Keterkaitan spasial perbedaan produktivitas tenaga kerja kabupaten kota di Pulau Jawa

KETERKAITAN SPASIAL PERBEDAAN PRODUKTIVITAS
TENAGA KERJA KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA

ARBA IN NUR BAWONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkaitan Spasial Perbedaan
Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di Pulau Jawa adalah karya saya
dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, September 2011


Arba in Nur Bawono
NRP A156070071

ABSTRACT
ARBA IN NUR BAWONO. Spatial Dependence of Labour Productivity
Disparities of Districts/Cities at Java Island. Under Direction of SETIA HADI,
KOMARSA GANDASASMITA and DIDIT OKTA PRIBADI
Using 115 districts/cities at Java Island and 9 sectors on the 2001-2008, this
study use Esteban s shift share analysis to investigate the extent to which the
existing interregional disparities in labour productivity can be attributed. The
different between labour productivity of districts/cities and Java Island average is
regressed on the three shift share components: industrial mix, productivity
different, and allocative. However, labour productivity is not only influenced by
three shift share components as explanatory variables but also by aspects related
to surrounding districts/cities (neighborhood). Therefore, this research employed
spatial econometric models, i.e. spatial lag model and spatial error model. We
observed significant spatial effect for productivity different and the industrial mix
component, productivity different as well as allocative components. The result
found that labor productivity disparities across districts/cities in Java Island could

be attributed to the industry mix, productivity different and allocative
components. Whereas the highest coefficient regression value indicated by
industrial mix component. Therefore, policies are needed not only for the
transformation of labor from one sector (eg. primary sector) to other sectors (eg.
secondary sector). It s necessary to promote policy emphasis on increasing
sectoral labour productivity, for example through empowering labor skills and
improving of socioeconomic infrastructure.
Keywords: labour productivity, shift share analysis, spatial regression

RINGKASAN
ARBA IN NUR BAWONO. Keterkaitan Spasial Perbedaan Produktivitas
Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Dibimbing oleh SETIA HADI,
KOMARSA GANDASASMITA dan DIDIT OKTA PRIBADI
Terdapat tiga macam ukuran yang biasa digunakan untuk mengkaji
kinerja suatu wilayah, yaitu: output, output per kapita, dan output per pekerja.
Ukuran yang akan dipilih tergantung dari tujuan penelitian. Penggunaan ouput
per pekerja, yang sering didefinisikan sebagai produktivitas tenaga kerja memiliki
beberapa keunggulan sebagai berikut: (i) lebih sensitif terhadap perbedaan jumlah
penduduk (pekerja) dibanding dengan penggunaan output yang biasanya diwakili
oleh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang bersifat agregat; (ii) dapat

dilakukan dekomposisi secara sektoral dibanding dengan output per kapita (PDRB
perkapita).
Penggunaan unit spasial (misalnya, kabupaten/kota) sebagai unit analisis
perlu mempertimbangkan efek spasial, yaitu kemungkinan terjadinya nilai yang
mirip pada wilayah yang berdekatan sebagaimana dinyatakan hukum geografi I
(Tobler s first law of geography). Memperhatikan uraian di atas, permasalahan
yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah: (i) Apakah terdapat efek
spasial pada perbedaan produktivitas tenaga kerja suatu kabupaten/kota dengan
produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota tetangga di sekitarnya (neighborhood)?
(ii) Apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan produktivitas tenaga kerja
kabupaten/kota di Pulau Jawa? Sehubungan dengan masalah tersebut maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi masing-masing komponen shift
share terhadap perbedaan produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota di Pulau Jawa
dengan menggunakan pendekatan model regresi spasial.
Produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota secara sektoral atau menurut
lapangan usaha diukur oleh rasio PDRB kabupaten/kota menurut lapangan usaha
terhadap jumlah tenaga kerja kabupaten/kota menurut lapangan usaha. Penelitian
ini menggunakan pendekatan Kamarianakis dan Le Gallo yang memformulasikan
penyebab perbedaan produktivitas antar wilayah dengan menggunakan analisis
shift share yang dikembangkan Esteban. Dengan teknik dekomposisi, Esteban

yang menggunakan data negara-negara Eropa menemukan bahwa perbedaan
produktivitas antara suatu megara dengan produktivitas rata-rata Eropa,
merupakan penjumlahan dari tiga faktor, yaitu: (i) struktur ekonomi masingmasing negara secara sektoral, (ii) perbedaan produktivitas tenaga kerja pada
sektor yang sama di negara yang berbeda, dan (iii) perbedaan alokasi tenaga kerja
di masing-masing sektor.
Analisis spasial dalam penelitian ini difokuskan untuk menguji keberadaan
efek spasial perbedaan produktivitas tenaga kerja suatu kabupaten/kota dengan
produktivitas tenaga kerja kabupaten-kabupaten/kota-kota tetangga di sekitarnya
(neighborhood). Autokorelasi spasial dapat didefinisikan sebagai kejadian suatu
nilai yang mirip berada pada lokasi yang mirip. Autokorelasi spasial akan bernilai
positif jika terdapat pengelompokan (clustering) kabupaten/kota yang memiliki
nilai yang sama, yaitu kabupaten/kota dengan tingkat produktivitas yang tinggi
(rendah) dikitari oleh kabupaten/kota tetangga yang juga memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi (rendah). Sebaliknya nilai autokorelasi spasial akan

negatif jika terjadi penyebaran nilai, yaitu kabupaten/kota yang memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi (rendah) dikelilingi oleh kabupaten-kabupaten/kota-kota
lain yang justru bernilai rendah (tinggi).
Keberadaan pola spasial tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar
perlunya menyusun sebuah model ekonometri spasial kontribusi masing-masing

