PENGARUH KONSENTRASI KMnO4 TERHADAP UMUR SIMPAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)

(1)

SKRIPSI

Oleh : Rina Gahayu

20100210038

Program Studi Agroteknologi

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

i

PENGARUH KONSENTRASI KMnO4 TERHADAP UMUR SIMPAN

CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Rina Gahayu 20100210038

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

ii

terselesaikanya skripsi ini.

2. Kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendo’akan untuk kelancaran tugas akhir.

3. Adek-adek tercinta yang selalu memberikan semangat. 4. Seluruh keluarga besar yang juga ikut mendukung.

5. Sahabat-sahabat yang ikut memotivasi dan membantu dalam penelitian. 6. Teman-teman Agroteknologi 2010 yang memiliki rasa kekeluargaan yang

tinggi.

7. Seluruh dosen, staff dan karyawan FP UMY yang telah membantu dan memberikan ilmunya selama belajar di Fakultas Pertanian UMY.


(4)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Cabai Merah Keriting ... 5

B. Umur Simpan ... 10

C. Kalium Permanganat (KMnO4) ... 12

D. Hipotesis ... 14

BAB III TATA CARA PENELITIAN ... 15

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 15

C. Metode Penelitian... 16

D. Tata Cara Penelitian ... 16

E. Parameter Penelitian... 22


(5)

vii

C. Pengaruh KMnO4 Terhadap Warna Buah ... 33

D. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah ... 34

E. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kadar Vitamin C ... 37

F. Pengaruh KMnO4 Terhadap Total Asam Tertitrasi ... 39

G. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kadar Gula Reduksi ... 41

H. Pengaruh KMnO4 Terhadap Uji Mikrobiologis ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(6)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 terhadap Susut Berat, Kekerasan,

Kadar Vitamin C, Kesegaran, Warna, Total Asam Tertitrasi, Kadar

Gula Reduksi pada hari ke 21 ... 30 2. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis Pengenceran NA... 42 3. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis Pengenceran PDA... 43


(7)

ix

1. Diagram Alir Penelitian ... 20

2. Pengaruh KMnO4 Terhadap Susut Berat ... 31

3. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah ... 35


(8)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Layout Penelitian ... 52

2. Perhitungan Konsentrasi KMnO4 ... 53

3. Tabel Sidik Ragam ... 54


(9)

Rilla Gahayu 20100210038

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 23 Desember 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Smjana Pertanian

Pembimbing/Penguji Utruna Anggota P enguji

セ@

If. Titiek Widyastllti, M.S. If. Haryono, M.P.

NIP. 19580512 1986 03200J JP. 19650330199103 1002

ー ・ュ「セァオェゥ Pendampmg

Ir. Sukwiyati Slisilo Dewi, M.S. NIK.1961 0225199409 l33 019


(10)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Karya tulis ini, skripsi saya, adalah asli dan belum pemah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Y ogyakarta maupun di perguruan lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini mumi gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapat arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karen a itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangan dalam bentuk karya ilmiah lain oleh tim pembimbing.

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pemyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Y ogyakarta, Desember 2016 Yang membuat pemyataan

20100210038


(11)

xii

The research was conducted in the Post-harvest Laboratory of Agricultural Faculty, University of Muhammadiyah Yogyakarta, October 2016.

The research was compiled in a Completely Randomized Design (RAL), with a single factor that is KMnO4 treatment appswhich consist of 4 treatments with 3 replications (3 times trial). The treatments were consist of: KMnO4 applications with 0% concentrations, KMnO4 applicatios with 0.05% concentrations, KMnO4 applications with 0.10% concentrations, and KMnO4 applications with 0.15% concentrations.

The results showed that there was positive effect in concentration of KMnO4 towards the shelf life of curly red chili peppers, 0,10 % of KMnO4 concentration was the best concentration to extend the shelf life of curly red chilies (Capsicum annuum L).


(12)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga cukup luas diusahakan oleh petani. Manfaat dan kegunaan cabai tidak ditemui dengan komoditas lain, sehingga konsumen akan tetap membutuhkannya. Cabai mengandung capsaisin, dihidrocapcaisin, vitamin (A dan C), zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif capcaisin berkhasiat sebagai stimulan. Jika seseorang mengonsumsi capcaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata (Priyadi,2015). Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik untuk masak memasak maupun ramuan obat tradisional. Manfaat cabai merah antara lain: mengobati rematik, mengobati bisul, mencegah stroke, mengatasi katarak, mengobati sariawan, dan menambah nafsu makan. Cabai menghasilkan vitamin C (lebih banyak daripada jeruk) dan provitamin A (lebih banyak daripada wortel) yang sangat diperlukan bagi tubuh (Fransiska, 2015).

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2007-2011 dalam Beranda Inovasi (2013), beberapa komoditas hortikultura yang paling banyak dikonsumsi adalah cabai merah (14.965/ons/kapita/tahun) dan cabai rawit (12.097/ons/kapita/tahun). Kebutuhan cabai untuk kota-kota besar yang berpenduduk satu juta atau lebih sekitar 800.000 ton/tahun atau 66.000 ton/bulan.


(13)

Pada musim hajatan atau hari besar keagamaan, kebutuhan cabai biasanya meningkat sekitar 10-20% dari kebutuhan normal. Tingkat produktivitas cabai secara nasional selama 5 tahun terakhir sekitar 6 t/ha (BPS, 2015). Pada musim tertentu (musim hujan dan musim hajatan/ perayaan hari besar) biasanya harga cabai meningkat tajam sehingga memengaruhi tingkat inflasi (Saptana et al. 2012; Julianto 2014). Mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan) produksi cabai nasional tahun ini minimal (proyeksi pesimistis) mencapai 855.000 ton atau lebih besar dari total kebutuhan konsumsi tahun ini yang mencapai sekitar 799.000 ton. Itu artinya Indonesia masih surplus 56.000 ton cabai tahun ini. Di tahun 2013 dari total target produksi cabai sebesar 1,47 juta ton tetapi realisasinya jauh lebih besar, yaitu 1,72 juta ton. Produksi tersebut terdiri dari 1,03 juta ton cabai keriting dan cabai merah besar, serta 689 ribu ton cabai rawit hijau dan rawit (http://finance.detik.com/2014).

Keberhasilan usahatani tanaman cabai merah keriting, selain dipengaruhi teknik budidaya yang tepat dan baik, juga dipengaruhi oleh penanganan pada saat panen dan pasca panen. Berdasarkan hal ini, maka perlu dilakukan proses pasca panen yang baik, agar umur simpan cabai merah keriting menjadi lebih panjang. Menurut Purwanto et al (2013), penggunaan suhu rendah yang sesuai dapat mempertahankan kesegaran cabai 2-3 minggu. Menurut Aditama (2014), kalium permanganat (KMnO4) adalah salah satu jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara untuk memperpanjang masa simpan buah. Kalium permanganat akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen glikol dan mangandioksida. Penyerapan etilen dengan KMnO4 dalam aplikasinya


(14)

3

berbentuk cairan sehingga memerlukan bahan penyerap (absorbers).Bahkan pada penggunaan KMnO4, bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4 bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak disarankan untuk kontak langsung dengan bahan pangan. Bahan penyerap yang baik harus bersifat inert (tidak bereaksi) dan mempunyai permukaan yang luas. Menurut Febrianto (2009) di dalam proses ini terjadi perubahan warna KMnO4, dari ungu menjadi coklat yang menandakan proses penyerapan etilen.

Menurut Aditama (2014) bahwa penggunaan KMnO4 konsentrasi 1% dapat memperpanjang umur simpan buah alpukat yang diberi perlakuan bahan penyerap etilen mampu bertahan 6-7 hari. Dengan dasar penelitian tersebut diharapkan penelitian mengenai berbagai konsentrasi KMnO4 terhadap umur simpan cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) dapat menjadi solusi sebagai bahan kimia dalam memperpanjang umur simpan cabai merah keritng dengan konsentrasi terbaik.

B. Rumusan Masalah

Buah cabai merah keriting merupakan produk hortikultura yang mudah rusak sehingga tidak dapat disimpan untuk waktu yang lama. Jika tidak didistribusikan segera, cabai akan mengalami kerusakan baik kualitas maupun kuantitas. Secara fisiologi, setelah dipanen cabai merah keriting tetap melakukan kegiatan metabolisme seperti respirasi dimana laju respirasi ini tergantung dari kondisi lingkungannya. Buah cabai merah keriting yang disimpan pada suhu yang lebih rendah dapat menyebabkan produk menjadi lunak, munculnya bintik dan lubang pada permukaan kulit dan sangat rentan terhadap kebusukan. Salah satu


(15)

jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara untuk memperpanjang masa simpan buah adalah Kalium permanganat (KMnO4). Kalium permanganat akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen glikol dan mangandioksida.

Menurut Aditama (2014) bahwa penggunaan KMnO4 1% dapat memperpanjang umur simpan buah alpukat yang diberi perlakuan bahan penyerap etilen mampu bertahan 6-7 hari. Dengan dasar penelitian tersebut diharapkan penelitian mengenai berbagai konsentrasi KMnO4 terhadap umur simpan cabai merah (Capsicum annuum L.) dapat menjadi solusi sebagai bahan kimia dalam memperpanjang umur simpan Cabai Merah dengan konsentrasi terbaik.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap umur simpan Cabai Merah Keriting.

2. Mendapatkan konsentrasi KMnO4 terbaik untuk memperpanjang umur simpan Cabai Merah Keriting.


(16)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cabai Merah Keriting

Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L.) merupakan tanaman perdu dari

family terong-terongan. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke Negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Indonesia (Miskun, 2013). Cabai merah keriting merupakan tanaman musiman yang berkayu, tumbuh di daerah dengan iklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang biak didataran tinggi maupun dataran rendah. Hampir semua jenis tanah yang cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok pula bagi tanaman cabai merah keriting. Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi, cabai merah keriting cocok dengan tanah yang subur, gembur, kaya akan organik, tidak mudah becek (menggenang), bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Kisaran pH tanah yang ideal adalah 5,5 – 6,8 (Mulyadi, 2011).

Cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan

capsaicinoids. Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi, 2008). Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya


(17)

kalori, protein, lemak, kabohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan vitamin C (Piay, 2010) .

Menurut Pickersgill (1989) terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum, dan

Capsicum pubescens. Di antara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi ekonomis ialah C. annuum dan C. frutescents (Santika,1999). Klasifikasi Tanaman Cabai Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Subkelas: Metachlamidae, Ordo: Tubiflorae, Famili: Solanaceae, Genus: Capsicum, Spesies : Capsicum annuum L. Ada spesies cabai yang terkenal yaitu cabai besar atau cabai merah. Cabai yang termasuk ke dalam cabai besar atau cabai merah adalah paprika, cabai manis, dan lain-lain (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Di Indonesia pengembangan budidaya tanaman cabai mendapat prioritas perhatian sejak tahun 1961. Tanaman cabai menempati urutan atas dalam skala prioritas penelitian pengembangan garapan Puslitbang Hortikurtura di Indonesia bersama 17 jenis sayuran komersial lainnya (Tim Bina Karya Tani, 2008). Menurut Piayet al (2010), banyak varietas cabai hibrida maupun non hibrida yang telah dilepas di Indonesia sudah banyak. Berikut beberapa varietas cabai hibrida dan non hibrida dengan ciri dan potensi yang dihasilkan.

1. Cabai Merah Keriting Varietas TM 99

Cabai ini merupakan cabai jenis hibrida. Potensi hasil mencapai 14 t/ha dan dapat dipanen pertama umur 80 – 85 hari setelah tanam (hst). Tinggi tanaman ± 65 cm, diameter buah ± 1,3 cm dan panjang buah ± 12 cm. Bentuk


(18)

7

buah bulat panjang ramping, kulit buah tidak rata, kadang-kadang melengkung. Ditanam di dataran rendah maupun tinggi, rata-rata per batang menghasilkan 0,8 - 1,2 kg. Secara normal panen dapat dilakukan 12 - 20 kali.

2. C i r h T ropon “Inko hot

Cabai ini merupakan varietas hibrida yang mempunyai potensi hasil tinggi (15 - 18 t/ha), penampilan buah menarik, besar dan lurus dengan kulit buah agak tebal. Varietas ini dapat dipanen pertama pada umur 85 hst. Diameter buah ± 2,1 cm dan panjang buah ± 11 cm. Varietas ini mempunyai tinggi tanaman 55 cm, agak toleran terhadap penyakit Antraknose dan dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Hasil panen enam kali petik, 75 batang mendapatkan 31,85 kg, sehingga per batang menghasilkan 0,91 kg. Secara normal panen dilakukan 12 – 20 kali.

3. Cabai Merah Biola

Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 95 - 100 cm, umur mulai berbunga ± 44 hari hst, umur mulai panen ± 66 hst, ukuran buah panjang ± 14,4 cm, diameter ±1,5 cm, berat perbuah ± 12 g, hasil cabai segar per ha 20 – 22 t/ha.

4. Cabai Merah Varietas Hot Beauty

Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 87 - 95 cm, umur mulai berbunga 44 - 50 hst, umur mulai panen 87 - 90 hst. Ukuran buah : panjang 11,5 - 14,1 cm, diameter 0,78 - 0,85 cm, permukaan kulit buah halus, beratper buah 17 - 18 g. Hasil panen mencapai 16 - 18 t/ha. Beradaptasi dengan baik di dataran rendah-sedang dengan ketinggian 1 - 600 m dpl.


(19)

5. Cabai Merah Varietas Hot Chili

Cabai ini merupakan cabai merah hibrida. Umur mulai berbunga ± 45 hst, mulai panen pada umur ± 10 hst, tinggi tanaman ± 120 cm, berat per buah ± 18 g, rasa buah kurang pedas, hasil buah ± 30 t/ha. Varietas ini dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi.

6. Cabai Merah Varietas Premium

Cabai ini merupakan varietas hibrida. Tinggi tanaman ± 110cm, umur mulai berbunga ± 32 hst. Umur mulai panen ± 95 hst, ukuran buah panjang ± 13 cm, berat per buah ± 13 g, rasa pedas, hasil segar ± 13 t/ha. Beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai sedang dengan ketingggian 200 – 500m dpl.

7. Cabai Merah Keriting Varietas Lembang - 1

Cabai ini merupakan jenis non hibrida yang dilepas oleh Departemen Pertanian. Potensi hasil 9 t/ha, agak tahan penyakit Antraknose dan cocok ditanam di dataran rendah maupun tinggi.

8. Cabai Merah Keriting Varietas Tanjung - 2

Cabai ini merupakan jenis non hibrida yang dilepas oleh Departemen Pertanian. Potensi hasil 12 t/ha, toleran antraknose, dan cocok dataran rendah dan tinggi. Tinggi tanaman 55 cm, umur berbunga 40 hst, umur panen 93 hst, berat buah ± 10 g/buah.

Pada umumnya buah cabai merah dipetik apabila telah masak penuh, ciri-cirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur 75 – 80 hari setelah tanam dengan interval waktu


(20)

9

panen 2 – 3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur 90 – 100 hari setelah tanam dengan interval panen 3 - 5 hari. Secara umum interval panen buah cabai merah berlangsung selama 1,5 – 2 bulan. Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke 30 yang dapat menghasilkan 1 – 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai merah yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Oleh karena itu hasil produksi cabai merah sebaiknya ditempatkan pada ruang yang sejuk, terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab (Anonim, 2011). Varietas cabai yang digunakan adalah TM 99 memiliki umur simpan 5 - 7 hari di dalam suhu ruang, memiiki warna buah muda hijau tua dan warna buah tua yaitu merah. Adapun tebal kulit buahnya yaitu 1 mm dan kulit agak mengkilat. Cabai Merah Keriting Varietas TM 99 Cabai ini merupakan cabai jenis hibrida.Pertumbuhan tanaman cabai keriting TM-99 (Hungnong Seed) sangat kuat. Perbungaannya berlangsung terus-menerus sehingga dapat dipanen dalam jangka waktu yang panjang. Ukuran buahnya 12,5 cm x 0,8 cm dengan berat buah 5-6 g. Cabai keriting hibrida ini sangat pedas. TM-99 cocok digiling dan dikeringkan. Hasil per tanaman berkisar 0,8 – 1,2 / kg.

Usahatani cabai merah keriting akan mencapai keberhasilan, selain dipengaruhi oleh teknik budidaya yang tepat dan efektif, juga dipengaruhi oleh pengelolaan yang efektif selama periode pascapanen. Utama (2005) menyatakan bahwa periode pascapanen adalah mulai dari produk tersebut dipanen sampai produk tersebut dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Cara penanganan dan


(21)

perlakuan pascapanen sangat menentukan mutu yangditerima konsumen dan juga masa simpan atau masa pasar. Namun demikian, periode pascapanen tidak bisa terlepas dari sistem produksi, bahkan sangat tergantung dari sistem produksi dari produk tersebut. Cara berproduksi yang tidak baik mengakibatkan mutu panen tidak baik pula. Sistem pascapanen hanyalah bertujuan untuk mempertahankan mutu produk yang dipanen (kenampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan keamanannya) dan memperpanjang masa simpan dan masa pasar.

Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai kadar air yang cukup tinggi (55 - 85 %) pada saat panen. Selain masih mengalami proses respirasi, cabai merahakan mengalami proses kelayuan. Sifat fisiologis ini menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yangdapat mencapai 40%. Daya tahan cabai merah segar yang rendah ini menyebabkan harga cabai merah di pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi penanganan pascapanen yang tepat dapat menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah (Piay et al, 2010).

B. Umur Simpan

Umur simpan adalah jangka waktu suatu produk dan kemasannya mampu bertahan dalam kondisi baik sehingga dapat diterima konsumen atau layak jual, di bawah kondisi penyimpanan tertentu (Downes and Harte, 1982). Siklus hidup buah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga tahapan fisiologi yaitu pertumbuhan (growth), pematangan (ripening), dan pelayuan (senescence). Pertumbuhan melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan pembesaran sel yang bertanggung jawab terhadap ukuran maksimal sel tersebut. Pematangan buah


(22)

11

merupakan suatu variasi dari proses penuaan yang melibatkan konversi pati atau asam-asam organik menjadi gula, pelunakan dinding-dinding sel, atau perusakan membran sel yang berakibat pada hilangnya cairan sel sehingga jaringan mengering. Pada tiap-tiap kasus, pematangan buah dirangsang oleh gas etilen yang berdifusi ke dalam ruang-ruang antarsel buah (Abeles, 1973).

Selama proses pematangan, terjadi berbagai perubahan baik secara fisik maupun secara kimia. Perubahan secara fisik antara lain adalah perubahan warna, perubahan tekstur, susut berat, layu dan keriput yang menyebabkan turunnya mutu buah (Santoso dan Purwoko, 1995). Pematangan merupakan istilah khusus untuk buah yang merupakan tahap awal dari sense. Senecence dapat diartikan sebagai periode menuju ke arah penuaan (aging) dan akhirnya mengakibatkan kematian jaringan (Sambeganarko, 2008).

Komoditi hortikultura secara umum tetap mengalami metabolisme walaupun telah dipanen. Setelah dipanen energi yang dibutuhkan untuk melakukan metabolisme diambil dari cadangan makan dan air yang terdapat pada komoditi tersebut. Kehilangan ini menyebabkan kerusakan, kerusakan ini umumnya berbanding lurus dengan laju respirasi (Uma, 2008). Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan pasca panen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme sehingga sering dianggap sebagai petunjuk mengenai daya simpan buah (Pantastico, 1986).

Kecepatan respirasi yang tinggi berhubungan dengan umur simpan yang pendek. Respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu : 1). Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2). Oksidasi gula menjadi asam piruvat, 3).


