Estimasi Nilai Eksternalitas Dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus Tpa Rawa Kucing Kota Tangerang).

(1)

ESTIMASI NILAI EKSTERNALITAS DARI TEMPAT

PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

(Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang)

REZA PAHLEFI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Eksternalitas dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang) adalah benar karya saya dengan berkolaborasi bersama dosen pembimbing dan arahan dari komisi pembimbing serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Reza Pahlefi NIM H44100058


(3)

ABSTRAK

REZA PAHLEFI. Estimasi Nilai Eksternalitas dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang). Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL.

Kota Tangerang merupakan salah satu daerah tingkat II yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sebagai ibukota negara, sehingga Kota Tangerang juga menjadi salah satu daerah penyangga ibukota. Serupa dengan ibukota, Kota Tangerang pun seringkali menjadi salah satu tujuan urbanisasi dikarenakan cukup banyak peluang kerja tersedia di Kota Tangerang yang dikenal memiliki perkembangan industri yang pesat. Arus penduduk pendatang yang begitu besar mengakibatkan peningkatan zat sisa atau biasa disebut sampah juga semakin tinggi. Tercatat volume sampah di Kota Tangerang terus meningkat dari tahun 2008 sebesar 1 212 264 m3 sampai pada tahun 2012 telah mencapai 4 590 724 m3. TPA Rawa Kucing merupakan satu-satunya TPA yang berada di Kota Tangerang. Peningkatan volume sampah di Kota Tangerang tentunya sangat berpengaruh terhadap penurunan daya tampung TPA Rawa Kucing dan berdampak juga pada peningkatan eksternalitas yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan TPA. Adanya peningkatan eksternalitas yang dirasakan masyarakat dengan penerapan metode analisis pendapatan, cost of illness, dan replacement cost di sekitar kawasan TPA Rawa Kucing menjadi sangat penting untuk dapat mengetahui estimasi nilai dari eksternalitas positif dan eksternalitas negatif bagi masyarakat yang diperoleh sebesar Rp 711 824 000/tahun dan Rp 77 877 200/tahun.Estimasi nilai eksternalitas yang diberikan TPA Rawa Kucing tersebut untuk selanjutnya dapat menjadi salah satu acuan dalam penentuan kebijakan pengelolaan TPA Rawa Kucing yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.


(4)

ABSTRACT

REZA PAHLEFI. Estimation of Externalities Value from Landfill (Case Study Rawa Kucing Landfill Tangerang City). Supervised by AHYAR ISMAIL.

Tangerang city is one of the second level directly adjacent to Jakarta as the capital of the country, so the city of Tangerang also become one of the capital buffer. Similar to the capital, the city of Tangerang also often be one of the goals due to urbanization quite a lot of job opportunities available in the city of Tangerang who is known to have rapid industrial development. Flow of migrants such great results in an increase of waste products or so called junk also higher. Recorded the volume of waste in the city of Tangerang continued to increase from year 2008 amounted to 1 212 264 m3 in 2012 has reached 4 590 724 m3. Rawa Kucing Landfill is the only landfill is located in the city of Tangerang. The increase in the volume of waste in the city of Tangerang can affect to a decrease in landfill capacity and also have an impact on improving people's perceived externalities around the area of the landfill. An increase in the perceived externalities community with the adoption of income analysis, cost of illness, and replacement cost in the vicinity of the Rawa Kucing landfill become very important to be able to know the estimated value of positive externalities and negative externalities for the community around the landfill were obtained for Rp 711 824 000 per year and Rp 77 877 200 per year. The estimated externalities value given by Rawa Kucing landfill for the next can also become a factor in the determination of Rawa Kucing landfill management policies better in the future.


(5)

ESTIMASI NILAI EKSTERNALITAS DARI TEMPAT

PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

(Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang)

REZA PAHLEFI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak April 2014 sampai Juni 2014 ini ialah kerusakan lingkungan, dengan judul Estimasi Nilai Eksternalitas dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak M. Isya Taufiq Nasution dan Ibu Kholilah Lubis, S.Pd, adik - adik penulis Desy Sumanti Nasution, Abdurrozzaq Nasution, dan Muhammad Rizqi Nasution yang senantiasa memberikan doa, motivasi, dan dukungannya.

2. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, arahan, dan masukan selama penulisan karya ilmiah ini. 3. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen penguji utama. 4. Ibu Fitria Dewi, SP, M.Si sebagai dosen penguji perwakilan departemen. 5. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang.

6. Bapak Arief sebagai Sekretaris TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

7. Bapak Edi sebagai Kepala Pengelola Kompos TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

8. Bapak Murnadi sebagai Sekretaris Kelurahan Kedaung Wetan beserta staf. 9. Seluruh masyarakat Kelurahan Kedaung Wetan Kota Tangerang.

10. Ainun Najib Maharulli, Arif Rahmatullah, dan Alan Purba Kusuma sebagai sahabat kamar 60.

11. Farik Absor, Yusuf Fadilah, Hilmy Yashar Febriansyah, Fany Sukma, Erik Kristanto, Aris Setyawan, Qoniurrochmatulloh, dan M. Aldi Khusnul Khuluq sebagai sahabat Wisma Safari.

12. M. Taufik Rokhman dan Adi Abdurrahman Nawawi sebagai sahabat yang selalu membantu penulis dalam menghadapi kesulitan yang ada.

13. Seluruh rekan-rekan seperjuangan ESL 47.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada semua pembaca.

Bogor, September 2014


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Sampah ... 9

2.2 Eksternalitas ... 10

2.3 Cost of Illness dan Replacement Cost ... 15

2.4 Penanganan Sampah ... 17

2.5 TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) ... 18

2.6 Penelitian Terdahulu ... 20

III KERANGKA PEMIKIRAN... 23

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.2 Hipotesis ... 24

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

IV METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 26

4.3 Analisis Data ... 27

4.3.1 Analisis Data Eksternalitas Positif ... 27

4.3.1.1 Penerimaan dari Mengumpulkan Barang Bekas ... 27

4.3.1.2 Pemanfaatan Gas Metan ... 28

4.3.1.3 Pembuatan Kompos dan Kebersihan Lingkungan ... 29

4.3.2 Analisis Data Eksternalitas Negatif ... 29

4.3.2.1 Cost of illness (Biaya berobat) ... 29


(9)

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 33

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 33

5.2 TPA Rawa Kucing ... 33

5.3 Karakteristik Umum Responden ... 34

5.3.1 Jenis Kelamin Responden ... 34

5.3.2 Kelompok Usia Responden ... 35

5.3.3 Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 36

5.3.4 Jenis Pekerjaan Responden ... 36

5.3.5 Lama Tinggal Responden ... 37

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

6.1 Identifikasi Eksternalitas Akibat Keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing ... 39

6.1.1 Estimasi Nilai Eksternalitas Positif dari Mengumpulkan Barang Bekas bagi Masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing .... 40

6.1.2 Estimasi Nilai Eksternalitas Positif dari Penyediaan Biogas bagi Masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing ... 41

6.1.3 Estimasi Nilai Eksternalitas Positif dari Penyediaan Kompos bagi Mayarakat Kota Tangerang ... 42

6.1.4 Estimasi Nilai Eksternalitas Negatif berupa Peningkatan Biaya Berobat ... 44

6.1.5 Estimasi Nilai Eksternalitas Negatif berupa Biaya Pengganti Pembelian Air Bersih ... 49

6.1.6 Estimasi Nilai Eksternalitas Negatif berupa Biaya Pengganti Pembelian Pengharum Ruangan dan Obat Anti Serangga ... 50

6.2 Manajemen Pengelolaan Sampah di TPA Rawa Kucing Saat Ini dan Strategi Pengelolaan Sampah Di Masa Mendatang ... 51

6.3 Penanganan Sampah untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif dari Keberadaan TPA Rawa Kucing ... 53

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 58

7.1 Simpulan ... 58

7.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Volume sampah dan presentase penanganan sampah di Kota

Tangerang tahun 2008-2012 ... 2

2 Laju timbulan sampah Kota Tangerang tahun 2011-2015 ... 3

3 Data TPA Rawa Kucing Kota Tangerang tahun 2007 ... 3

4 Metode penelitian ... 27

5 Perhitungan estimasi nilai eksternalitas positif dari pengumpulan barang bekas ... 28

6 Perhitungan estimasi nilai eksternalitas pemanfaatan biogas ... 28

7 Perhitungan estimasi nilai eksternalitas positif pembuatan kompos ... 29

8 Nilai eksternalitas positif dari pengumpulan barang bekas ... 39

9 Nilai eksternalitas pemanfaatan biogas ... 40

10 Biaya pemanfaatan sampah menjadi biogas ... 41

11 Nilai eksternalitas positif penyediaan kompos ... 42

12 Biaya pemanfaatan sampah menjadi kompos ... 42

13 Estimasi nilai eksternalitas negatif berupa biaya berobat responden di Puskesmas Kedaung Wetan ... 43

14 Estimasi nilai eksternalitas negatif berupa biaya berobat responden di balai pengobatan lain ... 44

15 Jumlah pasien di Puskesmas Kedaung Wetan ... 44

16 Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kedaung Wetan ... 45

17 Jenis penyakit terbanyak pasien Puskesmas Kedaung Wetan ... 46


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva eksternalitas negatif produsen ... 11

2 Kurva eksternalitas positif produsen ... 11

3 Kurva eksternalitas negatif konsumen ... 12

4 Kurva eksternalitas positif konsumen ... 13

5 Kerangka pemikiran operasioanal ... 25

6 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 34

7 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 34

8 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 35

9 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 36

10 Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal ... 36

11 Jumlah pasien di Puskesmas Kedaung Wetan ... 44

12 Presentase jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kedaung Wetan ... 45

13 Peningkatan lima jenis penyakit terbanyak pasien Puskesmas Kedaung Wetan ... 46

14 Presentase sumber air bersih masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing ... 48

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Tabel estimasi nilai eksternalitas TPA Rawa Kucing bagi responden ... 64

2 Form inspeksi kesehatan lingkungan Puskesmas Kedaung Wetan ... 65

3 Form kuesioner penelitian untuk responden masyarakat ... 66

4 Form kuesioner penelitian untuk key person/stakeholder ... 69

5 Dokumentasi penelitian ... 71

6 Peta TPA Rawa Kucing ... 73


(12)

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi merupakan rangkaian kegiatan perekonomian yang harus terus berjalan demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Akan tetapi, dalam upaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan dengan terus meningkatkan kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi tentunya akan menghasilkan zat sisa atau residu yang biasa disebut sampah. Sampah atau limbah merupakan salah satu ruang lingkup yang harus ditangani dengan tepat sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan (UNDP, 2007).

