Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Senyawa Antosianin Dari Bunga Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.) Berwarna Merah

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA ANTOSIANIN DARI BUNGA TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina Linn.)

BERWARNA MERAH

Oleh:

REKI ANGGRIANI 071524055

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA ANTOSIANIN DARI BUNGA TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina Linn.)

BERWARNA MERAH

Diajukan oleh: REKI ANGGRIANI

071524055

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.)

NIP.195107231982032001 NIP. 19530403198303 2001 (Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt)

Medan, Januari 2010 Disahkan oleh:

Dekan Fakultas Farmasi USU

NIP. 19531128 198303 1002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga penelitian dan penulisan ini dapat diselesaikan.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada ayahanda Lainul Puaddi, SE. dan ibunda Eka Adriani serta adikku Rolix Andian, dan keluarga besarku, terima kasih atas segala do’a, kasih saying, dorongan moril dan materil kepada penulis selama ini.

Dengan segala ketulusan hati penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt, dan ibu Dra Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam memberi petunjuk dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Masfria, M.Si., Apt sebagai dosen wali yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

3. Bapak dan Ibu selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis pada masa perkuliahan.


(4)

5. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Obat Tradisional yang telah memberikan petunjuk dan saran serta fasilitas laboratorium selama penulis melakukan penelitian.

6. Teman-temanku Desy, kak Fenti, Ulfa, kak Rahma, Reni, Puji, Riza, Lastri, kak Yayuk, Leli, kak Erni, kak Dwi, bang Tomi, kak bora, serta semua teman-teman farmasi ekstensi angkatan 2007 yang tidak dapat disebut satu persatu dan teman-teman kostku Desy, Fatimah, Fatma, Dewi, Devia, Ulfa kebersamaannya dalam suka-duka, memberi dorongan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan sripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, Februari 2010 Penulis ,


(5)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA ANTOSIANIN DARI BUNGA TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina Linn.)

BERWARNA MERAH ABSTRAK

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga dari tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn) yang bewarna merah, tumbuhan pacar air ini karakterisasi simplisia nya belum terdapat di buku monografi tumbuhan Materia Medika Indonesia. Untuk mengetahui karakterisasi dari simplisia dan untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa antosianin yang terdapat didalam bunga dan menentukan senyawanya melalui spektrofotometri ultraviolet dengan pereaksi geser. Telah dilakukan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, ekstraksi, isolasi dan karakterisasi senyawa antosianin dari bunga tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn.) bewarna merah. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia yang spesifik adalah, serbuk sari berbentuk oval, rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla. Hasil karakteristik serbuk simplisia bunga pacar air merah diperoleh kadar air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25%. Hasil skrining fitokimia simplisia menunjukka adanya flavonoida dan glikosida. Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan penambahan HCl pekat sebanyak 1% dari pelarut, dilanjutkan dengan isolasi secara kromatografi kertas preparatif. Hasil isolasi diperoleh isolat yaitu isolat PI . Isolat PI memberikan absorbansi maksimum 510 nm.


(6)

CHARACTERIZATION OF SIMPLISIA AND ISOLATION ANTOSIANIN COMPOUND FROM FLOWER RED PACAR AIR PLANT

(Impatiens balsamina Linn.) ABSTRACT

Plant used in examination is flower red pacar air plant (Impatiens balsamina Linn), characterization of simplisia pacar air plant is not contained in Materia Medika Indonesia book. To know the characterization of simplisia and knowing antosianin isolation methods contained in the flower and determine the compounds throught ultraviolet spektrofotometri with shift reagent.The characterization of simplisia, screening fitochemical, extraction, isolation and characterization of antosianin compound from flower red pacar air plant (Impatiens balsamina Linn.). The examination of simplisia microscopic specific is pollen oval form, hair multiceluler, calsium oxalate rapida form, and papilla. The examination of simplisia characteristic gave the water content value 9,31%, the water soluble extract value 19,62%, the ethanol soluble extract value 12,80%, the total ash value 1,14%, and the acid insoluble extract value 0,25%. The result of screening fitochemical show thepresence of flavonoida an glicosida. Extraction was carried out by maseration with ethanol 96% added HCl concentrated 1% of soluble. Isolation with chromatografi paper preparative, the result of isolation was obtained PI isolate. PI isolate exhibited a maximum absorption at 510 nm.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL………... ... i

HALAMAN PENGESAHAN……… ... ii

ABSTRAK………. ... iii

ABSTRACT……… ... iv

DAFTAR ISI……….. ... v

DAFTAR LAMPIRAN.………... ... viii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR……….. ... xi

BAB I. PENDAHULUAN……….. ... 1

1.1Latar Belakang………... ... 1

1.2Perumusan Masalah……… ... 3

1.3Hipotesis………... 3

1.4Tujuan Penelitian ………. ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Uraian tumbuhan pacar air merah...5

2.2 Uraian Kimia...6

2.3 Ekstraksi...11 2.4 Kromatografi ... 2.4.1. Kromatografi kertas...


(8)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. ……5

3.1 Alat-alat... ………...….5

3.2 Bahan-bahan……… ... ….5

3.3Pembuatan larutan pereaksi……… ... 6

3.3.1 Pereaksi mayer... 6

3.3.2 Pereaksi Natrium Hidroksida ... 6

3.3.3 Pereaksi Bouchardat...6

3.3.4 Pereaksi Dragendroff...6

3.3.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% (b/v)...7

3.3.6 Pereaksi Asam Klorida 2N...7

3.3.7 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M...7

3.3.8 Pereaksi Molish...7

3.3.9 Pereaksi Aluminium Klorida 5% (b/v)...7

3.3.10 Larutan Kloralhidrat...7

3.4Pengambilan, Identifikasi dan pengolahan sampel...7

3.4.1 Pengambilan Sampel...7

3.4.2 Identifikasi Sampel...8

3.4.3 Pengolahan Sampel...8

3.5Pemeriksaan karateristik simplisia ... 8

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 8

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 9

3.5.3 Penetapan kadar air...9


(9)

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 10

3.5.6 Penetapan kadar abu total... 10

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 11

3.6Penapisan fitokimia serbuk simplisia...11

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ……… ... ………...……..11

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ... ………12

3.6.3 Pemeriksaan saponin ... ……….12

3.6.4 Pemeriksaan tanin ... ……….12

3.6.5 Pemeriksaan glikosida ... ……….13

3.6.6 Pemeriksaan glikosida antrakuinon .. ……….13

3.6.7 Pemeriksan steroida/triterpenoida ... 13

3.7Pembuatan ekstrak ... ………14

3.8 Analisis senyawa antosianin dari ekstrak etanol dengan cara KKt ... 14

3.9 Pemisahan senyawa antosianin dari ekstrak etanol dengan cara KKt preparatif ... 15

3.10 Uji kemurnian dari hasil KKt preparatif ... 16

3.11 Pemisahan senyawa antosianin dari isolat FI secara KKt prefaratif...16

3.12 Uji kemurnian isolat PI dari hasil KKt preparatif...16

3.13 Karakterisasi hasil isolasi ... 17

3.13.1 Karakterisasi isolat dengan Spektrofotometri UV dengan penambahan pereaksi geser...17


(10)

5.1 Kesimpulan... ………... 22

5.2 Saran ... ……….22

DAFTAR PUSTAKA ... ………..23


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tumbuhan ... ...24

2. Gambar tumbuhan pacar air merah dan simplisia bunga pacar air merah ... . 25

3. Mikroskopik serbuk simplisia bunga pacar air merah ... 26

4. Hasil karakterisasi serbuk simplisia bunga pacar air merah dan skrining fitokimia serbuk simplisia bunga pacar air merah ... 27

5. Perhitungan penetapan kadar air... 28

6 Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam air ... 29

7. Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam etanol... ...30

8. Perhitungan penetapan kadar abu total ... ...31

9. Perhitungan penetapan kadar yang tidak larut dalam asam ... 32

10. Gambar bagan metode panelitian...33

11. Gambar bagan ekstraksi senyawa antosianin...34

12. Gambar bagan isolasi senyawa antosianin...35

13. Kromatogram ekstrak etanol secara KKt...36

14. Kromatogram KKt preparatif dari ekstrak etanol...37

15. KKt isolat FI...38

16. KKt isolat FII...39

17. Kromatogram KKt preparatif isolat ekstrak etanol...40


(12)

20. Kromatogram KKt dua arah dari isolat PI...43 21. Kromatogram KKt dua arah dari isolat PII...44 22. Spektrum uv isolat PI dalam metanol...45 23. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan NaOH dibandingkan

dengan spektrum uv isolat PI dalam metanol...46 24. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan NaOH dibandingkan

dengan spektrum uv yang diukur setelah 5 menit...47 25. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3 dibandingkan dengan

Isolat PI dalam metanol...48 26. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3/HCl dibandingkan

dengan spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3...49

27. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan Natrium Asetat dibandingkan dengan spektrum uv isolat PI dalam Metanol...50


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia bunga pacar air merah...27 2. Hasil skrining Fitokimia serbuk simplisia bunga pacar air merah...27


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar tumbuhan pacar air merah dan serbuk simplisia bunga pacar air

merah...25

2. Mikroskopik serbuk simplisia bunga pacar air merah...26

3. Bagan metode panelitian...33

4. Bagan ekstraksi senyawa antosianin...34

5. Bagan isolasi senyawa antosianin...35

6. Kromatogram ekstrak etanol secara KKt...36

7. Kromatogram KKt preparatif dari ekstrak etanol...37

8. KKt isolat FI...38

9. KKt isolat FII...39

10. Kromatogram KKt preparatif isolat FI...40

11. KKt isolat PI ...41

12. KKt isolat PII...42

13. Kromatogram KKt dua arah dari isolat Pita I...43

14. Kromatogram KKt dua arah dari isolat Pita II...44

15. Spektrum uv isolat PI dalam metanol...45

16. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum uv isolat PI dalam metanol...46

17. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum uv yang diukur setelah 5 menit...47 18. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl dibandingkan dengan


(15)

isolat PI dalam metanol...48 19. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3/HCl dibandingkan

dengan spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3...49

20. Spektrum uv isolat PI dengan penambahan Natrium Asetat


(16)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA ANTOSIANIN DARI BUNGA TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina Linn.)