(23)

Transportasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai sustrat dalam proses pemecahan (Pantastico, 1997).

Kecepatan respirasi dipengaruhi oleh etilen. Etilen adalah hormon tanaman berbentuk gas yang mampu mempercepat respirasi yang mengarah kepada pelunakan jaringan, pemasakan dan senescence (proses kematian sel dan jaringan) buah. Walaupun pada beberapa penggunaan, pengaruh etilan tergolong positif, misalnya untuk degreening buah jeruk dan perangsang pembungaan pada budidaya nanas, akumulasi lebih lanjut sering menimbulkan kerusakan pascapanen buah sehingga dianggap merugikan (Widodo, 2005). Adanya etilen yang mempercepat proses respirasi akan berpengaruh terhadap umur simpan komoditas hortikultura, yang diantaranya ditunjukkan dengan parameter susut berat, persentase kesegaran buah, warna buah, kekerasan buah, kadar vitamin C, total asam tertitrasi, kadar gula reduksi, dan uji mikrobiologis.

C. Kalium Permanganat (KMnO4)

Pada proses pasca panen, produk hortikulturan harus dilindungi dari kerusakan dengan menunda kematangan dan ketuan buah, agar kondisi kesegaran buah dapat dipertahankan. Umur simpan buah yang panjang akan menguntungkan bagi petani maupun pedagang, karena hal ini berarti distribusi dan penjualan buah bisa dilakukan pada jangka waktu yang lebih panjang.

Beberapa cara untuk menunda kematangan dan ketuaan (senescence) tanaman dan buah-buahan telah dilakukan petani. Hal tersebut bertujuan untuk


(24)

13

mempertahankan kesegaran produk hortikultura dalam jangka waktu tertentu, sehingga pembusukan dan kerusakan pada produk tersebut bisa dihindari. Ada beberapa cara yang lazim dipakai untuk pencegahan kerusakan pada produk hortikultura antara lain penambahan bahan kimia (Aditama, 2014).

Produk hortikultura harus dilindungi dari pengaruh etilen yang dapat meningkatkan laju respirasi, sehingga proses kematangan dan penuaan dapat ditunda, sehingga kesegaran buah dapat terjaga. Menurut Santoso dan Purwoko (1995), ada beberapa teknik untuk melindungi komoditras terhadap pengaruh etilen, diantaranya pembuangan etilen dengan senyawa-senyawa kimia seperti KMnO4, ozon, dan arang aktif.

Menurut Aditama (2014), kalium permanganat (KMnO4) adalah salah satu jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara untuk memperpanjang masa simpan buah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995), proses pengikatan etilen terjadi karena KMnO4 sebagai pengoksidasi dapat bereaksi atau mengikat etilen dengan cara memecah ikatan rangkap yang ada pada senyawa etilen menjadi bentuk etilen glikol dan mangan dioksida dengan reaksi sebagai berikut:

CH2 = CH2 + KMnO4 (aq) CH2OH + MnO2

Etilen Etilen glikol Mangan diaksida

Penyerapan etilen dengan KMnO4 dalam aplikasinya berbentuk cairan sehingga memerlukan bahan penyerap (absorbers). Bahkan pada penggunaan KMnO4, bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4 bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak disarankan untuk kontak langsung dengan bahan


(25)

pangan. Bahan penyerap yang baik harus bersifat inert (tidak bereaksi) dan mempunyai permukaan yang luas. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap antara lain arang aktif, zeolit, batu apung, oasis dan serutan gergaji kayu. (Widodo, 2005). Efektifitas dari bahan-bahan tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui efektifitas bahan penyerap KMnO4 tersebut.

Konsentrasi KMnO4 yang digunakan pada penelitian Aditama (2014) adalah larutan KMnO4 yang dibuat dari dua jenis yaitu 75 mg dan 100 mg dengan berat arang aktif sebesar 10 g dan 15 g. Larutan KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan serbuk KMnO4 dengan jumlah perlakuan yakni 75 mg dan 100 mg ke dalam 100 ml akuades. Disimpulkan bahwa penggunaan bahan penyerap etilen dengan kombinasi KMnO4 yaitu pada konsentrasi 100 mg memberikan hasil paling baik.

B. Hipotesis

Perlakuan penyimpanan dalam konsentrasi KMnO4 0,1% akan memberikan pengaruh terbaik terhadap umur simpan buah Cabai Merah (Capsicum annuum L.


(26)

15

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 di Laboratorium Paska Panen Fakultas Pertanian UMY di Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cabe varietas TM-99 :zeolit dengan ukuran No.2, KMnO4, larutan NaOH 0,1 N, reagen Nelson A, Arsenomolibdat, reagen Nelson B, plastik klip yang transparan, kain kassa, larutan iod 0,01N, media tumbuh mikrobia (NA dan PDA), alkohol 70%,

aquadest, indikator PP (Phenolptalein), spirtus, Mama Lemon dan Amilum 2. Alat

Alat yang digunakan selama penelitian adalah Penetrometer wadah pencucian, nampan, lemari pendingin, sprayer, spektrofotometer, kain kasa, erlenmeyer, tabung reaksi, labu takar, glassware, driglasky, pengaduk, pisau, pipet tetes, pipet ukur, regenerator, water bath, botol suntik, tabung reaksi, kertas payung, mikropipet, cawan petri, blender, tissue, pemanas (kompor), autoklaf, bunsen, jarum ose, biuret, penjepit tabung reaksi, saringan, indexs


(27)

C. Metode Penelitian

Percobaan ini disusun dalam metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Perlakuan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

P0 : KMnO4 konsentrasi 0,00 % P1 : KMnO4 konsentrasi 0,05 % P2 : KMnO4 konsentrasi 0,10 % P3 : KMnO4 konsentrasi 0,15 %

Sehingga diperoleh 4 perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 12 perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 7 buah cabai yang terdiri dari 21 buah sampel dan 21 buah korban perlakuan. Total buah yang digunakan untuk 12 perlakuan adalah 420 buah.

D. Tata Cara Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan bahan Cabai Merah Keriting dan aplikasi KMnO4 pada Cabai Merah Keriting

1. Tahap Pertama :

a. Persiapan bahan Cabai Merah Keriting

Tahap ini meliputi pemanenan, pemilahan yang baik atau buruk, pencucian dan grading cabai merah keriting. Buah cabai merah keriting untuk bahan percobaan diperoleh dari petani di Dusun Jodag Sumberadi, Yogyakarta. Sortasi dilakukan untuk mendapatkan cabai yang seragam. Cabai yang diinginkan adalah cabai yang berwarna merah cerah dengan ukuran minimal 11 cm, bentuknya lurus, dan bebas dari penyakit/tidak


(28)

17

rusak. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cabai merah keriting segar (Cabai Hibrida - TM 99) yang diambil langsung dari petani di daerah Yogyakarta pada musim panen bulan September. Cabai dipanen mulai pukul 07.00 WIB dan dibawa ke tempat sortasi sekitar pukul 10.00 WIB. Cabai berasal dari kebun yang sama dengan penanganan yang sama mulai dari benih, pemupukan, pemanenan sampai pengangkutan hasil panen dari lapang. Cabai yang baru dipanen diberi perlakuan pendinginan pendahuluan (pre-cooling) selama ±2 jam dengan cara dihamparkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari sambil dilakukan sortasi untuk memisahkan bagian yang tidak layak seperti patah/memar, terkena hama/penyakit dan busuk. Cabai yang sudah terkumpul kemudian dilakukan sortasi dengan tujuan untuk memisahkan antara cabai yang berkualitas baik, keseragaman ukuran dan tingkat kemasakan buah dengan buah yang berkualitas jelek. Cabai yang dipilih memiliki keseragaman warna dan bebas dari penyakit serta kerusakan mekanis maupun busuk. Adapun alasan dalam pemilihan cabai ini adalah mengingat bahwa cabai yang rusak bila disimpan dengan cabai yang bagus akan menulari cabai yang bagus sehingga akan ikut rusak walaupun sudah disimpan dengan metode yang tepat. Kemudian dilakukan trimming terhadap cabai merah keriting segar dengan cara membuang daun yang terikut saat pemanenan. Hal ini dilakukan agar mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba yang terdapat pada daun cabai merah keriting. Kemudian dilakukan pencucian dengan Mama Lemon supaya kotoran yang


(29)

menempel hilang kemudian ditiriskan/dikeringkan dengan tissue. Penirisan bertujuan untuk menghilangkan sisa air yang menempel pada permukaan cabai merah keriting.

b. Perlakuan

Setiap perlakuan terdiri dari tujuh cabai yang dikemas dalam kantong plastik klip yang transparan bersamaan dengan pasir zeolit yang sudah dibungkus kain kassa, dengan tiga ulangan dan pengamatan secara destruktif sebanyak empat kali. Selain satuan-satuan percobaan dengan perlakuan, juga disiapkan buah cek, yaitu cabai tanpa diberi perlakuan apapun. Tahap-tahap dalam pemberian perlakuan adalah sebagai berikut: 1) Cabai dan zeolit di letakkan pada masing-masing baki/nampan untuk

dikemas

Cabai dan zeolit di letakkan pada masing-masing baki/nampan untuk dikemas dengan plastik klip yang transparan. Setelah kering, cabai merah keriting setiap satuan percobaan dikemas dan ditambah dengan bahan penyerap etilen sesuai perlakuan (pasir zeolite seberat 3 gram yang sudah dibungkus kain kassa). Pengacakan dilakukan pada saat pengemasan, dengan asumsi bahwa buah seragam kematangannya. 2. Tahap kedua :

a. Aplikasi KMnO4 pada Cabai Merah Keriting

Larutan KMnO4 jenuh dibuat dengan melarutkan KMnO4 serbuk (konsentrasi sesuai masing-masing perlakuan yaitu 0,5 g, 1 g, dan 1,5 g) dalam 1 L air. Selanjutnya cara yang diajukan Scoot