Penduduk merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas (Ningrum, 2012). Semakin tinggi pertumbuhan jumlah penduduk tentunya semakin banyak kegiatan perekonomian yang terjadi sehingga hal ini akan meningkatkan juga sampah yang dihasilkan.

Keberadaan sampah merupakan permasalahan rumit yang penanganannya harus dilakukan secara cepat dan tepat tanpa menimbulkan permasalahan yang baru, terlebih lagi keberadaan sampah di daerah perkotaan yang umumnya merupakan daerah padat penduduk. Potensi produksi sampah yang sangat besar di daerah perkotaan memicu masalah baru terkait dengan lahan penampungan ataupun pembuangan sampah yang relatif terbatas. Kota Tangerang merupakan salah satu daerah tingkat II yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sebagai ibukota negara, sehingga Kota Tangerang juga menjadi salah satu daerah penyangga ibukota. Keadaan perekonomiannya pun tidak jauh berbeda dengan perkembangan perekonomian yang ada di DKI Jakarta. Serupa dengan ibukota, Kota Tangerang pun seringkali menjadi salah satu tujuan urbanisasi dikarenakan cukup banyak peluang kerja tersedia di Kota Tangerang yang dikenal memiliki


(14)

perkembangan industri yang pesat. Tercatat volume sampah di Kota Tangerang terus meningkat dari tahun 2008 sebesar 1 212 264 m3 sampai pada tahun 2012 telah mencapai 4 590 724 m3 (Tabel 1).

Tabel 1 Volume sampah dan presentase penanganan sampah di Kota Tangerang tahun 2008-2012

Tahun Volume Sampah (m3)

Volume Sampah Terangkut (m3)

Penanganan Sampah (%)

2008 1 212 264 852 117 70

2009 3 356 175 2 362 700 70.40 2010 4 026 882 2 931 000 72.79 2011 4 198 379 3 069 000 73.10 2012 4 590 724 3 397 500 74.01 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang (2008-2012).

Pencapaian pembangunan yang berkelanjutan bukan hanya bergantung pada peningkatan kegiatan perekonomian melainkan juga melibatkan peningkatan aspek sosial dan lingkungan sesuai dengan UU No.18 Tahun 2008 mengenai kewajiban pemerintah daerah dalam upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah. Tingkat pelayanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan pelayanan ini merupakan hasil kombinasi dari peningkatan kinerja pengangkutan (intensifikasi) dan penambahan sarana pengangkutan (ekstensifikasi). Namun demikian tingkat pelayanan tersebut masih di bawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi kawasan perkotaan yaitu sebesar 80% (Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, 2007c). Masih adanya selisih antara standar dengan tingkat pelayanan sebenarnya disebabkan karena armada dan sarana lain seperti gerobak, TPS dan truk pengangkut sampah jumlahnya belum ideal untuk dapat memberikan pelayanan sesuai standar.

Pada tahun 2011 total timbulan sampah di Kota Tangerang sebesar 4 169.8 m³/hari, pada tahun 2013 timbulan sampah sudah mencapai 4 470.9 m3/hari, dengan laju peningkatan timbulan sampah sebesar 3.5 % setiap tahunnya maka diprediksi pada tahun 2015 mendatang timbulan sampah Kota Tangerang akan mencapai 4 814.3 m3/hari (Tabel 2). Timbulan sampah terlayani berdasarkan kapasitas pengangkutan belum mampu mencapai total timbulan sampah tersebut. Kondisi ini hanya memberikan tingkat pelayanan terhadap penduduk Kota Tangerang sebesar 70.03%.


(15)

Upaya mengurangi beban Pemerintah Kota dalam mengangkut sampah, perlu didorong terus dengan insiatif dan kreatifitas warga dan kalangan industri dalam mengelola sampah secara mandiri, misalnya dengan membangun dan mengelola industri pengomposan sampah (Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, 2007c).

Tabel 2 Laju timbulan sampah Kota Tangerang tahun 2011-2013

Uraian Tahun

2011 2012 2013

Jumlah penduduk

(jiwa) 1 853 264 1 910 530 1 969 566 Timbulan sampah per

kapita (liter/orang/hari)

2.25 2.26 2.27

Timbulan sampah

(m3/hari) 4 169.8 4 317.8 4 470.9 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang (2012).

Sistem pengelolaan persampahan Kota Tangerang saat ini meliputi aspek teknis dan aspek non teknis (aspek institusi, aspek hukum/peraturan, aspek pembiayaan dan retribusi serta aspek peran serta masyarakat/swasta). Pemerintah Kota Tangerang dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan, membagi tanggung jawab pengelolaan sampah dari sumber sampai dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi dua bagian. Sampah yang dihasilkan dari sumbernya sampai dengan sampah masuk ke dalam Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebagai tanggung jawab masyarakat. Sampah dari TPS diangkut ke TPA pada jalur atau rute yang sudah ditetapkan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Tangerang.

Kota Tangerang memiliki satu unit TPA saat ini, yaitu TPA Rawa Kucing (Tabel 3). Dalam pengolahan sampah di TPA, diupayakan agar dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dapat dikurangi sekecil mungkin.

Tabel 3 Data TPA Rawa Kucing Kota Tangerang tahun 2007 Uraian Luas Total

(Ha) Status Masa Guna Lokasi TPA Rawa Kucing

Status Lahan : Milik Pemkot Tangerang Metode Operasional : Control Landfill

34.8 s.d Tahun 2017

Kel. Kedaung Wetan Kec. Neglasari Kota Tangerang Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang (2007b).


(16)

Hal ini tentunya sesuai dengan tujuan dari pengelolaan sampah yang salah satunya adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan akan menimbulkan masalah baru bagi masyarakat sehingga tujuan dari pengelolaan sampah tidak dapat tercapai (Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, 2007a).

Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPA mengalami berbagai macam dampak akibat keberadaan TPA tersebut. Dampak yang dirasakan dapat berupa manfaat juga kerugian. Manfaat yang dapat timbul dari keberadaan TPA adalah terbukanya lapangan pekerjaan baru. Masyarakat dapat hidup dari sampah yang menumpuk di TPA. Pemulung dapat mengambil sampah yang dapat didaur ulang seperti besi, kaca, plastik dan sebagainya. Usaha pengumpulan sampah ini dapat memberikan nilai positif bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar TPA karena sampah tersebut menghasilkan nilai ekonomi bagi mereka.

Selain manfaat yang diberikan oleh kehadiran sampah di TPA, terdapat pula kerugian yang terjadi akibat kehadiran TPA. Kehadiran sampah di TPA dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan sumberdaya yang cukup besar. Lingkungan dan sumberdaya yang berada tidak jauh dari lokasi TPA dapat tercemar, baik itu udara, air, maupun tanah sehingga sumberdaya tersebut tidak layak untuk digunakan sebagai pendukung aktivitas manusia yang terus-menerus meningkat. Tidak hanya itu, penetapan TPA juga dapat menimbulkan konflik sosial antara masyarakat dan pemerintah.

Sampah juga dapat membahayakan kesehatan masyarakat, terlebih lagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPA. Bau tidak sedap yang bersumber dari timbulan sampah dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan seperti TBC, bronchitis, dan penyakit saluran pernafasan lainnya. Sampah juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit yang mudah menyebar dan menyebabkan wabah penyakit bagi manusia maupun mahluk hidup lainnya yang berada di sekitar TPA. Kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan dan perlu penanganan yang tepat dari semua pihak yang terkait dengan pengelolaan TPA tersebut. Sistem pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan perlu dievaluasi dan dilihat tingkat keberhasilannya dalam mengatasi masalah sampah. Apabila sistem pengelolaan yang selama ini berjalan dianggap banyak menimbulkan


(17)

kerugian, maka pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengadopsi sistem pengelolaan sampah baru yang lebih efektif. Penanganan sampah yang tepat dan efektif tentunya dapat mencegah sekaligus mengurangi eksternalitas negatif dari keberadaan TPA, terutama bagi kesehatan masyarakat sekitar TPA.

