sama! 36 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian 40

3.1.1. Metode Penelitian Deskriptif 41

3.2. Objek Penelitian 43

3.3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 43

3.3.1. Tahap Persiapan 44

3.3.2. Tahap Pelaksanaan 44

3.3.3. Tahap Akhir 45

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Makna Giongo 47

4.1.1. Giongo 47

4.1.2. Giseigo 74

4.2. Karakteristik Giongo 88


(10)

vii

BAB V PENUTUPAN

5.1. Kesimpulan 147

5.2. Saran 150

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

1.1. Latar Belakang Masalah

Kosakata merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dengan bahasa Jepang, baik dalam ragam lisan maupun ragam tulisan. Asano menyebutkan bahwa tujuan akhir pengajaran bahasa Jepang adalah agar para pembelajar dapat mengkomunikasikan ide atau gagasannya dengan menggunakan bahasa Jepang baik dengan cara lisan maupun tulisan, salah satu faktor penunjangnya adalah penguasaan kosakata yang memadai (Sudjianto dan Dahidi, 2009).

Dalam mempelajari kosakata bahasa Jepang, giongo adalah salah satu kajian yang perlu diperhatikan. Giongo merupakan salah satu aspek bahasa Jepang yang menarik bagi para pembelajar bahasa Jepang yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Namun karena jumlahnya yang begitu banyak sementara padanannya dalam bahasa Indonesia sangat terbatas, kadang giongo ini menjadi salah satu kendala pada saat belajar bahasa jepang (Sudjianto dan Dahidi, 2009).

Menurut Hanata dan Hibiya (1989) giongo adalah kata-kata yang menggambarkan suara yang ada disekeliling kita. Giongo dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Giongo adalah kata-kata yang menunjukan bunyi benda mati. Contoh: a. Goon (tiruan bunyi lonceng)


(12)

2

b. Don (tiruan bunyi ledakan)

c. Batabata (tiruan bunyi mesin motor)

2) Giseigo adalah kata-kata yang menunjukan suara makhluk hidup. a. Nyaanyaa (tiruan suara kucing)

b. Wanwan (tiruan suara anjing)

c. Kusukusu (tiruan suara tawa manusia)

Dari definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa giongo adalah kata-kata yang menunjukan tiruan bunyi dan suara disekeliling kita yang dihasilkan oleh benda mati ataupun makhluk hidup.

Untuk mempelajari giongo, selain harus mengetahui makna dari giongo, para pembelajar bahasa Jepang juga harus mengetahui cara penggunaannya. Penggunaan giongo dalam percakapan ataupun teks bacaan biasanya diikuti oleh partikel ~to. Dengan mengetahui cara penggunaanya, para pembelajar bahasa Jepang dapat menggunakan giongo dalam kalimat percakapan dengan baik dan benar. Penulis sebagai salah seorang pembelajar bahasa Jepang merasa bahwa pemahaman tentang giongo masih kurang, oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang giongo.

Selain digunakan dalam teks dan percakapan, giongo juga banyak digunakan dalam manga (komik khas Jepang) dan anime (kartun animasi khas Jepang) sebagai efek suara. Efek suara dalam komik Jepang sangat berguna untuk mengekspresikan suasana, perasaan tokoh, dan lain-lain (Trisno, 2006).

Anime adalah animasi khas Jepang, yang biasanya dicirikan melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai


(13)

macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton. Anime dipengaruhi gaya gambar manga, komik khas Jepang. Selain gambar animasinya yang menarik, cerita yang disajikanpun sangat bervariasi, dari cerita tentang cinta dan persahabatan sampai cerita tentang petualangan dan kehidupan. Oleh karena itu banyak orang yang menonton anime sebagai salah satu hobi dan hiburan ketika senggang (Wikipedia, 2011).

Kaichou wa Meido-sama! adalah salah satu anime yang populer di Jepang. Anime ini merupakan anime romance comedy yang diadaptasi dari manga dengan judul yang sama karya Hiro Fujiwara. Di Jepang anime ini ditayangkan pada tanggal 2 April 2010 hingga 24 September 2010 dengan durasi 24 menit per episodenya. Kaichou wa Meido-sama! menempati peringkat 143 dari ribuan anime yang ada sebagai anime yang bertema romance comedy terpopuler. Hingga saat ini terdapat lebih dari 35 fansubs (kependekan dari fan-subtitled) yang telah menerjemahkan anime Kaichou wa Meido-sama! kedalam bahasa lainnya seperti bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, Arab, Jerman, Turki, Itali, Polish, Hungaria, China, dan Brazil (http://myanimelist.net/, 2012).

Selain jalan ceritanya yang menarik, anime Kaichou wa Meido-sama! mempunyai keunikan dalam penggunaan giongo sebagai efek suara. Pada umumnya, dalam sebuah anime, giongo ditulis pada background yang berfungsi untuk mengekspresikan keadaan, suasana atau perasaan tokoh. Tetapi dalam anime Kaichou wa Meido-sama!, giongo tidak hanya dituliskan pada background sebagai efek suara, tetapi terkadang diucapkan langsung oleh para tokoh dalam anime tersebut sebagai bunyi dari efek suara yang digunakan. Seperti, ketika


(14)

4

terdapat adegan salah satu tokoh dalam anime Kaichou wa Meido-sama! yang sedang menelan makanan yang dikunyah, pada saat itu tokoh tersebut mengucapkan gokkun (tiruan bunyi ketika menelan) sebagai efek suara dari menelan makanan. Dalam anime lain, biasanya gokkun tidak akan di ucapkan oleh tokoh, tetapi hanya ditulis pada background sebagai efek suara menelan makanan pada adegan tersebut. Karena keunikan penggunaan giongo pada anime Kaichou wa Meido-sama! penulis tertarik untuk menjadikan anime tersebut sebagai objek penelitian.

Sebelumnya terdapat penelitian yang berkaitan dengan giongo, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Marlina Roseta pada tahun 2008 yang berjudul “Analisis Giongo Gitaigo yang Terdapat dalam Buku Shin Nihongo no Chuukyuu Honsatsu Kaiwa”. Kesimpulan mengenai giongo dan gitaigo pada penelitian ini adalah, dari data sebanyak 23 buah yang dianalisis, dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan makna dan keadaan yang ditunjukan yaitu menyampaikan gejala atau keadaan sakit, menerangkan proses dan sebagai kiasan/ perumpamaan. Penggunaan giongo gitaigo yang terdapat dalam kalimat pada buku Shin Nihongo no Chuukyuu Honsatsu Kaiwa, dapat diikuti oleh partikel ~ ~ ~

Verb ~ Verb ~ . Dari analisis data mengenai perubahan jenis kata

giongo gitaigo, kata kerja (動詞) dapat diambil dari giongo gitaigo dan kata asli seperti kata keterangan (副詞) dapat digunakan sebagai giongo gitaigo. Tetapi apa yang akan diteliti oleh penulis disini memiliki perbedaan dalam objek yang akan diteliti, dengan demikian kesimpulan yang dihasilkan pun akan berbeda.


(15)

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat topik penelitian yang berjudul “Analisis Giongo dalam Anime Kaichou wa Meido-sama! Episode 1-10”.

1.2. Rumusan Masalah

1) Apa makna giongo yang muncul dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10?

2) Bagaimana karakteristik giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10 dilihat dari bentuk strukturnya.

3) Bagaimana penggunaan giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10 dilihat dari fungsi gramatikalnya?

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya akan menganalisis giongo yang ada di dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10.

1.4. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui makna giongo yang muncul dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10.

2) Untuk mengetahui karakteristik giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10 dilihat dari bentuk strukturnya.

3) Untuk mengetahui bagaimana penggunaan giongo di dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10 dilihat dari fungsi gramatikalnya.


(16)

6

1.5. Manfaat Penelitian 1) Penulis

Penulis berharap hasil dari penelitian ini bisa dijadikan referensi bagi penulis untuk mempelajari, memahami dan mengenal lebih jauh tentang giongo, terutama giongo yang digunakan dalam anime.

2) Pembaca

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat membantu pelajar bahasa Jepang untuk mempelajari dan mengetahui giongo, terutama giongo yang digunakan dalam anime. Penulis juga berharap hasil penelitian ini bisa menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini penulis menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab tinjauan pustaka ini penulis akan menjelaskan tentang semantik, giongo, sejarah singkat anime, dan sinopsis tentang anime Kaichou wa Meido-sama!.


