Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aquatica Forsk.)Sebagai Biofungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium Pada Buah Tomat

POTENSI EKSTRAK KANGKUNG (Ipomea aquatica Forsk.)
SEBAGAI BIOFUNGISIDA
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BUAH
FUSARIUM PADA BUAH TOMAT

EVA MARHAENIS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 
 

ABSTRAK

EVA MARHAENIS, Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aquatica Forsk.)
sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium pada
Buah Tomat. Dibimbing oleh BONNY P.W SOEKARNO.

Penelitian bertujuan menguji keefektifan ekstrak kangkung sebagai
biofungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium pada tomat.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Buah tomat berasal dari pasar,
sedangkan tanaman kangkung diperoleh dari petani kangkung di wilayah Ranca
Bungur, Kabupaten Bogor. Pengujian ekstrak kangkung dilakukan dengan metode
in vitro dalam laboratorium dan in vivo, yaitu pengaplikasiannya pada buah tomat.
Pengujian secara in vitro dilakukan dengan uji penghambatan pertumbuhan koloni
Fusarium sp., sedangkan pengujian secara in vivo dilakuakn dengan uji preventif
dan uji kuratif. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
dengan program Statistical Analysis System (SAS). Selanjutnya tiap perlakuan
yang berpengaruh nyata dilakuakan uji jarak berganda Duncan untuk melihat
perbedaan tiap perlakuan pada taraf 5%. Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi
ekstrak kangkung pada buah tomat mampu menekan penyakit busuk buah
Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Dari uji in vitro,
diperoleh bahwa aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% mampu
menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. lebih besar dibandingkan dengan
aplikasi ekstrak kangkung lainnya yaitu sebesar 45,5%. Hasil ini kemudian
digunakan pada uji in vivo secara preventif dan kuratif. Dapat disimpulkan bahwa
ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% mampu menghambat serangan dan

menekan pertumbuhan Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium.
Sehingga berdasarkan hal tersebut, ekstrak daun kangkung konsentrasi 20%
berpotensi dapat dijadikan sebagai alternatif pengendalian penyakit busuk buah
Fusarium.

POTENSI EKSTRAK KANGKUNG (Ipomea aquatica Forsk.)
SEBAGAI BIOFUNGISIDA
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BUAH
FUSARIUM PADA BUAH TOMAT

EVA MARHAENIS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2011

Judul

: Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aqutica Forsk.) sebagai Biofungisida
untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium pada Buah Tomat

Nama Mahasiswa : Eva Marhaenis
NRP

: A34062704

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS.
NIP 19620618 198811 1001

Mengetahui,

Ketua Departeman Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, MSc.
NIP 19640204 19902 1 002

Tanggal lulus:

 
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1988
dari pasangan Bapak Hasanudin dan Ibu Sarnimah. Penulis adalah anak ketiga
dari tiga bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Batu
Ampar 01 Pagi Jakarta, tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama 49 Jakarta, selanjutnya penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri
1 Babakan Cirebon pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada
tahun kedua, penulis diterima di Mayor Departeman Proteksi Tanaman, Fakultas

Pertanian.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Peratanian Bogor, penulis aktif di
organisasi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Ak-Hurriyyah (2006-2007),
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Pertanian (2007). Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) periode 2007-2008. Tahun 2006-2008 aktif di
Ikatan Kekeluargaan Cirebon, dan menjadi Senior Resident (2007-2011).
Pengalaman magang penulis adalah sebagai asisten Pendidikan Agama Islam
(PAI) tahun 2010.

 
 

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya serta nikmat iman dan islam sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Potensi ekstrak kangkung (Ipomea aquatica Forsk.)
sebagai biofungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium
pada buah tomat” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Hasanudin dan Ibu Sarnimah, serta keluarga besar penulis di Jakarta
dan Cirebon terima kasih atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan.
2. Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS., selaku dosen pembimbing skripsi, yang
telah membimbing dan memberikan pengarahan dan nasihat selama
penyusunan skripsi ini, dan dosen-dosen yang telah berjasa dalam
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
3. Pak Dadang, Arni Rahmania, Dedek Kusvianti, Alfian Muri Leoniyanto,
Nurul Rikmawati, Dian Safitri, Bp. Jekvi, Bp. Taufik, Bp. Fajar, Nilda, Linda,
Tri, Chemy, Cici, dan Dewi. Terima kasih atas bantuannya selama penelitian
di Laboratorium Mikologi Tumbuhan.
4. Didah Faridah, Mora Yanti, serta teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 43
yang telah memberikan dukungan, semangat, bantuan, dan kerjasamanya
selama ini.
5. Keluarga besar Senior Resident, Bp. Irmansyah, Rosyidamayanti, Anriani,
Andriani Wijiastuti, Yuli Astuti, dan teman-teman SR lain yang tidak bisa
disebutkan satu per satu.
6. Adik-adik di Asrama TPB IPB mulai dari angkatan 45-47, khususnya untuk
Damaria Widasari, Neng Yulia Nengsih, Lisa Adina, Anandya Surya, dan
Deby Vertisa yang telah memberi bantuan, semangat dan keceriaan kepada

penulis.
7. Ryani Sismanti dan teman-teman seperjuangan atas persaudaraannya selama
ini dan selamanya.
Penulis menyadari laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, maka
segala kritik dan saran penyempurnaan sangat diharapkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, 3 Mei 2011

Eva Marhaenis 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .............................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... .

ix


PENDAHULUAN .................................................................................

1

Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan ...........................................................................................
Manfaat ...........................................................................................