Dalam menanggapi keberadaan sampah sebagai bahan pencemar lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat terlebih lagi masyarakat yang tinggal di dekat TPA, perlu pengelolaan yang tepat sehingga dampak negatif dari timbulan sampah dapat diminimalisir bahkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari (Sabarguna, 2009). Upaya menjadikan sampah sebagai sumber manfaat dan sumber energi alternatif tentunya diharapkan dapat mewujudkan zero waste dari pengelolaan sampah di masa mendatang, sehingga eksternalitas negatif dari keberadaan TPA dapat diubah menjadi eksternalitas positif khususnya bagi masyarakat sekitar kawasan TPA. Berdasarkan beberapa eksternalitas yang dirasakan masyarakat di sekitar TPA tersebut, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait nilai dari eksternalitas positif maupun negatif yang dirasakan masyarakat untuk selanjutnya dapat dilakukan upaya mengembangkan eksternalitas positif sekaligus menanggulangi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat di sekitar TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan sampah yang dilakukan khususnya di daerah perkotaan dapat dikatakan sangat sulit dan kompleks dikarenakan berbagai tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan peningkatan jumlah penduduk yang terus-menerus terjadi setiap tahunnya secara signifikan. Selain itu, jenis sampah semakin beragam seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Meluasnya areal perkotaan dan meningkatnya berbagai sektor pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari mengakibatkan timbulan sampah menyebar lebih luas lagi sehingga pengelolaannya menjadi lebih sulit, padahal dana yang dimilki dan dapat disediakan oleh pemerintah kota/kabupaten sangat terbatas. Kendala yang tidak kalah beratnya adalah kondisi masyarakat yang tidak peduli lagi terhadap kebersihan (Miller, 1998). Khusus di wilayah


(18)

Pulau Jawa, kendala yang semakin sulit dalam penanganan sampah perkotaan adalah pengadaan lahan untuk lokasi TPA.

Sistem pengelolaan sampah yang dilakukan masih bersifat sentralistik yang diangkut dan dikumpulkan ke lokasi TPA (Soma, 2010). Sistem pengumpulan sampah secara sentralistik atau pemusatan pembuangan sampah di satu lokasi saja membutuhkan lahan yang sangat luas sehingga sangat sulit dalam penyediaan lahan terlebih lagi di kota besar. Sistem desentralisasi dalam pengelolaan sampah dimana sampah diletakkan di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang tersebar di beberapa wilayah sangat berpotensi besar dalam menyebarkan polusi dan penyakit yang lebih luas lagi. Sistem pengolahan sampah yang dapat dilakukan adalah perpaduan dari kedua sistem pengolahan sampah yang ada, yang biasa disebut dengan sistem desentralisasi. Dengan sistem se-desentralisasi, arus sampah ke TPA dapat dikurangi dengan membagi-bagi pengolahan sampah di beberapa titik yaitu pengolahan langsung di sumber sampah, pengolahn di TPS, dan pengolahan sampah di TPA (Sudradjat, 2007).

Sampai saat ini ada dua alterantif pengelolaan sampah di lokasi pembuangan akhir sampah. Pertama, membuang ke dalam lapisan bumi dengan cara yang dikenal dengan sanitary landfill. Kedua, dengan cara pembakaran atau insenerasi. Secara definisi, sanitary landfill adalah suatu kegiatan membuang sampah setiap hari ke suatu tempat kemudian dilakukan penutupan pada akhir kegiatan pembuangan. Proses tersebut berlangsung setiap hari dan berjalan sesuai dengan kapasitas TPA (Soma, 2010). Sanitary landfill merupakan cara yang digunakan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang di dalam mengelola sampah yang diproduksi masyarakat setiapa harinya. Dengan dilakukannya metode ini tanpa ada penanggulangan yang lebih lanjut menimbulkan berbagai permasalahan atau dampak negatif yang dirasakan masyarakat di sekitar kawasan TPA, selain dari dampak positif berupa pendapatan dari kegiatan memulung sampah, pembuatan kompos, pengolahan sampah menjadi listrik dan biogas. Beberapa dampak negatif yang dirasakan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TPA berupa bau yang tidak sedap, sumber berbagai penyakit, bahaya longsoran sampah dan ledakan sampah akibat gas metan yang terkandung dalam timbulan sampah serta pencemaran air akibat terkontaminasi air yang keluar dari proses pembusukan


(19)

sampah yang mengandung berbagai logam berat yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat (Bintoro, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini meliputi :

1. Apa saja eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat dari keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang ?

2. Berapa besar nilai eksternalitas positif dan negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat akibat keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang ?

3. Bagaimana upaya penanganan sampah yang dilakukan pengelola TPA dalam mengurangi eksternalitas negatif akibat keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang ?

4. Bagaimana manajemen pengelolaan sampah saat ini dan strategi ke depannya di TPA Rawa Kucing Kota Tangerang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat

dari keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

2. Mengestimasi dan membandingkan nilai eksternalitas positif dan negatif yang dialami oleh masyarakat akibat keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

3. Mengidentifikasi upaya penanganan sampah yang dilakukan pengelola TPA dalam mengurangi eksternalitas negatif akibat keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

4. Menganalisis manajemen pengelolaan sampah saat ini dan strategi ke depannya di TPA Rawa Kucing Kota Tangerang.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan hanya untuk menghitung eksternalitas positif dan negatif yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang berada di sekitar lokasi TPA Rawa Kucing yang wujudnya dapat dirasakan serta nilainya dapat ditentukan dengan mudah (tangible value) di Kecamatan Neglasari Kota


(20)

Tangerang, tepatnya di RT. 05 RW. 04 Kelurahan Kedaung Wetan serta estimasi nilai eksternalitas positif pengolahan sampah menjadi kompos bagi masyarakat Kota Tangerang secara umum.

Pada penelitian ini eksternalitas positif yang diestimasi hanya meliputi manfaat langsung yang diterima oleh masyarakat dari keberadaan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang, yaitu dari kegiatan mengumpulkan barang bekas dan pendistribusian biogas dari pengolahan sampah di TPA Rawa Kucing bagi kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar TPA, serta pengolahan sampah menjadi kompos untuk digunakan masyarakat Kota Tangerang pada umumnya. Eksternalitas negatif yang diestimasi pada penelitian ini meliputi biaya pengobatan yang bersifat langsung akibat penyakit yang diderita karena dekatnya tempat tinggal dengan timbulan sampah TPA Rawa Kucing Kota Tangerang, biaya yang harus dikeluarkan masyarakat karena adanya pencemaran air, dan biaya penanggulangan akibat adanya pencemaran udara.


(21)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam. Dalam Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah menyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat. Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena berdampak pada sisi kehidupan terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan terus ada dan tidak akan berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah di kota besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah menumpuk dan tidak dapat dikelola dengan baik. Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pemrosesan akhir sampah (TPA).

b. Lahan TPA semakin sempit karena tergeser penggunaan lain.

c. Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya, hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya oleh karena itu selalu diperlukan perluasan area TPA baru.

d. Sampah yang sudah layak menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena beberapa pertimbangan.

e. Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga seringkali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat.

f. Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

g. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah dalam memanfatkan produk sampingan sehingga tertumpuknya produk tersebut di lahan TPA. Ratio


(22)

timbunan sampah dikota besar umumnya dihasilkan tiap-tiap jiwa adalah 0.7 kg/kapita/hari (Kuncoro, 2011).

Menurut Azwar (1990) sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia termasuk kegiatan industri tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk di dalamnya) dan umumnya bersifat padat karena air bekas tidak termasuk di dalamnya. Menurut Kusnoputranto (2000) sampah adalah sesuatu bahan/benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia. Sampah bisa didefinisikan sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan dan tidak terjadi dengan sendirinya Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Adanya sesuatu benda atau bahan padat

b. Adanya hubungan langsung/tak langsung dengan kegiatan manusia. c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmodjo, 2000).

Menurut Maramis (2008) sampah didefinisikan sebagai segala macam buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau hewan yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Untuk pengelolaan sampah agar tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan, maka sampah harus dikelola oleh suatu likaso/badan yang disebut TPA.

2.2 Eksternalitas

Secara umum eksternalitas didefinisikan sebagai dampak positif maupun dampak negatif dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi kegunaan dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak


(23)

pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak eksternalitas (Fauzi, 2010).

Menurut Mangkoesoebroto (1997) eksternalitas adalah keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dimana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut.

Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif produsen

Gambar 2 Kurva eksternalitas positif produsen Q1

Q2

P2

P1

S + Biaya sosial S

D

Eksternalits negatif produsen

P

Q 0

Q2

Q1

P1

P2

S - Biaya sosial S

D

Eksternalits positif produsen

P

Q 0


(24)

Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif yang dapat bersumber dari produsen maupun konsumen. Eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh produsen menyebabkan biaya sosial yang harus dikeluarkan produsen untuk menanggulangi dampak dari eksternalitas negatif tersebut, hal ini mengakibatkan kurva penawaran (supply) bergeser ke kiri atas karena adanya penurunan penawaran sehingga jumlah penawaran berubah dari Q1 ke Q2 dan meningkatkan harga penawaran dari P1 ke

P2 (Gambar 1). Eksternalitas positif akibat adanya kegiatan produksi berdampak

pada rendahnya biaya sosial yang harus dikeluarkan produsen sebagai insentif bagi produsen. Hal tersebut berdampak pada penurunan biaya produksi sekaligus peningkatan produksi yang dilakukan produsen yang ditandai dengan pergeseran kurva penawaran ke kanan bawah dengan peningkatan jumlah penawaran yang terjadi dari Q1 ke Q2 dan penurunan harga penawaran dari P1 ke P2 (Gambar 2).

Gambar 3 Kurva eksternalitas negatif konsumen

Eksternalitas negatif yang dihasilkan akibat kegiatan konsumen berdampak pada penurunan manfaat atau nilai sosial dari suatu sumberdaya, hal tersebut mengakibatkan kurva permintaan (demand) bergeser ke kiri bawah yang mengakibatkan jumlah permintaan dan harga dari suatu sumberdaya menurun dari Q1 ke Q2 dan dari P1 ke P2 (Gambar 3).