(17)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab metodologi ini penulis menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan data. BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini penulis menjelaskan tentang hasil analisis mengenai makna, karakteristik, dan penggunaan giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama!.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini penulis menjelaskan tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Semantik

2.1.1. Pengertian Semantik

Aminuddin (2008) menjelaskan bahwa semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi pada umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkat paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa:

1) Bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu.

2) Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu.

3) Seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu


(19)

2.1.2. Semantik dan Linguistik

Makna adalah unsur yang menyertai aspek bunyi, jauh sebelum hadir kegiatan komunikasi. Sebagai unsur yang melekat pada bunyi, makna juga senantiasa menyertai sistem relasi dan kombinasi bunyi dalam satuan struktur yang lebih besar seperti yang akhirnya terwujud dalam kegiatan komunikasi.

Akan tetapi, disadari atau tidak, mulai dari tataran abstraksi, relasi dan kombinasi, serta komunikasi, aspek bunyi dan makna pada dasarnya sudah terlibatkan dalam suatu kondisi yang cukup kompleks. Disebut demikian karena pada tataran abstraksi saja, bunyi dan makna sudah berhubungan dengan masyarakat pemakai, baik secara kolektif maupun secara individual. Sementara dalam relasi dan kombinasi maupun dalam komunikasi, bunyi dan makna, selain berkaitan dengan sistem internal kebahasaan, masyarakat pemakai yang memiliki latar sosial budaya tertentu juga telah mengacu pada adanya sistem pemakaian maupun konteks pemakaian itu sendiri.

Dari adanya sejumlah tataran dan kompleksitas itu, dapat dimaklumi bahwa meskipun makna dan lambang serta aspek semantik dan tata bahasa merupakan unsur-unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam menentukan hubungan semantik dan linguistik (Aminuddin, 2008).

2.1.3. Jenis-jenis Makna

Menurut Wijana dan Rohmadi (2011) ada berbagai jenis makna di dalam bahasa yang secara dikotomis dibedakan menjadi beberapa macam.


(20)

10

Penggolongan makna-makna ini dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Adapun jenis-jenis makna itu adalah:

1) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Satuan atau unit semantik terkecil di dalam bahasa disebut leksem. Seperti halnya fonem di dalam fonologi, dan morfem di dalam morfologi, leksem juga bersifat abstrak. Leksem menjadi dasar pembentukan suatu kata. Kata membeli, dibeli, terbeli, dan pembelian dibentuk dari leksem yang sama, yakni beli. Makna beli dapat diidentifikasikan tanpa menggabungkan unsur ini dengan unsur yang lain. Makna yang demikian itu disebut makna leksikal. Selain itu, ada pula satuan kebahasaan yang baru dapat diidentifikasi setelah satuan itu bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain. Makna yang demikian ini disebut makna gramatikal. 2) Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna kata wanita dan perempuan kesemuanya mengacu kepada referen atau acauannya di luar bahasa, yaitu ‘orang yang berjenis kelamin feminim’. Keseluruhan komponen makna yang dimiliki oleh sebuah kata disebut denotata. Oleh karenanya, makna yang demikian disebut makna denotatif. Walaupun wanita dan perempuan memiliki makna denotatif yang sama, tetapi masing-masing mempunyai nilai emotif yang berbeda. Nilai emotif di sini menyangkut nuansa halus dan kasar. Nilai emotif yang terdapat pada suatu bentuk kebahasaan disebut konotasi. Oleh karenanya, wanita dan perempuan dikatakan memiliki makna konotatif yang berbeda.


(21)

Kata wanita memiliki nuansa makna halus, sedangkan perempuan memiliki nuansa makna yang (lebih) kasar.

3) Makna Literal dan Makna Figuratif

Makna sebuah bentuk kebahasaan ada yang belum mengalami perpindahan penerapan kepada referen yang lain. Kata buaya yakni ‘sebangsa binatang melata yang hidup di sungai-sungai besar atau rawa-rawa’, makna buaya di sini secara lugas mengacu kepada referennya yang harfiah. Makna buaya dalam kata ini disebut dengan makna literal atau makna lugas atau makna harfiah.

Berbeda dengan buaya ‘sebangsa binatang melata yang hidup di sungai-sungai besar atau rawa-rawa’, makna dari kata ini bisa disimpangkan kepada referen yang lain untuk berbagai tujuan etis (moral), estetis (keindahan), insultif (penghinaan), dan sebagainya. Makna bentuk kebahasaan yang menyimpang dari referennya biasa disebut makna figuratif.

4) Makna Primer dan Makna Sekunder

Makna leksikal, makna denotatif, dan makna literal adalah makna-makna yang dapat diketahui oleh pemakai bahasa tanpa bantuan konteks. Makna satuan kebahasaan yang dapat diidentifikasi tanpa bantuan konteks disebut makna primer. Sementara itu, makna gramatikal, makna konotatif, dan makna figuratif hanya dapat diidentifikasi oleh pemakai bahasa


(22)

12

dengan bantuan konteks. Makna satuan kebahasaan yang hanya dapat diidentifikasikan lewat konteks pemakaian bahasa disebut makna sekunder.

2.2. Giongo

2.2.1. Definisi Giongo

Giongo biasa disebut juga giseigo, shaongo, onomatope dan sebagainya yaitu kata-kata yang dinyatakan dengan bunyi bahasa seperti suara tertawa orang, suara tangisan, suara burung, binatang buas, serangga dan sebagainya, berbagai macam bunyi benda yang keluar di dunia ini, bunyi benda yang keluar secara buatan, bunyi gema dan sebagainya. Misalnya kata goon pada kalimat kane ga goon to naru “lonceng berbunyi gong”, wanwan pada kalimat inu ga wanwan to hoeru “anjing menyalak gukguk” dan sebagainya (Sudjianto dan Dahidi, 2009).

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Fukuda (2003) dalam kalimat berikut:

Japanese onomatopoeia is based on imitating natural sounds, but it also mimics, or represents, conditions and states that produce no sound at all.

Onomatope bahasa Jepang didasarkan pada meniru suara alam, tetapi juga meniru, mewakili, kondisi dan menyatakan sesuatu yang tidak berbunyi sama sekali (Fukuda, 2003).

Sedangkan Yamaguchi (2002) menjelaskan bahwa giongo adalah sebagai berikut:

擬音語 いう う

物音 声 私 発音 写 言葉

Giongo adalah kata-kata seperti houhokekyoo, gatagata, dan lainnya, tiruan bunyi yang dilafalkan oleh manusia (Yamaguchi,2002).


(23)

Menurut Hanata dan Hibiya (1989) giongo adalah kata-kata yang menggambarkan suara yang ada disekeliling kita. Giongo dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Giongo adalah kata-kata yang menunjukkan bunyi benda mati. 2) Giseigo adalah kata-kata yang menunjukkan suara makhluk hidup.

Dari berbagai definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa giongo adalah kata-kata yang menunjukkan tiruan bunyi dan suara di sekeliling kita yang dihasilkan oleh benda mati ataupun makhluk hidup.

2.2.2. Giongo dan Perlambangan Bunyi dalam Bahasa Jepang

Menurut Fukuda (2003) giongo dalam bahasa Jepang dimaksudkan untuk menirukan bunyi-bunyi gejala alam, tetapi semua ini tergantung kepada latar belakang budaya masing-masing. Setiap budaya dan bahasa mempunyai sedikit perbedaan dalam menirukan bunyi-bunyi gejala alam. Berikut adalah beberapa contoh sederhana dari giongo dalam bahasa jepang:

1) Don (tiruan bunyi ledakan)

2) Ban (tiruan bunyi letusan)

3) い Kii (tiruan bunyi melengking) 4) うう Uu (tiruan bunyi rintihan)

5) う Dou (tiruan bunyi benda yang berat bergerak)


(24)

14

7) え え Zeezee (tiruan bunyi desahan) 8) い い Jiijii (tiruan bunyi desisan)

Berikut adalah kata-kata yang menirukan suara binatang: 9) い い Kiikii (tiruan suara monyet)

10) う う Guuguu (tiruan suara burung merpati) 11) ろ ろ Kerokero (tiruan suara katak)

12) Kokekokko (tiruan suara ayam)

13) Konkon (tiruan suara rubah)

14) い Hihiin (tiruan suara kuda)

15) う う Buubuu (tiruan suara babi) 16) う う Moumou (tiruan suara sapi)