1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

3

Tanaman Tomat ............................................................................
Fusarium sp. ....................................................................................
Kangkung sebagai Altenatif Biofungisida......................................


3
3
5

BAHAN DAN METODE ......................................................................

6

Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
Bahan Tanaman Uji ......................................................................
Bahan Sumber Ekstrak ...................................................................
Penyiapan Isolat Fusarium sp .......................................................
Penyediaan Ekstrak Kangkung ......................................................
Pengujian Ekstrak Kangkung .........................................................
Pengujian In Vitro .................................................................
Pengujian In Vivo .................................................................
Uji Kuratif ...................................... .................................
Uji Preventif ....................................................................
Pengamatan ...................................................................................

Analisis Statistika ..........................................................................

6
6
6
6
7
7
7
8
8
8
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

11

Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara in vitro ..................

Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara iin ivo ...................
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Dun Kangkung Terhadap Masa
Inkubasi Fusarium sp. ...........................................................
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Dun Kangkung Terhadap
Kejadian Penyakit .................................................................
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Dun Kangkung Terhadap
Kejadian Penyakit .................................................................

11
13
13
13
14

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

15

Kesimpulan ................................................................................
Saran .........................................................................................

15
15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

16

vii

Halaman
LAMPIRAN ...........................................................................................

18

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan
penambahan ekstrak batang kangkung ..............................................

10

2. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan
penambahan ekstrak daun kangkung .................................................

11

3. Pengaruh aplikasi ekstak daun kangkung terhadap pertumbuhan
koloni Fusarium sp. pada akhir pengamatan (7 HSP) .......................

11

4. Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap kejadian
penyakit busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif ......

13

5. Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap intensitas
penyakit busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif ......

13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Rata-rata diameter koloni Fusarium sp. pada 7 HSP pada perlakuan
in vitro ...............................................................................................

19

2. Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni
Fusarium sp. pada perlakuan in vitro ................................................

19

3. Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap
kejadian dan intensitas penyakit busuk buah Fusarium ....................

19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial
untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi
ekspor yang besar. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir
(2005 – 2009) mencapai 698.254,6 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12
ton/ha. Nilai ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di Amerika
Serikat yang mencapai 65,5 ton/ha (BPS 2009).
Namun demikian, menurut Cahyono (2008) banyak kendala yang dihadapi
dalam upaya mendukung peningkatan produksi serta mutu hasil produk untuk
memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor komoditas tomat, antara lain kurang
tersedianya bibit bermutu tinggi, besarnya biaya produksi disebabkan penggunaan
pestisida dan pupuk yang berlebihan, dan gangguan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT). Organisme pengganggu tumbuhan tomat ada yang menyerang
saat masih ditanam, dan ada juga yang menyerang saat buah sudah
dipanen/pascapanen. Penyakit-penyakit yang biasa menyerang tanaman tomat di
antaranya penyakit layu Fusarium dan busuk buah Fusarium yang disebabkan
oleh cendawan Fusarium sp.
Karakteristik penting produk pascapanen buah dan sayuaran seperti tomat
ini adalah buah tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi
metabolismenya. Akan tetapi metabolisme yang dimaksud tidak sama dengan
tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan asli, karena produk yang telah
dipanen mengalami berbagai bentuk cekaman (stress), seperti hilangnya suplai
nutrisi, pelukaan saat panen, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan suhu,
pengemasan dan juga transportasi yang dapat menimbulkan kerusakan mekanis
lebih lanjut (Soesanto 2006).
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan
adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan
terjadinya peningkatan panas, sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air,
pelayuan,

dan

pertumbuhan

mikroorganisme

akan

semakin

meningkat.

Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang

2

ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembapan dan siap menginfeksi sayuran
melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen,
produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada
kondisi dimana suhu dan kelembapan memacu proses pelayuan (Yudiarti 2007).
Soesanto (2008) menjelaskan bahwa perlakuan-perlakuan pascapanen
bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan bagi
konsumen, serta memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan
memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan
koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi
pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk
awal.
Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan acuan dalam upaya
mengatasi masalah OPT baik pada saat masih ditanam maupun saat pascapanen,
yang secara ekonomi, ekologi dan sosial dapat dipertanggungjawabkan
(Djafaruddin 2008).
Di Indonesia, kangkung mudah diternui di daerah-daerah di Jawa, Papua,
dan Aceh Besar. Kangkung merupakan tanaman yang turnbuhnya relatif cepat.
Dalarn waktu 4-6 minggu sejak dari benih, kangkung sudah bisa dipanen.
Tanaman yang disebut-sebut juga sebagai penyembuh ini juga memiliki potensi
untuk dijadikan sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari
serangan penyakit. Hal ini menjadi pertimbangan karena sifat dari tanaman
kangkung yang antiracun (antitoksik), dan sedatif atau penenang (Juwita 1994).

Tujuan
Penelitian

bertujuan

menguji

potensi

ekstrak

kangkung

sebagai

biofungisida untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan penyakit busuk
buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. pada buah tomat.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan manfaat tentang
potensi ekstrak kangkung sebagai fungisida alami yang dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pengendalian penyakit busuk buah Fusarium pada buah tomat.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tomat
Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran,
bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna
makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu tidaklah
mengherankan kalau komoditas tomat terus berkembang di arena pertanian dan
perdagangan internasional. Menurut Villareal (1980), rata-rata kemampuan
produksi di daerah tropik lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah sub
tropik. Di Indonesia, tanaman tomat lebih banyak diusahakan di daerah
pegunungan daripada di dataran rendah.
Potensi pasar buah tomat dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang yang lebih besar terhadap
serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan
peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan kebutuhan buah
tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan akan berperan terhadap
besarnya serapan pasar buah tomat dan kemajuan di bidang transportasi akan lebih
menunjang pemasarannya (Cahyono 2008).
Menurut Soesanto (2008) pengendalian hama dan penyakit merupakan
tindakan perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya.
Serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan hasil hingga
mencapai 65% dari total penanaman. Bahkan, serangan hama dan penyakit yang
memiliki daya merusak tinggi dapat memusnahkan seluruh tanaman sehingga
menggagalkan panen. Serangan hama dan penyakit sering terjadi secara
mendadak dan kadang-kadang bersifat meluas, walaupun sterilisasi dan sanitasi
kebun telah dilakukan dengan baik.