Q1

Q2

P1

P2

D - Nilai sosial S

D Eksternalits negatif konsumen

P

Q 0


(25)

Eksternalitas positif akibat suatu kegiatan yang dilakukan oleh konsumen berdampak pada peningkatan manfaat atau nilai sosial suatu sumberdaya bagi konsumen ataupun produsen lainnya. Hal tersebut berakibat pada peningkatan permintaan terhadap sumberdaya tersebut yang ditandai dengan bergesernya kurva permintaan ke sebelah kanan atas. Pergeseran kurva permintaan tersebut berpengaruh pada peningkatan jumlah permintaan dari Q1 ke Q2 dan juga

peningkatan harga dari P1 ke P2 (Gambar 4).

Gambar 4 Kurva eksternalitas positif konsumen

Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.

Kemungkinan eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi, yaitu :

1. Konsumen-konsumen, yaitu tindakan konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain.

2. Konsumen-produsen, yaitu tindakan konsumen yang menimbulkan eksternalitas terhadap produsen.

3. Produsen-konsumen, yaitu tindakan produsen yang menimbulkan eksternalitas terhadap konsumen.

Q2

Q1

P2

P1

D + Nilai sosial S

Eksternalits positif konsumen

P

Q D 0


(26)

4. Produsen-produsen, yaitu tindakan produsen yang menimbulkan eksternalitas bagi produsen lain.

Dampak positif dari sampah yaitu sampah dapat diolah menjadi barang yang bermanfaat. Sampah dapat diolah menjadi pupuk sebagai penyubur tanah dan mempercepat pertumbuhan tanaman, dapat digunakan sebagai pakan ternak, dapat dimanfaatkan kembali setelah didaur ulang, gas-gas yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi karena dapat dikonversi menjadi tenaga listrik serta proses pengelolaan sampah dapat membuka lapangan kerja (Ramadhan, 2009).

Menurut Hadiwiyoto (1983) eksternalitas negatif dari adanya sampah dapat menimbulkan gangguan pencemaran sebagai berikut :

a. Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan lingkungan yang normal. Biasanya dapat menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan di sekitarnya.

b. Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembangbiak dan tempat mencari makan bagi lalat atau tikus yang akhirnya menjadi tempat berkembang bibit penyakit.

c. Sampah dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses pembusukan dihasilkan gas-gas beracun, bau tidak sedap, daerah yang becek, dan berlumpur terutama pada musim penghujan.

d. Kontak langsung dengan sampah yang mengandung kuman penyakit, misalnya sampah yang berasal dari rumah sakit.

e. Pasokan air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia beracun dari sampah yang dibuang ke dalam air.

f. Dapat mencemari tanah atau pengotoran. Pencemaran dapat berupa udara yang kotor karena mengandung gas-gas yang terjadi dari perombakan sampah, bau yang tidak sedap, daerah yang becek, terutama pada saat musim hujan.

g. Sampah yang dibuang ke badan air menyebabkan hambatan saluran air sehingga pada musim penghujan akan menyebabkan banjir.


(27)

2.3Cost of Illness dan Replacement Cost

Konsumsi atas air yang tercemar dapat menyebabkan pengkonsumsinya terkena penyakit kronis jangka panjang, seperti kanker ataupun premature death. Peningkatan resiko terkena penyakit tersebut yaitu peningkatan pula pada biaya berobat, kehilangan waktu untuk kegiatan luang atau bersantai (leisure time), pendapatan ataupun pekerjaan serta kerugian-kerugian lain yang ditanggung oleh manusia sebagai akibat atas konsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang juga merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang berbasiskan biaya (cost based approach). Cost of illness merupakan salah satu dari alat yang ada dalam evaluasi ekonomi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai dan menghitung biaya-biaya yang timbul oleh berbagai masalah kesehatan yang ada. Meskipun studi cost of illness bukanlah sebagai suatu teknik evaluasi ekonomi yang lengkap, akan tetapi studi ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai pemilihan alokasi sumberdaya yang akan dipergunakan dengan mempertimbangkan estimasi dan konsekuensi dari permasalahan kesehatan yang timbul dan saling berhubungan (Yanuar, 2003).

Menurut Dixon et al. (1996) pendekatan cost of illness dapat digunakan untuk mengukur nilai dari kerugian kesehatan karena pencemaran, pendekatan ini didasarkan kepada keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat pencemaran dan pengaruhnya terhadap kesehatan fisik. Metode cost of illness telah digunakan untuk memperkirakan nilai ekonomi dengan tujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan.

Menurut Yakin (1997) pendekatan cost of illness terdiri dari faktor-faktor berikut :

1. Biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya-biaya asuransi medis, dimana biaya pengeluaran medis terdiri dari biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan.

2. Nilai hilangnya waktu orang yang sakit (pendapatan yang hilang dan kesenangan yang hilang).


(28)

Pendekatan cost of illness umumnya digunakan untuk menilai biaya dari penyakit yang disebabkan oleh suatu pencemaran. Seperti pada pendekatan perubahan dalam produktivitas, pendekatan ini didasarkan pada pokok fungsi kerusakan. Pendekatan ini berhubungan dengan fungsi dose-response, yang berhubungan dari sakit dengan sehat atau kematian pada tingkat pencemaran. Pada kasus ini, fungsi kerusakan berhubungan dengan tingkat polusi (pencemaran) terhadap kesehatan. Metode ini memperkirakan pengeluaran privat dan umum untuk kesehatan dan nilai kehilangan pendapatan, dalam hubungan morbidity dan mortality serta tingkat pencemaran.

Menurut Champ et al. (2003) metode biaya kesehatan tidak mengestimasi surplus konsumen atau biaya marjinal. Metode biaya kesehatan secara sederhana berusaha untuk mengukur biaya kesehatan secara penuh, termasuk biaya perawatan. Biaya perawatan didasarkan kepada keputusan individu atau masyarakat mengenai level dari kepedulian individu atau masyarakat tersebut akan kesehatan.

Biaya kesehatan terdiri dari dua jenis, yang pertama adalah biaya langsung dan kedua adalah biaya tidak langsung. Biaya langsung itu sendiri terbagi menjadi medical cost dan non medical cost. Biaya yang termasuk medical cost adalah biaya perawatan medis pasien itu sendiri yang besarnya dapat berbeda setiap pasiennya, sedangkan yang termasuk non medical cost antara lain biaya perjalanan pasien untuk menempuh perjalanan sampai kepada tempat pengobatan, biaya logistik dan akomodasi pasien yang besarnya pun dapat bervariasi. Biaya tidak langsung terkait dengan hilangnya sumberdaya yang hilang akibat penyakit tersebut, antara lain opportunity cost akibat hilangnya produktivitas pasien (pendapatan) yang terkena penyakit tersebut.

Biaya pengganti (replacement cost) merupakan teknik yang mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai bahkan mendekati keadaan semula atau biaya yang dihitung untuk menggantikan sumberdaya dan lingkungan yang rusak atau menurun akibat aktivitas-aktivitas manusia (Dhewanti et al. 2007). Menurut Jones et al. (2000) replacement cost

adalah pendekatan analisis biaya manfaat yang mengestimasi nilai jasa lingkungan melalui biaya pengganti jasa tersebut dengan barang dan jasa alternatif


(29)

buatan. Metode ini menggambarkan jasa lingkungan yang bisa ditiru dengan menggunakan teknologi. Menurut Garrod dan Willis (1999) pendekatan replacement cost menilai nilai sumber daya dengan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk mengganti atau mengembalikan setelah sumber daya tersebut telah rusak.

2.4 Penanganan Sampah

Penanganan sampah merupakan perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah atau eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan dari adanya sampah. Penanganan sampah dapat berbentuk semata-mata membuang sampah atau mengembalikan sampah (recycling) menjadi bahan-bahan yang bermanfaat. Tahap pertama di dalam penanganan sampah adalah mengumpulkan sampah dari berbagai tempat ke suatu lokasi pengumpulan, setelah itu diadakan pemisahan komponen sampah menurut jenisnya.

a. Pengumpulan sampah

Sampah yang akan dibuang atau dimanfaatkan harus dikumpulkan terlebih dahulu dari berbagai tempat asalnya. Biasanya pengumpulan sampah tidak banyak mengalami kesulitan. Dengan alat-alat yang sederhana seperti sapu, pengeruk, maka sampah dapat dikumpulkan. Di kota-kota besar, untuk mempermudah pengumpulan sampah banyak dijumpai tempat-tempat sampah berupa bak sampah, tong sampah, dan kota-kotak sampah, kemudian dengan menggunakan kendaraan-kendaraan pengangkut, misalnya truk, gerobak sampah, dan lain sebagainya sampah-sampah tersebut diangkut ke lokasi pemrosesan akhir sampah.

b. Pemisahan

Pemisahan merupakan upaya memisahkan jenis-jenis sampah, baik yang tergolong sampah organik maupun anorganik. Pemisahan sampah dapat dilakukan berdasarkan metode pengolahan sampah yang dilakukan, apabila metode yang dilakukan adalah insenerasi maka perlu dipisahkan sampah yang mudah meledak dan sulit terbakar, apabila metode yang digunakan adalah sanitary landfill maka perlu dipisahkan sampah yang sulit terurai dan lebih


(30)

baik didaur ulang, apabila menggunakan metode open dumping maka sampah berbahaya dan beracun harus dipisahkan.

c. Pembakaran

Pembakaran sampah dapat dikerjakan pada suatu tempat, misalnya ladang atau tanah lapang yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun kegiatan pembakaran sampah sulit dilakukan dan dikendalikan apabila terdapat angin yang kencang sehingga nantinya sisa-sisa pembakaran akan terbawa oleh angin dan akan mengganggu tempat-tempat di sekitarnya. Pembakaran yang paling baik dilakukan pada suatu instalasi pembakaran, agar dapat diatur prosesnya sehingga tidak mengganggu lingkungan. Tetapi proses pembakaran seperti ini memerlukan biaya operasi yang mahal.

d. Penimbunan Sampah

Kegiatan pembakaran sampah merupakan salah satu cara untuk menghilangkan timbunan sampah akan tetapi metode pembakaran sampah seperti ini tidak dapat mengambil manfaat dari adanya sampah. Penimbunan sampah mempunyai tujuan untuk menangani permasalahan sampah sekaligus masih banyak manfaat yang dapat diambil dari keberadaan sampah tersebut seperti untuk pembuatan kompos, pemanfaatan biogas, ataupun kegiatan daur ulang sampah (Hadiwiyoto, 1983).

