PENGARUH GULMA Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, DAN Cyperus rotundus PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

(1)

PENGARUH GULMA Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, DAN Cyperus rotundus PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

Oleh

Chintya Ayu Alvionita

Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro, No 1 Bandar Lampung 35145

ABSTRAK

Produksi jagung pada tiap tahunnya cenderung menurun. Salah satu penyebabnya adalah gulma. Gulma merupakan masalah penting karena dapat berkompetisi dengan tanaman pokok sehingga dapat menurunkan produksi tanaman.

Penurunan produksi jagung dipengaruhi oleh jenis dan kerapatan gulma. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: (1). Pengaruh jenis gulma terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, (2). Pengaruh kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, (3). Interaksi antara jenis dan kerapatan gulma dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan di Natar Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas Lampung pada bulan Desember 2014-April 2015. Perlakuan disusun secara Faktorial (3x5) dalam Rancangan Petak – Petak Berjalur dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis gulma yaitu Asystasia


(2)

asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1). Jenis gulma mempengaruhi bobot kering tajuk tanaman, bobot tongkol jagung, dan bobot pipilan jagung namun tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, populasi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, dan bobot 100 butir. Gulma

Rottboellia exaltata memiliki daya tekan lebih tinggi dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dibandingkan gulma Asystasia gangetica dan Cyperus rotundus. (2). Kerapatan 40 gulma/m2 mempengaruhi bobot 100 butir namun kerapatan 10, 20, dan 80 gulma/m2 tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. (3). Tidak terdapat interaksi antara jenis dan kerapatan gulma dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

Kata kunci: Jagung, gulma, kompetisi, Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, Cyperus rotundus.


(3)

PENGARUH GULMA Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, DAN Cyperus rotundus PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

Oleh

Chintya Ayu Alvionita

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

l{ama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Jurusan

Fakultas

Z,/,3

V

Ir.

fleranratt

llamim,

nf.S. ilrP 195 1 121219$103200 1

RottbreIlla

exaltata,

DAN

Llperus

rotundus

PADA BDKBAGAI TINGI{AT

I{DBAPAT?IN TDBAADAP PEBIT}IIIBUIIAN

DAN PRODUI{SI TtrNAFIAN JAGUNQ (Zea maSrCl

Cfnrrry,{ilp

"{tionitn

ttL4t210M

Agroteknologi Pertanian

IIDT{YDTUJUI

1. Komisi Pembimbing

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Ir.

Kusnnanta F.

IltdayaL !f.P.

NrP 196/$ 1 1 18 19B90ZLOA2

Ir.

Dad K.J Sembodo,

!f.$.


(5)

IttENGESAIII{AN

1. Tim Pengqii

t{€tua :

Ir.

Ilerawatl llamlm,

Ff.S.

Selretaris :

Ir.

Dad

K.J Semborlo,

!f.$.

Penguji

Bukan

Pembimbing

:

Prof. Dr. Nanlk Sriyanl,

l[.Sc.


(6)

Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang

berjudul : '(Pengaruh Gulma,4systasia gangetica, Rottboellia exaltata, dan

Cyperus rotundus pada Berbagai Tingkat Kerapatan terhadap Pertumbuhan

dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays)'o merupakan hasil karya saya

sendiri dan bukan hasil karya orang lain. Semua hasil yang tertuang dalam skripsi

ini telah mengikuti kaidah penulisan karya ilmiah Universitas Lampung. Apabila

dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan hasil salinan atau dibuat

oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi sesuai dengan ketentuan

.akademik yang berlaku.

Bandar Lampung, September 2015

Penulis,

Chintya Ayu Alvionita


(7)

i

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Timur pada 29 Oktober 1993 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Salam Juremi dan Ibu Yulismiarti. Penulis memulai pendidikan TK di TK Aisiyah Kotagajah, Lampung tengah pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 03 Kotagajah,

Lampung Tengah hingga kelas 2 SD kemudian melanjutkan kelas 3 dan 4 di SD Negeri 01 Seputih jaya, Lampung Tengah, setelah itu kelas 5 dan 6 penulis kembali melanjutkan sekolah di SD Negeri 03 Kotagajah, Lampung Tengah dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMP Negeri 02 Kotagajah, Lampung Tengah dan lulus pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 01 Kotagajah, Lampung Tengah dan lulus pada tahun 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML). Selama menjadi mahasiswa Agroteknologi penulis aktif menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah, seperti Fisiologi Tumbuhan pada tahun 2013/2014, Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma pada tahun 2014/2015, serta Pengelolaan Gulma Perkebunan pada tahun 2014/2015. Pada Januari tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur dengan tema “Pemberdayaan Masyarakat dan


(8)

ii

Peningkatan Kapasitas Pemerintah Desa”, pada Juli tahun 2014 penulis

melaksanakan Praktik Umum dengan judul “Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit

(Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan di Perkebunan PTPN VII Unit


(9)

Bismillahhirrohmanirrohim,,. Dengan penuh rasa syukur dan bangga

ku persembahkan karya sederhanaku ini kepada kedua orang tua ku tersayang, kakakku, dan seluruh keluarga besarku yang kusayangi dan menyayangiku, dan juga kepada semua

yang telah memberikan kasih sayang, semangat, pengorbanan, dan memotivasiku serta kepada Almamaterku tercinta.


(10)

"Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan." (Herodotus)

"Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi

bangkit kembali setiap kali kita jatuh." (Confusius)

"Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan

dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah." (Abu Bakar Sibli)


(11)

i

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan ini penulis tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Herawati Hamim, M. S., selaku ketua tim penguji dan pembimbing pertama yang telah memberikan saran, pengarahan, semangat, dan waktu yang sangat berharga selama penulis penelitian hingga menyelesaikan skripsi. 2. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M. S., selaku sekretaris tim penguji dan

pembimbing kedua yang telah memberikin pengarahan, semangat, serta waktu dalam membimbing penulis penelitian hingga menyelesaikan skripsi. 3. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M. Sc., selaku penguji bukan pembimbing

yang telah memberikan saran, bantuan, kesabaran, waktu, dan arahan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Herry Novriansyah, M. Si., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan arahan.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(12)

7. Seluruh dosen Jurusan Agroteknologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan berharga selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Yang tercinta Ibunda Yulismiarti, Ayahanda Salam Juremi, Kakakku Willie Anggrian, dan keluarga besarku yang senantiasa berjuang tak kenal lelah, memberikan kasih sayang, dukungan, mendoakan, dan memotivasi sepanjang hidup penulis.

9. Kekasih hatiku Yoga Prima Shawalda yang telah memberi kasih sayang, doa, semangat, dan waktu selama penulis penelitian hingga menyelesaikan skripsi. 10. Agatha C., Deasy M. S, Dwi H., Dita A., Eka E., Dera F. E., Risa N., Ria P.,

Tio P., Abang Mustajab, Abang Niko, Mas Khoiri, Mas Gono, para pekerja dan teman – teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya atas kesediaan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

11. Sahabat – sahabat terbaikku di A NO NAME yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Rekan seperjuangan Agroteknologi 2011.

Kiranya Allah SWT membalas kebaikan Saudara Sekalian. Kritik dan saran yang bersifat membangaun dan membantu kesempurnaan skripsi ini akan selalu

diterima dengan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi kami.