Fusarium sp.
Periode pascapanen secara umum mencakup beberapa tahap, seperti panen,
pengangkutan, pemilihan, pemilahan, pemasakan, penyimpanan, pengolahan,
pengepakan, penyebaran, dan pemasaran. Penyakit pascapanen adalah penyakit

4

yang muncul dan berkembang selama periode pascapanen, tanpa memedulikan
kapan terjadinya inokulasi, penetrasi, dan infeksinya (Martoredjo 2009).
Salah satu penyakit penting pada tanaman tomat adalah penyakit yang
disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. mulai yang menyerang akar, batang,
daun, hingga buah. Cendawan ini dapat menyerang tanaman mulai periode tanam
hingga periode pascapanen. Tanaman yang sakit menunjukkan gejala daun
berwarna kuning, layu, dan akhirnya tanaman mati. Apabila batang dibelah
membujur akan terlihat garis-garis cokelat hitam menuju semua arah dari batang
ke atas melalui jaringan pembuluh batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak
berubah warnanya, namun seringkali akar tanaman sakit sering berwarna hitam
dan membusuk (Suryanti et al. 2003).
Buah tomat yang terserang penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan
oleh cendawan Fusarium sp. menunjukkan gejala busuk yang pada mulanya
berwarna kecokelatan, lama-lama menjadi hitam dan membusuk di sekitar
pangkal buah (Semangun 1996).
Fusarium sp. dicirikan dengan tubuh berupa miselium bercabang, hialin,
dan bersekat (septat), dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki
struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter
ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks (Barnet &
Hunter 1998).
Fauzi (2007) menjelaskan bahwa serangan penyakit busuk buah Fusarium
yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. ini dapat mengakibatkan penurunan
produktivitas dan mutu hasil tanaman tomat. Kerugian akibat serangan penyakit
ini cukup besar, bahkan seringkali mengakibatkan kegagalan panen. Layu
Fusarium dilaporkan telah menyerang ribuan hektar tanaman tomat di Malang
dengan kerugian yang ditimbulkan hingga jutaan rupiah. Berbagai upaya telah
banyak dilakukan dari yang beraspek terpadu yang mencakup komponen bahan
tanaman, agen hayati, kimiawi, bahan organik dan cara mekanis. Salah satu
tanaman yang mempunyai potensi sebagai fungisida nabati adalah tanaman
kangkung.

5

Kangkung sebagai Altenatif Biofungisida
Kangkung adalah tanaman yang sangat mudah ditemukan di Indonesia, dan
sering disebut sebagai penyembuh ajaib, karena dapat dimanfaatkan untuk
mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia seperti sembelit, mimisan, dan
keracunan makanan. Selain itu, kangkung juga memiliki potensi untuk dijadikan
sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari serangan penyakit.
Menurut Anggara (2009), setiap 100 g kangkung mengandung 458 mg kalium dan
49 mg natrium, yang membentuk persenyawaan sebagai garam bromida. Hasil
analisis diketahui bahwa tanaman kangkung mengandung senyawa aktif fitokimia
seperti fitosterol dan karoten yang diperkirakan memiliki efek antioksidan, sedatif
(penenang), antikanker, antimikroba, dan antijamur (Puspita 2010).
Menurut Valencia et al. (2009), kalium bikarbonat sering digunakan dalam
industri makanan untuk menghindari fermentasi dan meningkatkan pH. Dengan
cara yang sama, telah terbukti juga dapat mengendalikan patogen pascapanen,
namun tidak ada laporan yang menggambarkan dampak dari senyawa kimia ini
pada patogen tular tanah maupun cendawan antagonis lainnya. Li et al. (2009)
menyatakan bahwa natrium silikat sangat kuat menghambat perkecambahan spora
dan pertumbuhan miselium Fusarium sulphureum berupa penebalan dinding sel
hifa dan distorsi sel. Hasil pengujian in vivo menunjukkan bahwa natrium silikat
dapat mengendalikan busuk kering umbi yang diinokulasi dengan suspensi spora
Fusarium sulphureum.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanain, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian
dilaksanakan dari September 2010 sampai Januari 2011.

Bahan Tanaman Uji
Buah tomat yang digunakan dalam pengujian secara in vivo dibeli dari pasar
tradisional Cibeureum, Kabupaten Bogor.

Bahan Sumber Ekstrak
Bahan yang digunakan sebagai sumber ekstrak ialah daun dan batang
kangkung yang diperoleh dari petani kangkung di Kecamatan Rancabungur,
Kabupaten Bogor.