Seperti dalam bahasa-bahasa lain, bahasa Jepang juga memiliki banyak kosakata yang menunjukkan benda yang bergerak atau digerakkan, seperti pada contoh berikut ini:

17) Zushizushi (tiruan bunyi gema yang disebabkan oleh benda besar atau suara binatang besar)

18) あ あ Zaazaa (tiruan bunyi gerakan dari air yang berjumlah banyak, pasir, atau benda bubuk)

19) ろ ろ Gorogoro (tiruan bunyi petir)

20) Gatsun (tiruan bunyi pukulan dari benda ramping yang keras dengan benda keras lainnya)


(25)

21) Daradara (tiruan bunyi cairan yang lengket atau kental jatuh)

22) Soyosoyo (tiruan bunyi hembusan angin yang menyegarkan)

23) Sharishari (tiruan bunyi gesekan benda keras dengan benda yang tipis)

24) あ あ Gyaagyaa (tiruan suara binatang yang sedang bersemangat atau suara tangisan manusia)

Tentu saja dalam giongo bahasa Jepang juga terdapat kata-kata yang menunjukkan orang berbicara, seperti:

25) Pechapecha (percakapan yang berlanjut dan berisik)

26) Bechabecha (percakapan yang tidak terkontrol dan berisik)

27) Kudokudo (percakapan yang berulang terus-menerus)

28) Kosokoso (percakapan rahasia, diam-diam, atau sembunyi-sembunyi)

29) Norarikurari (percakapan yang tidak berguna dan tidak berujung)

30) Zukezuke (percakapan tanpa menahan)

31) Hisohiso (percakapan yang berbisik-bisik)


(26)

16

Banyak sekali giongo yang sebenarnya tiruan bunyi tetapi menunjukkan penampilan luar, perbuatan atau juga kondisi yang pada dasarnya tidak mengeluarkan bunyi yang disebut dengan gitaigo, seperti:

33) い Shiin (keadaan diam, kesunyian, atau keheningan)

34) Hinyari (keadaan atau perasaan yang sangat tidak menyenangkan)

35) Gochagocha (keadaan suatu yang bercampur tanpa urutan

tertentu)

36) ろ ろ Jirojiro (keadaan ketika atau sedang melihat, menatap)

37) Pittari (keadaan sesuatu yang cocok dengan sempurna)

38) わ わ Jiwajiwa (keadaan suatu benda yang melakukan proses perubahan secara pelan-pelan dan pasti)

39) Odoodo (perasaan gelisah akan kekuatiran atau ketakutan)

2.2.3. Perlambangan Bunyi dalam Huruf Vokal Bahasa Jepang

Fukuda (2003) menjelaskan bahwa lima huruf vokal dalam bahasa Jepang (a, i, u, e, o) mempunyai makna simbolis jika digunakan dalam giongo. Pada huruf vokal i menunjukkan sesuatu yang kecil atau cepat, sedangkan huruf vokal a, u, dan o adalah kebalikannya, menunjukkan sesuatu yang besar atau lambat. Dibandingkan dengan huruf vokal lainnya huruf vokal e jarang digunakan dalam giongo, huruf ini biasanya menunjukkan


(27)

sesuatu yang bersifat negatif. Berikut adalah beberapa contoh giongo dengan huruf vokal i yang menunjukkan sesuatu yang kecil atau cepat:

40) chibichibi (keadaan ketika melakukan suatu kegiatan kecil pada

satu waktu)

41) kirakira (keadaan suatu sumber cahaya kecil yang berkedip berulang kali)

42)い い isoiso (keadaan suatu pergerakkan yang lincah dan bersemangat)

43) shitoshito (keadaan turun hujan gerimis yang tenang)

Berikut adalah beberapa contoh giongo huruf vokal a yang menunjukkan suara atau bunyi jelas atau bersih, huruf vokal i yang menunjukkan suara atau bunyi bernada tinggi, dan huruf vokal o yang menunjukkan suara atau bunyi bernada rendah:

44) kankan (tiruan bunyi jelas atau bersih yang disebabkan oleh benda kecil dan keras berbenturan secara berulang-ulang terhadap permukaan benda yang sangat keras dan relatif kecil)

45) kinkin (tiruan bunyi benda logan yang menghasilkan suara bernada tinggi dan tajam)

46) konkon (tiruan bunyi benda kecil yang keras menghantam permukaan yang keras dan menghasilkan bunyi yang bernada rendah) Contoh dari vokal huruf e yang menunjukkan sesuatu yang bersifat negatif:


(28)

18

47) hetoheto (keadaan yang sangat melelahkan)

48) herahera (keadaan tertawa yang bodoh)

49) henahena (keadaan membungkuk dibawah tekanan)

50) ろ beron (keadaan ketika menjulurkan lidah)

Karakteristik lain dari huruf vokal bahasa Jepang dalam giongo adalah huruf vokal pendek menunjukkan suara atau bunyi yang dikeluarkan pendek dan suata kegiatan atau keadaan yang berjangka waktu pendek. Sedangkan huruf vokal panjang menunjukkan suara atau bunyi yang dikeluarkan panjang dan kegiatan atau keadaan yang berjangka waktu panjang, sebagai contoh:

51) 立 jitto tatsu (berdiri tanpa bergerak)

52) い 立 jiitto tatsu (berdiri tanpa bergerak dalam waktu yang lama)

53) 開 patto hiraku (membuka)

54) あ 開 paatto hiraku (membuka dalam ruang lingkup yang lebih

lebar)

2.2.4. Perlambangan Bunyi dalam Huruf Konsonan Bahasa Jepang Untuk huruf konsonan dalam giongo, Fukuda (2003) menjelaskan bahwa huruf konsonan k biasanya menunjukkan suara atau bunyi yang ringan atau bernada tinggi. Sebaliknya, pada huruf konsonan g menunjukkan suara atau bunyi yang berat, tumpul, atau bernada rendah. Contoh:


(29)

55) あ あ kaakaa (tiruan suara tangisan burung)

56) あ あ gaagaa (tiruan suara tangisan bebek, ratapan manusia, bunyi keras mesin)

57) kan (tiruan bunyi benda logam ringan yang saling bertabrakan) 58) gan (tiruan bunyi benda logam yang saling bertabrakan dengan

keras)

Huruf konsonan s menunjukkan bunyi benda yang bergesekkan (benda ringan atau kecil). Sebaliknya, huruf konsonan z (termasuk ji) menunjukkan sesuatu yang tumpul, berat, besar, atau kotor. Contoh:

59) あ saatto (tiruan bunyi gerakan yang cepat dan ringan)

60) あ zaatto (tiruan bunyi cairan, pasir, atau zat kasar yang tiba-tiba bergerak maju, jatuh, atau runtuh)

61) sakusaku (tiruan bunyi yang lemah, benda ringan seperti pasir yang dipindahkan, dicampurkan, atau didorong secara berulang-ulang) 62) zakuzaku (tiruan bunyi yang keras, benda padat, keras, kasar

yang dicampur atau diaduk bersama)

Huruf konsonan t (termasuk chi) menunjukkan bunyi yang ringan (tajam, ringan, kecil) dan bertolak belakang dengan huruf konsonan d (termasuk ji dan zu) yang menunjukkan bunyi yang berat, besar, tumpul, atau kotor. Contoh:


(30)

20

63) tonton (tiruan bunyi yang lemah, benda ringan yang dipukulkan

secara berulang-ulang)

64) dondon (tiruan bunyi yang keras, benda padat yang saling dipukulkan)

65) ろ torotto (keadaan cairan yang kental dan licin)

66) ろ dorotto (keadaan cairan yang kental dan padat)

Huruf konsonan h (termasuk fu) menunjukkan sesuatu yang bersih, ringan, cepat, atau kecil. Lalu, huruf konsonan p menunjukkan sesuatu yang tajam, ringan, mungil, atau sesuatu yang memantulkan, dan huruf konsonan b yang menunjukkan sesuatu yang tumpul, berat, besar, atau kotor. Huruf konsonan h disebut juga sebagai seion 清 音 (yang tidak disuarakan), huruf konsonan p disebut han-dakuon 半濁音 (sebagian disuarakan), dan huruf konsonan b disebut dakuon 濁 音 (disuarakan). Kategori han-dakuon hanya bisa diterapkan di seri huruf konsonan h. Pada huruf konsonan k, s, dan t hanya bisa diterapkan pada kategori seion dan dakuon, tidak pada han-dakuon. Contoh:

67) hatahata (tiruan bunyi mengepak angin dari sayap, kain, dan lainnya yang sejenis)

68) patapata (tiruan bunyi benda yang tipis, ringan yang dikepakkan atau ketika memukul sesuatu. Atau tiruan bunyi tangan atau kaki yang bergerak dengan sibuk)


(31)

69) batabata (tiruan bunyi benda tipis seperti kain dan sejenisnya yang dikepakkan atau dipukulkan kesuatu benda. Atau tiruan bunyi sayap, atau tangan dan kaki yang bergerak dengan sibuk dalam gerakan kecil) 70) hatto (keadaan terkejut ketika menghadapi sesuatu yang tidak

terduga)

71) patto (keadaan ketika menghadapi kegiatan, tindakan, perubahan yang terduga)

72) batto (keadaan ketika mendapatkan sesuatu yang tiba-tiba terjadi)

2.2.5. Karakteristik Giongo

Menurut Fukuda (2003) jika dilihat dari bentuk struktur, giongo bisa dibagi menjadi tiga karakteristik, yang tiap bentuk mempunyai makna tersendiri.

