Pengaruh Aplikasi KMnO4 dengan Media Pembawa Tanah Liat terhadap Umur Simpan Pisang Mas (Musa sp. AA Group).

1

PENGARUH APLIKASI KMnO4 DENGAN MEDIA PEMBAWA
TANAH LIAT TERHADAP UMUR SIMPAN PISANG MAS
(Musa sp. AA Group)

ELVI PEBRI HASIBUAN
A24070004

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENGARUH APLIKASI KMnO4 DENGAN MEDIA PEMBAWA
TANAH LIAT TERHADAP UMUR SIMPAN PISANG MAS
(Musa sp. AA Group)
The Effect of KMnO4 with Clay Media for Shelf Life Mas Banana
(Musa sp. AA Group)
Elvi Pebri Hasibuan1 dan Winarso Drajad Widodo2
1


Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Abstract
Banana includes of five main food commodity in Indonesia besides wheat,
cassava, sweet potato and corn so that banana need special treatment in order to
get good quality, this experiment examined effect of KMnO4 with clay media
conveyor to storage time for Mas bananas (Musa sp. AA GROUP). Experiment
including storage time, index of color scale, mass reduction, hardness, fruit ratio,
edible part, Total Disolved Solid, titratable acidity and Vitamin C. Monitoring of
mass reduction and index of color scale did 3, 6 and 9 days after experiment, while
hardness, fruit ratio, edible part, Total Disolved Solid, titratable acidity and
Vitamin C did 6 and 12 days after experiment.
Result shown KMnO4 has not effect to storage time, vitamin C and total of
solid dissolved but it affected to index of color scale, mass reduction, hardness,
fruit ratio and edible part. This experiment should be continue in order to get better

result.

Key words: Banana, Postharvest Banana, Mas Banana

2

RINGKASAN
ELVI PEBRI HASIBUAN. Pengaruh Aplikasi KMnO4 dengan Media
Pembawa Tanah Liat terhadap Umur Simpan Pisang Mas (Musa sp. AA
Group). (Dibimbing oleh WINARSO D WIDODO).
Pisang Mas merupakan salah satu jenis pisang yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, tetapi jenis pisang ini sangat mudah rusak karena cepat matang
setelah dipanen, sehingga dibutuhkan penanganan pasca panen yang baik agar
lebih tahan lama. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan KMnO4
dengan pembawa tanah liat dan efektifitas kain kasa dan kertas pembungkus teh
celup (kertas serat nilon) sebagai pembungkus oksidator etilen dalam
penyimpanan buah pisang Mas (Musa sp. AA Group).
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada
bulan Februari-Maret 2011. Bahan yang digunakan meliputi buah pisang Mas

segar, larutan Kalium Permanganat (KMnO4), tanah liat sebagai media pembawa
KMnO4, kertas pembungkus teh celup (kertas serat nilon), kain kasa,
Phenolpthalein (PP), larutan NaOH, Iodin, Kotak kardus, Aquades, dan Silica gel.
Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, penetrometer, refraktometer dan
alat-alat titrasi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tujuh taraf perlakuan. Bobot oksidator etilen yang
digunakan dibungkus dengan kain kasa dan kertas pembungkus teh celup dengan
ukuran sesuai perlakuan yaitu 30, 0, dan 90 g oksidator etilen.
Pengamatan yang dilakukan selama penelitian terdiri dari umur simpan,
indeks skala warna buah, susut bobot, kekerasan, rasio daging/ kulit buah, edible
part, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan vitamin C.
Pengamatan susut bobot dan indeks skala warna dilakukan pada 3,  dan 9 HSP
(Hari Setelah Perlakuan), sedangkan pengamatan kekerasan, rasio daging/ kulit
buah dan edible part, Padatan Terlarut Total, Asam Tertitrasi Total dan vitamin C
dilakukan pada  HSP (Hari Setelah Perlakuan).
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan KMnO4 sebagai oksidator
etilen tidak berpengaruh terhadap umur simpan pisang mas, indeks skala warna

3


buah kecuali pada 9 HSP, susut bobot buah kecuali pada 9 HSP, Asam Tertitrasi
Total (ATT) dan vitamin C, namun berpengaruh nyata terhadap pengamatan
kekerasan, padatan terlarut total (PTT), rasio daging/ kulit buah serta edible part.
Jenis bahan penyerap yang mempunyai umur simpan paling lama terdapat
pada perlakuan 0 g oksidator etilen dalam kain kasa (P3). Perlakuan KMnO4
mempunyai umur simpan yang lebih lama jika dibandingkan dengan perlakuan
kontrol. Perlakuan oksidator etilen dalam kain kasa mempunyai umur simpan
sampai 12 HSP (Hari Setelah Perlakuan). Perlakuan KMnO4 dalam kertas
pembungkus teh celup (kertas serat nilon) mempunyai umur simpan yang hampir
sama dengan perlakuan kontrol yaitu 10 HSP. Perlakuan KMnO4 dalam kain kasa
dapat mempertahankan umur simpan yang lebih lama jika dibandingkan dengan
perlakuan KMnO4 dalam kertas pembungkus teh celup. Semakin tinggi dosis
KMnO4 dalam pembungkus teh celup, umur simpan pisang Mas semakin lama.

4

PENGARUH APLIKASI KMnO4 DENGAN MEDIA PEMBAWA
TANAH LIAT TERHADAP UMUR SIMPAN PISANG MAS
(Musa sp. AA Group)


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ELVI PEBRI HASIBUAN
A24070004

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

5

Judul

: PENGARUH APLIKASI KMnO4 DENGAN MEDIA

PEMBAWA


TANAH

LIAT

TERHADAP

SIMPAN PISANG MAS (Musa sp. AA Group)
Nama

: ELVI PEBRI HASIBUAN

NIM

: A24070004

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS.
NIP 1920831 198703 1 001


Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP 1911101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

UMUR

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padang Lawas,
Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Abber Hasibuan dan
Ibu Rosmawaty Nasution.
Tahun 2001 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri No 142958 Tanggabosi,
kemudian dilanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Sibuhuan sampai
lulus tahun 2004. Tahun 2007 penulis menamatkan pendidikan Menengah

Lanjutan Atas di SMA Negeri 1 Barumun. Tahun 2007 penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Semasa menjadi mahasiswa penulis mengikuti beberapa kegiatan
kemahasiswaan, diantaranya sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008-2009 divisi
Inventarisasi dan Keinternalan. Selain itu penulis juga aktif sebagai anggota
Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL) Bogor dan Himpunan
Mahasiswa Padang Lawas (HIMAPALAS) Jabodetabek.

