Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda
ABSTRAK
MERI LESTARI. Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens
balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda. Dibimbing oleh
SULISTIJORINI dan HAMIM.
Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan dan
penurunan kualitas udara. Tanaman mempunyai respon yang berbeda pada daerah terpolusi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia
gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda di Bogor.
Tanaman diletakkan pada polybag dan selama 3 bulan ditumbuhkan pada kondisi yang berbeda:
(1) tingkat polusi yang lebih tinggi dan (2) tingkat polusi yang lebih rendah. Respon pertumbuhan
yang diamati meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot
basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar. Respon
fisiologi yang diamati meliputi kandungan klorofil dan asam askorbat tanaman. Tingkat polusi
yang berbeda menyebabkan pertumbuhan yang berbeda pada tanaman Asystasia gangetica,
Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Tanaman yang tumbuh pada tingkat polusi yang lebih
tinggi memiliki kandungan klorofil dan rasio tajuk/akar lebih rendah dibandingkan pada lokasi
dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Polusi yang lebih tinggi menyebabkan tanaman
meningkatkan produksi asam askorbat karena mengalami cekaman polutan. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh pada daerah terpolusi lebih sensitif, walaupun
kandungan polutan lebih rendah dibandingkan ambang batas baku mutu udara.
Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, respon
pertumbuhan, dan respon fisiologi
ABSTRACT
MERI LESTARI. Growth and physiology responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina,
and Mirabilis jalapa in different pollution level. Supervised by SULISTIJORINI and HAMIM.
Air pollution is an environmental issue that causes the changing and decreasing of air
quality. The plants have different response to the aerial pollution. The purpose of this research was
to analyze growth and physiological responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and
Mirabilis jalapa grown under different level of pollution in Bogor. The plants were grown in
polybag and during 3 months they were exposed to different conditions: (1) with higher aerial
pollution and (2) with lower aerial pollution. Growth responses observed in the experiment were
the improvement of relative high, leaf number, leaf area, and the value of roots and shoot fresh
weight, dry weight, and ratio of shoot/roots. Physiologycal responses observation was also
analysed, including chlorophyll and ascorbic acid content. Different pollutant intentsity caused
different in growth of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa. The plants
grown in higher pollution had lower chlorophyll and lower shoot/roots ratio as compared to those
grown in lower pollution. Higher aerial pollution caused the plant underwent stress indicated by
the increase of ascorbic acid content. The data showed that the plants were sensitive to the aerial
pollution even though the pollutant content was still lower than below the standard threshold.
Key word : Air pollutant, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, growth
response, and physiology response
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan
kualitas
udara
dapat
diakibatkan oleh perubahan lingkungan yang
pada umumnya disebabkan oleh polutan di
udara, diantaranya SOx, CO, HC, NOx, dan
partikel debu (Sitanggang 1999). Debu yang
ada dalam udara sebagian besar disebabkan
oleh kontribusi zat pencemar partikulat yang
berasal dari kendaraan bermotor (Gede 2008).
Pencemaran udara dapat mengakibatkan
perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga
dapat mengakibatkan stres fisiologi, bau tidak
sedap, dan berbahaya serta mengancam
kehidupan dan kesehatan suatu organisme
termasuk
tanaman
(Treshow
1984).
Kerusakaan pada tanaman akibat polutan
antara lain klorosis daun yang
bersifat
progresif, dan senescence (Singh et al. 1991).
Tanaman dapat digunakan sebagai
bioremedian yang dapat mengurangi tingkat
pencemaran udara, karena tanaman dapat
menyerap berbagai polutan seperti CO, NO,
NO2, SO3, HF, dan O3 (Hoyano et al. 1992).
Namun, tidak semua jenis tanaman dapat
menyerap polutan secara efisien, karena
perbedaan tingkat toleransinya. Kemampuan
tanaman
sebagai
pereduksi
polutan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor lingkungan, model penataan tanaman,
fisiologi dan sifat morfologis tanaman.
Tanaman yang ditanam secara berkelompok
dengan spesies beragam, mudah tumbuh,
ranting rapat, dan percabangan yang tidak
mudah patah akan lebih efisien dalam
menyerap polutan (Spirn 1987). Tanaman
semak, rumput, dan penutup tanah memiliki
kerimbunan yang relatif lebih kecil dibanding
pohon, namun banyak digunakan dalam
lanskap, karena mempunyai keragaman tinggi
dalam penampilan visual seperti bentuk dan
tekstur daun, warna daun, dan bunga serta
aromanya (Nasrullah et al. 2000).
Secara umum tanaman menunjukkan
respon yang negatif terhadap adanya polutan
di udara. Tanaman yang toleran terhadap
polutan memiliki laju pertumbuhan yang baik
(Singh et al. 1991). Laju pertumbuhan
tanaman dapat dilihat dari tinggi tanaman,
bobot kering, dan luas daun total tanaman
yang dihasilkan. Luas daun merupakan salah
satu variabel yang digunakan untuk
mengamati pertumbuhan tanaman (Lambers et
al. 1998).
Laju pertumbuhan tanaman diyakini dapat
menggambarkan respon fisiologi tanaman
terhadap adanya faktor lingkungan termasuk
polutan (Heggestad & Heck 1971). Respon
fisiologi tanaman terhadap faktor-faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan dapat
dilihat dari beberapa fenomena seperti
perubahan kandungan askorbat dan klorofil
daun. Asam askorbat (ASA) merupakan
senyawa antioksidan yang sangat larut dalam
air dan mudah teroksidasi dalam keadaan
alkalis serta suhu tinggi (Gaman &
Sherrinton 1981). Tanaman yang memiliki
asam askorbat (ASA) tinggi akan lebih tahan
terhadap
pencemar
udara.
Klorofil
merupakan pigmen hijau daun yang terdapat
pada
semua
tumbuhan hijau yang
berfotosintesis dan dapat digunakan untuk
identifikasi ketahanan tanaman terhadap
polutan (Mowli et al. 1989). Metode
pengukuran kadar klorofil untuk melihat
pengaruh pencemaran udara telah dilakukan
juga oleh Mowli et al. (1989) dan Solichatun
(2007).
Pada penelitian ini akan digunakan 3
spesies tanaman yang biasa digunakan sebagai
tanaman hias. Tanaman Impatiens balsamina,
Asystasia gangetica, dan Mirabilis jalapa
merupakan tanaman yang tumbuh dengan
mudah dan dapat digunakan sebagai obatobatan. Ketiga jenis tanaman tersebut mudah
tumbuh dan berkembang biak cepat (Fakuara
1987). Asystasia gangetica termasuk dalam
famili Acanthaceae yang memiliki perawakan
mirip rumput dan berbunga putih kecil.
Impatiens balsamina merupakan famili
Balsaminaceae, termasuk tumbuhan tegak,
tinggi mencapai 30-80 cm, dan sering
digunakan sebagai tanaman hias (Heyne
1987). Mirabilis jalapa merupakan famili
Nyctagynaceae yang lebih dikenal dengan
sebutan bunga pukul empat. Tanaman ini asli
Amerika tropis, tumbuhan terna yang tegak,
tinggi sampai 50 cm, akar yang menebal
seperti umbi dan banyak dibudidayakan
(Heyne 1987). Respon dari ketiga tanaman ini
penting untuk melihat sejauh mana polutan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang
digunakan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
respon pertumbuhan dan fisiologi yang terjadi
pada tanaman Asystasia gangetica, Impatiens
balsamina, dan Mirabilis jalapa pada dua
daerah dengan tingkat polusi yang berbeda.
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian lapang dilakukan mulai bulan
Maret sampai dengan Juni 2010, digunakan
rumah plastik yang berada pada 2 lokasi
berbeda, yaitu Babakan Dramaga (lokasi I)
dan lingkungan kampus IPB Dramaga (lokasi
II). Pengamatan fisiologi tanaman dilakukan
mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2010
di Laboratorium Fisiologi Departemen
Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih
Impatiens balsamina, Asystasia gangetica,
dan Mirabilis jalapa yang diperoleh dari
SEAMEO BIOTROP, Bogor, aceton 80%
untuk
analisis
klorofil
daun,
asam
metafosforik
5%,
larutan
DCIP
(dichlorophenol-indophenol 0.8 gl-1), dan
asam askorbat untuk analisis askorbat daun.
Alat yang digunakan saat penanaman
adalah tray, polybag kecil, polybag 2 kg,
sekop, rak bambu, dan plastik UV. Alat untuk
analisis klorofil daun adalah timbangan,
mortar, kertas saring, labu takar 50 ml dan
spektrofotometer. Alat untuk analisis askorbat
adalah kertas saring, labu takar, dan pipet
titrimetri.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan faktorial dengan 2 faktor
(lokasi dan jenis tanaman), 10 ulangan untuk
laju pertumbuhan dan 3 ulangan untuk respon
fisiologi tanaman (klorofil dan ASA).
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Analisis udara dilakukan pada tanggal 29
Desember 2009 pukul 09.00 WIB di depan
kebun Babakan Dramaga dan lingkungan
kampus IPB. Parameter udara yang diukur
meliputi kandungan gas CO, Pb, NO2, SO2,
ozon (O3), dan TSP (Total Partikel
Tersuspensi),
suhu,
kelembaban,
dan
kecepatan angin. Metode pengukuran data
lingkungan tercantum pada Lampiran 1.
Analisis tanah dan kompos dilakukan di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Parameter tanah yang dianalisis meliputi NTotal, P, K, rasio C/N, Kapasitas Tukar
Kation (KTK), pH, dan tekstur. Parameter
kompos yang dianalisis meliputi C, N, P, K,
Mg, Fe, Cu, Mn, dan Zn.
Persiapan Media Tanam dan Pembibitan
Media tanam yang digunakan adalah
tanah yang berasal dari Babakan Dramaga
yang dijemur di rumah kaca dan diayak
dengan saringan 0.5 mm. Kemudian
dilakukan pembibitan
pada tray dengan
perbandingan tanah dan kompos sebesar 3:1.
Setelah bibit tumbuh (tinggi ± 10 cm)
dipindahkan ke polibag kecil berukuran 10 x
15 cm yang berisi tanah dan kompos dengan
perbandingan 3:1 untuk proses adaptasi
selama ± 1 minggu.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Tanaman yang telah teradaptasi selama 1
minggu dipindahkan ke polibag 2 kg dengan
media tanah:kompos (3:1). Kemudian
tanaman dipindahkan ke lokasi I (Babakan
Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus
IPB Dramaga). Tanaman disiram setiap hari
untuk menjaga kelembaban tanaman.
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
Pengamatan pertumbuhan
tanaman
dilakukan 1 hari setelah tanaman dipindahkan.
Pengamatan selanjutnya dilakukan setiap 5
hari sekali untuk parameter tinggi serta jumlah
daun tanaman dan setiap 10 hari sekali luas
daun diukur dengan
cara dijiplak 2-5
daun/ulangan. Tinggi tanaman diukur mulai
dari permukaan tanah sampai titik tumbuh
puncak tanaman. Panen dilakukan setelah
tanaman berumur 90 hari dan dihitung bobot
basah dan bobot kering tanaman. Pada saat
panen bagian tajuk dan akar tanaman
dipisahkan, kemudian ditimbang untuk
mendapatkan bobot basah tajuk dan akar
tanaman. Kemudian tajuk dan akar dijemur di
rumah kaca selama ± 2 minggu dan dioven
pada suhu 40 oC selama 2 hari. Setelah itu
ditimbang untuk diperoleh bobot kering tajuk
dan akar.
Luas Daun Total Tanaman
Luas daun dihitung dengan cara
menjiplak daun pada pertumbuhan awal (2
hari setelah pemindahan ke lokasi) dan
pertumbuhan maksimal (60 hari setelah
tanam), kemudian ditimbang. Luas daun
jiplakan tanaman dihitung dengan rumus
berikut:
LD= LK x BD/BK
dimana:
LD: Luas daun jiplakan
LK: Luas kertas
BD: Bobot jiplakan daun
BK: Bobot kertas
3
LD digunakan untuk mendapatkan rataan luas
daun (LD), dengan rumus berikut:
LD
= LD(1) + LD(2)
4
dimana:
PLDr
LDTmax
LDTaw
nmax
: Pertambahan luas daun
relatif
: Luas daun total
pertumbuhan maksimal
: Luas daun total
pertumbuhan awal
: Selang waktu mengambil
jiplakan daun
Data dianalisis secara statistik dengan
ANOVA dan uji lanjutan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) menggunakan SAS. 9.13
Portable.
