Respon pertumbuhan dan anatomi jaringan daun pada Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa akibat polusi udara

(1)

SULISTIJORINI dan DORLY.

Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang terjadi akibat perubahan komposisi udara dari keadaan normalnya. Tanaman berpotensi sebagai bioindikator polusi udara. Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa ditempatkan di Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga - Bogor (terpolusi) dan rumah kaca (kontrol). Pengamatan pertumbuhan diamati selama 90 hari dengan parameter meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, dan bobot tanaman. Pengamatan anatomi meliputi sayatan paradermal dengan menggunakan metode whole mount dan sayatan transversal dengan menggunakan metode parafin. Parameter anatomi meliputi jumlah dan ukuran stomata, trikoma kelenjar dan non-kelenjar, tebal daun, palisade, bunga karang, epidermis dan kutikula. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak faktorial dengan 2 faktor, yaitu lokasi dan jenis tanaman. Seluruh data yang diperoleh dianalisis ragam dan uji lanjut Duncan menggunakan program SAS 9.1.3 Portable. Hasil menunjukkan bahwa A. gangetica memiliki pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif yang paling besar tanpa diikuti perubahan anatomi. Impatiens balsamina memodifikasi dirinya dengan meningkatkan indeks stomata adaksial dan kerapatan stomata adaksial sebagai respon terhadap polusi udara. Meningkatnya tebal daun dan bunga karang merupakan respon M. jalapa terhadap polusi udara.

Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, pertumbuhan relatif, anatomi jaringan daun

ABSTRACT

NURUL HARUNINGTYAS. Growth and anatomy of leaf tissues response on Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa due to air pollution.. Under direction of SULISTIJORINI and DORLY.

Air pollution is an environmental issue that occurs due to changes in air composition of its normal state. Plants potential as bioindicator of air pollution. Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa placed in the unit garden Babakan block E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga - Bogor (polluted) and greenhouse (control). Plant growth parameters were observed for 90 days such as the relative height, leaf number relative, relative leaf area and plant weight. Anatomical observations include paradermal section using whole-mount and transverse section using the paraffin method. Anatomical parameters include the number and size of stomata, glandular trichomes and non-glandular, leaf thickness, palisade parenchyma thickness, spongy parenchyma thickness, epidermis and cuticle thickness. The experimental design used was factorial design with two factors, namely the location and type of plants. All data were analyzed of variance and Duncan test using SAS program 9.1.3 Portable. Results showed that A. gangetica have the highest height and the largest relative number of leaves without anatomical changes. Impatiens balsamina modify itself by increasing the stomatal index and density of adaksial stomata as a response to air pollution. The increased of leaves thickness and spongy parenchyma is a response of M. jalapa to air pollution.

Key words : Air pollution, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, relative growth, anatomy of leaf tissue.


(2)

9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan pembangunan dan teknologi saat ini, menyebabkan munculnya beberapa masalah lingkungan, salah satunya adalah polusi udara. Polusi udara dapat diartikan sebagai perubahan susunan dan komposisi udara dari keadaan normal akibat adanya zat kimia di atmosfer (Krupa 1997; Wardhana 2004). Pencemar udara dapat berupa gas, cairan, maupun partikel. Komponen pencemar terbesar di udara adalah karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx),

belerang oksida (SOx), hidrokarbon (HC), dan

partikel. Sumber pencemar udara terbesar berasal dari kegiatan industri berupa SO2 yang

sangat berbahaya bagi tanaman dan asap kendaraan bermotor yang merupakan penghasil utama CO, NO2, hidrokarbon dan

partikel (Treshow 1984).

Polusi udara akan berdampak langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan dan makhluk hidup, termasuk tanaman. Tanaman memiliki mekanisme fotosintesis yang berhubungan erat dengan udara yang heterogen. Pertumbuhan tanaman merupakan target paling rentan terhadap pencemar (polutan). Polutan akan merusak jaringan terlebih dahulu dibandingkan kerusakan yang tampak secara fisik (Mudd & Kozlowski 1975). Polutan dapat menyebabkan tanaman mengalami nekrosis pada daun, rusaknya pigmen klorofil, rusaknya palisade dan menghambat transport elektron pada proses fotosintesis (Treshow 1984). Daun merupakan organ tanaman yang sangat mudah terpengaruh oleh polusi udara. Mekanisme ini terjadi pada tanaman melalui jaringan menuju sel, organel dan molekular (Treshow & Anderson 1989).

Asystasia gangetica merupakan tanaman dikotil yang tumbuh liar dan hidup natural di tepi jalan (Backer & Brink 1968). Tanaman ini termasuk ke dalam famili Acanthaceae yang memiliki perawakan herba, perenial dan berdaun ovate (Hsu et al. 2005). Impatiens balsamina, tanaman terna yang umum disebut pacar air ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki beragam warna petal bunga yang indah (Heyne 1987). Tanaman hias lain yang tumbuh liar adalah Mirabilis jalapa, yang sering dikenal dengan sebutan bunga pukul empat. Selain memiliki bentuk dan warna bunga yang indah, ekstrak daun Mirabilis juga dapat dijadikan sebagai penolak serangga (Yusanti 2009).

Potensi tanaman termasuk tanaman hias dapat digunakan sebagai barometer polusi udara (bioindikator). Biomonitoring merupakan proses respon makhluk hidup terhadap perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Tanaman lebih banyak digunakan sebagai bioindikator polusi udara karena lebih peka terhadap perubahan lingkungan (polusi udara) dibandingkan manusia dan hewan (Nali & Lorenzini 2007). Respon tanaman terhadap polusi udara beranekaragam, meliputi respon anatomi dengan mengurangi ukuran stomata seperti yang terlihat pada Thevetia nerifolia dan Salix alba (Verma & Singh 2006; Wuytack et al. 2010). Radoukova (2009) juga melaporkan terjadinya kenaikan jumlah sel epidermis pada Fraxinus pensylvanica sebagai salah satu reaksi tanaman terhadap polusi udara. Duldulao dan Gomez (2008) menyebutkan bahwa adanya peningkatan indeks stomata pada Tithonia diversifolia dan Pennisetum purpureum pada keadaan yang terpolusi. Secara fisiologi, tanaman meningkatkan asam askorbat sebagai agen proteksi dari polutan (Menser 1964), mengalami penurunan efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan akibat rusaknya pigmen klorofil pada Ficus religiosa dan T. nerifolia (Verma & Singh 2006).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui respon pertumbuhan dan anatomi jaringan daun pada Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa akibat polusi udara.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010 di rumah kaca Departemen Biologi (sekitar gedung Fakultas Peternakan) dan Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga


(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan pembangunan dan teknologi saat ini, menyebabkan munculnya beberapa masalah lingkungan, salah satunya adalah polusi udara. Polusi udara dapat diartikan sebagai perubahan susunan dan komposisi udara dari keadaan normal akibat adanya zat kimia di atmosfer (Krupa 1997; Wardhana 2004). Pencemar udara dapat berupa gas, cairan, maupun partikel. Komponen pencemar terbesar di udara adalah karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx),

belerang oksida (SOx), hidrokarbon (HC), dan

partikel. Sumber pencemar udara terbesar berasal dari kegiatan industri berupa SO2 yang

sangat berbahaya bagi tanaman dan asap kendaraan bermotor yang merupakan penghasil utama CO, NO2, hidrokarbon dan

partikel (Treshow 1984).

Polusi udara akan berdampak langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan dan makhluk hidup, termasuk tanaman. Tanaman memiliki mekanisme fotosintesis yang berhubungan erat dengan udara yang heterogen. Pertumbuhan tanaman merupakan target paling rentan terhadap pencemar (polutan). Polutan akan merusak jaringan terlebih dahulu dibandingkan kerusakan yang tampak secara fisik (Mudd & Kozlowski 1975). Polutan dapat menyebabkan tanaman mengalami nekrosis pada daun, rusaknya pigmen klorofil, rusaknya palisade dan menghambat transport elektron pada proses fotosintesis (Treshow 1984). Daun merupakan organ tanaman yang sangat mudah terpengaruh oleh polusi udara. Mekanisme ini terjadi pada tanaman melalui jaringan menuju sel, organel dan molekular (Treshow & Anderson 1989).

Asystasia gangetica merupakan tanaman dikotil yang tumbuh liar dan hidup natural di tepi jalan (Backer & Brink 1968). Tanaman ini termasuk ke dalam famili Acanthaceae yang memiliki perawakan herba, perenial dan berdaun ovate (Hsu et al. 2005). Impatiens balsamina, tanaman terna yang umum disebut pacar air ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki beragam warna petal bunga yang indah (Heyne 1987). Tanaman hias lain yang tumbuh liar adalah Mirabilis jalapa, yang sering dikenal dengan sebutan bunga pukul empat. Selain memiliki bentuk dan warna bunga yang indah, ekstrak daun Mirabilis juga dapat dijadikan sebagai penolak serangga (Yusanti 2009).

Potensi tanaman termasuk tanaman hias dapat digunakan sebagai barometer polusi udara (bioindikator). Biomonitoring merupakan proses respon makhluk hidup terhadap perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Tanaman lebih banyak digunakan sebagai bioindikator polusi udara karena lebih peka terhadap perubahan lingkungan (polusi udara) dibandingkan manusia dan hewan (Nali & Lorenzini 2007). Respon tanaman terhadap polusi udara beranekaragam, meliputi respon anatomi dengan mengurangi ukuran stomata seperti yang terlihat pada Thevetia nerifolia dan Salix alba (Verma & Singh 2006; Wuytack et al. 2010). Radoukova (2009) juga melaporkan terjadinya kenaikan jumlah sel epidermis pada Fraxinus pensylvanica sebagai salah satu reaksi tanaman terhadap polusi udara. Duldulao dan Gomez (2008) menyebutkan bahwa adanya peningkatan indeks stomata pada Tithonia diversifolia dan Pennisetum purpureum pada keadaan yang terpolusi. Secara fisiologi, tanaman meningkatkan asam askorbat sebagai agen proteksi dari polutan (Menser 1964), mengalami penurunan efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan akibat rusaknya pigmen klorofil pada Ficus religiosa dan T. nerifolia (Verma & Singh 2006).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui respon pertumbuhan dan anatomi jaringan daun pada Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa akibat polusi udara.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010 di rumah kaca Departemen Biologi (sekitar gedung Fakultas Peternakan) dan Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga


(4)

10

Asystasia gangetica, Impatiens balsamina dan Mirabilis jalapa didapatkan dari SEAMEO Biotrop. Tanah yang digunakan berasal dari daerah Babakan Sawah Baru Dramaga Bogor. Pupuk organik yang digunakan bermerk dagang Bioplus organik. Bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan preparat anatomi diantaranya adalah FAA (formaldehid; asam asetat glasial; alkohol 70% = 5; 5; 90), alkohol 70%, asam nitrat 25%-30%, akuades, kloroks, pewarna safranin 2%, pewarna fastgreen 1%, seri larutan Johansen, parafin murni, xilol dan entelan.

