The Development Analysis of Jelutung in Agroforestry System for Rehabilitation of Peatland Degradation at Central Kalimantan Province.

ANALISIS PENGEMBANGAN JELUTUNG DENGAN
SISTEM AGROFORESTRI UNTUK MEMULIHKAN
LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

MARINUS KRISTIADI HARUN
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2011

ANALISIS PENGEMBANGAN JELUTUNG DENGAN
SISTEM AGROFORESTRI UNTUK MEMULIHKAN
LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

MARINUS KRISTIADI HARUN
 
 
 
 
 

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
 
 

 
 
 
 

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Istomo, M.Si.

 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Analisis
Pengembangan Jelutung dengan Sistem Agroforestri untuk Memulihkan Lahan
Gambut Terdegradasi di Provinsi Kalimantan Tengah” adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011
Marinus Kristiadi Harun
NRP P052090151

ABSTRACT
MARINUS KRISTIADI HARUN. The Development Analysis of Jelutung in
Agroforestry System for Rehabilitation of Peatland Degradation at Central
Kalimantan Province. Supervised by LAILAN SYAUFINA and NURHENI
WIJAYANTO.
The aim of this research was to analyze the development of jelutung in the
agroforestry system for the rehabilitation of the degraded peatland fulfilling
technically applicable, socially acceptable by the local farmers, economically
feasible and environmentally friendly. Primary data of this research were collected
via interviews, observations, field visits and focus group discussion (FGD)
involving all parties. The research results show that the development of jelutung

in agroforestry system was technically applicable, socially acceptable,
economically feasible and environmentally friendly for the rehabilitation of
peatland degradation. There are 5 certified jelutung seed sources in Central
Kalimantan Province that can produce about 126,920,000 seeds per years. The
local people’s nursery can produce 1 – 3 million readily planted jelutung seedlings
per years. In thin peatland there are 3 agroforestry systems that have already been
developed by the local people. In thick peatland, there are 2 agroforestry systems
that have already been developed by the local people. Jelutung growth
performances on a variety of agroforestry systems show that the annual stem
height increment reached 86.55 – 127.94 cm and stem diameter increased 1.56 –
2.15 cm.  The analysis results on the social aspect show that in line with the
superior non timber forest product criteria and indicators stated in Permenhut RI
No. P.21/Menhut-II/2009 jelutung’s latex is categorized as a provincial superior
NTFP with Superior Total Value (STV) of 72.62. The economic aspect shows that
the marketing margin of jelutung latex is still inefficient as its value is > 50%. The
financial analysis results show that jelutung forest is feasible to be developed both
in the monocultural and agroforestry patterns. NPV, BCR and IRR of jelutung
with agroforestry pattern were 69,799,338; 8.68 and 29% respectively. On the
environmental aspect it is known that the diversity of peatland macro-fauna
covered with jelutung agroforestry was greater than that covered with

monoculture and abandoned land with Shannon Wiener index values of 1.8; 1.,2;
1.69 respectively for PSM method. The chemical analysis of peatland covered by
jelutung agroforestry provides the following data: pH=3.94; N total = 0.4%; C
organic = 48.58%; C/N = 121.45. The maturity level of peatland covered by
jelutung agroforestry is sapric-hemic to hemic, that covered by monoculture is
fibrous-hemic to sapric-hemic while the abandoned peatland is dominated by
fibrous and fibrous-hemic. The microclimate of peatland covered by jelutung is
better than the microclimate of that covered by monoculture or abandoned
peatland.
Keywords: jelutung, agroforestry system, rehabilitation, peatland.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember
2010 ini adalah pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri untuk
rehabilitasi lahan gambut terdegradasi, dengan judul Analisis Pengembangan
Jelutung dengan Sistem Agroforestri untuk Memulihkan Lahan Gambut
Terdegradasi di Provinsi Kalimantan Tengah.
Penghargaan dan ucapan rasa terimakasih penulis sampaikan dengan tulus
kepada:
1. Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.
Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berguna.
2. Ir. Didik Purwito, M.Sc. selaku mantan Kepala Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru dan Dr. Ir. Endang Savitri, M.Sc. selaku Kepala Balai Penelitian
Kehutanan Banjarbaru yang telah berkenan memberikan kesempatan,
motivasi dan dorongan selama menjalani studi.
3. Rekan-rekan peneliti di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru: Donny
Rahmanady, S.Hut., M.Si.; Kushartati Budiningsih, S.Hut., M.Si.; Reni Setyo

Wahyuningtyas, S.Hut., M.Sc.; Rusmana, S.Hut.; Purwanto Budi Santoso,
S.Hut., M.Sc.; Wawan Halwani, S.Hut., M.Sc.; Junaidah, S.Hut., Pranatasari
Dyah Susanti, S.P. serta Staf BPDAS Kahayan: Giri Suryanta, S.Si.; M.Sc.
yang telah membantu kegiatan penelitian dan analisis data.
4. Para narasumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan: Kota Palangkaraya, Kabupaten Pulang Pisau;
pimpinan PT. SAS dan PT. Sampit, para pihak yang hadir dalam FGD,
Kepala Desa Mentaren II, Penyuluh Pertanian Kecamatan Jabiren Raya,
Kelompok Tani “Sepakat Maju” Kelurahan Kalampangan yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam kegiatan penelitian.
5. Para petani yang telah mengembangkan jelutung dengan sistem agroforestri:
Bapak Tamanurrudin (Kelurahan Kalampangan), Bapak Sukardi (Desa
Tumbang Nusa), Bapak Agus Martedjo (Desa Jabiren) dan Bapak Rapingun
(Desa Mentaren II) yang telah melayani dengan penuh keramahan dan
kesabaran.
6. Dr. Ir. Istomo, M.Si. selaku Penguji Luar Komisi dan Dr. Ir. Hariyadi, M.S.
selaku Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis.
7. Rekan-rekan mahasiswa PSL-IPB angkatan 2009 yang ikut memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
8. Orang tua, istri dan anak-anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun
demikian semoga masih ada manfaat bagi semua pihak yang memerlukan,
terkhusus demi terwujudnya PEAT-GAP.
Bogor, November 2011
Marinus Kristiadi Harun