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Analisis
udara
yang
dilakukan
memperlihatkan
perbedaan
kandungan
polutan pada 2 lokasi yang masih di bawah
baku mutu. Perbedaan polutan yang paling
signifikan adalah debu. Debu di lokasi I
(Babakan) sebesar 223 µg/Nm3 dan di lokasi
II (rumah kaca) sebesar 52 µg/Nm3, masih
lebih rendah dari nilai baku mutu (230
µg/Nm3). Kandungan NO2, SO2, O3, dan CO
juga menunjukkan nilai yang kurang dari baku
mutu, namun di lokasi I lebih tinggi
dibandingkan di lokasi II (Tabel 1). Hal ini
dapat dinyatakan bahwa di lokasi I merupakan
daerah dengan tingkat polusi yang lebih tinggi
dan lokasi II daerah dengan tingkat polusi
yang lebih rendah.
Hasil analisis tanah memperlihatkan
bahwa tanah yang digunakan mempunyai
tekstur liat 46.33% dan debu 34.93%. Derajat
keasaman (pH) tanah sebesar 6.4, kandungan
karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan
kalium (K) tergolong rendah, sedangkan
kapasitas tukar kationnya (KTK) tergolong
sedang (Lampiran 2). Hasil analisis kompos
menunjukkan bahwa kompos yang digunakan
mengandung karbon (C) 21.17% dan nitrogen
(N) 1.27%, sehingga kompos mengandung
rasio C/N sebesar 16.6 (Lampiran 3).
Pengamatan
Respon
Pertumbuhan
Tanaman
Umur fisiologis daun dari setiap jenis
tanaman yang digunakan berbeda-beda. Pada
awal pertumbuhan di lokasi I, jenis A.
gangetica daun mulai gugur ketika berumur ±
28 hari, I. balsamina ± 20 hari, dan M. jalapa
± 18 hari. Jenis I. balsamina di lokasi II
memiliki umur fisiologis yang lebih lama,
yaitu ± 30 hari, A. gangetica ± 35 hari dan M.
jalapa ± 20 hari. Setelah memasuki fase
reproduktif, tanaman memiliki umur fisiologis
daun yang lebih panjang, A. gangetica ± 50
hari, I. balsamina ± 45 hari, dan M. jalapa ±
30 hari.
Pertambahan tinggi relatif dan jumlah
daun relatif tanaman dipengaruhi oleh tingkat
polusi dan jenis tanaman (Tabel 2 dan 3).
Terdapat interaksi antara tingkat polusi dan
jenis tanaman pada pertambahan tinggi relatif
(p < 0.0001) dan jumlah daun relatif (p =
0.0012) (Tabel 4). Nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif pada lokasi II
(polutan rendah) lebih besar dibandingkan
lokasi I (polutan lebih tinggi). Jenis A.
gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif paling besar
dibandingkan jenis lain. Hasil interaksi antara
tingkat polusi dan jenis tanaman menunjukkan
A. gangetica di lokasi II memiliki nilai
pertambahan tinggi relatif paling besar
dibandingkan
jenis lain pada perbedaan
lokasi.
Pertambahan luas daun relatif
dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis
tanaman (Tabel 2 dan 3), namun tidak
terdapat interaksi antar 2 faktor (p = 0.93).
Lokasi II menghasilkan nilai pertambahan
luas daun lebih besar dibandingkan lokasi I
dan A. gangetica memiliki nilai pertambahan
paling besar dibandingkan jenis lain.
Tabel 1 Hasil analisis udara di lokasi I (Babakan Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus IPB
Dramaga)
Hasil
Parameter
NO2
SO2
O3
CO
TSP (debu)
Pb
Suhu
Kelembaban
Kec. angin
Arah angin
Lokasi I
14
43
27
247
223
< 0.030
33.4
61.8
0.3
Utara-Selatan
*Baku mutu udara ambien, PP No.41/1999
Lokasi II
6
16
4
229
52
< 0.030
34.1
58.4
-
Baku Mutu*
400
900
235
30000
230
2
-
Unit
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
0
C
%
m/s
-
4
dimana:
PLDr
LDTmax
LDTaw
nmax
: Pertambahan luas daun
relatif
: Luas daun total
pertumbuhan maksimal
: Luas daun total
pertumbuhan awal
: Selang waktu mengambil
jiplakan daun
Data dianalisis secara statistik dengan
ANOVA dan uji lanjutan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) menggunakan SAS. 9.13
Portable.
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Analisis
udara
yang
dilakukan
memperlihatkan
perbedaan
kandungan
polutan pada 2 lokasi yang masih di bawah
baku mutu. Perbedaan polutan yang paling
signifikan adalah debu. Debu di lokasi I
(Babakan) sebesar 223 µg/Nm3 dan di lokasi
II (rumah kaca) sebesar 52 µg/Nm3, masih
lebih rendah dari nilai baku mutu (230
µg/Nm3). Kandungan NO2, SO2, O3, dan CO
juga menunjukkan nilai yang kurang dari baku
mutu, namun di lokasi I lebih tinggi
dibandingkan di lokasi II (Tabel 1). Hal ini
dapat dinyatakan bahwa di lokasi I merupakan
daerah dengan tingkat polusi yang lebih tinggi
dan lokasi II daerah dengan tingkat polusi
yang lebih rendah.
Hasil analisis tanah memperlihatkan
bahwa tanah yang digunakan mempunyai
tekstur liat 46.33% dan debu 34.93%. Derajat
keasaman (pH) tanah sebesar 6.4, kandungan
karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan
kalium (K) tergolong rendah, sedangkan
kapasitas tukar kationnya (KTK) tergolong
sedang (Lampiran 2). Hasil analisis kompos
menunjukkan bahwa kompos yang digunakan
mengandung karbon (C) 21.17% dan nitrogen
(N) 1.27%, sehingga kompos mengandung
rasio C/N sebesar 16.6 (Lampiran 3).
Pengamatan
Respon
Pertumbuhan
Tanaman
Umur fisiologis daun dari setiap jenis
tanaman yang digunakan berbeda-beda. Pada
awal pertumbuhan di lokasi I, jenis A.
gangetica daun mulai gugur ketika berumur ±
28 hari, I. balsamina ± 20 hari, dan M. jalapa
± 18 hari. Jenis I. balsamina di lokasi II
memiliki umur fisiologis yang lebih lama,
yaitu ± 30 hari, A. gangetica ± 35 hari dan M.
jalapa ± 20 hari. Setelah memasuki fase
reproduktif, tanaman memiliki umur fisiologis
daun yang lebih panjang, A. gangetica ± 50
hari, I. balsamina ± 45 hari, dan M. jalapa ±
30 hari.
Pertambahan tinggi relatif dan jumlah
daun relatif tanaman dipengaruhi oleh tingkat
polusi dan jenis tanaman (Tabel 2 dan 3).
Terdapat interaksi antara tingkat polusi dan
jenis tanaman pada pertambahan tinggi relatif
(p < 0.0001) dan jumlah daun relatif (p =
0.0012) (Tabel 4). Nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif pada lokasi II
(polutan rendah) lebih besar dibandingkan
lokasi I (polutan lebih tinggi). Jenis A.
gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif paling besar
dibandingkan jenis lain. Hasil interaksi antara
tingkat polusi dan jenis tanaman menunjukkan
A. gangetica di lokasi II memiliki nilai
pertambahan tinggi relatif paling besar
dibandingkan
jenis lain pada perbedaan
lokasi.
Pertambahan luas daun relatif
dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis
tanaman (Tabel 2 dan 3), namun tidak
terdapat interaksi antar 2 faktor (p = 0.93).
Lokasi II menghasilkan nilai pertambahan
luas daun lebih besar dibandingkan lokasi I
dan A. gangetica memiliki nilai pertambahan
paling besar dibandingkan jenis lain.
Tabel 1 Hasil analisis udara di lokasi I (Babakan Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus IPB
Dramaga)
Hasil
Parameter
NO2
SO2
O3
CO
TSP (debu)
Pb
Suhu
Kelembaban
Kec. angin
Arah angin
Lokasi I
14
43
27
247
223
< 0.030
33.4
61.8
0.3
Utara-Selatan
*Baku mutu udara ambien, PP No.41/1999
Lokasi II
6
16
4
229
52
< 0.030
34.1
58.4
-
Baku Mutu*
400
900
235
30000
230
2
-
Unit
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
0
C
%
m/s
-
5
Bobot basah tajuk dipengaruhi oleh jenis
tanaman (Tabel 3), namun tidak dipengaruhi
oleh tingkat polusi (Tabel 2). Impatiens
balsamina memiliki bobot basah tajuk paling
besar dibandingkan jenis lain. Bobot kering
tajuk juga tidak dipengaruhi oleh tingkat
polusi, namun dipengaruhi jenis tanaman
(Tabel 2 dan 3), dan terdapat interaksi antara
tingkat polusi dan jenis tanaman (p = 0.0134)
(Tabel 4). Jenis A. gangetica di lokasi I
memiliki bobot kering tajuk paling besar.
Bobot basah dan bobot kering akar
dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis
tanaman. Bobot basah dan kering akar pada
lokasi I lebih besar dibandingkan lokasi II
(Tabel 2). Impatiens balsamina memiliki
bobot basah dan kering akar paling besar
dibandingkan jenis yang lain (Tabel 3). Rasio
bobot kering tajuk/akar dipengaruhi oleh
tingkat polusi dan jenis tanaman. Pada lokasi
II rasio bobot kering tajuk/akar lebih besar
dibandingkan lokasi I (Tabel 2). Asystasia
gangetica memiliki rasio bobot kering
tajuk/akar paling besar (Tabel 3).
Pengamatan Respon Fisiologi Tanaman
Tanaman memiliki respon fisiologi yang
berbeda terhadap polutan. Kandungan klorofil
dan ASA dipengaruhi oleh lokasi (p = 0.0003)
(Tabel 5), namun tidak dipengaruhi oleh jenis
tanaman (p = 0.52). Kandungan klorofil di
lokasi II lebih tinggi dibandingkan lokasi I,
sedangkan kandungan ASA pada lokasi I
lebih tinggi dibandingkan lokasi II. Tingkat
polusi yang lebih tinggi menyebabkan
penurunan klorofil dan peningkatan asam
askorbat (ASA) secara nyata.
Tabel 2 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, pertambahan luas daun, bobot basah akar
dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada tingkat
polusi berbeda
Pertambahan
Bobot
Jumlah
Luas
Lokasi
basah
Tinggi
daun
daun
akar
relatif
relatif
relatif
I
0.12b
0.15b
0.55b
87.24a
II
71.12b
0.14a
0.18a
0.63a
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf
5%(DMRT)
Rasio
bobot
kering
tajuk/akar
1.46b
43.34a 256.97a 34.68a
32.95b 282.72a 36.05a
2.49a
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
Bobot
kering
akar
Bobot
basah
tajuk
Bobot
kering
tajuk
Tabel 3 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, pertambahan luas daun, bobot basah akar
dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada perbedaan
tanaman
Pertambahan
Jenis
tanaman
A. gangetica
I. balsamina
Tinggi
relative
0.17a
0.13b
Jumlah
daun
relatif
0.24a
0.18b
Luas
daun
relatif
0.81a
0.67b
Bobot
basah
akar
29.88c
156.37a
M. jalapa
0.10c
0.08c
0.28c
51.30b
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang
5%(DMRT)
Bobot
Kering
Akar
Bobot
basah
tajuk
13.02c 177.06b
72.46a 500.48a
28.96b 132.00b
sama tidak berbeda
Bobot
kering
tajuk
Rasio
bobot
kering
tajuk/akar
43.6a
43.8a
4.13a
0.73b
18.7b
1.06b
nyata pada taraf
Tabel 4 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, dan bobot kering tajuk pada tingkat polusi
dan tanaman berbeda
Pertambahan tinggi
Pertambahan jumlah
relatif
daun relatif
Bobot kering tajuk
Jenis
tanaman
I
II
I
II
I
II
A. gangetica
0.14b
0.25a
0.23a
36.69b
0.19a
50.55a
I. balsamina
0.13c
0.13bc
0.16c
0.20b
38.55ab
49.04ab
M. jalapa
0.10d
0.11d
0.05e
0.10d
14.94c
22.41c
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
5%(DMRT)
6
Tabel 5 Kandungan klorofil dan askorbat pada
perbedaan lokasi
Lokasi
Klorofil
(mg/g)
Askorbat (mg/g
jaringan daun)
I
1.222b
2518.5a
II
980.0b
1.648a
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5%(DMRT)
PEMBAHASAN
Respon Pertumbuhan Tanaman
Pemilihan 2 lokasi yang digunakan
didasarkan pada kandungan polutan pada
kedua lokasi. Lokasi I memiliki kandungan
polutan yang lebih tinggi dibandingkan lokasi
II, walaupun masih dibawah baku mutu. Hal
ini karena lokasi I terletak dekat dengan jalan
raya sehingga banyak polutan yang berasal
dari asap kendaraan, sedangkan lokasi II
letaknya jauh dari jalan raya. Perbedaan
kandungan polutan yang paling besar terlihat
pada kandungan debu di lokasi I sebesar 223
µg/Nm3 dan lokasi II sebesar 52 µg/Nm3 dari
nilai baku mutu sebesar 230 µg/Nm3.
