Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok

1
 

ESTIMASI NILAI EKONOMI PENURUNAN
KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT BEROPERASINYA
TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG, DEPOK

ARIO BISMOKO SANDJOYO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2
 

3
 


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Estimasi Nilai Ekonomi
Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan
Akhir Sampah Cipayung, Depok” adalah karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2013

Ario Bismoko Sandjoyo

4
 

ABSTRAK
ARIO BISMOKO SANDJOYO. Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas
Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah

Cipayung, Depok. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.
Meningkatnya jumlah penduduk memiliki dampak yang sangat nyata
terhadap lingkungan. Sampah yang merupakan produk sisa dari kegiatan manusia
dapat menjadi sebuah permasalahan yang menggangu kehidupan manusia.
Berdirinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung, Depok
merupakan sebuah upaya untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok.
Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan permintaan lahan pemukiman semakin
meningkat, karena keterbatasan lahan pada akhirnya banyak wilayah yang
seharusnya tidak diperuntukan untuk tempat tinggal tetapi dijadikan tempat
tinggal oleh masyarakat. Wilayah sekitar TPAS Cipayung yang kini padat
penduduk menimbulkan permasalahan ketika letak TPAS berdekatan dengan
pemukiman. Eksternalitas negatif dirasakan oleh masyarakat akibat beroperasinya
TPAS Cipayung. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan,
polusi udara dan polusi air merupakan kerusakan lingkungan yang paling
dirasakan oleh masyarakat sekitar TPAS Cipayung. Hasil penelitian ini
menunjukan nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS
Cipayung dengan pendekatan meteode cost of illness dan replacement cost,
melalui pendekatan tersebut didapatkan nilai ekonomi penurunan kualitas
lingkungan di wilayah administratif Kelurahan Cipayung sebesar Rp
3.288.269.934 per tahun yang merupakan penjumlahan dari biaya pengganti air

minum dan biaya kesehatan. Rincian dari nilai ekonomi penuruan kualitas
lingkungan tersebut adalah biaya kesehata sebesar Rp 838.202.184 per tahun dan
biaya pengganti pembelian air minum sebesar Rp 2.450.067.750 per tahun.
Kata kunci : cost of illness, eksternalitas, TPAS Cipayung, replacement cost

5
 

ABSTRACT
ARIO BISMOKO SANDJOYO. Estimation of The Economic Value of
Environmental Degradation as A Result of The Operation Cipayung Landfill,
Depok. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and NUVA
The increasing number of residents has caused a significant impact on the
environment. Garbage, as residual of human activity, may become a serious
problem within human life. The establishment of Cipayung landfill was an effort
to solve the problem of garbage in Depok City. Population growth also led to a
growing demand for residential land, due to the limited land, many people build
their home on the land that is not for habitation Currently, both of the population
and Cipayung landfill are facing a new problem. It is considered that the location
of landfill is too close to the residence and causing negative externalities to the

population. The impact is perceived by the population due to the operation of
Cipayung landfill. This led to a decline in the quality of environment, air
pollution, and water pollution are the main environmental impact which
perceived by the population around Cipayung landfill. The results of this research
show the economic value of environmental degradation around Cipayung landfill
with the approaximation methods of cost of illness and replacement cost, by the
approximation methods above, it is estimated that the economic value of
environmental degradation in administrative regions of Cipayung Village is worth
Rp 3.288.269.934 per year which is the sum of the cost of illness which is worth
Rp 838.202.184 per year and Rp 2.450.067.750 per year for replacement cost of
the drinking water.
Keywords : Cipayung landfill, cost of illness, externalities, replacement cost.

6
 

7
 

ESTIMASI NILAI EKONOMI PENURUNAN

KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT BEROPERASINYA
TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG, DEPOK
 

ARIO BISMOKO SANDJOYO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
 
 
 
 
 

DEPARTEMEN
EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
 

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
 
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
 
2013

8
 

' kripsi: Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat
Beroperasinya Temp at Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung,
Depok
: Ario Bismoko Sandjoyo
: H44070093

Disetujui oleh

Dr. Ir.· k I tan Kumala Putri MS
Pembimbing I


Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

25 OCT 2013

Nuva, SP. MSc
Pembimbing II

9
 

Judul Skripsi : Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat
Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung,
Depok
Nama
: Ario Bismoko Sandjoyo
NIM
: H44070093


Disetujui oleh

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Nuva, SP. MSc
Pembimbing II

10
 

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah estimasi nilai
ekonomi

penurunan

kualitas

lingkungan

akibat

beroperasinya

tempat

pemprosesan akhir sampah Cipayung, Depok.
Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan

skripsi ini terutama kepada:
1. Ayahanda tercinta (Tugino Ponco Sanjoyo), Ibunda tercinta (Mandalawati),
Kakak dan adikku tersayang (Sigit Yoga Sanjoyo, Reza Lazuardi Sanjoyo
dan Bayu Mukti Sanjoyo), serta keluarga besar yang telah memberikan
kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan
do’a yang tak pernah putus kepada penulis.
2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing utama skripsi
yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan,
arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang
sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Nuva, SP, MSc selaku dosen pembimbing kedua skripsi yang telah
memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan,
motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat
membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
4. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen penguji utama dan Hastuti, SP,
M.P, M.Si selaku dosen perwakilan departemen.
5. Ir. Sahat Simanjuntak, MSc, sebagai dosen pembimbing akademik, yang
telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan selama penulis
menjalani kuliah.
6. Kepala Kesbangpolinmas Kota Depok, Kepala Unit Pelaksanan Teknis

Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, dan Bapak Lurah Cipayung

11
 

beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam memperoleh data
dan informasi.
7. Sahabat-sahabat terbaik Fariz, Suci, Bahroin, Ilham, Ardi, Ashari, Rida,
Noby, Firman, Dhany, Nabe, Lidya, Dean, Aris, Maryam, Elisa, Ria, Fadli,
Wirda atas segala bantuan, semangat dan motivasinya.
8. Keluarga Besar ESL 44 atas segala cerita, pengalaman, bantuan, semangat
dan motivasinya.
9. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB atas pengalaman yang sangat berharga dan segala bantuan
kawan-kawan sekalian.
10. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah
membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu
proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat

Bogor, Oktober 2013

Ario Bismoko Sandjoyo

12
 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR. .......................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

v

I.

II.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang .................................................................................

1

1.2

Perumusan Masalah .........................................................................

3

1.3

Tujuan Penelitian .............................................................................

5

1.4

Manfaat Penelitian ...........................................................................

6

1.5

Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................

6

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sampah ............................................................................................

7

2.1.1 Penggolongan Sampah ...........................................................

7

2.1.2 Pengelolaan Sampah ...............................................................

8

2.2

Tempat Pembuangan Akhir Sampah ...............................................

9

2.3

Eksternalitas..................................................................................... 10

2.4

Dampak Lingkungan ....................................................................... 12

2.5

Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan ............................ 13

2.6

Penelitian Terdahulu ....................................................................... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1

Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................... 17
3.1.1 Karakteristik Masyarakat ....................................................... 17
3.1.2 Cost of Illness dan Replacement Cost .................................... 17

3.1
IV.

Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 18

METODE PENELITIAN
4.1

Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 21

4.2

Jenis dan Sumber Data .................................................................... 21

4.3

Metode Pengambilan Sampel .......................................................... 22

4.4

Metode Analisis Data ...................................................................... 23
4.4.1 Analisis Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung ..... 24

13
 

4.4.2 Analisis Nilai Kerugian Masyarakat dengan Pendekatan
Replacement Cost dan Cost of Illness ................................... ...24
4.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda .......................................... 26
4.4.3.1Pengujian Parameter Regresi ......................................
V.

27

GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...............................................

29

5.1.1 Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung ....................

29

5.1.2 Gambaran Kondisi Lahan Sekitar Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Cipayung .................................................................. 33
5.2

VI.

Karakteristik Responden .................................................................

34

5.2.1 Jenis Kelamin.........................................................................

34

5.2.2 Usia ........................................................................................

35

5.2.3 Jumlah Tanggungan ...............................................................

36

5.2.4 Pendidikan Formal .................................................................

36

5.2.5 Jenis Pekerjaan.......................................................................

36

5.2.6 Tingkat Pendapatan ...............................................................

37

5.2.7 Lama Tinggal .........................................................................

37

5.2.8 Status Lahan...........................................................................

37

HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1

Deskripsi Lingkungan Sekitar Tempat Pengelolaan Akhir Sampah
Cipayung Bedasarkan Penilaian Responden ...................................

38

6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air ...........................

39

6.1.2 Penilaian Responden terhadap Kondisi Udara ......................

40

6.1.3 Tingkat Gangguan Responden ...............................................

42

6.1.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat
Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung.................................. . 43
6.2

Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan .............................

44

6.2.1 Estimasi Biaya Kesehatan Akibat Beroperasinya TPAS
Cipayung ...............................................................................

45

6.2.2 Estimasi Biaya Pengganti Akibat Beroperasinya TPAS
Cipayung ................................................................................

47

6.2.3 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat
Beroperasinya TPAS Cipayung ...........................................

49

14
 

6.3

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengganti ........ 49

VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1

Simpulan ........................................................................................ 55

7.2

Saran .............................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 57
LAMPIRAN ...................................................................................................... 59
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 68

15
 

DAFTAR TABEL
1.

Matriks Metode Analisis Data .............................................................

23

2.

Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan
Cipayung Tahun 2012 ..........................................................................

30

3.

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung
Tahun 2012 ......................................................................................... 30

4.

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Cipayung
Tahun 2012 .......................................................................................... 31

5.

Karakteristik Responden ......................................................................

34

6.

Perubahan Lingkungan yang Paling Dirasakan Responden ................

43

7.

Daftar Penyakit yang Diderita Keluaga Responden dan Biaya
Kesehatannya .......................................................................................

46

8.

Biaya Pengganti Pembelian Air Minum ..............................................

48

9.

Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda terhadap Besarnya Biaya
Pengganti ............................................................................................. 50

DAFTAR GAMBAR
1.

Kurva Eksternalitas Negatif .................................................................

11

2.

Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional .................................

20

3.

Lokasi Penelitian ..................................................................................

21

4.

Peta TPAS Cipayung ...........................................................................

32

5.

Pembagian Zona TPAS Cipayung .......................................................

32

6.

Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan ..........................

38

7.

Kondisi Air Berdasarkan Persepsi Masyarakat....................................

39

8.

Kondisi Udara Berdasarkan Persepsi Responden ................................

41

9.

Tingkat Ketergangguan Masyarakat Akibat TPAS Cipayung .............

42

10. Pengelolaan TPAS Berdasarkan Persepsi Responden .........................

43

16
 
 

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Kuesioner.............................................................................................. 58

2.