(30)

19

(Pantastico,1997), bahan penyerap larutan KMnO4 (pasir zeolit 3 gram) direndam dalam larutan KMnO4 dengan konsentrasi sesuai perlakuan selama 30 menit di dalam gelas beaker, kemudian dikeringanginkan kurang lebih 3 jam hingga benar-benar kering dan dikemas dengan kain kassa. Cabai dan zeolit di letakkan pada masing-masing baki/nampan untuk dikemas. Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit dengan ukuran No.2, berwarna hijau kebiru-biruan. Setelah direndam dalam larutan KMnO4, zeolit berwarna ungu muda. Buah cabai merah keriting yang akan disimpan, dimasukan ke dalam plastik klip transparan yang telah dilapisi Mika Porous (kain kassa) yang telah dicelupkan ke dalam larutan KMnO4 dengan kadar (0,5 g, 1 g, dan 1,5 g).

b. Penyimpanan

Buah cabai merah keriting yang sudah diaplikasi KMnO4, kemudian diletakkan sesuai dengan perlakuan yakni suhu rendah 8oC di ruang pendingin atau cool storage.

c. Pengamatan

Pengamatan pada buah dilakukan 7 hari sekali, pada hari ke 0, ke 7, ke 14, dan ke 21 pada cabai korban yaitu kekerasan, uji asam titrasi, uji kadar vitamin C, uji gula reduksi dan uji mikrobiologi.Buah disimpan selama 21 hari dan akan diamati : Susut berat, warna, dan kesegaran dilakukan pada hari 0, 3, 6, 9, 12, 15,


(31)

ke-18, dan ke-21. Kekerasan, vitamin C, uji gula reduksi, asam titrasi, dan uji mikrobiologi dilakukan pada hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21

Alur penelitian pada tahap pertama dapat dideskripsikan pada gambar sebagai berikut:

Cabai masak fisiologis

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Pemetikan

Sortasi

Pencucian

Pengeringan

Perlakuan konsentrasi KMnO4 dan pengemasan

Penyimpanan Pengangkutan


(32)

21

d. Sterilisasi Alat

Sterilisasi alat menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dengan suhu 121oC selama 15-30 menit. Alat-alat yang disterilkan dibungkus dengan kertas payung sebelum dimasukkan dalam autoklaf. Alat yang disterilkan antara lain petridish, erlenmeyer, tabung reaksi, drygalsky, batang pengaduk.

e. Pembuatan Media

Pembuatan media NA yaitu dengan melarutkan peptone 5 gram dan

beef ekstrak atau yeast ekstrak sebanyak 3 gram dalam aquades 1000 ml dengan api kecil dan diaduk secara continue sampai homogen. Tambahkan agar-agar sebanyak 15 gram. Setelah homogen, medium diukur pH 7,2 lalu disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121oC dan tekanan 1,5 atm selama 15 menit.

Pembuatan media PDA diawali dengan mengupas kentang, lalu dipotong-potong dan ditimbang sebesar 200 g, tambahkan air 1000 ml dan direbus hingga matang dan mengeluarkan cairan. Hasil ekstrak kentang dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml, lalu tambahkan Dextrose dan agar kemudian diaduk sampai homogen diatas api kecil. Kemudian dilakukan pengecekan pH larutan dengan pH 6-7. Larutan media kemudian disterilkan dengan autoklaf pada 121oC dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Tuangkan larutan ke dalam tabung reaksi sebanyak 8 ml dan letakkan dalam posisi miring.


(33)

f. Isolasi Mikroba Pembusuk Cabai

Menimbang sampel buah cabai yang telah busuk sebanyak 1 g. Sampel yang telah ditimbang, dihaluskan menggunakan mortar dan pastle

(penumbukan) kemudian dibuat suspense sampai dengan konsentrasi 10-3 , 10-4 , dan 10-5 (PDA) dan 10-3 , 10-4 , 10-5 dan 10-6 (NA). Ambil 1 ml dari pengenceran yang terakhir dan tuangkan ke dalam cawan petri yang selanjutnya diinokulasikan ke masing-masing media NA dan PDA (medium PDA sebelumnya telah ditambahkan Cloramfenikol sebanyak 1 kapsul ke dalam 250 ml PDA) diinkubasikan pada suhu kamar sebanyak 2 x 24 jam.

a. Parameter Penelitian

1. Susut Berat (g)

Pengamatan susut berat dilakukan pada hari 0, 3, 6, 9, ke-12, ke-15, ke-18 dan ke-21 dengan menggunakan metode penimbangan buah dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui selisih berat awal dengan berat setelah pemyimpanan. Rumus susut berat sebagai berikut:

Susut berat = x 100% Keterangan :

a = berat sebelum disimpan/berat awal (g) b = berat setelah disimpan (g) (Sudaro, 2000) 2. Persentase Kesegaran Buah (%)

Persentase kesegaran buah dilakukan pada hari ke-0, ke-3, ke-6, ke-9, ke-12, ke-15, ke-18 dan ke-21. Untuk mengetahui buah cabai dinyatakan


(34)

23

rusak bila kulitnya kisut, tekstur melunak, warna buah berubah, dan ditumbuhi mikrobia secara nilai mutu visual atau visual quality rating

(VQR) menggunakan metode scoring yang dapat dilihat secara visual kerusakan, dinyatakan dengan persentase.

3. Uji Warna

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan Munsell Color Charts For Plant Tissues . Pada Munsell Color Charts For Plant Tissues digunakan skala 1 sebagai nilai tertinggi dan skala 4 untuk nilai terendah. Pengujian tersebut dilakukan dengan skala penilaian sebagai berikut :

Skala Keterangan 1 3/10 - 3/8 2 3/8 - 3/6 3 3/6 - 3/5 4 3/5 – 3/6

4. Kekerasan buah (gram/detik) (Mochtadi, 1992)

Kekerasan diukur dengan penetrometer berdasar daya tembus jarum terhadap buah sebelum dikupas dan diamati pada hari ke-0, ke-7, ke-14 dan ke-21. Buah diletakkan kemudian ditusukkan pada tiga yaitu: bagian ujung, tengah dan pangkal sebanyak tiga kali ulangan pada tiap pengukuran dan


(35)

kemudian dirata-ratakan. Nilai pengukuran dinyatakan dalam (N/mm2). Nilai pengukuran dapat dihitung menggunakan rumus :

Kelunakan = gaya /luas Lu s = πr2 = d2/4 Keterangan:

d = diameter batang penetrometer (mm) gaya = kedalaman jarum menembus sampel 5. Kadar Vitamin C (mg)

Pengukuran kadar vitamin C dilakukan pada hari ke-0 (sebelum dilakukan penyimpanan), ke-0, ke-7, ke-14 dan ke-21 dengan menggunakan metode titrasi Iod (Sudarmadji dkk, 1989), yaitu: mengambil contoh sampel sebanyak 10 gram lalu mengencerkan sampai 250 ml. Mengambil filtrate sebanyak 25 ml, menambahkan 2 ml larutan Amilum (1 %) sebagai indikator. Titrasi dengan 0,01 N larutan Iodium standar sampai terbentuk warna biru konstan. Pengukuran dilakukan dengan metode titrasi Iod. Perlindungan kandungan vitamin C dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a x b

Vitamin C (%) = 0,01 x 0,08 x 100 Berat sampel (mg) Keterangan:

a = Volume titrasi sampel seluruhnya b = Konsentrasi larutan Iod (N) 6. Total Asam Tertitrasi (AOAC, 2000)


(36)

25

Total asam tertitrasi diukur pada hari ke-0, ke-7,ke-14 dan ke-21 Penentuan total asam tertitrasi dilakukan dengan menghancurkan buah cabai sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan akuades lalu digojok kemudian disaring dengan kain saring dan didapatkan filtrat buah cabai merah. Filtrat lalu diambil 20 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1 - 2 tetes indikator

phenolphthalein (PP) 1 % maka diperoleh larutan buah cabai merah. Langkah selanjutnya yaitu dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Selanjutnya hasil titrasi dihitung menggunakan rumus :

Total asam (%) = ml s m l t

m s mp l

Keterangan:

FP = Faktor Pengenceran BM = Berat Molekul N = Normalitas 7. Kadar Gula Reduksi (%)

Uji gula reduksi diamati pada hari ke-0, ke-7, ke-14 dan ke-21 Uji kadar gula reduksi menggunakan metode Nelson-Somogyi dalam Gardjito (2003). Kadar gula reduksi ditentukan dengan menggunakan metode

Spectrophotometer (Nelson Somogyi) dengan cara yakni sebagai berikut : a. Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1g.

b. Bahan cair dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan aquades sampai tanda dan larutan Pb asetat setetes demi setetes, sehingga penetesan terakhir tidak keruh lagi.


(37)

c. Ditambahkan dengan Na oksalat anhidrid secukupnya yang berfungsi sebagai untuk menghilangkan kelebihan Pb, selanjutnya digojog dan disaring.

d. Diencerkan menjadi 100 kali dengan cara mengencerkan 1 ml filtrat pada labu ukur 100 ml dengan aquades sampai dengan tanda.

e. 1 ml larutan contoh yang jenuh kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan menambahkan 1 ml regensia Nelson.

f. Dipanaskan sampai mendidih selama 20 menit.

g. Semua tabung diambil dan didinginkan dengan memasukkan ke dalam gelas piala.

h. Tambahkan 1 ml reagensia Arsenomolibdat dan 7 ml aquades, setelah dingin digojog sampai homogeny menggunakan vortex.

i. Dit r p d “Optical Density” ( D) p d p nj n lom n 754 nm

(Lamiran IV. B.1). Hasil peneraan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

% Gula reduksi (ml/mg) : il i pn 100 Keterangan :

x = Nilai regresi mg kadar gula reduksi yang diperoleh dari pengamatan

Fp = Faktor pengenceran (ml) N = Berat sampel (mg) 8. Uji Mikrobiologis (CFU/ml)


(38)

27

Uji mikrobiologi dilakukan dengan menghitung total mikroba menggunakan metode plate count (Jutono dkk, 1980). Untuk melihat dari cendawan menggunakan media PDA sedangkan bakteri menggunakan NA. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14 dan ke 21 dengan cara sebagai berikut:

a. Seri pengenceran NA: 1. Seri pengenceran

a) Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril, digojog sampai homogen dengan vortex.

b) Diencerkan 10-3 , diambil 1 ml hasil penyaringan pada langkah pertama,

c) Kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen

d) Diencerkan 10-4 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-3 , kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen

e) Diencerkan 10-5 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-4 , kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen

f) Diencerkan 10-6 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-5 , kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen.