Adanya perbedaan kandungan polutan
pada 2 lokasi menyebabkan tanaman memiliki
respon pertumbuhan yang berbeda. Tanaman
pada lokasi I memiliki pertambahan tinggi
relatif, jumlah dan luas daun relatif yang lebih
rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan polutan yang
lebih tinggi pada lokasi I dapat mengganggu
pertumbuhan dan proses-proses metabolisme
tanaman, yang ditunjukkan juga dengan bobot
basah dan bobot kering tajuk pada lokasi I
lebih rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini
sesuai dengan pendapat Larcher (1995) yang
menyatakan bahwa polutan yang menempel
pada daun, ranting, ataupun bunga bisa
menyebabkan
terganggunya
proses
fotosintesis, transpirasi, dan kerusakan
fisiologis yang mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan sel. Terganggunya pertumbuhan
sel mengakibatkan total luas daun dari
tanaman yang terkena polutan menurun,
karena laju pembentukan dan perluasan daun
terhambat serta jumlah daun yang gugur
meningkat. Proses fotosintesis bisa terganggu
(rendah) dikarenakan tertutupnya stomata
daun oleh polutan yang menyebabkan
pertukaran gas CO2 terhambat (Bell &
Treshow 2002), sehingga akumulasi bahan
kering berkurang dan tanaman mati (Fitter &
Hay 1994). Penelitian yang sama dilakukan
oleh Jissy & Jaya (2009) pada tanaman
Polyalthia longifolia dan Clerodendrom
infortunatum yang ditumbuhkan sepanjang
jalan di daerah Piarassala-Kadambathukonam
dan mengalami pertumbuhan tanaman yang
menurun hingga 50% jika dibandingkan
dengan kontrol.
Rasio bobot kering tajuk/akar pada
lokasi I juga lebih rendah dibandingkan lokasi
II. Hal ini merupakan salah satu mekanisme
tanaman untuk bertahan terhadap cekaman,
sebagai contoh pada saat tanaman mengalami
cekaman kekeringan, maka fotosintesis lebih
banyak dialokasikan ke bagian akar tanaman.
Hal ini sesuai dengan Suardi (1988) yang
menyatakan tanaman yang mengalami
cekaman seperti kekeringan dan suhu tinggi
cenderung menurunkan rasio tajuk/akar.
Jenis
A.
gangetica
memiliki
pertambahan tinggi relatif, jumlah, dan luas
daun relatif paling besar dibandingkan kedua
jenis lainnya. Faktor yang diduga berpengaruh
adalah umur fisiologi daun yang lebih lama (±
28 hari) dan morfologi daun. Morfologi daun
A. gangetica yang kasar, banyak trikoma, dan
merupakan tanaman liar yang biasa ditemukan
di tepi jalan (Backer & Brink 1968). Struktur
morfologi
yang
dimiliki
tersebut
menyebabkan polutan yang ada tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini
juga ditunjukkan pada rasio bobot kering
tajuk/akar paling besar dibandingkan kedua
jenis yang lain, sehingga dapat diasumsikan
bahwa tanaman A. gangetica mempunyai
tingkat toleransi tinggi terhadap polutan.
Impatiens balsamina dan Mirabilis jalapa
memiliki pertambahan tinggi, jumlah dan luas
daun relatif lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan kedua
tanaman ini lebih dipengaruhi oleh polutan.
Respon fisiologi tanaman terhadap
polutan ditunjukkan dengan gejala kerusakan
daun. Pada I. balsamina bagian ujung daun
menguning dan mengering, sedangkan M.
jalapa daun menguning dan bagian pinggir
daun menggulung. Kerusakan daun yang
terjadi mengakibatkan proses fotosintesis
tanaman terganggu, sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi rendah. Tanaman M. jalapa
memiliki rasio bobot kering tajuk/akar yang
rendah diduga karena proses fotosintesis yang
terganggu karena polutan. Hal ini terlihat pada
jumlah daun dan cabang baru yang dihasilkan
lebih sedikit, dan jumlah daun gugur banyak
(Lampiran 4). Hal yang sama dibuktikan juga
oleh Wijarso (1997)
bahwa fotosintesis
terganggu pada tanaman Angsana dan Mahoni
yang terpapar SO2 (0.01-0.03 ppm) dan NOx
7
(0.0003-0.0010 ppm) selama 3 bulan,
sehingga berkurangnya kemampuan tanaman
dalam menyerap nutrisi dari tanah. Hal ini
menyebabkan daun Angsana dan Mahoni
mengalami kerusakan kronis (daun berwarna
kuning). Tanaman Olea europaea L. Morailo
mengalami nekrosis pada < 0.03 ppb O3 yang
dipapar selama ± 100 hari (Minnocci et al.
1997).
Hal serupa dilaporkan terjadi pada
pertumbuhan tanaman Plantago major dan
Phaseolus vulgaris yang cenderung menurun
pada jarak 3 m dibandingkan jarak 200 m dari
jalan
raya
(Solo-Semarang
km-38)
(Solichatun 2007). Hal yang sama juga
dibuktikan oleh Sulistijorini (2008) bahwa
tanaman G. arborea, C. burmanii, dan M.
elengi mengalami pertumbuhan relatif yang
rendah pada daerah terpolusi (Jagorawi).
Selain disebabkan oleh polutan, pertumbuhan
tanaman terganggu juga dapat disebabkan
karena kekurangan air. Hal ini dibuktikan
pada tanaman Caisim, Bayam, dan Padi Gogo
mengalami pertumbuhan yang menurun pada
perlakuan cekaman kekeringan (Arifai 2009).
Respon Fisiologi Tanaman
Kandungan klorofil tanaman di lokasi I
lebih rendah dibandingkan lokasi II yang
menggambarkan bahwa polutan yang lebih
tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologi
pada tumbuhan. Hal ini sesuai dengan Sing et
al. (1991) yang menyatakan keberadaan
polutan dapat menurunkan kandungan klorofil
tanaman. Polutan (debu) yang menempel dan
masuk ke daun melalui stomata akan merusak
jaringan mesofil, palisade dan bunga karang
daun. Jaringan palisade yang rusak akan
menyebabkan rusaknya kloroplas, sehingga
pembentukkan klorofil akan terhambat yang
berakibat terjadinya klorosis (Mudd 1975).
Pada umumnya kandungan klorofil tanaman
akan mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan bahan pencemar udara (polutan)
(Mowli et al. 1989; Roziaty 2009), namun ada
pula yang dapat meningkatkannya seperti
NO2. Hal ini sesuai dengan hasil yang
dilaporkan oleh Udayana (2004) bahwa
tanaman sengon di Jakarta Interchange
memiliki kandungan klorofil yang rendah.
Mulya (2005) juga mengatakan pada Lichenes
yang sensitif, pemaparan kronis dengan
konsentrasi 0.01 ppm SO2 menyebabkan
hilangnya
klorofil,
sedangkan
pada
konsentrasi 5 ppm SO2 selama 24 jam
menyebabkan klorofil terdegradasi menjadi
phaeophitin dan Mg2+. Hal ini dibuktikan juga
oleh Roziaty (2009) bahwa kandungan
klorofil Pterocarpus indicus Willd cenderung
menurun pada lokasi yang semakin dekat dari
sumber emisi PUSRI dan Solichatun (2007)
kandungan klorofil Phaseolus vulgaris rendah
pada daerah terpolusi.
Tanaman pada lokasi I memiliki
kandungan asam askorbat (ASA) yang lebih
besar dibandingkan lokasi II. Hal ini
merupakan respon tanaman pada lokasi I yang
mengalami cekaman karena kandungan
polutan yang lebih tinggi pada lokasi I. Asada
(1994) menyatakan bahwa asam askorbat
(ASA) merupakan antioksidan untuk sistem
pertahanan tanaman terhadap cekaman,
termasuk cekaman akibat polutan atau
kekeringan. Pada tanaman Caisim, Padi Gogo,
dan Echinochola memiliki kandungan ASA
tinggi pada perlakuan cekaman kekeringan
(Arifai 2009). Hal serupa dibuktikan oleh
Menser (1967) pada Nicotiana tobacum L.
mengalami peningkatan asam askorbat (ASA)
yang terpapar 0.45-0.55 ppm O3 selama 1.5
jam dibandingkan kontrol. Sejalan dengan
penurunan kandungan klorofil, peningkatan
asam askorbat (ASA) pada tanaman di lokasi I
ini menunjukkan bahwa kondisi polutan pada
lokasi I menyebabkan cekaman pada tanaman
yang digunakan.
SIMPULAN
Polusi yang lebih tinggi pada lokasi I
menyebabkan penurunan pertumbuhan pada
tanaman A. gangetica, I. balsamina, dan M.
jalapa dibandingkan lokasi II. Tanaman pada
lokasi I memiliki kandungan klorofil dan rasio
bobot kering tajuk/akar yang lebih rendah
dibandingkan pada lokasi II dan peningkatan
asam askorbat (ASA) tanaman pada lokasi I
merupakan respon fisiologi tanaman terhadap
cekaman polusi udara yang lebih tinggi.
SARAN
Pada penelitian yang sama perlu
dilakukan analisis unsur hara tanaman untuk
mengetahui faktor lain yang mempengaruhi
respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman
selain polutan. Selain itu, perlu dilakukan
pengamatan jumlah daun yang gugur untuk
mengetahui jenis tanaman yang paling
terganggu pertumbuhannya karena polutan.
7
(0.0003-0.0010 ppm) selama 3 bulan,
sehingga berkurangnya kemampuan tanaman
dalam menyerap nutrisi dari tanah. Hal ini
menyebabkan daun Angsana dan Mahoni
mengalami kerusakan kronis (daun berwarna
kuning). Tanaman Olea europaea L. Morailo
mengalami nekrosis pada < 0.03 ppb O3 yang
dipapar selama ± 100 hari (Minnocci et al.
1997).
Hal serupa dilaporkan terjadi pada
pertumbuhan tanaman Plantago major dan
Phaseolus vulgaris yang cenderung menurun
pada jarak 3 m dibandingkan jarak 200 m dari
jalan
raya
(Solo-Semarang
km-38)
(Solichatun 2007). Hal yang sama juga
dibuktikan oleh Sulistijorini (2008) bahwa
tanaman G. arborea, C. burmanii, dan M.
elengi mengalami pertumbuhan relatif yang
rendah pada daerah terpolusi (Jagorawi).
Selain disebabkan oleh polutan, pertumbuhan
tanaman terganggu juga dapat disebabkan
karena kekurangan air. Hal ini dibuktikan
pada tanaman Caisim, Bayam, dan Padi Gogo
mengalami pertumbuhan yang menurun pada
perlakuan cekaman kekeringan (Arifai 2009).
Respon Fisiologi Tanaman
Kandungan klorofil tanaman di lokasi I
lebih rendah dibandingkan lokasi II yang
menggambarkan bahwa polutan yang lebih
tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologi
pada tumbuhan. Hal ini sesuai dengan Sing et
al. (1991) yang menyatakan keberadaan
polutan dapat menurunkan kandungan klorofil
tanaman. Polutan (debu) yang menempel dan
masuk ke daun melalui stomata akan merusak
jaringan mesofil, palisade dan bunga karang
daun. Jaringan palisade yang rusak akan
menyebabkan rusaknya kloroplas, sehingga
pembentukkan klorofil akan terhambat yang
berakibat terjadinya klorosis (Mudd 1975).
Pada umumnya kandungan klorofil tanaman
akan mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan bahan pencemar udara (polutan)
(Mowli et al. 1989; Roziaty 2009), namun ada
pula yang dapat meningkatkannya seperti
NO2. Hal ini sesuai dengan hasil yang
dilaporkan oleh Udayana (2004) bahwa
tanaman sengon di Jakarta Interchange
memiliki kandungan klorofil yang rendah.
Mulya (2005) juga mengatakan pada Lichenes
yang sensitif, pemaparan kronis dengan
konsentrasi 0.01 ppm SO2 menyebabkan
hilangnya
klorofil,
sedangkan
pada
konsentrasi 5 ppm SO2 selama 24 jam
menyebabkan klorofil terdegradasi menjadi
phaeophitin dan Mg2+. Hal ini dibuktikan juga
oleh Roziaty (2009) bahwa kandungan
klorofil Pterocarpus indicus Willd cenderung
menurun pada lokasi yang semakin dekat dari
sumber emisi PUSRI dan Solichatun (2007)
kandungan klorofil Phaseolus vulgaris rendah
pada daerah terpolusi.