Rekap Data Hasil Hasil Wawancara Responden................................... 63

3.

Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi Nilai Penurunan
Kualitas Lingkungan ............................................................................ 62

4.

Dokumentasi ......................................................................................... 65


 

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari interaksi dengan
lingkungan. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan memiliki dampak terhadap
lingkungan, baik yang bisa bersifat positif

maupun

negatif.

Secara tidak

langsung dampak tersebut juga akan mempengaruhi kehidupan manusia di masa
yang akan datang. Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia. Sampah ditimbulkan dari sisa kegiatan
manusia baik konsumsi maupun produksi. Kuantitas yang besar dan kualitas
pengelolaan yang kurang baik merupakan penyebab dari permasalahan sampah.
Sampah dan pengelolaannya di negara berkembang termasuk Indonesia
menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut (Suprihatin et al. 1999 dalam Utari 2006):
1) kandungan persentase bahan organik dalam sampah tergolong tinggi (50 - 75
persen); 2) pengumpulan ulang, daur ulang, serta pengelolaan sampah lainnya
tidak efisien dan tidak terorganisasi secara aman; 3) kondisi sarana pelayanan
umum yang rendah; 4) industri besar dan kecil tidak memberi kan perhatian yang
cukup dalam pengelolaan sampah, sedangkan pemerintah sulit untuk membiayai
pengelolaannya; dan 5) belum diterapkannya prinsip bahwa produsen barang
harus mengelola sampahnya sendiri.
Menurut Sudrajat (2006), sampah menjadi masalah yang penting untuk
kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut: 1) volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya
tampung Tempat Pembuangan

Akhir (TPA); 2) lahan TPA semakin sempit

karena tergeser tujuan penggunaan lain; 3) teknologi pengelolaan sampah tidak
optimal sehingga sampah lambat membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan
peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya. Oleh karena itu,
selalu diperlukan perluasan areal TPA baru; 4) sampah yang sudah matang dan
telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena berbagai
pertimbangan; 5) manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering

2
 

kali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat; 6) pengelolaan
sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan;
7) kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan
produk sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk
tersebut di TPA.
Permasalahan sampah seringkali terjadi di kota-kota besar di Indonesia,
pesatnya pembangunan serta bertambahnya jumlah penduduk diduga menjadi
penyebab timbulnya permasalahan tentang sampah. Berdasarkan penelitian
Pramono (2009) disebutkan bahwa timbulan sampah sebesar 80.235,87 ton/hari
dari 384 kota di Indonesia hanya 4,2 persen yang tertangani (dibuang dan
diangkut) di TPA. Selebihnya antara lain 37,6 persen dibakar, 4,9 persen dibuang
ke sungai dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen
Kota Depok sebagai salah satu kota yang menjadi penyangga ibu kota
dengan jumlah penduduk mencapai 1.813.612 jiwa (BPS Kota Depok. 2011) juga
memiliki permasalahan mengenai timbulan sampah. Berdasarkan data Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok (2011) setiap hari timbulan
sampah yang dihasilkan di Kota Depok mencapai 4897 m3. Sampah ini dibuang
ke Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung luas nya sekitar 11,2
hektar yang merupakan satu-satunya TPAS di Kota Depok. Setiap harinya jumlah
sampah yang dapat diangkut sebesar 1.140 m3 dengan menggunakan 57 truk
masing-masing bermuatan 10 m3. Setiap truk beroperasi sebanyak dua putaran
setiap harinya.
Pada tahun 2012 Pemerintah Kota (Pemkot) sudah memiliki Unit
Pengolahan Sampah (UPS) sebanyak19 UPS. Setiap UPS diupayakan dapat
mengolah sampah sekitar 30 m3 setiap harinya. Sejak berdirinya UPS tersebut
dapat mengolah sampah sekitar 570 m3 setiap harinya. Secara tidak langsung
adanya UPS tersebut menambah jumlah sampah yang dapat ditangani yaitu
menjadi sebesar 1.710 m3 perhari. Akan tetapi hal tersebut belum dapat
menangani keseluruhan jumlah timbulan sampah yang setiap harinya mencapai
4.897 m3 sehingga terdapat sekitar 3.187 m3 yang tidak tertangani. Sebanyak
3.187 m3 sampah yang tidak tertangani oleh pihak TPAS sebagian besar dikelola

3
 

secara swadaya oleh masyarakat Kota Depok. Sampah yang menumpuk di TPAS
Cipayung dan belum diolah karena keterbatasan UPS. Hal ini menyebabkan
timbunan sampah yang menggunung hingga ketinggiannya mencapai 15- 35 m di
TPAS Cipayung.
Penelitian ini difokuskan untuk membahas dampak negatif dan penurunan
kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. Selain itu penelitian ini
juga akan mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman disekitar TPAS
Cipayung berdasarkan persepsi masyarakat dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di
sekitar TPAS Cipayung.