Metode

Analisis Kualitas Udara, Tanah dan Kompos. Analisis kualitas udara bekerjasama dengan Laboratorium Departemen Teknik Industri Pertanian IPB dan dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 2009 di Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga - Bogor (lapangan) dan rumah kaca Departemen Biologi. Parameter kualitas udara yang diukur dan metode yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter dan metode kualitas udara yang diukur

Parameter Metode

NO2 Gries Saltzman

SO2 Pararosaniline

O3 Chemiluminescent

CO Gas Chromatography

TSP (debu) Gravimetric Timbal (Pb) AAS

Suhu Termometer

Kelembaban Higrometer Kec. Angin Anemometer

Analisis tanah dan kompos bekerjasama dengan laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Parameter yang diukur pada tanah meliputi pH, C, N-Total, P, Ca, Mg, K, Na, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan tekstur. Metode yang digunakan diantaranya Walkley & Black untuk analisis C, Kjeldhal untuk N- total dan Bray I untuk analisis P. Parameter yang diukur pada analisis kompos meliputi C, N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn dan Mn.

Pembibitan dan Pemeliharaan. Benih tanaman A. gangetica, I. balsamina dan M. jalapa ditempatkan pada tray yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1.

Pembibitan merupakan tahap ketika benih mulai berkecambah hingga tumbuh secara seragam. Asystasia gangetica tumbuh secara seragam selama ± 11 hari, I. balsamina ± 1 minggu, dan M. jalapa ± 2 minggu. Bibit tanaman yang telah seragam, selanjutnya dipindahkan ke dalam polybag kecil berukuran 10 x 15 cm yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1 untuk proses adaptasi selama 1 minggu. Tanaman yang telah teradaptasi, selanjutnya dipindahkan ke dalam polybag berukuran 2 kg yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penyiraman setiap hari atau hingga tanah menjadi lembab.

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman.

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur fisiologis daun dan luas daun. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap 5 hari sekali, sedangkan luas daun dilakukan setiap 10 hari sekali. Seluruh pengamatan dilakukan selama 90 hari. Data tinggi digunakan untuk mendapatkan pertambahan tinggi relatif (PTR), sedangkan jumlah daun digunakan untuk memperoleh pertambahan jumlah daun relatif (PJR) dengan menggunakan rumus menurut Pugnaire & Valladares (2007):


(5)

pertambahan luas daun relatif (PLD) dengan rumus menurut Pugnaire & Valladares (2007):

Ld = Lk x Bd Bk

Ld = Ld(1) + Ld(2)...Ld(n) n

LD = Ld x JDt n PLD = Ln LD(max)


(6)

12

jam agar pita parafin melekat. Pewarnaan preparat dilakukan menggunakan pewarna ganda safranin (48 jam) - fastgreen (3-5 menit) dan ditutup dengan media entelan. Pengamatan Preparat Sayatan Transversal. Parameter yang diamati diantaranya adalah tebal kutikula adaksial dan abaksial, tebal daun, palisade, bunga karang serta epidermis bagian adaksial dan abaksial. Pengamatan preparat sayatan transversal daun menggunakan mikroskop Olympus CH12 dengan perbesaran 100 x 10 untuk pengamatan kutikula dan perbesaran 40 x 10 untuk pengamatan lainnya. Pengamatan dilakukan pada 2 bidang pandang yang berbeda untuk 3 ulangan tanaman.

Rancangan Percobaan. Percobaan menggunakan rancangan acak faktorial dengan dua faktor, yaitu lokasi dan jenis tanaman. Terdapat 6 perlakuan, yaitu 2 lokasi dengan 3 jenis tanaman. Lokasi pertama adalah rumah kaca (kontrol) dan Unit kebun Babakan sebagai lokasi ke-2 (terpolusi). Jenis tanaman yang digunakan adalah Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Terdapat 10 ulangan untuk data pertumbuhan, dan 3 kali ulangan untuk pengamatan anatomi. Data yang diperoleh, diolah menggunakan program SAS 9.1.3 Portable, jika hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan.

HASIL

Analisis Udara, Tanah dan Kompos

Hasil analisis kualitas udara di kedua lokasi menunjukkan bahwa hasil keduanya masih berada dibawah baku mutu. Parameter yang paling mendekati baku mutu adalah TSP (total suspended partikel) di lapangan yaitu sebesar 223 µg/Nm3 dari 230 µg/Nm3. Hasil analisis NO2, SO2, CO, partikel (debu) dan O3

di lapangan lebih tinggi dibandingkan dengan di rumah kaca, hal ini dapat diasumsikan bahwa di lapangan merupakan daerah yang terpolusi dan di rumah kaca sebagai kontrol (Tabel 2).

Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa tekstur tanah yang digunakan cenderung liat berdebu, dengan komposisi liat sebesar 46,33% dan debu 34,93% (Lampiran 3). Derajat keasaman (pH) tanah relatif netral yaitu 6,4. Kalsium (Ca) merupakan unsur hara paling tinggi diantara hara lainnya, yakni 9,64 me/100gr. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa kompos Bioplus organik

yang digunakan kaya akan Karbon (C), yakni sebesar 21,2% dan diikuti Nitrogen (N) sebesar 1,27%. Hara mikro paling besar terlihat pada Fe yaitu 12150 ppm (Lampiran 4).

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman.

Umur fisiologis daun dari setiap jenis tanaman berbeda. Perbedaan umur fisiologis juga terlihat seiring bertambahnya waktu pengamatan. Pada awal pertumbuhan di rumah kaca, A. gangetica mulai gugur ketika daun berumur ± 30 hari, M. jalapa ± 20 hari dan I. balsamina ± 35 hari. Umur fisiologis daun jenis I. balsamina di lapangan lebih pendek yaitu ± 20 hari, sedangkan untuk jenis lainnya memiliki umur yang sama dengan lokasi di rumah kaca. Semakin bertambahnya waktu pengamatan, umur fisiologis daun menjadi relatif lebih lama, jenis A. gangetica menjadi ± 55 hari, I. balsamina ± 49 hari, dan M. jalapa ± 34 hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan pertambahan tinggi relatif dan bobot basah akar dipengaruhi oleh lokasi dan jenis tanaman (p < 0,05). Nilai pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca dan jenis A. gangetica yang memiliki pertambahan terbesar. Hal sebaliknya terlihat pada bobot basah akar, bobot basah akar di lapangan lebih besar dibandingkan di rumah kaca dan jenis I. balsamina yang memiliki bobot terbesar (Tabel 3-4). Pertambahan luas daun relatif, bobot kering akar dan tajuk dipengaruhi oleh jenis tanaman (p < 0.05). Pertambahan luas daun relatif terbesar tampak pada jenis A. gangetica, sedangkan bobot kering tanaman terbesar terlihat pada jenis I. balsamina (Tabel 4). Interaksi lokasi dan jenis tanaman mempengaruhi pertambahan jumlah daun relatif dan bobot basah tajuk (p = 0.01 dan p = 0.0071). Pertambahan jumlah daun relatif terbesar ditunjukkan oleh jenis A. gangetica sedangkan bobot basah tajuk pada jenis I. balsamina di rumah kaca(Tabel 5).


(7)

jam agar pita parafin melekat. Pewarnaan preparat dilakukan menggunakan pewarna ganda safranin (48 jam) - fastgreen (3-5 menit) dan ditutup dengan media entelan. Pengamatan Preparat Sayatan Transversal. Parameter yang diamati diantaranya adalah tebal kutikula adaksial dan abaksial, tebal daun, palisade, bunga karang serta epidermis bagian adaksial dan abaksial. Pengamatan preparat sayatan transversal daun menggunakan mikroskop Olympus CH12 dengan perbesaran 100 x 10 untuk pengamatan kutikula dan perbesaran 40 x 10 untuk pengamatan lainnya. Pengamatan dilakukan pada 2 bidang pandang yang berbeda untuk 3 ulangan tanaman.

Rancangan Percobaan. Percobaan menggunakan rancangan acak faktorial dengan dua faktor, yaitu lokasi dan jenis tanaman. Terdapat 6 perlakuan, yaitu 2 lokasi dengan 3 jenis tanaman. Lokasi pertama adalah rumah kaca (kontrol) dan Unit kebun Babakan sebagai lokasi ke-2 (terpolusi). Jenis tanaman yang digunakan adalah Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Terdapat 10 ulangan untuk data pertumbuhan, dan 3 kali ulangan untuk pengamatan anatomi. Data yang diperoleh, diolah menggunakan program SAS 9.1.3 Portable, jika hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan.

HASIL

Analisis Udara, Tanah dan Kompos

Hasil analisis kualitas udara di kedua lokasi menunjukkan bahwa hasil keduanya masih berada dibawah baku mutu. Parameter yang paling mendekati baku mutu adalah TSP (total suspended partikel) di lapangan yaitu sebesar 223 µg/Nm3 dari 230 µg/Nm3. Hasil analisis NO2, SO2, CO, partikel (debu) dan O3

di lapangan lebih tinggi dibandingkan dengan di rumah kaca, hal ini dapat diasumsikan bahwa di lapangan merupakan daerah yang terpolusi dan di rumah kaca sebagai kontrol (Tabel 2).

Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa tekstur tanah yang digunakan cenderung liat berdebu, dengan komposisi liat sebesar 46,33% dan debu 34,93% (Lampiran 3). Derajat keasaman (pH) tanah relatif netral yaitu 6,4. Kalsium (Ca) merupakan unsur hara paling tinggi diantara hara lainnya, yakni 9,64 me/100gr. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa kompos Bioplus organik

yang digunakan kaya akan Karbon (C), yakni sebesar 21,2% dan diikuti Nitrogen (N) sebesar 1,27%. Hara mikro paling besar terlihat pada Fe yaitu 12150 ppm (Lampiran 4).

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman.