Penyediaan Isolat Fusarium sp
Fusarium sp. diisolasi dari buah tomat yang dibeli di pasar yang
menunjukkan gejala busuk Fusarium, dengan menggunakan metode potongan
jaringan, yaitu dengan cara memotong jaringan tomat yang menunjukkan gejala
dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm. Selanjutnya potongan jaringan direndam dengan
NaOCl 1% selama 1 menit, lalu dibilas dengan menggunakan air steril dan
dikeringanginkan pada kertas saring steril. Potongan jaringan buah tomat tersebut
selanjutnya ditumbuhkan pada medium potato dextrose agar (PDA ) dalam cawan
petri berdiameter 9 cm, dan diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Setelah
koloni cendawan tumbuh dilakukan identifikasi. Bila hasil identifikasi
memastikan bahwa salah satu koloni adalah Fusarium sp., selanjutnya koloni
tersebut dimurnikan pada media PDA. Semua kegiatan isolasi ini dilakukan dalam
kondisi aseptik di dalam laminar air flow.

7

Penyiapan Ekstrak Kangkung
Ekstrak kangkung yang berasal dari petani kangkung dipisahkan menjadi
ekstrak batang dan ekstrak daun kangkung. Ekstraksi dilakukan secara terpisah
dari masing-masing bagian tersebut. Batang dan daun kangkung secara terpisah
dibersihkan dan dipotong-potong, kemudian ditumbuk dengan menggunakan
mortar. Setelah halus ditambah air steril dengan perbandingan 200 ml dalam 80 g
untuk mendapatkan konsentrasi 40% (b/v), untuk selanjutnya ditambahkan
dengan media PDA, sehingga diperoleh ekstrak batang/daun kangkung
konsentrasi 20% dan seterusnya. Setelah ditumbuk dilakukan penyaringan secara
bertahap. Penyaringan pertama dilakukan dengan saringan kasa di vacuum filter
untuk memisahkan cairan dan ampas. Selanjutnya disaring kembali menggunakan
filter membran Whatman 0,4 µm pada vacuum filter sehingga dihasilkan ekstrak
murni dari batang kangkung/daun kangkung.

Pengujian Ekstrak Kangkung
Pengujian In Vitro
Pengujian pertumbuhan koloni dilakukan dengan uji daya hambat ekstrak
kangkung terhadap pertumbuhan koloni Fusarium sp. dalam media PDA. Setiap
ekstrak dicampur dengan media PDA yang bersuhu ± 50 ⁰C sehingga terbentuk

konsentrasi ekstrak batang kangkung 2,5% (B1); 5% (B2); 10% (B3); dan 20%
(B4), dan konsentrasi ekstrak daun kangkung 2,5% (D1); 5% (D2); 10% (D3); dan
20% (D4). Selanjutnya isolat murni Fusarium sp. berdiameter 0,5 cm
ditumbuhkan pada media-media tersebut. Sebagai kontrol negatif isolat Fusarium
sp. ditumbuhkan pada media PDA tanpa penambahan ekstrak kangkung (KN),
sedangkan untuk kontrol positif (KP) islolat Fusarium sp. ditumbuhkan pada
media PDA yang dicampur dengan fungisida dengan bahan aktif propineb 70 WP
konsentrasi 0,2% (b/v). Tiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Penyiapan
pengujian dilakuan di dalam laminar air flow.

8

Pengujian In Vivo
Pengujian in vivo dilakukan setelah diketahui konsentrasi ekstak kangkung
yang efektif menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada pengujian in vitro.
Pengujian in vivo terdiri atas uji kuratif dan uji preventif

Uji Kuratif. Uji kuratif (KR) dilakukan untuk mengetahui kemampuan
ekstrak kangkung menekan kejadian penyakit busuk buah tomat setelah terjadi
serangan Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium. Perlakuan
secara kuratif dilakukan setelah muncul gejala pertama busuk buah Fusarium, dan
dilakukan pengamatan selama 7 hari setelah perlakuan (HSP). Buah tomat
disterilisasi dengan alkohol 70% kemudian dikeringanginkan, lalu diinokulasi
dengan metode penetesan suspensi 106 konidia Fusarium sp., selanjutnya
diinkubasi sampai muncul gejala busuk buah Fusarium untuk pertama kali.
Setelah muncul gejala, buah tomat direndam dalam suspensi ekstrak kangkung
terpilih selama 10 menit, kemudian dikeringanginkan dan diletakkan di atas
nampan, selanjutnya diinkubasi selama 7 hari. Sebagai kontrol negatif, buah tomat
diinkubasi tanpa diberi perlakuan perendaman dalam ekstrak kangkung terpilih.
Untuk kontrol positif, buah tomat direndam dalam suspensi fungisida berbahan
aktif propineb 70% dengan konsentrasi 0,2% (b/v). Setiap hari dilakukan
pengamatan terhadap perkembangan penyakit busuk Fusarium pada buah tomat.
Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri atas 5 buah tomat.

Uji Preventif. Uji preventif dilakukan untuk mengetahui potensi ekstrak
kangkung untuk mencegah infeksi penyakit busuk Fusarium pada buah tomat.
Pada pengujian preventif, perlakuan ekstrak kangkung dilakukan sebelum muncul
gejala busuk buah Fusarium. Buah tomat disterilisasi dengan alkohol 70% dan
dikeringanginkan, kemudian direndam dalam suspensi ekstrak kangkung 20%
selama 10 menit, dan dikeringanginkan. Setelah buah tomat disimpan pada suhu
ruang dalam nampan selama 24 jam, buah tomat kemudian diinokulasi suspensi
106 konidia Fusarium sp. dengan metode penyemprotan. Tahap selanjutnya adalah
proses inkubasi selama 7 hari. Sebagai kontrol negatif, buah tomat diinkubasi
tanpa perlakuan perendaman dalam ekstrak kangkung terpilih, sedangkan untuk