1.2 Perumusan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk di Kota Depok membuat timbulan sampah
terus meningkat. Semakin banyak kegiatan manusia seiring semakin pesatnya
pembangunan juga menjadi penyebab semakin meningkatnya timbulan sampah.
Meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan tidak diiringi dengan pengelolaan
sampah yang memadai. Sistem pengelolaan sampah yang masih konvensional
membuat timbunan sampah semakin menggunung di lokasi TPAS.
Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan semakin terbatasnya lahan
pemukiman di Kota Depok. Kondisi ini menyebabkan banyak warga yang
terpaksa memilih tinggal di lingkungan yang tidak layak. Lokasi sekitar TPAS
Cipayung

yang tidak tepat untuk pemukiman terpaksa dijadikan pemukiman

karena keterbatasan lahan, sehingga kualitas hidup masyarakat sekitar TPAS
semakin memburuk.
Pertambahan jumlah sampah yang terus terjadi setiap tahunnya seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk membuat TPAS Cipayung semakin penuh
dengan sampah. TPAS Cipayung diprediksi sudah tidak mampu lagi menampung
jumlah sampah Kota Depok pada tahun 2019 dengan proyeksi volumenya
mencapai 12.106.074,44 m3 (Widhiasari, 2012). Lokasi TPAS Cipayung yang
berdekatan dengan pemukiman juga menimbulkan dampak bagi masyarakat. Bagi

4
 

masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung atau pengepul barang bekas, TPAS
Cipayung mampu memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup
rumah tangga mereka. Akan tetapi di sisi lain dampak negatif yang ditimbulkan
akibat keberadaan TPAS Cipayung juga tidak sedikit. Penurunan kualitas
lingkungan menjadi masalah utama yang dialami masyarakat akibat keberadaan
TPAS Cipayung.
Penurunan kualitas yang dialami masyarakat sekitar TPAS Cipayung antara
lain pencemaran air tanah, pencemaran tanah, pencemaran udara dan perusakan
pemandangan. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya tingkat kesehatan pada
masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan lingkungan, kesehatan dan keamanan, serta pencemaran. Secara
spesifik disebutkan bahwa gangguan tersebut meliputi : 1) pencemaran udara dan
bau yang tidak sedap; 2) sampah bertumpuk-tumpuk berpotensi menimbulkan
kondisi physicochemis yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu dan perubahan
pH tanah; 3) kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah; 4) gas-gas
yang dihasilkan selama dekomposisi sampah dapat membahayakan kesehatan,
bahkan kadang-kadang beracun dan mematikan; 5) penularan penyakit yang
ditimbulkan oleh sampah; dan 6) secara estetika, pemandangan yang tidak indah
untuk dinikmati. 

Eksternalitas akibat timbulan sampah dan beroperasinya TPAS Cipayung
dirasakan oleh masyarakat sekitar TPAS. Beberapa masyarakat merasakan
dampak positif antara lain dengan bertambahnya sumber penghasilan dari sampah
yang masih bisa dimanfaatkan untuk dijual dan bekerja sebagai karyawan di
TPAS, namun tidak sedikit yang merasakan eksternalitas negatif. Eksternalitas
negatif yang terjadi antara lain semakin sulitnya masyarakat sekitar untuk
mengakses air bersih untuk keperluan konsumsi mereka serta gangguan
kesehatan. Kerugian tersebut terus dirasakan oleh masyarakat sekitar dengan
beroperasinya TPAS Cipayung.
Analisa dampak ekonomi dari keberadaan TPAS Cipayung bagi
masyarakat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana manfaat TPAS tersebut bagi

5
 

masyarakat yang tinggal disekitar TPAS. Selain itu, dampak lingkungan juga
perlu dianalisa agar diketahui sejauh mana TPAS Cipayung berkontribusi dalam
perbaikan lingkungan hidup di Kota Depok. Kedua elemen tersebut sangat
penting mengingat kegiatan manusia perlu mempertimbangkan aspek ekonomi
dan lingkungannya.
Penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan di TPAS Cipayung perlu
diamati lebih dalam. Pencemaran air, tanah, udara dan pemandangan yang tidak
indah merupakan bagian dari penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan di
TPAS Cipayung. Akibatnya masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra untuk
mengganti kebutuhan sumberdaya yang tercemar dan biaya kesehatan untuk
memperbaiki kualitas kesehatan yang semakin menurun.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka beberapa aspek yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1.

Bagaimana persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan di sekitar
TPAS Cipayung ?

2.

Berapakah besar nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar
TPAS Cipayung?

3.

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian air
minum di sekitar TPAS Cipayung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengkaji eksternalitas yang
terjadi akibat keberadaan TPAS Cipayung. Berdasarkan permasalahan yang telah
dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagi berikut:
1.

Menginterpretasikan persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan
pemukiman di sekitar TPAS Cipayung.

2.

Mengestimasi nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar
TPAS Cipayung.

3.

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian
air minum di sekitar TPAS Cipayung.

6
 

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.

Bagi pemerintah daerah dalam pembuatan kebijakan yang bertujuan untuk
kesejahteraan rakyat khususnya dalam pengelolaan sampah.

2.

Bagi akademisi, menjadi referensi dalam mengkaji nilai penurunan kualitas
lingkungan

3.

Bagi peneliti, berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
kelengkapan penelitian selanjutnya.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wilayah penelitian yang
berlokasi di sekitar TPAS Cipayung, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung,
Kota Depok dengan radius tidak lebih satu kilometer dari TPAS Cipayung.
Batasan penghitungan estimasi nilai penurunan kualitas lingkungan akibat
keberadaan TPAS Cipayung menggunakan metode cost of illness dan
replacement cost dan hanya dilakukan pada wilayah Kelurahan Cipayung dalam
waktu satu tahun terakhir.  Sedangkan batasan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi hanya dilakukan pada biaya pengganti air minum, karena
biaya tersebut yang paling dominan dialami oleh masyarakat.