Umur fisiologis daun dari setiap jenis tanaman berbeda. Perbedaan umur fisiologis juga terlihat seiring bertambahnya waktu pengamatan. Pada awal pertumbuhan di rumah kaca, A. gangetica mulai gugur ketika daun berumur ± 30 hari, M. jalapa ± 20 hari dan I. balsamina ± 35 hari. Umur fisiologis daun jenis I. balsamina di lapangan lebih pendek yaitu ± 20 hari, sedangkan untuk jenis lainnya memiliki umur yang sama dengan lokasi di rumah kaca. Semakin bertambahnya waktu pengamatan, umur fisiologis daun menjadi relatif lebih lama, jenis A. gangetica menjadi ± 55 hari, I. balsamina ± 49 hari, dan M. jalapa ± 34 hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan pertambahan tinggi relatif dan bobot basah akar dipengaruhi oleh lokasi dan jenis tanaman (p < 0,05). Nilai pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca dan jenis A. gangetica yang memiliki pertambahan terbesar. Hal sebaliknya terlihat pada bobot basah akar, bobot basah akar di lapangan lebih besar dibandingkan di rumah kaca dan jenis I. balsamina yang memiliki bobot terbesar (Tabel 3-4). Pertambahan luas daun relatif, bobot kering akar dan tajuk dipengaruhi oleh jenis tanaman (p < 0.05). Pertambahan luas daun relatif terbesar tampak pada jenis A. gangetica, sedangkan bobot kering tanaman terbesar terlihat pada jenis I. balsamina (Tabel 4). Interaksi lokasi dan jenis tanaman mempengaruhi pertambahan jumlah daun relatif dan bobot basah tajuk (p = 0.01 dan p = 0.0071). Pertambahan jumlah daun relatif terbesar ditunjukkan oleh jenis A. gangetica sedangkan bobot basah tajuk pada jenis I. balsamina di rumah kaca(Tabel 5).


(8)

13

Tabel 2 Hasil analisis kualitas udara di lapangan dan rumah kaca Departemen Biologi (29 Desember 2009)

Pengukuran Lapangan Rumah kaca Baku mutu* Unit

NO2 14 6 400 µg/Nm³

SO2 43 16 900 µg/Nm³

O3 27 4 235 µg/Nm³

CO 247 229 30000 µg/Nm³

TSP (debu) 223 52 230 µg/Nm³

Timbal (Pb) <0.030 <0.030 2 µg/Nm³

Suhu 33.4 34.1 - °C

Kelembaban 61.8 58.4 - %

Kec. Angin 0.3 - - m/s

*Baku mutu udara ambien, PP No. 41/1999

Tabel 3 Pertambahan tinggi relatif dan bobot basah akar di lokasi berbeda

Lokasi Pertambahan tinggi relatif Bobot basah akar (g)

Lapangan 0.12a 59.69a

Rumah kaca 0.13b 46.15b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Tabel 4 Pertambahan tinggi relatif, pertambahan luas daun relatif, bobot basah akar, bobot kering akar dan tajuk pada jenis tanaman berbeda

Jenis tanaman

Pertambahan tinggi relatif

Pertambahan luas daun relatif

Bobot (g)

basah akar kering akar kering tajuk

A. gangetica 0.15a 0.95a 19.98b 7.87b 42.47a

I. balsamina 0.12b 0.67b 104.46a 47.36a 55.40a

M. jalapa 0.09c 0.29c 34.34b 18.66b 16.37b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Tabel 5 Pertambahan jumlah daun relatif dan bobot basah tajuk pada lokasi dan jenis tanaman berbeda

Interaksi

Pertambahan jumlah daun relatif Bobot basah tajuk (g)

R L R L

A. gangetica 0.23a 0.22a 180.60c 165.58de

I. balsamina 0.18b 0.16b 551.60a 421.61b

M. jalapa 0.08c 0.03d 112.66de 94.65e

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Ket: (R) : Rumah kaca (L) : Lapangan

Pengamatan Sayatan Paradermal

Pengamatan paradermal menunjukkan adanya variasi bentuk sel epidermis dan trikoma kelenjar. Variasi ukuran stomata tidak terlalu signifikan, karena hampir seluruh

stomata yang teramati dari ketiga jenis tanaman memiliki kisaran panjang stomata yang sama yaitu 24,7- 32 µm dan 15,1-24 µm untuk lebar stomata. Asystasia gangetica dan M. jalapa memiliki trikoma kelenjar dan 5


(9)

trikoma non kelenjar, I. balsamina hanya memiliki trikoma kelenjar dan pada M. jalapa juga ditemukan kristal berbentuk rafid (Gambar 1).

Indeks stomata adaksial, abaksial, kerapatan stomata adaksial dan kerapatan trikoma kelenjar adaksial dipengaruhi oleh lokasi dan jenis tanaman (Tabel 6-7). Nilai indeks stomata adaksial, abaksial, kerapatan stomata dan kerapatan trikoma kelenjar adaksial yang lebih tinggi terlihat di lapangan. Indeks stomata dan kerapatan stomata adaksial tertinggi terlihat pada I. balsamina (Gambar 2), sedangkan kerapatan trikoma kelenjar adaksial terbesar pada A. gangetica yaitu 3,60 jumlah/mm2. Interaksi antara lokasi dan jenis tanaman terlihat pada kerapatan stomata abaksial (p = 0.035). Uji lanjut menunjukkan kerapatan stomata abaksial terbesar pada jenis I. balsamina di lapangan yaitu sebesar 301,97 jumlah/mm2 (Gambar 3, Tabel 8).

Gambar 1 Hasil sayatan paradermal: (a) trikoma kelenjar pada I. balsamina, (b-d) trikoma kelenjar, trikoma non-kelenjar dan kristal pada M. jalapa, (e-f) trikoma kelenjar dan trikoma non-kelenjar pada A. gangetica (skala: 50µm)

Gambar 2 Sayatan paradermal epidermis adaksial di lapangan (L) dan rumah kaca (R): (A-B) A. gangetica, (C-D) I. balsamina, (E-F) M. jalapa (skala: 50µm)

a

e

c

b

f

d

(L)

(L)

(L)

(R)

(R)

(R)

A

C

E


(10)

15

Gambar 3 Sayatan paradermal epidermis abaksial di lapangan (L) dan rumah kaca (R): (A-B) A. gangetica, (C-D) I. balsamina, (E-F) M. jalapa (skala: 50 µm)

Tabel 6 Indeks stomata adaksial dan abaksial, kerapatan stomata adaksial, kerapatan trikoma kelenjar adaksial dan abaksial di lokasi berbeda

Lokasi

Adaksial Abaksial

Indeks stomata

Kerapatan stomata (jumlah/mm2)

Kerapatan trikoma kelenjar (jumlah/mm2)

Indeks stomata

Lapangan 13.60a 72.82a 2.43a 34.87a

Rumah kaca 9.64b 40.44b 1.56b 27.68b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Tabel 7 Indeks stomata adaksial dan abaksial, kerapatan stomata adaksial, kerapatan trikoma kelenjar adaksial dan abaksial pada jenis tanaman berbeda

Jenis tanaman

Adaksial Abaksial Indeks

stomata

Kerapatan stomata (jumlah/mm2)

Kerapatan trikoma kelenjar

(jumlah/mm2)

Indeks stomata

Kerapatan trikoma kelenjar

(jumlah/mm2)

A. gangetica 12.13a 53.78b 3.60a 32.43a 6.65a

I. balsamina 17.92b 86.08a 0.28c 32.10a 0b

M. jalapa 4.80c 30.03b 2.10b 29.28b 0.55b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Tabel 8 Kerapatan stomata abaksial pada lokasi dan jenis tanaman berbeda

Interaksi Kerapatan stomata abaksial

R L

A. gangetica 158.67c 236.27b

I. balsamina 167.77c 301.97a

M. jalapa 182.47c 240.53b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

(L)

(L)

(L)

(R)

(R)

(R)

F

D

B

E

C

A


(11)

Pengamatan Sayatan Transversal.

Analisis ragam menunjukkan tebal daun, tebal palisade dan tebal bunga karang dipengaruhi oleh lokasi (Tabel 9). Tebal daun, palisade dan bunga karang di lapangan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan

dengan lokasi rumah kaca (Gambar 4). Tebal daun dan bunga karang dipengaruhi oleh jenis tanaman, dengan nilai terbesar terlihat pada jenis M. jalapa. Tebal kutikula abaksial, epidermis adaksial dan abaksial juga dipengaruhi oleh jenis tanaman dengan nilai terbesar pada jenis A. gangetica (Tabel 10). Tabel 9 Tebal daun, kutikula adaksial dan abaksial, epidermis adaksial dan abaksial, palisade dan

bunga karang di lokasi berbeda

Lokasi Tebal daun (µm) Tebal palisade (µm) Tebal bunga karang (µm)

Lapangan 219.77a 100.83a 84.12a

Rumah kaca 167.64b 78.06b 59.21b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Tabel 10 Tebal daun, kutikula adaksial dan abaksial, epidermis adaksial dan abaksial, palisade dan bunga karang pada jenis tanaman berbeda

Jenis tanaman

Tebal daun (µm)

Tebal bunga karang (µm)

Adaksial Abaksial

Epidermis (µm)

Kutikula (µm)

Epidermis (µm)

A. gangetica 170.07b 39.93b 25.35a 1.61a 15.90a

I. balsamina 202.50a 86.46a 13.40b 1.39ab 9.93b

M. jalapa 208.54a 88.61a 13.55b 1.20b 13.33c

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Gambar 4 Sayatan transversal daun: A. gangetica di lapangan (A) dan rumah kaca (B), I. balsamina di lapangan (C) dan rumah kaca (D), dan M. jalapa di lapangan (E) dan rumah kaca (F); (a) palisade, (b) bunga karang, (c) trikoma kelenjar, (d) kristal berbentuk rafid (skala: 50 µm)

A

B

C

D

E

F

a a

a a

a

a

b b

b b

b b

c


(12)

17

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter kimia, kualitas udara di kedua lokasi masih baik, karena nilai yang masih dibawah baku mutu (Tabel 2). Nilai NO2, SO2,

CO, partikel dan O3 di lapangan lebih tinggi

dibandingkan di rumah kaca, sehingga diasumsikan bahwa di lapangan sebagai lokasi terpolusi. Parameter yang menunjukkan nilai paling mendekati baku mutu adalah partikel di lapangan, yaitu 223 µg/Nm3 dari 230 µg/Nm3. Salah satu sumber utama penghasil partikel adalah emisi kendaraan bermotor, lokasi lapangan yang berada di tepi jalan menyebabkan jumlah partikel lebih besar dan mendekati baku mutu.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah yang digunakan bertekstur liat berdebu, dengan nilai proporsi liat sebesar 46.33 % dan debu 34,93 % (Lampiran 3). Tekstur tanah merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Tanah dengan nilai liat yang tinggi menyebabkan akar tidak dapat berkembang dengan baik, porositas tinggi, pori berukuran kecil dan aerasi yang kurang baik (Islami & Utomo 1995). Akar yang tidak berkembang dengan baik akan menyebabkan penyerapan air dan hara terhambat sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu. Derajat keasaman tanah cenderung netral dengan nilai 6,4. Diduga tanah sudah sering digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman sehingga pH tanah cenderung netral. Berdasarkan hasil analisis kompos, terlihat bahwa kompos yang digunakan kaya akan C dan Fe, dimana C merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan Fe sebagai bagian protein penting pembawa elektron pada fase terang fotosintesis (Lakitan 2007).