(39)

2. Menyiapkan petridish yang diisi 8 ml dan masing-masing petridish diberi label pengenceran 10-3 , 10-4 , 10-5 , dan 10-6.

3. Masing-masing suspensi hasil pengenceran 10-3 , 10-4 , 10-5 , dan 10-6 diinokulasikan pada petridish yang berisi medium NA sebanyak 0,1 ml.

4. Suspensi mikrobia diratakan dengan dryglasky

5. Petridish yang berisi suspense mikrobia diinkubasikan selama 2 hari pada suhu kamar.

6. Jumlah mikrobia yang tumbuh dihitung dengan Coloni counter.

b. Seri pengenceran PDA : 1) Seri pengenceran

a) Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril, digojog sampai homogen dengan vortex.

b) Diencerkan 10-3 , diambil 1 ml hasil penyaringan pada langkah pertama,

c) Kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen

d) Diencerkan 10-4 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-3 , kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen


(40)

29

e) Diencerkan 10-5 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-4 , kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan digojog sampai homogen.

2) Menyiapkan petridish yang diisi 8 ml dan masing-masing petridish diberi label pengenceran 10-3 , 10-4 ,dan 10-5 .

3) Masing-masing suspensi hasil pengenceran 10-3 , 10-4 , dan 10-5 diinokulasikan pada petridish yang berisi medium PDA sebanyak 0,1 ml.

4) Suspensi mikrobia diratakan dengan dryglasky

5) Petridish yang berisi suspense mikrobia diinkubasikan selama 2 hari pada suhu kamar.

6) Jumlah mikrobia yang tumbuh dihitung dengan Coloni counter. Jumlah sel koloni yang terdapat dalam sampel dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

∑ s l = ∑ koloni 1/ 1/∑ inokul si (CFU/ml)

Perhitungan mikroba dengan plate count harus memenuhi beberapa syarat, yaitu sebagai berikut :

1) Jumlah koloni tiap cendawan petri antara 30-300 koloni

2) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri (spreader)

3) Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran sebelumnya jika sama atau lebih kecil 2 maka hasilnya dirata-rata, dan jika lebih besar 2


(41)

maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran sebelumnya

4) Jika dengan ulangan memenuhi syarat, maka hasilnya dirata-rata b. Analisis Data

Analisis data susut berat, kekerasan, asam tertitrasi, kadar vitamin c, kadar gula reduksi dan mikrobiologi dilakukan menggunakan Analysis of Variance

( V ) d n n t r f ny t α = 5 %. p il t rd p t p n ruh y n si nifik n dari perlakuan yang dicobakan, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan


(42)

31

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Susut Berat

Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata antar perlakuan. Pada tabel 1 menunjukkan bahwa susut berat cabai merah keriting pada semua perlakuan KMnO4 memberikan hasil berbeda nyata dengan kontrol (KMnO4 0 %), dan antar perlakuan KMnO4 tidak berbeda nyata.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 terhadap Susut Berat, Kesegaran, Warna, Kekerasan, Kadar Vitamin C, Total Asam Tertitrasi, Kadar Gula Reduksi pada hari ke 21

Kadar KMnO4

Susut Berat Kese-garan War-na Keke-rasan Kadar Vita-min C Total Asam Terti-trasi Ka-dar Gula Re-duksi Konsentrasi 0,00 % 37,53 b 60,00 2,00 24,31 b 0,30 b 0,43 2,88 Konsentrasi 0,05 % 35,90 ab 73,33 1,33 24,92 b 0,33 b 0,40 2,79 Konsentrasi 0,10 % 34,30 a 73,33 1,33 26,86 a 0,47 a 0,47 2,56 Konsentrasi 0,15 % 34,83 a 66,67 1,67 25.98 ab 0,33 b 0,47 2,74 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata

berdasarkan DMRT taraf kesalahan 5%

Etilen adalah hormon tanaman berbentuk gas yang mampu mempercepat respirasi yang mengarah kepada pelunakan jaringan, pemasakan dan senescence (proses kematian sel dan jaringan) buah. Walaupun pada beberapa penggunaan pengaruh etilen tergolong positif, akumulasi lebih lanjut sering menimbulkan kerusakan pascapanen buah sehingga dianggap merugikan (Widodo, 2002).

Kalium permanganat (KMnO4) adalah salah satu jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen glikol dan mangandioksida (Aditama, 2014). Dengan adanya KMnO4 menyerap etilen sehingga dapat memperpanjang masa simpan buah.


(43)

Gambar 2. Histogram Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Susut Berat

Pada Gambar 2 terlihat bahwa susut berat cabai merah relatif stabil sampai hari ke-15 tetapi setelah itu terjadi peningkatan susut berat pada hari ke-18 dan hari ke-21. Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015) menyatakan bahwa cabai merah termasuk jenis sayuran dengan pola respirasi non klimaterik. Pada produk hortikultura golongan non-klimakterik proses respirasinya akan berjalan lambat sehingga tidak terlihat nyata perubahan yang terjadi pada fase pemasakan. Hal ini mengakibatkan beberapa buah non klimakterik termasuk cabai harus dipanen pada saat matang penuh untuk mendapatkan kualitas maksimum dalam hal penerimaan visual (kesegaran, warna dan tidak adanya kebusukan atau kerusakan fisiologis), tekstur (kekerasan, juicieness dan kerenyahan), cita rasa dan kandungan nutrisi yang meliputi vitamin, mineral dan serat.

Laju respirasi mulai tinggi setelah hari ke-15. Hal ini juga dipengaruhi oleh kadar etilen dari buah yang terakumulasi dari periode sebelumnya. Susut berat dari hari ke-0 sampai hari ke-15 relatif sama, hal ini dipengaruhi oleh penyimpanan cabai merah keriting di lemari pendingin. Didukung dengan penelitian Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015) yang menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat memperlambat terjadinya reaksi metabolisme seperti respirasi dan transpirasi. Proses respirasi akan mengeluarkan air,

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

0 3 6 9 12 15 18 21

S u su t B e rat

Lama Penyimpanan (hari)

P0 P1 P2 P3


(44)

33

disamping itu juga akan terjadi proses transpirasi dari permukaan jaringan yang dapat meningkatkan susut berat (Wulandari, Bey, & Tindaon, 2012). Menurut Kader (1992), kehilangan air oleh proses respirasi dan transpirasi pada buah merupakan penyebab utama proses deteriorasi karena berpengaruh secara kualitatif maupun kuantitatif pada umur simpan buah. Pengaruh secara kuantitatif yaitu susut berat. Susut berat buah semakin meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan.

B. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Persentase Kesegaran Buah

Kesegaran merupakan parameter yang penting dalam produk hortikultura, karena akan berpengaruh terhadap nilai jual produk tersebut. Hasil analisis sidik ragam yang dideskripsikan pada lampiran 3b, menunjukkan bahwa pengaruh pemberian KMnO4 terhadap kesegaran cabai merah keriting tidak berbeda nyata pada semua periode pengamatan.

Sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kesegaran cabai merah keriting, didapatkan penurunan kesegaran mulai terjadi hari ke-6 pada perlakuan kontrol. Pada konsentrasi KMnO4 0,05 % dan 0,10 %, penurunan kesegaran terjadi pada hari ke-12. Adapun pada KMnO4 sebesar 0,15 %, penurunan kesegaran terjadi pada hari ke-9. Penurunan kesegaran juga terlihat tidak terlalu signifikan pada semua sampel penelitian, hal ini disebabkan karena penyimpanan dilakukan di lemari pendingin. Menurut Fatimah & M. Estiaty (2003), pendinginan merupakan salah dengan cara penyimpanan pada suhu dingin, baik dengan kontrol atmosfir, kombinasinya ataupun hanya kontrol suhu saja dengan tujuan untuk mempertahankan kesegaran komoditi. Secara organoleptis, cabai hot beauty

maupun keriting, memperlihatkan kondisi yang baik dari segi warna, kesegaran, kekerasan maupun aroma cabai. Purwanto et al. (2013) menyatakan bahwa penggunaan suhu rendah yang sesuai dapat mempertahankan kesegaran cabai 2-3 minggu.


(45)

disimpan. Perubahan warna pada saat penyimpanan menunjukkan adanya perubahan fisik yang menjadi suatu tanda turunnya mutu buah yang disimpan.Menurut Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015), warna merah pada cabai disebabkan oleh adanya kandungan pigmen karotenoid yang warnanya bervariasi dari kuning jingga sampai merah gelap. Pengujian warna dalam penelitian ini dilakukan dengan Munsell Color Charts For Plant Tissues. Warna diberikan skor dan semakin tinggi skor yang diberikan maka warna yang didapatkan semakin tua.

Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap warna cabai merah keriting yang ditunjukkan pada lampiran 3c, menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua periode pengamatan. Pada saat penyimpanan selama periode pengamatan, warna buah hanya berubah dari indeks warna 1 menjadi indeks warna 2. Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015) menyatakan bahwa perubahan warna pada cabai merah keriting dapat terjadi karena teroksidasinya pigmen karoten dan xanthopyl yang terjadi secara bertahap akibat adanya kontak dengan udara bebas.