7

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
berjudul Pengaruh Aplikasi KMnO4 dengan Media Pembawa Tanah Liat Terhadap
Umur Simpan Pisang Mas (Musa sp. AA Group). Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan masukan hingga
terselesaikannya skripsi ini
2. Dr. Ir. Ketty Suketty, MS. dan Dr. Ir. Ani Kurniawati, MS. selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan pada saat ujian skripsi
3. Prof. Dr. Nurhayati A. Mattjik, MS. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah mengarahkan penulis dalam menjalankan perkuliahan ini
4. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura atas ilmu
yang telah diberikan
5. Kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga besar penulis yang
telah memberikan dukungan dan motivasinya selama ini.
6. Teman-teman Agronomi atas doa yang diberikan, serta semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2012

Penulis

8


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 3
Hipotesis .......................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
Botani Pisang ................................................................................................... 4
Pasca Panen Pisang .......................................................................................... 5
Penyakit Pasca Panen ...................................................................................... 6
Proses Pematangan Pisang............................................................................... 7
Penyimpanan Pisang ........................................................................................ 8
Peran Etilen dalam Proses Pematangan Buah ................................................. 9
BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 11
Tempat dan Waktu......................................................................................... 11
Bahan dan Alat .............................................................................................. 11

Metode Percobaan ......................................................................................... 11
Pelaksanaan Percobaan .................................................................................. 12
Pengamatan .................................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 17
Kondisi Umum .............................................................................................. 17
Umur Simpan ................................................................................................. 18
Indeks Skala Warna Buah.............................................................................. 19
Susut Bobot.................................................................................................... 21
Kualitas Fisik Buah
(Kekerasan, Rasio Daging/ Kulit Buah dan Edible part) .............................. 21
Kualitas Kimia Buah (Padatan Terlarut Total (PTT),
Asam Tertitrasi Total (ATT) dan Kandungan Vitamin C) ............................ 23
Pembahasan ................................................................................................... 23
KESIMPULAN ..................................................................................................... 30
Kesimpulan .................................................................................................... 30
Saran .............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
LAMPIRAN .......................................................................................................... 34

9

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi Nutrisi Pisang Mentah dan Matang (g/ 100 g untuk
Nutrisi Makro dan mg/ 100 g untuk Vitamin dan Mineral)..………

2

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Oksidator Etilen
Terhadap Beberapa Variabel yang diamati………………………..

17

3. Umur Simpan Buah Pisang Mas (Musa sp. AA Group) Selama
Penyimpanan....................................................................................

18

4. Indeks Skala Warna Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan.........

18

5. Susut Bobot Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan......................

20

6. Pengamatan Fisik Buah Pisang Mas (Musa sp. AA Group)
Selama Penyimpanan……………………………………................

21

7. Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan
Kandungan Vitamin C Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan......

22

10

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Bahan yang Digunakan dalam Percobaan…………………………

13

2. Indeks Skala Warna Buah Pisang....................................................

14

3. Gejala Penyakit yang Menyerang Buah Pisang Selama
Penyimpanan: Colletotrichum (Gambar Kiri) dan Crown Rot
(Gambar Kanan)…….......................................................................

16

4. Kondisi Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan.............................

19

11

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Sidik Ragam Pengaruh KMnO4 Terhadap Umur Simpan Buah
Pisang Mas (Musa sp. AA Group) ……………………………….

34

2. Sidik Ragam Pengaruh KMnO4 Terhadap Indeks Skala Warna
Buah Pisang Mas (Musa sp. AA Group)……………………….....

35

3. Sidik Ragam Pengaruh KMnO4 Terhadap Susut Bobot Buah
Pisang Mas (Musa sp. AA Group)………………………………..

36

4. Sidik Ragam Pengaruh KMnO4 Terhadap Kekerasan Kulit Buah,
Rasio Daging/ Kulit Buah dan Edible Part Buah Pisang Mas
(Musa sp. AA Group)…………………………………………….

37

5. Sidik Ragam Pengaruh KMnO4 Terhadap Padatan Terlarut Total
(PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan Kandungan Vitamin C
Buah Pisang Mas (Musa sp. AA Group)……………………........

38

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Buah-buahan merupakan komoditas hortikultura yang memiliki prospek
pasar yang cerah baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa tahun terakhir
ini konsumsi buah-buahan Indonesia terus meningkat baik dalam bentuk buah
maupun olahan. Peningkatan permintaan ini terjadi seiring dengan semakin
meningkatnya taraf hidup masyarakat, sehingga kesadaran akan pentingnya
perbaikan gizi melalui konsumsi buah meningkat. Faktor lain yang mendorong
peningkatan permintaan akan buah-buahan adalah semakin berkembangnya
pariwisata dan industri pengolahan hasil yang membutuhkan bahan baku dengan
standar dan jumlah mutu tertentu (Subawo et al., 2005).
Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia, yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada semua tingkatan usia.
Pisang merupakan salah satu jenis tanaman buah-buahan penting sebagai sumber
gizi, terutama sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Pisang dapat
digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mengandung karbohidrat yang
tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu
(Prabawati at al., 2009).
Tingkat konsumsi pisang segar dari tahun 2005 sampai 2010 diasumsikan
meningkat dari 8.2 menjadi 10 kg/kapita/tahun. Berdasarkan proyeksi peningkatan
jumlah penduduk dari 220 juta ke 230 juta jiwa, diperkirakan kebutuhan konsumsi
pisang segar dari dalam negeri akan mencapai 1.8–2.3 juta ton per tahun (Suyanti
dan Supriyadi, 2008).
Pisang mempunyai kandungan gizi yang sangat baik, antara lain
menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang
kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga
mengandung vitamin B, vitamin C, B kompleks, B6, dan serotonin yang aktif
sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Prabawati at al., 2009).
Kandungan nutrisi pisang mentah dan telah matang disajikan pada Tabel 1.