 

7

 

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan
yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis
(karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat
(Azwar, 1990) dalam (Sulistyorini, 2005). Kastaman dan Kramadibrata (2007)
mendefinisikan sampah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak
terpakai lagi, baik berupa buangan domestik (rumahtangga) maupun buangan
pabrik sebagai sisa proses industri. Ditinjau dari segi sosial ekonomis sampah
sudah tidak memiliki harga serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan
pencemaran atau gangguan pelestarian alam (Hadiwiyoto, 1983). Sampah yang
berasal dari daerah pemukiman umumnya merupakan sampah organik yang cepat
lapuk (garbage), yaitu sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas, daun, dan air
larutan deterjen bekas cucian. Sampah industri umumnya merupakan sampah
organik yang lambat lapuk (rubish), misalnya limbah pabrik berupa kertas karton,
ampas, limbah sisa gergajian dan serpihan kayu, serbuk besi dan logam lainnya,
karton, plastik, kaca, mika, dan sebagainya. Secara kimiawi, sampah-sampah
tersebut dibedakan sebagai sampah organik dan sampah anorganik
.
2.1.1 Penggolongan Sampah
Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum (1986) dalam Kastaman dan
Kramadibrata (2007) sampah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Sampah basah (garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan
organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam
keadaan basah. Sampah yang termasuk jenis sampah ini adalah sisa
makanan, sayuran, buah-buahan, dedaunan.
2. Sampah kering (rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik
yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini
dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

8
 

a. Sampah kering logam, misalnya kaleng, pipa besi tua, mur, baud, seng,
dan segala jenis logam yang sydah usang.
b. Sampah kering non logam, yang terdiri atas: 1) sampah kering mudah
terbakar (Combustible Rubbish), misalnya: kertas, karton, kayu, kain
bekas, kulit, kain-kain usang; 2) sampah kering sulit terbakar (Non
Combustible Rubbish), misalnya: pecahan gelas, botol, kaca.
3. Sampah lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikel-partikel
kecil dan memiliki sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau
mengganggu pernafasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas:
a. Debu, yaitu pertikel-partikel kecil yang berasal dari proses mekanis,
misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu asbes dari pabrik pipa
atau atap asbes, debu dari pabrik tenun, debu dari pabrik semen, dll.
b.

Abu, yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses pembakaran,
misalnya abu kayu atau abu sekam, abu dari hasil pembakaran sampah
(incenerator).

2.1.2

Pengelolaan Sampah
Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan

tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah
dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau
model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila
tidak ada pemukiman dibawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada
air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umumnya dilakukan untuk suatu kota
yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang kedua
lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara
lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu
dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate),
dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kotakota besar (Sudrajat, 2006).

9
 

Soma (2010) memaparkan bahwa pengelolaan sampah adalah sebuah upaya
komprehensif menangani sampah-sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas
manusia, dikelompokkan menjadi enam elemen terpisah yaitu: Pertama,
pengendalian bangkitan (control of generation). Kedua, penyimpanan (storage).
Ketiga, pengumpulan (collection). Keempat, pemindahan, dan pengangkutan
(transfer and transport). Kelima, pemrosesan (processing), dan keenam, yaitu
pembuangan (disposal).
Menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007), pada umumnya pengelolaan
sampah di perkotaan terdiri atas beberapa tahapan proses, antara lain: 1)
pewadahan di tempat timbulan; 2) pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke
tempat pemindahan (tempat pembuangan sementara); 3) pemindahan dari
wadahnya di alat pengangkut; 4) pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke
tempat pengolahan; 5) pengolahan sampah untuk dimanfaatkan; 6) pembuangan
akhir.
2.2 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Menurut Suryanto (1988) dalam Yudiyanto (2007), pembuangan akhir
sampah adalah suatu upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang
disebut TPA. Beberapa metode pengolahan sampah dalam pembuangan akhir di
TPA, yaitu:
1. Open Dumping
Metode ini merupakan cara pembuangan akhir yang sederhana karena
sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus.
2. Controlled Landfill
Metode ini merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary
landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Pipa-pipa ditanam pada
dasar lahan untuk mengalirkan air lindi dan ditanam secara vertikal untuk
mengeluarkan metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh dilakukan
penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan.

10
 

3. Sanitary Landfill
Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu
hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada
perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini, sampah dihamparkan hingga
mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan
dipadatkan kembali, di atas lapisan tanah penutup tadi dapat dihamparkan lagi
sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya
berselang-seling antara lapisan tanah dan sampah.
2.3 Eksternalitas

Pada kegiatan perekonomian yang dilakukan pelaku ekonomi memiliki
dampak bagi pihak lain. Dampak yang secara langsung atau tidak langsung
dirasakan oleh salah satu pihak atau kelompok akibat dari kegiatan yang
dilakukan pihak lain hal tersebut disebut eksternalitas. Secara garis besar
eksternalitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu eksternalitas positif dan
eksternalitas negatif.
Eksternalitas positif terjadi apabila pihak yang merasakan dampak
mendapat keuntungan dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa
mengganggu pihak yang melakukan kegiatan tersebut. Ekternalitas negatif terjadi
apabila pihak yang merasakan dampak mengalami kerugian dari kegiatan yang
dilakukan pihak lain.
Menurut Mangkoesoebroto (1993), keterkaitan suatu kegiatan dengan
kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah yang disebut dengan
eksternalitas. Jadi, yang dimaksud dengan eksternalitas hanyalah apabila tindakan
seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain (atau segolongan orang lain)
tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi
faktor produksi. Secara umum eksternalitas tidak akan menggangu tercapainya
efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang
menguntungkan

dimasukan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan

jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi ekonomi akan tercapai apabila Marginal
Sosial Cost (MSC) sama dengan Marginal Sosial Benefit (MSB).