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang (Jawa Tengah) pada tanggal 09 November
1977 sebagai anak sulung dari pasangan Christ Aronds (alm.) dan Sri Daryati.
Pada tahun 2004 menikah dengan Nurwidyanti, S.Sos. dan dikaruniai dua orang
anak, Petra Noor Imanuel Aronds (lahir 13 Februari 2005) dan Syalom Nooritha
Putri Aronds (lahir 31 Agustus 2008).
Pada tahun 1996, setelah lulus dari SMA Negeri 2 Magelang, penulis
melanjutkan studi ke Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas
Gadjah Mada (UGM) di Jogjakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2009
penulis memperoleh beasiswa dari Kementerian Kehutanan untuk melanjutkan
studi pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL),
Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2001 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada

Kementerian Kehutanan dan bertugas di Balai Penelitian Kehutanan (BPK)
Banjarbaru sebagai tenaga fungsional peneliti.

RINGKASAN
MARINUS KRISTIADI HARUN. Analisis Pengembangan Jelutung dengan
Sistem Agroforestri untuk Memulihkan Lahan Gambut Terdegradasi di Provinsi
Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA dan NURHENI
WIJAYANTO.
Lahan gambut seluas 3.472.000 ha di Provinsi Kalimantan Tengah
dikuatirkan tidak mampu lagi memerankan fungsi ekologinya secara optimal,
karena upaya yang mengarah kepada perubahan ekosistemnya masih tetap
berlangsung. Hal ini ditandai dengan adanya kerusakan lahan gambut yang telah
mencapai lebih dari 35%. Kondisi tersebut memerlukan kegiatan rehabilitasi dan
penghijauan untuk pemulihannya. Kegiatan tersebut memerlukan pemilihan jenis
dan sistem tanam yang tepat. Pada penelitian ini diajukan suatu pemikiran
pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri pada kegiatan dimaksud.
Pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri di lahan gambut untuk tujuan
rehabilitasi dan penghijauan harus memenuhi syarat, secara teknis dapat
diterapkan, secara sosial dapat diterima oleh petani setempat, secara ekonomi
menguntungkan dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri untuk
merehabilitasi lahan gambut terdegradasi yang memenuhi 4 persyaratan di atas.
Tahap persiapan penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 dan bulan
Januari 2011. Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari – Juli
2011. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan pada bulan Agustus –
September 2011. Pada aspek teknis, parameter yang diteliti mencakup teknik
silvikultur jelutung dengan sistem agroforestri, performansi pertumbuhan jelutung
pada beberapa tipologi lahan gambut dan pola agroforestri, serta rancangan
agroforestri berbasis jelutung yang dapat dikembangkan di lahan gambut. Pada
aspek sosial, parameter yang diteliti adalah potensi getah jelutung sebagai hasil
hutan bukan kayu (HHBK) unggulan sesuai Permenhut RI Nomor P.21/MenhutII/2009. Pada aspek ekonomi, parameter yang diteliti mencakup margin
pemasaran getah jelutung dan analisis finansial pengembangan jelutung dengan
sistem agroforestri. Pada aspek lingkungan, parameter yang diteliti mencakup
kesuburan tanah, iklim mikro dan teknologi pengkomposan sebagai sumber
amelioran alternatif pengganti abu hasil pembakaran. Data primer diperoleh
melalui wawancara, observasi dan pengukuran langsung di lapangan serta diskusi
kelompok terfokus (FGD) yang melibatkan para pihak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teknis, sosial, ekonomi dan
lingkungan pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri untuk
merehabilitasi lahan gambut layak untuk dilakukan. Pada aspek teknis, diketahui

bahwa di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 5 sumber benih jelutung
bersertifikat berupa tegakan benih dengan kemampuan pasokan benih sebanyak
126.920.000 biji per tahun. Kemampuan persemaian rakyat di provinsi ini untuk
memproduksi bibit jelutung siap tanam sebanyak 1 – 3 juta batang per tahun. Pola
agroforestri jelutung di lahan gambut tipis yang telah dikembangkan petani secara
umum dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni: alleycropping dengan teknik
gundukan, alleycropping dengan teknik surjan dan agrosilvofishery dengan teknik
surjan. Pola agroforestri di lahan gambut tebal yang telah dikembangkan oleh