9

kontrol positif, sebelum penyemprotan konidia Fusarium sp. buah tomat direndam
dalam suspensi fungisida berbahan aktif propineb 70% dengan konsentrasi 0,2%
(b/v). Setiap hari dilakukan pengamatan gejala yang muncul. Perlakuan diulang
sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 5 buah tomat.
Pengujian preventif dibedakan berdasarkan pengaruh induksi resistensi
(PIR) dan pengaruh residu (PR). Buah tomat pada pengujian berdasarkan
pengaruh induksi resistensi setelah direndam ekstrak kangkung terpilih dan
diinkubasi 1 hari, dicuci menggunakan air steril, kemudian diinokulasi konidia
cendawan. Buah tomat pada pengujian berdasarkan pengaruh residu setelah
perlakuan ekstrak kangkung terpilih dan diinkubasi selama 1 hari tidak dilakukan
pencucian air steril, melainkan langsung dilakukan inokulasi konidia cendawan.

Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi penghitungan daya hambat ekstrak
kangkung, masa inkubasi, kejadian penyakit, dan intensitas penyakit.
Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp. pada 7
HSP pada percobaan in vitro dihitung dengan menggunakan rumus:

ØK1

= diameter koloni kontrol (cm)

ØP1

= diameter koloni perlakuan (cm)

Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan patogen untuk
menimbulkan gejala pertama pada buah tomat setelah inokulasi Fusarium sp.
Kejadian penyakit dihitung berdasarkan jumlah buah yang terserang
Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium terhadap populasi buah
yang diamati. Kejadian penyakit dihitung dengan rumus:

KP

= kejadian penyakit

n

= jumlah buah tomat yang menunjukkan gejala busuk buah

N

= jumlah buah tomat yang diamati dalam setiap perlakuan

10

Intensitas penyakit atau disebut juga sebagai tingkat perkembangan
keparahan penyakit pada inang dihitung dengan rumus:
IP =
ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi = nilai skor penyakit
N = jumlah tanaman yang diamati
V = skor tertinggi
Merujuk pada Purnomo (2008), skor gejala menurut luas busuk buah
terhadap inokulasi Fusarium sp. dengan metode Swart dengan modifikasi sebagai
berikut:
0 = tidak ada busuk
1 = 0% < persentase busuk ≤ 10%
2 = 10% < persentase busuk ≤ 20%
3 = 20% < persentase busuk ≤ 40%
4 = 40% < persentase busuk ≤ 60%
5 = persentase busuk > 60%

Analisis Statistika
Percobaan in vitro dan in vivo disusun dalam rancangan acak lengkap. Pada
uji in vitro terdapat 10 perlakuan yang terdiri atas 4 perlakuan ekstrak batang
kangkung, 4 perlakuan ekstrak daun kangkung, kontrol negatif tanpa perlakuan,
dan kontrol positif dengan fungisida sintetik propineb 70 WP masing-masing 10
ulangan. Pada uji in vivo terdapat 5 perlakuan yang terdiri atas uji kuratif, uji
preventif dengan pengaruh induksi resistensi, uji preventif dengan pengaruh
residu, kontrol negatif tanpa perlakuan, dan kontrol positif dengan fungisida
sintetik propineb 70 WP masing-masing 5 ulangan. Data hasil pengamatan
dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dengan program SAS 9.1 for
Windows. Selanjutnya dilakukan pembandingan nilai tengah antarperlakuan
dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata (α) = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara in vitro
Daya hambat ekstrak batang kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp.
secara in vitro berkisar antara 3,40% dan 8,67% (Gambar 1); sedangkan daya
hambat ekstrak daun mencapai 13,74% - 45,55% (Gambar 2). Apabila
dibandingkan antara aplikasi ekstrak batang dengan ekstrak daun, dapat diambil
kesimpulan bahwa ekstrak daun lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan
Fusarium sp. daripada ekstrak batang kangkung. Perlakuan ekstrak daun
kangkung pada konsentrasi 20% menunjukkan daya hambat yang paling tinggi,
yaitu sebesar 45,5%. Dengan demikian, ekstrak daun kangkung konsentrasi 20%
(D4) paling efektif dalam menekan pertumbuhan Fusarium sp.

Gambar 1

Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan
penambahan ekstrak batang. B1: ekstrak batang 2,5%; B2: ekstrak
batang 5%; B3: ekstrak batang 10%; B4: ekstrak batang 20%; KN:
kontrol negatif; KP: kontrol positif

12 
 

Gambar 2

Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan
penambahan ekstrak daun. D1: ekstrak daun 2,5%; D2: ekstrak
daun 5%; D3: ekstrak daun 10%; D4: ekstrak daun 20%; KN:
kontrol negatif; KP: kontrol positif

Indikator potensi ekstrak daun kangkung sebagai fungisida antara lain
diukur dari daya hambat ekstrak daun kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium
sp. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan koloni kontrol pada akhir pengamatan
(7 HSP) yang hampir menutupi seluruh permukaan media dibandingkan dengan
perlakuan ekstrak daun kangkung yang memperlihatkan adanya penekanan
pertumbuhan koloni Fusarium sp.

Kontrol
Gambar 3

Ekstrak daun 20%

Aplikasi ekstak daun kangkung terhadap pertumbuhan koloni
Fusarium sp. pada akhir pengamatan (7 HSP)

13 
 

Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Secara in vivo
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Masa Inkubasi
Setelah dilakukan uji in vitro, ekstrak kangkung yang digunakan pada
percobaan in vivo adalah ekstrak daun kangkung 20% (D4). Pada pengujian
induksi resistensi perlakuan ekstrak daun kangkung 20% mempunyai potensi
untuk memperpanjang masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium. Namun,
pada pengujian kuratif dan preventif perlakuan ekstrak daun kangkung 20% tidak
berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium pada
buah tomat dibandingkan dengan kontrol positif maupun kontrol negatif (Tabel 1).