Bandar Lampung, September 2015 Penulis


(13)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 7

1.5 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Botani Jagung ... 10

2.2 Gulma Secara Umum ... 14

2.3 Kompetisi Secara Umum ... 15

2.4 Macam – macam Gulma ... 17

2.4.1 Rottboellia exaltata ... 17

2.4.2 Asystasia gangetica ... 19

2.4.3 Cyperus rotundus ... 20

III. BAHAN DAN METODE ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22


(14)

3.3 Metode Penelitian ... 22

3.4 Pelaksanaan penelitian ... 23

3.4.1 Pembuatan petak percobaan ... 23

3.4.2 Penanaman jagung ... 24

3.4.3 Penanaman gulma ... 25

3.4.4 Pemeliharaan ... 26

3.5 Variabel Pengamatan ... 27

3.5.1 Pertumbuhan gulma ... 27

3.5.2 Pertumbuhan tanaman ... 28

3.5.3 Komponen hasil ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Pertumbuhan Gulma ... 32

4.1.1 Persentase Penutupan Gulma ... 32

4.1.2 Bobot Kering Gulma ... 38

4.2 Pertumbuhan Tanaman ... 40

4.2.1 Tinggi Tanaman Jagung ... 40

4.2.2 Jumlah Daun Tanaman Jagung ... 42

4.2.3 Populasi Tanaman Jagung Petak Panen ... 43

4.2.4 Bobot Kering Tanaman Jagung ... 44

4.3 Komponen Hasil ... 48

4.3.1 Bobot, Panjang, dan Diameter Tongkol Jagung ... 48

4.3.2 Bobot 100 Butir Jagung pada Kadar Air 14% ... 54

4.3.3 Bobot Pipilan Jagung ... 56

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 61

PUSTAKA ACUAN ... 62


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma 3 MST (%). ... 33 2. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma 6 MST (%). ... 35 3. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma 9 MST (%). ... 37 4. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot kering

gulma (g/0,25m2). ... 39 5. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap tinggi tanaman

jagung pada umur 3, 6, dan 9 MST. ... 41 6. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap jumlah daun

tanaman jagung pada umur 3, 6, dan 9 MST. ... 43 7. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot kering

tajuk tanaman jagung. ... 45 8. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot kering

akar tanaman jagung. ... 47 9. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot, panjang,

dan diameter tongkol jagung. ... 49 10.Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot 100 butir. . 55 11.Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot

pipilan jagung. ... 57 12.Persentase penutupan gulma pada 3MST (%). ... 66 13.Transformasi persentase penutupan gulma pada


(16)

14.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah transformasi presentase penutupan gulma pada

3 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 68 15.Analisis ragam transformasi persentase penutupan gulma pada

3 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 68 16.Persentase penutupan gulma pada 6MST (%). ... 69 17.Transformasi persentase penutupan gulma pada

6 MST: √(√(√(x+0,5))) (%). ... 70 18.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi presentase penutupan gulma pada

6 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 71 19.Analisis ragam transformasi persentase penutupan gulma pada

6 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 71 20.Persentase penutupan gulma pada 9 MST (%). ... 72 21.Transformasi persentase penutupan gulma pada:

9 MST √(√(√(x+0,5))) (%). ... 73 22.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi persentase penutupan gulma pada

9 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 74 23.Analisis ragam transformasi persentase penutupan gulma pada

9 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 74 24.Bobot kering gulma (g/0,25 m2). ... 75 25.Transformasi bobot kering gulma √(√(√(x+0,5))) (g/0,25 m2). .. 76 26.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi bobot kering gulma √(√(√(x+0,5))). ... 77 27.Analisis ragam transformasi

bobot kering gulma √(√(√(x+0,5))). ... 77 28.Tinggi tanaman pada 3 MST (cm). ... 78 29.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman jagung 3 MST. ... 79 30.Analisis ragam tinggi tanaman pada 3 MST. ... 79


(17)

vii 31.Tinggi tanaman pada 6 MST (cm). ... 80 32.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman jagung 6 MST. ... 81 33.Analisis ragam tinggi tanaman pada 6 MST. ... 81 34.Tinggi tanaman pada 9 MST (cm). ... 82 35.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman jagung 9 MST. ... 83 36.Analisis ragam tinggi tanaman pada 9 MST. ... 83 37.Jumlah daun tanaman jagung pada 3 MST (helai/tanaman). ... 84 38.Transformasi jumlah daun tanaman jagung

3 MST: √(√(√(x+0,5))) (helai/tanaman). ... 85 39.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi jumlah daun tanaman jagung

3 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 86 40.Analisis ragam transformasi jumlah daun tanaman jagung

3 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 86 41.Jumlah daun tanaman jagung pada 6 MST (helai/tanaman). ... 87 42.Transformasi jumlah daun tanaman jagung

6 MST: √(√(√(x+0,5))) (helai/tanaman). ... 88 43.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi jumlah daun tanaman jagung

6 MST √(√(√(x+0,5))). ... 89 44.Analisis ragam transformasi jumlah daun tanaman jagung

6 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 89 45.Jumlah daun tanaman jagung pada 9 MST (helai/tanaman). ... 90 46.Transformasi jumlah daun tanaman jagung

9 MST: √(√(√(x+0,5))) (helai/tanaman). ... 91 47.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi jumlah daun tanaman jagung


(18)

48.Analisis ragam transformasi jumlah daun tanaman jagung

9 MST: √(√(√(x+0,5))). ... 92 49.Populasi tanaman jagung petak panen pada 3 MST

(tanaman/2,25 m2). ... 93 50.Populasi tanaman jagung petak panen pada 6 MST

(tanaman/2,25 m2). ... 94 51.Populasi tanaman jagung petak panen pada 9 MST

(tanaman/2,25 m2). ... 95 52.Bobot kering tajuk tanaman (g/2 tanaman). ... 96 53.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot kering tajuk tanaman. ... 97 54.Analisis ragam bobot kering tajuk tanaman. ... 97 55.Bobot kering akar tanaman (g/2 tanaman). ... 98 56.Transformasi bobot kering akar tanaman

: √(x+0.5) (g/2 tanaman). ... 99 57.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

transformasi bobot kering akar tanaman : √(x+0.5). ... 100 58.Analisis transformasi ragam bobot kering akar

tanaman : √(x+0.5). ... 100 59.Bobot tongkol jagung (kg/2,25 m2). ... 101 60.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot tongkol jagung. ... 102 61.Analisis ragam bobot tongkol jagung. ... 102 62.Panjang tongkol jagung (cm). ... 103 63.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

panjang tongkol jagung. ... 104 64.Analisis ragam panjang tongkol jagung. ... 104 65.Diameter tongkol jagung (cm). ... 105 66.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah


(19)

ix 67.Analisis ragam diameter tongkol jagung. ... 106 68.Bobot 100 butir jagung (g). ... 107 69.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot 100 butir jagung. ... 108 70.Analisis ragam bobot 100 butir jagung. ... 108 71.Bobot pipilan jagung petak panen (kg/2,25 m2). ... 109 72.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot pipilan jagung petak panen. ... 110 73.Analisis ragam bobot pipilan jagung petak panen. ... 110 74.Bobot pipilan jagung per hektar (ton/ha). ... 111 75.Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot pipilan jagung per hektar. ... 112 76.Analisis ragam bobot pipilan jagung per hektar. ... 112


(20)

Gambar Halaman

1. Gulma Rottboellia exaltata. ... 18

2. Gulma Asystasia gangetica. ... 19

3. Gulma Cyperus rotundus. ... 20

4. Tata letak percobaan. ... 24

5. Petak perlakuan dengan posisi penanaman tanaman jagung. ... 25

6. Petak perlakuan dengan posisi penanaman gulma. ... 26

7. Pengambilan sampel gulma di petak perlakuan. ... 28

8. Pengambilan tanaman di petak perlakuan. ... 30

9. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap persentase penutupan gulma pada 3 MST. ... 33

10. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap persentase penutupan gulma pada 3 MST. ... 34

11. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap persentase penutupan gulma pada 9 MST. ... 37

12. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap persentase penutupan gulma pada 9 MST. ... 38

13. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap tinggi tanaman jagung umur 3, 6, dan 9 MST. ... 41

14. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap tinggi tanaman jagung umur 3, 6, dan 9 MST. ... 42

15. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap bobot kering tajuk tanaman jagung. ... 46