2

Tabel 1. Komposisi Nutrisi Pisang Mentah dan Matang (g 100 g untuk
Nutrisi Makro dan mg 100 g untuk Vitamin dan Mineral).
Komposisi

Mentah

Matang

Komposisi

Mentah

Matang

75.2
1.7
0.1
17.3
3.1

Serat
Vitamin C
beta karoten
Kalium
Kalsium

3.2
18.0
0.2
320.0
5.0

2.8
12.0
0.1
350.0
5.0

Air
71.9
Protein
1.9
Lemak
0.1
Gula
1.3
Pati
21.2
Sumber: Laure C, 2001

Buah-buahan Indonesia cenderung banyak tersedia pada saat panen raya
dan mutu produk buah dalam negeri belum memenuhi standar buah pasar modern.
Selain itu jumlah atau volume buah yang dapat dipanen hanya sedikit sehingga
belum bisa memenuhi kebutuhan pasar. Bagi penerima dan distributor pasar,
kualitas yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kekerasan dan daya simpan buah
yang panjang. Sedangkan konsumen melihat kualitas buah dari penampilan,
tingkat kekerasan buah, rasa dan kandungan gizi (Redaksi Agromedia, 2009).
Perlakuan pasca panen pisang dalam penyimpanan bertujuan untuk
menghambat proses enzimatis untuk meminimalkan respirasi dan transpirasi
sehingga daya simpan buah lebih lama. Sebagai buah klimakterik, pisang
mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang semakin tinggi pada saat
proses pematangan. Keadaan tersebut menyebabkan daya simpan pisang menjadi
sangat singkat, sehingga menyebabkan kualitas pisang cepat menurun.
Pisang Mas merupakan salah satu jenis pisang yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, tetapi sangat mudah rusak karena cepat matang setelah dipanen,
sehingga dibutuhkan penanganan pasca panen yang baik agar lebih tahan lama.
Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh KMnO4 terhadap daya simpan pisang
Mas. KMnO4 merupakan salah satu oksidator kuat yang dapat digunakan untuk
mengoksidasi etilen sehingga dapat menghambat proses pematangan buah, namun
penggunaan KMnO4 tidak boleh langsung mengenai kulit buah, sehingga
diperlukan bahan pembawa KMnO4 misalnya tanah liat. Bahan pembungkus
oksidator etilen yang dapat digunakan adalah kain kasa dan kertas pembungkus
teh celup (kertas serat nilon).

3

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan KMnO4 dengan
pembawa tanah liat dan efektifitas kain kasa dan kertas pembungkus teh celup
(kertas serat nilon) sebagai pembungkus oksidator etilen dalam penyimpanan buah
pisang Mas (Musa sp. AA Group).

Hipotesis
1. Penggunaan tanah liat dan KMnO4 sebagai oksidator etilen dapat
memperpanjang umur simpan pisang mas.
2. Kertas pembungkus teh celup dan kain kasa dapat digunakan sebagai
pembungkus oksidator etilen.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Pisang
Pisang adalah salah satu jenis tanaman pangan yang sudah dibudidayakan
sejak dahulu. Pisang berasal dari kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia,
kemudian menyebar luas ke kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan
Amerika Tengah. Pisang (Musa spp.) berasal dari genus Musa, family Musaceae,
ordo Zingiberales, dan kelas Monocotyledonae (Chomchalow, 2004).
Pisang merupakan tanaman herba yang berbatang semu (pseudostem),
tingginya bervariasi antara 1-4 meter tergantung jenisnya. Daunnya melebar
panjang, tulang daunnya besar dan tepi daun mudah robek. Daun yang baru
menggulung muncul dari tengah batang semu dan terus tumbuh memanjang, pada
ujung batang terdapat kuncup bunga yang tersusun dalam cluster (sisir). Tiap sisir
bunga dibungkus oleh seludang (bractea) berwarna merah kecoklatan. Seludang
tersebut akan rontok apabila bunga telah membuka. Sisir bunga tersusun spiral
dalam tandan, keluar pada ujung batang dan hanya sekali berbunga selama
hidupnya (monokarpik) (Ashari, 200 dan Samson 1980).
Buah pisang yang dikonsumsi saat ini merupakan turunan dari dua spesies
liar yaitu Musa acuminata (AA) dan Musa balbisiana (BB), yang keduanya
diploid. Berdasarkan genom tersebut (A dan B), pisang dibagi menjadi beberapa
kelompok yang berbeda yaitu diploid (AA, BB, AB), triploid (AAA, AAB, ABB,
BBB) dan tetraploid (ABBB) (Chomchalow, 2004). Semua jenis pisang yang
dapat dimakan tergolong ke dalam genus Musa, sedangkan yang dimanfaatkan
sebagai bahan penghasil serat, tepung dan sebagai sayuran yang dimasak
dikelompokkan ke dalam genus Entese. Buah pisang yang dimakan umumnya
buah partenokarpi, yaitu buah yang berkembang tanpa terjadinya pembuahan
(Sunarjono, 1989).
Pisang Mas termasuk jenis pisang diploid (AA Group) dengan kultivar
acuminata (Robinson, 1999). Pisang mas berukuran kecil dengan diameter
3-4 cm. Kulit buahnya tipis dan berwarna kuning cerah saat masak. Daging
buahnya lunak, rasanya sangat manis, dan aromanya harum. Pisang mas cocok

5

untuk hidangan buah segar, dalam satu tandan terdapat 5-9 sisir. Satu sisir bisa
berisi 18 buah. Berat per tandan 8-12 kg. Salah satu varietas pisang mas yang
terkenal adalah pisang mas kirana (Redaksi Agromedia, 2009). Robinson (1999)
menyatakan bahwa tandan buah pisang Mas kecil dan menghasilkan buah yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis pisang triploid.
Secara alami buah pada sisir pertama (pangkal) lebih cepat matang
dibandingkan dengan buah pada sisir berikutnya, pada buah pisang pematangan
bermula dari ujung buah dalam satu tandan. Ukuran fisik buah relatif mengecil
setelah sisir pertama (bagian pangkal tandan), tetapi ternyata kadar pati tidak ada
perbedaan (Antarlina et al., 2005).