Pertumbuhan tanaman. Hasil menunjukkan bahwa pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca (Tabel 3). Hal senada dilaporkan oleh Sulistijorini et al (2008) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman di lokasi terpolusi lebih rendah dibandingkan kontrol. Pertumbuhan tanaman di lapangan yang lebih rendah (Lampiran 5) diduga terganggu akibat adanya polutan seperti partikel yang cukup tinggi di lapangan. Hal ini didukung dengan data kecepatan angin rata-rata di lapangan yang cukup tinggi selama pengamatan berlangsung (Lampiran 6). Banyaknya partikel dipengaruhi oleh kecepatan angin, dimana partikel seperti debu

akan lebih banyak terakumulasi jika kecepatan angin meningkat (Scorer 1968). Partikel akan menutupi atau memblok, bahkan masuk ke dalam stomata dan mengganggu proses pertukaran gas (Mudd & Kozlowski 1975). Pertukaran gas baik CO2 dan O2 yang

terganggu akan menyebabkan proses fotosintesis terhambat dan berakibat penurunan pertumbuhan pada tanaman (Bell & Treshow 2002).

Pertambahan jumlah dan luas daun relatif terbesar terlihat pada A. gangetica. Jenis ini memiliki umur fisiologis daun yang lebih lama dibandingkan 2 jenis tanaman lainnya. Daun dengan umur fisiologis yang lama dan diikuti dengan pembentukan daun baru yang cepat, akan meningkatkan pertambahan jumlah dan luas daun relatif. Luas daun digunakan sebagai salah satu variabel analisis pertumbuhan yang bergantung pada lingkungan dan genotipe (Lambers 1988). Berdasarkan hasil, diketahui bahwa pertambahan luas daun tidak dipengaruhi oleh lokasi, tertapi dipengaruhi oleh jenis tanaman. Setiap jenis tanaman memiliki genotipe yang berbeda, sehingga menunjukkan pertambahan luas daun yang berbeda. Hal ini bertolak belakang dengan hasil yang dilaporkan oleh Verma dan Singh (2006) yang mengatakan bahwa luas daun pada F. religiosa menurun pada daerah yang terpolusi gas kendaraan bermotor.

Variabel pertumbuhan lain yang diamati adalah bobot tanaman (Pugnaire & Valladares 2007). Bobot basah akar di lapangan lebih besar dibandingkan di rumah kaca (Tabel 3). Hal sebaliknya terlihat pada bobot basah tajuk di lapangan yang lebih rendah dibandingkan di rumah kaca. Bobot basah akar yang lebih besar di lapangan diduga berkaitan dengan efisiensi penyerapan air dan unsur hara secara optimum oleh akar. Pada kondisi cekaman seperti polusi, tanaman memodifikasi dirinya dengan cara meningkatkan sistem perakaran agar dapat memaksimalkan proses fotosintesis untuk pertumbuhan. Optimalisasi fotosintesis oleh akar ini ternyata tidak meningkatkan bobot basah tajuk di lapangan. Bobot kering tanaman (akar dan tajuk) di lapangan dan rumah kaca tidak menunjukkan adanya beda nyata. Diduga polutan di lapangan tidak mempengaruhi efisiensi fotosintesis. Hal ini bertolak belakang dengan hasil yang dilaporkan oleh Crittenden & Read (1979), yang menyatakan bahwa penurunan bobot kering tajuk dipengaruhi oleh polusi udara. Impatiens balsamina merupakan jenis tanaman yang memiliki bobot basah dan


(13)

bobot kering tanaman terbesar. Berdasarkan pengamatan, jenis ini memiliki jumlah cabang dan daun terbanyak sehingga memiliki nilai bobot terbesar diantara jenis lainnya. Bobot basah yang besar juga didukung oleh Backer dan Brink (1968) yang mengatakan bahwa I. balsamina merupakan tanaman herba yang mengandung banyak air.

Anatomi jaringan daun. Asystasia gangetica, I. balsamina, dan M. jalapa memiliki bentuk trikoma kelenjar yang berbeda satu sama lain (Gambar 1). Kerapatan trikoma kelenjar adaksial di lapangan lebih tinggi dibandingkan di rumah kaca, dan jenis A. gangetica memiliki nilai kerapatan terbesar yaitu 3,60 jumlah/mm2. Kerapatan trikoma abaksial dipengaruhi oleh jenis tanaman, dengan A. gangetica sebagai jenis yang memiliki kerapatan terbesar yaitu 6,65 jumlah/mm2. Trikoma kelenjar merupakan sel sekretori yang dapat berfungsi mengeluarkan metabolit sekunder (Cutter 1978; Fahn 1979). Metabolit sekunder seperti senyawa terpenoid dapat berperan sebagai agen penolak serangga (Salisbury & Ross 1995). Meningkatnya kerapatan trikoma kelenjar di lapangan dan pada jenis A. gangetica diduga merupakan mekanisme pertahanan tanaman terhadap herbivora seperti ulat dan bukan sebagai respon terhadap polutan. Selama pengamatan, tanaman yang berada di lapangan lebih rentan dan sering terserang oleh ulat, sehingga tanaman meningkatkan jumlah trikoma kelenjar sebagai bentuk pertahanan diri. Asystasia gangetica dan M. jalapa memiliki trikoma non-kelenjar pada bagian epidermis (Gambar 1). Trikoma non-kelenjar merupakan derivat epidermis yang memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah mencegah kehilangan air, pertahanan fisik terhadap serangga, dan sebagai biomonitoring lingkungan terhadap kontaminasi Pb (Cutter 1978; Azmat et al 2009).

Karakteristik stomata yang meliputi ukuran, kerapatan dan indeks stomata banyak digunakan sebagai parameter kualitas udara (biomonitoring udara) (Balasooriya et al 2008; Wuytack et al 2010). Meningkatnya indeks stomata adaksial, abaksial, kerapatan stomata adaksial dan abaksial pada ketiga jenis tanaman di lapangan merupakan salah satu respon adaptasi dan pertahanan hidup tanaman pada saat cekaman lingkungan seperti polusi udara (Tabel 6). Kenaikan jumlah dan indeks stomata diduga merupakan modifikasi tanaman untuk mengoptimumkan penangkapan gas CO2 yang akan digunakan

dalam proses fotosintesis. Perubahan struktur

paradermal meliputi kenaikan indeks stomata pada Tithonia diversifolia dan Pennisetum purpureum yang terjadi karena adanya cekaman lingkungan dari emisi kendaraan bermotor juga dilaporkan oleh Doldulao & Gomez (2008). Hal senada juga disampaikan oleh Gostin (2009), salah satu respon tanaman Trifolium montanum dan Trifolium repens terhadap cekaman polusi udara adalah dengan meningkatnya indeks stomata. Indeks stomata adaksial, kerapatan stomata adaksial dan abaksial tertinggi terlihat pada jenis I. balsamina (Gambar 2-3). Banyaknya stomata pada bagian adaksial dan abaksial daun, menyebabkan I. balsamina mudah layu dibandingkan M. jalapa dan A. gangetica karena laju transpirasi yang meningkat akibat jumlah stomata yang bertambah.

Sayatan transversal daun yang dapat diamati diantaranya adalah tebal kutikula, epidermis (adaksial dan abaksial), dan jaringan mesofil. Tebal palisade dan bunga karang dipengaruhi oleh lokasi dengan ketebalan di lapangan yang lebih besar dibandingkan di rumah kaca (Tabel 9). Meningkatnya ketebalan palisade dan bunga karang merupakan salah satu respon anatomi daun terhadap polusi udara. Ribas et al (2005) juga melaporkan kenaikan O3 sebagai polutan

mengakibatkan meningkatnya ketebalan bunga karang pada Olea europea. Respon sebaliknya, seperti palisade yang anomali terlihat pada Phlomis fruticosa (Psaras & Christodoulakis 1987), rusaknya bunga karang pada Delonix regia akibat SO2 (Juntawong &

Suwanwaree 1994) dan tebal bunga karang yang signifikan menurun pada Ficus bangalensis dan Tanacetum vulgare saat cekaman polutan gas kendaraan bermotor (Jahan & Iqbal 1992; Stevovic 2010). Tebal jaringan palisade dan bunga karang yang meningkat di lapangan, diduga merupakan respon tanaman untuk meningkatkan jumlah kloroplas yang terdapat pada kedua jaringan tersebut guna optimumisasi fotosintesis (Fahn 1982).

Tebal daun di lapangan juga menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan di rumah kaca (Tabel 9). Tebal daun yang lebih besar diduga akibat meningkatnya juga tebal palisade dan bunga karang di lapangan. Hasil berbeda dilaporkan oleh Stevovic (2010) yang menyatakan bahwa tebal daun T. vulgare pada keadaan terpolusi lebih rendah dibandingkan kontrol, hal tersebut dilakukan sebagai respon tanaman terhadap polusi udara.