komponen shift share terhadap perbedaan produktivitas tenaga kerja
kabupaten/kota di Pulau Jawa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2001 sampai dengan
2008 relatif tidak terdapat perubahan yang signifikan pada peringkat perbedaan
produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota terhadap rata-rata produktivitas tenaga
kerja Pulau Jawa. Pengujian menggunakan uji beda peringkat Kendall (Kendall
concordance test) menghasilkan nilai probabilitas, yaitu nilai asymp. Sig
(asymptotic significant) sebesar < 0,05 dan koofisien konkordansi Kendall sebesar
0,975 yang berarti tingkat keselarasannya sangat tinggi
atau peringkat
kabupaten/kota berdasarkan nilai perbedaan produktivitas tenaga kerja antar tahun
tidak banyak mengalami perubahan.
Persebaran tingkat produktivitas tenaga kerja tersebut dapat dipetakan
berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasinya. Rata-rata perbedaan
produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2001 sebesar
1,022 dengan standar deviasi 21,59. Dibandingkan dengan data tahun 2008 tidak
didapatkan perbedaan yang signifikan. Meskipun demikian terdapat
kecenderungan penurunan pada rata-rata produktivitas tenaga kerja menjadi -0,21,
sedangkan nilai deviasi standar cenderung meningkat dan pada tahun 2008
menjadi 29,39 yang mengindikasikan peningkatan perbedaan produktivitas tenaga

kerja antar kabupaten/kota yang semakin senjang.
Terdapat perbedaan distribusi antara kabupaten/kota yang nilai perbedaan
produktivitas tenaga kerjanya berada di bawah dan di atas rata-rata. Seluruh
kabupaten/kota yang berada di bawah rata-rata memiliki nilai perbedaan
produktivitas tenaga kerja antara rata-rata dikurangi dengan standar deviasi.
Sedangkan pada kabupaten/kota yang memiliki nilai perbedaan produktivitas
tenaga kerja di atas rata-rata lebih tersebar, sebagian berada pada rata-rata
ditambah standar deviasi bahkan sampai rata-rata ditambah dengan tiga kali
standar deviasi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kabupaten/kota memiliki
produktivitas tenaga kerja yang rendah. Dengan kata lain terjadi kemerataan
produktivitas tenaga kerja pada tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah.
Hasil analisis menggunakan regresi spasial dengan data panel yang
menggabungkan sekaligus antara data 115 kabupaten/kota selama 8 tahun (dari
2001 sa,pai 2008) menyimpulkan bahwa ketiga komponen shift share
berpengaruh secara nyata terhadap perbedaan produktivitas tenaga kerja
kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pengujian dengan menggunakan Lagrange
Multiplier (LM), uji Hausman dan membandingkamn antara R2 dan Corr2 dapat
disimpulkan bahwa untuk masing-masing variabel penjelas the Industry-Mix
Component ( i) dan the Productivity Differential Component ( i) model terbaik

yang didapatkan adalah spatial lag atau spatial autoregressive (SAR) fixed effect.
Sementara untuk variabel penjelas the Allocative Component ( i) model
terbaiknya adalah spatial error (SEM) fixed effect.

Model regresi spasial yang dikembangkan juga memperlihatkan signifikansi
efek spasial pada hubungan antara masing-masing komponen shift share terhadap
perbedaan produktivitas tenaga kerja. Hal tersebut berarti perbedaan produktivitas
tenaga kerja suatu kabupaten/kota juga dipengaruhi oleh perubahan komponen
shift share (alokasi tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja sektoral) di
kabupaten/kota tetangga.
Oleh karena itu, disarankan untuk merancang kebijakan yang tidak hanya
memperhatikan transformasi tenaga kerja dari suatu sektor ke sektor lain,
misalnya dari sektor primer ke sektor sektor sekunder. Tetapi perlu untuk
memperhatikan produktivitas tenaga kerja secara sektoral, misalnya melalui
peningkatan ketrampilan tenaga kerja, perbaikan infrastruktur sosial ekonomi
pendukung, dan lain-lain. Peningkatan keahlian dan ketrampilan tersebut juga
dapat menjadi solusi adanya hambatan perpindahan tenaga kerja dari satu sektor
ke sektor lainnya.
Berdasarkan temuan adanya keterkaitan spasial maka disarankan koordinasi
antar kabupaten/kota yang bertetangga untuk bersinergi meningkatkan

produktivitas tenaga kerja. Misalnya, untuk peningkatan infrastruktur sosial
ekonomi yang dapat mendorong peningkatan produktivitas sektoral perlu
memperhatikan skala layanan dan efek limpahan manfaat (spillover effect)
sehingga dapat dirancang lebih efisien dalam pembiayaan dan pemanfaatan
barang publik.

Kata kunci : produktivitas tenaga kerja, analisis shift share, autokorelasi spasial,
regresi spasial data panel

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KETERKAITAN SPASIAL PERBEDAAN PRODUKTIVITAS

TENAGA KERJA KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA

ARBA IN NUR BAWONO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Baba Barus, M. Sc

Judul Tesis

:


Keterkaitan Spasial Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

Nama

:

ARBA IN NUR BAWONO

NRP

:

A156070071

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, MS
Ketua


Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc
Anggota

Didit Okta Pribadi, SP, M.Si
Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 23 September 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Keterkaitan Spasial
Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dapat
diselesaikan.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada
Dr. Ir. Setia Hadi, MS, Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Didit Okta
Pribadi, SP, M.Si masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing
serta Dr. Ir. Baba Barus, M. Sc selaku penguji luar komisi atas motivasi, arahan
dan masukan terhadap penulis untuk terus berusaha menyempurnakan karya ini.
Terimaksih juga disampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah dan jajaran manajemen, segenap dosen pengajar, asisten dan staf
kependidikan program studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPs IPB. Rekan-rekan
Mahasiswa SPs PWL Angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu
terima kasih atas kebersamaan dan dorongan semangat untuk dapat menyelesaikan
tesis ini. Dede Rosdiana perlu disebut secara khusus bukan saja karena menjadi
teman seperjuangan hingga deadline, tetapi juga atas kontribusinya membantu
karya ini lebih rapi dan enak dibaca.
Terakhir, secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada ayah H.
Nurul Huda (alm), ibu Hj. Sumini, dan seluruh keluarga terutama untuk Evi,
Izzan, dan Hanan (istri dan kedua anak penulis) atas segala doa, perhatian, kasih
sayang, pengertian, dan kesabarannya yang menjadi motivasi lebih bagi penulis
untuk tetap terus melangkah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2011
Arba in Nur Bawono

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 21
April 1969 dari ayah H. Nurul Huda (Alm) dan ibu Hj. Sumini. Penulis
merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Setelah menyelesaikan pendidikan dari SMA Negeri 1 Surakarta pada tahun
1988, penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Program Studi yang dipilih adalah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi dan selesai pada tahun 1998.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Selama
mengikuti perkulihan, penulis tetap bekerja sebagai konsultan dan terlibat pada
berbagai kegiatan di beberapa instansi, diantaranya Bappeda Kota Depok,
Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum dan Bappenas.
Penulis juga merupakan anggota tim penulisan buku Melayani Rakyat Menjaga
Negara: Sejarah Sosial, Politik dan Ekonomi PT Pos Indonesia (Persero) yang
diterbitkan pada tahun 2011 oleh Lspeu Indonesia (Lembaga Studi dan
Pengembangan Etika Usaha Indonesia) dan PT Pos Indonesia (Persero).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................
Perumusan Masalah ........................................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................................
Manfaat Penelitian ..........................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................................
Kerangka Pemikiran ........................................................................................

1
4
4
5
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Perbedaan Kinerja Pembangunan Antar Wilayah ...........................................
Produktivitas Tenaga Kerja Sebagai Ukuran Kinerja Pembangunan .............
Perbedaan Kinerja Pembangunan Antar Wilayah di Indonesia ......................
Interaksi dan Keterkaitan Spasial (Spatial Dependence) .................................
Permodelan Ekonometri Spasial .....................................................................
Kajian Penelitian Terdahulu ............................................................................

9
11
13
17
20
25

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data ....................................................................................
Analisis Dekomposisi Produktivitas Tenaga Kerja (Shift Share Analysis)......
Analisis Data Spasial (Exploratory Spatial Data Analysis/ESDA) ................
Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices) ..................................
Analisis Regresi Spasial Data Panel ...............................................................

29
32
35
37
39

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinjauan Umum ..............................................................................................
Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Antar Kabupaten/Kota ......................
Perhitungan Komponen Shift Share ................................................................
Komponen Industrial Mix ..........................................................................
Komponen Productivity Different ..............................................................
Komponen Allocative .................................................................................
Pola Spasial Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja ......................................
Matrik Kontiguitas Spasial ........................................................................
Pengujian Autokorelasi Spasial .................................................................
Klaster Kabupaten/Kota Berdasar Perbedaaan Produktivitas Tenaga
Kerja ...........................................................................................................
Model Regresi Spasial Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja .......................
Spesifikasi Model dengan Spasial Data Panel ............................................

41
51
54
55
58
60
61
61
63
64
68
68

Permodelan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja dengan Fixed Effect
Spasial ......................................................................................................... 73
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .......................................................................................................... 79
Saran ................................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 83
LAMPIRAN ......................................................................................................... 87

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Perkembangan Pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) dan Tenaga Kerja
berdasarkan Sektor tahun 1987, 1997, 2007 (dalam persen) ......................... 1
2. Variabel, Definisi dan Indikator yang Digunakan dalam Penelitian ............... 32
3. Tipe Hubungan Wilayah dengan Wilayah Tetangganya ................................ 37
4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Pulau Jawa menurut Lapangan
Usaha, Tahun 2001-2008 ................................................................................ 44
5. Sepuluh Teratas dan Terbawah Peringkat Kabupaten/Kota Berdasarkan
Perbandingan PDRB Terhadap PDRB Pulau Jawa, 2001-2008 ..................... 45
6. Persentase Tenaga Kerja di Pulau Jawa menurut Lapangan Usaha Tahun
2001-2008 ....................................................................................................... 46
7. Sepuluh Teratas dan Terbawah Peringkat Kabupaten/Kota Berdasarkan
Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Rata-rata Jumlah Tenaga
Kerja di Pulau Jawa, 2001-2008 ..................................................................... 47
8. Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Menurut lapangan Usaha Tahun
2001 2008 ..................................................................................................... 49
9. Sepuluh Teratas dan Terbawah Peringkat Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota Berdasarkan Perbandingan Terhadap Produktivitas
Tenaga Kerja Pulau Jawa, 2001-2008 ............................................................. 50
10. Ringkasan Nilai Perbedaan Produktivitas Tenaga kerja Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa, 2001 2008.................................................................................. 51
11. Hasil Pengujian Statistik Uji Keselarasan Kendall .......................................... 54
12. Peringkat Sepuluh Teratas dan Terbawah Berdasarkan Nilai Komponen
Industrial Mix ( = (Pij - Pjawa) * Xj.jawa) Tahun 2001 2008 ................ 55
13. Perbandingan Konsentrasi Tenaga Kerja di Jakarta Selatan dan Kabupaten
Pamekasan Tahun 2008 ................................................................................... 56
14. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja di Kota Cirebon Tahun 2001 dan
2008 ................................................................................................................. 57
15. Peringkat Sepuluh Teratas dan Terbawah Berdasarkan Nilai Komponen
Productivity Differential i = j pjjawa(xji xjjawa) Tahun 2001 2008 ........... 59
16. Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Kediri dan
Kabupaten Blora serta Perbandingannya dengan Produktivitas Tenaga
Kerja Pulau Jawa Tahun 2008 ......................................................................... 60
17. Peringkat Sepuluh Teratas dan Terbawah Berdasarkan Nilai Komponen
Allocative i = j(xji xjjawa)(pji pjjawa) Tahun 2001 2008 ......................... 61
18. Ringkasan Hasil Perhitungan Moran s I ......................................................... 63
19. Uji Likelihood Ratio Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa: the Industry-Mix Componen ........................ 70