Tanaman pada lokasi I memiliki
kandungan asam askorbat (ASA) yang lebih
besar dibandingkan lokasi II. Hal ini
merupakan respon tanaman pada lokasi I yang
mengalami cekaman karena kandungan
polutan yang lebih tinggi pada lokasi I. Asada
(1994) menyatakan bahwa asam askorbat
(ASA) merupakan antioksidan untuk sistem
pertahanan tanaman terhadap cekaman,
termasuk cekaman akibat polutan atau
kekeringan. Pada tanaman Caisim, Padi Gogo,
dan Echinochola memiliki kandungan ASA
tinggi pada perlakuan cekaman kekeringan
(Arifai 2009). Hal serupa dibuktikan oleh
Menser (1967) pada Nicotiana tobacum L.
mengalami peningkatan asam askorbat (ASA)
yang terpapar 0.45-0.55 ppm O3 selama 1.5
jam dibandingkan kontrol. Sejalan dengan
penurunan kandungan klorofil, peningkatan
asam askorbat (ASA) pada tanaman di lokasi I
ini menunjukkan bahwa kondisi polutan pada
lokasi I menyebabkan cekaman pada tanaman
yang digunakan.
SIMPULAN
Polusi yang lebih tinggi pada lokasi I
menyebabkan penurunan pertumbuhan pada
tanaman A. gangetica, I. balsamina, dan M.
jalapa dibandingkan lokasi II. Tanaman pada
lokasi I memiliki kandungan klorofil dan rasio
bobot kering tajuk/akar yang lebih rendah
dibandingkan pada lokasi II dan peningkatan
asam askorbat (ASA) tanaman pada lokasi I
merupakan respon fisiologi tanaman terhadap
cekaman polusi udara yang lebih tinggi.
SARAN
Pada penelitian yang sama perlu
dilakukan analisis unsur hara tanaman untuk
mengetahui faktor lain yang mempengaruhi
respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman
selain polutan. Selain itu, perlu dilakukan
pengamatan jumlah daun yang gugur untuk
mengetahui jenis tanaman yang paling
terganggu pertumbuhannya karena polutan.
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN
Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa
PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
8
DAFTAR PUSTAKA
Arnon DI. 1959. Copper Enzymes in Isolated
Chloroplast. Polyphenol oxidase in
Beta vulgaris. Plant Physiol 24:1-15.
Arifai M. 2009. Respon Anatomi Daun dan
Parameter Fotosintesis Tumbuhan Padi
Ggo, Caisim, Bayam, dan Echinochloa
crussgalli L. pada Berbagai Cekaman
Kekeringan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asada K. 1994. Mechanisms for scavenging
reactive molecules generated in
chloroplasts under light stress. Di
dalam: Baker NR, Bowyer JR, editor.
Photoinhibition of Photosynthesis.
from Molecular Mechanisms to the
®eld. Oxford: Bios Scientic Publishers,
129-142.
Backer CA, Brink BVD. 1968. Flora of Java
vol
II.
Netherlands:
WoltersNoordhoff.
Bell JNB, Treshow M. 2002. Air Pollution
and Plant Life. England: John Willey&
Sons, Ltd.
Fakuara MY. 1987. Hutan Kota dan
Permasalahannya [skripsi]. Bogor:
Departemen
Manajemen
Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Fitter AH, Hay RKM. 1994. Fisiologi
Lingkungan Tanaman. Andani S dan
ED
Purbayanti,
penerjemah.
Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press.
Terjemahan
dari
Environtmental
Physiology of Plant.
Gaman PM, Sherrinton KB. 1981. The
Science of Food, An Introduction to
Food
Science,
Nutrition
and
Microbiology, 2nd ed. Pargamon Press.
Gede SAA. 2008. Dampak Bising dan
Kualitas Udara pada Lingkungan Kota
Denpasar. J Bumi Lestari. Vol VIII
(2):162-167.
Heggestad HE, Heck WW. 1971. Nature,
Extent, and Variation of Plants
Response to Air Pollutants. Di dalam:
Brady NC, editor. Advances in
Agronomy. New York: Academic
Press.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia II. Jakarta: Yayasan Sarana
Wana Jaya.
Hoyano A, Yagi S, Yui M. 1992. Feature of
Thermal Environtment Made by Plants
in Outdoor space (in Japanese). J
Archit. Plann. Environ. Eng, AIJ
433:1-10.
Jissy JS, Jaya DS. 2009. Evaluation of Air
Pollution Tolerance Index of Selected
Plant Species Along Roadsides in
Thiruvananthaparum, Kerala. J of
Environ Biol 31:379-386.
Lambers H, Chapin III FS, Pons TL. 1998.
Plant Physiological Ecology. New
York: Springer.
Larcher W. 1995. Physiological Plant
Ecology. Berlin: Springer.
Menser HA. 1967. Response of Plants to Air
Pollutants III A Relation Between
Ascorbic Acid Levels and Ozone
Susceptibility to Light Precondition
Tobacco Plants. ---:564-567.
Minnocci A, Panicucci A, Sebastiani L,
Lorenzini G, Vitagliano C. 1997.
Physiological
and
Morphological
Responses of Olive Plants to Ozone
Exposure During A growing Season.
Tree Physiol 19:391-397.
Mowli PP, Subbayrs NV, Rao BS, Kumar R.
1989. Realtion between Particulate Air
Pollution due to Traffic and
Consecntration of Plant Chlorophyll.
Asian Environment 4th.
Mudd JB. 1975. Sulfur dioxide: Respont of
Plant to Air Pollution. London:
Academic Press.
Mulya SED. 2005. Pencemaran Udara,
Respon Tanaman, dan Pengaruhnya
pada Manusia [skripsi]. Sumatera
Utara: Studi Kehutanan, Universitas
Sumatera Utara.
Nasrullah N, Gandanegara S, Suharsono H,
Wungkar M, Gunawan A. 2000.
Pengukuran Serapan Polutan Gas NO2
pada Tanaman Tipe Pohon, Semak,
dan
Penutup
Tanah
dengan
menggunakan Gas NO2 Bertanda 15N.
Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Isotop
dan Radiasi :181-186.
Prugnaire FI, Valladares F. 2007. Functional
Plant Ecology, 2nd Ed. New York:
CRC Press.
Reiss R. 1993. Experiment in Plant
Physiology Part I; Plant Biochemistry,
Determination of Ascorbic Acid
Content of Cabbage. P 1-7.
Roziaty E. 2009. Kandungan Klorofil,
Struktur Anatomi Daun Angsana
(Pterocarpus indicus Willd.) dan
Kualitas Udara Ambien di sekitar
Kawasan Industri Pupuk PT. Pusri di
Palembang [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
9
Singh SK, Rao DN, Agrawal M, Pandey J
Narayan D. 1991. Air Pollution
Tolerance Index of Plant. J Environ
Mgmt 32: 45-55.
Sitanggang. 1999. Pencemaran Lingkungan
Hidup Kota Jakarta. Jakarta: Mitra
Gama Widya.
Solichatun EA. 2007. Kajian klorofil dan
karetonoid Plantago major L dan
Phaseolus
vulgaris
L.
sebagai
Bioindikator
Kualitas
Udara.
Biodiversitas 8(4):279-282.
Spirn AW. 1987. Better Air Quality at Street
Level: Strategies for Urban Design.
London: Nostrand Reinhold Book.
Suardi D. 1988. Pemilihan Varietas Padi
Tahan Kekeringan. J Penelitian dan
Pengembangan Pertanian VII (1): 1-9.
Sulistijorini, Mas
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN
Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa
PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
MERI LESTARI. Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens
balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda. Dibimbing oleh
SULISTIJORINI dan HAMIM.
Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan dan
penurunan kualitas udara. Tanaman mempunyai respon yang berbeda pada daerah terpolusi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia
gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda di Bogor.
Tanaman diletakkan pada polybag dan selama 3 bulan ditumbuhkan pada kondisi yang berbeda:
(1) tingkat polusi yang lebih tinggi dan (2) tingkat polusi yang lebih rendah. Respon pertumbuhan
yang diamati meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot
basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar. Respon
fisiologi yang diamati meliputi kandungan klorofil dan asam askorbat tanaman. Tingkat polusi
yang berbeda menyebabkan pertumbuhan yang berbeda pada tanaman Asystasia gangetica,
Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Tanaman yang tumbuh pada tingkat polusi yang lebih
tinggi memiliki kandungan klorofil dan rasio tajuk/akar lebih rendah dibandingkan pada lokasi
dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Polusi yang lebih tinggi menyebabkan tanaman
meningkatkan produksi asam askorbat karena mengalami cekaman polutan. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh pada daerah terpolusi lebih sensitif, walaupun
kandungan polutan lebih rendah dibandingkan ambang batas baku mutu udara.
Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, respon
pertumbuhan, dan respon fisiologi
ABSTRACT
MERI LESTARI. Growth and physiology responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina,
and Mirabilis jalapa in different pollution level. Supervised by SULISTIJORINI and HAMIM.
Air pollution is an environmental issue that causes the changing and decreasing of air
quality. The plants have different response to the aerial pollution. The purpose of this research was
to analyze growth and physiological responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and
Mirabilis jalapa grown under different level of pollution in Bogor. The plants were grown in
polybag and during 3 months they were exposed to different conditions: (1) with higher aerial
pollution and (2) with lower aerial pollution. Growth responses observed in the experiment were
the improvement of relative high, leaf number, leaf area, and the value of roots and shoot fresh
weight, dry weight, and ratio of shoot/roots. Physiologycal responses observation was also
analysed, including chlorophyll and ascorbic acid content. Different pollutant intentsity caused
different in growth of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa. The plants
grown in higher pollution had lower chlorophyll and lower shoot/roots ratio as compared to those
grown in lower pollution. Higher aerial pollution caused the plant underwent stress indicated by
the increase of ascorbic acid content. The data showed that the plants were sensitive to the aerial
pollution even though the pollutant content was still lower than below the standard threshold.
Key word : Air pollutant, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, growth
response, and physiology response
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN
Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa
PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Tanaman Asystasia gangetica,
Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada Tingkat Polusi yang
Berbeda
Nama : Meri Lestari
NIM : G34063116
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si
NIP 19630920 198903 2 001
Dr. Ir. Hamim, M.Si
NIP 19650322 199002 1 001
Diketahui:
Ketua Departemen Biologi,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas kasih dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 12 Oktober 1987, dari ayah Sukirman dan Ibu
Yusniar Siregar. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis lulus SD Semen Padang pada tahun 2000, lulus SMPN 8 Padang tahun 2003, lulus
SMA Semen Padang tahun 2006, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Setahun kemudian penulis mendapat mayor Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan minor Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia.
Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di laboratorium rumah sakit Semen Padang pada
tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa mayor Biologi, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar pada tahun 2009/2010 dan 2010/2011, Fisiologi Tumbuhan tahun 2009/2010, dan
Perkembangan dan Pertumbuhan Tanaman pada tahun 2010/2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................................
Tujuan .......................................................................................................................
1
1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ....................................................................................................
Alat dan Bahan ..........................................................................................................
Rancangan Penelitian ................................................................................................
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ..........................................................................
Persiapan Media Tanam dan Pembibitan ...................................................................
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman ....................................................................
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ...........................................................................
Luas Daun Total Tanaman .........................................................................................
Analisis Klorofil Daun ...............................................................................................
Analisis Asam Askorbat ............................................................................................
Analisis Data .............................................................................................................
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ...........................................................................
Pengamatan Respon Pertumbuhan Tanaman ..............................................................
Pengamatan Respon Fisiologi Tanaman .....................................................................
4
4
5
PEMBAHASAN...................................................................................................................
6
SIMPULAN ........................................................................................................................
7
SARAN ...............................................................................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
8
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 10
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
Hasil analisis kualitas udara di Babakan Dramaga dan lingkungan kampus
IPB Dramaga ...............................................................................................................
4
Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah
akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar
pada perbedaan lokasi ..................................................................................................
5
Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah
akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar
pada perbedaan jenis tanaman ......................................................................................
5
Pertambahan tinggi relatif, luas daun relatif, dan bobot kering tajuk pada lokasi
dan tanaman berbeda ...................................................................................................
5
Kandungan klorofil dan asam askorbat pada perbedaan lokasi .......................................
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Metode pengukuran data lingkungan ............................................................................ 11
2
Analisis tanah .............................................................................................................. 11
3
Analisis kompos ........................................................................................................... 11
4
Perbandingan ketiga jenis tanaman di lokasi I dan lokasi II .......................................... 12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan
kualitas
udara
dapat
diakibatkan oleh perubahan lingkungan yang
pada umumnya disebabkan oleh polutan di
udara, diantaranya SOx, CO, HC, NOx, dan
partikel debu (Sitanggang 1999). Debu yang
ada dalam udara sebagian besar disebabkan
oleh kontribusi zat pencemar partikulat yang
berasal dari kendaraan bermotor (Gede 2008).
Pencemaran udara dapat mengakibatkan
perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga
dapat mengakibatkan stres fisiologi, bau tidak
sedap, dan berbahaya serta mengancam
kehidupan dan kesehatan suatu organisme
termasuk
tanaman
(Treshow
1984).
Kerusakaan pada tanaman akibat polutan
antara lain
MERI LESTARI. Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens
balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda. Dibimbing oleh
SULISTIJORINI dan HAMIM.
Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan dan
penurunan kualitas udara. Tanaman mempunyai respon yang berbeda pada daerah terpolusi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia
gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda di Bogor.
Tanaman diletakkan pada polybag dan selama 3 bulan ditumbuhkan pada kondisi yang berbeda:
(1) tingkat polusi yang lebih tinggi dan (2) tingkat polusi yang lebih rendah. Respon pertumbuhan
yang diamati meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot
basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar. Respon
fisiologi yang diamati meliputi kandungan klorofil dan asam askorbat tanaman. Tingkat polusi
yang berbeda menyebabkan pertumbuhan yang berbeda pada tanaman Asystasia gangetica,
Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Tanaman yang tumbuh pada tingkat polusi yang lebih
tinggi memiliki kandungan klorofil dan rasio tajuk/akar lebih rendah dibandingkan pada lokasi
dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Polusi yang lebih tinggi menyebabkan tanaman
meningkatkan produksi asam askorbat karena mengalami cekaman polutan. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh pada daerah terpolusi lebih sensitif, walaupun
kandungan polutan lebih rendah dibandingkan ambang batas baku mutu udara.
Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, respon
pertumbuhan, dan respon fisiologi
ABSTRACT
MERI LESTARI. Growth and physiology responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina,
and Mirabilis jalapa in different pollution level. Supervised by SULISTIJORINI and HAMIM.
Air pollution is an environmental issue that causes the changing and decreasing of air
quality. The plants have different response to the aerial pollution. The purpose of this research was
to analyze growth and physiological responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and
Mirabilis jalapa grown under different level of pollution in Bogor. The plants were grown in
polybag and during 3 months they were exposed to different conditions: (1) with higher aerial
pollution and (2) with lower aerial pollution. Growth responses observed in the experiment were
the improvement of relative high, leaf number, leaf area, and the value of roots and shoot fresh
weight, dry weight, and ratio of shoot/roots. Physiologycal responses observation was also
analysed, including chlorophyll and ascorbic acid content. Different pollutant intentsity caused
different in growth of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa. The plants
grown in higher pollution had lower chlorophyll and lower shoot/roots ratio as compared to those
grown in lower pollution. Higher aerial pollution caused the plant underwent stress indicated by
the increase of ascorbic acid content. The data showed that the plants were sensitive to the aerial
pollution even though the pollutant content was still lower than below the standard threshold.
Key word : Air pollutant, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, growth
response, and physiology response
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan
kualitas
udara
dapat
diakibatkan oleh perubahan lingkungan yang
pada umumnya disebabkan oleh polutan di
udara, diantaranya SOx, CO, HC, NOx, dan
partikel debu (Sitanggang 1999). Debu yang
ada dalam udara sebagian besar disebabkan
oleh kontribusi zat pencemar partikulat yang
berasal dari kendaraan bermotor (Gede 2008).
Pencemaran udara dapat mengakibatkan
perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga
dapat mengakibatkan stres fisiologi, bau tidak
sedap, dan berbahaya serta mengancam
kehidupan dan kesehatan suatu organisme
termasuk
tanaman
(Treshow
1984).
Kerusakaan pada tanaman akibat polutan
antara lain klorosis daun yang
bersifat
progresif, dan senescence (Singh et al. 1991).
Tanaman dapat digunakan sebagai
bioremedian yang dapat mengurangi tingkat
pencemaran udara, karena tanaman dapat
menyerap berbagai polutan seperti CO, NO,
NO2, SO3, HF, dan O3 (Hoyano et al. 1992).
Namun, tidak semua jenis tanaman dapat
menyerap polutan secara efisien, karena
perbedaan tingkat toleransinya. Kemampuan
tanaman
sebagai
pereduksi
polutan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor lingkungan, model penataan tanaman,
fisiologi dan sifat morfologis tanaman.
Tanaman yang ditanam secara berkelompok
dengan spesies beragam, mudah tumbuh,
ranting rapat, dan percabangan yang tidak
mudah patah akan lebih efisien dalam
menyerap polutan (Spirn 1987). Tanaman
semak, rumput, dan penutup tanah memiliki
kerimbunan yang relatif lebih kecil dibanding
pohon, namun banyak digunakan dalam
lanskap, karena mempunyai keragaman tinggi
dalam penampilan visual seperti bentuk dan
tekstur daun, warna daun, dan bunga serta
aromanya (Nasrullah et al. 2000).
Secara umum tanaman menunjukkan
respon yang negatif terhadap adanya polutan
di udara. Tanaman yang toleran terhadap
polutan memiliki laju pertumbuhan yang baik
(Singh et al. 1991). Laju pertumbuhan
tanaman dapat dilihat dari tinggi tanaman,
bobot kering, dan luas daun total tanaman
yang dihasilkan. Luas daun merupakan salah
satu variabel yang digunakan untuk
mengamati pertumbuhan tanaman (Lambers et
al. 1998).
Laju pertumbuhan tanaman diyakini dapat
menggambarkan respon fisiologi tanaman
terhadap adanya faktor lingkungan termasuk
polutan (Heggestad & Heck 1971). Respon
fisiologi tanaman terhadap faktor-faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan dapat
dilihat dari beberapa fenomena seperti
perubahan kandungan askorbat dan klorofil
daun. Asam askorbat (ASA) merupakan
senyawa antioksidan yang sangat larut dalam
air dan mudah teroksidasi dalam keadaan
alkalis serta suhu tinggi (Gaman &
Sherrinton 1981). Tanaman yang memiliki
asam askorbat (ASA) tinggi akan lebih tahan
terhadap
pencemar
udara.
Klorofil
merupakan pigmen hijau daun yang terdapat
pada
semua
tumbuhan hijau yang
berfotosintesis dan dapat digunakan untuk
identifikasi ketahanan tanaman terhadap
polutan (Mowli et al. 1989). Metode
pengukuran kadar klorofil untuk melihat
pengaruh pencemaran udara telah dilakukan
juga oleh Mowli et al. (1989) dan Solichatun
(2007).
Pada penelitian ini akan digunakan 3
spesies tanaman yang biasa digunakan sebagai
tanaman hias. Tanaman Impatiens balsamina,
Asystasia gangetica, dan Mirabilis jalapa
merupakan tanaman yang tumbuh dengan
mudah dan dapat digunakan sebagai obatobatan. Ketiga jenis tanaman tersebut mudah
tumbuh dan berkembang biak cepat (Fakuara
1987). Asystasia gangetica termasuk dalam
famili Acanthaceae yang memiliki perawakan
mirip rumput dan berbunga putih kecil.
Impatiens balsamina merupakan famili
Balsaminaceae, termasuk tumbuhan tegak,
tinggi mencapai 30-80 cm, dan sering
digunakan sebagai tanaman hias (Heyne
1987). Mirabilis jalapa merupakan famili
Nyctagynaceae yang lebih dikenal dengan
sebutan bunga pukul empat. Tanaman ini asli
Amerika tropis, tumbuhan terna yang tegak,
tinggi sampai 50 cm, akar yang menebal
seperti umbi dan banyak dibudidayakan
(Heyne 1987). Respon dari ketiga tanaman ini
penting untuk melihat sejauh mana polutan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang
digunakan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
respon pertumbuhan dan fisiologi yang terjadi
pada tanaman Asystasia gangetica, Impatiens
balsamina, dan Mirabilis jalapa pada dua
daerah dengan tingkat polusi yang berbeda.
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian lapang dilakukan mulai bulan
Maret sampai dengan Juni 2010, digunakan
rumah plastik yang berada pada 2 lokasi
berbeda, yaitu Babakan Dramaga (lokasi I)
dan lingkungan kampus IPB Dramaga (lokasi
II). Pengamatan fisiologi tanaman dilakukan
mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2010
di Laboratorium Fisiologi Departemen
Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih
Impatiens balsamina, Asystasia gangetica,
dan Mirabilis jalapa yang diperoleh dari
SEAMEO BIOTROP, Bogor, aceton 80%
untuk
analisis
klorofil
daun,
asam
metafosforik
5%,
larutan
DCIP
(dichlorophenol-indophenol 0.8 gl-1), dan
asam askorbat untuk analisis askorbat daun.
Alat yang digunakan saat penanaman
adalah tray, polybag kecil, polybag 2 kg,
sekop, rak bambu, dan plastik UV. Alat untuk
analisis klorofil daun adalah timbangan,
mortar, kertas saring, labu takar 50 ml dan
spektrofotometer. Alat untuk analisis askorbat
adalah kertas saring, labu takar, dan pipet
titrimetri.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan faktorial dengan 2 faktor
(lokasi dan jenis tanaman), 10 ulangan untuk
laju pertumbuhan dan 3 ulangan untuk respon
fisiologi tanaman (klorofil dan ASA).
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Analisis udara dilakukan pada tanggal 29
Desember 2009 pukul 09.00 WIB di depan
kebun Babakan Dramaga dan lingkungan
kampus IPB. Parameter udara yang diukur
meliputi kandungan gas CO, Pb, NO2, SO2,
ozon (O3), dan TSP (Total Partikel
Tersuspensi),
suhu,
kelembaban,
dan
kecepatan angin. Metode pengukuran data
lingkungan tercantum pada Lampiran 1.
Analisis tanah dan kompos dilakukan di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Parameter tanah yang dianalisis meliputi NTotal, P, K, rasio C/N, Kapasitas Tukar
Kation (KTK), pH, dan tekstur. Parameter
kompos yang dianalisis meliputi C, N, P, K,
Mg, Fe, Cu, Mn, dan Zn.
Persiapan Media Tanam dan Pembibitan
Media tanam yang digunakan adalah
tanah yang berasal dari Babakan Dramaga
yang dijemur di rumah kaca dan diayak
dengan saringan 0.5 mm. Kemudian
dilakukan pembibitan
pada tray dengan
perbandingan tanah dan kompos sebesar 3:1.
Setelah bibit tumbuh (tinggi ± 10 cm)
dipindahkan ke polibag kecil berukuran 10 x
15 cm yang berisi tanah dan kompos dengan
perbandingan 3:1 untuk proses adaptasi
selama ± 1 minggu.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Tanaman yang telah teradaptasi selama 1
minggu dipindahkan ke polibag 2 kg dengan
media tanah:kompos (3:1). Kemudian
tanaman dipindahkan ke lokasi I (Babakan
Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus
IPB Dramaga). Tanaman disiram setiap hari
untuk menjaga kelembaban tanaman.
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
Pengamatan pertumbuhan
tanaman
dilakukan 1 hari setelah tanaman dipindahkan.
Pengamatan selanjutnya dilakukan setiap 5
hari sekali untuk parameter tinggi serta jumlah
daun tanaman dan setiap 10 hari sekali luas
daun diukur dengan
cara dijiplak 2-5
daun/ulangan. Tinggi tanaman diukur mulai
dari permukaan tanah sampai titik tumbuh
puncak tanaman. Panen dilakukan setelah
tanaman berumur 90 hari dan dihitung bobot
basah dan bobot kering tanaman. Pada saat
panen bagian tajuk dan akar tanaman
dipisahkan, kemudian ditimbang untuk
mendapatkan bobot basah tajuk dan akar
tanaman. Kemudian tajuk dan akar dijemur di
rumah kaca selama ± 2 minggu dan dioven
pada suhu 40 oC selama 2 hari. Setelah itu
ditimbang untuk diperoleh bobot kering tajuk
dan akar.
Luas Daun Total Tanaman
Luas daun dihitung dengan cara
menjiplak daun pada pertumbuhan awal (2
hari setelah pemindahan ke lokasi) dan
pertumbuhan maksimal (60 hari setelah
tanam), kemudian ditimbang. Luas daun
jiplakan tanaman dihitung dengan rumus
berikut:
LD= LK x BD/BK
dimana:
LD: Luas daun jiplakan
LK: Luas kertas
BD: Bobot jiplakan daun
BK: Bobot kertas
3
LD digunakan untuk mendapatkan rataan luas
daun (LD), dengan rumus berikut:
LD
= LD(1) + LD(2)
4
dimana:
PLDr
LDTmax
LDTaw
nmax
: Pertambahan luas daun
relatif
: Luas daun total
pertumbuhan maksimal
: Luas daun total
pertumbuhan awal
: Selang waktu mengambil
jiplakan daun
Data dianalisis secara statistik dengan
ANOVA dan uji lanjutan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) menggunakan SAS. 9.13
Portable.
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Analisis
udara
yang
dilakukan
memperlihatkan
perbedaan
kandungan
polutan pada 2 lokasi yang masih di bawah
baku mutu. Perbedaan polutan yang paling
signifikan adalah debu. Debu di lokasi I
(Babakan) sebesar 223 µg/Nm3 dan di lokasi
II (rumah kaca) sebesar 52 µg/Nm3, masih
lebih rendah dari nilai baku mutu (230
µg/Nm3). Kandungan NO2, SO2, O3, dan CO
juga menunjukkan nilai yang kurang dari baku
mutu, namun di lokasi I lebih tinggi
dibandingkan di lokasi II (Tabel 1). Hal ini
dapat dinyatakan bahwa di lokasi I merupakan
daerah dengan tingkat polusi yang lebih tinggi
dan lokasi II daerah dengan tingkat polusi
yang lebih rendah.