Jenis tanaman mempengaruhi tebal kutikula abaksial, epidermis adaksial dan


(14)

19

abaksial, dengan nilai terbesar pada jenis A. gangetica. Ketebalan epidermis adaksial, abaksial dan kutikula abaksial diduga tidak dipengaruhi oleh polusi udara, karena di lokasi yang berbeda tidak menunjukkan adanya beda nyata (p > 0,05) dan diduga lebih dipengaruhi oleh faktor genotipe. Tebal kutikula adaksial tidak dipengaruhi lokasi maupun jenis tanaman, tetapi terlihat bahwa kutikula pada bagian adaksial lebih tebal dibandingkan kutikula abaksial. Kutikula tersusun atas polimer struktural dan kutin yang berasosiasi menjadi lapisan lilin yang sangat hidrophobik. Kutikula pada bagian adaksial yang lebih tebal berfungsi untuk mengurangi hilangnya air yang berlebih pada saat stomata membuka untuk pertukaran gas (Hall 1976).

Secara umum, terlihat adanya hubungan antara pertumbuhan dan perubahan anatomi. Pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca, hal ini diduga disebabkan oleh polutan seperti partikel (debu). Partikel (debu) menutupi permukaan daun dan menghambat pertukaran gas di daun. Tanaman memodifikasi dirinya dengan meningkatkan indeks dan kerapatan stomata guna memaksimalkan penangkapan CO2. Hal ini diikuti dengan tebal kutikula

adaksial yang lebih besar sebagai mekanisme mengurangi laju transpirasi. Tebal palisade dan bunga karang juga terlihat meningkat di lapangan, ini berhubungan dengan jumlah kloroplas yang terkandung pada dua jaringan tersebut. Hal ini berkaitan dengan penangkapan energi cahaya oleh pigmen klorofil untuk proses fotosintesis (Larcher 1980). Polutan seperti partikel dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman, tetapi tanaman memiliki mekanisme adaptasi dan pertahanan dengan memodifikasi dirinya agar dapat terus hidup dan tumbuh.

SIMPULAN

Pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif pada A. gangetica, M. jalapa dan I. balsamina di lokasi terpolusi lebih rendah dibandingkan kontrol. Asystasia gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif paling besar tanpa diikuti perubahan anatomi yang signifikan. Modifikasi tanaman sebagai respon terhadap polusi dengan meningkatnya indeks stomata dan kerapatan stomata terjadi pada Impatiens balsamina. Meningkatnya tebal daun dan bunga karang merupakan respon Mirabilis jalapa terhadap polusi udara.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui respon dan mekanisme modifikasi pertahanan tanaman terhadap polutan spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Azmat R, Haider S, Nasreen H, Aziz F, Riaz M. 2009. A viable alternative mechanism in adapting the plants to heavy metal environment. Pok. J. Bot 41:2729-2738.

Backer CA, Brink BVD. 1968. Flora of Java Vol II. Netherlands: Wolters-Noordhoff. Balasooriya, Samson BLWK, Mbikwa R,

Vitharana F. 2008. Biomonitoring of urban habitat quality by anatomical and chemical leaf characteristics [abstrak]. Di dalam: Enviromental and Experimental Botany 65:386-394. Bell J.N.B, Treshow M. 2002. Air Pollution

and Plant Life. England: John Willey & Sons, Ltd.

Crittenden PD, Read DJ. 1979. The effect of air pollution on plant growth with special reference to sulphur dioxide. III. growth studies with Lolium multiflorum Lam. And Dactylis glomerata L.. New Physiol 83:645-651. Cutter EG. 1978. Plant Anatomy Part I Cell and Tissues. London: Edward Arnold (Publisher), Ltd.

Duldulao MC, Gomez RA. 2008. Effect of vehicular emission on morphological characteristics of young and mature leaves napier grass (Pennisetum purpureum). Research Journal XVI-2008 Edition.

Fahn A. 1979. Secretory Tissues in Plants. London: Academic Press.

Fahn A. 1982. Plant Anatomy. England: Pergamon Press.

Gostin IN. 2009. Air pollution effect on the leaf structure of some Fabaceae species. Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj 37:57-63.

Hall MA. 1976. Plant Structure, Function, and Adaptation. London: The Macmillan Press, Ltd.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hsu TW, Chiang TY, Peng JJ. 2005. Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subs.

micrantha (Ness) ensermu

(Acanthaceae), a newly naturalized plant in Taiwan. Taiwania 50:117-122.


(15)

abaksial, dengan nilai terbesar pada jenis A. gangetica. Ketebalan epidermis adaksial, abaksial dan kutikula abaksial diduga tidak dipengaruhi oleh polusi udara, karena di lokasi yang berbeda tidak menunjukkan adanya beda nyata (p > 0,05) dan diduga lebih dipengaruhi oleh faktor genotipe. Tebal kutikula adaksial tidak dipengaruhi lokasi maupun jenis tanaman, tetapi terlihat bahwa kutikula pada bagian adaksial lebih tebal dibandingkan kutikula abaksial. Kutikula tersusun atas polimer struktural dan kutin yang berasosiasi menjadi lapisan lilin yang sangat hidrophobik. Kutikula pada bagian adaksial yang lebih tebal berfungsi untuk mengurangi hilangnya air yang berlebih pada saat stomata membuka untuk pertukaran gas (Hall 1976).

Secara umum, terlihat adanya hubungan antara pertumbuhan dan perubahan anatomi. Pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca, hal ini diduga disebabkan oleh polutan seperti partikel (debu). Partikel (debu) menutupi permukaan daun dan menghambat pertukaran gas di daun. Tanaman memodifikasi dirinya dengan meningkatkan indeks dan kerapatan stomata guna memaksimalkan penangkapan CO2. Hal ini diikuti dengan tebal kutikula

adaksial yang lebih besar sebagai mekanisme mengurangi laju transpirasi. Tebal palisade dan bunga karang juga terlihat meningkat di lapangan, ini berhubungan dengan jumlah kloroplas yang terkandung pada dua jaringan tersebut. Hal ini berkaitan dengan penangkapan energi cahaya oleh pigmen klorofil untuk proses fotosintesis (Larcher 1980). Polutan seperti partikel dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman, tetapi tanaman memiliki mekanisme adaptasi dan pertahanan dengan memodifikasi dirinya agar dapat terus hidup dan tumbuh.

SIMPULAN

Pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif pada A. gangetica, M. jalapa dan I. balsamina di lokasi terpolusi lebih rendah dibandingkan kontrol. Asystasia gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif paling besar tanpa diikuti perubahan anatomi yang signifikan. Modifikasi tanaman sebagai respon terhadap polusi dengan meningkatnya indeks stomata dan kerapatan stomata terjadi pada Impatiens balsamina. Meningkatnya tebal daun dan bunga karang merupakan respon Mirabilis jalapa terhadap polusi udara.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui respon dan mekanisme modifikasi pertahanan tanaman terhadap polutan spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Azmat R, Haider S, Nasreen H, Aziz F, Riaz M. 2009. A viable alternative mechanism in adapting the plants to heavy metal environment. Pok. J. Bot 41:2729-2738.

Backer CA, Brink BVD. 1968. Flora of Java Vol II. Netherlands: Wolters-Noordhoff. Balasooriya, Samson BLWK, Mbikwa R,

Vitharana F. 2008. Biomonitoring of urban habitat quality by anatomical and chemical leaf characteristics [abstrak]. Di dalam: Enviromental and Experimental Botany 65:386-394. Bell J.N.B, Treshow M. 2002. Air Pollution

and Plant Life. England: John Willey & Sons, Ltd.

Crittenden PD, Read DJ. 1979. The effect of air pollution on plant growth with special reference to sulphur dioxide. III. growth studies with Lolium multiflorum Lam. And Dactylis glomerata L.. New Physiol 83:645-651. Cutter EG. 1978. Plant Anatomy Part I Cell and Tissues. London: Edward Arnold (Publisher), Ltd.

Duldulao MC, Gomez RA. 2008. Effect of vehicular emission on morphological characteristics of young and mature leaves napier grass (Pennisetum purpureum). Research Journal XVI-2008 Edition.

Fahn A. 1979. Secretory Tissues in Plants. London: Academic Press.

Fahn A. 1982. Plant Anatomy. England: Pergamon Press.

Gostin IN. 2009. Air pollution effect on the leaf structure of some Fabaceae species. Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj 37:57-63.

Hall MA. 1976. Plant Structure, Function, and Adaptation. London: The Macmillan Press, Ltd.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hsu TW, Chiang TY, Peng JJ. 2005. Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subs.

micrantha (Ness) ensermu

(Acanthaceae), a newly naturalized plant in Taiwan. Taiwania 50:117-122.


(16)

RESPON PERTUMBUHAN DAN ANATOMI JARINGAN DAUN PADA

Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, DAN Mirabilis jalapa AKIBAT

POLUSI UDARA

NURUL HARUNINGTYAS

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(17)

abaksial, dengan nilai terbesar pada jenis A. gangetica. Ketebalan epidermis adaksial, abaksial dan kutikula abaksial diduga tidak dipengaruhi oleh polusi udara, karena di lokasi yang berbeda tidak menunjukkan adanya beda nyata (p > 0,05) dan diduga lebih dipengaruhi oleh faktor genotipe. Tebal kutikula adaksial tidak dipengaruhi lokasi maupun jenis tanaman, tetapi terlihat bahwa kutikula pada bagian adaksial lebih tebal dibandingkan kutikula abaksial. Kutikula tersusun atas polimer struktural dan kutin yang berasosiasi menjadi lapisan lilin yang sangat hidrophobik. Kutikula pada bagian adaksial yang lebih tebal berfungsi untuk mengurangi hilangnya air yang berlebih pada saat stomata membuka untuk pertukaran gas (Hall 1976).

Secara umum, terlihat adanya hubungan antara pertumbuhan dan perubahan anatomi. Pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca, hal ini diduga disebabkan oleh polutan seperti partikel (debu). Partikel (debu) menutupi permukaan daun dan menghambat pertukaran gas di daun. Tanaman memodifikasi dirinya dengan meningkatkan indeks dan kerapatan stomata guna memaksimalkan penangkapan CO2. Hal ini diikuti dengan tebal kutikula

adaksial yang lebih besar sebagai mekanisme mengurangi laju transpirasi. Tebal palisade dan bunga karang juga terlihat meningkat di lapangan, ini berhubungan dengan jumlah kloroplas yang terkandung pada dua jaringan tersebut. Hal ini berkaitan dengan penangkapan energi cahaya oleh pigmen klorofil untuk proses fotosintesis (Larcher 1980). Polutan seperti partikel dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman, tetapi tanaman memiliki mekanisme adaptasi dan pertahanan dengan memodifikasi dirinya agar dapat terus hidup dan tumbuh.