BERWARNA MERAH ABSTRAK

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga dari tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn) yang bewarna merah, tumbuhan pacar air ini karakterisasi simplisia nya belum terdapat di buku monografi tumbuhan Materia Medika Indonesia. Untuk mengetahui karakterisasi dari simplisia dan untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa antosianin yang terdapat didalam bunga dan menentukan senyawanya melalui spektrofotometri ultraviolet dengan pereaksi geser. Telah dilakukan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, ekstraksi, isolasi dan karakterisasi senyawa antosianin dari bunga tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn.) bewarna merah. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia yang spesifik adalah, serbuk sari berbentuk oval, rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla. Hasil karakteristik serbuk simplisia bunga pacar air merah diperoleh kadar air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25%. Hasil skrining fitokimia simplisia menunjukka adanya flavonoida dan glikosida. Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan penambahan HCl pekat sebanyak 1% dari pelarut, dilanjutkan dengan isolasi secara kromatografi kertas preparatif. Hasil isolasi diperoleh isolat yaitu isolat PI . Isolat PI memberikan absorbansi maksimum 510 nm.


(17)

CHARACTERIZATION OF SIMPLISIA AND ISOLATION ANTOSIANIN COMPOUND FROM FLOWER RED PACAR AIR PLANT

(Impatiens balsamina Linn.) ABSTRACT

Plant used in examination is flower red pacar air plant (Impatiens balsamina Linn), characterization of simplisia pacar air plant is not contained in Materia Medika Indonesia book. To know the characterization of simplisia and knowing antosianin isolation methods contained in the flower and determine the compounds throught ultraviolet spektrofotometri with shift reagent.The characterization of simplisia, screening fitochemical, extraction, isolation and characterization of antosianin compound from flower red pacar air plant (Impatiens balsamina Linn.). The examination of simplisia microscopic specific is pollen oval form, hair multiceluler, calsium oxalate rapida form, and papilla. The examination of simplisia characteristic gave the water content value 9,31%, the water soluble extract value 19,62%, the ethanol soluble extract value 12,80%, the total ash value 1,14%, and the acid insoluble extract value 0,25%. The result of screening fitochemical show thepresence of flavonoida an glicosida. Extraction was carried out by maseration with ethanol 96% added HCl concentrated 1% of soluble. Isolation with chromatografi paper preparative, the result of isolation was obtained PI isolate. PI isolate exhibited a maximum absorption at 510 nm.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tumbuhan mengandung berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berhubungan erat dengan khasiat dan manfaat yang dimiliki. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang telah ada. (Hernani dan Rahardjo, 2004). Seiring dengan perkembangan dunia kedokteran, tidak dapat dipungkiri bahwa cara pengobatan yang berkembang di masyarakat saat ini adalah dengan cara alami karena efek samping nya lebih kecil dari pada pengobatan yang tidak alami. Penelitian ilmiah yang berhasil mengungkapkan khasiat, manfaat terapi penyakit, mendorong munculnya paradigma baru dalam dunia kedokteran modern, yaitu back to nature (Mangan, 2003).

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga dari tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn), tumbuhan pacar air ini merupakan tanaman hias yang mudah di dapat, warna bunga tumbuhan ini ada beberapa macam yaitu merah, ungu merah jingga, putih, dll. Bunga yang digunakan pada penelitian ini adalah yang berwarna merah karena zat warna merah pada bunga pacar air ini adalah pigmen pigmen bunga merah marak, merah, merah senduduk, dan biru merupakan antosianin (Harborne, 1987) Kandungan kimia tumbuhan pacar air adalah saponin dan polifenol (Anonim , 2009, Hutapea, 1994).


(19)

Antosianin banyak digunakan sebagai pewarna alami pada makanan, kosmetik, berpotensi sebagai antioksidan, dan anti radang.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakukan karakterisasi simplisia dari bunga pacar air (Impatiens balsaminae Flos) bewarna merah yang belum ada didalam buku Materia Medika Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai acuan, dengan melakukan skrining fitokimia dapat diketahui yang terdapat dalam bunga pacar air . Ekstraksi terhadap simplisia bunga pacar air ini dilakukan secara maserasi, ekstrak kental yang diperoleh dikromatografi kertas secara kualitatif dan diisolasi dengan kromatografi kertas preparatif. Isolat yang diperoleh di identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet dengan menggunakan pereaksi geser, dengan demikian diketahui antosianin yang terdapat didalam bunga tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn.) berwarna merah.


(20)

1.2.Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas perumusan masalahnya adalah:

a. tanaman pacar air (Impatiens balsamina Linn) merupakan tanaman hias yang belum ada informasi karakteristiknya dalam buku Materia Medika Indonesia (MMI).

b. apakah golongan senyawa kimia yang terdapat didalam bunga tanaman pacar air (Impatiens balsamina Linn.) yang berwarna merah?

c. apakah senyawa hasil isolasi dapat diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi geser (shift reagent).

1.3 Hipotesis penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. diduga dengan melakukan karakterisasi simplisia dapat diketahui ciri-ciri bunga tanaman bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.) berwarna merah.

b. diduga dengan melakukan skrining fitokimia dapat diketahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.) berwarna merah

c. diduga senyawa hasil isolasi dapat diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi geser (shift reagent).

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. untuk melakukan karakterisasi serbuk simplisia bunga pacar air (Impatiens balsaminaeFlos) berwarna merah sebagai pembanding.


(21)

b. untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam bunga tanaman pacar air (Impatiens balsamina Linn.) bewarna merah.

c. untuk mengidentifikasi senyawa antosianin yang terdapat dalam bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn) yang berwarna merah, dengan cara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi geser (shift reagent).

1.5 Manfaat penelitian ini adalah : Manfaat penelitian ini adalah:

a. memperoleh informasi tentang karakterisasi dari serbuk simplisia bunga pacar air (Impatiens balsaminae Flos) berwarna merah.

b. sebagai sumber informasi mengenai kandungan golongan senyawa bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.) berwarna merah.

c. diperoleh senyawa antosianin dari hasil identifikasi dengan cara spektrofotometri ultraviolet dengan menggunakan pereaksi geser (shift reagent).


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan bunga pacar air merah (anonim, 2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Klass : Magnoliopsida Ordo : Ericales

Famili : Balsaminaceae Genus : Impatiens

Spesies : Impatiens balsamina Linn

2.1.2 Sinonim

Sinonim : Impatiens cornuta Linn, Impatiens hortensis Desf, Impatiens mutila D.C., Balsamina mutila DC

2.1.3. Nama Daerah

Nama daerah dari bunga pacar air merah : lahine (Nias), pacar banyu (Jawa), pacar cai (Sunda), paru inai (Sumbar), pacar toya (Belitung) (Hariana, Arief, 2007).


(23)

2.1.4 Morfologi

Pacar air berasal dari india. Di Indonesia ditanam sebagai tanaman hias, kadang-kadang ditemukan tumbuh liar. Terna berbatang basah dan tegak ini mempunyai tinggi 30-80 cm dan bercabang. Daun tunggal, bertangkai pendek. Helaian daun bentuk lanset memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, dan warnanya hijau muda. Bunga keluar dari ketiak daun tanpa daun penumpu, Bunga bewarna cerah, ada beberapa macam warna. Seperti merah, merah jingga, ungu, putih, dll. Ada yang “engkel” dan ada yang “dobel”. Buahnya buah kendaga, bila masak akan membuka menjadi 5 bagian yang terpilin.

2.1.5 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis

Kandungan kimia: Bunga: antosianin yaitu: cyanidin, delphinidin, pelargonidin, dan malvidin, kaempherol, quercetin; Akar: cyanidin mono glycoside.