(21)

xi 16. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap bobot kering

tajuk tanaman jagung. ... 46 17. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap bobot kering

akar tanaman jagung. ... 48 18. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap bobot kering

akar tanaman jagung. ... 48 19. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap bobot tongkol jagung. .... 50 20. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap

bobot tongkol jagung. ... 51 21. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap panjang tongkol jagung. .. 52 22. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap

panjang tongkol jagung. ... 52 23. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap diameter

tongkol jagung. ... 53 24. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap

diameter tongkol jagung. ... 54 25. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap bobot

100 butir jagung. ... 56 26. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap

bobot 100 butir jagung. ... 56 27. Grafik pengaruh jenis gulma terhadap bobot pipilan jagung

per hektar. ... 58 28. Grafik pengaruh kerapatan gulma terhadap bobot


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman pangan yang penting di dunia, selain padi dan gandum. Jagung sebagai salah satu tanaman yang memiliki sumber

karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga sebagi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Di Indonesia seperti di Madura dan Nusa Tenggara juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Jagung sebagai tanaman pangan utama di Indonesia. Produksi jagung terbesar di Indonesia ada di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah masing – masing 5 juta ton per tahun, kemudian menyusul beberapa daerah di Sumatera seperti Medan dan Lampung, sehingga produksi di Indonesia mencapai 16 juta ton per tahun (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Menurut Badan Pusat Statistika (2013), produksi jagung di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 18,51 juta ton. Produksi ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 sebesar 0,88 juta ton, dengan penurunan produksi jagung ini Indonesia masih melakukan import jagung sebesar 3,2 juta ton dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia yang disetiap tahunnya mengalami peningkatan.


(23)

2 Jagung dibudidayakan bukan hanya untuk konsumsi manusia, tetapi jagung juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak unggas seperti ayam, bebek, burung, dan ternak ruminansia yaitu sapi, domba, serta babi. Bahkan di Negara maju, sari pati jagung diolah menjadi gula rendah kalori dan ampasnya diproses kembali untuk menghasilkan alkohol dan monosodium glutamate sehingga jagung saat ini banyak dibutuhkan (Redaksi Agro Media, 2008). Untuk dapat meningkatkan produksi jagung perlu diperhatikan beberapa faktor salah satunya adalah pengendalian gulma.

Menurut Solfiyeni dkk. (2013), gulma adalah segala tumbuhan selain tanaman budidaya. Dalam dunia pertanian gulma merupakan tumbuhan yang memberi dampak negatif bagi tanaman yang dibudidayakan secara langsung maupun tidak langsung. Gulma merupakan masalah penting karena mengganggu tanaman pokok sehingga dapat menurunkan produksi tanaman. Persentase penurunan produksi tanaman akibat kehadiran gulma pada setiap jenis tanaman berbeda tergantung pada jenis dan kerapatan gulma. Kehadiran gulma pada pertanaman jagung dapat menurunkan produksi dan mutu biji. Penurunan produksi tergantung kepada jenis gulma, kerapatan, lamanya persaingan, dan senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Menurut Sebayang dkk. (2001) dalam Pujisiswanto dan Hidayat (2008) adanya kompetisi antara tanaman jagung dan gulma

mengakibatkan produksi jagung mengalami penurunan sebesar 13 – 51%.

Kompetisi antara gulma dan tanaman pada sistem produksi tanaman budidaya berhubungan dengan ketersediaan sarana tumbuh yang ada hanya terbatas jumlahnya, seperti air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Kompetisi dibagi


(24)

menjadi dua yaitu kompetisi langsung dan tidak langsung. Kompetisi langsung adalah kompetisi untuk memperebutkan sarana tumbuh. Kompetisi tidak langsung merupakan kompetisi yang terjadi melalui proses penghambatan pertumbuhan akibat adanya senyawa kimia (alelokimia) yang dikeluarkan oleh tumbuhan yang berada didekat tanaman. Dimana proses penghambatan pertumbuhan akibat senyawa alelokimia disebut dengan alelopati (Sembodo, 2010).

Penelitian ini menggunakan beberapa jenis gulma yang biasa hidup di lahan tegalan/kering antara lain Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, dan Cyperus rotundus sehingga pada penelitian ini akan dilihat pengaruh dari kompetisi gulma terhadap pertumbuhan dan produksi jagung dengan tingkat jenis dan kerapatan gulma yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh jenis gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung?

2. Bagaimana pengaruh kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung?

3. Apakah terdapat interaksi antara jenis dan kerapatan gulma dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung?


(25)

4 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian disusun sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh jenis gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

2. Untuk mengetahui pengaruh kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

3. Untuk mengetahui interaksi jenis dan kerapatan gulma dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

1.3 Landasan Teori

Produksi jagung akan terus ditingkatkan karena kebutuhan jagung akan meningkat seiiring dengan pertumbuhan penduduk. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki produksi jagung di Indonesia dengan memperbaiki teknik budidaya tanaman. Tujuan memperbaiki teknik budidaya tanaman adalah untuk menekan pertumbuhan gulma yang dapat menyebabkan persaingan dengan tanaman jagung.

Gulma ialah tumbuhan yang memiliki persyaratan tumbuh untuk tetap hidup sama seperti tanaman. Gulma memerlukan ruang tumbuh, cahaya, air, nutrisi, CO2, dan bahan lainnya. Bahan kimia yang dikeluarkan oleh gulma disebut allelopat dan peristiwa ini disebut alelopati. Kehadiran gulma akan selalu berada disekitar tanaman budidaya, karena itu gulma akan berasosiasi dengan tanaman jika penyiyangan tidak dilakukan. Persiangan atau kompetisi terjadi jika persediaan


(26)

dari hal – hal yang dipersaingkan hanya tersedia terbatas dan tidak sesuai dengan kebutuhan masing – masing (gulma dan tanaman) (Moenandir, 2010).

Kemampuan tanaman bersaing dengan gulma ditentukan oleh spesies gulma, kepadatan gulma, saat dan lama persaingan, cara budidaya dan varietas tanaman serta tingkat kesuburan tanah. Kerapatan gulma pada areal pertanian akan menurukan produksi jagung, semakin padat populasi gulma maka tanaman akan semakin menurun produksinya. Hal ini disebabkan oleh jatah untuk syarat tumbuh tanaman yang telah dipersiapkan sebagian besar akan dimanfaatkan oleh gulma tersebut (Sembodo, 2010).

Setiap jenis tanaman memiliki periode kritis yang berbeda terhadap persaingan dengan gulma. Secara umum, periode kritis untuk tanaman semusim seperti jagung sepertiga awal umur tanaman. Periode kritis ini merupakan gambaran dari kondisi yang lemah dari tanaman, kemampuan untuk bersaing dengan gulma pun masih rendah. Oleh sebab itu, adanya gulma pada fase kritis tanaman akan berpengaruh besar pada tanaman karena dapat menimbulkan kerugian (Sembodo, 2010).

Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Mexico, tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak


(27)

6 tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar

sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut

pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994 dalam Simaremare, 2010).

Menurut penelitian Marlina (2012), kehadiran gulma Asystasia gangetica dan Cyperus rotundus memberikan pengaruh terhadap bobot kering tanaman kakao. Kerapatan gulma yang diberikan pula mempengaruhi jumlah daun tanaman kakao, pada pengamatan 12 MST persentase penuruan jumlah daun dari populasi 20, 40, dan 60 gulma/m2 yaitu sebesar 24%, 25,4%, dan 21,4%.

Keberadaan gulma yang dibiarkan tumbuh pada tanaman budidaya akan menurunkan 20–80% hasil panen. Penurunan hasil tanaman sangat bervareasi tergantung dari berbagai faktor, antara lain kemampuan tanaman berkompetisi, jenis-jenis gulma, umur tanaman dan umur gulma, teknik budidaya dan durasi mereka berkompetisi (Utami, 2004).