SIMPULAN

Pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif pada A. gangetica, M. jalapa dan I. balsamina di lokasi terpolusi lebih rendah dibandingkan kontrol. Asystasia gangetica memiliki nilai pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif paling besar tanpa diikuti perubahan anatomi yang signifikan. Modifikasi tanaman sebagai respon terhadap polusi dengan meningkatnya indeks stomata dan kerapatan stomata terjadi pada Impatiens balsamina. Meningkatnya tebal daun dan bunga karang merupakan respon Mirabilis jalapa terhadap polusi udara.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui respon dan mekanisme modifikasi pertahanan tanaman terhadap polutan spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Azmat R, Haider S, Nasreen H, Aziz F, Riaz M. 2009. A viable alternative mechanism in adapting the plants to heavy metal environment. Pok. J. Bot 41:2729-2738.

Backer CA, Brink BVD. 1968. Flora of Java Vol II. Netherlands: Wolters-Noordhoff. Balasooriya, Samson BLWK, Mbikwa R,

Vitharana F. 2008. Biomonitoring of urban habitat quality by anatomical and chemical leaf characteristics [abstrak]. Di dalam: Enviromental and Experimental Botany 65:386-394. Bell J.N.B, Treshow M. 2002. Air Pollution

and Plant Life. England: John Willey & Sons, Ltd.

Crittenden PD, Read DJ. 1979. The effect of air pollution on plant growth with special reference to sulphur dioxide. III. growth studies with Lolium multiflorum Lam. And Dactylis glomerata L.. New Physiol 83:645-651. Cutter EG. 1978. Plant Anatomy Part I Cell and Tissues. London: Edward Arnold (Publisher), Ltd.

Duldulao MC, Gomez RA. 2008. Effect of vehicular emission on morphological characteristics of young and mature leaves napier grass (Pennisetum purpureum). Research Journal XVI-2008 Edition.

Fahn A. 1979. Secretory Tissues in Plants. London: Academic Press.

Fahn A. 1982. Plant Anatomy. England: Pergamon Press.

Gostin IN. 2009. Air pollution effect on the leaf structure of some Fabaceae species. Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj 37:57-63.

Hall MA. 1976. Plant Structure, Function, and Adaptation. London: The Macmillan Press, Ltd.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hsu TW, Chiang TY, Peng JJ. 2005. Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subs.

micrantha (Ness) ensermu

(Acanthaceae), a newly naturalized plant in Taiwan. Taiwania 50:117-122.


(18)

20

Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press.

Jahan S, Iqbal MZ. 1992. Morphological and anatomical studies of leaves of different plants affected by motor vehicles exhaust. Journal of Islamic Academy of Sciences 5:21-23.

Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York: Mc Graw-Hillbook Company, Inc.

Juntawong N, Suwanwaree P. 1994. Effect of SO2 on leaf anatomy, chlorophyll

content and sulphur accumulation. Journal of the National Research Council 26:1-13.

Krupa SV. 1997. Air Poluution, People, and Plants. USA: APS Press.

Lakitan B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Lambers H, Chapin FS, Pons TL. 1998. Plant Physiological Ecology. New York: Springer-Verlag, Inc.

Larcher W. 1980. Physiological Plant Ecology. New York: Springer-Verlag. Menser HA. 1964. Response of plants to air

pollutions. III. A relation between ascorbic acid levels and ozone suspectibility of light-preconditioned tobacco plants. Plant Physiol 39:564-567.

Mudd JB, Kozlowski TT. 1975. Response of Plants to Air Pollution. London: Academic Press, Inc, Ltd.

Nali C, Lorenzini G. 2007. Air quality survey carried out by schoolchildren: an innovative tool for urban planning. Environ Monit Assess 131:201-210. Pugnaire FI, Valladares F. 2007. Functional

Plant Ecology. New York: CRC Press. Psaras GK, Christodoulakis NS. 1987. Air

pollution effect on the ultrastructure of Phlomis fruticosa mesophyll cells. Bull. Environ. Contam. Toxicol 38:610-617.

Radoukova T. 2009. Anatomical mutability of the leaf epidermis in two species of Fraxinus L. in a region with autotransport pollution. Biotechnol & Biotechnol. EQ.23/special edition. Ribas A, Penuelas J, Elvira S, Gimeno BS.

2005. Ozone exposure induces the activation of leaf senescence-related processes and morphological and growth changes in seedling of Mediterranean tree species. Environmental Pollution 134: 291-300.

Salisbury EJ. 1928. On the causes and ecological significance of stomatal frequency with special reference to woodland flora. Phil. Trans. R. Soc. B 216:1-65.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: Plant Physiology. 4th edition.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa: The Iowa Sate College Press. Scorer R. 1968. Air Pollution. New York:

Pergamon Press.

Stevovic et al. Environmental impact on morphological and anatomical structure of tansy. African Journal of Biotechnology 9: 2413-2421.


(19)

NURUL HARUNINGTYAS

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(20)

ABSTRAK

NURUL HARUNINGTYAS. Respon pertumbuhan dan anatomi jaringan daun pada Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa akibat polusi udara. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan DORLY.

Polusi udara merupakan masalah lingkungan yang terjadi akibat perubahan komposisi udara dari keadaan normalnya. Tanaman berpotensi sebagai bioindikator polusi udara. Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa ditempatkan di Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga - Bogor (terpolusi) dan rumah kaca (kontrol). Pengamatan pertumbuhan diamati selama 90 hari dengan parameter meliputi pertambahan tinggi relatif, jumlah daun relatif, luas daun relatif, dan bobot tanaman. Pengamatan anatomi meliputi sayatan paradermal dengan menggunakan metode whole mount dan sayatan transversal dengan menggunakan metode parafin. Parameter anatomi meliputi jumlah dan ukuran stomata, trikoma kelenjar dan non-kelenjar, tebal daun, palisade, bunga karang, epidermis dan kutikula. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak faktorial dengan 2 faktor, yaitu lokasi dan jenis tanaman. Seluruh data yang diperoleh dianalisis ragam dan uji lanjut Duncan menggunakan program SAS 9.1.3 Portable. Hasil menunjukkan bahwa A. gangetica memiliki pertambahan tinggi dan jumlah daun relatif yang paling besar tanpa diikuti perubahan anatomi. Impatiens balsamina memodifikasi dirinya dengan meningkatkan indeks stomata adaksial dan kerapatan stomata adaksial sebagai respon terhadap polusi udara. Meningkatnya tebal daun dan bunga karang merupakan respon M. jalapa terhadap polusi udara.

Kata kunci : Polusi udara, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, pertumbuhan relatif, anatomi jaringan daun

ABSTRACT

NURUL HARUNINGTYAS. Growth and anatomy of leaf tissues response on Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa due to air pollution.. Under direction of SULISTIJORINI and DORLY.

Air pollution is an environmental issue that occurs due to changes in air composition of its normal state. Plants potential as bioindicator of air pollution. Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, and Mirabilis jalapa placed in the unit garden Babakan block E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga - Bogor (polluted) and greenhouse (control). Plant growth parameters were observed for 90 days such as the relative height, leaf number relative, relative leaf area and plant weight. Anatomical observations include paradermal section using whole-mount and transverse section using the paraffin method. Anatomical parameters include the number and size of stomata, glandular trichomes and non-glandular, leaf thickness, palisade parenchyma thickness, spongy parenchyma thickness, epidermis and cuticle thickness. The experimental design used was factorial design with two factors, namely the location and type of plants. All data were analyzed of variance and Duncan test using SAS program 9.1.3 Portable. Results showed that A. gangetica have the highest height and the largest relative number of leaves without anatomical changes. Impatiens balsamina modify itself by increasing the stomatal index and density of adaksial stomata as a response to air pollution. The increased of leaves thickness and spongy parenchyma is a response of M. jalapa to air pollution.

Key words : Air pollution, Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, Mirabilis jalapa, relative growth, anatomy of leaf tissue.


(21)

NURUL HARUNINGTYAS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(22)

Judul :

Respon Pertumbuhan dan Anatomi Jaringan Daun pada

Asystasia

gangetica, Impatiens balsamina,

dan Mirabilis jalapa Akibat Polusi

Udara

Nama : Nurul Haruningtyas

NIM : G34060542

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si Dr. Ir. Dorly, M.Si

NIP 19630920 1989032 001 NIP 19640416 1991032 002

Diketahui

Ketua Departemen

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena

NIP 196410021989031002


(23)

ilmiah ini dilakukan mulai Desember 2009 sampai dengan September 2010, di rumah kaca Departemen Biologi, Unit kebun Babakan blok E University Farm dan Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si, Dr. Ir. Dorly, M.Si selaku pembimbing dan Dr. Rita Megia selaku penguji atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada keluarga tercinta untuk doa serta dukungannya. Terima kasih kepada Agni, Meri, Pak Dadang, kak Amin, kak Goto, Pak Iman, kak Riyana dan teman-teman di Laboratorium Anatomi Tumbuhan atas bantuan dan dukungan yang selalu ada. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman Biologi angkatan 43.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011


(24)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, tanggal 4 Desember 1987, dari ayah Harno dan Ibu Runti Sulistiowati. Penulis adalah anak ke dua dari dua bersaudara.

Penulis lulus SD pada tahun 2000 dan lulus dari SLTP tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan masuk Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di PT. Galenium Pharmasia Laboratories pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar pada tahun 2009/2010 dan 2010/2011, Sistematika Tumbuhan Berpembuluh tahun 2009/2010, Ilmu Lingkungan tahun 2009/2010, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan tahun 2010/2011 dan Mikroteknik pada tahun 2010/2011.