petani secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni: mixed cropping
dengan teknik petak berparit dan alleycropping dengan teknik petak berparit.
Pola-pola tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut
dengan melakukan masukkan teknologi tepat guna. Performansi pertumbuhan
jelutung pada berbagai pola agroforestri menunjukkan riap tinggi batang
mencapai 86,55 – 127,94 cm per tahun dan riap diameter batang mencapai 1,56 –
2,15 cm per tahun.
Hasil analisis aspek sosial menunjukkan bahwa menurut kriteria dan
indikator HHBK Unggulan pada Permenhut RI Nomor P.21/Menhut-II/2009,
getah jelutung termasuk HHBK Unggulan Provinsi dengan Total Nilai Unggulan
(TNU) sebesar 72,62. Pada aspek ekonomi diketahui bahwa margin pemasaran
getah jelutung belum efisien karena nilainya masih > 50%. Hasil analisis finansial
menunjukkan bahwa hutan tanaman jelutung layak untuk dikembangkan baik
secara monokultur maupun pola agroforestri. Nilai NPV, BCR dan IRR untuk
agroforestri jelutung berturut-turut adalah 69.799.338; 8,68 dan 29%.
Pada aspek lingkungan, diketahui bahwa keragaman makrofauna tanah pada
lahan gambut berpenutupan agroforestri jelutung lebih besar dibandingkan dengan
lahan gambut berpenutupan pertanian monokultur dan lahan terlantar, dengan
nilai Indeks Shannon Wiener berturut-turut sebesar 1,8; 1,2 dan 1,69 untuk
metode PSM. Analisis kimia tanah pada lahan gambut berpenutupan agroforestri
jelutung menghasilkan data sebagai berikut: pH=3,94; N total=0,4%; C
organik=48,58%; C/N=121,45. Tingkat kematangan gambut pada lahan
berpenutupan agroforestri jelutung adalah saprik-hemik sampai hemik, untuk
lahan berpenutupan pertanian monokultur adalah fibrik-hemik sampai saprikhemik, sedangkan lahan gambut terlantar didominasi oleh fibrik dan fibrik-hemik.
Iklim mikro pada lahan gambut berpenutupan agroforestri jelutung lebih baik
dibandingkan dengan lahan gambut berpenutupan pertanian monokultur dan lahan
terlantar. Kompos berbahan baku bahan organik lokal ditinjau dari kandungan
hara mampu menggantikan abu sebagai sumber amelioran dan memenuhi SNI
untuk kompos. Pengembangan jelutung dengan sistem agroforesri harus tetap
mempertimbangkan kearifan lokal yang berkembang di lokasi setempat.
Kata kunci: jelutung, sistem agroforestri, rehabilitasi, lahan gambut.
 

 
 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xv

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................

xvi

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................
Kerangka Pemikiran .............................................................................
Perumusan Masalah ..............................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................

1
2
7
10
10

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

11

Lahan Gambut ......................................................................................

11

Kondisi Lahan Gambut di Provinsi Kalimantan Tengah .....................

12

Gambaran Umum Jelutung Rawa .........................................................
Penyebaran dan tempat tumbuh .........................................................
Sifat botanis ........................................................................................
Sifat pohon .........................................................................................
Pemanfaatan jelutung .........................................................................
Perlindungan tanaman ........................................................................
Pertumbuhan jelutung ........................................................................

15
15
16
17
18
19
19

Agroforestri ..........................................................................................
Definisi dan konsep agroforestri ........................................................
Klasifikasi sistem agroforestri ............................................................
Manfaat agroforestri ...........................................................................
Bentuk-bentuk agroforestri ................................................................
Kendala dan prospek pengembangan agroforestri di lahan gambut ..

20
20
21
22
25
26

Penelitian Sebelumnya .........................................................................

28

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................

29

Kelurahan Kalampangan ......................................................................
Desa Tumbang Nusa .............................................................................
Desa Jabiren ..........................................................................................
Desa Mentaren II ..................................................................................

29
31
32
34

METODE PENELITIAN .......................................................................

36

Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
Bahan dan Alat .....................................................................................
Jenis dan Sumber Data .........................................................................
Teknik Pengambilan Contoh ................................................................

36
37
37
39


 

Pengumpulan dan Analisis Data ...........................................................
Kelayakan teknis ................................................................................
Kelayakan sosial .................................................................................
Kelayakan ekonomi ............................................................................
Kelayakan lingkungan ........................................................................

40
40
44
47
49

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

58

Kelayakan Teknis .................................................................................
Pengadaan bibit ..................................................................................
Pengadaan bibit dari biji (generatif) ................................................
Pengadaan bibit secara vegetatif ......................................................
Pola pengembangan jelutung rawa dengan sistem agroforestri .........
Performansi pertumbuhan jelutung rawa ...........................................
Plot penelitian di Kelurahan Kalampangan .....................................
Plot penelitian di Desa Tumbang Nusa ...........................................
Plot penelitian di Desa Jabiren ........................................................
Plot penelitian di Desa Mentaren II .................................................

58
58
58
66
70
82
82
83
84
85

Kelayakan Sosial ..................................................................................

92

Kelayakan Ekonomi .............................................................................
Margin pemasaran getah jelutung ......................................................
Analisis finansial ................................................................................
Analisis sensitivitas ............................................................................

118
118
125
129

Kelayakan Lingkungan .........................................................................

130

Kesuburan tanah .................................................................................
Sifat kimia gambut ...........................................................................
Sifat fisik gambut .............................................................................
Sifat biologi gambut ........................................................................

130
130
133
135

Kondisi iklim mikro ...........................................................................

144

Teknologi pengkomposan ..................................................................

149

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

153

Kesimpulan ...........................................................................................
Saran .....................................................................................................

153
154

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

155

LAMPIRAN ............................................................................................

164

xi 
 

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.