Efek farmakologis pacar air diantaranya melancarkan peredaran darah dan melunakkan masa/benjolan yang keras. Efek farmakologis akar pacar air diantaranya peluruh haid (emenagog), anti inflamasi (anti radang), rematik, kaku leher, kaku pinggang, sakit pinggang (lumago), dan lain-lain. Efek farmakologis bunga pacar air di antaranya peluruh haid, tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakkan akibat terpukul (hematoma), bisul (furunculus), rematik sendi, gigitan ular tidak berbisa, dan radang kulit (dermatitis). Efek farmakologi daun pacar air di antaranya mengobati keputihan (leucorrhoea), nyeri haid (dysmenorrrhoea), radang usus buntu kronis (cronic appendicitis), anti radang, tulang patah atau retak (fraktur), radang kulit, dan radang kuku. Sementara biji pacar air memiliki efek farmakologismeluruhkan haid


(24)

(emegog), terlambat haid (amenorrhoeae), mempermudah persalinan (paturifasien), dan mengobati kanker saluran pencernaan (Hariana, Arief, 2007).

2.2 Uraian Kimia 2.2.1 Flavonoida

Senyawa Favonoida adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena tersubstitusi yang dihubungkan oleh satu rantai alifatik yang mengandung tiga atom karbon. Kerangka dasar dari struktur flavonoida adalah sistem C6-C3-C6 (Manitto, 1981;Robinson, 1995; Sastrohamidjojo, 1996).

Gambar 1. Kerangka dasar struktur flavonoida

Penggolongan flavonoida dapat dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Cincin A umumnya memiliki karakteristik pola hidroksilasi floroglusinol atau resorcinol sementara cincin B biasanya katekol atau fenol. Gugus-gugus hidroksil tersebut merupakan tempat berikatannya berbagai gula yang meningkatkan kelarutan flavonoida dalam air. Sistem penomoran pada struktur dasar flavonoida sebagai berikut:


(25)

5 4

Gambar 2. Sistem penomoran pada struktur dasar flavonoida

Cincin A dan oksigen cincin tengah berdasarkan alur biosintesisnya terbentuk melalui jalur poliketida. Sedangkan cincin B dan tiga atom karbon cincin tengah menunjukkan flavonoida yang berasal dari jalur sikimat (Manitto, 1981 dan Salisbury, 1992).

Aglikon flavonoida pada umumnya terdapat dalam berbagai bentuk struktur molekul dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida, sehingga dalam menganalisis flavonoida lebih baik memeriksa aglikon yang telah dihidrolisis dibanding dengan bentuk glikosida, karena stukturnya yang rumit dan kompleks. Modifikasi flavonoida dapat terjadi dengan berbagai tahap dan menghasilkan penambahan (pengurangan) hidroksilasi, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida, metilenasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi (pembentukan biflavonoida), dan yang terpenting glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoida O-glikosida) atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida) (Harborne, 1987 dan Markam, 1988).

Menurut Robinson (1995), senyawa golongan flavonoida dapat diklasifi-kasikan sebagai berikut:


(26)

Flavon dan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan berwama kuning. Dari segi struktumya, flavon berbeda dengan flavonol, dimana pada flavonol terdapat gugus keton dan alkohol yakni gugus keton pada posisi 4 dan hidroksi pada posisi 3 sehingga berpengaruh terhadap serapan ultraviolet, gerakan kromatogram dan reaksi warnanya. Sedangkan flavon hanya memiliki gugus keton yakni pada posisi 4 dan umumnya terdapat sebagai glikosida pada posisi 7-glikosida. Gula yang terikat biasanya glukosa, galaktosa, dan ramnosa. Aglikon flavonol yang umum dijumpai yaitu kaemferol dan kuersetin yang berkhasiat sebagai antioksidan pada penyakit kanker dan antiinflamasi (Harborne, 1987 ; Hemani dan Rahardjo, 2005 ; Miller, 2005 ; Robinson, 1995 dan Sastrohamidjojo, 1996).

Gambar 3. Struktur flavon dan flavonol

2. Isoflavon

Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang jumlahnya sangat sedikit, dan sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun, tetapi

flavon flavonol


(27)

beberapa isoflavon berwarna biru muda bila dilihat dibawah sinar ultraviolet setelah diberi uap amonia (Harborne, 1987).

Menurut Hernani dan Rahardjo (2005), senyawa isoflavon mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko penyakit kanker, jantung koroner, dan osteoporosis. Senyawa ini mempunyai aktifitas biologis sebagai penangkap radikal bebas penyebab kanker. Aktifitas biologis senyawa isoflavon telah diteliti dan menunjukkan bahwa aktifitas isoflavon berkaitan dengan struktur dan gugus-gugus yang berikatan pada struktur molekulnya. Adanya gugus OH ganda, gugus OH pada atom C3 ataupun C5 yang berdekatan

dengan gugus C=O pada struktumya berhubungan terhadap aktifitas biologisnya (Pawiroharsono, 2004)

Gambar 4. Struktur isoflavon

3. Flavanon dan Flavanonol

Kedua senyawa ini terdapat sedikit sekali di alam bila dibandingkan dengan golongan flavonoida yang lain. Pada struktur flavanon dan flavanonol tidak dijumpai adanya ikatan rangkap pada posisi 2 dan 3. Perbedaannya terletak pada adanya gugusan alkohol di posisi 3 pada flavanonol (3-hidroksi flavanon). Glikosida flavanon (dihidroflavon) yang umum seperti hesperidin dan naringin yang terdapat


(28)

pada buah jeruk berkhasiat sebagai antioksidan. Polihidroksi flavanon dapat dideteksi dengan pereduksi magnesium dalam asam klorida yang memberikan warna merah atau lembayung. Flavanonol merupakan flavonoida yang kurang dikenal dan tidak diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida. Beberapa senyawanya yang diasetilasi dikenal karena rasanya yang sangat manis (Bruneton, 1995 ; Hernani dan Rahardjo, 2005 ; Robinson, 1995).

flavanon flavanonol Gambar 5. Struktur flavanon dan flavanonol 4. Antosianin

Antosianin adalah pigmen berwaraa merah, ungu, dan biru yang terdapat pada seluruh tumbuhan kecuali fungus. Sebagian besar antosianin dalam bentuk glikosida, biasanya mengikat satu atau dua unit gula seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan silosa. Jika monoglikosida, maka bagian gula hanya terikat pada posisi 3, dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan diglikosida dan bagian aglikionnya disebut antosianidin. Sebagian besar antosianin berwarna kemerahan dalam larutan asam, tetapi menjadi ungu dan biru dengan meningkatnya PH yang akhirnya rusak dalam larutan alkali kuat (Sastrohamidjojo, 1996; Salisbury, 1992).

o


(29)

Gambar 6. Struktur antosianin

5. Auron dan Khalkon

Auron berupa pigmen kuning yang terdapat pada bunga tertentu dan Bryofita. Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola hidroksilasinya serupa dengan pola pada flavonoida lain begitu pula bentuk yang dijumpai adalah bentuk glikosida dan eter metil. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah rosa. Auron ditandai dengan adanya struktur 2-benzilidenekumaranon. Khalkon tidak mempunyai inti pusat heterosiklik tetapi ditandai oleh adanya 3 rantai karbon dengan gugus keton dan a,p tidak jenuh (Bruneton, 1995; Robinson, 1995).

Gambar 7. Struktur auron dan khalkon

2.2.2 Glikosida

Glikosida adalah senyawa organik yang bila dihidrolisis akan menghasilkan satu atau lebih gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula yang disebut aglikon. Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida ialah


(30)

glukosa (Lewis, 1977). Glikosida dihidrolisis dengan cara pendidihan dalam asam encer dan secara kimia maupun fisiologi, glikosida alam cenderung dibedakan berdasarkan bagian aglikonnya (Robinson, 1995).

Berdasarkan hubungan ikatan antara glikon dan aglikonnya, glikosida dapat dibagi menjadi empat (Farnsworth, 1966), yaitu :

1 . O-glikosida, jika ikatan antara glikon dan aglikon dihubungkan oleh atom O, contohnya: salisin

Salisin

2. S-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom S. contohnya: sinigrin.

3. N-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom N, contohnya: krotonosida


(31)

4. C-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom C, contohnya: barbaloin.

Bentuk O-glikosida sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Semakin pekat kadar asam atau basa maupun semakin panas lingkungannya maka glikosida akan semakin mudah dan cepat terhidrolisis. Gula yang sering berikatan pada glikosida adalah P-D-glukosa. Tetapi ada juga mengandung gula lain misalnya galaktosa, ramnosa, digitoksosa, dan simarosa. Glikosida berbentuk kristal atau amorf yang umumnya larut dalam air atau etanol encer (kecuali pada glikosida resir). Oleh karena itu, umumnya sediaan farmasi yang mengandung glikosida diberikan dalam bentuk eliksir, ekstrak, tingtur dengan kadar etanol yang rendah. Secara umum, kegunaan glikosida dalam dunia pengobatan diantaranya sebagai obat jantung, pencahar, pengiritasi lokal, dan analgetikum (Farnsworth, 1966; Gunawan dan Mulyani, 2004).


(32)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif ysng dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam dan diluar sel.

Maserasi adalah proses penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana yang mudah diusahakan.