2.5 TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)

Terdapat beberapa jenis tempat pengelolaan sampah diantaranya Tempat Penampungan Sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendaur ulangan, pengolahan, dan atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Tempat Penampungan Sementara 3R (reduce, reuse, recycle) (TPS 3R) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendaur ulangan skala kawasan. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulangan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan


(31)

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.81 Tahun 2012) sedangkan dalam Azmir (2012) Dirjen PPM (Pemberantasan Penyakit Menular) dan PLP (Penyehatan Lingkungan Pemukiman) Departemen Kesehatan RI (1989), mengemukakan pengertian TPA adalah lokasi untuk memusnahkan sampah pada tempat tertentu dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Lokasi untuk penempatan TPA harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

1. Jarak terhadap pemukiman minimal 3 km.

2. Jarak terhadap sumber air baku untuk air minum (mata air, sumur, danau dan lain-lain) minimal 200 meter. Hal ini mengingat, bahwa hasil dekomposisi sampah dapat meresap melalui lapisan tanah dan menimbulkan pencemaran terhadap sunber air tersebut.

3. Tidak terletak pada daerah banjir, hal ini mengingat kemungkinan terbawanya sampah TPA oleh air yang akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan.

4. Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi, hal ini mengingat bahwa lokasi TPA pada tempat yang air tanahnya tinggi akan berakibat pencemaran air tanah baik kualitas maupun jumlahnya. Bila sampah langsung kontak dengan air tanah, pencemarannya akan meluas dan terjadi dalam waktu yang lama.

5. Jarak tepi paling dekat terhadap jalan besar/umum, sedikitnya 200 meter, hal ini mengingat alasan estetika, tidak terlihat dari jalan umum. Ini bisa dilakukan dengan membangun pagar atau penanaman pepohonan dan sebagainya

6. Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memeperhatikan aspek estetika.

7. Jarak dari bandara tidak kurang dari 5 km.

b. Pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Diupayakan agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembangbiak dan tidak menimbulkan bau.


(32)

3. Leachate harus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran.

4. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda.

5. Dalam hal tertentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok gris atau tikus terlihat pada siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.

c. TPA yang sudah tidak digunakan : 1. Tidak boleh untuk pemukiman.

2. Tidak boleh mengambil air untuk keperluan seharí-hari.

Untuk mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :

- Jarak dari perumahan terdekat 500 m. - Jarak dari badan air 100 m.

- Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet). - Muka air tanah > 3 m.

- Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10-6 cm/det. - Merupakan tanah tidak produktif.

- Bebas banjir minimal periode 25 tahun.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Bujagunasti (2009) mengenai estimasi manfaat dan kerugian masyarakat akibat keberadaan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantar Gebang mendapatkan nilai manfaat yang dihasilkan dari keberadaan TPST Bantar Gebang adalah sebesar Rp 183 547 000/tahun. Nilai tersebut didapatkan dengan menjumlahkan pendapatan masyarakat yang pekerjaannya bersumber dari TPST Bantar Gebang. Nilai manfaat bersih yang diterima masyarakat adalah sebesar Rp 170 161 700/tahun yang didapatkan


(33)

setelah mengurangi manfaat yang diterima masyarakat dengan kerugian masyarakat sebesar Rp 13 385 300/tahun. Oleh karena hal tersebut, pemprov DKI Jakarta bersama Pemkot Bekasi dan pengelola TPST Bantar Gebang diharapkan dapat bekerjasama untuk meningkatkan manfaat yang diterima masyarakat dengan mendirikan Unit Pengelolaan Sampah seperti yang dilakukan Pemkot Depok, mendirikan yayasan seperti yang dilakukan di daerah Lhoksumawe, maupun pencegahan dengan sistem 3R pada tingkat rumah tangga maupun pemberlakuan insentif untuk mengurangi jumlah sampah.

Dalam Ramadhan (2009) penelitian yang dilakukan oleh Harianja (2006) mengenai WTA (Willingness to Accept) masyarakat terhadap TPST Bantar Gerbang dengan pendekatan CVM (Contingent Valuation Methode), dimana pada lokasi ini telah diberlakukan kompensasi kepada masyarakat di sekitar TPST. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan menerima dana kompensasi TPST Bantar Gerbang adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kepuasan terhadap dana kompensasi yang diberikan. Nilai WTA responden Ciketing Udik dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, ada tidaknya biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak dari TPST dan penilaian responden terhadap pengolahan sampah yang dilakukan selama ini. Persentase jumlah responden yang menginginkan dana kompensasi dalam bentuk fisik hampir sama dengan responden yang menginginkan kompensasi dalam bentuk tunai.

Dalam Ramadhan (2009) penelitian Utari (2006) menjelaskan bahwa nilai WTP (Willingness to Pay) masyarakat terhadap TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Pondok Rajeg dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, kepuasan responden terhadap pelayanan pengolahan sampah, dan biaya yang dikeluarkan responden selain biaya retribusi kebersihan. Sedangkan nilai WTA responden tersebut dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jarak tempat tinggal dengan lokasi TPA, dan tingkat gangguan yang dialami responden akibat keberadaan TPA.

Penelitian yang dilakukan Kuncoro (2011) menyebutkan bahwa timbulan sampah yang terdapat di TPA dapat dijadikan sebagai sumber dari PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) yang merupakan pembangkit tenaga listrik


(34)

dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan utamanya, baik dengan memanfaatkan sampah organik maupun anorganik. Mekanisme pembangkitan dapat dilakukan dengan metode gasifikasi atau memanfaatkan gas yang diperoleh dari sampah sebagai bahan bakar pembangkit dan secara pembakaran (thermal). Penggunaan teknologi pengelolaan sampah menjadi listrik yang telah digunakan di negara-negara maju dapat terbagi menjadi 3 mekanisme atau proses pembangkitan yaitu fisika, thermal, dan biologi.

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa persamaan dengan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa persamaan tersebut diantaranya masyarakat yang ada di sekitar TPA sebagai objek penelitian, bertujuan menganalisis dan atau mengestimasi nilai eksternalitas dari keberadaan TPA serta memberikan solusi dalam peningkatan pengelolaan TPA yang lebih baik lagi. Penelitian yang akan dilakukan ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu adanya penyediaan fasilitas pengelolaan sampah di TPA seperti penyediaan bank sentral sampah, penyediaan digester atau alat pengolah sampah menjadi biogas yang kemudian didistribusikan bagi rumah tangga di sekitar TPA, serta pembuatan kompos yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Tangerang. Penyediaan berbagai fasilitas di lokasi penelitian tersebut akan menghasilkan kajian yang berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan demikian diharapkan penelitian ini menghasilkan kajian yang berbeda dalam melengkapi hasil penelitian-penelitian sebelumnya.


(35)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Peningkatan jumlah penduduk secara signifikan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia tidak hanya memaksa pemerintah untuk meyediakan berbagai fasilitas umum guna menunjang kebutuhan hidup masyarakat yang semakin banyak, melainkan juga memunculkan berbagai permasalahan rumit lainnya salah satunya peningkatan volume produksi sampah yang dihasilkan setiap harinya. Peningkatan volume produksi sampah berdampak pada semakin kecilnya kapasitas TPA dalam menampung jumlah sampah yang ada, tentunya hal tersebut membuat pemerintah tidak memiliki pilihan yang banyak selain memperluas wilayah TPA sesuai dengan jumlah volume sampah yang ada.

Perluasan wilayah TPA pun menimbulkan berbagai permasalahan baru yang harus dihadapi pemerintah yang umumnya menjadi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi TPA seperti semakin luasnya daerah pencemaran akibat daya tampung TPA yang sudah semakin sedikit yang berdampak pada pencemaran air di sekitar wilayah TPA, semakin luasnya penyebaran penyakit yang bersumber dari timbulan sampah, ancaman ledakan dan longsoran dari keberadaan timbulan sampah, pencemaran udara berupa bau yang tidak sedap yang dirasakan semakin luas, dan pencemaran tanah sehingga turunnya harga lahan di sekitar wilayah TPA.

Selain eksternalitas negatif yang diakibatkan keberadaan TPA bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, ternyata ada beberapa eksternalitas positif yang juga dirasakan masyarakat seperti dapat menjadi tempat mencari nafkah bagi masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai pemulung atau pengumpul barang bekas, sebagai sumber bahan baku sekaligus tempat dalam membuat kompos, dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yang merupakan salah satu sumber energi alternatif juga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pengoperasian PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) serta dapat menjamin kebersihan lingkungan Kota Tangerang pada umumnya. Selain dari nilai ekonomi yang diberikan dari keberadaan TPA bagi masyarakat sekitar dari kegiatan mengumpulkan barang bekas, kegiatan pembuatan kompos, pengolahan gas metan


(36)

menjadi biogas, dan pengoperasian PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) yang mengikutsertakan masyarakat sekitar secara aktif juga tentunya menjadi eksternalitas positif yang dapat bernilai besar apabila dapat dijalankan secara tepat dengan aplikasi teknologi yang cermat. Dari pemanfaatan sampah yang dapat dilakukan secara maksimal tersebut maka dimasa mendatang diharapkan TPA bukan lagi sebagai tempat yang dapat memberikan eksternalitas negatif yang besar bagi masyarakat melainkan sebagai tempat peneyedia bahan baku untuk berbagai keperluan yang bernilai ekonomi tinggi.