Pasca Panen Pisang
Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai
pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk
semua perlakuan dari panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk
persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah
bentuk penampilan atau penampakan, termasuk berbagai aspek dari pemasaran
dan distribusi (Mutiarawati, 2007).
Mutu pisang yang baik sangat ditentukan oleh tingkat ketuaan buah dan
penampakannya. Secara fisik sebenarnya mudah dilihat karena tanda-tanda
ketuaan mudah diamati (Satuhu dan Supriyadi, 1992). Buah pisang harus dipanen
setelah tua benar agar mutunya tinggi. Buah pisang merupakan jenis buah yang
dapat diperam karena mengeluarkan gas etilen yang memacu proses pematangan.
Buah yang matang karena diperam mempunyai mutu yang rendah (Sunarjono,
2004).
Setelah panen produk hortikultura buah maupun sayuran segar tetap
melakukan aktivitas metabolisme yaitu respirasi. Respirasi terus berlangsung
untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pasca panennya
(Chomchalow, 2004).
Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi
segar dan mudah rusak (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya

6

dan

mencegah

perubahan-perubahan

yang

tidak

dikehendaki

selama

penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok,
buah keriput, terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa pembersihan, pencucian,
pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan,
dan sebagainya (Mutiarawati, 2007).
Penyebab turunnya kualitas buah pisang antara lain disebabkan karena
buah pisang dipetik tidak tepat waktu, kurangnya perawatan tanaman dan
kebersihan baik waktu masih di kebun maupun selama waktu penyimpanan dan
pemasaran, sehingga mudah terserang penyakit pasca panen. Buah yang terserang
penyakit daya simpannya menurun sehingga sulit untuk pemasaran jarak jauh.
Infeksi penyakit merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas dan susut
bobot yang besar. Jika penyakit pasca panen dapat diatasi maka kualitas akan
terjaga dan daya simpan semakin lama (Murtiningsih et al., 1991).

Penyakit Pasca Panen
Penyakit pasca panen adalah penyakit yang muncul dan berkembang
selama periode pascapanen, tanpa mempedulikan kapan terjadinya inokulasi.
Kebanyakan dari kerusakan-kerusakan pasca panen yang berat pada buah pisang
adalah akibat pembusukan oleh jamur pada ujung tangkai buah dan antraknosis
(Martoredjo, 2009).
Penyakit-penyakit yang sering menyerang pisang selama pasca panen
diantaranya adalah antraknosa (bercak buah), tip rot, dan crown rot. Penyebab
penyakit antraknosa pada buah pisang raja, sere, emas dan lampung adalah
cendawan colletotrichum sp. sewaktu buah mulai masak cendawan mulai
berkembang dengan sporanya berwarna merah bata. Pada kulit buah yang
terserang timbul noda bulat berwarna coklat tua dengan permukaan agak cekung
ke dalam, kemudian noda tersebut membesar dan menyatu dengan noda lainnya
sehingga seluruh permukaan buah tertutup noda tersebut. Pada serangan yang
telah lanjut mengakibatkan daging buah menjadi busuk. Tip Rot (busuk ujung
buah) disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia sp. yang menyerang ujung buah.
Bagian buah yang diserang berwarna coklat, tekstur buah menjadi lebih lunak dan
mengeluarkan bau yang khas. Crown Rot (busuk telapak) pada pisang raja sere,

7

emas, dan lampung disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. dan
Botryodiplodia sp. Gejala pembusukan dimulai dari potongan tangkai tandan yang
menjalar ketelapak dan tangkai jari pisang akhirnya menjalar keseluruh buah,
hingga buah menjadi busuk dan terlepas dari tangkainya (Murtiningsih et al.,
1991).
Mikroorganisme pembusuk pada pasca panen buah dan sayuran umumnya
disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal oleh mikroorganisme tersebut
dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut di kebun
(disebut sebagai infeksi laten). Infeksi sering terjadi akibat adanya kerusakan
mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari
kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya
sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak
diakibatkan oleh bakteri. Hal ini disebabkan oleh keasaman buah yang tinggi (pH
kurang dari 4.5) dibandingkan dengan sayuran yang keasaman umumnya rendah
yaitu pH lebih besar dari 5.0 (Kitinoja dan Kader, 2003).
Penyakit pasca panen pada pisang dapat disebabkan oleh infeksi jasad
renik sebelum maupun setelah panen. Infeksi mikrobiologis yang terjadi sewaktu
buah masih di kebun disebut infeksi laten. Pada saat tersebut gejala serangannya
belum terlihat. Namun, setelah buah menjadi masak, organisme yang menyerang
tersebut menjadi aktif dan berkembang biak sehingga tanda-tanda serangan
penyakit mulai tampak. Infeksi mikroorganisme setelah panen biasanya masuk ke
dalam buah melalui luka yang dapat terjadi pada saat pemetikan, pengangkutan,
penyisiran, ataupun selama dalam penyimpanan (Sunarjono, 1989).

Proses Pematangan Pisang
Selama pematangan buah mengalami beberapa perubahan dalam warna,
tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam
susunannya. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses perombakan maupun
proses sintetik. Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati
untuk dapat mempertahankan mutu buah-buahan. Penanganan yang tidak baik
dapat memicu berkembangnya patogen atau penyakit pasca panen (Thompson et
al., 198).

8

Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa.
Selama pematangan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa
tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah
pektin yang larut menjadi bertambah, jumlah selulosa buah pisang yang baru
dipanen adalah 2–3 % dan selama pemasakan buah jumlahnya akan berkurang
(Noor, 2007). Selama pematangan buah terjadi perubahan warna kulit buah dari
hijau ketika masih mentah menjadi kekuningan sampai kuning merata ketika
matang penuh dan akhirnya timbul bercak coklat yang semakin melebar
(Sjaifullah et al., 1997).
Sebagian besar zat padat dalam buah adalah karbohidrat. Karbohidrat
utama jaringan tanaman yang tidak ada hubungannya dengan dinding sel adalah
senyawa pati. Pati terdapat dalam plastid intraseluler atau granula yang
mempunyai ukuran dan bentuk khusus. Metabolisme pati mempunyai peran yang
penting pada proses pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat
diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Dalam
penyimpanan suhu rendah, terjadinya akumulasi gula adalah akibat dari aktivitas
enzim (Noor, 2007).
Pengeringan atau kehilangan air dapat mengakibatkan penyusutan jaringan
atau bahkan dapat mengakibatkan gejala-gejala lainnya. Pengkerutan pada buah
pisang dapat diakibatkan oleh suhu yang tinggi maupun pada tingkat kelembaban
yang rendah. Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan pematangan yang tidak
normal. Untuk menghindari pengaruh kehilangan air, buah pisang sebaiknya
disimpan pada suhu yang rendah dan kelembaban antara 90-95 % (Pantastico et
al., 198).