Kerangka pemikiran penelitian ......................................................
Perumusan masalah penelitian .......................................................
Profil pohon, buah, bunga dan daun jelutung ................................
Profil permudaan tingkat semai, biji, dan kuncup daun jelutung ...
Batang yang ditoreh dan getah jelutung .........................................
Metode PSM pada analisis makrofauna tanah ...............................
Prosedur penentuan tingkat kematangan gambut ...........................
Proses memperoleh abu sebagai sumber amelioran lokal ..............
Tahap penghalusan bahan organik sebelum dikomposkan ............
Profil polong buah jelutung yang masih di pohon .........................
Tahapan proses ekstraksi dan seleksi biji jelutung .........................
Perendaman benih jelutung, benih jelutung yang berkecambah ....
Tahapan perkecambahan benih jelutung sampai semai .................
Tahapan pengerasan batang (hardening) bibit jelutung .................
Ujung batang jelutung resting, flushing, dan tipe ..........................
Penampilan stek jelutung dengan metode persemaian KOFFCO ..
Cabang jelutung yang dicangkok ...................................................
Penyiapan lahan teknik gundukan dan surjan ................................
Tahapan penyiapan lahan dengan teknik surjan .............................
Profil parit drainase dan tanaman nenas. Tanaman ubi kayu .........
Teknik penanaman bibit jelutung rawa di lahan gambut tebal .......
Kondisi bibit siap tanam. Aklimatisasi bibit jelutung ....................
Proses pembuatan abu sebagai sumber amelioran .........................
Profil sumur dan penyiraman dari sumur pompa ...........................
Rata-rata tinggi batang dan diameter batang jelutung rawa ...........
Rata-rata tinggi dan diameter batang jelutung rawa .......................
Performansi jelutung rawa umur 5,25 tahun pola mixcropping .....
Performansi jelutung rawa umur 7 tahun di Desa Mentaren II ......
Persen sulaman dan persen serangan penggerek batang ................
Riap pertumbuhan tinggi batang dan riap pertumbuhan ................
Riap tinggi batang dan riap diameter batang tanaman jelutung .....
Produksi getah jelutung oleh PT. SAS ...........................................
Produksi getah jelutung di Kabupaten Kotawaringin Barat ...........
Produksi getah jelutung menjadi bahan baku setengah jadi ...........
Faktor-faktor yang diperlukan dalam pengembangan jelutung ......
Proses penumbuhan kerjasama ......................................................
Proses penumbuhan kelembagaan pengembangan jelutung ..........
Proses penumbuhan sistem kebersamaan ekonomi ........................
Teknik penyadapan tradisional dan teknik infus ............................
Produksi getah jelutung di Provinsi Kalimantan Tengah ...............
Jalur distribusi pemasaran getah jelutung di Kota Palangkaraya ...
Hasil identifikasi makrofauna tanah per ordo di Kalampangan .....
Jumlah famili masing-masing ordo makrofauna tanah ..................
Hasil identifikasi makrofauna tanah per ordo di Tumbang Nusa ...

Halaman
6
9
17
18
19
52
54
55
56
62
63
64
65
66
67
68
69
71
72
76
77
77
78
79
82
84
85
87
88
88
91
94
94
95
105
109
109
110
112
118
123
136
136
137
xiii 

 

45.
46.
47.
48.

 

xiv 
 

Jumlah famili masing-masing ordo makrofauna tanah ..................
Interaksi jelutung dengan tanaman semusim .................................
Iklim mikro pada penutupan lahan agroforestri dan non ...............
Rata-rata berat serasah dan abu sebagai sumber amelioran ...........

137
145
148
150

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.

Klasifikasi pokok sistem agroforestri .............................................
Kedudukan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya ............
Tenaga kerja berdasarkan kelompok umur ....................................
Matapencaharian penduduk Kelurahan Kalampangan ...................
Tenaga kerja berdasarkan kelompok umur ....................................
Jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data dan keluaran ...
Rincian aspek yang dikaji dalam FGD tingkat provinsi .................
Produksi benih jelutung rawa dari tegakan benih ..........................
Data lahan gambut kritis di Provinsi Kalimantan Tengah .............
Kapasitas produksi bibit jelutung rawa per tahun ..........................
Pola agroforestri yang telah dikembangkan di gambut dangkal ....
Pola agroforestri yang telah dikembangkan di gambut dalam .......
Sistem silvopastoral dan agrisilvopastoral berbasis jelutung .........
Sistem agrisilvikultur berbasis jelutung rawa ................................
Performansi pertumbuhan jelutung pada berbagai tipologi lahan ..
Performansi pertumbuhan jelutung rawa pola tanam monokultur .
Realisasi ekspor getah jelutung di Kalimantan Tengah .................
Persentase gambut dan non gambut ...............................................
Produksi getah jelutung di Provinsi Kalimantan Tengah ...............
Rekapitulasi pembuatan tanaman jelutung .....................................
Pendapatan daerah dari retribusi getah jelutung .............................
Penerima ijin lokasi penyadapan getah jelutung ............................
Matrik kriteria dan indikator penilaian getah jelutung ...................
Identifikasi masalah aspek kawasan dan pemasaran ......................
Identifikasi masalah aspek budidaya, pengolahan dan kualitas .....
Ekspor getah jelutung ke Jepang ....................................................
Perkembangan ekspor getah jelutung dari tahun 1993-2001 .........
Produksi kayu bulat jelutung di Indonesia tahun 2001 – 2005 ......
Potensi awal dan penyebaran jenis kayu jelutung ..........................
Margin pemasaran dan keuntungan getah jelutung ........................
Analisis finansial hutan tanaman jelutung seluas 1 ha ...................
Rekapitulasi analisis sensitivitas kelayakan usaha .........................
Data hasil analisis laboratorium sifat kimia gambut ......................
Kriteria penilaian sifat kimia tanah ................................................
Ketebalan gambut yang terbawa pada proses pembesikan lahan ...
Kandungan hara pada abu, tiga macam kompos dan SNI ..............

Halaman
23
28
30
30
34
38
45
59
60
61
74
79
80
81
89
90
93
96
97
97
100
103
104
106
107
119
119
120
120
124
128
129
131
133
149
151

 

xii 
 

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.