20. Uji Likelihood Ratio Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa: the Productivity Differential Component ..... 70
21. Uji Likelihood Ratio Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa: the Allocative Component ............................ 70
22. Uji Hausman Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa: the Industry-Mix Component ....................................................... 71
23. Uji Hausman Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa: the Productivity Differential Component .................................... 71
24. Uji Hausman Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa: the Allocative Component ........................................................... 71
25. Nilai R2 dan Corr2 Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota
di Pulau Jawa: the Industry-Mix Component ................................................... 72
26. Nilai R2 dan Corr2 Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota
di Pulau Jawa: the Productivity Differential Component ................................ 72
27. Uji Nilai R2 dan Corr2 Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa: the Allocative Component ........................................................... 72
28. Hasil Pengujian Koefisien Parameter Spasial Lag Model ............................... 73
29. Hasil Pengujian Koefisien Parameter Spasial Error Model ............................ 75

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1.

Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................. 7

2.

Ketimpangan Pembangunan Antar Provinsi di Indonesia, 1993-2003
(berdasar Indeks Williamson) ....................................................................... 13

3.

Ilustrasi Model Keterkaitan antar Variabel Spasial ...................................... 18

4.

Tipe Keterkaitan antar Wilayah .................................................................... 38

5.

Diagram Alir Algoritma Penentuan Model Regresi Spasial Data Panel ....... 41

6.

Perkembangan Agregat Produktivitas Tenaga Kerja Pulau Jawa, 20012008 ............................................................................................................... 49

7.

Persebaran Kabupaten/Kota Berdasarkan Nilai Rata-rata dan Standar
Deviasi Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2001 dan 2008......... 52

8.a. Moran Scatter Plot Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Tahun 2001 .................................................. 64
8.b. Moran Scatter Plot Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa 2008 ............................................................. 65
9.

Klaster Kabupaten/Kota Berdasarkan Perbedaan Produktivitas Tenaga
Kerja............................................................................................................... 66

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

1. Kabupaten/Kota di Pulau Jawa ....................................................................... 88
2. Rangking dan Nilai Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, 2001-2008 .................................................... 91
3. Rangking dan Nilai Komponen Industry-Mix Kabupaten/Kota di Pulau
Jawa, 2001-2008 ............................................................................................. 94
4. Rangking dan Nilai Komponen Productivity Different Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa, 2001-2008 ................................................................................... 97
5. Rangking dan Nilai Komponen Allocative Kabupaten/Kota, 2001-2008 ....... 100
6.a.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2001 ............................................................... 103
6.b.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2002 ............................................................... 106
6.c.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2003 ................................................................ 109
6.d.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2004 ............................................................... 112
6.e.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2005 ............................................................... 115
6.f.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2006 ................................................................ 118
6.g.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2007 ............................................................... 121
6.h.Perhitungan Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota dan
Komponen Shift Share, Tahun 2008 ............................................................... 124
7. Output Hasil Regresi Spasial Lag dan Spatial Error ...................................... 127

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan merupakan proses transformasi struktural yang mendorong
pergeseran alokasi sumberdaya. Model pembangunan ekonomi dengan penawaran
buruh yang tidak terbatas (unlimited labour supply) misalnya, menjelaskan bahwa
pembangunan akan berlangsung apabila sumberdaya terakumulasi sebagai akibat
peralihan surplus kapital dari sektor pertanian yang subsisten ke sektor kapitalis.
Atas nama pembangunan, terjadilah pengalihan surplus melalui penarikan tenaga
kerja, modal dan sumberdaya-sumberdaya lainnya.
Gagasan yang dikemukan oleh Lewis (1954, diacu dalam Jhingan 1990)
tersebut didasarkan pada pandangan bahwa di sektor subsisten tersedia buruh
dalam jumlah yang tak terbatas dan bersedia menerima upah sekadar cukup untuk
hidup. Karena penawaran buruh tersedia tidak terbatas, maka suatu industri dapat
terus didirikan dan dikembangkan tanpa batas dengan cara menarik buruh dari
sektor subsisten (pertanian) ke sektor industri.
Pada kenyataannya, pemikiran di atas tidak sepenuhnya tepat untuk
menggambarkan proses transformasi yang terjadi di Indonesia sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan Pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) dan Tenaga Kerja
berdasarkan Sektor tahun 1987, 1997, 2007 (dalam persen)
Pangsa PDB

Sektor

Pangsa Tenaga Kerja

1987

1997

2007

1987

1997

2007

Primer

35.49

23.78

24.90

55.55

42.08

42.24

Sekunder

18.34

24.84

27.10

0.15

0.27

12.38

Tersier

46.18

51.39

48.00

44.31

57.65

45.40

Sumber : BPS (diolah)