11
 

Salah satu contoh eksternalitas yang sering terjadi adalah eksternalitas
produksi negatif. Hal ini terjadi apabila produsen melakukan kegiatan produksi
dan memberikan dampak negatif kepada pihak yang lain seperti pencemaran
limbah atau kerusakan lingkungan.
Gambar 1 menjelaskan bagaimana ekternalitas negatif terjadi. Kurva
permintaan menunjukkan Marginal Social Benefit (MSB) atas sebuah produk.
Tingkat output yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan
harga di P1, dimana pada saat MSC=MSB. Apabila pengusaha tidak
memperhitungkan biaya eksternalitas dalam menentukan harga dan jumlah output
yang dihasilkan, maka pengusaha menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2
dengan harga di P2, yaitu di mana kurva permintaan MSB memotong kurva
PMC, sehingga tampak bahwa jumlah yang diproduksi terlalu banyak
dibandingkan tingkat produksi yang optimum. Apabila dalam melakukan kegiatan
produksi timbul suatu eksternalitas negatif, maka MEC>0 sedangkan MEB=0,
berarti PMCMSB, sehingga produksi harus
dikurangi agar efisiensi produksi ditinjau dari seluruh masyarakat mencapai
optimum.
Rp 

MSC=PMC+MEC
PMC
MEC

P1
P2

MSB

0

Q1

Q2

Jumlah Produksi (Timbulan Sampah)

Sumber : Mangkoesoebroto (1993)

Gambar 1. Kurva Eksternalitas Produksi Negatif

12
 

dimana:
MSC = Marginal Sosial Cost
MSB = Marginal Sosial Benefits
PMC = Private Marginal Cost
MEC = Marginal External Cost
MEB = Marginal External Benefits

2.4 Dampak Lingkungan

Menurut Soemarno (2007), dampak lingkungan adalah perubahan
lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.
Perubahan mendasar ini meliputi tiga kelompok besar, yaitu: 1) perubahan akibat
suatu kegiatan yang (secara kumulatif) menghilangkan identitas rona lingkungan
awal secara nyata; 2) perubahan akibat suatu kegiatan yang menimbulkan ekses
nyata pada kegiatan lain di sekitarnya; dan 3) perubahan akibat suatu kegiatan
yang menyebabkan suatu rencana tata ruang Sumber Daya Alam (SDA) tidak
dapat dilaksanakan secara konsisten lagi.
Sedangkan cara penentuan dampak lingkungan adalah: 1) berdasarkan
pengalaman empiris profesional (expert judgement); 2) perubahan dibandingkan
dengan baku mutu lingkungan; 3) perubahan dibandingkan dengan sistem nilai,
fasilitas, pelayanan sosial dan sumberdaya yang diperlukan.
Kriteria penentuan dampak lingkungan ada beberapa faktor yang penting
untuk diperhatikan antara lain adalah: 1) jumlah penduduk yang terkena dampak
lingkungan; 2) luas wilayah penyebaran dampak lingkungan; 3) lamanya dampak
lingkungan berlangsung; 4) intensitas dampak lingkungan; 5) banyaknya
komponen lingkungan yang terkena dampak lingkungan; 6) sifat kumulatif
dampak lingkungan; dan 7) reversibilitas / irreversibilitas
lingkungan.

akibat dampak

13
 

2.5 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan

Penilaian nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan pada masyarakat
dapat dilakukan dengan pendekatan Averting Behaviour Method (ABM). ABM
menggambarkan pengeluaran yang dibuat atau dikeluarkan masyarakat dengan
tujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif degradasi lingkungan.
Metode ini menggunakan biaya dari pembelian barang (produk) tertentu untuk
menilai kualitas lingkungan. Secara umum, metode ini sangat sesuai diaplikasikan
untuk kasus-kasus dimana pencegahan kerusakan atau pengeluaran untuk barangbarang pengganti benar-benar ada atau benar-benar akan dibuat (Jones, et al.
2000). 
Averting behaviour method dimulai dengan gagasan bahwa orang mencoba
untuk melindungi diri mereka sendiri ketika menghadapi risiko lingkungan.
Sebagai contoh, dampak ekonomi negatif tidak aman mengkonsumsi air minum,
perubahan kesejahteraan, biaya pengobatan, kehilangan pendapatan, kehilangan
produksi, kehilangan waktu senggang dan pengeluaran medis. Studi perilaku
averting dimulai dengan asumsi bahwa orang membuat pilihan untuk
memaksimalkan tingkat kesejahteraan ketika dihadapkan dengan risiko kesehatan
(Whitehead, 2005).
Jones, et al. (2000) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe ABM, yaitu:
a. Damage Cost Avoided atau Preventive Expenditure
Metode damage cost avoided mengestimasi nilai ekonomi berdasarkan
biaya yang dihasilkan akibat hilangnya jasa lingkungan. Pendekatan ini
menggunakan nilai properti yang dilindungi atau biaya dari tindakan yang diambil
untuk mencegah kerusakan sebagai sebuah ukuran dari manfaat yang disediakan
ekosistem (lingkungan). Pendekatan ini secara khusus sangat bermanfaat dalam
penilaian ekosistem yang menyediakan suatu bentuk perlindungan alami. Tahapan
pelaksanaan damage cost avoided method: 1) mengenali jasa perlindungan yang
disediakan dan menaksir area proteksi yang akan berubah sesuai skenario kehilangan
ekosistem tertentu; mencakup informasi mengenai kemungkinan peristiwa kerusakan
yang terjadi dan tingkat kerusakan dibawah skenario ecosystem loss yang berbeda;