Daftar hadir peserta FGD tingkat petani di Kalampangan .............
Daftar hadir peserta FGD tingkat peramu dan pengumpul ............
Daftar hadir peserta FGD tingkat provinsi .....................................
Peta lokasi penelitian ......................................................................
Tally sheet pengukuran pada agrosilvofishery ...............................
Tally sheet pengukuran pada alleycropping Mentaren II ...............
Tally sheet pengukuran pada mixed cropping Mentaren II ............
Tally sheet pengukuran pada mixed cropping Jabiren ...................
Tally sheet pengukuran pada mixed cropping Tumbang Nusa ......
Tally sheet pengukuran pada alleycropping I Kalampangan .........
Tally sheet pengukuran alleycropping II Kalampangan ................
Layout agrosilvofishery di Desa Mentaren II .................................
Layout alleycropping dengan teknik surjan di Desa Mentaren II ..
Layout mixcropping dengan teknik surjan di Desa Mentaren II ....
Layout mixcropping dengan teknik surjan di Desa Jabiren ............
Layout mixcropping dengan teknik petak berparit .........................
Layout alleycropping dengan teknik petak berparit .......................
Materi diskusi tingkat petani di Kelurahan Kalampangan .............
Materi diskusi tingkat peramu dan pengumpul getah jelutung ......
Materi makalah pengarah pada FGD tingkat Provinsi ...................
Foto kegiatan FGD .........................................................................
Data sumber benih jelutung dengan status tegakan benih .............
Metode PSM makrofauna tanah pada 3 tipologi penutupan lahan .
Metode PCT dan PSM makrofauna tanah ......................................
Makrofauna tanah yang ditemukan di lokasi penelitian .................
Jenis tanaman pangan yang dapat ditumpangsarikan .....................
Jenis tanaman sayuran yang dapat ditumpangsarikan ....................
Jenis tanaman buah yang dapat ditumpangsarikan .........................
Jenis tanaman rempah dan minyak yang dapat ditumpangsarikan .
Foto beberapa tanda dan gejala serangan hama pada jelutung .......
Tingkat kematangan gambut pada beberapa tipologi .....................
Data hasil identifikasi makrofauna tanah .......................................
Hasil analisis tanah .........................................................................
Hasil analisis pupuk dan abu ..........................................................
Data Klimatologi bulan April .........................................................
Data Klimatologi bulan Mei ...........................................................
Data Klimatologi bulan Juni ...........................................................
Matrik kriteria dan indikator HHBK Unggulan .............................
Data iklim mikro pada plot penelitian di Kalampangan .................
Data iklim mikro pada plot penelitian di Tumbang Nusa ..............
Analisis finansial mixed cropping jelutung-karet ..........................
Analisis finansial monokultur jelutung ..........................................

Halaman
164
166
167
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
187
189
190
191
192
193
194
195
197
199
200
201
203
208
209
210
211
212
213
215
216
217
220

 

xv 
 

DAFTAR SINGKATAN

AFKL
AFTN
BBM
BCR
BKK
BKM
BKT
BOT
BPDAS
BPK
BPTH
CIDC
CKPP
CPO
D&D
DPL
DR
EM4
FGD
GERHAN
HHBK
HKm
HMT
HOK
HPH
HTI
HTR
ICRAF
INP
Inpres
IRR
KB
KHDTK
KOFFCO
KPH
KR
KTK
KUR
LSM
LTTN
NIT
NPV
PBB
PCT

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Agroforestri Jelutung di Kalampangan
Agroforestri Jelutung di Tumbang Nusa
Bahan Bakar Minyak
Benefit Cost Ratio
Bokhasi Kalampangan
Bokhasi Mentaren
Bokhasi Tumbang Nusa
Built, Operate, Transfer
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Balai Penelitian Kehutanan
Balai Perbenihan Tanaman Hutan
Canadian International Development Centre
Central Kalimantan Peat Project
Crude Palm Oil
Diagnosis and Designing
Di Atas Permukaan Laut
Dominasi Relatif
Effective Microorganism
Focus Group Discussion
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Hasil Hutan Bukan Kayu
Hutan Kemasyarakatan
Hijauan Makanan Ternak
Hari Orang Kerja
Hak Pengusahaan Hutan
Hutan Tanaman Industri
Hutan Tanaman Rakyat
International Council for Research in Agroforestry
Indeks Nilai Penting
Instruksi Presiden
Internal Rate of Return
Kejenuhan Basa
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
Komatsu Forda Fog Cooling System
Kesatuan Pemangkuan Hutan
Kerapatan Relatif
Kapasitas Tukar Kation
Kredit Usaha Rakyat
Lembaga Swadaya Masyarakat
Lahan Terlantar di Tumbang Nusa
Nilai Indikator Tertimbang
Net Present Value
Pajak Bumi dan Bangunan
Pengambilan Contoh Tanah

xvi 
 

Peat-GAP
Pemda
Permenhut
PIU
PLG
PMKL
PSB
PSDH
PSM
PT. SAS
RTRWP
SB
SDLP
SDM
SKE
SLT
SNI
TNS
TNTP
TNU
UK
UMKMK
UNPAR
UPT
USD
 

xvii 
 

Peatland’s Good Agriculture Practices
Pemerintah Daerah
Peraturan Menteri Kehutanan
Penelitian Integratif Unggulan
Pembukaan Lahan Gambut
Pertanian Monokultur di Kalampangan
Perkebunan Swasta Besar
Punggutan Sumberdaya Hutan
Perangkap Sumuran
Perusahaan Terbatas Sumber Alam Sejahtera
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Sumber Benih
Sumberdaya Lahan Pertanian
Sumberdaya Manusia
Sistem Kebersamaan Ekonomi
Subsidi Langsung Tunai
Standar Nasional Indonesia
Taman Nasional Sebangau
Taman Nasional Tanjung Puting
Total Nilai Unggulan
United Kingdom
Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi
: Universitas Palangkaraya
: Unit Pelaksana Teknis
: United State Dollar

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Lahan gambut seluas 3.472.000 ha di Provinsi Kalimantan Tengah
dikuatirkan tidak mampu lagi memerankan fungsi ekologinya secara optimal,
karena upaya yang mengarah kepada perubahan ekosistemnya masih tetap
berlangsung. Hal ini ditandai dengan adanya kerusakan lahan gambut yang telah
mencapai lebih dari 35% (Limin, 2004). Lahan gambut yang terdegradasi tersebut
pada perkembangannya menjadi lahan terlantar, yang pada musim kemarau sangat
rawan

kebakaran.