2.2.5.1. Jougo 畳語

Jougo adalah kata berulang, dimana terdapat pengulangan pada bunyi atau silabel tertentu di dalam kata. Jika berhubungan dengan bunyi atau kegiatan atau gerakan, biasanya menunjukkan sesuatu yang berulang-ulang atau terus-menerus. Contoh:

73) kudokudo (melakukan kegiatan yang sama berulang-ulang)

74) う う utsurautsura (keadaan bolak-balik antara terjaga


(32)

22

Jika berhubungan dengan suatu kondisi dan keadaan yang akan terjadi, giongo kata berulang menunjukkan suatu kondisi yang sudah terjadi. Contoh:

75) ろ ろ berobero (keadaan mabuk total)

76) kutakuta (kondisi lelah total)

Kondisi lain yang ditunjukkan oleh kata berulang adalah jumlah jamak. Contoh:

77) gohongohon (tiruan suara batuk yang lebih dari sekali)

78) chonchon (tanda dua garis kecil “dakuten”

濁点 yang terdapat pada huruf kana)

Giongo kata berulang juga bisa menunjukkan sesuatu yang sudah diperiksa atau dikonfirmasi pada waktu tertentu. Contoh:

79) ろ ろ jirojiro (keadaan menatap kepada sesuatu secara langsung dan berulang-ulang dengan tatapan yang menyerang) 80) shigeshige (keadaan menatap kepada sesuatu secara

sering dan sungguh-sungguh)

Giongo kata berulang juga bisa menunjukkan sesuatu yang sudah diperiksa atau dikonfirmasi pada batas-batas jangka waktu tertentu. Contoh:


(33)

81) ろ ろ kyorokyoro (keadaan melihat kesekitar dengan gugup terhadap pemandangan yang asing, untuk mencari sesuatu yang hilang, dan sebagainya)

82) kyotokyoto (keadaan menatap langsung

kesana-kesini secara gugup dikarenakan rasa gelisah, takut, dan sebagainya)

2.2.5.2. Seion 清音 dan Dakuon 濁音

Di dalam giongo terdapat huruf konsonan h seion 清音 (yang tidak disuarakan), huruf konsonan p disebut han-dakuon 半濁 音 (sebagian disuarakan), dan huruf konsonan b disebut dakuon 濁 音 (disuarakan). seion menunjukkan sesuatu yang bersih, ringan, cepat, atau kecil. Lalu, han-dakuon menunjukkan sesuatu yang tajam, ringan, mungil, atau sesuatu yang memantulkan, dan dakuon yang menunjukkan sesuatu yang tumpul, berat, besar, atau kotor. Contoh: 83) hatahata (tiruan bunyi mengepak angin dari sayap,

kain, dan lainnya yang sejenis)

84) patapata (tiruan bunyi benda yang tipis, ringan yang dikepakkan atau ketika memukul sesuatu. Atau tiruan bunyi tangan atau kaki yang bergerak dengan sibuk)

85) batabata (tiruan bunyi benda tipis seperti kain dan sejenisnya yang dikepakkan atau dipukulkan kesuatu benda.


(34)

24

Atau tiruan bunyi sayap, atau tangan dan kaki yang bergerak dengan sibuk dalam gerakan kecil)

86) hatto (keadaan terkejut ketika menghadapi sesuatu yang

tidak terduga)

87) patto (keadaan ketika menghadapi kegiatan, tindakan, perubahan yang terduga)

88) batto (keadaan ketika mendapatkan sesuatu yang tiba-tiba terjadi)

2.2.5.3. Gobion 語尾音

Gobion atau bunyi akhir kata menunjukkan bunyi dimana akhir kata dari sebuah giongo dapat memberikan makna tertentu. Terdapat lima jenis gobion yang tiap jenis mempunyai makna tersendiri yang berhubungan dengan suara atau bunyi, gerakan, dan kondisi.

1. Sokuon 促音

Sokuon biasanya diikuti oleh partikel to . Jika berhubungan dengan suara atau bunyi, sokuon menunjukkan suara yang tiba-tiba atau mendadak. Contoh:

89) bashitto (tiruan bunyi yang muncul ketika sebuah tongkat atau sejenisnya tiba-tiba patah atau menghantam benda lain)


(35)

90) busutto (tiruan bunyi yang muncul ketika benda semacam tongkat ditusukkan langsung secara paksa terhadap zat yang lunak dan tebal)

Jika berhubungan dengan pergerakan, sokuon menunjukkan sesuatu yang tiba-tiba bergerak, kecepatan, atau paksaan. Contoh: 91) patto (menunjukkan gerakan, kegiatan, perubahan yang

tiba-tiba dan cepat)

92) ろ jirotto (keadaan ketika memberikan pandangan yang fokus kepada satu arah pada waktu yang singkat)

Pada kondisi yang sudah pasti, sokuon menangkap saat kejadian dan kondisi tersebut sedang terjadi. Contoh:

93) わ fuwatto (menangkap sesuatu yang empuk dan ringan)

94) boketto (menunjukkan pikiran yang kosong atau kurang perhatian)

2. Akhiran Ri

Sama seperti halnya sokuon, akhiran ri juga mempunyai perbedaan makna tergantung kepada apa itu menunjukkan suara atau bunyi, gerakan, ataupun kondisi yang sudah pasti. Jika berhubungan dengan suara atau bunyi, akhiran ri menunjukkan bahwa suara atau bunyi tersebut sempurna (tidak tiba-tiba ataupun memanjang). Contoh:


(36)

26

95) peshari (tiruan bunyi suatu benda yang hancur atau runtuh akibat ditekan)

96) kachiri (tiruan bunyi benda logam keras yang dipukulkan

pada benda lainnya)

Jika berhubungan dengan gerakan, akhiran ri menunjukkan bahwa gerakan tersebut telah direncanakan sebelumnya, telah disimpulkan, atau seluruh proses dari gerakan tersebut dimengerti sepenuhnya. Contoh:

97) ろ korori (menunjukkan keadaan suatu benda bulat dan kecil yang berputar, yang menfokuskan terhadap putarannya meskipun kenyataannya sudah selesai berputar dan kegiatan tersebut tidak bisa diulang kembali)

98) sururi (menunjukkan sesuatu yang dengan cepatnya menjauh dan bebas, yang menfokuskan terhadap hasil dari kegiatan tersebut)

Jika berhubungan dengan kondisi yang sudah pasti, akhiran ri menegaskan bahwa kondisi tersebut sudah pasti dan telah berakhir (kecuali sesuatu yang masih berlangsung). Contoh:

99) pitari (menunjukkan suatu yang patuh kepada yang lainnya, yang menfokuskan pada situasi dimana kejadian tersebut selesai)


(37)

100) わ funwari (menunjukkan suatu yang ringan melayang, yang menfokuskan pada situasi dimana kejadian tersebut selesai)

3. Hatsuon 撥音

Sama seperti halnya sokuon dan akhiran ri, hatsuon atau

akhiran n juga mempunyai makna yang berbeda tergantung

kepada apa itu menunjukkan suara atau bunyi, gerakan, atau suatu keadaan yang sudah pasti. Jika berhubungan dengan suara atau bunyi, akhiran n menunjukkan bahwa suara atau bunyi tersebut menggema atau bergema. Contoh:

101) konkon (tiruan bunyi batuk kering yang

berulang-ulang, dimana bunyi tersebut relatif kecil dengan sedikit bergema)

102) gohongohon (tiruan bunyi batuk basah yang

berulang-ulang dan lebih bergema)

Jika berhubungan dengan gerakan, akhiran n menunjukkan sesuatu yang memantul, melebar, atau sesuatu yang kuat (bukan sesuatu yang dibatasi, dikontrol, atau suatu yang lemah). Contoh: 103) patan (tiruan bunyi yang menunjukkan benda tipis dan

keras bertabrakan dengan benda lainnya)

104) batan (tiruan bunyi yang menunjukkan benda keras dan


(38)

28

Jika berhubungan dengan kondisi atau keadaan yang sudah pasti, akhiran n menegaskan bahwa kondisi itu pasti. Contoh:

105) ろ doron (menunjukkan keadaan cairan kental dan padat mengambang, yang menfokuskan bahwa cairan tersebut mengambang)

106) putsun (menunjukkan keadaan sesuatu yang rusak, yang

menfokuskan keadaan yang membuat barang itu rusak dan tidak bisa balik seperti keadaan semula)

4. Chouon 長音

Chouon adalah vokal panjang, pada jenis ini kata diakhiri oleh vokal yang panjang. Jika berhubungan dengan suara atau bunyi, chouon menunjukkan bahwa tiruan suara atau bunyi tersebut berkepanjangan. Contoh:

107) あ saa (tiruan bunyi suara mesin yang tenang ketika dinyalakan)

108) う う suusuu (tiruan bunyi suara air yang melewati lubang kecil tanpa henti)

Jika berhubungan dengan gerakan atau tindakan, chouon menunjukkan proses tersebut berkepanjangan.

109) あ paa (tiruan bunyi yang menunjukkan sesuatu dibentangkan secara langsung dengan tenaga yang diperhitungkan)


(39)

110) う う nounou (menunjukkan keadaan seseorang yang beristirahat dengan nyaman dengan merentangkan badan)

Jika berhubungan dengan keadaan atau kondisi, chouon menegaskan keadaan atau kondisi alami tersebut. Contoh:

111) あ pitaa (menunjukkan sesuatu sangat patuh kepada lainnya; lebih tegas dari giongo pita)

112) わ あ fuwaa (menunjukkan benda yang ringan dan empuk mengambang; lebih tegas dari giongo わ fuwa)

5. Suku Kata + + Suku Kata +

Jenis giongo yang terakhir menunjukkan penekanan jika berhubungan dengan suara atau bunyi, berikut adalah contoh giongo dengan akhiran ri dan n:

113) kacchiri (tiruan bunyi benda kecil dan keras yang saling bertabrakan satu sama lain; lebih tegas dari giongo

kachiri)

114) kacchin (tiruan bunyi benda keras yang saling bertabrakan satu sama lain, dengan suara yang lebih pendek dan bernada tinggi, dan sedikit bergema; lebih tegas dari giongo


(40)

30

Jika berhubungan dengan gerakan atau tindakan menunjukkan bahwa gerakan tersebut sudah pasti, alami dan selesai dengan sendirinya. Berikut adalah contoh giongo dengan akhiran ri dan n:

115) battari (tiruan bunyi benda atau manusia yang berdiri

dan tiba-tiba saja jatuh; lebih tegas dari giongo batari)

116) bacchan (tiruan bunyi benda besar yang dijatuhkan

kedalam air, dan menimbulkan percikan yang besar; lebih tegas

dari giongo bachan)

Jika berhubungan dengan keadaan atau kondisi, menegaskan bahwa kondisi tersebut sudah pasti, alami, dan selesai dengan sendirinya. Berikut adalah contoh giongo dengan akhiran ri dan n:

117) pittari (menunjukkan sesuatu proses yang sedang berjalan tiba-tiba berhenti, yang menfokuskan hasil dari kondisi tersebut; lebih tegas dari giongo pitari)

118) gottsun (tiruan bunyi benda keras dan berat yang seketika bertabrakan dengan benda lain; lebih tegas dari giongo

gotsun)

2.2.6. Fungsi Gramatikal

Fukuda (2003) membagi fungsi gramatikal dalam penggunaan giongo menjadi lima kategori, yaitu:


(41)

1. Sebagai kata keterangan yang memodifikasi kata kerja (atau gabungan

huruf kanji dengan suru ), dengan atau tanpa partikel to .

119) 飲 gangan nomu (minum terus-menerus)

120) あ pekopeko (to) atama wo sageru (menundukkan kepala berulang kali)

121) 飲 chibichibi (to) nomu (minum sedikit air)

122) う い gutto iku (meneguk minuman)

123) い dondon iku (mengejar langkah, menambah kecepatan)

2. Sebagai kata kerja yang digabungkan langsung dengan partikel suru

(terkadang dengan partikel to ) atau yaru .

124) kirikiri suru (ditekankan)

125) dotabata suru (tergesa-gesa)

126) jitabata suru (panik)

127) sukatto suru (merasa segar)

128) piripiri suru (merasa tegang)

3. Sebagai kata sifat yang digabungkan dengan kata kerja penghubung da (yang terkadang dihilangkan, membuat giongo muncul sebagai predikat dalam kalimat).

129) hetoheto da (merasa sangat lelah)


(42)

32

131) bochibochi da (merasa lumayan, biasa saja)

132) kichikichi da (merasa sibuk, sempit; waktu, jadwal)

133) girigiri da (merasa diujung batas; kemampuan)

4. Sebagai kata benda yang diikuti oleh partikel no dalam frase kata sifat.

134) 純日本型 zunguri-mukkuri no jun-nihon-gata (tipikal orang jepang; pendek dan kuat, kukuh)

135) 腹 buyobuyo no o naka (perut yang lemah, lembek) 136) 肌 subesube no o hada (kulit yang halus)

137) 連続 harahara dokidoki no renzoku (rentetan perasaan ketegangan yang berdebar-debar)

5. Sebagai frase bersifat kata keterangan yang diikuti oleh partikel ni .

138) ろ ろ berobero ni naru (menjadi sangat mabuk)

139) tsurutsuru ni naru (menjadi halus)

140) tsuyatsuya ni naru (menjadi berkilau)

141) pechanko ni naru (menjadi rata, datar, kempis)

142) bosabosa ni naru (menjadi kusut)

2.3. Anime

Menurut situs Wikipedia (2011) Anime adalah animasi khas Jepang, yang biasanya dicirikan melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan


(43)

tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton. Anime dipengaruhi gaya gambar manga, komik khas Jepang.

Kata anime tampil dalam bentuk tulisan dalam tiga karakter katakana a, ni, me (アニメ) yang merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris “Animation” dan diucapkan sebagai “Anime-shon”.

Anime pertama yang mencapai kepopuleran yang luas adalah Astro Boy karya Ozamu Tezuka pada tahun 1963. Sekarang anime sudah sangat berkembang jika dibandingkan dengan anime zaman dulu. Dengan grafik yang sudah berkembang sampai alur cerita yang lebih menarik dan seru. Masyarakat Jepang sangat antusias menonton anime dan membaca manga. Dari anak-anak sampai orang dewasa. Mereka menganggap anime itu sebagai bagian dari kehidupan mereka, hal ini yang membuat beberapa televisi kabel yang terkenal akan film kartunnya, seperti Cartoon Network dan Nickelodeon mengekspor kartunnya. Sekarang anime menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan bagi semua orang. Pembuat anime itu sendiri disebut animator. Para animator itu bekerja pada sebuah perusahaan media untuk memproduksi sebuah anime. Di dalam perusahaan itu, terdapat beberapa animator yang saling bekerja sama untuk menghasilkan sebuah anime yang berkualitas. Para animator itu sendiri sering disebut Seniman Bayangan, karena mereka bekerja seperti seorang seniman yang berusaha mengedepankan unsur cerita dan unsur intrinsiknya.