Produksi menurun disebabkan oleh beberapa faktor, tetapi kemungkinan besar yaitu kerapatan gulma yang diikuti dengan kondisi lahan di awal pertumbuhan. Berdasarkan informasi yang ada, harus dilakukan konservasi awal pada saat post emergence sebelum tinggi gulma mencapai 10-12,5 cm.


(28)

1.4 Kerangka Pemikiran

Dari landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat disusun kerangka pemikiran untuk membuat hipotesis. Jagung merupakan tanaman yang memiliki banyak fungsi selain hanya dikonsumsi sebagai pengganti beras. Jagung juga dapat dimanfaatkan dalam bahan baku industri. Sehingga tanaman jagung tergolong tanaman yang sangat penting terutama di Indonesia.

Pentingnya tanaman jagung di Indonesia menyebabkan kita harus meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman ini, di samping tanaman ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, tanaman jagung dijadikan sumber pangan dibeberapa daerah. Teknik budidaya yang baik akan meningkatkan produksi tanaman jagung, salah satunya adalah menekan pertumbuhan gulma. Hal ini karena gulma dapat menjadi pesaing bagi tanaman jagung dan

menyebabkan penurunan hasil pada tanaman jagung.

Kehadiran gulma dipertanaman jagung akan sangat merugikan. Adanya gulma dipertanaman akan menyebabkan persaingan bukan hanya memperebutkan ruang tumbuh, melainkan unsur hara, cahaya,air, dan CO2. Terjadinya persaingan antara tanaman dan gulma disebabkan kebutuhan kedua belah pihak ini sama dan

terbatas jumlahnya. Sehingga gulma seharusnya tidak berada di areal pertanaman agar tidak menyebabkan kerugian bagi tanaman itu sendiri maupun manusia. Gulma yang tumbuh lebih tinggi daripada tanaman yang dibudidayakan akan menaungi tanaman budidaya yang menyebabkan pertumbuhan tanaman akan terganggu.


(29)

8 Gulma yang tingginya melebihi tanaman jagung akan menghambat proses

fotosintesis tanaman sehingga menyebabkan penurunan hasil produksi jagung. Pada fase kritis tanaman jagung yang berkisaran antara 3-6 minggu setelah tanam, kehadiran gulma benar-benar menyebabkan kompetisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman Kehadiran gulma pada areal pertanaman akan mengakibatkan adanya interaksi antara tanaman budidaya dan gulma yang menyebabkan kompetisi. Kompetisi antara tanaman dan tanaman budidaya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman, stadia pertumbuhan tanaman, spesies gulma, dan kepadatan gulma.

Gulma yang kehadirannya lebih dahulu dibandingkan tanaman akan lebih cepat dalam mengambil unsur hara di tanah, gulma yang memiliki akar lebih kuat dan lebih luas dibandingkan tanaman akan lebih cepat menyerap air sehingga gulma akan mampu bersaing dengan tanaman budidaya. Dalam kompetisi akan ruang tumbuh, gulma yang tumbuh lebih dahulu dibandingkan tanaman akan lebih dahulu memanfaatkan ruang tumbuh yang ada.

Pada penelitian ini, akan diamati kompetisi antara beberapa jenis gulma dengan beberapa tingkat kerapatan populasi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Pada setiap areal pertanaman tingkat kompetisi dan kerapatan gulma tidak sama. Semakin tinggi kemampuan gulma untuk bersaing maka akan semakin besar kemampuan gulma dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.


(30)

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Masing-masing gulma dapat menekan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

2. Semakin tinggi kerapatan gulma maka gulma akan semakin menekan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

3. Terdapat interaksi antara jenis dan kerapatan gulma mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Jagung

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun

industri pakan ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin meningkat pula (Bakhri, 2007).

Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010), tanaman jagung tersusun dalam sistematika sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sudivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Gramine

Famili : Graminaceae Genus : Zea


(32)

Jagung merupakan jenis tanaman semusim (annual). Susunan morfologi tanaman jagung ini adalah akar, batang, daun, bunga, dan buah.

Sistem perakaran pada tanaman jagung terdiri dari akar-akar seminal, koronal, dan akar udara. Akar-akar seminal merupakan akar primer ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul menjadi akar adventif pada dasar dari buku pertama di atas pangkal batang, akar koronal merupakan akar yang tumbuh dari dasar pangkal batang dan akar, dan akar udara merupakan akar yang tumbuh dari buku-buku di atas permukaan tanah, tetapi dapat menembus dalam tanah (Rukmana, 1997).

Perakaran tanaman jagung sendiri terdiri atas empat macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran ini berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam yang terdapat dalam tamah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan, dan alat

pernapasan (Rukmana,1997).

Tanaman jagung memiliki batang yang beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Panjang batang jagung adalah 60-300 cm. ruas-ruas batang bagian atas berbentuk silindris dan ruas-ruas batang bagian bawah bulat agak pipih. Tunas batang yang telah berkembang akan menjadi tajuk bunga betina (Rukmana,1997).

Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang. Struktur daun jagung terdiri dari tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun (ligula), dan helai daun. Dibagian permukaan daun berbulu dan memiliki sel-sel bullifor. Sedangkan


(33)

12 bagian bawah daun tidak berbulu. Jumlah daun pada tanaman jagung bervariasi antara 8-48 helai. Ukuran daun pun berbeda untuk panjang antara 30-150 cm dan lebar bisa mencapai 15 cm (Rukmana,1997).

Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak lengkap. Bunga jagung termasuk bunga tidak sempurna karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda (Purwono, dan Hartono, 2005).

Menurut Rukmana (1997), bunga jantan pada jagung terbentuk di ujung batang dan bunga betina terletak pada bagian tengah batang pada salah satu ketiak daun. Jagung memiliki sifat bunga jantan matang terlebih dahulu 1-2 hari dibandingkan bunga betina yang disebut Protandry. Pada penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk silang karena letak bunga jantan dan bunga betina terpisah.

Buah jagung terdiri dari tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung memiliki bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung pada jenis jagung. Pada umumnya, biji jagung tersususn dibarisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan jumlah baris biji jagung adalah 8-20. Biji jagung ini terdiri atas tiga bagian antara lain kulit biji (seed coat), endosperm, dan embrio (Rukmana,1997). Menurut Purwono dan Hartono (2005), dalam satu tongkol jagung terdapat 200-400 biji.

Tanaman jagung merupakan tanman yang berasal dari daerah tropis yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Menanam tanaman jagung tidak memiliki persyaratan lingkungan yang terlalu sulit. Jagung dapat tumbuh pada berbagai macam tanah dari tanah kering hingga tanah yang agak


(34)

kering. Namun untuk pertumbuhan optimalnya, jagung memiliki beberapa persyaratan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Tanaman jagung yang ada di Indonesia mulai dari dataran rendah hingga daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000 – 1.800 meter dibawah laut. Ketinggian optimum bagi pertanaman jagung antara 0 – 600 meter dibawah laut (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Menurut Rukmana (1997), tanaman jagung beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh. Secara umum, tanaman jagung di dataran rendah dapat tumbuh pada kisaran suhu 13-380 C dan mendapat sinar matahari yang cukup. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih jagung adalah 30-320 C dengan kapasitas air tanah antara 25-60%. Selama pertumbuhannya tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23-270 C. Di Indonesia panen pada musim kemarau lebih baik daripada panen pada musim hujan. Panen pada musim kemarau dapat berpengaruh terhadap makin cepatnya kemasakan biji dan mempermudah proses pengeringan biji di bawah sinar matahari.

Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase

pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar

matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal.

Tanah berdebu yang kaya dengan unsur hara dan humus sangat cocok bagi tanaman jagung. Tanaman jagung toleran terhadap jenis tanah apa pun, seperti


(35)

14 tanah andosol dan latosol. Tanah yang baik untuk tanaman jagung memiliki pH 5,5-7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik adalah pH 6,8

(Rukmana,1997).