Hasil analisis tanah memperlihatkan
bahwa tanah yang digunakan mempunyai
tekstur liat 46.33% dan debu 34.93%. Derajat
keasaman (pH) tanah sebesar 6.4, kandungan
karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan
kalium (K) tergolong rendah, sedangkan
kapasitas tukar kationnya (KTK) tergolong
sedang (Lampiran 2). Hasil analisis kompos
menunjukkan bahwa kompos yang digunakan
mengandung karbon (C) 21.17% dan nitrogen
(N) 1.27%, sehingga kompos mengandung
rasio C/N sebesar 16.6 (Lampiran 3).
Pengamatan
Respon
Pertumbuhan
Tanaman
Umur fisiologis daun dari setiap jenis
tanaman yang digunakan berbeda-beda. Pada
awal pertumbuhan di lokasi I, jenis A.
gangetica daun mulai gugur ketika berumur ±
28 hari, I. balsamina ± 20 hari, dan M. jalapa
± 18 hari. Jenis I. balsamina di lokasi II
memiliki umur fisiologis yang lebih lama,
yaitu ± 30 hari, A. gangetica ± 35 hari dan M.
jalapa ± 20 hari. Setelah memasuki fase
reproduktif, tanaman memiliki umur fisiologis
daun yang lebih panjang, A. gangetica ± 50
hari, I. balsamina ± 45 hari, dan M. jalapa ±
30 hari.
Pertambahan tinggi relatif dan jumlah
daun relatif tanaman dipengaruhi oleh tingkat
polusi dan jenis tanaman (Tabel 2 dan 3).
Terdapat interaksi antara tingkat polusi dan
jenis tanaman pada pertambahan tinggi relatif
(p < 0.0001) dan jumlah daun relatif (p =
0.0012) (Tabel 4). Nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif pada lokasi II
(polutan rendah) lebih besar dibandingkan
lokasi I (polutan lebih tinggi). Jenis A.
gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif paling besar
dibandingkan jenis lain. Hasil interaksi antara
tingkat polusi dan jenis tanaman menunjukkan
A. gangetica di lokasi II memiliki nilai
pertambahan tinggi relatif paling besar
dibandingkan
jenis lain pada perbedaan
lokasi.
Pertambahan luas daun relatif
dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis
tanaman (Tabel 2 dan 3), namun tidak
terdapat interaksi antar 2 faktor (p = 0.93).
Lokasi II menghasilkan nilai pertambahan
luas daun lebih besar dibandingkan lokasi I
dan A. gangetica memiliki nilai pertambahan
paling besar dibandingkan jenis lain.
Tabel 1 Hasil analisis udara di lokasi I (Babakan Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus IPB
Dramaga)
Hasil
Parameter
NO2
SO2
O3
CO
TSP (debu)
Pb
Suhu
Kelembaban
Kec. angin
Arah angin
Lokasi I
14
43
27
247
223
< 0.030
33.4
61.8
0.3
Utara-Selatan
*Baku mutu udara ambien, PP No.41/1999
Lokasi II
6
16
4
229
52
< 0.030
34.1
58.4
-
Baku Mutu*
400
900
235
30000
230
2
-
Unit
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
0
C
%
m/s
-
4
dimana:
PLDr
LDTmax
LDTaw
nmax
: Pertambahan luas daun
relatif
: Luas daun total
pertumbuhan maksimal
: Luas daun total
pertumbuhan awal
: Selang waktu mengambil
jiplakan daun
Data dianalisis secara statistik dengan
ANOVA dan uji lanjutan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) menggunakan SAS. 9.13
Portable.
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos
Analisis
udara
yang
dilakukan
memperlihatkan
perbedaan
kandungan
polutan pada 2 lokasi yang masih di bawah
baku mutu. Perbedaan polutan yang paling
signifikan adalah debu. Debu di lokasi I
(Babakan) sebesar 223 µg/Nm3 dan di lokasi
II (rumah kaca) sebesar 52 µg/Nm3, masih
lebih rendah dari nilai baku mutu (230
µg/Nm3). Kandungan NO2, SO2, O3, dan CO
juga menunjukkan nilai yang kurang dari baku
mutu, namun di lokasi I lebih tinggi
dibandingkan di lokasi II (Tabel 1). Hal ini
dapat dinyatakan bahwa di lokasi I merupakan
daerah dengan tingkat polusi yang lebih tinggi
dan lokasi II daerah dengan tingkat polusi
yang lebih rendah.
Hasil analisis tanah memperlihatkan
bahwa tanah yang digunakan mempunyai
tekstur liat 46.33% dan debu 34.93%. Derajat
keasaman (pH) tanah sebesar 6.4, kandungan
karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan
kalium (K) tergolong rendah, sedangkan
kapasitas tukar kationnya (KTK) tergolong
sedang (Lampiran 2). Hasil analisis kompos
menunjukkan bahwa kompos yang digunakan
mengandung karbon (C) 21.17% dan nitrogen
(N) 1.27%, sehingga kompos mengandung
rasio C/N sebesar 16.6 (Lampiran 3).
Pengamatan
Respon
Pertumbuhan
Tanaman
Umur fisiologis daun dari setiap jenis
tanaman yang digunakan berbeda-beda. Pada
awal pertumbuhan di lokasi I, jenis A.
gangetica daun mulai gugur ketika berumur ±
28 hari, I. balsamina ± 20 hari, dan M. jalapa
± 18 hari. Jenis I. balsamina di lokasi II
memiliki umur fisiologis yang lebih lama,
yaitu ± 30 hari, A. gangetica ± 35 hari dan M.
jalapa ± 20 hari. Setelah memasuki fase
reproduktif, tanaman memiliki umur fisiologis
daun yang lebih panjang, A. gangetica ± 50
hari, I. balsamina ± 45 hari, dan M. jalapa ±
30 hari.
Pertambahan tinggi relatif dan jumlah
daun relatif tanaman dipengaruhi oleh tingkat
polusi dan jenis tanaman (Tabel 2 dan 3).
Terdapat interaksi antara tingkat polusi dan
jenis tanaman pada pertambahan tinggi relatif
(p < 0.0001) dan jumlah daun relatif (p =
0.0012) (Tabel 4). Nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif pada lokasi II
(polutan rendah) lebih besar dibandingkan
lokasi I (polutan lebih tinggi). Jenis A.
gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi
relatif dan jumlah daun relatif paling besar
dibandingkan jenis lain. Hasil interaksi antara
tingkat polusi dan jenis tanaman menunjukkan
A. gangetica di lokasi II memiliki nilai
pertambahan tinggi relatif paling besar
dibandingkan
jenis lain pada perbedaan
lokasi.
Pertambahan luas daun relatif
dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis
tanaman (Tabel 2 dan 3), namun tidak
terdapat interaksi antar 2 faktor (p = 0.93).
Lokasi II menghasilkan nilai pertambahan
luas daun lebih besar dibandingkan lokasi I
dan A. gangetica memiliki nilai pertambahan
paling besar dibandingkan jenis lain.
Tabel 1 Hasil analisis udara di lokasi I (Babakan Dramaga) dan lokasi II (lingkungan kampus IPB
Dramaga)
Hasil
Parameter
NO2
SO2
O3
CO
TSP (debu)
Pb
Suhu
Kelembaban
Kec. angin
Arah angin
Lokasi I
14
43
27
247
223
< 0.030
33.4
61.8
0.3
Utara-Selatan
*Baku mutu udara ambien, PP No.41/1999
Lokasi II
6
16
4
229
52
< 0.030
34.1
58.4
-
Baku Mutu*
400
900
235
30000
230
2
-
Unit
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
0
C
%
m/s
-
5
Bobot basah tajuk dipengaruhi oleh jenis
tanaman (Tabel 3), namun tidak dipengaruhi
oleh tingkat polusi (Tabel 2). Impatiens
balsamina memiliki bobot basah tajuk paling
besar dibandingkan jenis lain. Bobot kering
tajuk juga tidak dipengaruhi oleh tingkat
polusi, namun dipengaruhi jenis tanaman
(Tabel 2 dan 3), dan terdapat interaksi antara
tingkat polusi dan jenis tanaman (p = 0.0134)
(Tabel 4). Jenis A. gangetica di lokasi I
memiliki bobot kering tajuk paling besar.
Bobot basah dan bobot kering akar
dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jenis
tanaman. Bobot basah dan kering akar pada
lokasi I lebih besar dibandingkan lokasi II
(Tabel 2). Impatiens balsamina memiliki
bobot basah dan kering akar paling besar
dibandingkan jenis yang lain (Tabel 3). Rasio
bobot kering tajuk/akar dipengaruhi oleh
tingkat polusi dan jenis tanaman. Pada lokasi
II rasio bobot kering tajuk/akar lebih besar
dibandingkan lokasi I (Tabel 2). Asystasia
gangetica memiliki rasio bobot kering
tajuk/akar paling besar (Tabel 3).
Pengamatan Respon Fisiologi Tanaman
Tanaman memiliki respon fisiologi yang
berbeda terhadap polutan. Kandungan klorofil
dan ASA dipengaruhi oleh lokasi (p = 0.0003)
(Tabel 5), namun tidak dipengaruhi oleh jenis
tanaman (p = 0.52). Kandungan klorofil di
lokasi II lebih tinggi dibandingkan lokasi I,
sedangkan kandungan ASA pada lokasi I
lebih tinggi dibandingkan lokasi II. Tingkat
polusi yang lebih tinggi menyebabkan
penurunan klorofil dan peningkatan asam
askorbat (ASA) secara nyata.
Tabel 2 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, pertambahan luas daun, bobot basah akar
dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada tingkat
polusi berbeda
Pertambahan
Bobot
Jumlah
Luas
Lokasi
basah
Tinggi
daun
daun
akar
relatif
relatif
relatif
I
0.12b
0.15b
0.55b
87.24a
II
71.12b
0.14a
0.18a
0.63a
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf
5%(DMRT)
Rasio
bobot
kering
tajuk/akar
1.46b
43.34a 256.97a 34.68a
32.95b 282.72a 36.05a
2.49a
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
Bobot
kering
akar
Bobot
basah
tajuk
Bobot
kering
tajuk
Tabel 3 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, pertambahan luas daun, bobot basah akar
dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar pada perbedaan
tanaman
Pertambahan
Jenis
tanaman
A. gangetica
I. balsamina
Tinggi
relative
0.17a
0.13b
Jumlah
daun
relatif
0.24a
0.18b
Luas
daun
relatif
0.81a
0.67b
Bobot
basah
akar
29.88c
156.37a
M. jalapa
0.10c
0.08c
0.28c
51.30b
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang
5%(DMRT)
Bobot
Kering
Akar
Bobot
basah
tajuk
13.02c 177.06b
72.46a 500.48a
28.96b 132.00b
sama tidak berbeda
Bobot
kering
tajuk
Rasio
bobot
kering
tajuk/akar
43.6a
43.8a
4.13a
0.73b
18.7b
1.06b
nyata pada taraf
Tabel 4 Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, dan bobot kering tajuk pada tingkat polusi
dan tanaman berbeda
Pertambahan tinggi
Pertambahan jumlah
relatif
daun relatif
Bobot kering tajuk
Jenis
tanaman
I
II
I
II
I
II
A. gangetica
0.14b
0.25a
0.23a
36.69b
0.19a
50.55a
I. balsamina
0.13c
0.13bc
0.16c
0.20b
38.55ab
49.04ab
M. jalapa
0.10d
0.11d
0.05e
0.10d
14.94c
22.41c
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
5%(DMRT)
6
Tabel 5 Kandungan klorofil dan askorbat pada
perbedaan lokasi
Lokasi
Klorofil
(mg/g)
Askorbat (mg/g
jaringan daun)
I
1.222b
2518.5a
II
980.0b
1.648a
*Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5%(DMRT)
PEMBAHASAN
Respon Pertumbuhan Tanaman
Pemilihan 2 lokasi yang digunakan
didasarkan pada kandungan polutan pada
kedua lokasi. Lokasi I memiliki kandungan
polutan yang lebih tinggi dibandingkan lokasi
II, walaupun masih dibawah baku mutu. Hal
ini karena lokasi I terletak dekat dengan jalan
raya sehingga banyak polutan yang berasal
dari asap kendaraan, sedangkan lokasi II
letaknya jauh dari jalan raya. Perbedaan
kandungan polutan yang paling besar terlihat
pada kandungan debu di lokasi I sebesar 223
µg/Nm3 dan lokasi II sebesar 52 µg/Nm3 dari
nilai baku mutu sebesar 230 µg/Nm3.