(44)

34

2.3.1. Sejarah Anime

Dikutip dari artikel majalah Animonster (2001) bahwa anime dimulai sejak munculnya film bioskop yang berjudul “Hakudaden” pada tahun 1958. Walaupun sebelumnya sudah ada anime dengan judul “Komori to Tulip” yang dibuat pada tahun 1943. Tetapi perhatian orang-orang lebih mengarah kepada “Hakudaden”, karena anime ini sudah dibuat dalam full colour. Anime serial TV untuk anak-anak dipelopori oleh “Tetsuwan Atom” yang keluar pada tahun 1963, dengan pewarnaan masih hitam putih. Pada periode tahun 1943 sampai 1983 ini tak dapat disangkal banyak sekali anime yang memakai tema petualangan. “Kyoujin no Hoshii” yang muncul pada tahun 1968 merupakan anime pertama yang mengambil olahraga sebagai temanya, dan karena peminatnya cukup banyak maka selanjutnya muncul anime-anime lain yang juga mengambil tema yang sama. Anime dengan tema detektif dan spionase diperkenalkan pertama kali oleh “Lupin Sensei” yang muncul pada tahun 1971. Kehebatan Super Hero dalam memberantas kejahatan dalam bentuk anime diperkenalkan pertama kali melalui “Kagaku Ninjatai Gatchaman” yang keluar pada tahun 1972. Anime dengan tema Super Robot diperkenalkan pertama kali melalui “Mazinga Z” yang muncul pada tahun 1972, sedangkan petualangan dalam menjelajahi galaksi yang luas pertama kali diperkenalkan melalui “Uchuu Senkan Yamato” yang muncul pada tahun 1974. Sebuah anime yang pertama kali memperkenalkan sebuah alternatif bentuk cerita baru yang bertemakan robot adalah “Kidou Senshi Gundam” yang muncul


(45)

pada tahun 1979, dengan munculnya anime ini maka mulailah dikenal istilah Real Robot.

Sejak tahun 1981 banyak muncul anime yang mengangkat cerita dari manga seperti halnya “Dr. Slump Arale-chan”, “Captain Tsubasa”, “Hokuto no ken”, “Touch”, “Dragonball”, “Saint Seiya”, “Chibi Maruko-chan”, dan “Yuuyuu Hakusho”. Selain itu dunia perfilman Jepang mulai berevolusi dengan muncul nya Studio Gibli sebagai salah satu pembuat anime layar lebar yang berkualitas setara dengan Walt Disney, seperti diketahui Studio Gibli memulai debutnya pada tahun 1984 dengan “Kaze no tani ni Nausicaa”, berlanjut dengan “Tenkuu no Shiro Laputa”, “Tonari no Totoro”. Selain itu muncul pula beberapa anime yang mengangkat nama animasi jepang di dunia karena kualitas gambar dan gerakan yang sangat bagus, diantaranya “Youjuutohi” yang keluar pada tahun 1988 dalam bentuk film layar lebar. Anime berseri yang menjadi sebuah legenda juga banyak muncul, seperti “Bishoujo Senshi Sailormoon”, “Fushigi no Umi no Nadia”, dan “Crayon Shincan”.

Mari lihat kembali sebenarnya ada perkembangan apa saja dari anime yang muncul pada tahun 1993 sampai sekarang ini dibandingkan yang keluar sebelumnya. Yang pasti penggunaan Computer Graphic dan 3D untuk efek-efek tertentu sudah menjadi umum dan bukan sesuatu yang aneh lagi. Sementara dari segi penyajian cerita ada dua tipe yang sangat menonjol, ada yang menampilkan sebuah cerita yang kelam, misterius, dan penuh intrik sebagai penggambaran dari sisi gelap dunia modern untuk menyadarkan


(46)

36

penonton dengan keadaan sekeliling dan tidaklah selalu ceria dan penuh warna, dan ada yang menampilkan sebuah cerita yang ringan dan mampu menghibur, hal ini untuk mengantisipasi para penonton yang sudah jenuh dengan kehidupannya yang rutin dan terkekang, juga sebagai penyegar di tengah banyaknya film dengan tema serius yang sudah banyak beredar. Dalam penggambaran karakter, ada yang berusaha supaya benar-benar menyerupai kenyataan seperti halnya “Jin-Roh” dan “Blood The Last Vampire”, namun ada juga yang menggambarkannya sesederhana mungkin bahkan mungkin lebih sederhana dari pada anime-anime yang pernah muncul sebelumnya seperti halnya “Love Hina”, namun hal itu sudah merupakan ciri khas dari masing-masing animator dan tentunya semua itu tetap menarik untuk dilihat.

2.4. Anime Kaichou wa Meido-sama!

Kaichou wa Meido-sama! (bahasa Jepang: 会長 メイド様!) adalah salah satu anime yang populer di Jepang. Anime ini bertemakan romance comedy yang diadaptasi dari manga dengan judul yang sama karya Hiro Fujiwara. Di Jepang anime ini ditayangkan pada tanggal 2 April 2010 hingga 24 September 2010 dengan durasi 24 menit per episodenya. Pada salah satu website anime populer (http://myanimelist.net/, 2012), Kaichou wa Meido-sama! menempati peringkat 143 dari ribuan anime yang ada. Hingga saat ini terdapat lebih dari 35 fansubs (kependekan dari fan-subtitled) yang telah menerjemahkan anime Kaichou wa Meido-sama! kedalam bahasa lainnya seperti bahasa Inggris, Prancis,


(47)

Belanda, Spanyol, Arab, Jerman, Turki, Itali, Polish, Hungaria, China, dan Brazil. Hal ini membuktikan bahwa anime ini sangat populer di seluruh dunia.

Kaichou wa Meido-sama! bercerita tentang Ayuzawa Misaki, satu-satunya perempuan yang menjabat sebagai ketua OSIS dalam sejarah SMU Seika yang dulunya merupakan sekolah laki-laki. Bagi para perempuan Misaki adalah pahlawan, namun bagi para murid laki-laki Misaki adalah perempuan yang tegas dan galak bagaikan iblis. Sikap Misaki itu ternyata dipicu oleh rasa bencinya terhadap laki-laki. Konon ayahnya kabur dari rumah dengan meninggalkan hutang, sehingga saat ini Misaki kerja banting tulang membantu ibunya untuk membayar hutang. Misaki bekerja paruh waktu sebagai maid di Maid Latte. Suatu ketika Usui Takumi salah satu dari murid laki-laki SMU Seika, memergoki misaki sedang bekerja dengan kostum maid. Misaki pasrah apabila rahasianya dibeberkan keseluruh sekolah karena image dia sebagai ketua OSIS akan menjadi buruk, namun ternyata Usui tetap menjaga rahasia dan bahkan menjadi pelanggan di Maid Latte tempat di mana Misaki bekerja. Misaki dan Usui lebih sering bertemu bahkan Usui beberapa kali menolong Misaki setiap kali dia mendapat kesulitan. Selama dekat dengan Misaki, Usui sering menunjukkan sikap mesra bahkan menyatakan suka kepada Misaki. Akan tetapi, Misaki yang cuek dan benci terhadap laki-laki malah jengkel mengira Usui hanya mempermainkan dirinya. Selain dibuat repot oleh Usui dia juga dibuat repot oleh tingkah sanbaka atau trio dungu yang menjadi penggemarnya dan Shintani Hinata yang menyukai Misaki sejak kecil dan menjadi saingan berat untuk Usui. Tapi tidak bisa dipungkiri


(48)

38

Misaki dan Usui itu memang saling menyukai, dan pada akhirnya Misaki tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya bahwa ia menyukai Usui.


(49)

3.1. Metode Penelitian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelakasaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan penelitian adalah pemerikasaan yang teliti; atau penyelidikan; atau kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.

Secara umum, penelitian adalah suatu proses penyelidikan yang ilmiah melalui pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyimpulan data berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik tertentu untuk menjawab suatu permasalahan (Arifin, 2011).

Menurut Sutedi (2011) menjelaskan bahwa penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan berdasarkan pada langkah kerja ilmiah secara teratur, sistematis, dan logis dalam upaya mengkaji, memahami, dan menemukan jawaban dari suatu masalah.

Hal serupa dijelaskan oleh Prastowo (2011), metode penelitian pada dasarnya adalah suatu prosedur kerja yang sistematis, teratur, dan tertib yang


(50)

41

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah untuk memecahkan suatu masalah (penelitian) guna mendapatkan kebenaran yang objektif.

Sedangkan menurut Sugiyono (2010) metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.

Dari definisi yang dijelaskan diatas, penulis menyimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu proses kerja yang sistematis, teratur, tertib, logis, dan dapat dipertanggung jawabkan dalam upaya mengkaji, memahami, memecahkan, dan menemukan jawaban dari suatu masalah guna mendapatkan kebenaran yang objektif.