3.2 Hipotesis

Dengan melihat berbagai eksternalitas yang dihasilkan TPA bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, ada beberapa hipotesis terkait dengan hal tersebut yaitu :

1. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat di sekitar kawasan TPA masih jauh lebih besar dari eksternalitas positif yang didapatkan.

2. Belum sinergisnya peran serta dinas terkait dengan masyarakat sekitar kawasan TPA dalam menanggulangi eksernalitas negatif yang diakibatkan dari keberadaan TPA.


(37)

Penurunan daya tampung TPA Rawa Kucing Peningkatan sektor industri

3.3Kerangka Pemikiran Operasional

Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional

- Peningkatan jumlah penduduk pendatang - Peningkatan volume produksi sampah

Peningkatan eksternalitas yang dirasakan masyarakat sekitar Eksternalitas positif

Nilai eksternalitas negatif Nilai eksternalitas positif

Eksternalitas negatif berupa pencemaran yang berdampak pada peningkatan pengeluaran biaya masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing

Perbandingan nilai eksternalitas bagi masyarakat sekitar kawasan TPA Rawa Kucing

Bagi masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing

Analisis pendapatan

Peningkatan pengeluaran berupa : - Biaya berobat

- Biaya pembelian air bersih - Biaya pembelian pengharum ruangan - Biaya pembelian obat anti serangga

- Cost of illness

- Replacement cost

Kota Tangerang

Rekomendasi untuk mengurangi nilai eksternalitas negatif dan meningkatkan nilai eksternalitas positif TPA Rawa Kucing dengan penerapan sistem pengelolaan TPA yang lebih baik lagi

Manajemen pengelolaan sampah saat ini dan strategi ke depannya di TPA Rawa Kucing

Analisis deskriptif

Bagi masyarakat Kota Tangerang

Mengumpulkan barang bekas Penyediaan biogas Analisis pendapatan Penyediaan kompos Analisis pendapatan Kebersihan lingkungan Analisis deskriptif


(38)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekitar TPA Rawa Kucing Kecamatan Neglasari Kota Tangerang, tepatnya di RT. 05 RW. 04 Kelurahan Kedaung Wetan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi pemukiman yang paling dekat dengan TPA Rawa kucing. Penelitian dilakukan pada April 2014 sampai Juni 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berasal dari wawancara dengan masyarakat sekitar kawasan TPA Rawa Kucing Kecamatan Neglasari Kota Tangerang tepatnya di RT. 05 RW. 04 Kelurahan Kedaung Wetan sebanyak 43 responden. Penentuan jumlah responden berdasarkan kondisi di lapang dan berdasarkan Gujarati (2007) yang menentukan pengambilan sampel sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang. Penelitian dilakukan dengan metode non-probability sampling berupa purposive sampling menggunakan open-ended questions dan closed-ended questions yang terkait dengan pendapatan yang mereka terima dari keberadaan TPA Rawa Kucing berupa kegiatan mengumpulkan barang bekas dan pengeluaran yang mereka lakukan sebagai biaya akibat adanya pencemaran di wilayah TPA Rawa Kucing seperti biaya pemulihan kesehatan, biaya pembelian air bersih, serta biaya pembelian pengharum ruangan dan obat anti serangga.

Adapun data sekunder berupa data berbagai penyakit yang diderita masyarakat sekitar kawasan TPA Rawa Kucing yang diduga kuat dikarenakan pencemaran di kawasan TPA Rawa Kucing yang didapat dari pusat kesehatan setempat yaitu Puskesmas Kedaung Wetan dan Puskesmas Neglasari, data dari jumlah biaya yang dikeluarkan masyarakat setempat dalam pemulihan kesehatannya akibat pencemaran kawasan TPA, data total nilai pengolahan sampah menjadi kompos, listrik, dan gas metan yang dilakukan dinas terkait bagi masyarakat setempat, data keadaan umum TPA yang didapat dari Dinas


(39)

Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang, data fasilitas yang dimilki Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, dan data perkembangan timbulan sampah dari Badan Pusat Statistik Kota Tangerang.

Metode yang digunakan berupa analisis deskriptif, penghitungan pendapatan dengan analisis biaya manfaat, cost of illness, dan replacement cost yang dapat dilihat pada matriks metode analisis (Tabel 4).

Tabel 4 Metode penelitian

Tujuan Data yang

diperlukan

Sumber

data Metode Identifikasi eksternalitas

bagi masyarakat akibat keberadaan TPA Rawa Kucing

Persepsi masyarakat mengenai manfaat dan kerugian akibat TPA Rawa Kucing

Data primer Analisis deskriptif

Estimasi nilai eksternalitas positif akibat keberadaan TPA Rawa Kucing

Data pendapatan masyarakat dari keberadaan TPA Rawa Kucing, data produksi gas metan dan kompos TPA Rawa Kucing

Data primer Analisis pendapatan

Estimasi nilai eksternalitas Negatif akibat keberadaan TPA Rawa Kucing

Data biaya berobat, pembelian air bersih, intensitas penyakit, pembelian pengharum ruangan dan obat anti serangga

Data primer dan data sekunder

Cost of illness dan replacement

cost Identifikasi upaya

penanganan sampah di TPA Rawa Kucing

Upaya penanganan sampah yang diterapkan di TPA Rawa Kucing

Data sekunder Analisis deskriptif Analisis manajemen

pengelolaan sampah saat ini dan strategi ke depannya di TPA Rawa Kucing

Manajemen pengelolaan sampah saat ini dan strategi ke depannya di TPA Rawa Kucing

Data sekunder Analisis deskriptif

4.3Analisis Data

4.3.1 Analisis Data Eksternalitas Positif

4.3.1.1 Penerimaan dari Mengumpulkan Barang Bekas

Analisis data estimasi nilai eksternalitas positif diperoleh dengan mengggunakan analisis pendapatan dari data penerimaan masyarakat sekitar kawasan TPA Rawa Kucing Kota Tangerang yang bersumber dari kegiatan pemanfaatan sampah di TPA Rawa Kucing berupa mengumpulkan barang bekas, kemudian penerimaan tersebut dikurangi biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dalam memanfaatkan


(40)

eksternalitas positif tersebut. Estimasi total nilai eksternalitas positif dihitung seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan estimasi nilai eksternalitas positif dari pengumpulan barang bekas

Keterangan Penerimaan Biaya Nilai eksternalitas positif Mengumpulkan

sampah

Nilai sampah yang dikumpulkan

- Sewa lahan - Pengangkutan - Tenaga kerja

= Penerimaan - biaya Total nilai eksternalitas positif ∑ Nilai eksternalitas

positif

4.3.1.2 Pemanfaatan Gas Metan

Pemanfaatan sampah menjadi biogas merupakan bentuk eksternalitas positif lain dari keberadaan TPA Rawa Kucing, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah TPA Rawa Kucing yang memilliki tempat tinggal berjarak sekitar 0-100 m dari lokasi TPA Rawa Kucing. Penyaluran biogas melalui pipa instalasi dari lokasi TPA Rawa Kucing ke rumah masyarakat sekitar dapat mengurangi biaya pembelian gas LPG atau bahkan dapat menjadi alternatif lain penggunaan gas LPG bagi masyarakat di sekitar TPA Rawa Kucing, terlebih lagi pemanfaatan sekaligus penyaluran gas metan ke rumah masyarakat ini tidak dibebankan biaya sama sekali.

Tabel 6 Perhitungan estimasi nilai eksternalitas positif pemanfaatan gas metan

Estimasi nilai manfaat dari pemanfaatan gas metan di TPA Rawa Kucing sebagai eksternalitas positif dari keberadaan TPA Rawa Kucing dihitung seperti pada Tabel 6.

No. Tahun Produksi (kg)

1. 2012 a

2. 2013 b

Total produksi a + b = c Rata-rata produksi/tahun c ÷ 2 = d Konversi satuan gas metan ke kg (0,8 kg/m3) d × 0,8 = e Harga gas metan/kg e × Rp 6.000 = f (disesuaikan dengan harga LPG di tingkat

masyarakat sebesar Rp 6.000/kg)

Nilai produksi gas metan/tahun (Rp) f Biaya pemanfaatan gas metan/tahun (Rp) g Nilai manfaat bersih gas metan/tahun (Rp) f – g


(41)

4.3.1.3 Pembuatan Kompos dan Kebersihan Lingkungan

Pembuatan kompos dan kebersihan lingkungan yang tetap terjaga merupakan eksternalitas positif yang dapat dirasakan masyarakat Kota Tangerang secara umum dari keberadaan TPA Rawa Kucing. Bahan baku kompos di TPA Rawa Kucing bersumber dari dua tempat, yaitu dari TPS Pasar Tradisional Tanah Tinggi dan dari TPA Rawa Kucing sendiri.