2.2 Gulma Secara Umum

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada suatu tempat dan keberadaannya tidak diinginkan karena mengganggu tanaman budidaya atau dapat mengganggu aktivitas manusia. Dalam konteks ekologi gulma tanaman budidaya (weedcrop ecology), gulma adalah tumbuhan yang berasal dari lingkungan alami dan secara kontinu mengganggu tanaman dan aktifitas manusia dalam mengusahakan tanaman budidaya (Aldrich, 1984 dalam Utami, 2004).

Menurut Sembodo (2010), kerugian-kerugian yang disebabkan oleh gulma dalam bidang pertanian adalah (a) gulma akan menurunkan jumlah hasil (kuantitas). Antara gulma dan tanaman yang hidup bersamaan dalam suatu areal usaha tani akan berkompetisi dalam memperoleh sarana tumbuh. Akibatnya kedua-duanya akan dirugikan sehingga masing tidak dapat hidup secara optimal, (b) gulma akan menurunkan hasil (kualitas), (c) gulma dapat meracuni tanaman (alelopati). Beberapa gulma mengeluarkan alelokimia yang dapat meracuni tanaman, (d) gulma dapat menurunkan nilai tanah. Tanah bongkor atau kotor yang ditumbuhi semak belukar secara psikologis menurunkan daya tarik pembeli tanah, (e) gulma dapat merusak atau menghambat penggunaan alat mekanik, (f) gulma dapat menjadi inang hama dan penyakit tumbuhan. Gulma dapat pula berperan sebagai tempat tinggal sementara atau sumber pakan alternatif bagi hama dan penyakit tanaman, (g) keberadaan gulma akan menambah biaya produksi. Peningkatan


(36)

biaya produksi disebabkan oleh bertambahnya biaya untuk mengendalikan gulma yang tumbuh di areal pertanaman.

2.3 Kompetisi Secara Umum

Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan

(kompetisi) pada tanaman menerangkan kejadian yang menjurus pada hambatan pertumbuhan tanaman yang timbul dari asosiasi lebih dari satu tanaman dan tumbuhan lain. Persaingan terjadi bila kedua individu mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan yang sama sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Persaingan ini akan berakibat negatif atau menghambat pertumbuhan individu-individu yang terlibat (Yanti, 2012).

Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya gulma pada periode tertentu dengan kerapatan yang tinggi yaitu tingkat ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman harus dikendalikan (Nasution, 2009).

Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode) tanaman peka


(37)

16 terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan (Simaremare, 2010).

Menurut Wahyudi (2013), adanya persaingan gulma dapat mengurangi

kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang kita usahakan di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis,

menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas.:

a. Persaingan memperebutkan hara

Setiap lahan berkapasitas tertentu didalam mendukung pertumbuhan berbagai pertanaman atau tumbuhan yang tumbuh di permukaannya. Jumlah bahan organik yang dapat dihasilkan oleh lahan itu tetap walaupun kompetisi tumbuhannya berbeda; oleh karena itu jika gulma tidak diberantas, maka sebagian hasil bahan organik dari lahan itu berupa gulma. Hal ini berarti walaupun pemupukan dapat menaikkan daya dukung lahan, tetapi tidak dapat mengurangi komposisi hasil tumbuhan atau dengan kata lain gangguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk. Yang paling diperebutkan antara tanaman dan gulma adalah unsur nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang

banyak, maka ini lebih cepat habis terpakai. Gulma menyerap lebih banyak unsur hara daripada pertanaman. Pada bobot kering yang sama, gulma mengandung kadar nitrogen dua kali lebih banyak daripada jagung; fosfat 1,5 kali lebih banyak; kalium 3,5 kali lebih banyak; kalsium 7,5 kali lebih banyak dan magnesium lebih dari 3 kali. Dapat dikatakan bahwa gulma lebih banyak membutuhkan unsur hara daripada tanaman yang dikelola manusia.


(38)

b. Persaingan memperebutkan air

Sebagaimana dengan tumbuhan lainnya, gulma juga membutuhkan banyak air untuk hidupnya. Jika ketersediaan air dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka persaingan air menjadi parah. Air diserap dari dalam tanah kemudiaan sebagian besar diuapkan (transpirasi) dan hanya sekitar satu persen saja yang dipakai untuk proses fotosintesis.

c. Persaingan memperebutkan cahaya

Apabila ketersediaan air dan hara telah cukup dan pertumbuhan berbagai

tumbuhan subur , maka faktor pembatas berikutnyaa adalah cahaya matahari yang redup (di musim penghujan) berbagai pertanaman berebut untuk memperoleh cahaya matahari. Tumbuhan yang berhasil bersaing mendapatkan cahaya adalah yang tumbuh lebih dahulu, oleh karena itu tumbuhan itu lebih tua, lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya. Tumbuhan lain yang lebih pendek, muda dan kurang tajuknya, dinaungi oleh tumbuhannya yang terdahulu serta pertumbuhannya akan terhambat.

2.4 Macam – Macam Gulma

2.4.1 Rottboellia exaltata

Klasifikasi Rottboellia exaltata diuraikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sudivisi : Magnoliophyta


(39)

18 Kelas : Monocotyledone

Famili : Poaceae Genus : Rottboellia

Spesies : Rottboellia exaltata

Gambar 1. Gulma Rottboellia exaltata.

Saat ini lebih dari 30 negara beriklim panas seperti Amerika, Afrika, Asia dan Oseania ditumbuhi oleh gulma ini. Gulma ini terutama tumbuh subur di daerah lembab permeabel dengan struktur tanah berat. Diperkirakan lebih dari 3,5 juta ha areal tanaman yang penuh dengan gulma ini seperti di Amerika Tengah dan Karibia. Gulma rumput tahunan ini memiliki batang kokoh dan tegak, batang dapat tumbuh hingga 3 m. Bunganya berbentuk seperti lonjakan silinder segugusan dengan panjang hingga 15 cm. Benih yang mengandung biji-bijian berbentuk kapsul (Manidool, 1992).


(40)

2.4.2 Asystasia gangetica

Klasifikasi Asystasia gangetica dapat diuraikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae Genus : Asystasia

Spesies : Asystasia gangetica

Gambar 2. Gulma Asystasia gangetica.

Menurut Tillo dkk. (2012), Asystasia gangetica yang biasa dikenal dengan violet cina yang berkembang pesat di India. Tumbuhan ini memiliki tinggi 10 m dan dapat tumbuh pada ketinggian 300 mdpl. Daun berwarna hijau, berbentuk bulat dan memiliki sedikit bulu halus. Bungan Asystasia gangetica berwarna biru pucat keungan dan ada pula yang berwarna putih. Malai berbentuk seperti kapsul berukuran 2,5 – 3,5 cm dengan diameter biji 5 mm.


(41)

20 2.4.3 Cyperus rotundus

Secara umum klasifikasi Cyperus rotundus dapat dijabarkan sebgai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledone Ordo : Cyperales Famili : Cyperaceae Genus : Cyperus

Spesies : Cyperus rotundus

Gambar 3. Gulma Cyperus rotundus.

Rumput Teki (Cyperus rotundus) adalah salah satu gulma yang penyebarannya luas. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar segala tanaman budidaya, karena mempunyai kemampuan tinggi untuk beradaptasi pada jenis tanah yang beragam. Termasuk gulma perennial dengan bagian dalam tanah terdiri dari akar dan umbi. Umbi pertama kali dibentuk pada tiga minggu setelah pertumbuhan awal. Umbi


(42)

tidak tahan kering, selama 14 hari di bawah sinar matahari, daya tumbuhnya akan hilang (Pranasari dkk. 2012).