(25)

DAFTAR TABEL ... viii DAFTAR GAMBAR ... viii DAFTAR LAMPIRAN ... viii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat ... 1 Alat dan Bahan ... 1

Metode

Analisis Kualitas Udara, Tanah, dan Kompos... 2 Pembibitan dan Pemeliharaan ... 2 Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ... 2 Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal ... 3 Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal ... 3 Pembuatan Preparat Sayatan Transversal ... 3 Pengamatan Preparat Sayatan Transversal... 4 Rancangan Percobaan ... 4 HASIL

Analisis Udara, Tanah, dan Kompos ... 4 Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ... 4 Pengamatan Sayatan Paradermal ... 5 Pengamatan Sayatan Transversal ... 8 PEMBAHASAN... 9 SIMPULAN ... 11 SARAN ... 11 DAFTAR PUSTAKA ... 11 LAMPIRAN ... 13


(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter dan metode kualitas udara yang diukur ... 2 2 Hasil analisis kualitas udara di depan Bulog Dramaga dan rumah kaca Departemen

Biologi... 5 3 Pertambahan tinggi relatif dan bobot basah akar di lokasi berbeda. ... 5 4 Pertambahan tinggi relatif, pertambahan luas daun relatif, bobot basah akar, bobot

kering akar dan tajuk pada jenis tanaman berbeda. ... 5 5 Pertambahan jumlah daun relatif dan bobot basah tajuk pada lokasi dan jenis tanaman

berbeda ... 5 6 Indeks stomata adaksial dan abaksial, kerapatan stomata adaksial, kerapatan trikoma

kelenjar adaksial dan abaksial di lokasi berbeda ... 7 7 Indeks stomata adaksial dan abaksial, kerapatan stomata adaksial, kerapatan trikoma

kelenjar adaksial pada jenis tanaman berbeda ... 7 8 Kerapatan stomata abaksial pada lokasi dan jenis tanaman berbeda ... 7 9 Tebal daun, palisade dan bunga karang di lokasi berbeda ... 8 10 Tebal daun, kutikula abaksial, epidermis adaksial dan abaksial dan bunga karang

pada jenis tanaman berbeda ... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hasil sayatan paradermal: (a) trikoma kelenjar pada I. balsamina, (b-d) trikoma kelenjar, trikoma non-kelenjar dan kristal pada M. jalapa, (e-f) trikoma kelenjar dan trikoma

non-kelenjar pada A. gangetica ... 6 2 Sayatan paradermal epidermis adaksial: (A-B) A. gangetica, (C-D) I. balsamina,

(E-F) M. jalapa ... 6 3 Sayatan paradermal epidermis abaksial: (A-B) A. gangetica, (C-D) I. balsamina,

(E-F) M. jalapa ... 7 4 Sayatan transversal daun: A. gangetica di lapangan (A) dan rumah kaca (B),

I. balsamina di lapangan (C) dan rumah kaca (D), dan M. jalapa di lapangan (E) dan rumah kaca (F); (a) palisade, (b) bunga karang, (c) trikoma kelenjar, (d) kristal berbentuk rafid ... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi seri larutan Johansen ... 14 2 Komposisi larutan Gifford ... 14 3 Hasil analisis tanah... 14 4 Hasil analisis kompos ... 14 5 Ketiga jenis tanaman di dua lokasi yang berbeda ... 15 6 Rata-rata iklim di lapangan (depan Bulog) bulan Maret


(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan pembangunan dan teknologi saat ini, menyebabkan munculnya beberapa masalah lingkungan, salah satunya adalah polusi udara. Polusi udara dapat diartikan sebagai perubahan susunan dan komposisi udara dari keadaan normal akibat adanya zat kimia di atmosfer (Krupa 1997; Wardhana 2004). Pencemar udara dapat berupa gas, cairan, maupun partikel. Komponen pencemar terbesar di udara adalah karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx),

belerang oksida (SOx), hidrokarbon (HC), dan

partikel. Sumber pencemar udara terbesar berasal dari kegiatan industri berupa SO2 yang

sangat berbahaya bagi tanaman dan asap kendaraan bermotor yang merupakan penghasil utama CO, NO2, hidrokarbon dan

partikel (Treshow 1984).

Polusi udara akan berdampak langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan dan makhluk hidup, termasuk tanaman. Tanaman memiliki mekanisme fotosintesis yang berhubungan erat dengan udara yang heterogen. Pertumbuhan tanaman merupakan target paling rentan terhadap pencemar (polutan). Polutan akan merusak jaringan terlebih dahulu dibandingkan kerusakan yang tampak secara fisik (Mudd & Kozlowski 1975). Polutan dapat menyebabkan tanaman mengalami nekrosis pada daun, rusaknya pigmen klorofil, rusaknya palisade dan menghambat transport elektron pada proses fotosintesis (Treshow 1984). Daun merupakan organ tanaman yang sangat mudah terpengaruh oleh polusi udara. Mekanisme ini terjadi pada tanaman melalui jaringan menuju sel, organel dan molekular (Treshow & Anderson 1989).

Asystasia gangetica merupakan tanaman dikotil yang tumbuh liar dan hidup natural di tepi jalan (Backer & Brink 1968). Tanaman ini termasuk ke dalam famili Acanthaceae yang memiliki perawakan herba, perenial dan berdaun ovate (Hsu et al. 2005). Impatiens balsamina, tanaman terna yang umum disebut pacar air ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki beragam warna petal bunga yang indah (Heyne 1987). Tanaman hias lain yang tumbuh liar adalah Mirabilis jalapa, yang sering dikenal dengan sebutan bunga pukul empat. Selain memiliki bentuk dan warna bunga yang indah, ekstrak daun Mirabilis juga dapat dijadikan sebagai penolak serangga (Yusanti 2009).

Potensi tanaman termasuk tanaman hias dapat digunakan sebagai barometer polusi udara (bioindikator). Biomonitoring merupakan proses respon makhluk hidup terhadap perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Tanaman lebih banyak digunakan sebagai bioindikator polusi udara karena lebih peka terhadap perubahan lingkungan (polusi udara) dibandingkan manusia dan hewan (Nali & Lorenzini 2007). Respon tanaman terhadap polusi udara beranekaragam, meliputi respon anatomi dengan mengurangi ukuran stomata seperti yang terlihat pada Thevetia nerifolia dan Salix alba (Verma & Singh 2006; Wuytack et al. 2010). Radoukova (2009) juga melaporkan terjadinya kenaikan jumlah sel epidermis pada Fraxinus pensylvanica sebagai salah satu reaksi tanaman terhadap polusi udara. Duldulao dan Gomez (2008) menyebutkan bahwa adanya peningkatan indeks stomata pada Tithonia diversifolia dan Pennisetum purpureum pada keadaan yang terpolusi. Secara fisiologi, tanaman meningkatkan asam askorbat sebagai agen proteksi dari polutan (Menser 1964), mengalami penurunan efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan akibat rusaknya pigmen klorofil pada Ficus religiosa dan T. nerifolia (Verma & Singh 2006).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui respon pertumbuhan dan anatomi jaringan daun pada Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa akibat polusi udara.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010 di rumah kaca Departemen Biologi (sekitar gedung Fakultas Peternakan) dan Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga


(28)

10

Asystasia gangetica, Impatiens balsamina dan Mirabilis jalapa didapatkan dari SEAMEO Biotrop. Tanah yang digunakan berasal dari daerah Babakan Sawah Baru Dramaga Bogor. Pupuk organik yang digunakan bermerk dagang Bioplus organik. Bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan preparat anatomi diantaranya adalah FAA (formaldehid; asam asetat glasial; alkohol 70% = 5; 5; 90), alkohol 70%, asam nitrat 25%-30%, akuades, kloroks, pewarna safranin 2%, pewarna fastgreen 1%, seri larutan Johansen, parafin murni, xilol dan entelan.

Metode

Analisis Kualitas Udara, Tanah dan Kompos. Analisis kualitas udara bekerjasama dengan Laboratorium Departemen Teknik Industri Pertanian IPB dan dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 2009 di Unit kebun Babakan blok E University Farm Babakan Sawah Baru Dramaga - Bogor (lapangan) dan rumah kaca Departemen Biologi. Parameter kualitas udara yang diukur dan metode yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter dan metode kualitas udara yang diukur

Parameter Metode

NO2 Gries Saltzman

SO2 Pararosaniline

O3 Chemiluminescent

CO Gas Chromatography

TSP (debu) Gravimetric Timbal (Pb) AAS

Suhu Termometer

Kelembaban Higrometer Kec. Angin Anemometer

Analisis tanah dan kompos bekerjasama dengan laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Parameter yang diukur pada tanah meliputi pH, C, N-Total, P, Ca, Mg, K, Na, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan tekstur. Metode yang digunakan diantaranya Walkley & Black untuk analisis C, Kjeldhal untuk N- total dan Bray I untuk analisis P. Parameter yang diukur pada analisis kompos meliputi C, N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn dan Mn.

Pembibitan dan Pemeliharaan. Benih tanaman A. gangetica, I. balsamina dan M. jalapa ditempatkan pada tray yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1.

Pembibitan merupakan tahap ketika benih mulai berkecambah hingga tumbuh secara seragam. Asystasia gangetica tumbuh secara seragam selama ± 11 hari, I. balsamina ± 1 minggu, dan M. jalapa ± 2 minggu. Bibit tanaman yang telah seragam, selanjutnya dipindahkan ke dalam polybag kecil berukuran 10 x 15 cm yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1 untuk proses adaptasi selama 1 minggu. Tanaman yang telah teradaptasi, selanjutnya dipindahkan ke dalam polybag berukuran 2 kg yang berisi tanah dan kompos dengan perbandingan 3:1. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penyiraman setiap hari atau hingga tanah menjadi lembab.

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman.

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur fisiologis daun dan luas daun. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap 5 hari sekali, sedangkan luas daun dilakukan setiap 10 hari sekali. Seluruh pengamatan dilakukan selama 90 hari. Data tinggi digunakan untuk mendapatkan pertambahan tinggi relatif (PTR), sedangkan jumlah daun digunakan untuk memperoleh pertambahan jumlah daun relatif (PJR) dengan menggunakan rumus menurut Pugnaire & Valladares (2007):


(29)

pertambahan luas daun relatif (PLD) dengan rumus menurut Pugnaire & Valladares (2007):

Ld = Lk x Bd Bk

Ld = Ld(1) + Ld(2)...Ld(n) n

LD = Ld x JDt n PLD = Ln LD(max)


(30)

12

jam agar pita parafin melekat. Pewarnaan preparat dilakukan menggunakan pewarna ganda safranin (48 jam) - fastgreen (3-5 menit) dan ditutup dengan media entelan. Pengamatan Preparat Sayatan Transversal. Parameter yang diamati diantaranya adalah tebal kutikula adaksial dan abaksial, tebal daun, palisade, bunga karang serta epidermis bagian adaksial dan abaksial. Pengamatan preparat sayatan transversal daun menggunakan mikroskop Olympus CH12 dengan perbesaran 100 x 10 untuk pengamatan kutikula dan perbesaran 40 x 10 untuk pengamatan lainnya. Pengamatan dilakukan pada 2 bidang pandang yang berbeda untuk 3 ulangan tanaman.