Kontribusi sektor primer cenderung mengalami penurunan dari 35,5 persen
pada tahun 1987 menjadi 24,9 persen pada tahun 2007. Sebaliknya, sektor
sekunder justru memperlihatkan kecenderungan memberikan kontribusi semakin
besar. Jika pada tahun 1987 baru mencapai 18,3 persen, yang berarti masih di

bawah kontribusi sektor primer, pada tahun 2007 telah mencapai lebih dari 27
persen, melampaui kontribusi sektor primer.
Sementara jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, sektor primer dan
tersier masih menjadi sektor yang menyerap tenaga paling besar. Meskipun
cenderung menurun, sampai dengan tahun 2007 masih diatas 40 persen dari total
tenaga kerja di Indonesia. Sektor sekunder yang memiliki pertumbuhan pangsa
terbesar terhadap PDB justru kurang memperlihatkan kemampuan menyerap
tenaga kerja.
Gambaran data tersebut menyajikan bahwa pertumbuhan sektor industri
modern tidak mengakibatkan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap ke
dalam proses produksi karena proses tersebut bersifat hemat tenaga kerja (Arief
dan Sasono 1984). Transformasi stuktur ekonomi dan struktur tenaga kerja yang
kurang seimbang dikuatirkan menyebabkan proses pemiskinan dan eksploitasi
sumberdaya manusia pada sektor primer (Kariyasa 2003). Lebih lanjut, perbedaan
pola transformasi ekonomi dengan ketenagakerjaan tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan tingkat produktivitas tenaga kerja secara sektoral. Karena
terdapat perbedaan struktur perekonomian antar wilayah, perbedaan produktivitas
tenaga kerja secara sektoral tersebut akan menyebabkan disparitas pembangunan
antar wilayah.
Dinamika

spasial

pembangunan

Indonesia

memperlihatkan

ketidakseimbangan pertumbuhan antara Pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya.
Perkembangan antar daerah memperlihatkan bahwa daerah di Pulau Jawa
umumnya mengalami perkembangan ekonomi jauh lebih cepat dibandingkan
dengan daerah lainnya di luar Jawa (Bhinadi 2002).
Bhakti (2004) melakukan kajian tentang kecenderungan disparitas antar
wilayah di Pulau Jawa dengan menggunakan analisis koefisien variasi tertimbang
(weighted coefficient of variation) yang diformulasikan oleh Williamson dengan
menggunakan

PDRB

perkapita

tahun

1983-2001.

Penelitian

tersebut

menggunakan PDRB harga konstan dan provinsi-provinsi di Pulau Jawa sebagai
unit analisis. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pada rentang waktu
pengamatan kesenjangan antar daerah di Pulau Jawa relatif meningkat.

Penelitian tersebut juga digunakan untuk mengetahui sektor mana yang
memberikan kontribusi terhadap disparitas wilayah dengan mengestimasi
weighted coefficient of variation (CV) masing-masing sektor dan covariation
(COV) antar sektor. Perekonomian dikelompokan menjadi tiga sektor, yaitu: (i)
sektor pertanian, yang terdiri dari pertanian tanaman bahan makanan dan
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan; (ii) sektor industri, yang
mencakup pertambangan dan pengglian, industri pengolahan, listrik, gas dan air
bersih, dan bangunan; (iii) sektor jasa, yaitu perdagangan, restoran dan hotel,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta
pemerintahan umum dan jasa-jasa kemasyarakatan.
Hasil estimasi menunjukkan nilai CV sektor pertanian relatif lebih kecil
dibanding sektor industri maupun jasa. Artinya, sektor pertanian tidak signifikan
memberikan kontribusi gejala terjadinya disparitas antar wilayah di Pulau Jawa.
Sebaliknya, nilai CV sektor industri dan sektor jasa relatif jauh lebih tinggi
dibanding sektor pertanian. Kondisi ini menggambarkan ketidakseimbangan antar
wilayah di kedua sektor tersebut.
Perhitungan covariation (COV) antara sektor industri dan sektor jasa
menunjukkan nilai positif yang cukup tinggi. Hal tersebut bermakna bahwa sektor
jasa merupakan derived demand atas sektor industri. Sedangkan nilai covariation
(COV) antara sektor pertanian dan sektor industri maupun sektor pertanian dan
sektor jasa bernilai negatif, yang menunjukkan pergeseran PDRB sektor pertanian
ke sektor industri maupun sektor jasa.
Uraian di atas menggambarkan beberapa hal, yaitu: (i) terdapat
kecenderungan

ketidakseimbangan

proses

transformasi

ekonomi

dan

ketenagakerjaan yang ditandai oleh perbedaan perubahan struktur ekonomi dan
struktur tenaga kerja secara sektoral, (ii) disparitas spasial di Pulau Jawa yang
cenderung meningkat diukur dari perbedaan pembangunan antar kabupaten/kota,
dan (iii) terdapat kontribusi sektoral dalam disparitas pembangunan antar wilayah.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai
disparitas atau perbedaan produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota di Pulau Jawa
dengan

mempertimbangkan

kabupaten/kota-kota tersebut.

keterkaitan

spasial

di

antara

kabupaten-

Perumusan Masalah
Memahami karakterisik pertumbuhan suatu wilayah, merupakan hal yang
penting untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau
menghambat pembangunan, termasuk di dalamnya adalah pertumbuhan output
dan pergeseran alokasi tenaga kerja. Analisis dekomposisi pertumbuhan
menyediakan teknik analisis yang sangat berguna untuk melihat dinamika
pertumbuhan secara sektoral maupun spasial.
Pendekatan

ekonometri

spasial

mempertegas

pengakuan

bahwa

pertumbuhan yang terjadi bukan berlangsung tanpa ruang (spaceless), akan tetapi
menempati ruang/wilayah tertentu bahkan memiliki keterkaitan secara spasial
(spatial dependence).
Memperhatikan uraian di atas, permasalahan yang menjadi perhatian dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan (disparitas) produktivitas
tenaga kerja antar kabupaten/kota di Pulau Jawa?
2. Apakah terdapat pola spasial (klaster) antara produktivitas tenaga kerja suatu
kabupaten/kota dengan produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota lain di
sekitarnya (kabupaten/kota tetangga)?
3. Bagaimanakah

model

ekonometeri

spasial

kontribusi

masing-masing

komponen shift share terhadap perbedaan produktivitas tenaga kerja
kabupaten/kota di Pulau Jawa?