Menurut Amalia dkk. (2014), mempunyai ciri morfologi akar serabut yang tumbuh menyamping dengan membentuk umbi yang banyak, tiap umbi

mempunyai mata tunas, umbi tidak tahan kering selama 14 hari di bawah sinar matahari maka daya tumbuhnya akan hilang, batang tumbuh tegak, berbentuk tumpul atau segitiga, daun berbentuk garis, mengelompok dekat pangkal batang, terdiri dari 4-10 helai, pelepah daun tertutup tanah, helai daun berwarna hijau mengkilat. Bunga bulir tunggal atau majemuk, mengelompok atau membuka, berwarna coklat, mempunyai benang sari tiga helai, kepala sari kuning cerah, tangkai putik bercabang tiga. Tinggi dapat mencapai 50cm.


(43)

22

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Desember 2014-April 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung Pioneer 27, air, Dolomit, pupuk NPK Phonska dosis 300 kg/ha dengan komposisi 15:15:15, pupuk Urea dosis 100 kg/ha, Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, dan Cyperus rotundus.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meteran, patok perlakuan, kayu, timbangan, cangkul, ember, kantong plastik, cutter, oven, amplop kertas, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Pada penelitian ini untuk menjawab pertanyaan dan rumusan masalah dan untuk menguji hipotesis, rancangan perlakuan yang digunakan adalah rancangan


(44)

faktorial (3x5) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah 3 jenis gulma yaitu Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, dan Cyperus rotundus.

Faktor kedua adalah 5 taraf kerapatan gulma adalah 0, 10, 20, 40, dan 80 gulma/m.2. Selanjutnya perlakuan diterapkan pada satuan percobaan menurut rancangan percobaan petak-petak berjalur (stripe plot). Kesamaan ragam

antarperlakuan diuji dengan Uji Barlett, untuk menguji kemenambahan model uji dengan Uji Tukey. Bila asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembuatan petak percobaan

Satuan petak percobaan yang digunakan adalah 1,5x2 m dengan petak penelitian sebanyak 45 petak dan jarak antarpetak adalah 0,5 m. Setiap petak percobaan diberi patok untuk mempermudahkan penelitian. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.


(45)

24

Gambar 4. Tata letak percobaan.

Keterangan:

G1 : Asystasia gangetica G2 : Rottbolliea exaltata G3 : Cyperus rotundus

P0 : Tanpa gulma

P1 : Kerapatan 10 gulma/m2 P2 : Kerapatan 20 gulma/m2 P3 : Kerapatan 40 gulma/m2 P4 : Kerapatan 80 gulma/m2

3.4.2 Penanaman jagung

Penanaman jagung dilakukan setelah dua kali pengolahan tanah dan kemudian tanah dikapur . Penanaman jagung dilakukan dengan cara ditugal dan jarak tanam 80x20 cm. Pada setiap lubang tanam dimasukan satu benih jagung. Setelah penanaman dilakukan kegiatan penyiraman pada areal pertanaman. Setelah 1 minggu penanaman tanaman jagung dilakukan penyulaman. Posisi penanaman tanaman jagung dapat dilihat pada Gambar 5.


(46)

2 m

Gambar 5. Petak perlakuan dengan posisi penanaman tanaman jagung. Keterangan:

X : Tanaman jagung

3.4.3 Penanaman gulma

Pembibitan gulma di lahan tidak mudah dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui cara pembibitan gulma yang cepat, uji

pendahuluan ini dilakukan dengan menanam biji-biji gulma dan mengamati berapa lama waktu perkecambahannya gulma. Berdasarkan uji pendahuluan Rottboellia exaltata memiliki biji gulma yang sangat sulit untuk dikecambahkan dan persentase perkecambahan sangat kecil kurang dari 50%, Asystasia gangetica lebih mudah berkecambah dibandingankan dnegan Rottboellia exaltata, dan Cyperus rotundus mudah untuk mengecambahkannya. Setelah itu, dilakukan pembibitan gulma yang dilakukan pada bedengan yang telah disiapkan, benih gulma berasal dari lahan Universitas Lampung dan lahan Penelitian Natar, terdapat pula bibit gulma yang langsung diambil dari lahan penelitian Natar . Tiga jenis gulma yang dugunakan adalah Asystasia gangetica, Rottboellia exaltata, dan Cyperus rotundus. Benih gulma yang digunakan untuk pembibitan adalah biji Asystasia gangetica yang berwarna hitam, benih Rottboellia exaltata


(47)

26 berasal dari biji yang sudah tua dengan ciri biji mudah dipisahkan, dan untuk Cyperus rotundus digunakan umbinya. Gulma dari bedengan kemudian di transplanting ke lahan pertanaman untuk mengetahui kompetisi dengan tanaman jagung. Gulma Asystasia gangetica diambil dari bibit gulma yang memiliki jumlah daun 5 dan berukuran seragam. Gulma Rottboellia exaltata dan Cyperus rotundus diambil dari bibit gulma yang memiliki jumlah daun 4 dan memiliki ukuran seragam. Gulma dari bedengan kemudian di transplanting ke lahan pertanaman untuk mengetahui kompetisi dengan tanaman jagung. Transplanting dilakukan pada 2 MST tanaman jagung atau pada saat 2 daun tanaman jagung sudah terbuka. Posisi penanaman gulma disajikan pada Gambar 6.

2 m

Gambar 6. Petak perlakuan dengan posisi penanaman gulma. Keterangan:

X : Tanaman jagung 0 : Gulma yang ditanam

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pemupukan dan penyiangan pada gulma lain yang tidak diamati pada penelitian. Pemeliharaan yang pertama adalah pemberian pupuk yang dilakukan 2 kali, pemupukan pertama


(48)

dilakukan pada 10 HST dengan menggunakan pupuk 300 kg NPK Phonska/ha dan 100 kg Urea/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada 6 MST dengan dosis 50 kg Urea/ha, pemupukan dilakukan dengan cara ditugal. Kegiatan pemeliharaan yang terakhir adalah penyiangan gulma, penyiangan dilakukan dengan cara mencabuti gulma-gulma lain yang ada dipetak percobaan, kegiatan penyiangan dilakukan seminggu sekali dengan menggunakan kored, penyiangan dilakukan hingga ketiga jenis gulma yang ditanam menutupi permukaan tanah.

3.5 Variabel Pengamatan 3.5.1 Pertumbuhan gulma

1. Persentase penutupan gulma

Persentase penutupan gulma merupakan luas petak percobaan yang ditutupi oleh gulma. Pengamatan untuk persentase penutupan gulma ini dilakukan pada 3, 6, dan 9 MST pada setiap petak percobaan dengan menggunkan motode visual yaitu dengan menaksirkan luas permukaan tanah yang ditutupi oleh gulma. Bila gulma menutupi seluruh permukaan tanah maka persentase penutupan gulma mencapai 100%.

2. Bobot kering gulma

Bobot kering gulma didapatkan dari pengambilan sampel bobot kering gulma yang diambil pada 8 MST di petak destruktif. Sampel gulma yang akan dioven diambil menggunakan 1 petak kuadran berukuran 0,5x0,5 m di satu titik pada petak dekstruktif. Gulma yang telah diambil kemudian dimasukan kedalam


(49)

28 plastik dan diberi label petak perlakuan. Kemudian sampel dimasukan kedalam amplop, setelah itu dioven dengan suhu 850 C selama 2x24 jam atau sampai mencapai bobot konstan lalu ditimbang. Pengambilan sampel gulma pada petak perlakuan ditunjukkan pada Gambar 7.

0,5m 1,5 m

Gambar 7. Pengambilan sampel gulma di petak perlakuan. Keterangan:

X : Tanaman jagung a : Petak destruktif b : Petak panen

: Pengambilan sampel gulma dengan kuadran berukuran 0,5 x 0,5 m

3.5.2 Pertumbuhan tanaman

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur sebanyak 3 kali, yaitu pada umur tanaman 3, 6, dan 9 minggu setalah tanam (MST). Pengukuran tinggi tanaman menggunakan meteran dengan satuan pengukuran adalah cm. Pengukuran tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga daun tertinggi. Jumlah tanaman yang digunakan sebagai sampel adalah 4 tanaman/petak yang dipilih secara acak.

a b


(50)

2. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung sebanyak 3 kali, yaitu pada umur tanaman 3, 6, dan 9 minggu setalah tanam (MST). Perhitungan jumlah daun tanaman dihitung dari semua daun terbuka. Jumlah tanaman yang digunakan sebagai sampel adalah 4 tanaman/petak yang dipilih secara acak.