(33)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembang bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur tititk didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500 C.

4. Dekok


(34)

2.4 Kromatografi

kromatografi adalah metode pemisahan berdasarkan proses migrasi dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media sehingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang terelusi lebik awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai penjerap, seperti alumina dan silika gel, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses ini suatu lapisan cairan pada penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Ditjen POM, 1995)

2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah kromatografi adsorbsi dimana adsorben bertindak sebagai fase diam. Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina, kieselguhr, dan selulosa. Zat-zat penyerap ini dibuburkan dengan air lalu dibuat lapisan tipis yang merata pada lempeng kaca. Plat yang telah kering dipanaskan/diaktifkan dengan memanaskannya pada suhu kira-kira 1000 C selama 30 menit. Campuran senyawa yang akan dipisahkan terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap lalu ditotolkan pada plat menggunakan pipet mikro. Kemudian dimasukkan kedalam bejana tertutup rapat berisi larutan pengembnag yang cocok (fase gerak) (Adnan, 1997 dan Sastrohamidjojo,1991).


(35)

Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang.

Kromatografi lapis tipis dapat dipakai untuk dua tujuan, yaitu :

1. Sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, dan preparatif. 2. Mencari sistem pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi kolom

Pemilihan sistem pelrut (fase gerak) pada pengembangan didasarkan atas prinsip like disolves like berati untuk memisahkan campuran yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang non polar dan sebaliknya. Fase gerak yang dipakai umumnya berupa campuran beberapa pelarut. Proses pengembangan akan lebih baik bila bejana pengembang telah jenuh dengan uap fase gerak (Adnan, 1997; Gritter, dkk., 1991).

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan harga Rf = jarak perambatan bercak dari titik penotolan

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak dengan harga Rf berada antara 0,00-1,00. harga Rf ini sangat berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa (Eaton, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 1991) :

1. Struktur kimia senyawa yang dipisahkan 2. Sifat penyerap


(36)

4. Pelarut dan derajat kemurniannya

5. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana 6. Teknik percobaan

7. Jumlah cuplikan yang digunakan 8. Suhu

2.4.2 Kromatografi kertas

Kromatografi kertas merupakan partisi dimana fase geraknya adalah air yang disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas. Kertas yang digunakan adalah kertas Whatman No. 1 dan kertas yang lebih tebal Whatman No. 3 biasanya untuk pemisahan campuran dalam jumlah yang lebih besar karena dapat menampung lebih banyak cuplikan (Sastrohamidjojo, 1991).

Fase gerak yang digunakan biasanya campuran dari satu komponen organik yang utama, air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa atau pereaksi-pereaksi kompleks dengan tujuan untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk mengurangi kelarutan yang lainnya (Sastrohamidjojo, 1991).

Menurut Sastrohamidjojo (1991), kromatografi kertas dapat dikembangkan dengan cara:

1. Menurun (desendens)

Dilakukan dengan membiarkan fase gerak merambat turun pada kertas kromatografi. Kertas digantungkan dalam bejana menggunakan batang kaca dan batang kaca lain menahan ujung atas kertas yang tercelup dalam fase gerak. Setelah bejana ditutup, fase gerak dibiarkan merambatturun pada kertas (Depkes, 1979).


(37)

2. Menaik (asendens)

Kertas digantung pada penggantung berbentuk kail yang dipasang pada penutup bejana kromatografi. Pelarut diletakkan pada bagian bawah dari bejana lalu ujung bawah kertas dicelupkan ke dalam fase gerak sehingga fase gerak merambat naik pada kertas.

3. Mendatar

Kertas yang digunakan berbentuk bulat dan ditengahnya diberi lubang tempat untuk meletakkan sumbu yang terbuat dari gulungan kertas atau benang. Fase gerak akan naik membasahi kertasdan merambat melingkar memisahkan senyawa yang ditotolkan.

Kromatografi kertas merupakan metode yang sering digunakan dalam hal analisis senyawa polar (falvonoida). Untuk tujuan isolasi, hanya memerlukan sejumlah bahan yang sedikit. Komponen senyawa flavonoida umumnya mudah dipelajari dengan metode kromatografi karena sifatnya yang menghasilkan warna dan hubungan sifat kelarutannya. Adapun kelebihan kromatografi kertas yaitu senyawa flavonoida dapat menghasilkan warna alami dari berbagai komponen senyawa bila dilihat dibawah sinar ultraviolet yang mudah diamati pada kertas. Kedua tekniknya mudah dipelajari, memberikan hasil yang cepat dan memerlukan peralatan yang tidak mahal. Selain itu, metode kromatografi kertas merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi campuran senyawa flavonoida dengan jumlah yang sedikit (Geissman, 1962).


(38)

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet adalah suatu metode spektrofotometri serapan dengan cara mengukur radiasi elektromagnetik suatu larutan pada panjang gelombang tertentu. Spektrum ultraviolet digambarkan sebagai hubungan antara panjang gelombang (frekuensi serapan) dengan intensitas serapan (transmitansi atau absorbansi) (Depkes, 1979 dan Sastrohamidjojo, 1985).

Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultraviolet, maka didalam molekul tersebut terjadi perpindahan dan transisi tingkat energi elektron-elektron ikatan di orbital molekul paling luar daari tingkat energi yang lebih rendah (orbital ikatan π *). Dalam praktek, spektrofotomeri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi. Keuntungan dari serapan ultraviolet adalah selektivitasnya dimana gugus-gugus yang khas dapat dikenal dalam molekul-molekul yang sangat kompleks (Noerdin, 1985; Sastrohamidjojo, 1985 dan silverstein, dkk., 1986).

Spektrum ultraviolet dari suatu senyawa biasanya diperoleh dengan melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (cahaya monokromatis) melalui larutan encer senyawa tersebut.

Sistem (gugus atom) yang menyebabkan terjadinya absorbsi cahaya disebut kromofor. Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi σ → σ* ialah senyawa yang mempunyai elektron pada orbital molekul σ, yaitu molekul organik jenuh yang tidak mempunyai atom dengan pasangan elektron sunyi. Senyawa yang mempunyai transisi σ→σ* mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 150 nm.


(39)

Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi π → π* ialah senyawa yang

mempunyai transisi π → π* mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang sekitar

200 nm.

Kromofor yang menyebabkan n → π* ialah senyawa yang mempunyai orbital molekul n, yaitu senyawa yang mengandung atom yang mempunyai pasangan elektron sunyi. Senyawa yang mempunyai transisi n → π* mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang 200-400 nm (Creswell, et al., 1982; Geissman, 1977).

Istilah-istilah dalam spektrofotometri ultraviolet menurut Noerdin (1985) dan silverstein, dkk (1986) yaitu :

1. Khromofor adalah gugus fungsi berupa ikatan tak jenuh yang menyerap radiasi didaerah ultraviolet dan daerah tampak. Contoh : C=C, C≡C, dan C=O.

2. Auksokrom adalah gugus fungsi dengan ikatan jenuh dan mengandung elektron tidak berpasangan yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar dari 200 nm tetapi apabila terikat pada gugus khromofor maka akan merubah panjang gelombang dan intensitas serapan dari khromofor. Contoh : -OH, -NH2, -Cl.

3. Pergeseran batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan ke arah pnjang gelombang yang lebih panjang akibat adanya substitusi gugus khromofor atau pengaruh pelarut.

4. Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru) adalah pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih pendek akibat adanya substitusi gugus khromofor atau pengaruh pelarut.


(40)

5. efek hiperkromik adalah kenaikan dalam intensitas serapan. 6. Efek hipokromik adalah penurunan dalam intensitas serapan.

Spektroskopi serapan adalah cara yang berguna untuk menganalisis struktur flavonoida. Cara tersebut digunakan untuk mambantu mengidentifikasi jenis flavonoida dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoida dapat ditentukan dengan penambahan pereaksi geser kedalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi (Markham, 1988).

Spektrum falvonoida biasanya ditentukan dalam pelarut metanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) 300-350 (pita I) (Markham, 1988)

2.5.1 Spektrum Natrium Metoksida

Natrium metoksida adalah merupakan basa kuat yang dapat mengionisasi hampir semua gugus hidroksil yang terdapat pada inti flavonoida. Spektrum ini biasanya merupakan petunjuk sidik jari pola hidroksilasi. Degradasi atau pengurangan kekuatan spektrum setelah waktu tertentu merupakan petunjuk baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa. Pereaksi pengganti natrium metoksida adalah larutan natrium hidroksida 2M dalam air (Markham, 1988)

2.5.2 Spektrum Natrium Asetat

Natrium asetat adalah basa yang lebih lemah dan hanya menyebabkan pengionan yang berarti pada gugus hidroksil flavonoida yang lebih asam. Natrium


(41)

asetat digunakan terutama untuk mendeteksi adanya gugus 7 hidroksil (Markham, 1988).

2.5.3 Spektrum natrium asetat/ asam borat

Menjembatani kedua gugus kedua gugus hidroksil pada gugus orto-dihidroksi dan digunakan untuk mendeteksinya (Markham, 1988).