Estimasi nilai manfaat dari pembuatan kompos di TPA Rawa Kucing sebagai eksternalitas positif dari keberadaan TPA Rawa Kucing dihitung seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Perhitungan estimasi nilai eksternalitas positif pembuatan kompos

No. Tahun Produksi (kg)

1. 2011 a

2. 2012 b

3. 2013 c

Total produksi a + b + c = d Rata-rata produksi/tahun d ÷ 3 = e Harga kompos (Rp 500/kg) e × Rp 500 = f Nilai produksi kompos/tahun (Rp) f Biaya pemanfaatan kompos/tahun (Rp) g Nilai manfaat bersih kompos/tahun (Rp) f - g

Kebersihan lingkungan masyarakat Kota Tangerang pun tetap terjaga karena adanya TPA Rawa Kucing sebagai tempat penampungan sekaligus pengelolaan terkahir sampah yang ada di Kota Tangerang. Estimasi penilaian terhadap kebersihan lingkungan Kota Tangerang cukup sulit dilakukan mengingat nilainya yang intangible dan tidak dirasakan secara langsung manfaatnya oleh masyarakat sehingga tidak dihitung lebih lanjut nilainya dalam penelitian ini.

4.3.2 Analisis Data Eksternalitas Negatif

4.3.2.1 Cost of illness (Biaya berobat)

Biaya berobat atau pemulihan kesehatan masyarakat yang diestimasi sebagai eksternalitas negatif diperoleh dengan menggunakan data primer dari responden juga data sekunder yang diberikan oleh puskesmas setempat dengan format sebagai berikut :

 Biaya pengobatan/orang/tahun


(42)

 Total biaya pengobatan/tahun

= ∑ Biaya pengobatan/rumah tangga/tahun

4.3.2.2 Replacement cost (Biaya pengganti)

Biaya pengganti yang harus dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasar dalam hal ini pembelian air bersih akibat adanya pencemaran air. Informasi biaya pengganti pembelian air bersih ini menyangkut : (1) Sumber air bersih, (2) Jumlah air bersih yang dibutuhkan, (3) Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh air bersih, (4) Intensitas pembelian air bersih.

Biaya pengganti bagi setiap orang untuk memperoleh air bersih sebagai berikut :

 Biaya pembelian air bersih/orang/tahun

= Biaya pembelian air bersih/rumah tangga x intensitas pembelian air bersih/tahun

 Total biaya pembelian air bersih/tahun

= ∑ Biaya pembelian air bersih/rumah tangga/tahun

Biaya untuk mengatasi pencemaran udara dilakukan sebagian masyarakat dengan penggunaan pengharum ruangan yang digunakan ketika udara dirasa tidak nyaman atau berbau tidak sedap yang diperoleh dengan mengetahui data yang menyangkut : (1) Jenis pengharum ruangan yang digunakan, (2) Biaya pembelian pengahrum ruangan, (3) Intensitas pembelian pengharum ruangan.

Biaya pengganti bagi setiap orang dalam pembelian pengahrum ruangan sebagai berikut :

 Biaya pembelian pengahrum ruangan/rumah tangga/tahun

= Biaya pembelian pengharum ruangan/rumah tangga x intensitas pembelian pengharum ruangan/tahun

 Total biaya pembelian pengharum ruangan/tahun

= ∑ Biaya pembelian pengharum ruangan/rumah tangga/tahun

Biaya yang juga harus dikeluarkan untuk mengatasi pencemaran udara adalah untuk pembelian obat anti serangga baik dalam bentuk lotion


(43)

maupun obat serangga bakar. Hal tersebut dikarenakan banyaknya serangga yang hinggap di sekitar tempat tinggal karena adanya bau yang tidak sedap yang berasal dari lokasi TPA Rawa Kucing. Pengeluaran terhadap pembelian obat anti serangga diperoleh dengan mengetahui data yang menyangkut : (1) Jenis obat anti serangga yang digunakan, (2) Biaya pembelian obat anti serangga, (3) Intensitas pembelian obat anti serangga.

Biaya pengganti bagi setiap orang dalam pembelian obat anti serangga sebagai berikut :

 Biaya pembelian obat anti serangga/rumah tangga/tahun

= Biaya pembelian obat anti serangga/rumah tangga x intensitas pembelian obat anti serangga/tahun

 Total biaya pembelian obat anti serangga/tahun

= ∑ Biaya pembelian obat anti serangga/rumah tangga/tahun

Total nilai eksternalitas negatif diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai biaya yang harus dikeluarkan masyarakat akibat pencemaran di sekitar wilayah TPA Rawa Kucing yaitu sebagai berikut :

 Total nilai eksternalitas negatif

= ∑ Biaya pengobatan/rumah tangga/tahun + ∑ Biaya pembelian air

bersih/rumah tangga/tahun + ∑ Biaya pembelian pengharum

ruangan/rumah tangga/tahun + ∑ Biaya pembelian obat anti

serangga/rumah tangga/tahun.

Estimasi nilai eksternalitas yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan TPA Rawa Kucing yaitu sebagai berikut :

 Estimasi nilai eksternalitas TPA

= Total nilai eksternalitas positif –Total nilai eksternalitas negatif

= (∑ Nilai eksternalitas positif/rumah tangga/tahun) - (∑ Biaya

pengobatan/rumah tangga/tahun + ∑ Biaya pembelian air

bersih/rumah tangga/tahun + ∑ Biaya pembelian pengharum

ruangan/rumah tangga/tahun + ∑ Biaya pembelian obat anti


(44)

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Neglasari merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah administratif Kota Tangerang. Kecamatan Neglasari memiliki luas wilayah 1 401.48 Ha dengan batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tangerang, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sepatan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batu Ceper. Kondisi geografis Kecamatan Neglasari terletak pada 1.5 mdpl dengan suhu rata-rata 30°C. Jarak Kecamatan Neglasari dari Jakarta sebagai Ibukota negara yaitu sejauh 30 km. Jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Neglasari sebanyak 84 194 jiwa atau 23 890 kepala keluarga. Kecamatan Neglasari terdiri dari tujuh kelurahan yaitu Kelurahan Mekarsari, Kelurahan Kedaung Baru, Kelurahan Karang Anyar, Kelurahan Selapajang Jaya, Kelurahan Neglasari, Kelurahan Karang Sari, dan Kelurahan Kedaung Wetan. Kelurahan Kedaung Wetan merupakan kelurahan di Kecamatan Neglasari yang paling dekat sekaligus menajdi lokasi berdirinya TPA Rawa Kucing, oleh karenanya penelitian dilakukan di kelurahan tersebut dengan mengambil responden yang bermukim di sekitar lokasi TPA Rawa Kucing.

Kelurahan Kedaung Wetan memiliki luas wilayah 194.3 Ha dan jumlah penduduk 16 167 jiwa dengan batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Cisadane, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Neglasari, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kedaung Baru, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Selapajang Jaya. Wilayah RT.05 RW.04 merupakan wilayah Kelurahan Kedaung Wetan yang berbatasan langsung dengan TPA Rawa Kucing.

5.2 TPA Rawa Kucing

Tugas, fungsi, dan struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang sebagaimana tertulis pada paragraf 11 pasal 14 ayat 1 mengenai Peraturan Daerah Kota Tangerang No.5 Tahun 2008 tentang pembentukan dan susunan organisasi dinas daerah adalah melaksanakan sebagian urusan


(45)

pemerintahan daerah di bidang kebersihan dan pertamanan. Sebagaimana disebutkan dalam peraturan daerah di atas, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang melalui bidang kebersihannya membentuk seksi penampungan dan pemusnahan sampah yang belokasi di TPA Rawa Kucing. TPA Rawa Kucing merupakan satu-satunya TPA yang berada di Kota Tangerang dengan luas 34.8 Ha dengan timbulan sampah yang sudah mencapai 4 649.7 m3/hari.

TPA Rawa Kucing menerapkan sistem control landfill, composting, dan Clean, Green, and Creative (CGC) dalam pengelolaan sampahnya. Control landfill merupakan teknik pengolahan sampah dengan menampung sampah pada blok landfill setiap hari. Selanjutnya tumpukan sampah tersebut ditutup oleh tanah merah dalam seminggu atau dua minggu sekali. Composting merupakan teknik pengolahan sampah untuk dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Teknologi CGC adalah teknologi pengolahan sampah pada TPA dengan menggunakan mesin CGC yang kemudian mereduksi sampah menjadi bahan mentah menghasilkan minyak bio diesel. Kapasitas teknologi CGC ini mampu mereduksi sekitar 10 ton sampah per hari pada satu rangkaian mesin yang tentunya dapat menjadi salah satu upaya efektif dalam mereduksi sampah Kota Tangerang (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang, 2011).

5.3 Karakteristik Umum Responden

Karakteristik umum responden di Kelurahan Kedaung Wetan diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 43 wakil dari setiap rumah tangga. Lokasi responden terletak di RT. 05 RW. 04 Kelurahan Kedaung Wetan. Penentuan lokasi tersebut didasarkan pada letak pemukiman responden yang paling dekat atau berbatasan langsung dengan lokasi TPA Rawa Kucing. Karakteristik umum ini terdiri dari lima variabel meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan formal, jenis pekerjaan, dan lama tinggal.

5.3.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden yang digunakan dalam penelitian adalah 55.81% laki-laki atau sebanyak 24 orang dan 44.19% perempuan atau sebanyak 19 orang seperti terlihat pada Gambar 6. Dominasi responden berjenis kelamin laki-laki


(46)

18.60% 11.63% 20.93% 11.63%

11.63% 13.95%

11.63%

20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49

≥ 50

55.81% 44.19%

L P

dikarenakan sasaran utama responden adalah kepala keluarga yang umumnya adalah laki-laki. Tujuan dari responden yang diutamakan adalah kepala keluarga dikarenakan kepala keluarga cenderung lebih mengetahui kondisi keluarga secara keseluruhan walaupun dalam wawancara di lapang ada sebagian responden yang posisinya sebagai istri ataupun anak karena kepala keluarga mereka sedang tidak berada di tempat.