Tujuan Penilitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengidentifikasi sumber-sumber perbedaan produktivitas tenaga kerja
kabupaten/kota di Pulau Jawa melalui analisis dekomposisi shift share.
2. Mengidentifikasi

keberadaan

pola

spasial

dalam

bentuk

klaster

kabupaten/kota berdasarkan tingkat perbedaan produktivitas tenaga kerja,
3. Mengembangkan model regresi spasial untuk mengestimasi kontribusi
masing-masing komponen shift share terhadap perbedaan produktivitas
tenaga kerja kabupaten/kota di Pulau Jawa.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memahami
kondisi ketenagakerjaan kabupaten/kota di Pulau Jawa, khususnya alokasi tenaga
kerja dan tingkat produktivitas tenaga kerja secara agregat pada masing-masing
sektor perekonomian. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan bagi perencana pembangunan dalam merumuskan perencanaan
pembangunan bidang ketenagakerjaan sehingga pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Kontribusi penting yang juga dapat disumbangkan oleh penelitian ini adalah
memasukkan pertimbangan keterkaitan spasial untuk memperdalam pemahaman
sumber-sumber perbedaan produktivitas tenaga kerja. Menyadari keterkaitan
spasial tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi perencana pembangunan di
suatu kabupaten/kota untuk dapat merancang program peningkatan produktivitas
tenaga kerja bersama-sama dengan kabupaten/kota lain disekitarnya secara
sinergis sehingga program yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien.

Ruang lingkup Penelitian
Lingkup lokasi penelitian ini adalah Pulau Jawa dengan unit analisa
sebanyak 115 kabupaten/kota keadaan tahun 2001-2008. Kabupaten/Kota tersebut
tersebar di 6 provinsi, yaitu sebanyak 6 wilayah administrasi di Provinsi DKI
Jakarta, 25 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, 35 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah, 5 kabupaten/kota di Provinsi DI Yogyakarta, 38 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur, dan 6 kabupaten/kota di Provinsi Banten (Lampiran 1).
Pemilihan Pulau Jawa sebagai wilayah kajian didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut: (i) merupakan pusat aktifitas perekonomian dengan pangsa
ekonomi sekitar 59% terhadap PDRB Nasional berdasarkan data Pendapatan
Nasional Indonesia 2004-2007; (ii) berdasarkan data Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 2005, dihuni oleh sebagian besar penduduk Indonesia, mencapai
hampir 60% dari jumlah penduduk; (iii) secara sektoral, industri manufaktur
cenderung terkonsentrasi di Pulau Jawa sejak tahun 1970-an (Aziz 1994).
Demikian juga jika diamati dari sisi ketenagakerjaan, Pulau Jawa menyumbang

lebih dari 80 persen tenaga kerja yang bekerja di sektor Industri dari tahun 1975
sampai dengan 1995 (Kuncoro 2004).
Lingkup subtansi adalah produktivitas tenaga kerja yang diukur secara
agregat (makro) yaitu rasio antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dengan jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha atau sektor
perekonomian. Atribut Pulau Jawa untuk setiap indikator yang digunakan dalam
penelitian ini merujuk pada penjumlahan agregat dari seluruh kabupaten/kota di
Pulau Jawa. PDRB Pulau Jawa misalnya, dengan demikian merupakan hasil
penjumlahan PDRB seluruh kabupaten/kota di Pulau Jawa. Demikian juga dengan
jumlah tenaga kerja Pulau Jawa juga merupakan hasil penjumlahan agregat
seluruh tenaga kerja kabupaten/kota di Pulau Jawa.
Perhatian ditekankan pada mengkaji perbedaan alokasi tenaga kerja antar
kabupaten/kota dan perbedaan produktivitas tenaga kerja antar kabupaten/kota
pada masing-masing lapangan usaha. Kedua hal tersebut, yaitu perbedaan jumlah
alokasi tenaga kerja pada masing-masing sektor dan perbedaan produktivitas
tenaga kerja sektoral di setiap kabupaten/kota diduga menjadi penyebab
perbedaan produktivitas tenaga kerja.

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan menganalisis sumber-sumber perbedaan produktivitas
tenaga kerja antar kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan mempertimbangkan
keterkaitan spasial antar kabupaten/kota tersebut. Perbedaan produktivitas tenaga
kerja tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan struktur ekonomi maupun alokasi
tenaga kerja untuk masing-masing sektor ekonomi yang berbeda antara suatu
kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya. Dengan demikian, perbedaan
produktivitas tenaga kerja tersebut perlu dikenali melalui analisis dekomposisi
untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkannya.
Pentingnya memasukkan analisis spasial didasari pemikiran bahwa suatu
unit spasial, dalam hal ini suatu kabupaten/kota melakukan interaksi dan
dipengaruhi oleh kabupaten-kabupaten/kota-kota yang menjadi tetangganya
(neighbors). Hubungan atau pengaruh antara suatu kabupaten/kota dengan
kabupaten/kota yang menjadi tetangganya dapat bersifat positif maupun negatif.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir penelitian ini dapat
digambarkan sebagaimana disajikan pada Gambar 1.
Fenomena Pembangunan Kabupaten/Kota di Pulau Jawa
 Transformasi struktur perekonomian (PDRB Sektoral)
 Pergeseran penyerapan tenaga kerja secara sektoral

Produktivitas tenaga
kerja kabupaten/kota i
(Xi)

Produktivitas tenaga kerja
Pulau Jawa (XJAWA)