Tabel 1 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap masa
inkubasi Fusarium sp. dengan uji kuratif dan preventif
Masa inkubasi (hari)*
Perlakuan

KR

PIR

PR

D4

5,33 a

6,00 a

5,33 a

KN

2,50 a

4,50 a

2,50 a

KP

5,00 a

5,50 a

6,00 a

*

Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang berganda
Duncan α = 0,05). KR= kuratif, PIR= preventif pengaruh induksi resistenssi, PR= preventif
pengaruh residu.

Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Kejadian Penyakit
Pada pengamatan hari terakhir (7 HSP) kejadian penyakit pada uji kuratif
sama dengan kontrol negatif, yaitu sebesar 60%, sedangkan pada uji preventif
kejadian penyakit yang timbul sebesar 40%. Kejadian penyakit pada pengujian
induksi resisten sama dengan kontrol negatif yakni 60%. Kejadian penyakit pada
perlakuan induksi resisten tidak berbeda nyata dengan pengaruh residu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penyakit busuk Fusarium dapat ditekan
pertumbuhannya menggunakan perlakuan preventif berdasarkan pengaruh induksi
resistensi maupun pengaruh residu (Gambar 4).

14 
 

Gambar 4 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap kejadian penyakit
busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif. KR: kuratif,
PIR: preventif pengaruh induksi resisten, PR: preventif pengaruh
residu, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Intensitas Penyakit
Perlakuan preventif dan kuratif dengan pengaruh residu menunjukkan
intensitas penyakit yang rendah dibandingkan dengan perlakuan ekstrak D4 pada
preventif pengaruh induksi resistensi dan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa perlakuan pascapanen yang terbaik untuk tomat ialah dengan aplikasi
kuratif maupun preventif dengan adanya pengaruh residu (Gambar 5).

Gambar 5 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap intensitas penyakit
busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif. KR: kuratif,
PIR: preventif pengaruh induksi resisten, PR: preventif pengaruh
residu, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dalam uji in vitro ekstrak kangkung konsentrasi 20% dapat menekan
pertumbuhan koloni Fusarium sp. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun
kangkung konsentrasi 20% mempunyai potensi sebagai biofungisida untuk
mengendalikan pertumbuhan Fusarium sp. Dalam pengujian in vivo ekstrak daun
kangkung konsentari 20% mampu menunjukkan daya hambat dan masa inkubasi
yang lebih lama bila dibandingkan dengan kontrol negatif.

Saran
Ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai salah satu bahan alternatif dalam pengendalian penyebab penyakit busuk
buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Untuk menilai
manfaatnya secara lebih luas, ekstrak ini perlu diuji keefektifannya terhadap
berbagai jenis cendawan.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. New York: Academic Press.
Anggara R. 2009. Pengaruh ekstrak kangkung darat (Ipomea reptans Poir.)
terhadap efek sedasi pada mencit [skripsi].

Semarang: Fakultas

Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth
Edition. Minnesota: APS Press The American Phytopathological Society.
[BPS] Biro Pusat Statistik.

2009.

Data produksi sayuran Indonesia.

http://www.bps.go.id/tab_sub/ [1 Maret 2011]
Cahyono B. 2008. Tomat Usaha Tani & Penanganan Pascapanen. Jakarta:
Penerbit Kanisius.
Djafaruddin. 2008. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta:
Bumi Aksara.
Djafaruddin. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Fauzi R. 2007. Pengaruh pemberian macam ekstrak alami dan metode ekstraksi
terhadap pengendalian penyakit Fusarium oxysporum pada stek tanaman
vanili (Vanilla planifolia L.) [skripsi].

Malang: Fakultas Pertanian,

Universitas Muhammadiyah Malang.
Juwita S. 1994. Kandungan timah hitam (Pb) pada sayuran bayam (Amaranthus
tricolor), kangkung air (Ipomea aquatica Forsk.) dan sawi hijau
(Bassica juncea) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor
Li YC, Bi Y, Ge YH, Sun XJ, dan Wang Y. 2009. Antifungal activity of sodium
silicate on Fusarium sulphureum and its effect on dry rot of potato tubers.
Journal of Food Science 74(5):M213-8.
Martoredjo T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. Jakarta: Bumi Aksara.

17

Purnomo D.

2008.

Aplikasi getah dua genotype papaya betina sebagai

biofungisida untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum
capsici (Syd.) Bult. Et. Bisby) pada cabai merah besar (Capsicum annum
L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Puspita. 2010. Perbandingan efektivitas ekstrak daun kangkung (Ipomea reptans)
dengan

ketokonazol

1%

in

secara

vitro

Pityrosporum ovale pada ketombe [skripsi].

terhadap

pertumbuhan

Semarang: Fakultas

Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Semangun H. 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sinaga MS. 2006. Dasar-dasar Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta:
Rajawali Pers.
Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Jakarta : Penerbit Kanisius.
Suryanti, Wibowo A, Sumardiyono C.

2003.