Sumber : Data primer (2014)

Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

5.3.2 Kelompok Usia Responden

Distribusi kelompok usia responden didapat dari hasil wawancara kemudian dibatasi menurut hasil wawancara dan dikelompokkan sesuai dengan ketentuan Badan Pusat Statistik tahun 2013. Kelompok usia responden dimulai dari kelompok usia 20-24 tahun sampai kelompok usia ≥ 50 tahun seperti terlihat pada Gambar 7.

Sumber : Data primer (2014)


(47)

62.79% 32.56%

4.65%

SD SMP SMA

Kelompok usia yang terbanyak adalah usia 30-34 tahun sebesar 20.93% atau sebanyak 9 orang. Besarnya jumlah responden kelompok usia 30-34 tahun yang umumnya sudah memiliki 2-3 orang anak, tinggal di sekitar lokasi TPA Rawa Kucing dikarenakan mereka memutuskan untuk mencari nafkah sebagai pengumpul barang bekas dan meninggalkan anak mereka di kampung halaman. Keputusan tersebut diambil karena sulitnya mencari pekerjaan dan kehidupan di kampung halaman pun tidak kunjung membaik.

5.3.3 Tingkat Pendidikan Formal Responden

Tingkat pendidikan formal dari responden bervariasi, mulai dari SD sampai SMA. Tingkat pendidikan formal yang paling banyak dimiliki responden adalah hanya sampai SD sebesar 62.79% atau sebanyak 27 orang yang dapat dilihat pada Gambar 8. Rendahnya pendidikan responden sehingga sulit memperoleh pekerjaan merupakan salah satu alasan responden untuk bermata pencaharian sebagai pengumpul barang bekas di sekitar TPA Rawa Kucing.

Sumber : Data primer (2014)

Gambar 8 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

5.3.4 Jenis Pekerjaan Responden

Jenis pekerjaan yang dimiliki responden secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu pegawai swasta dan pengumpul barang bekas. Pekerjaan yang banyak dimiliki responden adalah sebagai pengumpul barang bekas sebesar 79.77% atau sebanyak 30 orang. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya barang bekas yang tersedia di sekitar TPA Rawa Kucing yang dapat dijadikan sebagai sumber nafkah.


(48)

30.23% 69.77%

Karyawan Mengumpulkan Barang Bekas

58.14%

6.98% 34.88%

< 5 Tahun 5-10 Tahun > 10 Tahun

Jenis pekerjaan responden lainnya adalah karyawan pabrik yang banyak tersebar di sekitar Kecamatan Neglasari sebesar 30.23% atau sebanyak 13 orang yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber : Data primer (2014)

Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan

5.3.5 Lama Tinggal Responden

Lama tinggal responden di sekitar lokasi TPA Rawa Kucing yang terbanyak adalah selama kurang dari 5 tahun sebesar 58.14% atau sebanyak 25 orang, yang dapat dilihat pada Gambar 10.

Sumber : Data primer (2014)

Gambar 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal

Banyaknya pendatang yang belum lama bermukim di sekitar TPA Rawa Kucing disebabkan oleh mulai banyaknya pemilik lahan yang menyewakan lahannya untuk kegiatan pengumpulan barang bekas, selain itu juga karena


(49)

semakin banyaknya barang bekas yang dapat dikumpulkan oleh responden di sekitar lokasi TPA Rawa Kucing.


(50)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Eksternalitas Akibat Keberadaan Tempat Pemrosesan

Akhir (TPA) Rawa Kucing

Berdirinya TPA Rawa Kucing memberikan beberapa eksternalitas bagi masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing, baik eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif. Eksternalitas positif atau manfaat yang dirasakan masyarakat karena keberadaan TPA Rawa Kucing dibagi menjadi dua macam, yaitu eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang bermukim di sekitar TPA Rawa Kucing dengan data yang diperoleh dari 43 orang responden dan bagi masyarakat Kota Tangerang secara keseluruhan. Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang bermukim di sekitar TPA Rawa Kucing yaitu menjadi sumber mata pencaharian bagi para pengumpul barang bekas dan sumber penyediaan biogas untuk keperluan memasak di dapur. Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat Kota Tangerang secara keseluruhan dari keberadaan TPA Rawa Kucing adalah penyediaan kompos bagi keperluan masyarakat Kota Tangerang dengan terlebih dahulu mengajukan surat permohonan permintaan kompos serta kebersihan lingkungan yang tetap terjaga.

Selain eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat akibat keberadaan TPA Rawa Kucing, terdapat juga eksternalitas negatif atau kerugian yang dirasakan masyarakat yang bermukim di sekitar TPA Rawa Kucing. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dikarenakan adanya pencemaran yang diakibatkan lokasi tempat tinggal yang berdekatan dengan lokasi TPA Rawa Kucing. Eksternalitas negatif tersebut berupa adanya peningkatan biaya berobat akibat penyakit yang bersumber dari pencemaran TPA Rawa Kucing, adanya biaya pembelian air bersih baik berupa air galon isi ulang, PAM, air bersih dalam bentuk pikulan, kombinasi antara air galon isis ulang dan air bersih pikulan, biaya pembelian pengharum ruangan akibat adanya pencemaran udara yang menimbulkan bau yang tidak sedap, dan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat anti serangga, karena lokasi sekitar TPA yang berbau tidak sedap menyebabkan banyak serangga yang hinggap di sekitar tempat tinggal masyarakat seperti lalat, nyamuk, dan kecoa.


(1)

d. Apakah peraturan yang ada sudah mampu mengatasi permasalahan pengelolaan dan pemanfaatan sampah yang ada di TPA Rawa Kucing ?

[ ] Sudah [ ] Belum Alasan : ...

e. Sejauh mana peran serta yang anda berikan dalam menanggulangi permasalahan pengelolaan dan pemanfaatan sampah yang ada di TPA Rawa Kucing ?

f. Bagaimana pengaruh keberadaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?

[ ] Tidak mengganggu [ ] Mengganggu [ ] Sangat mengganggu Alasan : ...

g. Sejauh mana peran serta yang anda berikan dalam menanggulangi pengaruh keberadaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?

h. Apa saja dampak positif dari keberadaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?

[ ] Peningkatan lapangan kerja, sebesar ... orang.

[ ] Peningkatan pendapatan, sebesar Rp. ... /orang/bulan. [ ] Mengumpulkan sampah, sebanyak ... kg/bulan.

[ ] Penyediaan biogas, sebesar ... kg/tahun. [ ] Membuat kompos, ... kg/bulan.

[ ] Penyewaan lahan untuk pengolahan sampah, sebesar Rp. .../m2 x ... m2 = Rp. ...

[ ] Penyediaan listrik, sebesar ...kWh/tahun. [ ] Lainnya ...

i. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dampak positif dari keberadaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?

j. Apa saja dampak negatif dari keberdaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?

[ ] Pencemaran air, sebanyak ...m3. [ ] Penurunan harga lahan, sebesar .../m2. [ ] Pencemaran udara

[ ] Peningkatan penyakit, jenis penyakit : 1. ... sebanyak ...kasus/tahun. 2. ... sebanyak ...kasus/tahun. 3. ... sebanyak ...kasus/tahun. [ ] Pencemaran lahan, seluas ...m2.

[ ] Peningkatan biaya kebutuhan sehari-hari, seperti: 1. ... sebesar ... 2. ... sebesar ... 3. ... sebesar ... [ ] Peningkatan biaya berobat, sebesar Rp. .../orang/tahun. [ ] Lainnya ...

k. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi dampak negatif dari keberadaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?

l. Apa peran serta yang dapat diberikan masyarakat sekitar kawasan TPA terhadap pencemaran yang terjadi di sekitar TPA Rawa Kucing ?

m. Apa strategi manajemen yang akan dilakukan pihak pengelola TPA Rawa Kucing di masa yang akan datang dalam menangani dampak negatif keberadaan TPA bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya ?


(2)

Lampiran 5 Dokumentasi penelitian

Gambar 1 Tempat pembuatan kompos

Gambar 2 Bahan baku kompos

Gambar 3 Pengeringan kompos Gambar 4 Aplikasi pupuk kompos


(3)

(4)

Lampiran 6 Peta TPA Rawa Kucing


(5)

Lampiran 7 Peta Kelurahan Kedaung Wetan

Sumber : Monografi Kelurahan Kedaung Wetan (2013)

Lokasi penelitian RT.05 RW.04


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Reza Pahlefi yang lahir di Jakarta pada tanggal 12

Desember 1991. Orang tua penulis bernama M. Isya Taufiq Nasution dan

Kholilah Lubis, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara,

adik penulis bernama Desi Sumanti, Abdurrozzaq Nasution, dan M. Rizqi

Nasution. Penulis menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3

Tangerang hingga lulus pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA

Negeri 3 Tangerang hingga lulus pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan

menengah pertama, penulis megikuti ekstrakurikuler pencak silat Padjajaran

Cimande hingga sabuk kuning dan juga mengikuti bimbingan komputer tingkat

operator di

Boston Course

Indonesia. Saat menempuh pendidikan menengah atas

penulis mengikuti ekstrakurikuler karate perguruan Inkanas hingga sabuk biru II.

Penulis diterima di Mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI

(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2010. Untuk menunjang keilmuan,

penulis mengikuti program Minor Ekologi Pembangunan di Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti

keanggotaan himpunan mahasiswa REESA

(Resources and Environmental

Economics Student Association)

periode 2011/2012 sebagai staf divisi

public

relation

(PR) sekaligus sebagai ketua pelaksana studi banding. Pada periode

kepengurusan REESA 2012/2013 penulis menjabat sebagai anggota badan

pengawas divisi

public relation

(PR). Selain itu, penulis juga seringkali mengikuti

berbagai kegiatan departemen dan himpunan mahasiswa REESA, baik menjadi

peserta maupun panitia, serta dari lingkup departemen, fakultas, dan institusi.