2.5.4 Spektrum AlCl3/HCl

Karena membentuk kompleks antara gugus hidroksil dan keton yang bertetangga dan membentuk kompleks tidak tahan asam dengan gugus orto-dihidroksil, pereaksi ini dapat digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut. Jadi spektrum AlCl3 merupakan penjumlahan pengaruh semua kompleks terhadap

spektrum, sedangkan spektrum AlCl3/HCl hanya merupakan pengaruh kompleks

hidroksiketo (Markham, 1988).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah metode eksperimental yang meliputi identifikasi tumbuhan, pengumpulan bahan tumbuhan, pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, pembuatan simplisia skrining fitokimia, pembuatan ekstrak secara meserasi, isolasi secara kromatografi kertas ,uji kemurnian dan identifikasi senyawa isolat secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi geser (shift reagent).

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, blender (National), oven listrik (Stork), neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Mettler tolede), penangas air (Yenaco), krus tang, eksikator, penguap vakum putar (Buchi 461), mikroskop (Olympus), krus porselin, tanur (Gallenkamp), seperangkat alat penetapan kadar air, bejana, pipa kapiler, lampu uv, hair dryer, dan seperangkat alat spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu UV-1240).

3.2 Bahan-bahan yang digunakan

Bunga pacar air merah (Impatiens balsamina Linn). Semua bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis (E.Merck) yaitu etanol (hasil destilasi), air suling, raksa (II) klorida, kalium iodida, natrium hidroksida, iodium, bismut (III) nitrat, asam asetat glasial, besi (III) klorida, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat, asam nitrat, asam asetat anhidrida, isopropanol, kloroform, benzen, n-heksan, etilasetat, serbuk magnesium,


(43)

kloralhidrat, toluen, kertas saring, kertas saring bebas abu Whatman no. 40, kertas whatman no. 1 dan kertas Whatman no. 3.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 2,266 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Pada wadah lain dilarutkan 50 g kalium iodida dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian 60 ml larutan I dicampurkan dengan 10 ml larutan II dan ditambahkan dengan air suling hingga 100 ml (MMI, 1989)

3.3.2 Pereaksi Natrium Hidroksida

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Farmakope Indonesia, 1979)

3.3.3 Pereaksi Bouchardat

Kalium iodida 4 g dilarutkan dalam air suling, ditambahkan dengan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (MMI, 1989)

3.3.4 Pereaksi Dragendorff

Bismut (II) nitrat sebanyak 0,85 g dilarutkan dalam 10 ml asam asetat glasial. Lalu di tambahkan dengan 40 ml air suling. Pada wadah yang lain 8 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling, masing-masing larutan diambil 5 ml dan ditambahkan 20 ml asam asetat kemudian dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (MMI, 1989)


(44)

3.3.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% (b/v)

Besi (III) klorida sebanyak 1 g dilarutkan dalam air suling sehingga 100 ml (MMI, 1989).

3.3.6. Pereaksi Asam Klorida 2N

Asam korida pekat sebanyak 17 ml diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Farmakope Indonesia, 1979)

3.3.7 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Timbal asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1989)

3.3.8 Pereaksi Molish

Alfa naftol sebanyak 3 g dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (MMI1989)

3.3.9 Pereaksi Aluminium Klorida 5% (b/v)

Timbang 5 g aluminium klorida, lalu dilarutkan dalam etanol sampai volume 100 ml (Harborne, 1989).

3.3.10 Pereaksi Kloralhidrat

Kloralhidrat dilarutkan dalam aquadest sampai larutan nya jenuh.

3.4 Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.4.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkannya dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah bunga tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina Linn) yang bewarna merah yang segar yang diperoleh dari


(45)

depan halaman rumah masyarakat di Kelurahan Siulak deras, Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi.

3.4.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Botani, Puslitbang Biologi – LIPI, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan yang diteliti adalah Impatiens balsamina Linn, suku Balsaminaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 24.

3.4.3 Pengolahan Sampel

Bunga pacar air merah yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran dengan menggunakan air bersih, ditiriskan, ditimbang berat basah nya yaitu 4 kg hasil kemudian dikeringkan dalam lemari pengering, setelah kering ditimbang beratnya yaitu 220 g hasil. Sampel dianggap kering bila diremas rapuh, simplisia selanjutnya diserbuk dengan menggunakan blender.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (MMI, 1989, WHO, 1992).

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri, bentuk, dan ukuran dari simplisia bunga tumbuhan pacar air merah (Impatiens balsamina Linn)


(46)

secara organoleptis dengan cara mengamati bentuk, warna, dan bau. Hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada lampiran 2 gambar 2 halaman 25.

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dibawah mikroskop. Dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 26.

3.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Cara Kerja:

a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05.

b. Penetapan kadar air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan kedalam labu alas, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. selisih kedua


(47)

volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.5.4 Pemeriksaan Kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter) dalam labu tersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering, dalam cawan dangkal berdasarkan rata dan telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 1050 C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (MMI, 1989).

3.5.5 Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 1050 C sampai bobot tetap. Kadar sari dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (MMI, 1989).

3.6.6 Penetapan Kadar Abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porslen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan dan dipijarkan pada suhu 6000 C sampai arang habis. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai


(48)

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu kemudian dicuci dengan air panas dalam krus porslen. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 6000 C sampai bobot tetap. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (WHO, 1992).

Hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 1 halaman 27 dan perhitungan karakterisasi dapat dilihat pada lampiran 4 lanjutan.

3.6 Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia

Penapisan fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, glikosida, glikosida antrakuinon, dan steroid/triterpenoid.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kekuningan.


(49)

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbantuk endapan bewarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendroff, akan terbentuk endapan jingga atau coklat jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari percobaan diatas (MMI, 1989).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan dengan 100 ml air panas, di didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, diambil 5 ml filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.6.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbantuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (MMI, 1989).

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak bewarna. Larutan diambil sebanyak 2


(50)

ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%, jika terjadi warna biru atau hijau menunjukkan adanya tanin (MMI, 1989).

3.6.5 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7 : 3) dan 10 ml asam sulfat 2 N , di refluk selama 1 jam, didinginkan dan disaring, pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disari, filtrat disaring dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2 : 3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulkan sari air, uapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 C sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat melalui dinding tabung terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya glikosida (MMI, 1989).

3.6.6 Pemeriksaan glikosida antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambah 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Kocok lapisan benzen dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan, lapisan NaOH bewarna merah dan lapisan benzen tidak bewarna menunjukkan adanya antrakinon (MMI, 1989).

3.6.7 Pemeriksaan steroida/ triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 20


(51)

tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Bouchard). Apabila terbantuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).

Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 2 halaman 27.

3.7 Pembuatan ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol yang mengandung HCl pekat (1% dari jumlah penyari/pelarut). Posedur pembuatan ekstrak sebagai berikut : Sebanyak 100 mg simplisia direndam di dalam wadah kaca dengan pelarut yang mengandung HCl pekat (1%. dari jumlah penyari/pelarut), (2000 ml penyari ditambahkan dengan 20 ml HCl pekat). Rendam selama 24 jam sambil sekali-kali diaduk, setelah 24 jam maserat disaring, kemudian di maserasi lagi dengan penambahan pelarut yang mengandung HCl pekat (1% dari jumlah penyari/pelarut), Ekstraksi telah sempurna ditandai dengan bila hasil saringan maserat tidak bewarna lagi. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Dapat dilihat pada lampiran 6 gambar 6 halaman 34.

3.8 Analisis senyawa antosianin dari ekstrak etanol dengan cara Kromatografi Kertas (KKt)

Terhadap ekstrak etanol dilakukan KKt dengan pengembang BAA yaitu n-butanol – asam asetat – air (40:10:50) yang diambil lapisan atas yaitu n-n-butanol, Forestal yaitu asam asetat- air- HCl (30:10:3), dan asam asetat 30% yaitu asam asetat- air (10:30). diperoleh dari kromatogram yang terbaik pada pengembang asam asetat


(52)

kertas digunakan fase gerak asam asetat 30% (asam asetat – air) dengan perbandingan 3:7, fase diam kertas Whatman No. 3 yang berukuran 3 X 27 cm.

Estrak etanol ditotolkan 2 cm dari tepi bawah pada kertas Whatman No. 1 kemudian kertas tersebut dimasukkan kedalam bejana berisi fase gerak yang telah dijenuhkan. Lalu dikembangkan dengan jarak rambat 23 cm. Kertas diangkat dan dikeringkan. Hasil disemprot dengan pereaksi AlCl3 dalam etanol dilihat dibawah

sinar ultraviolet. Hasil dapat dilihat pada lampiran 8 gambar 8 halaman 36

3.9 Pemisahan senyawa antosianin dari ekstrak etanol dengan cara Kromatografi Kertas preparatif

Estrak etanol yang telah diencerkan dilakukan pemisahan secara kromatografi kertas preparatif (KKt preparatif) dengan fase gerak asam asetat 30% dan fase diam kertas Whatman No. 3 yang berukuran 15 X 25 cm.