Penyimpanan Pisang
Berdasarkan aspek penyimpanan di daerah tropis diperoleh kondisi
optimum, baik untuk buah pisang tua hijau maupun matang pada suhu 14-150C
dan RH 85-95 %. Suhu rendah di bawah 140C menyebabkan chilling injury.
Tingkat kelembaban (RH) di dalam kamar pemeraman sangat mempengaruhi
mutu buah pisang. Kelembaban yang rendah di bawah 85 % akan menyebabkan

9

mutu kulit buah yang rendah pula, disamping pengaruh terhadap susut bobot,
tekstur dan kepekaan terhadap chilling injury (Sjaifullah et al., 1997).
Tujuan penyimpanan adalah untuk mengontrol permintaan pasar, tanpa
menimbulkan banyak kerusakan atau penurunan mutunya. Fasilitas penyimpanan
diperlukan bila produksi buah meningkat. Penyimpanan dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyimpanan buah secara alami tanpa menggunakan sarana-sarana
atau perlakuan tertentu dan penyimpanan menggunakan sarana tertentu misalnya
penyimpanan pada suhu rendah, bahan kimia, kontrol atmosfer dan radiasi
(Satuhu dan Supriyadi, 1992).
Penyimpanan pisang dapat dilakukan dengan berbagai perlakuan, misalnya
dengan KMnO4. KMnO4 merupakan salah satu bahan kimia yang mampu
mengoksidasi etilen yang diproduksi oleh buah sehingga proses pematangan buah
dapat dihambat. Perlakuan ini cukup baik dan buah yang diberi perlakuan KMnO4
dapat menjadi matang normal (Satuhu dan Supriyadi, 1992).
Ketahanan simpan merupakan hasil dari karakter biokimia tanaman dan
pengendalian genetik terhadap beberapa penyakit dalam penyimpanan. Pedagang
menghendaki buah yang tahan lama disimpan untuk menghindari kerusakan
selama dalam transportasi dan distribusi. Karakter ketahanan ini penting karena
dalam waktu yang singkat dapat merubah produk yang bernilai tinggi menjadi
tidak berguna sama sekali (Santoso, et al., 2005). Umur simpan buah-buahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemulusan buah, intensitas respirasi,
dan kondisi penyimpanan (Sjaifullah et al., 1997).

Peran Etilen dalam Proses Pematangan Buah
Ditinjau dari tipe respirasinya, buah pisang termasuk buah klimakterik
yaitu dalam proses pemasakan ditandai oleh peningkatan laju respirasi kemudian
mengalami penurunan. Hal yang sama juga terjadi pada laju produksi etilen yang
disertai dengan terjadinya perubahan fisik dan kimia buah. Perubahan tersebut
meliputi susut bobot, rasio bobot daging per kulit buah, kelunakan, warna kulit
buah, total asam tertitrasi dan kandungan gula. Tingkat laju respirasi buah yang
tinggi selama pemasakan biasanya terkait dengan cepatnya proses deteriorasi
(kemunduran). Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyumbang kepada

10

kehilangan hasil. Faktor lain yang mempengaruhi kehilangan hasil yaitu
mikroorganisme dan penanganan pasca panen yang tidak tepat (Purwoko dan
Suryana, 2000)
Karakteristik laju respirasi produk pasca panen hortikultura segar beragam
sesuai dengan stadia perkembangan dan pertumbuhan bagian tanaman yang
dipanen tersebut. Bagian tanaman yang aktif mengalami pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan bagian
tanaman yang sedikit dan tidak lagi mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat laju kemunduran mutu dan
kesegarannya. Hubungan yang erat antara laju respirasi dengan laju kemunduran
mutu dan kesegaran menyebabkan laju respirasi sering dijadikan indikator masa
simpan atau masa hidup pasca panen produk segar hortikultura (Kitinoja dan
Kader, 2003).
Penyimpanan produk hortikultura segar perlu dicermati beberapa hal yaitu
adanya gas etilen yang mempercepat proses pelayuan. Etilen adalah sejenis gas
yang berhubungan erat dalam banyak proses fisiologis di dalam tanaman termasuk
proses pematangan. Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana
(C2H4), secara alami dihasilkan oleh aktivitas metabolisme buah dan sayuran.
Untuk melindungi kepekaan buah terhadap etilen, maka keberadaan etilen dalam
atmosfer sekitar buah harus diikat atau diubah menjadi bentuk yang tidak aktif
(Sjaifullah dan Dondy, 1991).
Etilen merupakan zat yang dihasilkan buah, berfungsi untuk mempercepat
proses pemasakan. Peran etilen dapat merugikan terutama pada buah yang
memerlukan waktu penyimpanan yang cukup lama dan pengiriman jarak jauh.
Pada buah klimakterik, laju respirasi meningkat cepat. Peningkatan respirasi ini
dipengaruhi oleh jumlah etilen yang dihasilkan, Pada fase pematangan, buahbuahan memiliki laju respirasi minimum. Ketika memasuki fase awal pamasakan,
laju respirasi meningkat terus sampai mencapai puncak klimakterik, kemudian
menurun secara perlahan-lahan (Winarno dan Aman, 1981).

11

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium Pasca Panen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada
bulan Februari-Maret 2011.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi buah pisang Mas
segar yang dipanen pada derajat kematangan ¾ penuh yang ditandai dengan
warna kulit buah masih hijau dengan siku masih terlihat jelas, larutan kalium
permanganat (KMnO4), tanah liat sebagai media pembawa KMnO4 (tanah liat
diperoleh dari laboratorium Lapangan Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
Lahan, Institut Pertanian Bogor), kertas pembungkus teh celup (kertas serat nilon),
kain kasa, Phenolpthalein (PP), Larutan NaOH, Iodin, Aquades, dan Silica gel.
Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik untuk pengamatan susut
bobot, penetrometer untuk mengukur tingkat kekerasan buah, refraktometer untuk
pangamatan padatan terlarut total, dan alat-alat titrasi untuk mengukur kadar
vitamin C dan total asam tertitrasi buah.

Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tujuh taraf perlakuan, yaitu:
P1 = Kontrol (tanpa bahan pembungkus dan bahan penyerap etilen)
P2 = Kain kasa + 30 g oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat)
P3 = Kain kasa + 0 g oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat)
P4 = Kain kasa + 90 g oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat)
P5 = Kertas pembungkus teh celup + 30 g oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat)
P = Kertas pembungkus teh celup + 0 g oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat)
P7 = Kertas pembungkus teh celup + 90 g oksidator etilen (KMnO4 + tanah liat)

12

Model percobaan linier yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + εij
Keterangan: i = 1, 2, 3, 4, 5, , 7 dan j = 1, 2, 3
Yij

= Nilai pengamatan jenis perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

µ

= Rataan umum

αi

= Pengaruh faktor pembungkus bahan penyerap etilen ke- i

βj

= Pengaruh faktor perlakuan bobot bahan penyerap etilen ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor pembungkus bahan penyerap etilen ke-i
dan pengaruh faktor perlakuan bobot bahan oksidator etilen ke-j
εij

= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan bahan penyerap ke-i dan
pengaruh perlakuan bobot oksidator etilen ke-j.
Percobaan terdiri dari tujuh perlakuan dengan tiga ulangan, sehingga

terdapat 21 satuan percobaan. Analisis ragam menggunakan uji F, dan jika
perlakuan berpengaruh nyata, maka dilakukan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Percobaan
1. Pembuatan Bahan Penyerap Etilen
Percobaan dilakukan dimulai dengan pembuatan bahan penyerap etilen
dua hari sebelum perlakuan. Tanah liat yang sudah dibersihkan sebanyak 1 kg
dicampur dengan 1 liter aquades, kemudian dimasukkan ke dalam Loyang dan di
oven pada suhu 800C selama  24 jam. Setelah 24 jam bahan tersebut dicampur
dengan KMnO4 (75 g/100 ml) dan kembali di oven selama  24 jam. Jika sudah
kering bahan dihancurkan hingga menjadi serbuk. Serbuk tanah liat ini kemudian
dibungkus dengan kain kasa dan kertas pembungkus teh dengan ukuran sesuai
perlakuan yaitu 30, 0, dan 90 g oksidator etilen.
2. Pembuatan Bahan Penyerap Uap Air (Silica Gel)
Penggunaan silica gel pada percobaan ini bertujuan untuk menyerap uap
air dalam kemasan selama penyimpanan. Silica gel sebanyak 5 (untuk setiap
ulangan) dibungkus dengan kertas pembungkus teh celup.

13

3. Persiapan Buah
Buah pisang yang digunakan diperoleh dari kebun petani di Bogor. Buah
tersebut kemudian disisir pada buah dengan tingkat ketuaan yang sama. Sisir
pisang disortasi dan dipilih buah yang cocok untuk perlakuan dengan ukuran yang
hampir sama yaitu buah yang mulus tanpa bercak, buah yang tidak terserang
penyakit ataupun cendawan, dan buah yang tidak luka atau cacat. Buah pisang
yang sudah terpilih dibersihkan untuk menghilangkan kotoran yang menempel
pada pisang dengan menggunakan Hipoklorit.
4. Pengemasan dan Penyimpanan
Buah yang telah dibersihkan dibungkus dalam plastik transparan
bersamaan dengan bahan penyerap etilen dan silica gel. Buah yang sudah
dibungkus dimasukkan ke dalam kardus berukuran 35x25x25 cm dan ditutup
hingga rapat. Satu kardus berisi satu perlakuan dengan tiga ulangan, satu ulangan
terdiri dari satu sisir pisang Mas.

(a)

(b)

(c)

Gambar 1. Bahan yang Digunakan dalam Percobaan:
(a) Larutan KMnO4, (b) Pisang Mas, (c) Tanah Liat.

Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini terdiri dari pengamatan
karakter fisik dan kimia buah. Pengamatan fisik meliputi indeks skala warna kulit
buah pisang dan susut bobot yang diamati pada 3, , 9, 12, 15, 18 dan 21 Hari
Setelah Perlakuan (HSP), serta kekerasan buah dan rasio buah diamati pada

14

6, 12, dan 18 Hari Setelah Perlakuan. Sedangkan pengamatan karakter kimia
meliputi Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan kadar
vitamin C buah diamati pada , 12, dan 18 HSP.
1. Indeks Skala Warna Kulit Buah
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna pada kulit
buah pisang yang ditentukan berdasarkan indeks skala warna kulit buah pisang.
Derajat kekuningan buah pisang dinilai dengan angka antara 1 sampai 7. Nilai
tersebut adalah:
1 : Hijau

5: Kuning penuh

2 : Hijau dengan sedikit kuning

 : Kuning dengan sedikit bintik coklat

3 : Kuning lebih banyak dari hijau

7 : Kuning dengan bercak coklat lebih luas

4 : Kuning dengan ujung hijau

Gambar 2. Indeks Skala Warna Buah Pisang
Sumber : http://postharvest.ucdavis.edu/Produce/ProduceFacts/Fruit/banana.shtml
2. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot buah dihitung dengan membandingkan bobot
buah sebelum diberi perlakuan dengan bobot buah pada saat pengamatan, dengan
rumus perhitungan:
Susut Bobot (%)=

Bobot awal buah − Bobot saat pengamatan
Bobot awal

x 100 %

3. Kekerasan Buah
Kekerasan buah diukur dengan menggunakan alat penetrometer. Buah
pisang diletakkan sedemikian rupa, jarum penetrometer ditusukkan pada tiga

15

bagian pisang yaitu ujung, tengah dan pangkal buah. Pengukuran dilakukan pada
buah pisang yang belum dikupas.
4. Rasio Daging/ Kulit Buah dan Edible Part (bagian buah yang dapat
dimakan)
Pengukuran rasio daging/ kulit buah diukur dengan menimbang bobot
buah sebelum dikupas dan setelah buah dikupas, kemudian bobot buah yang
diperoleh dibagi dengan bobot kulit buah, sedangkan edible part dihitung dengan
rumus:
Edible part =