14
 

2) mengenali infrastruktur, properti dan populasi manusia yang akan terkena dampak
perubahan proteksi menjelaskan batasan dampak yang tidak akan dianalisa;
3) mengestimasi skala tambahan kerusakan di bawah skenario kehilangan ekosistem;
4) mengestimasi biaya kerusakan tersebut dengan menggunakan informasi dari nilai
aset yang mempunyai resiko.

b. Replacement Cost
Replacement cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan
sebagai biaya penggantian jasa tersebut dengan barang dan jasa alternatif buatan.
Metode ini menggambarkan jasa lingkungan yang bisa ditiru dengan
menggunakan teknologi. Pada dasarnya, dalam metode ini diasumsikan bahwa
sejumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti aset (jasa)
lingkungan secara umum sama dengan manfaat yang hilang dari jasa yang
tersedia untuk masyarakat.

c. Substitute Cost
Substitute cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan
sebagai biaya yang dikeluarkan untuk mensubsitusi barang dan jasa yang hilang
akibat kerusakan lingkungan, dapat dengan menggunakan teknologi. Barang dan
jasa yang digunakan untuk mensubsitusi sebaiknya harus sama atau lebih baik dari
kondisi yang ada.

Averting Behavior Methods memiliki beberapa kelebihan sebagai metode
dalam penilaian kerusakan (Aravossis dan Karydis, 2004), antara lain:
1) Data yang dibutuhkan relatif sederhana.
2) Estimasi nilai menggunakan data pengeluaran aktual.
Selain kelebihan diatas, ABM memiliki permasalahan dan keterbatasan
sebagai berikut (Hadley, et al., 2011):
1) Metode ini bukan metode yang sering digunakan.
2) Metode ini hanya dapat memperkirakan use value dari sumberdaya alam dan
lingkungan.

15
 

3) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana rumah tangga
menghabiskan uang untuk mengimbangi penurunan kualitas lingkungan.
4) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana mereka yang terkena
dampak langsung, bertindak mengurangi permasalahan kualitas lingkungan.
5) Sulit mendapatkan data yang sesuai.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan estimasi nilai kerugian masyarakat
atau nilai penurunan kualitas lingkungan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Bujagunasti (2009) melakukan penelitian mengenai estimasi manfaat
dan kerugian akibat keberadaan tempat pembuangan akhir (studi kasus di TPA
Bantar Gebang, Kota Bekasi). Hasil studi tersebut menginformasikan bahwa nilai
manfaat yang didapat akibat keberadaan TPA Bantar Gebang adalah sebesar Rp
183.547.000 nilai tersebut didapatkan dengan mengkalkulasi jumlah pendapatan
yang didapat oleh masyarakat yang bekerja di TPA Bantar Gebang. Nilai kerugian
yang didapatkan dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness adalah
sebesar Rp 13.385.300. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan
manfaat bersih dari keberadaan TPA Bantar Gebang sebesar Rp 170.161.700 per
tahun.
Hifdziyah (2011) melakukan penelitian tentang analisis penurunan kualitas
lingkungan di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Dari hasil penilitian didapatkan

hasil perhitungan

menggunakan metode cost of illness dan replacement cost menunjukkan bahwa
penurunan kualitas lingkungan untuk biaya kesehatan sebesar Rp 15.019.248.000
per tahun, sedangkan biaya pengganti air minum sebesar Rp 1.230.828.000 per
tahun.

Total

nilai

penurunan

kualitas

lingkungan

adalah

sebesar

Rp

16.250.076.000 per tahun. Nilai ini merupakan biaya kerugian yang dirasakan
masyarakat dalam satu tahun terakhir.
Powell dan Brison (2004)

melakukan

penelitian untuk menghitung

perkiraan biaya eksternal dari TPA mulai 1 Poundsterling sampai 4 Poundsterling

16
 

per ton limbah. Biaya tersebut tergantung apakah kerusakan hanya terjadi di
Inggris atau di wilayah lainnya. Untuk pembakaran sampah, manfaat eksternal
sejumlah 2 poundsterling sampai 4 poundsterling per ton telah diperkirakan.
Namun,

sebuah

peringatan

dikeluarkan

sebagai

perkiraan

ini

tidak

memperhitungkan efek disamenity, atau apakah itu termasuk efek kemacetan
pengangkutan sampah ke fasilitas pembuangan limbah. Karena khawatir efek
kesehatan dari emisi dari insinerator limbah, efek disamenity mungkin lebih besar
daripada manfaat eksternal pembakaran. Ketakutan ini mungkin juga berarti
bahwa efek disamenity insinerator mungkin lebih besar daripada tempat
pembuangan sampah, meskipun tingkat disamenity TPA juga mungkin tinggi,
terutama jika ada kecurigaan bahwa air lindi mungkin mencemari persediaan air
minum.