Prosedur Kerja:

Ekstrak etanol yang telah dilarutkan ditotolkan pada kertas Whatman no 3, kemudian dimasukkan kedalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Lalu dikembangkan dengan jarak rambat 23 cm. Kertas diangkat dan dikeringkan. Bagian tepi kanan di gunting sebagian dan di semprot dengan pereaksi AlCl3 5% dalam

etanol dan dilihat dibawah sinar ultraviolet (UV), bercak yang sesuai diberi tanda dan diperoleh dua pita yang disebut pita I (FI) dan pita II (FII). Kedua pita digunting terpisah berupa potongan-potongan kecil direndam dalam metanol selama 24 jam dan sekali-sekali dikocok, lalu disaring, selanjutnya filtrat dipekatkan hingga diperoleh Isolat F1 dan isolat FII. Hasil dapat dilihat pada lampiran 9 gambar 9 halaman 37.


(53)

3.10 Uji kemurnian dari hasil kromatografi kertas preparatif

Untuk mengetahui kemurnian isolat FI dilakukan kromatografi kertas dua arah dengan menggunakan pengembang pertama asam asetat 30% dan sebagai pengembang kedua adalah BAA.

Isolat kental ditotolkan pada kertas Whatman No. 3 berukuran 15 X 15cm, dimasukkan kedalam bejana berisi pengembang pertama yang telah dijenuhkan. Kemudian dielusi dengan jarak rambat 12,5 cm. Kertas diangkat dan dikeringkan. Kertas dielusi kembali dengan menggunakan pengembang kedua dengan arah yang berbeda jarak rambat 12,5 cm setelah itu kertas diangkat dan dikeringkan, kemudian diamati dan disemprot dengan pereaksi AlCl3 5% dalam etanol dan dilihat dibawah

lampu ultraviolet. Hasil isolat FI tidak murni karena masih terdapat dua noda, sehingga dilakukan lagi KKt preparatif dari isolat F1.

3.11 Pemisahan senyawa antosianin dari isolat FI secara Kromatografi Kertas preparatif.

KKt preparatif dari isolat FI cara kerjanya sama dengan KKt preparatif ekstrak etanol, diperoleh dua isolat yaitu isolat PI warna merah (Rf = 0,6) dan isolat PII warna merah jingga (Rf = 0,2). Hasil KKt preparatif isolat FI dapat dilihat pada lampiran 12 gambar 12 halaman 40.

3.12. Uji kemurnian isolat PI dari hasil kromatografi kertas preparatif

Uji kemurnian isolat pada PI dan isolat PII cara kerjanya juga sama dengan uji kemurnian isolat FI, hasil kromatogram pada KKt dua arah memberikan satu noda untuk isolat PI dan isolat PII, analisis secara spektrofotometri ultraviolet hanya


(54)

jumlahnya lebih sedikit. Hasil kemurnian isolat PI dapat dilihat pada lampiran 15 gambar 15 halaman 43 dan hasil kemurnian isolat PII dapat dilihat pada lampiran 16 gambar 16 halaman 44.

3.13. Karakterisasi Hasil Isolasi

Karakterisasi senyawa hasil isolasi dilakukan dengan spektrofotometri ultraviolet

3.13.1 Karakteriasasi Isolat PI dengan Spektrofotometri Ultraviolet dengan Penambahan Pereaksi

1. Isolat PI dilarutkan dalam metanol, dimasukkan kedalam kuvet dan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 560 – 210 nm. Setelah di ukur spektrumnya dalam metanol, ditambahkan 3 tetes larutan NaOH 2 M ke dalam kuvet dan direkam spektrumnya, kemudian direkam kembali setelah 5 menit. 2. Larutan isolat PI ditambahkan enam tetes pereaksi AlCl3 dikocok dan diukur

spektrumnya, selanjutnya ditambahkan 3 tetes HCl dan diukur spektrumnya. 3. Larutan isolat PI ditambahkan serbuk natrium asetat hingga kira-kira 2 mm


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor terhadap tumbuhan yang diteliti adalah bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.) yang bewarna merah, suku Balsaminaceae.

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia bunga pacar air bewarna merah diperoleh bentuk mengkerut dan bergulung , warna merah keunguan, dan berbau khas.

Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat adanya papila, kristal kalsium oksalat rapida, rambut penutup multiseluler, serbuk sari berbentuk oval.

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia yaitu kadar air simplisia 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam etanol 12,80%, Kadar abu total yaitu 1,14%, sedangkan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25%.

Hasil skrining fitokimia dari simplisia bunga pacar air (Impatiens balsaminae Flos.) berwarna merah menunjukkan adanya flavonoida, dan glikosida.

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dan dengan penambahan HCl pekat ( 1% dari pelarut/ penyari), ekstrak kental etanol yang diperoleh dianalisis secara kromatografi kertas dengan fase gerak yaitu BAA, Forestal, dan asam asetat 30%, fase diam yaitu kertas whatman no 1 dengan penampak noda sinar uv 366 nm dan AlCl3 5% diperoleh pemisahan yang baik


(56)

dengan sinar uv 366 nm (Rf = 0,22). Menurut Marhkam (1988) senyawa flavonoida yang memberikan warna merah adalah golongan antosianin.

Terhadap ekstrak kental etanol dilakukan KKt preparatif sebagai fase gerak asam asetat 30% dan fase diam kertas Whatman no.3, pita-pita dipisahkan berdasarkan fluoresensinya dibawah lampu uv 366 nm, hasilnya diperoleh 2 pita yaitu F1 berfluoresensi merah (Rf = 0,6); dan F2 berfluoresensi kuning kehijauan (Rf = 0,1) kemudian terhadap FI dan F2 digunting terpisah berupa potongan kecil, direndam dalam metanol selama 24 jam, lalu disaring, filtrat dipekatkan hingga diperoleh isolat kental atau isolat kristal.

Selanjutnya dilakukan uji kemurnian terhadap isolat pita I (FI) secara KKt dua arah menggunakan pengembang I asam asetat 30% yaitu asam asetat-air (10:30) dan pengembang II BAA yaitu butanol – asam asetat – air (40:10:50) dengan fase diam kertas Whatman No. 3 dan penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol yang dilihat

dibawah lampu ultraviolet, hasil kromatogram memberikan dua noda, jadi hasilnya tidak murni.

Terhadap isolat FI dilakukan KKt preparatif sekali lagi dari isolat F1 diperoleh dua pita yaitu PI bewarna merah, dan PII bewarna merah jingga, selanjutnya terhadap PI, dan PII digunting terpisah berupa potongan kecil, direndam dalam metanol selama 24 jam, lalu disaring filtrat dipekatkan hingga diperoleh isolat kental. Pada pita PI dilakukan KKt kemudian dilihat dibawah sinar ultraviolet dan penampak bercak AlCl 5% dalam etanol ternyata diperoleh noda tunggal harga Rf sama (0,6) dan warna noda juga sama (merah). Dilakukan dengan cara yang sama


(57)

terhadap PII, pada PII diperoleh Rf yang sama (0,2) dan warna noda juga sama (merah jingga).

Kemudian dilakukan lagi uji kemurnian terhadap isolat PI, dan PII dari hasil KKt preparatif isolat FI, caranya sama dengan uji kemurnian hasil KKt preparatif isolat FI. Pemurnian juga dilakukan secara KKt dua arah menggunakan pengembang I asam asetat 30% asam asetat – air (1:3) dan pengembang II BAA yaitu butanol – asam asetat – air (4:1:5) dengan fase diam kertas Whatman No. 3 dan penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol dilihat dibawah lampu ultraviolet, hasil kromatogram

memberikan satu noda untuk isolat PI dan isolat PII, analisis secara spektrofotometri ultraviolet hanya dilakukan terhadap isolat PI, sedangkan terhadap isolat PII tidak dilanjutkan karena jumlahnya lebih sedikit.

Penafsiran spektrum ultraviolet dilakukan untuk isolat PI, dengan merujuk pada Markham (1988).

Penafsiran spektrum ultraviolet untuk isolat PI :

1. Hasil spektrum 1 dalam metanol memberikan pita absorpsi maksimum pada pita I yaitu 506 nm, sedangkan untuk pita II 266 nm. Absorpsi maksimum pada pita I ini sesuai untuk senyawa antosianin yang panjang gelombang absorpsi maksimum pada pita I adalah 465-560 nm, dengan demikian diduga senyawa tersebut adalah senyawa antosianin.

2. Pada spektrum 1 dalam metanol dengan penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum yang telah diukur setelah 5 menit semuanya terurai, kecuali 3-deoksiantosianidin.


(58)

3. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl3/HCl terjadi pergeseran batokromik bila dibandingkan spektrum metanol. Pergeseran batokromik ini terjadi pada pita I sebesar 2 nm. Pergesaran batokromik 25-35 nm menunjukkan gugus o-diOH (dihidroksil). Dengan demikian dijumpai gugus orto-dihidroksil pada golongan antosianin ini.