Bobot daging buah
Bobot buah

� 100 %

5. Padatan Terlarut Total (PTT)
Alat yang digunakan untuk mengukur padatan terlarut total adalah
refraktometer. Pengukuran ini dilakukan pada buah yang telah dihancurkan
kemudian diambil sarinya dengan menggunakan kain kasa. Sari buah yang telah
diperoleh kemudian diteteskan pada lensa refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat
pada alat dengan satuan 0Brix. Refraktometer dibersihkan dengan aquades pada
saat sebelum dan sesudah digunakan.
. Asam Tertitrasi Total (ATT)
Pengukuran asam tertitrasi total dilakukan dengan menghancurkan buah
terlebih dahulu, kemudian disaring dan diambil sebanyak 25 g dan dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air destilata sampai tera. Setelah
disaring larutan diambil sebanyak 20 ml dan diberi 3-4 tetes indikator
Phenolphtalein (PP) kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi
dilakukan sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Kandungan ATT
dapat dihitung dengan rumus:
ATT (ml NaOH 0,1 N 100 g bahan) =

ml NaOH 0.1 N x fp
Bobot contoh pisang (g)

x 100 %

Keterangan; fp: faktor pengenceran (100 ml/10 ml)
7. Penentuan Kadar Vitamin C
Pengukuran kadar vitamin C dihitung dengan titrasi menggunakan iodine,
dan indikator amilum sebanyak 2 ml dengan konsentrasi 1/ 100 g ml. Titrasi

16

dilakukan sampai terbentuk warna biru. Kandungan vitamin C dapat dihitung
dengan rumus:
A=

ml Yod 0.01 N x 0.88 x fp
bobot contoh pisang (g)

x 100%

Keterangan; fp: faktor pengenceran (100 ml/10 ml)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum
Sebelum perlakuan dilakukan pengamatan awal untuk mengetahui kondisi
awal buah. Bobot buah pada awal pengamatan rata-rata 360.5 g setengah sisir
pisang dengan warna masih hijau penuh, rasio buah 1.54 dan edible part 60. 67 %,
sedangkan kekerasan kulit buah 10 mm 50 g 5 detik. Selama penyimpanan buah
pisang mengalami beberapa perubahan diantaranya susut bobot, warna buah,
kekerasan kulit buah, rasio buah dan edible part. Pada penelitian ini warna buah
mulai berubah pada penyimpanan 6 Hari Setelah Perlakuan (HSP). Perubahan
warna terjadi tidak merata dari satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.
Selama percobaan terdapat beberapa buah yang terserang penyakit pasca
panen. Penyakit pasca panen merupakan penyakit yang muncul dan berkembang
selama penyimpanan. Penyakit pasca panen yang menyerang selama penelitian
yaitu cendawan Colletotrichum (Gambar 3) dan busuk pada pangkal sisir buah
pisang. Penyakit ini mulai muncul pada perlakuan P7 ulangan kedua (90 oksidator
etilen dalam kertas pembungkus teh celup) pada 6 HSP. Serangan penyakit ini
mulai menyebar pada 9 HSP, serangan penyakit yang berlanjut menyebabkan
buah busuk. Penyakit lain yaitu antracnosa dan crown rot. Crown rot (Gambar 3)
diawali dengan pembusukan pada pangkal sisir yang menjalar ke tangkai jari
pisang dan akhirnya menjalar ke seluruh buah, hingga buah menjadi busuk dan
terlepas dari tangkainya.

Gambar 3: Gejala penyakit yang menyerang buah pisang selama penyimpanan:
Colletotrichum (Gambar kiri) dan crown rot (Gambar kanan)

18

Martoredjo (2009) menyatakan bahwa kehilangan pasca panen dapat
terdiri dari kerusakan mekanis dan kerugian yang disebabkan oleh penyakit pasca
panen. Gangguan fisiologis yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
tanaman yaitu transpirasi, respirasi, dan perubahan fisiologis lainnya.
Berikut merupakan tabel rekapitulasi sidik ragam dari peubah-peubah
yang diamati pada buah pisang Mas (Musa sp. AA Group) selama penyimpanan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan KMnO4 dapat berpengaruh nyata pada
beberapa peubah, diantaranya warna buah, susut bobot, kekerasan, rasio daging
dengan kulit, edible part, dan Padatan Terlarut Total (PTT). Namun tidak
berpengaruh terhadap umur simpan, Total Asam Tertitrasi (TAT), Rasio PTT/
TAT dan vitamin C.
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Oksidator Etilen
Terhadap Beberapa Variabel yang Diamati.
Hari Setelah Perlakuan (HSP)
3
6
tn
tn
tn
tn

*

*

*

*

tn

tn

Peubah
Indeks Warna
Susut Bobot
Kekerasan Kulit Buah
Rasio Daging/ Kulit Buah
Edible Part
Padatan Terlarut Total (PTT)
Asam Tertitrasi Total (ATT)
Vitamin C

9
*
*







Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5 %.
tn : Tidak berbeda nyata
- : Tidak dilakukan pengamatan

Umur Simpan
Umur simpan sangat perlu diperhatikan pada komoditas hortikultura, baik
sayur maupun buah. Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk
pangan dalam kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level atau tingkatan
degradasi mutu tertentu. Umur simpan pisang Mas selama penyimpanan disajikan
pada Tabel 3 berikut. Percobaan KMnO4 tidak berpengaruh nyata terhadap umur
simpan pisang Mas.

19

Tabel 3. Umur Simpan Buah Pisang Mas (Musa sp AA Group) Selama
Penyimpanan
Perlakuan*)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7

Umur Simpan (Hari)
10
10
12
10
8
9
10

Keterangan: *) P1: Kontrol; P2, P3, P4 : 30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kain kasa; P5, P, P7:
30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kertas serat nilon

Umumnya penentuan umur simpan dilihat dari keadaan fisik buah
terutama warna kulit buah.