Adanya perbedaan kandungan polutan
pada 2 lokasi menyebabkan tanaman memiliki
respon pertumbuhan yang berbeda. Tanaman
pada lokasi I memiliki pertambahan tinggi
relatif, jumlah dan luas daun relatif yang lebih
rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan polutan yang
lebih tinggi pada lokasi I dapat mengganggu
pertumbuhan dan proses-proses metabolisme
tanaman, yang ditunjukkan juga dengan bobot
basah dan bobot kering tajuk pada lokasi I
lebih rendah dibandingkan lokasi II. Hal ini
sesuai dengan pendapat Larcher (1995) yang
menyatakan bahwa polutan yang menempel
pada daun, ranting, ataupun bunga bisa
menyebabkan
terganggunya
proses
fotosintesis, transpirasi, dan kerusakan
fisiologis yang mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan sel. Terganggunya pertumbuhan
sel mengakibatkan total luas daun dari
tanaman yang terkena polutan menurun,
karena laju pembentukan dan perluasan daun
terhambat serta jumlah daun yang gugur
meningkat. Proses fotosintesis bisa terganggu
(rendah) dikarenakan tertutupnya stomata
daun oleh polutan yang menyebabkan
pertukaran gas CO2 terhambat (Bell &
Treshow 2002), sehingga akumulasi bahan
kering berkurang dan tanaman mati (Fitter &
Hay 1994). Penelitian yang sama dilakukan
oleh Jissy & Jaya (2009) pada tanaman
Polyalthia longifolia dan Clerodendrom
infortunatum yang ditumbuhkan sepanjang
jalan di daerah Piarassala-Kadambathukonam
dan mengalami pertumbuhan tanaman yang
menurun hingga 50% jika dibandingkan
dengan kontrol.
Rasio bobot kering tajuk/akar pada
lokasi I juga lebih rendah dibandingkan lokasi
II. Hal ini merupakan salah satu mekanisme
tanaman untuk bertahan terhadap cekaman,
sebagai contoh pada saat tanaman mengalami
cekaman kekeringan, maka fotosintesis lebih
banyak dialokasikan ke bagian akar tanaman.
Hal ini sesuai dengan Suardi (1988) yang
menyatakan tanaman yang mengalami
cekaman seperti kekeringan dan suhu tinggi
cenderung menurunkan rasio tajuk/akar.
Jenis
A.
gangetica
memiliki
pertambahan tinggi relatif, jumlah, dan luas
daun relatif paling besar dibandingkan kedua
jenis lainnya. Faktor yang diduga berpengaruh
adalah umur fisiologi daun yang lebih lama (±
28 hari) dan morfologi daun. Morfologi daun
A. gangetica yang kasar, banyak trikoma, dan
merupakan tanaman liar yang biasa ditemukan
di tepi jalan (Backer & Brink 1968). Struktur
morfologi
yang
dimiliki
tersebut
menyebabkan polutan yang ada tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini
juga ditunjukkan pada rasio bobot kering
tajuk/akar paling besar dibandingkan kedua
jenis yang lain, sehingga dapat diasumsikan
bahwa tanaman A. gangetica mempunyai
tingkat toleransi tinggi terhadap polutan.
Impatiens balsamina dan Mirabilis jalapa
memiliki pertambahan tinggi, jumlah dan luas
daun relatif lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan kedua
tanaman ini lebih dipengaruhi oleh polutan.
Respon fisiologi tanaman terhadap
polutan ditunjukkan dengan gejala kerusakan
daun. Pada I. balsamina bagian ujung daun
menguning dan mengering, sedangkan M.
jalapa daun menguning dan bagian pinggir
daun menggulung. Kerusakan daun yang
terjadi mengakibatkan proses fotosintesis
tanaman terganggu, sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi rendah. Tanaman M. jalapa
memiliki rasio bobot kering tajuk/akar yang
rendah diduga karena proses fotosintesis yang
terganggu karena polutan. Hal ini terlihat pada
jumlah daun dan cabang baru yang dihasilkan
lebih sedikit, dan jumlah daun gugur banyak
(Lampiran 4). Hal yang sama dibuktikan juga
oleh Wijarso (1997)
bahwa fotosintesis
terganggu pada tanaman Angsana dan Mahoni
yang terpapar SO2 (0.01-0.03 ppm) dan NOx
7
(0.0003-0.0010 ppm) selama 3 bulan,
sehingga berkurangnya kemampuan tanaman
dalam menyerap nutrisi dari tanah. Hal ini
menyebabkan daun Angsana dan Mahoni
mengalami kerusakan kronis (daun berwarna
kuning). Tanaman Olea europaea L. Morailo
mengalami nekrosis pada < 0.03 ppb O3 yang
dipapar selama ± 100 hari (Minnocci et al.
1997).
Hal serupa dilaporkan terjadi pada
pertumbuhan tanaman Plantago major dan
Phaseolus vulgaris yang cenderung menurun
pada jarak 3 m dibandingkan jarak 200 m dari
jalan
raya
(Solo-Semarang
km-38)
(Solichatun 2007). Hal yang sama juga
dibuktikan oleh Sulistijorini (2008) bahwa
tanaman G. arborea, C. burmanii, dan M.
elengi mengalami pertumbuhan relatif yang
rendah pada daerah terpolusi (Jagorawi).
Selain disebabkan oleh polutan, pertumbuhan
tanaman terganggu juga dapat disebabkan
karena kekurangan air. Hal ini dibuktikan
pada tanaman Caisim, Bayam, dan Padi Gogo
mengalami pertumbuhan yang menurun pada
perlakuan cekaman kekeringan (Arifai 2009).
Respon Fisiologi Tanaman
Kandungan klorofil tanaman di lokasi I
lebih rendah dibandingkan lokasi II yang
menggambarkan bahwa polutan yang lebih
tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologi
pada tumbuhan. Hal ini sesuai dengan Sing et
al. (1991) yang menyatakan keberadaan
polutan dapat menurunkan kandungan klorofil
tanaman. Polutan (debu) yang menempel dan
masuk ke daun melalui stomata akan merusak
jaringan mesofil, palisade dan bunga karang
daun. Jaringan palisade yang rusak akan
menyebabkan rusaknya kloroplas, sehingga
pembentukkan klorofil akan terhambat yang
berakibat terjadinya klorosis (Mudd 1975).
Pada umumnya kandungan klorofil tanaman
akan mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan bahan pencemar udara (polutan)
(Mowli et al. 1989; Roziaty 2009), namun ada
pula yang dapat meningkatkannya seperti
NO2. Hal ini sesuai dengan hasil yang
dilaporkan oleh Udayana (2004) bahwa
tanaman sengon di Jakarta Interchange
memiliki kandungan klorofil yang rendah.
Mulya (2005) juga mengatakan pada Lichenes
yang sensitif, pemaparan kronis dengan
konsentrasi 0.01 ppm SO2 menyebabkan
hilangnya
klorofil,
sedangkan
pada
konsentrasi 5 ppm SO2 selama 24 jam
menyebabkan klorofil terdegradasi menjadi
phaeophitin dan Mg2+. Hal ini dibuktikan juga
oleh Roziaty (2009) bahwa kandungan
klorofil Pterocarpus indicus Willd cenderung
menurun pada lokasi yang semakin dekat dari
sumber emisi PUSRI dan Solichatun (2007)
kandungan klorofil Phaseolus vulgaris rendah
pada daerah terpolusi.
Tanaman pada lokasi I memiliki
kandungan asam askorbat (ASA) yang lebih
besar dibandingkan lokasi II. Hal ini
merupakan respon tanaman pada lokasi I yang
mengalami cekaman karena kandungan
polutan yang lebih tinggi pada lokasi I. Asada
(1994) menyatakan bahwa asam askorbat
(ASA) merupakan antioksidan untuk sistem
pertahanan tanaman terhadap cekaman,
termasuk cekaman akibat polutan atau
kekeringan. Pada tanaman Caisim, Padi Gogo,
dan Echinochola memiliki kandungan ASA
tinggi pada perlakuan cekaman kekeringan
(Arifai 2009). Hal serupa dibuktikan oleh
Menser (1967) pada Nicotiana tobacum L.
mengalami peningkatan asam askorbat (ASA)
yang terpapar 0.45-0.55 ppm O3 selama 1.5
jam dibandingkan kontrol. Sejalan dengan
penurunan kandungan klorofil, peningkatan
asam askorbat (ASA) pada tanaman di lokasi I
ini menunjukkan bahwa kondisi polutan pada
lokasi I menyebabkan cekaman pada tanaman
yang digunakan.
SIMPULAN
Polusi yang lebih tinggi pada lokasi I
menyebabkan penurunan pertumbuhan pada
tanaman A. gangetica, I. balsamina, dan M.
jalapa dibandingkan lokasi II. Tanaman pada
lokasi I memiliki kandungan klorofil dan rasio
bobot kering tajuk/akar yang lebih rendah
dibandingkan pada lokasi II dan peningkatan
asam askorbat (ASA) tanaman pada lokasi I
merupakan respon fisiologi tanaman terhadap
cekaman polusi udara yang lebih tinggi.
SARAN
Pada penelitian yang sama perlu
dilakukan analisis unsur hara tanaman untuk
mengetahui faktor lain yang mempengaruhi
respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman
selain polutan. Selain itu, perlu dilakukan
pengamatan jumlah daun yang gugur untuk
mengetahui jenis tanaman yang paling
terganggu pertumbuhannya karena polutan.
7
(0.0003-0.0010 ppm) selama 3 bulan,
sehingga berkurangnya kemampuan tanaman
dalam menyerap nutrisi dari tanah. Hal ini
menyebabkan daun Angsana dan Mahoni
mengalami kerusakan kronis (daun berwarna
kuning). Tanaman Olea europaea L. Morailo
mengalami nekrosis pada < 0.03 ppb O3 yang
dipapar selama ± 100 hari (Minnocci et al.
1997).
Hal serupa dilaporkan terjadi pada
pertumbuhan tanaman Plantago major dan
Phaseolus vulgaris yang cenderung menurun
pada jarak 3 m dibandingkan jarak 200 m dari
jalan
raya
(Solo-Semarang
km-38)
(Solichatun 2007). Hal yang sama juga
dibuktikan oleh Sulistijorini (2008) bahwa
tanaman G. arborea, C. burmanii, dan M.
elengi mengalami pertumbuhan relatif yang
rendah pada daerah terpolusi (Jagorawi).
Selain disebabkan oleh polutan, pertumbuhan
tanaman terganggu juga dapat disebabkan
karena kekurangan air. Hal ini dibuktikan
pada tanaman Caisim, Bayam, dan Padi Gogo
mengalami pertumbuhan yang menurun pada
perlakuan cekaman kekeringan (Arifai 2009).
Respon Fisiologi Tanaman
Kandungan klorofil tanaman di lokasi I
lebih rendah dibandingkan lokasi II yang
menggambarkan bahwa polutan yang lebih
tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologi
pada tumbuhan. Hal ini sesuai dengan Sing et
al. (1991) yang menyatakan keberadaan
polutan dapat menurunkan kandungan klorofil
tanaman. Polutan (debu) yang menempel dan
masuk ke daun melalui stomata akan merusak
jaringan mesofil, palisade dan bunga karang
daun. Jaringan palisade yang rusak akan
menyebabkan rusaknya kloroplas, sehingga
pembentukkan klorofil akan terhambat yang
berakibat terjadinya klorosis (Mudd 1975).
Pada umumnya kandungan klorofil tanaman
akan mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan bahan pencemar udara (polutan)
(Mowli et al. 1989; Roziaty 2009), namun ada
pula yang dapat meningkatkannya seperti
NO2. Hal ini sesuai dengan hasil yang
dilaporkan oleh Udayana (2004) bahwa
tanaman sengon di Jakarta Interchange
memiliki kandungan klorofil yang rendah.
Mulya (2005) juga mengatakan pada Lichenes
yang sensitif, pemaparan kronis dengan
konsentrasi 0.01 ppm SO2 menyebabkan
hilangnya
klorofil,
sedangkan
pada
konsentrasi 5 ppm SO2 selama 24 jam
menyebabkan klorofil terdegradasi menjadi
phaeophitin dan Mg2+. Hal ini dibuktikan juga
oleh Roziaty (2009) bahwa kandungan
klorofil Pterocarpus indicus Willd cenderung
menurun pada lokasi yang semakin dekat dari
sumber emisi PUSRI dan Solichatun (2007)
kandungan klorofil Phaseolus vulgaris rendah
pada daerah terpolusi.