3. Populasi tanaman

Populasi tanaman dihitung dari jumlah tanaman pada 3, 6 dan 9 minggu setalah anam pada petak panen.

4. Bobot Kering tanaman

Barangkasan tanaman diambil dari tanaman sampel sebanyak 2 tanaman pada petak destruktif pada 8 MST, dipisahkan antara tajuk dan akar tanaman setelah itu brangkasan dimasukan kedalam amplop kertas dan dioven dengan suhu 850 C selama 2x24 jam atau sampai mencapai bobot konstan lalu ditimbang, lalu ditimbang bobot keringnya. Pengambilan sampel brangkasan tanaman pada 8 MST dapat dilihat pada Gambar 8.


(51)

30

0,5 m 1,5 m

Gambar 8. Pengambilan tanaman di petak perlakuan. Keterangan:

X : Tanaman jagung

a : Petak destruktif b : Petak panen

3.5.3 Komponen hasil

5. Bobot tongkol

Bobot tongkol yang dihitung berasal dari semua tongkol yang ada di petak panen.

6. Panjang tongkol

Panjang tongkol yang diukur berasal dari 4 sampel tanaman yang dipanen. Alat yang digunakan untuk mengukur panjang tongkol adalah penggaris. Panjang tongkol yang diukur adalah dari bagian pangkal sampai ujung tongkol jagung tanpa klobot.

7. Diameter tongkol

Pengukuran diameter tongkol diambil dari 4 sampel tanaman yang dipanen. Alat pengukur yang digunkan adalah jangka sorong. Diameter tanaman yang diukur adalah pada bagian tengah tongkol jagung tanpa kelobot.

a b


(52)

8. Bobot jagung pipilan kering

Bobot jagung pipilan yang ditimbang pada kadar air 14% berasal dari petak panen berukuran 2,25 m2.

Rumus untuk mengukur bobot kering 5 sampel pada kadar air 14%:

Bobot pipilan sampel KA 14%= x bobot pipilan terukur

Bobot pipilan petak panen KA 14%= x bobot pipilan 4 sampel KA 14%

9. Bobot 100 butir biji pada kadar air 14%

Bobot 100 butir biji didapatkan dari penimbangan biji jagung yang berasal dari bobot sampel pada setiap perlakuan sebanyak 100 butir jagung yang diambil secara acak.


(53)

60

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Jenis gulma mempengaruhi bobot kering tajuk tanaman, bobot tongkol jagung, dan bobot pipilan jagung namun tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, populasi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, dan bobot 100 butir. Gulma Rottboellia exaltata memiliki daya tekan lebih tinggi dalam menekan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dibandingkan gulma Asystasia gangetica dan Cyperus rotundus.

2. Kerapatan 40 gulma/m2 mempengaruhi bobot 100 butir namun kerapatan 10, 20, dan 80 gulma/m2 tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

3. Tidak terdapat interaksi antara jenis dan kerapatan gulma dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.


(54)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jenis dan tingkat kerapatan gulma belum mampu mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung sepenuhnya, sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan pada lahan pertanaman jagung dengan menggunakan tingkat kerapatan gulma yang lebih tinggi yang bertujuan untuk melihat tingkat kompetisi dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung akibat kehadiran gulma di pertanaman. Pada penelitian ini pembibitan dan pindah tanam gulma sulit dilakukan sehingga perlu dilakukan cara lain untuk mempermudah penelitian.


(55)

62

PUSTAKA ACUAN

Amalia, D. R., B. Zaman, dan M. Hadiwidodo. 2014. Pengaruh jumlah koloni rumput teki (Cyperus rotundus L.) pada media tanah TPA terhadap penurunan konsentrasi BOD dan COD dalam lindi. J. Teknik Lingkungan. 3 (2): 1-6.

Arnon, I. 1975. Mineral Nutrition of Maize Int. Potash.Ints. Worbloufen, Bern Switzerland. Pp. 314.

Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Jagung Indonesia.

http://www.bps.go.id/tnmn pgn.php?kat3. Diakses tanggal 16 September 2014.

Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung:Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). http://www.pfl3pdata.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 2 Mei 2015.

Griffen, J. L., R. P. Strahan, D. K. Miller, dan K. R. Lejenne. 2010. Tillage effects on itcgrass seedling emergence and changes in the seed soil reservoir. J. American Society of Sugar Cane Tecnologists. 30: 81-88 .

Hasanuddin., G. Erida, dan Safmaneli. 2012. Pengaruh persaingan gulma Synedrella nodiflora L. GAertn. pada berbagai densitas terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. J. Agrista. 16 (3):146-152.

Manidool, C. 1992. Plants Resources of South-East No. 4. Forages. Pudo-DLO, Wageningen, the Netherlands. Pp 53-54.

Marlina, V. 2012. Kompetisi jenis dan populasi gulma terhadap pertumbuhan tanaman kakao muda. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 pp.

Masriadi. 2014. Pengaruh herbisida ekstrak kulit buah jengkol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharrata Sturt). http://www.journal.unitas-pdg.ac.id. Diakses tanggal 8 Juni 2015. .


(56)

Mayadewi, N. N. A. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam

terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. J. Agritrop. 26 (4): 153-160.

Moenandir, J. 2010. ILmu Gulma. Universitas Brawijaya Press. Malang. 162 hlm. Nasution, D. P. 2009. Pengaruh sistem jarak tanam dan metode pengendalian

gulma terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) varietas DK3. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. 111 pp.

Pamuji, S. dan B. Saleh. 2010. Pengaruh intensitas naungan buatan dan dosis pupuk K terhadap pertumbuhan dan hasil jahe gajah. J. Akta Agrosia. 13 (1): 62-69.

Pasau, P., P. Yudono, dan A. Syukur. 2008. Pergeseran komposisi gulma pada perbedaan proporsi populasi jagung dan kacang tanah dalam tumpangsari pada regosol sleman. J. Ilmu Pertanian. 16 (2) : 60-78.

Probowati, R. A., B. Guritno, dan T. Sumarni. 2014. Pengaruh tanaman penutup tanah dan jarak tanam pada gulma dan hasil tanam jagung(Zea mayz L.). J. Produksi Tanaman. 2 (8): 639-647.

Pranasari, R. A., T. Nurhidayat, dan K. I. Pruwani. 2012. Persaingan tanaman jagung (Zea mays) dan rumput teki (Cyperus rotundus) pada pengaruh cekaman garam (NaCl). J. Sains dan Seni. 1: 54-57.

Pujisiswanto, H. dan K. F. Hidayat. 2008. Analisis pertumbuhan gulma, tanaman, dan hasil jagung dengan berbagai kerapatan kacang tanah dan kacang hijau dalam system tumpangsari. J. Agrista. 1: 193-198.

Purwono. dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Bogor. 68 hlm. Redaksi Agro Mandiri. 2008. Budi Daya Jagung Hibrida. PT. Agromedia

Pustaka. Jakarta. 48 hlm.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 109 hlm. Sembodo, D. R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

168 hlm.

Simaremare, F. S. Y. 2010. Periode kritis kompetisi gulma pada dua varietas jagung (Zea mays L.) hibrida. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 45 pp.

Solfiyeni, C., dan R. Muharrami. 2013. Analisis vegetasi gulma pada pertanaman jagung (Zea mays L.) di lahan kering dan lahan awah di Kabupaten Pasaman. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. 6 hlm.