4. Hasil spektrum 1 dalam metanol dengan panambahan natrium asetat (NaOAc) menunjukkan adanya pergeseran batokromik pada pita II sebesar 1 nm jika dibandingkan dengan spektrum dalam metanol, Jika terjadi pergeseran sebesar 5-20 nm pada pita II, maka terdapat gugus 7-OH pada cincin A, maka pada senyawa antosianin ini tidak dijumpai adanya gugus 7-OH.

5. Dari hasil penafsiran dapat disimpulkan bahwa isolate yang diperoleh merupakan senyawa antosianin turunan sianidin.


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air simplisia 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam etanol 12,80%, Kadar abu total yaitu 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25%.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia bunga pacar air merah (Impatiens balsaminae Linn.) menunjukkan adanya flavonoida, dan glikosida.

Hasil pemisahan diperoleh 2 senyawa yaitu isolat PI harga Rf = 0,6 berfuluoresensi merah; isolat PII harga Rf = 0,2 berfluoresensi merah jingga dibawah sinar lampu Ultraviolet.

Hasil karakteristik isolat PI (Rf = 0,6) dari data spektrofotometri ultraviolet dengan pereaksi geser adalah golongan antosianin.

B. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji toksisitas LD 50, dan melanjutkan elusidasi struktur yang lengkap yaitu elusidasi struktur senyawa yang telah diisolasi secara spektroskopi inframerah, secara spektroskopi massa, dan spektroskopi magnetik inti.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 4 Februari. (2009). www.Pacar Air.com

Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Halaman. 516-522, 536-540.

.

Farnsworth, N. (1996). Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. No.3. Chicago: Reheis Chemical Company. P.262-263.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Halaman.76, 78.

Heriana, Arief. (2007).Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri Agrisehat. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman. 151-152.

Hernani dan Rahardjo. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman.1-3.

Hutapea, dkk. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depkes RI. Halaman 101.

Mangan, Y. (2003). Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Jakarta : Agromedia Pustaka. Halaman 28.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan K.Padmawinata. Bandung: ITB Press. Halaman . 23-24, 42-43.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Terjemahan K. Padmawinata, Bandung : ITB. Halaman. 191-192, 195-197. Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi I. Yogyakarta. Penerbit Liberty.

Halaman. 1-5, 13-25.

World Health Organization. (1992). Quaility Control Methods for Medical Plant Material. WHO/PHARM/92.559.Switzerland: Geneva. P. 25-28


(61)

(62)

Lampiran 2.

Gambar 1. Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.)merah


(63)

Lampiran 3

1

2

3

4

5

6

6

3

3

Gambar 4: Mikroskop serbuk simplisia bunga pacar air merah (Impatiens balsaminae Flos) pada perbesaran 10 x 40

Keterangan : 1. Serbuk sari 2. Rambut penutup

3. Kristal kalsium oksalat bentuk rapida 4. Berkas pengangkut

5. Sel epidermis 6. Papila


(64)

Lampiran 4

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia bunga pacar air merah(Impatiens balsaminae flos)

No. Pemeriksaan Karakteristik simplisia

Hasil

1 Penetapan kadar air 9,31%

2 Penetapan kadar sari yang Larut dalam air

19,62% 3 Penetapan kadar sari yang

Larut etenol

12,80% 4 Penetapan kadar abu total 1,14% 5 Penetapan kadar abu yang

Dalam asam

0,25%

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia serbuk simplisia bunga pacar air merah (Impatiens balsaminae Flos)

No. Golongan senyawa yangdiperiksa Hasil

1 Alkaloida _

2 Flavonoida +

3 Saponin _

4 Tanin _

5 Glikosida +

6 Glikosida Antrakuinon _

7 Steroida/Triterpenoida _

Keterangan: + = memberikan hasil - = tidak memberikan hasil


(65)

Lampiran 4 (Lanjutan) . Penetapan Kadar Air

Kadar Air = x100%

sampel Berat I Volume II Volume

Sampel I Volume I = 1,7 ml Volume II = 2,1 ml Berat sampel = 5,008 g

Kadar air = 100%

008 , 5 7 , 1 1 , 2 x − = 7,98% Sampel II Volume I = 2,1 ml Volume II = 2,6 ml Berat sampel = 5,010 g

Kadar air = 100%

010 , 5 1 , 2 6 , 2 x − = 9,98% Sampel III Volume I = 2,6 ml

Volume II = 3,1 ml Berat sampel = 5,009 g

Kadar air = 100%

009 , 5 6 , 2 1 , 3 x

= 9,98 %

Kadar air rata – rata =

3 % 98 , 9 % 98 , 9 % 98 ,

7 + +


(66)

Lampiran 4 (Lanjutan). Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Kadar sari larut dalam air = 100%

20 100 x x sampel Berat sari Berat Sampel I

Berat sampel = 5,012 g Berat sari = 0,115g

Kadar sari larut air = 100% 20 100 012 , 5 213 , 0 x x g g = 21,24% Sampel II

Berat sampel = 5,015 g Berat sari = 0,211 g

Kadar sari larut air = 100% 20 100 000 , 5 211 , 0 x x g g = 21,03% Sampel III

Berat sampel = 5,013 g Berat sari = 0,192 g

Kadar sari larut air = 100% 20 100 013 , 5 192 , 0 x x g g = 19,15%

Kadar rata – rata =

3 % 1915 % 03 , 21 % 24 ,

21 + +


(67)

Lampiran 4 (Lanjutan). Kadar Sari Larut dalam Etanol

Kadar sari larut dalam etanol = 100% 20 100 x x sampel Berat sari Berat Sampel I

Berat sampel = 5,011 g Berat sari = 0,163 g

Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 011 , 5 163 , 0 x x g g

= 16, 25% Sampel II

Berat sampel = 5,008g Berat sari = 0,120 g

Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 008 , 5 12 , 0 x x g g = 11,98% Sampel III

Berat sampel = 5,007 g Berat sari = 0,102 g

Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 007 , 5 102 , 0 x x g g = 10,18%

Kadar rata – rata =

3 % 18 , 10 % 98 , 11 % 25 ,

16 + +


(68)

Lampiran 4 (Lanjutan). Penetapan Kadar Abu Total

Kadar abu = x100%

sampel Berat abu Berat Sampel I

Berat sampel = 2,000 g Berat abu = 0,0233 g

Kadar abu = 100%

000 , 2 0233 , 0 x = 1,17% Sampel II

Berat sampel = 2,00 g Berat abu = 0,0239 g

Kadar abu = 100%

000 , 2 0239 , 0 x = 1,20% Sampel III

Berat sampel = 2,000 g Berat abu = 0,0215 g

Kadar abu = 100%

000 , 2 0215 , 0 x = 1,07%

Kadar abu total rata – rata =

3 % 07 , 1 % 20 , 1 % 17 ,

1 + +


(69)

Lampiran 4 (Lanjutan). Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Kadar abu yang tidak larut dalam asam = x100% sampel

Berat abu Berat

Sampel I

Berat sampel = 2,000 g Berat abu = 0,0058 g

Kadar abu = 100%

000 , 2 0058 , 0 x

= 0,29 % Sampel II

Berat sampel = 2,000 g Berat abu = 0,0051 g

Kadar abu = 100%

000 , 2 0051 , 0 x

= 0,26 % Sampel III

Berat sampel = 2,000 g Berat abu = 0,0020 g

Kadar abu = 100%

000 , 2 0020 , 0 x = 0,20%

Kadar abu total rata – rata =

3 % 20 , 0 % 26 , 0 % 29 ,

0 + +


(70)

Lampiran 5

Gambar 5. Bagan Metode Penelitian

Bunga Pacar Air (Impatiens balsamina Linn) merah Disortasi basah

Berat Basah

Dikeringkan pada lemari pengering Ditimbang Disortasi kering Simplisia Diserbuk Serbuk simplisia Dicuci, ditiriskan Ekstraksi Skrining fitokimia - Alkaloid - Tripterpenoida/steroida - Flavonoida - Glikosida

- Glikosida antrakinon

-

Saponin

-

Tanin

Karakteristik Simplisia - Makroskopik - MikroskopikS - Kadar air

- Kadar sari yg larut dalam air - Kadar sari yang larut dalam

etanol

- Kadar abu total

- Kadar abu yang tidak larut dlm asam

asam

Ditimbang


(71)

Lampiran 6

Gambar 6. Bagan ekstraksi senyawa antosianin

100 g serbuk Simplisia (Impatiens balsaminae Flos)

diekstraksi dengan cairan penyari etanol (96%) dan ditambahkan HCl pekat 1%

Filtrat Ampas

Diuapkan dengan penguap vakum putar pada suhu 500 C

dipekatkan


(72)

Lampiran 7

← Di kkt dengan pengembang

← Forestal

← BAA

← Asam Asetat 30 %

← Di kkt Preparatif

← digunting ← digunting ← direndam ← disaring

← disaring ← direndam ← diuapkan ← diuapkan

di KKt dua arah

← di KKt preparatif

←digunting ← digunting

←direndam ← direndam ←disaring ← disaring

←diuapkan ← diuapkan

←di KKt dua arah ←di KKt dua arah

Gambar 7. Bagan isolasi senyawa antosianin dari ekstrak etanol

Ekstrak Etanol Kental

Kromatogram BAA

Kromatogram BAA Kromatogram

As.Asetat 30 %

Pita I Pita II

Isolat FI (merah Rf= 0,6) Isolat FII (kuning

kehijauan Rf=0,1)

I. Isolat tidak murni

Penentuan Struktur dengan spektrofotometri

uv pereaksi geser Penentuan Struktur

Dengan spektrofotometri uv pereaksi geser

Pita I

Isolat PI (merah Rf= 0,6)

Pita II


(73)

Lampiran 8

bp

tp

Gambar 8. Kromatogram ekstrak etanol secara KKt.