Kondisi

tersebut

dapat

mengakibatkan

terganggunya

keseimbangan ekologi dan menurunnya kesejahteraan masyarakat. Lahan gambut
terdegradasi perlu segera dipulihkan kondisinya dengan kegiatan penanaman
(rehabilitasi dan penghijauan). Upaya tersebut akan terkendala oleh sifat fisika
lahan (penyusutan ketebalan, kering tak balik, kedalaman dan tingkat kematangan
gambut yang sangat beragam), sifat kimia lahan (kemasaman dan kesuburan yang
rendah) dan tata air lahan (adanya variasi genangan). Kendala lain adalah tidak
selarasnya imbangan antara bahan organik, mineral, larutan tanah dan udara tanah
(Anwar, 2000).
Kendala tersebut di atas memerlukan kegiatan penanaman yang lebih
mengandalkan proses biologi dan partisipasi petani lokal. Hal ini dilakukan
dengan cara sebagai berikut (Reijntjes et al. 1999): (a) menemukan cara yang
tepat untuk memanfaatkan lahan gambut secara lestari, (b) meningkatkan
penggunaan

bahan

organik

dan

aktivitas

biologi

(agen

hayati),

(c)

mengoptimalkan siklus nutrisi untuk mengurangi masukan energi dari luar dan
mengefisiensikan penggunaannya, (d) memuliakan sumber genetik untuk
menghasilkan jenis/varietas tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi lahan
gambut dan (e) meningkatkan partisipasi petani lokal dalam melakukan praktek
pengelolaan lahan gambut yang lestari (peatland’s good agriculture practises atau
PEAT-GAP). Salah satu teknologi pengelolaan lahan gambut yang dapat
diterapkan untuk menjawab tantangan di atas adalah sistem agroforestri berbasis
jenis lokal (indigenuos tree species). Penerapan sistem ini diharapkan dapat


 

menjembatani kepentingan ekonomi petani lokal dengan kepentingan kelestarian
lingkungan lahan gambut.
Faktor lain yang turut menentukan keberhasilan upaya memulihkan lahan
gambut terdegradasi adalah pemilihan jenis yang tepat dari aspek teknis, sosial,
ekonomi dan lingkungan. Salah satu jenis yang memenuhi kriteria tersebut adalah
jelutung rawa. Jenis ini mempunyai nama ilmiah Dyera polyphylla Miq. Steenis
atau sinonim dengan Dyera lowii Hook F. yang merupakan salah satu jenis pohon
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jelutung rawa merupakan jenis pohon
endemik, sebab di dunia hanya terdapat di dua negara, yakni Indonesia dan
Malaysia. Jenis pohon ini di Indonesia hanya terdapat di Pulau Sumatera dan
Kalimantan. Jenis jelutung saat ini mulai banyak digunakan dalam pengembangan
hutan tanaman indutri (HTI) di lahan gambut. Kayunya memiliki sifat-sifat yang
sangat baik untuk bahan baku industri pensil dan getahnya sebagai bahan baku
industri permen karet (Daryono, 2000). Pengembangan jenis jelutung dengan
sistem agroforestri perlu dikaji untuk memulihkan kondisi lahan gambut
terdegradasi.

Kerangka Pemikiran

Fungsi produksi dan fungsi perlindungan lingkungan dalam ekosistem lahan
gambut saling berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga jika fungsi
perlindungan lingkungan menurun, maka fungsi produksi dapat terganggu
(Maltby dan Immirzi, 1996). Pemanfaatan fungsi produksi lahan gambut saat ini
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh potensi yang dimilikinya. Luas
lahan gambut di dunia diperkirakan sekitar 426,2 juta ha atau 2% luas daratan
dunia, yang tersebar pada 80 negara di dunia. Indonesia mempunyai lahan gambut
seluas 17,2 juta ha atau sekitar 10% luas daratan Indonesia. Hal ini menempatkan
Indonesia sebagai negara yang memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia dan
peringkat ke empat untuk lahan gambut secara umum, setelah Kanada seluas 170
juta ha, ex Uni Soviet seluas 150 juta ha dan Amerika Serikat seluas 40 juta ha
(Euroconsult, 1984). Luasnya lahan gambut dan fungsinya yang kompleks,


 

menunjukkan betapa lahan gambut memiliki arti yang sangat penting bagi
penyangga (buffer) lingkungan.
Peranan lahan gambut sebagai penyangga lingkungan berhubungan dengan
fungsinya dalam gatra hidrologis, biogeokimia dan ekologis. Fungsi gambut
secara hidrologis adalah menyimpan air. Gambut yang masih mentah (fibrik)
dapat menyimpan air antara 500% – 1.000% bobotnya. Gambut rawa alami selain
sebagai daerah tampung air juga berfungsi sebagai penyeimbang sistem tata air
wilayah (control water system). Gambut merupakan kawasan penyerap dan
penyimpan air (aquafer) selama musim hujan, pada saat curah hujan sedikit secara
perlahan melepaskan air simpanannya. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya
banjir pada musim hujan besar dan kelangkaan air pada musim kemarau
(Andriesse, 1988; Rydin dan Jeglum, 2006). Gambut dalam setiap meter kubik
dapat menyimpan sekitar 850 liter air, sehingga setiap hektar gambut mampu
menyimpan air sebesar 88,60 juta liter. Hal ini jika dikaitkan dengan kebutuhan
air penduduk yang rata-rata sebesar 85 liter per hari per jiwa, maka setiap hektar
gambut (tebal 1 m) dapat mencukupi kebutuhan air untuk 274 jiwa penduduk per
tahun. Kemampuan gambut dalam mengkonservasi air dapat berubah jika terjadi
pengeringan terhadap gambut. Pengeringan dapat mengubah sifat gambut yang
menyukai air (hidrofil) menjadi tidak menyukai air (hidrofob) yang tak
terbalikkan. Gambut juga diperlukan sebagai penyangga antara wilayah marin dan
wilayah air tawar. Upaya mempertahankan keseimbangan antara keduanya, dapat
menghindari terjadinya penyusupan air laut ke pesisir dan pencemaran di perairan
pantai akibat hasil buangan daratan (Rieley et al. 1996).
Kemampuan gambut dalam mengkonservasi air dan pemendaman
(sequestering) karbon berkaitan erat dengan kepentingan lingkungan, baik secara
regional maupun global. Kemampuan memendam karbon dari lahan gambut telah
diteliti oleh beberapa peneliti (Sorensen, 1993; Notohadinegoro, 1996; Schimada
et al. 2001 dan Page et al. 2004). Laju pemendaman karbon rata-rata gambut di
Kalimantan sekitar 0,74 ton per hektar per tahun. Hal ini berarti karbon yang
dilepaskan ke atmosfer setiap tahun dari setiap hektar hutan yang dibuka dan
digunakan untuk perladangan dapat dikompensasi oleh pemendaman karbon
dalam 190 hektar lahan gambut setiap tahun (Notohadinegoro, 1996). Emisi gas