Indeks Skala Warna Buah
Warna kulit buah merupakan salah satu indikator yang perlu diamati untuk
menentukan tingkat kualitas dan umur simpan buah pisang, selain itu warna
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kepuasan konsumen.
Umumnya konsumen menjadikan warna sebagai kriteria yang menentukan
matang-mentah atau bagus-tidaknya buah. Tabel 4 di bawah ini merupakan Indeks
Skala Warna Buah pisang Mas selama penyimpanan 3, 6 dan 9 HSP.
Tabel 4. Indeks Skala Warna Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7

3 HSP
1
1
1
1
1
1
1

6 HSP
1.6
1.3
1.0
1.0
1.0
1.6
1.0

9 HSP
2a
2a
1b
1b
2a
1b
2.5a

Keterangan: *) P1: Kontrol; P2, P3, P4 : 30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kain kasa; P5, P, P7:
30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kertas serat nilon

Warna buah pisang terdiri dari beberapa fase pemasakan yaitu dari hijau
penuh, hijau dengan sedikit kuning, kuning lebih banyak dari hijau, kuning
dengan ujung hijau, kuning penuh, kuning dengan sedikit bercak coklat dan

20

kuning dengan bercak coklat yang mulai mnyebar hingga busuk. Gambar 4
menyajikan kondisi buah pada saat penyimpanan 3, 6 dan 9 HSP.
3 HSP

6 HSP

9 HSP

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Gambar 4. Kondisi Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan
Pantastico (1986) menyatakan bahwa buah yang masih berwarna hijau
biasanya masih mengandung banyak khlorofil, kemudian perlahan akan berubah
warna menjadi kuning yang menandakan bahwa kandungan khlorofil yang
terdapat dalam buah tersebut sudah berkurang selama pematangan.

21

Susut Bobot
Berikut ini merupakan Tabel susut bobot buah selama penyimpanan
3, 6 dan 9 HSP. Susut bobot mengalami peningkatan pada setiap pengamatan.
Buah-buahan merupakan komoditas hortikutura yang sangat mudah mengalami
kerusakan, busuk dan mengalami susut bobot. Susut bobot terjadi karena
kehilangan sebagian air pada buah. Menurut Sutrisno dan Sugiyono (2008)
peningkatan susut bobot terjadi karena buah selama penyimpanan mengalami
proses respirasi dan transpirasi.
Tabel 5. Susut Bobot Buah Pisang Mas Selama Penyimpanan
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7

3 HSP
0.73
0.84
1.24
1.24
1.09
0.85
1.57

Susut Bobot (g)
6 HSP
2.11b
2.19b
1.89b
2.70ab
2.33ab
1.70b
3.31a

9 HSP
2.89ab
2.89ab
2.71bc
3.18ab
2.22bc
1.46c
4.20a

Keterangan: *) P1: Kontrol; P2, P3, P4 : 30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kain kasa; P5, P, P7:
30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kertas serat nilon

Tetap berlangsungnya proses respirasi pada buah selama waktu
penyimpanan akan mengubah gula (C6H12O6) menjadi karbondioksida (CO2) dan
air (H2O) yang kemudian mengalami penguapan (transpirasi) sehingga susut
bobot juga meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada tabel susut
bobot yang menunjukkan bahwa disetiap pengamatan terjadi susut bobot yang
semakin meningkat. Setelah buah dipanen, kandungan air buah akan berkurang
karena proses transpirasi Jika terjadi kerusakan mekanis selama transportasi maka
penguapan dan kehilangan air dapat terjadi lebih cepat. Susut bobot yang cepat
umumnya dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu dalam ruang penyimpanan
maka semakin tinggi pula susut bobot buah (Kader 1992 dan Kholidi 2009).
Kualitas Fisik Buah (Kekerasan, Rasio Daging/ Kulit Buah dan Edible part)
Berikut ini merupakan Tabel kekerasan kulit buah, Rasio Daging/ Kulit
Buah dan persen Edible Part selama penyimpanan. Kekerasan merupakan salah

22

satu parameter kesegaran buah yang nilainya tergantung pada ketebalan kulit
buah, kandungan total zat padat, dan kandungan pati pada bahan. Kekerasan buah
dikaitkan dengan tingkat kematangan buah. Selama pemasakan, buah mengalami
pelunakan yang disebabkan oleh berubahnya protopektin menjadi pektin yang
larut (Purwoko dan Suryana, 2000).
Tabel 6. Pengamatan Fisik Buah Pisang Mas (Musa sp AA Group) Selama
Penyimpanan

Perlakuan

Kekerasan Buah
(mm/50 g/ 5 detik)

P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7

19.44ab
20.22ab
14.11c
16.67bc
19.11ab
22.33a
21.56a

Rasio Daging/ Kulit
Buah
6 HSP
2.21ab
2.38ab
1.78b
1.73b
2.46a
2.58a
1.74b

Edible Part (%)
67.85ab
68.59ab
63.89b
62.69b
70.69a
72.03a
63.32b

Keterangan: *) P1: Kontrol; P2, P3, P4 : 30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kain kasa; P5, P, P7:
30, 0, 90 g oksidator etilen dalam kertas serat nilon

Kerusakan mekanis akan dapat menurunkan nilai kekerasan buah karena
beberapa jenis luka menyebabkan struktur permukaan buah akan menjadi rusak
sehingga sel-sel penyusun jaringan pada permukaan buah akan terpisah dari
ikatannya. Kekerasan dapat diukur dengan menggunakan penetrometer. Pada
proses pematangan buah pisang akan terjadi aktivitas fisiologis, seperti
meningkatnya aktivitas respirasi pada awal, sebagaimana terjadi pada buah
klimakterik. Ketika buah matang kulit buah menjadi tipis. Ketebalan kulit pisang
berbeda menurut jenis pisang, sehingga mengakibatkan kadar daging buah yang
berbeda.
Rasio daging/ kulit buah dan edible part dapat digunakan untuk
mengetahui berapa persen buah yang dapat dikonsumsi dari keseluruhan buah
serta diduga dapat menentukan tingkat kematangan buah. Masing-masing jenis
pisang mempunyai kulit yang beragam pada ketebalannya, sehingga beragam pula
bagian yang dapat dimakan.

23

Kualitas Kimia Buah (Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi
Total (ATT) dan Kandungan Vitamin C)
Pengamatan kualitas kimia buah pisang Mas dilakukan pada saat
penyimpanan 6 HSP. Tabel 7 di bawah ini menyajikan kualitas kimia buah pisang
Mas yang meliputi Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT)
dan kandungan Vitamin C buah pisang Mas pada pengamatan 6 HSP.
Asam Tertitrasi Total ditentukan dengan cara titrasi sejumlah volume sari
buah pisang dengan menggunakan 0.1 N NaOH, sedangkan vitamin C dengan
menggunakan iodine. Padatan Terlarut Total diukur dengan menggunakan
refraktometer dengan satuan 0Brix.
Tabel 7. Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total