3.1.1. Metode Penelitian Deskriptif

Metode penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha mengungkap fakta suatu kejadian, objek, aktifitas, proses, dan manusia secara “apa adanya” pada waktu sekarang atau jangka waktu yang masih memungkinkan dalam ingatan responden. Di dalamnya tidak terdapat perlakuan atau manipulasi terhadap objek penelitian, sebagaimana yang terjadi pada metode eksperimen (Prastowo, 2011).

Sementara itu Sutedi (2011) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk


(51)

menjawab malasah secara aktual. Masalah dalam penelitian deskriptif adalah masalah-masalah aktual yang terjadi pada masa penelitian dilakukan.

Sifat penelitian deskriptif yaitu penjabaran, memotret segala permasalahan yang dijadikan pusat perhatian peneliti, kemudian dibeberkan apa adanya. Dengan demikian penelitian ini tidak menuntut adanya hipotesis.

Hal serupa dikemukakan oleh Arifin (2011), penelitian deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menjawab persoalan-persoalan suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi saat ini. Penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan suatu peristiwa atau kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.

Dari definisi yang dijelaskan diatas, penulis menyimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, memecahkan, mendapatkan fakta, dan menjawab suatu persoalan masalah, fenomena, kejadian, objek, aktifitas, proses, dan manusia secara apa adanya yang terjadi pada saat ini atau pada saat penelitian itu berlangsung. Penulis merasa bahwa metode ini cocok digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan tentang giongo yang terdapat pada anime Kaichou wa Meido-sama!.


(52)

43

3.2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama! episode 1-10. Alasan peneliti mengambil objek ini adalah sebagai berikut:

1) Peneliti beranggapan bahwa giongo adalah salah satu aspek bahasa Jepang yang menarik untuk dipelajari, meskipun giongo sering muncul dalam pelajaran mata kuliah, pemahaman tentang makna dan penggunaan giongo itu sendiri masih kurang.

2) Anime Kaichou wa Meido-sama! dipilih karena anime tersebut mempunyai keunikan dalam penggunaan giongo sebagai efek suara.

3) Peneliti hanya meneliti episode 1-10 dari total 26 episode dengan maksud sebagai batasan penelitian.

3.3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen/isi. Arifin (2011) menjelaskan bahwa analisis dokumen/isi adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatan-catatan atau dokumen sebagai sumber data.

Dalam penelitian ini penulis membagi pengumpulan dan pengolahan data menjadi tiga tahapan, yaitu:


(53)

3.3.1. Tahap Persiapan

1) Memilih objek penelitian, yaitu anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10.

2) Memilih buku yang akan dijadikan bahan referensi dalam penelitian, diantaranya adalah:

a. Jazz Up Your Japanese with Onomatopoeia For All Levels (Hiroko Fukuda: 2003)

b. Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun Mondai Shiriizu 14 Giongo Gitaigo (Hinata Shigeo, Hibiya Junko: 1989)

c. Giongo Gitaigo Tsukaikata Jiten (Toshiko Atoda, Kazuko Hoshino: 1995)

d. Giongo Gitaigo 4500 Nihongo Onomatope Jiten (Ono Masahiro: 2007)

3.3.2. Tahap Pelaksanaan

1) Mengumpulkan data giongo yang ada di dalam anime Kaichou wa Meido-sama episode 1-10. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan, ditemukan sebanyak dua puluh lima giongo.

2) Setelah data terkumpul, penulis mencari makna dari setiap giongo yang ada untuk mengetahui apakah data tersebut termasuk ke dalam giongo atau giseigo.

3) Setelah diketahui makna dari setiap giongo, penulis mencari karakteristik dari giongo tersebut berdasarkan bentuk struktur.


(54)

45

4) Setelah diketahui makna dari setiap giongo, penulis membuat contoh kalimat, untuk mengetahui bagaimana penggunaan giongo tersebut dilihat dari fungsi gramatikal.

3.3.3. Tahap Akhir

Setelah proses pengolahan data selesai dan segala informasi yang diperlukan terkumpul, diambil kesimpulan dari hasil yang diperoleh dari penelitian, setelah itu penulis akan menyusun laporan hasil penelitian ini.


(55)

5.1. Kesimpulan

Pada bab ini penulis mengambil kesimpulan dari hasil pengolahan data mengenai giongo yang terdapat dalam anime Kaichou wa Meido-sama! meliputi makna, karakteristik, dan penggunaan giongo.

1) Makna Giongo

Dari dua puluh lima giongo yang ditemukan dalam anime Kaichou wa Meido-sama!, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh belas giongo (tiruan bunyi benda) yang tujuh diantaranya termasuk juga ke dalam kategori gitaigo (tiruan bunyi dan suara yang menyatakan keadaan) dan delapan giseigo (tiruan suara makhluk hidup) yang empat diantaranya termasuk juga ke dalam kategori gitaigo, sebagai berikut:

a.

dan termasuk ke dalam

giongo yang menunjukkan tiruan bunyi benda mati.

b. あ

dan termasuk ke dalam giseigo yang


(56)

148

2) Karakteristik Giongo

Jika dilihat dari bentuk struktur giongo, setiap giongo mempunyai karakteristik tertentu yang setiap karakternya mempunyai arti yang mewakili makna dari setiap giongo tersebut, berikut adalah simpulan dari karakteristik giongo:

a.

dan , terdapat delapan belas giongo yang termasuk ke dalam Jougo 畳語 (kata berulang).

b.

dan , terdapat dua belas giongo yang termasuk ke dalam Seion 清音 (bunyi huruf yang tidak disuarakan).

c. dan , terdapat tiga giongo yang termasuk ke

dalam Han-dakuon 半濁音 (bunyi huruf yang sebagian disuarakan).

d.

dan , terdapat delapan giongo yang termasuk ke dalam


(57)

e. danあ , terdapat tujuh giongo yang termasuk ke dalam Sokuon 促音 (akhiran tsu kecil ).

f. dan , terdapat dua giongo yang termasuk ke dalam

Akhiran Ri .

g. dan , terdapat tiga giongo yang termasuk ke

dalam Hatsuon 撥音 (akhiran n ).

h. dan , terdapat tiga giongo yang

termasuk ke dalam Chouon 長音 (vokal panjang).

3) Penggunaan Giongo

Dilihat dari fungsi gramatikalnya, penggunaan giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama! dibagi menjadi dua macam penggunaan, yaitu: a. Giongo yang berfungsi sebagai kata keterangan yang memodifikasi kata

kerja (atau gabungan huruf kanji dengan partikel suru ), dengan atau tanpa partikel to

b. Giongo yang berfungsi sebagai kata kerja yang digabungkan langsung

dengan partikel suru (terkadang dengan partikel to ) atau


(58)

150

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian tentang giongo, penulis ingin menyampaikan beberapa saran mengenai giongo bagi para pelajar bahasa Jepang ataupun bagi para peneliti selanjutnya, sebagai berikut:

1) Bagi para pelajar bahasa Jepang yang berminat untuk mempelajari lebih lanjut tentang giongo, penulis menyarankan beberapa buku dan kamus sebagai bahan referensi pembelajaran, sebagai berikut:

a. Giongo Gitaigo Tsukaikata Jiten (1995), Toshiko Atoda, Kazuko Hoshino.

b. Giongo Gitaigo 4500 Nihongo Onomatope Jiten (2007), Ono Masahiro. c. Jazz Up Your Japanese with Onomatopoeia For All Levels (2003),

Hiroko Fukuda.

d. Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun Mondai Shiriizu 14 Giongo Gitaigo (1989), Hinata Shigeo, Hibiya Junko.

2) Bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian menggunakan anime Kaichou wa Meido-sama! sebagai objek penelitian. Penulis menyarankan agar peneliti meneliti tentang gitaigo (kata-kata yang secara simbolik menunjukan benda-benda yang tidak mengeluarkan suara berdasarkan bunyi.) yang terdapat dalam anime Kaichou wa Meido-sama!. Karena dalam anime Kaichou wa Meido-sama! terdapat banyak gitaigo yang digunakan dalam background, sebagai efek suara, dan juga percakapan-percakapan dalam anime tersebut.


(59)

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Atoda, Toshiko dan Hoshino, Kazuko. 1995. Giongo Gitaigo Tsukaikata Jiten,

Tokyo: 井吹 晉.

Fukuda, Hiroko. 2003. Jazz Up Your Japanese with Onomatopoeia For All Levels,

Tokyo: 野文夫.