 

CO2 yang dihasilkan oleh lahan gambut diperkirakan antara 100 – 400 mg per m2
per jam, setara dengan 9 – 35 ton per hektar per tahun (Ridlo, 1997). Jumlah
karbon yang tersimpan pada kawasan tropik dapat mencapai 5.000 ton per hektar,
diantaranya 1.200 ton per hektar gambut dunia (Diemont et al. 1992). Lahan
gambut juga menghasilkan emisi gas CH4 (metan) selain emisi gas CO2, sebagai
hasil dari perombakan atas bahan organik secara anaerob. Peningkatan emisi gas
seperti CO2 dan CH4 dalam jumlah besar akan mempengaruhi iklim global yang
menimbulkan pemanasan secara global pula, yaitu naiknya suhu permukaan
planet bumi (Noor, 2001).
Sumberdaya penting lain yang terdapat di kawasan gambut adalah
keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah yang besar dan khas. Hasil
penelitian Dahuri (1997) di hutan primer gambut sekitar Sungai Mentangai,
Provinsi Kalimantan Tengah, menemukan 104 jenis satwa liar yang terdiri atas 32
jenis mamalia (di antaranya 13 jenis dilindungi), 8 jenis reptilia (5 jenis
dilindungi) dan 60 jenis burung (19 jenis dilindungi). Lahan gambut juga
mempunyai sumber air hitam (black water stream) yang masih bersifat misteri.
Sumber air hitam tersebut di dunia hanya terdapat di dua tempat, yakni Amerika
Utara dan Provinsi Kalimantan Tengah. Uraian tersebut menunjukkan bahwa
kawasan gambut, selain dapat dijadikan obyek wisata flora dan fauna, juga dapat
dijadikan obyek wisata lingkungan (ecoturism).
Kondisi ideal lahan gambut seperti telah dipaparkan di atas, bertolak
belakang dengan kondisi existing lahan gambut di Provinsi Kalimantan Tengah
yang terancam tidak mampu lagi memerankan fungsinya sebagai penyangga
lingkungan, akibat pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan (Limin, 2004).
Degradasi tersebut telah menyebabkan terhambatnya proses pembangunan
berkelanjutan dan meningkatkan bencana ekologi berupa kekeringan serta
kebakaran, sehingga menurunkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan
hidup. Kondisi tersebut perlu segera diperbaiki melalui upaya pemulihan lahanlahan gambut yang terdegradasi, sehingga dapat berfungsi kembali secara ekologi
dan ekonomi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Upaya pemulihan lahan gambut terdegradasi, walaupun telah mulai
dilakukan, tetapi tingkat keberhasilannya masih belum memuaskan. Hal ini seperti


 

hasil penelitian dan ujicoba penanaman di lahan gambut pasca kebakaran yang
menunjukkan masih rendahnya tingkat keberhasilan tanaman (Limin et al. 2003).
Kendala utama keberhasilan penanaman tertuju pada kondisi biofisik lahan yang
tidak favourable untuk jenis tanaman yang dikembangkan. Bertitiktolak dari
tantangan yang dihadapi dalam upaya pemulihan lahan gambut terdegradasi
tersebut, maka pada penelitian ini diajukan suatu pemikiran perlunya untuk
melakukan upaya pemulihan lahan gambut terdegradasi berbasis jenis lokal
dengan sistem yang ramah lingkungan. Sistem tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Suharjito et al. 2003): secara teknis dapat diterapkan
(technically applicable), secara sosial dapat diterima petani setempat (socially
acceptable), secara ekonomis menguntungkan (economically feasible) dan ramah
terhadap lingkungan (environmentally friendly).
Pemenuhan keempat kondisi tersebut memerlukan pemahaman yang baik
tentang faktor pendukung suatu sistem, agar dapat menghasilkan inovasi dalam
upaya memulihkan lahan gambut. Suatu sistem mengandung arti adanya saling
interaksi antara masing-masing faktor yang membentuk sistem tersebut untuk
mencapai suatu tujuan yang ditetapkan (Hartrisari, 2007). Faktor utama yang
mempengaruhi pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri untuk
memulihkan lahan gambut terdegradasi adalah: (a) kebijakan pemerintah, (b)
ketersediaan teknologi, (c) faktor eksternal dan (d) partisipasi petani (Ramli dan
Rosita, 1991). Keterkaitan antar faktor-faktor tersebut yang merupakan kerangka
berpikir dari penelitian ini tersaji pada Gambar 1.


 
Kondisi Ideal Ekosistem Lahan Gambut

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian


 

Perumusan Masalah

Keberlanjutan dalam konteks pertanian berarti kemampuan untuk tetap
produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumberdaya.