Suhu penyimpanan selama proses penelitian menjadi faktor yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap warna cabai merah keriting selama periode peyimpanan. Hal ini mendukung hasil penelitian Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015) yang menunjukkan cabai yang disimpan pada suhu 10o C memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan yang disimpan dalam suhu ruang. Tingginya tingkat kecerahan cabai yang disimpan pada suhu 10o C dapat disebabkan oleh rendahnya angka kehilangan air cabai selama penyimpanan. Rendahnya suhu penyimpanan dapat menekan terjadinya penguapan air dari cabai sehingga tingkat kecerahannya lebih tinggi dari cabai yang disimpan pada suhu yang lebih tinggi.


(46)

35

D. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah

Kekerasan cabai merah keriting merupakan salah satu parameter dalam umur simpan. Selama proses penyimpanan cabai merah keriting terjadi perubahan fisik yang salah satunya adalah kekerasan. Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kekerasan buah menujukkan hasil yang berbeda nyata pada hari ke-14 dan hari ke-21.

Hasil analisis uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa pada hari ke-14, cabai merah keriting yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi adalah sampel 0,10 % dan berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya. Adapun nilai kekerasan paling rendah adalah perlakuan kontrol, kemudian perlakuan dengan konsentrasi KMnO4 0,15 % dan konsentrasi KMnO4 0,05 %. Pada hari ke-21, cabai merah keriting yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi adalah sampel 0,10 % dan yang paling lunak adalah perlakuan kontrol. Perlakuan konsentrasi KMnO4 0,10 %, tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,15 % dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pengamatan kekerasan selama penyimpanan 21 hari dalam gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3. Histogram Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah

Gambar di atas menunjukkan bahwa kekerasan cabai merah keriting selama penyimpanan menunjukkan peningkatan. Cabai merah keriting yang relatif mempunyai

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 7 14 21

Keke

ras

an

Lama Penyimpanan (hari)

P0 P1 P2 P3


(47)

paling bagus selama periode pengamatan adalah konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %.

Perubahan kekerasan merupakan salah satu perubahan fisiologi yang terjadi sebagai akibat langsung dari kehilangan air pada produk hortikultura (Pangidoan, Sutrisno, & Purwanto, 2014). Peningkatan nilai kekerasan ini juga mempengaruhi susut berat cabai karena tingginya nilai kekerasan disebabkan oleh banyaknya kandungan air cabai yang hilang yang berarti susut beratnya juga semakin tinggi (Lamona, Purwanto, & Sutrisno, 2015).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian KMnO4 berpengaruh terhadap kekerasan cabai merah keriting pada hari ke-14 dan hari ke-21. Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015) menyatakan bahwa nilai kekerasan yang tinggi mengindikasikan terjadinya kekeringan pada cabai. Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya nilai kehilangan air dari cabai yang menyebabkan cabai menjadi layu dan keriput sehingga teksturnya menjadi lebih keras. Ketika air menguap dari jaringan buah, tekanan turgor menurun dan sel-sel mulai menyusut dan rusak sehingga buah kehilangan kesegarannya.

Proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan menjadi faktor yang menyebabkan cabai merah keriting masih kehilangan air karena penguapan. Novita, Sugianti, & Asropi (2015) menyatakan bahwa buah sebagai jaringan yang hidup setelah dipanen masih melakukan respirasi yaitu proses penguraian bahan kompleks yang ada dalam sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi molekul yang lebih sederhana seperti CO2, H2O disertai pembebasan energi. Buah juga mengalami transpirasi yaitu proses penguapan air dari jaringan akibat pengaruh panas dari lingkungan penyimpanan atau dari aktivitas respirasi.

Aplikasi KMnO4 mampu mengurangi kadar etilan di lingkungan penyimpanan sehingga respirasi buah tidak meningkat. Terhambatnya proses respirasi menyebabkan penguapan juga


(48)

37

relatif rendah, sehingga buah cabai merah yang diberikan KMnO4 relatif mempunyai penguapan yang rendah, sehingga penurunan kekerasan cenderung lebih rendah apabila dibandingkan dengan cabai merah yang tidak diberikan KMnO4.

E. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Vitamin C

Tanaman Cabai Merah adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010). Kadar vitamin C dapat mengalami perubahan selama proses penyimpanan.

Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kadar vitamin C buah yang dideskripsikan pada lampiran 3e, menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kadar vitamin C menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada hari ke-21. Hasil analisis uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada hari ke-21 paling rendah terjadi pada sampel kontrol, diikuti dan tidak berbeda nyata dengan sampel dengan konsentrasi KMnO4 0,05 % dan 0,15 %. Adapun kadar vitamin C paling tinggi terjadi pada sampel dengan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, dan berbeda nyata dengan sampel-sampel lainnya.


(49)

Gambar 4. Histogram Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Vitamin C Gambar di atas menunjukkan bahwa kadar vitamin C menurun seiring dengan periode pengamatan. Konsentrasi KMnO4 yang relatif mempunyai kadar vitamin C paling tinggi adalah konsentrasi 0,10 %. Adapun kadar vitamin C paling rendah terjadi pada kontrol. Trenggono (dalam Wulandari dkk, 2012) yang menyatakan bahwa penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kadar vitamin C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi.

Wulandari, Bey, & Tindaon (2012) menyatakan bahwa lama penyimpanan dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, vitamin C teroksidasi sehingga mempengaruhi vitamin C menjadi rusak. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan memperlambat kecepatan reaksi metabolisme sehingga dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian KMnO4 berpengaruh terhadap kadar vitamin C cabai merah keriting. Penelitian Nurjanah (2002) menunjukkan hasil bahwa produksi etilen pada buah jeruk sebagai salah satu buah jenis non-klimaterik hampir mendekati konstan sampai hari ke-12, dan sesudahnya naik tajam. Menurut Wills

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60

0 7 14 21

Kadar

V

it

amin

C

Lama Penyimpanan (hari)

P0 P1 P2 P3


(50)

39

(dalam Nurjanah, 2002), produksi etilen pada buah non-klimaterik cenderung konstan pada kondisi normal tanpa adanya perubahan lingkungan, atau terkena stress yang dapat mendorong peningkatan produksi etilen pada buah-buahan dan sayuran.

Apabila melihat hasil penelitian di atas, maka buah dan sayuran non-klimaterik, produksi etilen akan meningkat menjelang pada batas masa simpan. Hal ini juga terjadi pada penelitian ini. Pada saat etilen meningkat, maka peran KMnO4 menjadi menentukan dalam mengoksidasi etilen, sehingga cabai merah keriting yang diberi KMnO4 relatif lebih kecil mengoksidasi vitamin C, sehingga mempunyai kadar vitamin C yang lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan kontrol. Kadar KMnO4 sebesar 0,10 % merupakan kadar yang paling efektif dalam menyerap dan mengoksidasi etilen.

F. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Total Asam Tertitrasi

Total asam tertitrasi merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas cabai merah keriting. Pengujian total asam tertitrasi dilakukan dengan menggunakan indikator

phenolphthalein (PP) 1 % dan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap total asam tertitrasi yang dideskripsikan pada lampiran 3f, menunjukkan bahwa hasil yang tidak berbeda nyata pada semua periode pengamatan.

Hasil analisis sidik ragam yang dideskripsikan pada lampiran 3f menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan konsentrasi KMnO4 terhadap total asam tertitrasi cabai merah keriting selama periode peyimpanan. Hal ini disebabkan karena pada proses respirasi, tidak hanya asam organik yang dipergunakan sebagai substrat sumber energi. Pantastico (1997) menyatakan bahwa protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai sustrat dalam proses pemecahan. Prayudi (2010) menyatakan bahwa secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium,


(51)

Berdasarkan hasil penelitian, yang dideskripsikan pada lampiran 3f, menunjukkan bahwa total asam tertitrasi tertinggi terjadi pada hari ke-0 dan mengalami kecenderungan terus menurun pada periode pengamatan selanjutnya. Total asam tertitrasi relatif paling tinggi khususnya pada periode hari ke-14 dan hari ke-21, terjadi pada konsentrasi KMnO4 0,10 % dan 0,15 %. Adapun nilai paling rendah ditunjukkan pada kontrol dan konsentrasi KMnO4 0,05 %.

Novita, Sugianti, & Asropi (2015) menyatakan bahwa penurunan total asam disebabkan karena adanya penggunaan asam-asam organik di dalam buah sebagai substrat energi dalam proses respirasi. Akibat penggunaan asam-asam organik tersebut, maka jumlah asam organik akan menurun yang menyebabkan nilai total asam juga akan menurun.

G. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Gula Reduksi

Gula reduksi merupakan substrat yang digunakan untuk proses respirasi. Hal ini berarti bahwa Perubahan kadar gula reduksi tersebut mengikuti pola respirasi buah (Novita et al, 2012). Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kadar gula reduksi yang dideskripsikan pada lampiran 3g, menunjukkan bahwa hasil yang tidak berbeda nyata pada semua periode pengamatan. Hal ini disebabkan karena selain gula reduksi yang dipergunakan sebagai substrat dalam respirasi, tetapi dapat juga protein dan lemak. Namun demikian, dari hasil penelitian terlihat bahwa konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 % kadar gula reduksi paling rendah. Hal ini berarti bahwa laju respirasi sampel tersebut paling rendah apabila dibandingkan dengan sampel lainnya.

H. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Uji Mikrobiologis

Uji mikrobiologis merupakan salah satu yang dapat dijadikan parameter dalam penyimpanan cabai merah keriting. Peningkatan jumlah mikrobia menandakan bahwa mutu


(52)

41

buah mulai menurun. Uji mikrobiologis dalam penelitian ini digunakan dua metode, yaitu dengan pengenceran NA dan pengenceran PDA.

1. Uji Mikrobiologis dengan Pengenceran NA

Medium Nutrient Agar (NA) masuk kedalam medium khusus karena dibuat sebagai tempat menumbuhkan mikroba yang sudah diketahui komposisi pembuatannya. NA di buat dengan komposisi agar – agar yang sudah dipadatkan sehingga NA juga bisa disebut dengan nutrient padat yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Fungsi agar – agar hanya sebagai pengental namun bukan zat makanan pada bakteri, agar dapat mudah menjadi padat pada suhu tertentu.