Perbedaan produktivitas tenaga
kerja kabupaten/kota i (Xi - XJAWA)
Keterkaitan produktivitas
tenaga kerja kabupaten/kota
tetangga (spatial weight
matrix)
Analisis keterkaitan spasial
(ESDA/Exploratory Spatial Data Analysis)
Uji global
Moran s I
statistic

Uji lokal
Moran
scatterplot

Local indicator of
spatial association

Analisis dekomposisi
(Shift Share Analysis)
 Komponen industry mix
i=

j
j(p i

pjJAWA).xjJAWA

 Komponen productivity
different
i=

j
j
j p JAWA(x i

xjJAWA)

 Komponen allocative
Moran significant maps

i=

j
j(x i

Klaster perbedaan produktivitas
tenaga kerja kabupaten/kota di
Pulau Jawa

Model ekonometri spasial
Estimasi pengaruh komponen shift share terhadap perbedaan
produktivitas tenaga kerja kabupaten/kota di Pulau Jawa
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

xjJAWA)(pji pjJAWA)

TINJAUAN PUSTAKA
Perbedaan Kinerja Pembangunan Antar Wilayah
Kuznets (1955) mengawali penelitian yang melihat perubahan kesenjangan
distribusi pendapatan. Menggunakan data beberapa negara (cross section) secara
runtun waktu (time series), Kuznets menemukan hubungan antara kesenjangan
pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk huruf U terbalik
(inverted U hypothesis). Penamaan itu sesuai dengan pola distribusi pendapatan
yang karena perubahan longitudinal (time series) tampak seperti kurva berbentuk
huruf U yang terbalik. Pada awal proses pembangunan, disparitas distribusi
pendapatan akan naik sebagai akibat proses industrialisasi dan urbanisasi.
Akhirnya, pada tahap pembangunan lebih lanjut ketimpangan tersebut akan
menurun, yaitu ketika sektor industri di perkotaan sudah menyerap sebagian besar
tenaga kerja yang datang dari sektor pertanian di perdesaan.
Hasil kajian Williamson (1965) yang menggunakan data GDP berbagai
negara juga mendukung hipotesa U terbalik tersebut. Nilai indeks Williamson
menggambarkan disparitas yang terjadi akibat pertumbuhan output dan jumlah
penduduk di negara-negara yang menjadi wilayah kajian. Pengukuran disparitas
didasarkan pada penyimpangan pendapatan per kapita suatu wilayah dengan
pendapatan per kapita nasional. Dengan kata lain, indeks Williamson merupakan
modifikasi dari standar deviasi. Semakin besar nilainya menunjukkan tingkat
disparitas antar wilayah yang semakin lebar.
Salah satu penjelasan terhadap ketidakmerataan pembangunan antar wilayah
adalah distribusi sumberdaya alam yang tidak merata. Kekhasan sumberdaya alam
di suatu wilayah yang digunakan sebagai input produksi menjadi salah satu
penentu corak aktivitas ekonomi wilayah. Terlebih lagi, pada kenyataannya
terdapat hambatan yang menjadikan ketidaksempurnaan interaksi antar wilayah
(Hoover and Giarratani 1999), yang meliputi: (i) imperfect factor mobility
(ketidaksempurnaan mobilitas faktor produksi); (ii) imperfect factor divisibility
(ketidaksempurnaan pemisahan antar faktor produksi); dan (iii) imperfect mobility
of goods and services (ketidaksempurnaan mobilitas barang dan jasa).
Perbedaan faktor produksi yang dimiliki oleh suatu daerah (endowment
factor)

dan

hambatan

mobilitasnya

tersebut

mendorong

setiap

daerah

mengembangkan skala ekonomi (economies of scale) dan mengambil keuntungan
dari peningkatan spesialisasi ekonomi. Proses akumulasi dan mobilisasi
sumberdaya berdasarkan kekhasan masing-masing daerah tersebut, baik berupa
akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja dan kepemilikan sumberdaya alam
merupakan pemicu laju pembangunan daerah bersangkutan. Heterogenitas
sumberdaya

dan

keragaman

karakteristik

suatu

wilayah

menyebabkan

kecenderungan terjadinya disparitas antar daerah dan antar sektor di wilayah
tersebut (Kuncoro 2004).
Perroux 1955, diacu dalam Sjafrizal (2008) mengemukakan konsep kutub
pertumbuhan (growth pole). Dasar teorinya adalah adanya ketidakseimbangan
pada interaksi antar industri. Pembangunan diawali oleh sektor industri
manufaktur yang dinamis, penggunaan teknologi modern yang secara relatif
berskala besar. Sektor ini biasanya disebut sebagai leading sector, yang kemudian
menjalar ke sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, perkembangan tidak terjadi
secara serentak di berbagai daerah.
Model

basis ekspor

(export-base

model)

dapat

digunakan

untuk

menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Model yang
diperkenalkan oleh North 1956, diacu dalam Sjafrizal (2008) tersebut menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif
(competitive advantage) daerah bersangkutan. Suatu daerah yang dapat
mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif
sebagai basis untuk ekspor (engine of growth), maka pertumbuhan daerah yang
bersangkutan dapat ditingkatkan (Sjafrizal 2008; Blair 1995). Perbedaan
keuntungan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing daerah sebagai engine
of growth dapat menjelaskan kenyataan laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang
bervariasi. Terdapat daerah yang memiliki laju pertumbuhan tinggi dan ada pula
laju pertumbuahan ekonomi daerah yang sangat rendah.
Model basis ekonomi menjadi landasan analisis terjadinya spesialisasi di
suatu daerah. Permintaan eksternal terhadap output daerah akan memiliki efek
dominan dalam pertumbuhan daerah yang bersangkutan. Proses tersebut bersifat
kumulatif, karena stimulus ekspor selain memiliki dampak pengganda (multiplier
effect) terhadap pendapatan, juga akan mendorong investasi di daerah tersebut.