Keterangan :

Fase gerak1. pengembang BAA; 2. pengembang forestal; 3. pengembang asam asetat 30% , fase diam : kertas Whatman no 1; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5%

dalam etanol; = berfluoresensi; m = merah, kk = kuning kehijauan, mj= merah jingga.

kk

m

kk

m

kk

m

mj

kk


(74)

Lampiran 9

bp

FI (m)

FII (kk)

tp

Gambar 9. Kromatogram KKt preparatif dari ekstrak etanol

Keterangan :

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% , fase diam : kertas Whatman no 3; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol; FI= pita 1, m= merah, FII= pita 2, kk=kuning

kehijauan.


(75)

Lampiran 10

bp

tp

Gambar 10. KKt isolat FI

Keterangan :

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase diam : kertas Whatman no 1; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol; = berfluoresensi; Ia, Ib, Ic, Id, Ie. (m) =

m m m m m

• • • • •


(76)

Lampiran 11

bp

tp

Gambar 11. KKt isolat FII

Keterangan :

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase diam : kertas Whatman no 1; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol; = berfluoresensi; IIa, IIb, IIc, IId, IIe. (kk)

= kuning kehijauan.

kk kk kk kk kk

• • • • •


(77)

Lampiran 12

bp

PI (m)

PII (mj)

tp

Gambar 12. Kromatogram KKt preparatif isolat ekstrak etanol

Keterangan :

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase diam : kertas Whatman no 3; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol; PI= pita I, m= merah; PII= pita II, mj= merah

jingga.


(78)

Lampiran 13

bp

tp

Gambar 13. KKt isolat PI Keterangan:

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase diam : kertas Whatman no 1; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol; = Berfluoresensi; Ia, Ib. (m) = merah.

m m

• •


(79)

Lampiran 14

bp

tp

Gambar 14. KKt isolat PII Keterangan :

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase diam : kertas Whatman no 3; tp= tempat penotolan; bp= batas pengembang; penampak bercak AlCl3 5% dalam etanol; = berfluoresensi; IIa, IIb.

mj mj

• •


(80)

Lampiran 15

bp2 bp 1

m

• tp

Gambar 15. Kromatografi KKt dua arah dari isolat PI

Keterangan:

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase gerak 2= BAA; fase diam : kertas Whatman no 3; tp= tempat penotolan; bp1= batas

pengembang 1; bp2= batas pengembang 2; penampak bercak AlCl3 5%


(81)

Lampiran 16

bp2

bp1

mj

• tp

Gambar 16. Kromatografi KKt dua arah dari isolat PII

Keterangan :

Fase gerak: pengembang asam asetat 30% ; fase gerak 2= BAA; fase diam : kertas Whatman no 3; tp= tempat penotolan; bp1= batas

pengembang 1; bp2= batas pengembang 2; penampak bercak AlCl3 5%

dalam etanol; = berfluoresensi mj= merah jingga


(82)

Lampiran 17

Gambar 17 . Spektrum uv isolat PI dalam metanol

Keterangan :

: Larutan Isolat dalam Metanol

Panjang gelombang Absorbansi maksimum spektrum uv isolat PI dalam metanol

λ( nm ) Abs

506 0.0679

266 0.5573

A b s o r b a n s i


(83)

Lampiran 18

Gambar 18. Spektrum uv isolat PI dalam penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum uv Isolat PI dalam Metanol

Keterangan :

: Isolat PI dalam metanol

: Isolat PI dalam metanol setelah penambahan NaOH Panjang gelombang Absorbsi

maksimum spektrum uv isolat PI dengan penambahan NaOH

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI dalam

metanol

λ( nm ) Abs λ( nm ) Abs

- - 506 0.0679

268 0.5029 266 0.5573

A b s o r b a n s i


(1)

Lampiran 17

Gambar 17 . Spektrum uv isolat PI dalam metanol

Keterangan :

: Larutan Isolat dalam Metanol

Panjang gelombang Absorbansi maksimum spektrum uv isolat PI dalam metanol

λ( nm ) Abs

506 0.0679

266 0.5573

A b s o r b a n s i


(2)

Gambar 18. Spektrum uv isolat PI dalam penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum uv Isolat PI dalam Metanol

Keterangan :

: Isolat PI dalam metanol

: Isolat PI dalam metanol setelah penambahan NaOH Panjang gelombang Absorbsi

maksimum spektrum uv isolat PI dengan penambahan NaOH

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI dalam

metanol

λ( nm ) Abs λ( nm ) Abs

- - 506 0.0679

268 0.5029 266 0.5573

A b s o r b a n s i


(3)

Lampiran 19

Gambar 19 . Spektrum uv isolat PI dalam penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum uv yang diukur setelah 5 menit

Keterangan :

: Isolat PI dalam metanol setelah penambahan NaOH

: Isolat PI dalam metanol setelah penambahan NaOH didiamkan selama 5 menit

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PIdengan penambahan NaOH 5

menit

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI

dengan penambahan NaOH

λ( nm ) Abs λ( nm ) Abs

503 0.0337 - -

267 0.5189 268 0.5029

A b s o r b a n s i


(4)

Gambar 20 . Spektrum isolat PI dengan penambahan AlCl3 dibandingkan dengan spektrum isolat dalam metanol

Keterangan :

: Isolat PI dalam metanol dengan penambahan AlCl3 : Isolat PI dalam metanol

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI

dengan penambahan AlCl3

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI

dalam metanol

λ( nm ) Abs λ( nm ) Abs

510 0.0754 506 0.0929

266 0.6019 266 0.6688

A b s o r b a n s i


(5)

Lampiran 21

Gambar 21 . Spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3/HCl

dibandingkan dengan Spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3

Keterangan :

: Isolat PI dengan penambahan AlCl3

: Isolat PI dalam AlCl3 setelah penambahan AlCl3/HCl Panjang gelombang Absorbsi

maksimum spektrum uv isolat PI dengan penambahan AlCl3/HCl

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI

dengan penambahan AlCl3

λ( nm ) Abs λ( nm ) Abs

504 0.0681 510 0.0754

265 0.4738 266 0.6019

A b s o r b a n s i


(6)

Gambar 22 . Spektrum uv isolat PI dengan penambahan natrium asetat dibandingkan dengan Spektrum uv Isolat PI dalam metanol Keterangan :

: Isolat PI dalam Metanol : Isolat PI dalam Natrium Asetat

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI dengan penambahan Natrium Asetat

Panjang gelombang Absorbsi maksimum spektrum uv isolat PI

dalam metanol

λ( nm ) Abs λ( nm ) Abs

506 0.0929 510 0.0465

266 0.6688 266 0.3169

Panjang Gelombang (nm) A

b s o r b a n s i


Dokumen yang terkait

Skrining Fitokimia dan Isolasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Sirih Merah (Piper porphyrophllum N.E.Br.)

3 52 146

Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Senyawa teroid/Triterpenoid Dari Ekstrak N-Heksana Daun Sirsak (Annona Muricata Linn.)

0 36 89

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Pacar Air (Impatiens Balsaminae flos) Terhadap Hepar Marmut Jantan

3 36 70

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumnbuhan Pacar Air (Impatiens balsamina L.)

4 49 87

UJI PRASKRINING AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK HERBA Impatiens balsamina Linn DENGAN METODE BST (Ekstrak n-Heksana dan Ekstrak Metanol dari Herba Pacar Air)

0 14 25

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TOTAL FENOL TEH HERBAL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina) DENGAN Aktivitas Antioksidan Dan Total Fenol Teh Herbal Daun Pacar Air (Impatiens balsamina) Dengan Variasi Lama Fermentasi Dan Metode Pengeringan.

0 2 16

Efek Infusa Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.) Terhadap Kadar Interferon Gamma (IFN-y) Mencit Model Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

0 1 25

Efek Infusa Batang Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.) Terhadap Kadar Cyclooxygen-2(Cox-2) Mencit Model Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

0 0 27

Uji Daya Hambat Infusa Daun Dan Bunga Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn) Pada Beberapa Konsentrasi Terhadap Jamur Candida Albicans Dan Kesetaraannya Dibandingkan Dengan Ketokonazol - Ubaya Repository

0 1 2

PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI TANAMAN PACAR AIR (Impatiens balsamina Linn) DENGAN PENAMBAHAN GETAH POHON PISANG - POLSRI REPOSITORY

0 0 12