Rancangan Percobaan. Percobaan menggunakan rancangan acak faktorial dengan dua faktor, yaitu lokasi dan jenis tanaman. Terdapat 6 perlakuan, yaitu 2 lokasi dengan 3 jenis tanaman. Lokasi pertama adalah rumah kaca (kontrol) dan Unit kebun Babakan sebagai lokasi ke-2 (terpolusi). Jenis tanaman yang digunakan adalah Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa. Terdapat 10 ulangan untuk data pertumbuhan, dan 3 kali ulangan untuk pengamatan anatomi. Data yang diperoleh, diolah menggunakan program SAS 9.1.3 Portable, jika hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan.

HASIL

Analisis Udara, Tanah dan Kompos

Hasil analisis kualitas udara di kedua lokasi menunjukkan bahwa hasil keduanya masih berada dibawah baku mutu. Parameter yang paling mendekati baku mutu adalah TSP (total suspended partikel) di lapangan yaitu sebesar 223 µg/Nm3 dari 230 µg/Nm3. Hasil analisis NO2, SO2, CO, partikel (debu) dan O3

di lapangan lebih tinggi dibandingkan dengan di rumah kaca, hal ini dapat diasumsikan bahwa di lapangan merupakan daerah yang terpolusi dan di rumah kaca sebagai kontrol (Tabel 2).

Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa tekstur tanah yang digunakan cenderung liat berdebu, dengan komposisi liat sebesar 46,33% dan debu 34,93% (Lampiran 3). Derajat keasaman (pH) tanah relatif netral yaitu 6,4. Kalsium (Ca) merupakan unsur hara paling tinggi diantara hara lainnya, yakni 9,64 me/100gr. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa kompos Bioplus organik

yang digunakan kaya akan Karbon (C), yakni sebesar 21,2% dan diikuti Nitrogen (N) sebesar 1,27%. Hara mikro paling besar terlihat pada Fe yaitu 12150 ppm (Lampiran 4).

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman.

Umur fisiologis daun dari setiap jenis tanaman berbeda. Perbedaan umur fisiologis juga terlihat seiring bertambahnya waktu pengamatan. Pada awal pertumbuhan di rumah kaca, A. gangetica mulai gugur ketika daun berumur ± 30 hari, M. jalapa ± 20 hari dan I. balsamina ± 35 hari. Umur fisiologis daun jenis I. balsamina di lapangan lebih pendek yaitu ± 20 hari, sedangkan untuk jenis lainnya memiliki umur yang sama dengan lokasi di rumah kaca. Semakin bertambahnya waktu pengamatan, umur fisiologis daun menjadi relatif lebih lama, jenis A. gangetica menjadi ± 55 hari, I. balsamina ± 49 hari, dan M. jalapa ± 34 hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan pertambahan tinggi relatif dan bobot basah akar dipengaruhi oleh lokasi dan jenis tanaman (p < 0,05). Nilai pertambahan tinggi relatif di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca dan jenis A. gangetica yang memiliki pertambahan terbesar. Hal sebaliknya terlihat pada bobot basah akar, bobot basah akar di lapangan lebih besar dibandingkan di rumah kaca dan jenis I. balsamina yang memiliki bobot terbesar (Tabel 3-4). Pertambahan luas daun relatif, bobot kering akar dan tajuk dipengaruhi oleh jenis tanaman (p < 0.05). Pertambahan luas daun relatif terbesar tampak pada jenis A. gangetica, sedangkan bobot kering tanaman terbesar terlihat pada jenis I. balsamina (Tabel 4). Interaksi lokasi dan jenis tanaman mempengaruhi pertambahan jumlah daun relatif dan bobot basah tajuk (p = 0.01 dan p = 0.0071). Pertambahan jumlah daun relatif terbesar ditunjukkan oleh jenis A. gangetica sedangkan bobot basah tajuk pada jenis I. balsamina di rumah kaca(Tabel 5).


(31)

Tabel 2 Hasil analisis kualitas udara di lapangan dan rumah kaca Departemen Biologi (29 Desember 2009)

Pengukuran Lapangan Rumah kaca Baku mutu* Unit

NO2 14 6 400 µg/Nm³

SO2 43 16 900 µg/Nm³

O3 27 4 235 µg/Nm³

CO 247 229 30000 µg/Nm³

TSP (debu) 223 52 230 µg/Nm³

Timbal (Pb) <0.030 <0.030 2 µg/Nm³

Suhu 33.4 34.1 - °C

Kelembaban 61.8 58.4 - %

Kec. Angin 0.3 - - m/s

*Baku mutu udara ambien, PP No. 41/1999

Tabel 3 Pertambahan tinggi relatif dan bobot basah akar di lokasi berbeda

Lokasi Pertambahan tinggi relatif Bobot basah akar (g)

Lapangan 0.12a 59.69a

Rumah kaca 0.13b 46.15b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Tabel 4 Pertambahan tinggi relatif, pertambahan luas daun relatif, bobot basah akar, bobot kering akar dan tajuk pada jenis tanaman berbeda

Jenis tanaman

Pertambahan tinggi relatif

Pertambahan luas daun relatif

Bobot (g)

basah akar kering akar kering tajuk

A. gangetica 0.15a 0.95a 19.98b 7.87b 42.47a

I. balsamina 0.12b 0.67b 104.46a 47.36a 55.40a

M. jalapa 0.09c 0.29c 34.34b 18.66b 16.37b

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Tabel 5 Pertambahan jumlah daun relatif dan bobot basah tajuk pada lokasi dan jenis tanaman berbeda

Interaksi

Pertambahan jumlah daun relatif Bobot basah tajuk (g)

R L R L

A. gangetica 0.23a 0.22a 180.60c 165.58de

I. balsamina 0.18b 0.16b 551.60a 421.61b

M. jalapa 0.08c 0.03d 112.66de 94.65e

* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Ket: (R) : Rumah kaca (L) : Lapangan

Pengamatan Sayatan Paradermal

Pengamatan paradermal menunjukkan adanya variasi bentuk sel epidermis dan trikoma kelenjar. Variasi ukuran stomata tidak terlalu signifikan, karena hampir seluruh

stomata yang teramati dari ketiga jenis tanaman memiliki kisaran panjang stomata yang sama yaitu 24,7- 32 µm dan 15,1-24 µm untuk lebar stomata. Asystasia gangetica dan M. jalapa memiliki trikoma kelenjar dan


(1)

Lampiran 5 Ketiga jenis tanaman di dua lokasi yang berbeda14

A. Tanaman Asystasia gangetica (1), di lapangan (2) dan di rumah kaca (3)

B. Tanaman Impatiens balsamina (1), di lapangan (2) dan di rumah kaca (3)

C. Tanaman Mirabilis jalapa (1), di lapangan (2) dan di rumah kaca (3)

(1)

(2)

(3)

(1)

(1)

(2)

(3)

(3)

(2)


(2)

Lampiran 6 Rata-rata iklim di lapangan (depan Bulog) bulan Maret - Juni 2010

Bulan Suhu (°C) Kecepatan angin (m/s) Kelembapan (%)

Maret 26 0.74 86

April 27.1 0.72 77

Mei 26.7 0.76 84

Juni 25.9 0.58 86


(3)

(4)

Lampiran 1 Komposisi seri larutan Johansen

Komposisi Seri larutan Johansen

I II III IV V VI VII

Air 50% 30% 15% - - - -

Etanol 95% 40% 50% 50% 45% - - -

Etanol 100% - - - - 25% - -

Tertier butil alkohol 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50%

Minyak parafin - - - 50%

Lampiran 2 Komposisi larutan Gifford

Komposisi Volume (ml)

Asam asetat glasial 20

Alkohol 60% 80

Gliserin 5

Lampiran 3 Hasil analisis tanah Jenis

contoh pH C (%) N-total (%) P (ppm)

Ca Mg K Na KTK Tekstur (%) (me/100g) Pasir Debu Liat Tanah 6.4 1.43 0.15 4.3 9.64 1.9 0.5 0.59 22.2 18.7 34.93 46.33 Lampiran 4 Hasil analisis kompos

Jenis contoh

C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn


(5)

Lampiran 5 Ketiga jenis tanaman di dua lokasi yang berbeda14

A. Tanaman Asystasia gangetica (1), di lapangan (2) dan di rumah kaca (3)

B. Tanaman Impatiens balsamina (1), di lapangan (2) dan di rumah kaca (3)

C. Tanaman Mirabilis jalapa (1), di lapangan (2) dan di rumah kaca (3)

(1)

(2)

(3)

(1)

(1)

(2)

(3)

(3)

(2)


(6)

Lampiran 6 Rata-rata iklim di lapangan (depan Bulog) bulan Maret - Juni 2010

Bulan Suhu (°C) Kecepatan angin (m/s) Kelembapan (%)

Maret 26 0.74 86

April 27.1 0.72 77

Mei 26.7 0.76 84

Juni 25.9 0.58 86


Dokumen yang terkait

Karakterisasi Ekstrak ETANOL Tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia

0 5 114

Anatomi Jaringan Daun Dan Pertumbuhan Tanaman Celosia cristata, Catharanthus roseus, Dan Gomphrena globosa Pada Lingkungan Udara Tercemar

0 5 21

Respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman Asystasia gangetica, Impatiens balsamina, dan Mirabilis jalapa pada tingkat polusi yang berbeda

0 5 36

Respon pertumbuhan dan anatomi jaringan daun Cyperus kyllingia, Eleusine indica, dan Rottboellia exaltata pada perbedaan tingkat pencemaran udara

2 7 35

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.)TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Terhadap Bakteri Streptococcus Pyogenes Dan Shigella Sonnei Serta Bioautografinya.

0 6 13

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Terhadap Bakteri Bacillus Subtilis Dan Escherichia Coli Serta Bioautografinya.

0 3 12

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TOTAL FENOL TEH HERBAL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina) DENGAN Aktivitas Antioksidan Dan Total Fenol Teh Herbal Daun Pacar Air (Impatiens balsamina) Dengan Variasi Lama Fermentasi Dan Metode Pengeringan.

0 2 16

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TOTAL FENOL TEH HERBAL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina) DENGAN Aktivitas Antioksidan Dan Total Fenol Teh Herbal Daun Pacar Air (Impatiens balsamina) Dengan Variasi Lama Fermentasi Dan Metode Pengeringan.

0 3 11

PENGURANGAN POLUSI UDARA AKIBAT KENDARAA

0 0 10

Pengaruh Alelopati Calopogonium mucunoides Desv. Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Anakan Gulma Asystasia gangetica (L.) T. Anderson.

0 0 7