Hasil rerata uji mikrobiologi pengenceran NA dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis (CFU/ml) Pengenceran NA Kadar KMnO4

Periode Simpan

0 7 14 21

Konsentrasi 0,00 % 2,17 14,67 16,50 112,58

Konsentrasi 0,05 % 2, 17 8,42 11,08 125,42

Konsentrasi 0,10 % 2, 17 7,83 17,25 105,25

Konsentrasi 0,15 % 2, 17 9,00 10,00 114,17

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada hari ke-0, sudah terdapat mikrobia pada semua sampel penelitian, dengan rata-rata yang sama, yaitu sebanyak 2,17 CFU/ml. Hal ini dimungkinkan karena media agar-agar bersifat umum sebagai lingkungan hidup mikrobia, sehingga banyak mikrobia tumbuh secara cepar pada media ini (Amelia et al, 2005).

Pada hari ke-7 jumlah mikrobia meningkat, di mana paling banyak terdapat pada kontrol yaitu rata-rata sebesar 14,67 CFU/ml dan paling sedikit terdapat pada perlakuan konsentrasi KMnO4 0,10 %, yaitu 7,83 CFU/ml. Pada minggu ke-14, kembali jumlah mikrobia mengalami peningkatan, dengan jumlah tertinggi terdapat pada kontrol


(53)

Pada hari ke-21 terjadi peningkatan yang tajam pada jumlah mikrobia, dengan jumlah terbanyak terdapat pada perlakuan KMnO4 0,05 %, yaitu sebanyak 125,42 CFU/ml, dan paling sedikit terdapat pada perlakuan KMnO4 0,10 %, yaitu sebanyak 125,42 CFU/ml. Hal ini disebabkan karena kesegaran cabai mulai menurun, sehingga banyak mirobia pembusuk tumbuh dan berkembang biak.

2. Uji Mikrobiologis dengan Pengenceran PDA

PDA adalah Potato Dektrose Agar, dengan komposisi yaitu adanya kentang, dextrose, agar. Pada media PDA ditambahkan kloramfenikol yang berfungsi menjadi antibiotik yang membunuh bakteri sehingga pada media PDA yang tumbuh hanya jamur (kapang/khamir).

Hasil rerata uji mikrobiologi pengenceran PDA dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis (CFU/ml) Pengenceran PDA Kadar KMNO4

Periode Simpan

0 7 14 21

Konsentrasi 0,00 % 0,00 0,56 0,33 3,67

Konsentrasi 0,05 % 0,00 0,22 0,56 2,00

Konsentrasi 0,10 % 0,00 0,00 0,22 1,11

Konsentrasi 0,15 % 0,00 0,44 0,78 2,11

Tabel di atas menunjukkan bahwa, pada hari ke-0, tidak ada jamur yang tumbuh. Pada hari ke-7, jamur mulai tumbuh pada sampel. Nilai rata-rata jumlah jamur tertinggi terdapar pada kontrol, yaitu 0,56 CFU/ml, paling sedikit perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,05 % yaitu sebanyak 0,22 CFU/ml. Adapun pada perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, belum terdapat jamur. Pada hari ke-14, jumlah jamur pada kontrol mengalami penurunan, menjadi rata-rata 0,33 CFU/ml dan pada perlakuan lain mengalami peningkatan. Jumlah jamur tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi


(54)

43

KMnO4 sebesar 0,15 %, yaitu sebanyak 0,78 CFU/ml, dan paling sedikit perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, yaitu sebanyak 0,22 CFU/ml. Pada hari ke-21 terjadi peningkatan jumlah jamur yang cukup tajam. Jumlah jamur paling banyak terdapat pada kontrol, yaitu sebanyak 3,67 CFU/ml, dan paling sedikit pada perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, yaitu sebanyak 1,11 CFU/ml.

Laju respirasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia pada cabai merah keriting selama proses penyimpanan. Pemberian KMnO4 akan mengoksidasi etilen sehingga memperlambat proses respirasi, sehingga pertumbuhan mikrobia khususnya jamur juga menjadi terhambat.


(55)

44

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsentrasi KMnO4 berpengaruh positif terhadap umur simpan Cabai Merah Keriting 2. Konsentrasi KMnO4 0,10 % merupakan konsentrasi terbaik untuk memperpanjang umur


(56)

45

DAFTAR PUSTAKA

Abeles, F. B. 1973.Ethylene in Plant Biology.Academic Press. New york. 302 p.

Amelia, G., Rini, H., Iwan, S., Tatik, K. & Abdul, C. 2005.Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase Dan Protease Mikroba Terasi Asal Kalimantan Timur. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

Andreas, S. 1984. Laporan Penelitian. Pengaruh Bungkus Plastik dan Kalium Permanganat pada Penyimpanan Buah Pisang. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. 30 hal. Anonim.Enzim Yang Dihilangkan Dalam Industri Pangan Enzim Polifenol Oksidase

Penyebab Browning Pada Buah Dan

Sayur.https://maulidamulyarahmawati.wordpress.com/2011/01/11/ . [Diakses 26 Maret 2015]

Apriyani, Fransiska. 2015. Skripsi Potensi Lidah Mertua (Sanseveria trifasciata var Hahnii medio picta) Untuk Mengendalikan Pertumbuhan Jamur (Collectotrichum capsici) Penyebab Antraknosa Pada Cabai Merah.Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1998. Cabai MerahSegar. SNI No. 01-4480-1998.

Bambang, Sugiharto, Sumadi, dan Suyanto : 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses Pemasakan Buah Pisang Yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda (Sucrose Metabolism In The Ripening Of Banana Fruit Treated With Difference Temperatures).Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian. Universitas Jember.Jember.

Benning, C.J., 1983. Plastik Film for Packaging Technology Application and Prosses Economics. Thecnomic Publishing Co. Inc, London.

Beranda Inovas. 2013. Produktivitas Tanaman Hortikultura Indonesia. http;//berandainovasi.com/produktivitas-tanaman-hortikultura-indonesia/. Diakses tanggal 17 Juni 2015.

Brown, W.E., 1992. Plastik in Food Packaging.Marcel Dekker, Inc, New York.

Buckle, K.A., Edwars R.A., Hileet G., dan Woottom M., 1987. Food Science. UI Press. Jakarta.

BPS. 2015. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai, 2006- 2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=

1&daftar=1&id_subyek=55&notab=66. [Diakses 5 Februari 2015] Detik.com. http://finance.detik.com/,2014.[Diakses 2 Desember 2014].

Ditjen P2HP. 2014. Statistik Ekspor Impor Komoditas Pertanian 2001-2013. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.


(57)

Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.

Fatimah, D., & M.Estiaty, L. 2003. Preservasi Kesegaran Cabai Merah (Hot Beauty & Keriting) dengan Zeolit Alam Teraktivasi. Jurnal RNAL Zeolit Indonesia, Vol. 2 No.1, Juli 2003, halaman 24-30.

Hanlon, F. J. 1984. Handbook of Package Engineering Second Edition.The Kingsport Press. University Grapich, Inc.

Jannah, F. Uma. 2008. Skripsi Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. Departemen Agronomi Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Jannah, U. F. 2008. Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. Skripsi Institut Pertanian Bogor, dalam http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/2943/ 4/A08ufj.pdf.

Julianto. 2014. Mengendalikan harga cabai. Tabloid Sinar Tani.http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews[tt_news]=1493&c Hash=e69e23ca79dc7fbccd96330a8ded7dc8.[Diakses 2 Desember 2014].

Kader, A. A. 1992. Postharvest biology and technology. p. 15-20 In A. A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticulture Crops.Agriculture and Natural Resources Publication, Univ. of California.Barkeley.

Kristianingrum, Susila. 2007. Beberapa Metode Pengawetan Buah-Buahan. Disampaikan sebagai penyuluh dalam rangka Program Pengabdian Masyarakat Bagi Masyarakat Desa Purwomartani.Sleman.Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Lamona, A., Purwanto, Y. A., & Sutrisno.2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah Keriting Segar.Jurnal Keteknikan Pertanian, Vo. 3, No. 2, halaman 145-152.

Litbang.http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/pip/article/view/2376/2058. [Diakses 2 Desember 2014].

Nurjanah, Sarifah. 2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-Buahan. Jurnal Bionatura, Vol. 4, No. 3, November 2002, halaman 148-156.

Novita, M., Satriana, Martunis, Rohaya, S., Hasmarita, E. 2012. Pengaruh Pelapisan Kitosan Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tomat Segar (Lycopersicum pyriforme) Pada Berbagai Tingkat Kematangan.Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, Vol. (4) No.3, 2012, halaman 1-8.


(1)

mengalami kecenderungan terus menurun pada periode pengamatan selanjutnya. Total asam tertitrasi relatif paling tinggi khususnya pada periode hari ke-14 dan hari ke-21, terjadi pada konsentrasi KMnO4 0,10 % dan 0,15 %. Adapun nilai paling rendah ditunjukkan pada kontrol dan konsentrasi KMnO4 0,05 %.

Novita, Sugianti, & Asropi (2015) menyatakan bahwa penurunan total asam disebabkan karena adanya penggunaan asam-asam organik di dalam buah sebagai substrat energi dalam proses respirasi. Akibat penggunaan asam-asam organik tersebut, maka jumlah asam organik akan menurun yang menyebabkan nilai total asam juga akan menurun.

7. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Gula Reduksi Gula reduksi merupakan substrat yang digunakan untuk proses respirasi. Hal ini berarti bahwa Perubahan kadar gula reduksi tersebut mengikuti pola respirasi buah (Novita et al, 2012). Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kadar gula reduksi yang dideskripsikan pada lampiran 3g, menunjukkan bahwa hasil yang tidak berbeda nyata pada semua periode pengamatan. Hal ini disebabkan karena selain gula reduksi yang dipergunakan sebagai substrat dalam respirasi, tetapi dapat juga protein dan lemak. Namun demikian, dari hasil penelitian terlihat bahwa konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 % kadar gula reduksi paling rendah. Hal ini berarti bahwa laju respirasi sampel tersebut paling rendah apabila dibandingkan dengan sampel lainnya.

8. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Uji Mikrobiologis

Uji mikrobiologis merupakan salah satu yang dapat dijadikan parameter dalam penyimpanan cabai merah keriting. Peningkatan jumlah mikrobia menandakan bahwa mutu buah mulai menurun. Uji mikrobiologis dalam penelitian ini digunakan dua metode, yaitu dengan pengenceran NA dan pengenceran PDA.

1. Uji Mikrobiologis dengan Pengenceran NA

Medium Nutrient Agar (NA) masuk kedalam medium khusus karena dibuat sebagai tempat menumbuhkan mikroba yang sudah diketahui komposisi pembuatannya. NA di buat dengan komposisi agar – agar yang sudah dipadatkan sehingga NA juga bisa disebut dengan nutrient padat yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Fungsi agar – agar hanya sebagai pengental namun bukan zat makanan pada bakteri, agar dapat mudah menjadi padat pada suhu tertentu.

Hasil rerata uji mikrobiologi pengenceran NA dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis (CFU/ml) Pengenceran NA

Kadar KMnO4 Periode Simpan

0 7 14 21

Konsentrasi 0,00 % 2,17 14,67 16,50 112,58

Konsentrasi 0,05 % 2, 17 8,42 11,08 125,42

Konsentrasi 0,10 % 2, 17 7,83 17,25 105,25

Konsentrasi 0,15 % 2, 17 9,00 10,00 114,17

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada hari ke-0, sudah terdapat mikrobia pada semua sampel penelitian, dengan rata-rata yang sama, yaitu


(2)

sebanyak 2,17 CFU/ml. Hal ini dimungkinkan karena media agar-agar bersifat umum sebagai lingkungan hidup mikrobia, sehingga banyak mikrobia tumbuh secara cepar pada media ini (Amelia et al, 2005).

Pada hari ke-7 jumlah mikrobia meningkat, di mana paling banyak terdapat pada kontrol yaitu rata-rata sebesar 14,67 CFU/ml dan paling sedikit terdapat pada perlakuan konsentrasi KMnO4 0,10 %, yaitu 7,83 CFU/ml. Pada minggu ke-14, kembali jumlah mikrobia mengalami peningkatan, dengan jumlah tertinggi terdapat pada kontrol sebanyak 16,5 CFU/ml dan terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi KMnO4 0,15 %, yaitu sebanyak 10 CFU/ml.

Pada hari ke-21 terjadi peningkatan yang tajam pada jumlah mikrobia, dengan jumlah terbanyak terdapat pada perlakuan KMnO4 0,05 %, yaitu sebanyak 125,42 CFU/ml, dan paling sedikit terdapat pada perlakuan KMnO4 0,10 %, yaitu sebanyak 125,42 CFU/ml. Hal ini disebabkan karena kesegaran cabai mulai menurun, sehingga banyak mirobia pembusuk tumbuh dan berkembang biak.

2. Uji Mikrobiologis dengan Pengenceran PDA

PDA adalah Potato Dektrose Agar, dengan komposisi yaitu adanya kentang, dextrose, agar. Pada media PDA ditambahkan kloramfenikol yang berfungsi menjadi antibiotik yang membunuh bakteri sehingga pada media PDA yang tumbuh hanya jamur (kapang/khamir).

Hasil rerata uji mikrobiologi pengenceran PDA dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis (CFU/ml) Pengenceran PDA

Kadar KMNO4 Periode Simpan

0 7 14 21

Konsentrasi 0,00 % 0,00 0,56 0,33 3,67

Konsentrasi 0,05 % 0,00 0,22 0,56 2,00

Konsentrasi 0,10 % 0,00 0,00 0,22 1,11

Konsentrasi 0,15 % 0,00 0,44 0,78 2,11

Tabel di atas menunjukkan bahwa, pada hari ke-0, tidak ada jamur yang tumbuh. Pada hari ke-7, jamur mulai tumbuh pada sampel. Nilai rata-rata jumlah jamur tertinggi terdapar pada kontrol, yaitu 0,56 CFU/ml, paling sedikit perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,05 % yaitu sebanyak 0,22 CFU/ml. Adapun pada perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, belum terdapat jamur. Pada hari ke-14, jumlah jamur pada kontrol mengalami penurunan, menjadi rata-rata 0,33 CFU/ml dan pada perlakuan lain mengalami peningkatan. Jumlah jamur tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,15 %, yaitu sebanyak 0,78 CFU/ml, dan paling sedikit perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, yaitu sebanyak 0,22 CFU/ml. Pada hari ke-21 terjadi peningkatan jumlah jamur yang cukup tajam. Jumlah jamur paling banyak terdapat pada kontrol, yaitu sebanyak 3,67 CFU/ml, dan paling sedikit pada perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, yaitu sebanyak 1,11 CFU/ml.


(3)

Laju respirasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia pada cabai merah keriting selama proses penyimpanan. Pemberian KMnO4 akan mengoksidasi etilen sehingga memperlambat proses respirasi, sehingga pertumbuhan mikrobia khususnya jamur juga menjadi terhambat..


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsentrasi KMnO4 berpengaruh positif terhadap umur simpan Cabai Merah Keriting

2. Konsentrasi KMnO4 0,10 % merupakan konsentrasi terbaik untuk memperpanjang umur simpan buah Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L).

VI. DAFTAR PUSTAKA

Amelia, G., Rini, H., Iwan, S., Tatik, K. & Abdul, C. 2005.Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase Dan Protease Mikroba Terasi Asal Kalimantan Timur. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

Jannah, F. Uma. 2008. Skripsi Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. Departemen Agronomi Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Jannah, U. F. 2008. Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. Skripsi Institut Pertanian Bogor, dalam http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/2943/ 4/A08ufj.pdf.

Lamona, A., Purwanto, Y. A., & Sutrisno.2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah Keriting Segar.Jurnal Keteknikan Pertanian, Vo. 3, No. 2, halaman 145-152.

Nurjanah, Sarifah. 2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-Buahan.Jurnal Bionatura, Vol. 4, No. 3, November 2002, halaman 148-156.

Pangidoan, A., Sutrisno, & Purwanto, A. 2014.Transportasi dan Simulasinya dengan Pengemasan Curah untuk Cabai Keriting Segar. Jurnal Keteknikan Pertanian, Vol. 2, No. 2, April 2014, halaman 23-30.

Pantastico, E.R. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahandan Sayur-sayuran Tropik dan Subtropik.

Pantastico. Er. B., A. K. Mattoo., dan C. T. Phan. 1986. Peran etilena dalam pemasakan,hal 120-135. Dalam Pantastico, Er. B (Ed.). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan Tropika dan Sub Tropika. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Priyadi, I. 2015. Kandungan dan Manfaat Cabe Merah untuk Kesehatan.

Santoso, B dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Easteren Universities Project.187 hal.

Sulastrini. 1996. Laju respirasi dan Metabolisme gula pada jagung manis (zea mays var. saccarata Sturt). Majalahilmiah teknologi pertanian vo. 2. No.1. 13-17.


(5)

Susanto,T ,Budi S. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.

Suyitno, 1995.Serat Makanan dan Perilaku Aktivitas Air Bubuk Buah. Disertasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Syarief, R dan A, Irawati. 1986. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian, MSP. Jakarta.

Syarief, R. dan A, Irawati. 1991. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian, MSP. Jakarta.Sulastrini (1996)

Syarief, R. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Kerja Sama Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Sutrisno, Y. A. Purwanto. 2013. Technical Paper .Teknologi Pascapanen.Insitut Pertanian Bogor.

Taufik, Muh. 2010. Analisis Pendapatan Usaha Tani Dan Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Makassar.

Thompson, J.F. 2002.Storage System. P. 113-128. In A.A. Kader (ed), Postharvest Technology of Horticultural Crops (3rdEd.): The Regents of The University of California

Wulandari, S., Bey, Y., & Tindaon, K.D. 2012.Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C dan Susut Berat Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.).Jurnal Biogenesis, Vol. 8, Nomor 2, Februari 2012, hlm.23-30.

VII. LAMPIRAN – LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian

Keterangan :

Terdapat 4 perlakuan dan 3 ulangan sehingga terdapat 12 unit percobaan. 1. P0 (1), (2), (3) = Aplikasi KMnO4 konsentrasi 0%, Ulangan 1, 2, dan 3 2. P1 (1), (2), (3) = Aplikasi KMnO4 konsentrasi 0,05%, Ulangan 1, 2, dan 3 3. P2 (1), (2), (3) = Aplikasi KMnO4 konsentrasi 0,10%, Ulangan 1, 2, dan 3 4. P3 (1), (2), (3) = Aplikasi KMnO4 konsentrasi 0,15%, Ulangan 1, 2, dan 3 Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi KMnO4

a. Konsentrasi 0,05 % diperoleh dari :

50 mg KMnO4 pekat yang dilarutkan ke dalam 100 ml akuades

P0 (3) P2 (1) P3 (3)

P3 (1) P0 (1) P1 (1)

P1 (2) P2 (3) P3 (2)


(6)

50 mg/1000 ml = 0,5 g/1000 ml Jadi, 0,5 g/1000 ml x 100 % = 0,05 % b. Konsentrasi 0,1 % diperoleh dari :

100 mg KMnO4 pekat yang dilarutkan ke dalam 100 ml akuades 100 mg/1000 ml = 0,1 g/1000 ml

Jadi, 1 g/1000 ml x 100 % = 0,1 %

c. Konsentrasi 0,15 % diperoleh dari :

150 mg KMnO4 pekat yang dilarutkan ke dalam 100 ml akuades 150 mg/1000 ml = 1,5 g/1000 ml