Masahiro, Ono. 2007. Giongo Gitaigo 4500 Nihongo Onomatope Jiten, Tokyo: 佐 藤 宏.

Nakami, Yamaguchi. 2002. Nihongo wa Giongo Gitaigo ga Omoshiroi, Tokyo: 古谷俊勝.

Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Roseta, Marlina. 2008. Analisis Giongo Gitaigo yang Terdapat dalam Buku Shin Nihongo no Chuukyuu Honsatsu Kaiwa, FPBS UPI: tidak diterbitkan. Safrudin, Dian Ratna Sari. 2008. Analisis Semantik Gitaigo dalam Komik

Sailormoon Jilid 6-10, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Shigeo, Hinata dan Junko, Hibiya. 1989. Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun Mondai Shiriizu 14 Giongo Gitaigo, Tokyo: 荒竹 勉.

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. 2009. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, Jakarta: Kesaint Blanc.

Sukmayati, Isni. 2008. Analisis Wakamono Kotoba pada Anime Ouran Kokou Hosutobu Episode 1-5, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Sumirat, Imas. 2010. Analisis Kontrastif Onomatope dalam Bahasa Jepang dengan Bahasa Sunda, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Sutedi, Dedi. 2011. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang, Bandung: Humaniora. Sutedi, Dedi. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang, Bandung: Humaniora.


(60)

Sutinah, Usi. 2011. Analisis Kontrastif Onomatope dalam Bahasa Jepang dengan Bahasa Indonesia, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Tsujimura, Natsuko. 1997. An Introduction to Japanese Linguistics, Malden: Blackwell Publisher.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi. Muhammad. 2011. Semantik Teori dan Analisis, Surakarta: Yuma Pustaka.

Wikipedia. Anime [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Anime. [3 September 2011].

Myanimelist. Kaichou wa Maid-sama! [Online]. Tersedia:

http://myanimelist.net/anime/7054/Kaichou_wa_Maid-sama!. [17


(1)

5.1. Kesimpulan

Pada bab ini penulis mengambil kesimpulan dari hasil pengolahan data mengenai giongo yang terdapat dalam anime Kaichou wa Meido-sama! meliputi makna, karakteristik, dan penggunaan giongo.

1) Makna Giongo

Dari dua puluh lima giongo yang ditemukan dalam anime Kaichou wa Meido-sama!, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh belas giongo (tiruan bunyi benda) yang tujuh diantaranya termasuk juga ke dalam kategori gitaigo (tiruan bunyi dan suara yang menyatakan keadaan) dan delapan giseigo (tiruan suara makhluk hidup) yang empat diantaranya termasuk juga ke dalam kategori gitaigo, sebagai berikut:

a.

dan termasuk ke dalam giongo yang menunjukkan tiruan bunyi benda mati.

b. あ

dan termasuk ke dalam giseigo yang menunjukkan tiruan suara makhluk hidup.


(2)

148

2) Karakteristik Giongo

Jika dilihat dari bentuk struktur giongo, setiap giongo mempunyai karakteristik tertentu yang setiap karakternya mempunyai arti yang mewakili makna dari setiap giongo tersebut, berikut adalah simpulan dari karakteristik giongo:

a.

dan , terdapat delapan belas giongo yang termasuk ke dalam Jougo 畳語 (kata berulang).

b.

dan , terdapat dua belas giongo yang termasuk ke dalam Seion 清音

(bunyi huruf yang tidak disuarakan).

c. dan , terdapat tiga giongo yang termasuk ke dalam Han-dakuon 半濁音 (bunyi huruf yang sebagian disuarakan). d.

dan , terdapat delapan giongo yang termasuk ke dalam Dakuon 濁音 (bunyi huruf yang disuarakan).


(3)

e. danあ , terdapat tujuh giongo yang termasuk ke dalam Sokuon 促音 (akhiran tsu kecil ).

f. dan , terdapat dua giongo yang termasuk ke dalam Akhiran Ri .

g. dan , terdapat tiga giongo yang termasuk ke dalam Hatsuon 撥音 (akhiran n ).

h. dan , terdapat tiga giongo yang

termasuk ke dalam Chouon 長音 (vokal panjang).

3) Penggunaan Giongo

Dilihat dari fungsi gramatikalnya, penggunaan giongo dalam anime Kaichou wa Meido-sama! dibagi menjadi dua macam penggunaan, yaitu: a. Giongo yang berfungsi sebagai kata keterangan yang memodifikasi kata

kerja (atau gabungan huruf kanji dengan partikel suru ), dengan atau tanpa partikel to

b. Giongo yang berfungsi sebagai kata kerja yang digabungkan langsung dengan partikel suru (terkadang dengan partikel to ) atau yaru .


(4)

150

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian tentang giongo, penulis ingin menyampaikan beberapa saran mengenai giongo bagi para pelajar bahasa Jepang ataupun bagi para peneliti selanjutnya, sebagai berikut:

1) Bagi para pelajar bahasa Jepang yang berminat untuk mempelajari lebih lanjut tentang giongo, penulis menyarankan beberapa buku dan kamus sebagai bahan referensi pembelajaran, sebagai berikut:

a. Giongo Gitaigo Tsukaikata Jiten (1995), Toshiko Atoda, Kazuko Hoshino.

b. Giongo Gitaigo 4500 Nihongo Onomatope Jiten (2007), Ono Masahiro. c. Jazz Up Your Japanese with Onomatopoeia For All Levels (2003),

Hiroko Fukuda.

d. Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun Mondai Shiriizu 14 Giongo Gitaigo (1989), Hinata Shigeo, Hibiya Junko.

2) Bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian menggunakan anime Kaichou wa Meido-sama! sebagai objek penelitian. Penulis menyarankan agar peneliti meneliti tentang gitaigo (kata-kata yang secara simbolik menunjukan benda-benda yang tidak mengeluarkan suara berdasarkan bunyi.) yang terdapat dalam anime Kaichou wa Meido-sama!. Karena dalam anime Kaichou wa Meido-sama! terdapat banyak gitaigo yang digunakan dalam background, sebagai efek suara, dan juga percakapan-percakapan dalam anime tersebut.


(5)

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Atoda, Toshiko dan Hoshino, Kazuko. 1995. Giongo Gitaigo Tsukaikata Jiten, Tokyo: 井吹 晉.

Fukuda, Hiroko. 2003. Jazz Up Your Japanese with Onomatopoeia For All Levels, Tokyo: 野文夫.

Masahiro, Ono. 2007. Giongo Gitaigo 4500 Nihongo Onomatope Jiten, Tokyo: 佐 藤 宏.

Nakami, Yamaguchi. 2002. Nihongo wa Giongo Gitaigo ga Omoshiroi, Tokyo:

古谷俊勝.

Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Roseta, Marlina. 2008. Analisis Giongo Gitaigo yang Terdapat dalam Buku Shin Nihongo no Chuukyuu Honsatsu Kaiwa, FPBS UPI: tidak diterbitkan. Safrudin, Dian Ratna Sari. 2008. Analisis Semantik Gitaigo dalam Komik

Sailormoon Jilid 6-10, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Shigeo, Hinata dan Junko, Hibiya. 1989. Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun Mondai Shiriizu 14 Giongo Gitaigo, Tokyo: 荒竹 勉.

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. 2009. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, Jakarta: Kesaint Blanc.

Sukmayati, Isni. 2008. Analisis Wakamono Kotoba pada Anime Ouran Kokou Hosutobu Episode 1-5, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Sumirat, Imas. 2010. Analisis Kontrastif Onomatope dalam Bahasa Jepang dengan Bahasa Sunda, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Sutedi, Dedi. 2011. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang, Bandung: Humaniora. Sutedi, Dedi. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang, Bandung: Humaniora.


(6)

Sutinah, Usi. 2011. Analisis Kontrastif Onomatope dalam Bahasa Jepang dengan Bahasa Indonesia, FPBS UPI: tidak diterbitkan.

Tsujimura, Natsuko. 1997. An Introduction to Japanese Linguistics, Malden: Blackwell Publisher.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi. Muhammad. 2011. Semantik Teori dan Analisis, Surakarta: Yuma Pustaka.

Wikipedia. Anime [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Anime. [3 September 2011].

Myanimelist. Kaichou wa Maid-sama! [Online]. Tersedia: http://myanimelist.net/anime/7054/Kaichou_wa_Maid-sama!. [17 September 2011].