Suatu praktek

pertanian dapat dikatakan berkelanjutan bila memenuhi lima (5) aspek berikut
(Reijntjes et al. 1999). Pertama, mantap secara ekologis. Hal ini berarti bahwa
kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara
keseluruhan (manusia, tanaman, hewan dan organisme tanah) ditingkatkan. Kedua
hal tersebut akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan
serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Kedua,
dapat berlanjut secara ekonomis. Hal ini berarti bahwa petani dapat menghasilkan
untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dan mendapatkan penghasilan yang
mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Ketiga,
adil. Hal ini berarti sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa
sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak
mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta
peluang pemasaran terjamin. Keempat, manusiawi. Hal ini berarti semua bentuk
kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai. Kelima, luwes (fleksibel). Hal
ini berarti masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah
penduduk, kebijakan dan permintaan pasar. Pada penelitian ini berdasarkan
kelima aspek tersebut diajukan suatu pemikiran upaya pemulihan kondisi lahan
gambut yang terdegradasi dengan pengembangan jenis jelutung berbasis sistem
agroforestri.
Justifikasi ilmiah penggunaan jenis jelutung sebagai tanaman untuk
memulihkan lahan gambut terdegradasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Jenis ini
mempunyai daya adaptasi yang baik dan teruji pada lahan gambut,
pertumbuhannya relatif cepat dan dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan
yang minimal, serta mempunyai hasil ganda (getah dan kayu). Pertimbangan
pemilihan jenis ini, juga didasari oleh kemudahan dalam memasarkan produknya
(getahnya) dan aspek silvikulturnya mulai dari teknik perbanyakan (generatif dan


 

vegetatif), teknik persemaian, teknik penanaman sampai dengan teknik
pemeliharaan telah diketahui (Daryono, 2000).
Justifikasi ilmiah penerapan sistem agroforestri untuk memulihkan kembali
lahan gambut dapat dijelaskan sebagai berikut. Agroforestri merupakan suatu pola
tanam yang menggunakan kombinasi komponen pohon, tanaman semusim dan
atau kegiatan peternakan/perikanan. Pola tanam ini merupakan salah satu jawaban
bagi usaha produksi yang mempertimbangkan konservasi sumberdaya alam,
sehingga memungkinkan bagi kita untuk dapat memanfaatkan lahan yang rentan
secara ekologis. Masuknya komponen pohon ke lahan usaha tani maupun
masuknya komponen tanaman pertanian ke lahan hutan melalui sistem
agroforestri, membuka jalan baru bagi penggunaan lahan yang lebih efisien
dengan hasil yang lebih baik pada usaha konservasinya. Penerapan sistem
agroforestri di lahan gambut akan memantapkan bentukan ekosistem yang berarti
mengurangi input biaya. Stabilitas sistem menjadi tinggi tanpa atau sedikit
ancaman degradasi lahan karena struktur agroforestri akan mengikuti kaidah
struktur vegetasi asli, terutama dalam menimbulkan mekanisme ke internalnya.
Kontribusi

agroforestri

dalam

bidang

sosial-ekonomi

lebih

bervariasi

dibandingkan dengan pertanian murni atau kehutanan murni, karena komponen
usahanya lebih beragam dan kombinasi hasil produksi yang lebih stabil serta
dapat untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang
(Huxley, 1999; Lahjie, 2001; Elevitch dan Wilkinson, 2010).
Dasar melakukan inovasi dalam pengembangan jelutung dengan sistem
agroforestri adalah kondisi existing pengelolaannya, yang meliputi: (a) potensi
tegakan hutan tanaman jelutung yang telah dikembangkan petani setempat, (b)
potensi tegakan alami jelutung yang telah disadap oleh peramu getah jelutung, (c)
performansi pertumbuhan jelutung yang dibudidayakan (hutan tanaman jelutung),
(d) pola-pola agroforestri berbasis jenis jelutung yang telah dikembangkan petani
setempat, (e) kearifan petani setempat dalam mengelola lahan gambut untuk
budidaya tanaman, (f) rantai pemasaran dan margin pemasaran getah jelutung, (g)
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan komoditas getah
jelutung.


 

Pertanyaan utama penelitian yang diajukan berdasarkan rumusan tersebut di
atas adalah: “Apakah pengembangan jelutung dengan sistem agroforestri untuk
memulihkan lahan gambut terdegradasi secara teknis dapat diterapkan, secara
sosial dapat diterima petani setempat, secara ekonomi menguntungkan dan ramah
lingkungan?”. Secara ringkas perumusan masalah penelitian ini seperti tersaji
pada Gambar 2.

Lahan Gambut
Terdegradasi

Upaya Pemulihan

Pengembangan Jelutung dengan Sistem Agroforestri

Secara Teknis
dapat Diterapkan

Secara Sosial dapat
Diterima  

Secara Ekonomi
Menguntungkan 

Ramah
Li k

Parameter:
(a) teknik
silvikultur, (b)
performansi
pertumbuhan
jelutung.

Parameter: kriteria
HHBK unggulan
menurut
Permenhut No.
P.21/MenhutII/2009.

Parameter: (a)
rantai dan margin
pemasaran getah
jelutung, (b)
analisis finansial
(Suhardjito et al.
2003) 

Metode:
Metode:

Parameter: (a)
kesuburan tanah, (b)
kondisi iklim mikro
dan (c) teknologi
amelioran alternatif
selain abu hasil
pembakaran gambut
Metode: observasi

W

F

Kelayakan Pengembangan Jelutung dengan Sistem Agroforestri untuk Memulihkan Lahan
Gambut Terdegradasi

Gambar 2 Perumusan masalah penelitian

10 
 

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengembangan
jelutung dengan sistem agroforestri untuk memulihkan lahan gambut terdegradasi
yang ditinjau dari aspek teknis, sosial, ekonomi dan lingkungan.

Manfaat Penelitian

Dapat diketahui kelayakan pengembangan jenis jelutung rawa dengan
sistem agroforestri untuk memulihkan lahan gambut terdegradasi. 

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Gambut

Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik (sisa-sisa
tanaman). Klasifikasi tanah gambut digolongkan dalam ordo histosol atau
organosol. Fak