17
 

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Tahap awal penelitian adalah menentukan karakteristik responden, guna
mengetahui interaksi masyarakat dengan lingkungan disekitarnya. Pendekatan
analisis deskriptif dan wawancara secara langsung merupakan cara yang
digunakan untuk mengetahui karakteristik responden. Setelah karakteristik
responden diketahui maka mulailah estimasi nilai ekonomi penurunan kualitas
lingkungan dilakukan dengan pendekatan metode replacement cost dan cost of
illness. Metode yang digunakan dapat menggambarkan berapa besar kerugian
yang dialami masyarakat dengan biaya tambahan yang dikeluarkannya.

3.1.1

Cost of Illness dan Replacement Cost
Cost of illness dan replacement cost adalah metode yang dapat digunakan

untuk estimasi nilai kerugian akibat sebuah kegiatan ekonomi yang dijalankan.
Pengukuran nilai dapat dilakukan dengan mencari berapa besar biaya yang
dikeluarkan masyarakat untuk mengganti kebutuhan mereka setelah terkena
dampak dari kegiatan ekonomi dengan biaya alternatif maupun biaya pengganti.
Menuk

rut Champ et al. (2003), metode

biaya kesehatan tidak

mengestimasi surplus konsumen atau harga marjinal. Metode biaya kesehatan
secara sederhana berusaha untuk mengukur biaya kesehatan secara penuh,
termasuk biaya perawatan. Biaya kesehatan terdiri dari dua macam.: medical cost
dan non medical cost. Biaya yang termasuk medical cost adalah biaya perawatan
medis sedangkan biaya yang termasuk non medical cost adalah biaya perjalanan
pasien dan akomodasi sampai mendapat pengobatan.
Biaya pengganti adalah menilai asset yang didasari oleh biaya untuk
mengganti asset tersebut apabila dibutuhkan pada saat sekarang. Biaya pengganti
dapat digunakan untuk menentukan nilai suatu asset pada saat ini. Beberapa
keunggulan yang dimiliki metode biaya pengganti adalah dapat mengatasi
kesalahan penghitungan akuntasi yang menggunakan nilai saat ini, metode ini

18
 

juga cukup transparan dan dapat menjadi dasar penentuan keputusan untuk
memasuki suatu pasar. Sedangkan kekurangannya adalah metode ini terkesan
subjektif karena nilai saat ini sulit untuk ditentukan, metode ini juga
membutuhkan penghitungan yang akurat, mengabaikan sifat keoptimalan dan
memungkinkan terjadinya overestimate dari suatu asset yang dinilai.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kota Depok merupakan salah satu kota yang memiliki permasalahan
tentang sampah. Sumber penghasil sampah di Depok bermacam-macam mulai
dari rumah tangga, industri dan fasilitas umum seperti pasar, rumah sakit, terminal
dan sumber sampah lainnya.
TPAS Cipayung menjadi andalan dalam pengumpulan serta pengelolaan
sampah, namun jumlah lahan yang terbatas serta sarana dan prasarana yang minim
menjadi masalah tersendiri dalam pengolahan sampah di Kota Depok. Belum lagi
jumlah penduduk Kota Depok semakin bertambah yang menyebabkan jumlah
sampah yang dihasilkan juga semakin banyak. Hal itu mengakibatkan terjadi
penumpukan yang tidak wajar di TPAS Cipayung yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan
Masalah lain yang timbul di kota besar akibat dari melonjaknya jumlah
penduduk adalah masalah ketersediaan lahan pemukiman. Karena semakin
terbatasnya lahan pemukiman membuat masyarakat sering tidak peduli akan
kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang kurang layak pun
kadang terpaksa dipilih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat
tinggal, seperti pemukiman disekitar TPAS Cipayung.
Penelitian ini mendeskripsikan kondisi lingkungan di sekitar TPAS
Cipayung berdasarkan penilaian responden dengan menggunakan analisis
deskriptif, mengestimasi besarnya nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan
akibat keberadaan

TPAS Cipayung dengan metode cost of illness dan

replacement

Selanjutnya,

cost.

dilakukan

analisis

faktor-faktor

mempengaruhi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan tersebut

yang

19
 

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi besarnya nilai
ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat beroperasinya TPAS Cipayung,
sehingga dapat memberikan rekomendasi upaya yang dapat diambil oleh
pemerintah Kota Depok dalam meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan
TPAS tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan kerangka
pemikiran yang dilaksanakan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang
tersaji pada Gambar 2.

20
 

Pertambahan Jumlah
Penduduk Kota
Depok

Peningkatan
Timbulan Sampah

Keterbatasan Lahan
Pemukiman 

Peningkatan Volume
Sampah di TPAS
Cipayung

Berdirinya Pemukiman
di sekitar TPAS
Cipayung 

Ekternalitas
Negatif

Penurunan Kualitas
Lingkungan

Kualitas
Lingkungan
Sekitar TPAS
Cipayung

Estimasi Nilai
Ekonomi dari
Penurunan
Kualitas
Lingkungan

Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Nilai Ekonomi dari
Penurunan Kualitas
Lingkungan

Rekomendasi Upaya Meminimalisir Dampak
Negatif TPAS Cipayung

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional

 

21
 

IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RT 04 RW 06, RT 02 RW 07, dan RT 05 RW
07 Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok yang berlokasi tepat
berdampingan dengan sekitar TPAS Cipayung. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan lokasi TPAS
Cipayung berdekatan dengan pemukiman warga dan menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2013.
Gambar 3 menunjukkan lokasi peng