Proses akumulasi dan mobilisasi faktor produksi baik akumulasi modal,
tenaga kerja dan sumberdaya alam yang dimiliki suatu daerah merupakan pemicu
dalam

laju

pertumbuhan

ekonomi

daerah

bersangkutan.

Heterogenitas

karakteristik suatu wilayah mendorong perbedaan pertumbuhan antar sektor, dan
selanjutnya menyebabkan ketimpangan antar daerah.

Produktivitas Tenaga Kerja Sebagai Ukuran Kinerja Pembangunan
Terdapat tiga macam ukuran pertumbuhan yang biasa digunakan untuk
mengkaji kinerja pembangunan suatu wilayah, yaitu: output, output per kapita,
dan output per pekerja. Ukuran yang akan dipilih tergantung dari tujuan
analisis dalam penelitian (Armstrong and Taylor 1993). Pertumbuhan output,
biasanya digunakan untuk mengukur kapasitas produksi yang bergantung pada
kemampuan suatu wilayah untuk menarik modal dan tenaga kerja dari wilayah
lain. Pertumbuhan output per kapita dianggap dapat menggambarkan perubahan
kesejahteraan ekonomi wilayah. Pertumbuhan output per pekerja digunakan
sebagai indikator perubahan tingkat keunggulan wilayah melalui pertumbuhan
produktivitas.
Perbandingan antara ouput dan tenaga kerja, yang sering didefinisikan
sebagai produktivitas tenaga kerja dipandang paling dapat menggambarkan
fenomena transformasi ketenagakerjaan yang tidak sejalan dengan transformasi
struktur ekonomi. Penggunaan produktivitas tenaga kerja sebagai ukuran
disparitas juga memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: (i) lebih sensitif
terhadap perbedaan jumlah pekerja dibanding dengan penggunaan output total
yang biasanya diwakili oleh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang
bersifat agregat; (ii) dapat dilakukan dekomposisi secara sektoral dibanding
dengan output perkapita (PDRB perkapita).
Pada dasarnya ada dua pengertian produktivitas tenaga kerja, yaitu dari
pendekatan mikro dan pendekatan makro. Pengertian produktivitas tenaga kerja
dengan pendekatan mikro lebih mudah karena dikaitkan langsung dengan produk
barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Misalnya pada usaha
pembuatan batu bata maka produktivitas tenaga kerja diukur dengan jumlah batu

bata yang dihasilkan dalam satu satuan waktu tertentu (misalnya, satu bulan)
dibagi dengan jumlah pekerja pada waktu yang sama.
Pendekatan makro produktivitas tenaga kerja tidak semudah menghitung
dari segi mikro. Angka produktivitas yang diperoleh merupakan produktivitas
rata-rata pada suatu sektor ekonomi secara agregat. Ukuran produksi yang
digunakan adalah nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu perekonomian, yaitu
menggunakan output ekonomi (PDRB). Sehingga produktivitas tenaga kerja
diukur berdasarkan besaran nilai output di suatu sektor dibagi dengan jumlah
penduduk yang bekerja di sektor tersebut.
Pengukuran produktivitas tenaga kerja tersebut memang mengandung
kelemahan karena tidak memasukkan perhitungan faktor produksi lainnya.
Perubahan produktivitas pada kenyataannya dapat disebabkan oleh penggunaan
peralatan/mesin yang lebih canggih, penggunaan teknologi baru, dan lain-lain.
Meskipun demikian, cara pengukuran di atas masih memadai untuk menunjukkan
perbandingan dan kecenderungan perubahan produktivitas tenaga kerja (BPS DKI
Jakarta 2008).
Disparitas produktivitas tenaga kerja antar daerah dapat disebabkan oleh dua
hal, yaitu: perbedaan produktivitas sektor yang sama di daerah yang berbeda, dan
perbedaan struktur ekonomi antar daerah. Dengan demikian, kedua hal tersebut
menyebabkan suatu daerah memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi
dibanding rata-rata wilayahnya. Pertama, produktivitas tenaga kerja di daerah
tersebut, untuk seluruh atau sebagian besar sektor, memiliki tingkat yang lebih
tinggi di banding daerah-daerah lain di sekitarnya. Kedua, meskipun tidak
memiliki keunggulan produktivitas sektoral, tetapi daerah tersebut melakukan
spesialisasi pada sektor-sektor yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang
tinggi.
Esteban (2000) memformulasikan pandangan di atas dengan menggunakan
analisis shift share. Esteban yang menggunakan data negara-negara Eropa
menemukan bahwa perbedaan produktivitas antara suatu region dengan
produktivitas rata-rata Eropa, merupakan penjumlahan dari tiga faktor, yaitu:
komposisi atau struktur masing-masing wilayah secara sektoral, perbedaan

produktivitas sektor yang sama di wilayah yang berbeda, dan perbedaan alokasi
tenaga kerja di sektor-sektor yang lebih efisien.

Perbedaan Kinerja Pembangunan Antar Wilayah di Indonesia
Perbedaan kinerja pembangunan antar wilayah merupakan salah satu topik
kajian yang telah mendapat banyak perhatian di Indonesia. Akita dan Lukman
(1995) menggunakan koefisien Williamson tertimbang untuk mengukur
ketimpangan pendapatan antar wilayah tahun 1975

1992. Selain itu, untuk

mengetahui kontribusi sektor-sektor ekonomi dilakukan analisis dekomposisi
sektoral. Temuan pentingnya adalah bahwa meskipun ketimpangan antar wilayah
dengan menggunakan data PDRB non migas relatif stabil, terdapat perubahan
yang signifikan pada pengamatan kontribusi secara sektoral. Sektor te