(57)

64 Suwarto., S. Yahya, Handoko, dan M. A. Chozin. 2005. Kompetisi tanaman

jagung dan ubikayu dalam sistem tumpang sari. J. Bul. Agron. 33(2): 1-7. Tillo., Pande, Rasala, dan Kale. 2012. Asystasia gangetica:Review On

Multipotential Aplication. Gurunanak College of Pharmacy. http://www.irjponline.com. Diakses tanggal 8 Juni 2015.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. CV. Nuansa Aulia. Bandung. 208 hlm.

Triyono, K. 2010. Pengaruh Dosis Glifosat dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung (Zea mays L.). http://kharis-try.blogspot.com/2012/04/pengaruh-dosis-glifosat-dan-jarak-tanam.htlm. Diakses taggal 10 Juni 2015.

Utami, S. 2004. Kemelimpahan jenis gulma tanaman wortel pada sistem pertanian organik. J. Bioma. 6(2): 54-58.

Wahyudi, E. 2013. Persaingan Tanaman dan Gulma.

http://ekowahyudisp.blogspot.com/2013/11/persaingan-tanaman-dan-gulma.html. Diakses tanggal 20 September 2014.

Yanti, D. F. 2012. Kompetisi Tumbuhan.

http://dianfitriyanti.blogspot.com/2012/12/kompetisi-tumbuhan.html. Diakses tanggal 18 September 2014.


(1)

Rumus untuk mengukur bobot kering 5 sampel pada kadar air 14%:

Bobot pipilan sampel KA 14%= x bobot pipilan terukur Bobot pipilan petak panen KA 14%= x bobot pipilan 4

sampel KA 14%

9. Bobot 100 butir biji pada kadar air 14%

Bobot 100 butir biji didapatkan dari penimbangan biji jagung yang berasal dari bobot sampel pada setiap perlakuan sebanyak 100 butir jagung yang diambil secara acak.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Jenis gulma mempengaruhi bobot kering tajuk tanaman, bobot tongkol jagung, dan bobot pipilan jagung namun tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, populasi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, dan bobot 100 butir. Gulma Rottboellia exaltata memiliki daya tekan lebih tinggi dalam menekan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dibandingkan gulma

Asystasia gangetica dan Cyperus rotundus.

2. Kerapatan 40 gulma/m2 mempengaruhi bobot 100 butir namun kerapatan 10, 20, dan 80 gulma/m2 tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

3. Tidak terdapat interaksi antara jenis dan kerapatan gulma dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.


(3)

tanaman jagung sepenuhnya, sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan pada lahan pertanaman jagung dengan menggunakan tingkat kerapatan gulma yang lebih tinggi yang bertujuan untuk melihat tingkat kompetisi dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung akibat kehadiran gulma di pertanaman. Pada penelitian ini pembibitan dan pindah tanam gulma sulit dilakukan sehingga perlu dilakukan cara lain untuk mempermudah penelitian.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Amalia, D. R., B. Zaman, dan M. Hadiwidodo. 2014. Pengaruh jumlah koloni rumput teki (Cyperus rotundus L.) pada media tanah TPA terhadap penurunan konsentrasi BOD dan COD dalam lindi. J. Teknik

Lingkungan. 3 (2): 1-6.

Arnon, I. 1975. Mineral Nutrition of Maize Int. Potash.Ints. Worbloufen, Bern Switzerland. Pp. 314.

Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Jagung Indonesia.

http://www.bps.go.id/tnmn pgn.php?kat3. Diakses tanggal 16 September 2014.

Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung:Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT). http://www.pfl3pdata.litbang.deptan.go.id. Diakses

tanggal 2 Mei 2015.

Griffen, J. L., R. P. Strahan, D. K. Miller, dan K. R. Lejenne. 2010. Tillage effects on itcgrass seedling emergence and changes in the seed soil reservoir. J.

American Society of Sugar Cane Tecnologists. 30: 81-88 .

Hasanuddin., G. Erida, dan Safmaneli. 2012. Pengaruh persaingan gulma

Synedrella nodiflora L. GAertn. pada berbagai densitas terhadap

pertumbuhan dan hasil kedelai. J. Agrista. 16 (3):146-152.

Manidool, C. 1992. Plants Resources of South-East No. 4. Forages. Pudo-DLO, Wageningen, the Netherlands. Pp 53-54.

Marlina, V. 2012. Kompetisi jenis dan populasi gulma terhadap pertumbuhan tanaman kakao muda. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 pp.

Masriadi. 2014. Pengaruh herbisida ekstrak kulit buah jengkol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharrata

Sturt). http://www.journal.unitas-pdg.ac.id. Diakses tanggal 8 Juni 2015. .


(5)

gulma terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) varietas DK3. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. 111 pp.

Pamuji, S. dan B. Saleh. 2010. Pengaruh intensitas naungan buatan dan dosis pupuk K terhadap pertumbuhan dan hasil jahe gajah. J. Akta Agrosia. 13 (1): 62-69.

Pasau, P., P. Yudono, dan A. Syukur. 2008. Pergeseran komposisi gulma pada perbedaan proporsi populasi jagung dan kacang tanah dalam tumpangsari pada regosol sleman. J. Ilmu Pertanian. 16 (2) : 60-78.

Probowati, R. A., B. Guritno, dan T. Sumarni. 2014. Pengaruh tanaman penutup tanah dan jarak tanam pada gulma dan hasil tanam jagung(Zea mayz L.).

J. Produksi Tanaman. 2 (8): 639-647.

Pranasari, R. A., T. Nurhidayat, dan K. I. Pruwani. 2012. Persaingan tanaman jagung (Zea mays) dan rumput teki (Cyperus rotundus) pada pengaruh cekaman garam (NaCl).J. Sains danSeni. 1: 54-57.

Pujisiswanto, H. dan K. F. Hidayat. 2008. Analisis pertumbuhan gulma, tanaman, dan hasil jagung dengan berbagai kerapatan kacang tanah dan kacang hijau dalam system tumpangsari. J. Agrista. 1: 193-198.

Purwono. dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Bogor. 68 hlm. Redaksi Agro Mandiri. 2008. Budi Daya Jagung Hibrida. PT. Agromedia

Pustaka. Jakarta. 48 hlm.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 109 hlm. Sembodo, D. R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

168 hlm.

Simaremare, F. S. Y. 2010. Periode kritis kompetisi gulma pada dua varietas jagung (Zea mays L.) hibrida. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 45 pp.

Solfiyeni, C., dan R. Muharrami. 2013. Analisis vegetasi gulma pada pertanaman jagung (Zea mays L.) di lahan kering dan lahan awah di Kabupaten Pasaman. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. 6 hlm.


(6)

Suwarto., S. Yahya, Handoko, dan M. A. Chozin. 2005. Kompetisi tanaman jagung dan ubikayu dalam sistem tumpang sari. J. Bul. Agron. 33(2): 1-7. Tillo., Pande, Rasala, dan Kale. 2012. Asystasia gangetica:Review On

Multipotential Aplication. Gurunanak College of Pharmacy. http://www.irjponline.com. Diakses tanggal 8 Juni 2015.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. CV. Nuansa Aulia. Bandung. 208 hlm.

Triyono, K. 2010. Pengaruh Dosis Glifosat dan Jarak Tanam terhadap

Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung (Zea mays L.).

http://kharis-try.blogspot.com/2012/04/pengaruh-dosis-glifosat-dan-jarak-tanam.htlm. Diakses taggal 10 Juni 2015.

Utami, S. 2004. Kemelimpahan jenis gulma tanaman wortel pada sistem pertanian organik. J. Bioma. 6(2): 54-58.

Wahyudi, E. 2013. Persaingan Tanaman dan Gulma.

http://ekowahyudisp.blogspot.com/2013/11/persaingan-tanaman-dan-gulma.html. Diakses tanggal 20 September 2014.

Yanti, D. F. 2012. Kompetisi Tumbuhan.

http://dianfitriyanti.blogspot.com/2012/12/kompetisi-tumbuhan.html. Diakses tanggal 18 September 2014.