Tanaman pada lokasi I memiliki
kandungan asam askorbat (ASA) yang lebih
besar dibandingkan lokasi II. Hal ini
merupakan respon tanaman pada lokasi I yang
mengalami cekaman karena kandungan
polutan yang lebih tinggi pada lokasi I. Asada
(1994) menyatakan bahwa asam askorbat
(ASA) merupakan antioksidan untuk sistem
pertahanan tanaman terhadap cekaman,
termasuk cekaman akibat polutan atau
kekeringan. Pada tanaman Caisim, Padi Gogo,
dan Echinochola memiliki kandungan ASA
tinggi pada perlakuan cekaman kekeringan
(Arifai 2009). Hal serupa dibuktikan oleh
Menser (1967) pada Nicotiana tobacum L.
mengalami peningkatan asam askorbat (ASA)
yang terpapar 0.45-0.55 ppm O3 selama 1.5
jam dibandingkan kontrol. Sejalan dengan
penurunan kandungan klorofil, peningkatan
asam askorbat (ASA) pada tanaman di lokasi I
ini menunjukkan bahwa kondisi polutan pada
lokasi I menyebabkan cekaman pada tanaman
yang digunakan.
SIMPULAN
Polusi yang lebih tinggi pada lokasi I
menyebabkan penurunan pertumbuhan pada
tanaman A. gangetica, I. balsamina, dan M.
jalapa dibandingkan lokasi II. Tanaman pada
lokasi I memiliki kandungan klorofil dan rasio
bobot kering tajuk/akar yang lebih rendah
dibandingkan pada lokasi II dan peningkatan
asam askorbat (ASA) tanaman pada lokasi I
merupakan respon fisiologi tanaman terhadap
cekaman polusi udara yang lebih tinggi.
SARAN
Pada penelitian yang sama perlu
dilakukan analisis unsur hara tanaman untuk
mengetahui faktor lain yang mempengaruhi
respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman
selain polutan. Selain itu, perlu dilakukan
pengamatan jumlah daun yang gugur untuk
mengetahui jenis tanaman yang paling
terganggu pertumbuhannya karena polutan.
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN
Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa
PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
8
DAFTAR PUSTAKA
Arnon DI. 1959. Copper Enzymes in Isolated
Chloroplast. Polyphenol oxidase in
Beta vulgaris. Plant Physiol 24:1-15.
Arifai M. 2009. Respon Anatomi Daun dan
Parameter Fotosintesis Tumbuhan Padi
Ggo, Caisim, Bayam, dan Echinochloa
crussgalli L. pada Berbagai Cekaman
Kekeringan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asada K. 1994. Mechanisms for scavenging
reactive molecules generated in
chloroplasts under light stress. Di
dalam: Baker NR, Bowyer JR, editor.
Photoinhibition of Photosynthesis.
from Molecular Mechanisms to the
®eld. Oxford: Bios Scientic Publishers,
129-142.
Backer CA, Brink BVD. 1968. Flora of Java
vol
II.
Netherlands:
WoltersNoordhoff.
Bell JNB, Treshow M. 2002. Air Pollution
and Plant Life. England: John Willey&
Sons, Ltd.
Fakuara MY. 1987. Hutan Kota dan
Permasalahannya [skripsi]. Bogor:
Departemen
Manajemen
Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Fitter AH, Hay RKM. 1994. Fisiologi
Lingkungan Tanaman. Andani S dan
ED
Purbayanti,
penerjemah.
Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press.
Terjemahan
dari
Environtmental
Physiology of Plant.
Gaman PM, Sherrinton KB. 1981. The
Science of Food, An Introduction to
Food
Science,
Nutrition
and
Microbiology, 2nd ed. Pargamon Press.
Gede SAA. 2008. Dampak Bising dan
Kualitas Udara pada Lingkungan Kota
Denpasar. J Bumi Lestari. Vol VIII
(2):162-167.
Heggestad HE, Heck WW. 1971. Nature,
Extent, and Variation of Plants
Response to Air Pollutants. Di dalam:
Brady NC, editor. Advances in
Agronomy. New York: Academic
Press.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia II. Jakarta: Yayasan Sarana
Wana Jaya.
Hoyano A, Yagi S, Yui M. 1992. Feature of
Thermal Environtment Made by Plants
in Outdoor space (in Japanese). J
Archit. Plann. Environ. Eng, AIJ
433:1-10.
Jissy JS, Jaya DS. 2009. Evaluation of Air
Pollution Tolerance Index of Selected
Plant Species Along Roadsides in
Thiruvananthaparum, Kerala. J of
Environ Biol 31:379-386.
Lambers H, Chapin III FS, Pons TL. 1998.
Plant Physiological Ecology. New
York: Springer.
Larcher W. 1995. Physiological Plant
Ecology. Berlin: Springer.
Menser HA. 1967. Response of Plants to Air
Pollutants III A Relation Between
Ascorbic Acid Levels and Ozone
Susceptibility to Light Precondition
Tobacco Plants. ---:564-567.
Minnocci A, Panicucci A, Sebastiani L,
Lorenzini G, Vitagliano C. 1997.
Physiological
and
Morphological
Responses of Olive Plants to Ozone
Exposure During A growing Season.
Tree Physiol 19:391-397.
Mowli PP, Subbayrs NV, Rao BS, Kumar R.
1989. Realtion between Particulate Air
Pollution due to Traffic and
Consecntration of Plant Chlorophyll.
Asian Environment 4th.
Mudd JB. 1975. Sulfur dioxide: Respont of
Plant to Air Pollution. London:
Academic Press.
Mulya SED. 2005. Pencemaran Udara,
Respon Tanaman, dan Pengaruhnya
pada Manusia [skripsi]. Sumatera
Utara: Studi Kehutanan, Universitas
Sumatera Utara.
Nasrullah N, Gandanegara S, Suharsono H,
Wungkar M, Gunawan A. 2000.
Pengukuran Serapan Polutan Gas NO2
pada Tanaman Tipe Pohon, Semak,
dan
Penutup
Tanah
dengan
menggunakan Gas NO2 Bertanda 15N.
Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Isotop
dan Radiasi :181-186.
Prugnaire FI, Valladares F. 2007. Functional
Plant Ecology, 2nd Ed. New York:
CRC Press.
Reiss R. 1993. Experiment in Plant
Physiology Part I; Plant Biochemistry,
Determination of Ascorbic Acid
Content of Cabbage. P 1-7.
Roziaty E. 2009. Kandungan Klorofil,
Struktur Anatomi Daun Angsana
(Pterocarpus indicus Willd.) dan
Kualitas Udara Ambien di sekitar
Kawasan Industri Pupuk PT. Pusri di
Palembang [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
9
Singh SK, Rao DN, Agrawal M, Pandey J
Narayan D. 1991. Air Pollution
Tolerance Index of Plant. J Environ
Mgmt 32: 45-55.
Sitanggang. 1999. Pencemaran Lingkungan
Hidup Kota Jakarta. Jakarta: Mitra
Gama Widya.
Solichatun EA. 2007. Kajian klorofil dan
karetonoid Plantago major L dan
Phaseolus
vulgaris
L.
sebagai
Bioindikator
Kualitas
Udara.
Biodiversitas 8(4):279-282.
Spirn AW. 1987. Better Air Quality at Street
Level: Strategies for Urban Design.
London: Nostrand Reinhold Book.
Suardi D. 1988. Pemilihan Varietas Padi
Tahan Kekeringan. J Penelitian dan
Pengembangan Pertanian VII (1): 1-9.
Sulistijorini, Mas
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN
Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa
PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
MERI LESTARI. Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens
balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda. Dibimbing oleh
SULISTIJORINI dan HAMIM.
Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan dan
penurunan kualitas udara. Tanaman mempunyai respon yang berbeda pada daerah terpolusi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia
gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda di Bogor.
Tanaman diletakkan pada polybag dan selama 3 bulan ditumbuhkan pada kondisi yang berbeda:
(1) tingkat polusi yang lebih tinggi dan (2) tingkat polusi yang lebih rendah. Respon pertumbuhan
yang diamati meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot
basah akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar. Respon
fisiologi yang diamati meliputi kandungan klorofil dan asam askorbat tanaman. Tingkat polusi
yang berbeda menyebabkan pertumbuhan yang berbeda pada tanaman Asystasia gangetica,
Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Tanaman yang tumbuh pada tingkat polusi yang lebih
tinggi memiliki kandungan klorofil dan rasio tajuk/akar lebih rendah dibandingkan pada lokasi
dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Polusi yang lebih tinggi menyebabkan tanaman
meningkatkan produksi asam askorbat karena mengalami cekaman polutan. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh pada daerah terpolusi lebih sensitif, walaupun
kandungan polutan lebih rendah dibandingkan ambang batas baku mutu udara.
Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, respon
pertumbuhan, dan respon fisiologi
ABSTRACT
MERI LESTARI. Growth and physiology responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina,
and Mirabilis jalapa in different pollution level. Supervised by SULISTIJORINI and HAMIM.
Air pollution is an environmental issue that causes the changing and decreasing of air
quality. The plants have different response to the aerial pollution. The purpose of this research was
to analyze growth and physiological responses of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and
Mirabilis jalapa grown under different level of pollution in Bogor. The plants were grown in
polybag and during 3 months they were exposed to different conditions: (1) with higher aerial
pollution and (2) with lower aerial pollution. Growth responses observed in the experiment were
the improvement of relative high, leaf number, leaf area, and the value of roots and shoot fresh
weight, dry weight, and ratio of shoot/roots. Physiologycal responses observation was also
analysed, including chlorophyll and ascorbic acid content. Different pollutant intentsity caused
different in growth of Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa. The plants
grown in higher pollution had lower chlorophyll and lower shoot/roots ratio as compared to those
grown in lower pollution. Higher aerial pollution caused the plant underwent stress indicated by
the increase of ascorbic acid content. The data showed that the plants were sensitive to the aerial
pollution even though the pollutant content was still lower than below the standard threshold.
Key word : Air pollutant, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, growth
response, and physiology response
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGI TANAMAN
Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa
PADA TINGKAT POLUSI YANG BERBEDA
MERI LESTARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Tanaman Asystasia gangetica,
Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada Tingkat Polusi yang
Berbeda
Nama : Meri Lestari
NIM : G34063116
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si
NIP 19630920 198903 2 001
Dr. Ir. Hamim, M.Si
NIP 19650322 199002 1 001
Diketahui:
Ketua Departemen Biologi,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas kasih dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 12 Oktober 1987, dari ayah Sukirman dan Ibu
Yusniar Siregar. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis lulus SD Semen Padang pada tahun 2000, lulus SMPN 8 Padang tahun 2003, lulus
SMA Semen Padang tahun 2006, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Setahun kemudian penulis mendapat mayor Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan minor Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia.
Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di laboratorium rumah sakit Semen Padang pada
tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa mayor Biologi, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar pada tahun 2009/2010 dan 2010/2011, Fisiologi Tumbuhan tahun 2009/2010, dan
Perkembangan dan Pertumbuhan Tanaman pada tahun 2010/2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................................
Tujuan .......................................................................................................................
1
1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ....................................................................................................
Alat dan Bahan ..........................................................................................................
Rancangan Penelitian ................................................................................................
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ..........................................................................
Persiapan Media Tanam dan Pembibitan ...................................................................
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman ....................................................................
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ...........................................................................
Luas Daun Total Tanaman .........................................................................................
Analisis Klorofil Daun ...............................................................................................
Analisis Asam Askorbat ............................................................................................
Analisis Data .............................................................................................................
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
HASIL
Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ...........................................................................
Pengamatan Respon Pertumbuhan Tanaman ..............................................................
Pengamatan Respon Fisiologi Tanaman .....................................................................
4
4
5
PEMBAHASAN...................................................................................................................
6
SIMPULAN ........................................................................................................................
7
SARAN ...............................................................................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
8
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 10
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
Hasil analisis kualitas udara di Babakan Dramaga dan lingkungan kampus
IPB Dramaga ...............................................................................................................
4
Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah
akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar
pada perbedaan lokasi ..................................................................................................
5
Pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, bobot basah
akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, dan rasio bobot kering tajuk/akar
pada perbedaan jenis tanaman ......................................................................................
5
Pertambahan tinggi relatif, luas daun relatif, dan bobot kering tajuk pada lokasi
dan tanaman berbeda ...................................................................................................
5
Kandungan klorofil dan asam askorbat pada perbedaan lokasi .......................................
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Metode pengukuran data lingkungan ............................................................................ 11
2
Analisis tanah .............................................................................................................. 11
3
Analisis kompos ........................................................................................................... 11
4
Perbandingan ketiga jenis tanaman di lokasi I dan lokasi II .......................................... 12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan
kualitas
udara
dapat
diakibatkan oleh perubahan lingkungan yang
pada umumnya disebabkan oleh polutan di
udara, diantaranya SOx, CO, HC, NOx, dan
partikel debu (Sitanggang 1999). Debu yang
ada dalam udara sebagian besar disebabkan
oleh kontribusi zat pencemar partikulat yang
berasal dari kendaraan bermotor (Gede 2008).
Pencemaran udara dapat mengakibatkan
perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga
dapat mengakibatkan stres fisiologi, bau tidak
sedap, dan berbahaya serta mengancam
kehidupan dan kesehatan suatu organisme
termasuk
tanaman
(Treshow
1984).
Kerusakaan pada tanaman akibat polutan
antara lain