Pengendalian penyakit layu

Fusarium pada pisang dengan inokulasi jamur mikoriza vesikular
arbuskular pada bibit. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 9:63-68.
Valencia CO, Alarcón A, Cerrato RF, Cuevas LVH. 2009. In vitro antifungal
effects of potassium bicarbonate on Trichoderma sp. and Sclerotinia
sclerotiorum. Mycoscience 50:380-387.
Villareal RL. 1980. Tomatoes in the Tropics. Colorado: Westview Press.
Yudiarti T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

LAMPIRAN

19 
 

Lampiran 1 Rata-rata diameter koloni Fusarium sp. pada 7 HSP pada perlakuan
in vitro
Diameter koloni Fusarium sp. pada7 HSP (cm)*
7,80 bc
7,57 cd
8,55 a
8,20 ab
7,65 bcd
7,17 d
8,12 abc
4,52 e
8,12 abc
4,50 e

Perlakuan
B1
B2
B3
B4
D1
D2
D3
D4
KN
KP

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)

*

Lampiran 2 Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni
Fusarium sp. pada perlakuan in vitro
Perlakuan
B1
B2
B3
B4
D1
D2
D3
D4
KP

1 HSP
6,90cd
17,14bs
10,24de
-14,29e
-24,29e
30,95b
6,67cd
30,95b
100a

Persentase penghambatan pada hari ke- *
2 HSP
3 HSP
4 HSP
5 HSP
6 HSP
7,41a
-7,27bc
2,98c
4,95b
1,41bc
21,30a
8,33b
12,86b
4,95b
4,93bc
-18,29a -24,26c -2,96c
-9,03c
-7,04d
-15,74a -18,80c -9,04c
-6,61c -1,41cd
-0,46a 12,91bc 0,98c
0,78bc -1,41cd
31,02a
8,66b
18,82b
9,81b
7,75b
-4,17a -3,02bc -1,02c -0,05bc -2,11cd
31,48a
38,40
46,50a 40,008a 39,44a
-31,48a 46,81a 46,50a
46,64a
46,78a

7 HSP
3,12cd
4,37cd
-6,87e
-2,50de
0,62d
9,37c
-1,25de
36,87b
45,00a

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)

*

Lampiran 3 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap
kejadian dan intensitas penyakit busuk buah Fusarium
Perlakuan

Kejadian penyakit (%)*

Intensitas penyakit (%)*

KR

40,0 ab

20,0 c

PIR

30,0 abc

24,0 b

PR

20,0 bc

20,0 c

KN

50,0 a

56,0 a

KP

16,67 c

16,0 d

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)

*

POTENSI EKSTRAK KANGKUNG (Ipomea aquatica Forsk.)
SEBAGAI BIOFUNGISIDA
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BUAH
FUSARIUM PADA BUAH TOMAT

EVA MARHAENIS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 
 

ABSTRAK

EVA MARHAENIS, Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aquatica Forsk.)
sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium pada
Buah Tomat. Dibimbing oleh BONNY P.W SOEKARNO.
Penelitian bertujuan menguji keefektifan ekstrak kangkung sebagai
biofungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium pada tomat.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Buah tomat berasal dari pasar,
sedangkan tanaman kangkung diperoleh dari petani kangkung di wilayah Ranca
Bungur, Kabupaten Bogor. Pengujian ekstrak kangkung dilakukan dengan metode
in vitro dalam laboratorium dan in vivo, yaitu pengaplikasiannya pada buah tomat.
Pengujian secara in vitro dilakukan dengan uji penghambatan pertumbuhan koloni
Fusarium sp., sedangkan pengujian secara in vivo dilakuakn dengan uji preventif
dan uji kuratif. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
dengan program Statistical Analysis System (SAS). Selanjutnya tiap perlakuan
yang berpengaruh nyata dilakuakan uji jarak berganda Duncan untuk melihat
perbedaan tiap perlakuan pada taraf 5%. Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi
ekstrak kangkung pada buah tomat mampu menekan penyakit busuk buah
Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Dari uji in vitro,
diperoleh bahwa aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% mampu
menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. lebih besar dibandingkan dengan
aplikasi ekstrak kangkung lainnya yaitu sebesar 45,5%. Hasil ini kemudian
digunakan pada uji in vivo secara preventif dan kuratif. Dapat disimpulkan bahwa
ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% mampu menghambat serangan dan
menekan pertumbuhan Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium.
Sehingga berdasarkan hal tersebut, ekstrak daun kangkung konsentrasi 20%
berpotensi dapat dijadikan sebagai alternatif pengendalian penyakit busuk buah
Fusarium.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial
untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi
ekspor yang besar. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir
(2005 – 2009) mencapai 698.254,6 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12
ton/ha. Nilai ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di Amerika
Serikat yang mencapai 65,5 ton/ha (BPS 2009).
Namun demikian, menurut Cahyono (2008) banyak kendala yang dihadapi
dalam upaya mendukung peningkatan produksi serta mutu hasil produk untuk
memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor komoditas tomat, antara lain kurang
tersedianya bibit bermutu tinggi, besarnya biaya produksi disebabkan penggunaan
pestisida dan pupuk yang berlebihan, dan gangguan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT). Organisme pengganggu tumbuhan tomat ada yang menyerang
saat masih ditanam, dan ada juga yang menyerang saat buah sudah
dipanen/pascapanen. Penyakit-penyakit yang biasa menyerang tanaman tomat di
antaranya penyakit layu Fusarium dan busuk buah Fusarium yang disebabkan
oleh cendawan Fusarium sp.
Karakteristik penting produk pascapanen buah dan sayuaran seperti tomat
ini adalah buah tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi
metabolismenya. Akan tetapi metabolisme yang dimaksud tidak sama dengan
tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan asli, karena produk yang telah
dipanen mengalami berbagai bentuk cekaman (stress), seperti hilangnya suplai
nutrisi, pelukaan saat panen, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan suhu,
pengemasan dan juga transportasi yang dapat menimbulkan kerusakan mekanis
lebih lanjut (Soesanto 2006).
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan
adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan
terjadinya peningkatan panas, sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air,
pelayuan,

dan

pertumbuhan

mikroorganisme

akan

semakin

meningkat.

Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang

2

ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembapan dan siap menginfeksi sayuran
melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen,
produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada
kondisi dimana suhu dan kelembapan memacu proses pelayuan (Yudiarti 2007).
Soesanto (2008) menjelaskan bahwa perlakuan-perlakuan pascapanen
bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan bagi
konsumen, serta memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan
memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan
koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi
pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk
awal.
Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan acuan dalam upaya
mengatasi masalah OPT baik pada saat masih ditanam maupun saat pascapanen,
yang secara ekonomi, ekologi dan sosial dapat dipertanggungjawabkan
(Djafaruddin 2008).
Di Indonesia, kangkung mudah diternui di daerah-daerah di Jawa, Papua,
dan Aceh Besar. Kangkung merupakan tanaman yang turnbuhnya relatif cepat.
Dalarn waktu 4-6 minggu sejak dari benih, kangkung sudah bisa dipanen.
Tanaman yang disebut-sebut juga sebagai penyembuh ini juga memiliki potensi
untuk dijadikan sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari
serangan penyakit. Hal ini menjadi pertimbangan karena sifat dari tanaman
kangkung yang antiracun (antitoksik), dan sedatif atau penenang (Juwita 1994).

Tujuan
Penelitian

bertujuan

menguji

potensi

ekstrak

kangkung

sebagai

biofungisida untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan penyakit busuk
buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. pada buah tomat.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan manfaat tentang
potensi ekstrak kangkung sebagai fungisida alami yang dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pengendalian penyakit busuk buah Fusarium pada buah tomat.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tomat
Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran,
bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna
makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu tidaklah
mengherankan kalau komoditas tomat terus berkembang di arena pertanian dan
perdagangan internasional. Menurut Villareal (1980), rata-rata kemampuan
produksi di daerah tropik lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah sub
tropik. Di Indonesia, tanaman tomat lebih banyak diusahakan di daerah
pegunungan daripada di dataran rendah.
Potensi pasar buah tomat dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang yang lebih besar terhadap
serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan
peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan kebutuhan buah
tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan akan berperan terhadap
besarnya serapan pasar buah tomat dan kemajuan di bidang transportasi akan lebih
menunjang pemasarannya (Cahyono 2008).
Menurut Soesanto (2008) pengendalian hama dan penyakit merupakan
tindakan perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya.
Serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan hasil hingga
mencapai 65% dari total penanaman. Bahkan, serangan hama dan penyakit yang
memiliki daya merusak tinggi dapat memusnahkan seluruh tanaman sehingga
menggagalkan panen. Serangan hama dan penyakit sering terjadi secara
mendadak dan kadang-kadang bersifat meluas, walaupun sterilisasi dan sanitasi
kebun telah dilakukan dengan baik.

Fusarium sp.
Periode pascapanen secara umum mencakup beberapa tahap, seperti panen,
pengangkutan, pemilihan, pemilahan, pemasakan, penyimpanan, pengolahan,
pengepakan, penyebaran, dan pemasaran. Penyakit pascapanen adalah penyakit

4

yang muncul dan berkembang selama periode pascapanen, tanpa memedulikan
kapan terjadinya inokulasi, penetrasi, dan infeksinya (Martoredjo 2009).
Salah satu penyakit penting pada tanaman tomat adalah penyakit yang
disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. mulai yang menyerang akar, batang,
daun, hingga buah. Cendawan ini dapat menyerang tanaman mulai periode tanam
hingga periode pascapanen. Tanaman yang sakit menunjukkan gejala daun
berwarna kuning, layu, dan akhirnya tanaman mati. Apabila batang dibelah
membujur akan terlihat garis-garis cokelat hitam menuju semua arah dari batang
ke atas melalui jaringan pembuluh batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak
berubah warnanya, namun seringkali akar tanaman sakit sering berwarna hitam
dan membusuk (Suryanti et al. 2003).
Buah tomat yang terserang penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan
oleh cendawan Fusarium sp. menunjukkan gejala busuk yang pada mulanya
berwarna kecokelatan, lama-lama menjadi hitam dan membusuk di sekitar
pangkal buah (Semangun 1996).
Fusarium sp. dicirikan dengan tubuh berupa miselium bercabang, hialin,
dan bersekat (septat), dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki
struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter
ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks (Barnet &
Hunter 1998).
Fauzi (2007) menjelaskan bahwa serangan penyakit busuk buah Fusarium
yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. ini dapat mengakibatkan penurunan
produktivitas dan mutu hasil tanaman tomat. Kerugian akibat serangan penyakit
ini cukup besar, bahkan seringkali mengakibatkan kegagalan panen. Layu
Fusarium dilaporkan telah menyerang ribuan hektar tanaman tomat di Malang
dengan kerugian yang ditimbulkan hingga jutaan rupiah. Berbagai upaya telah
banyak dilakukan dari yang beraspek terpadu yang mencakup komponen bahan
tanaman, agen hayati, kimiawi, bahan organik dan cara mekanis. Salah satu
tanaman yang mempunyai potensi sebagai fungisida nabati adalah tanaman
kangkung.

5

Kangkung sebagai Altenatif Biofungisida
Kangkung adalah tanaman yang sangat mudah ditemukan di Indonesia, dan
sering disebut sebagai penyembuh ajaib, karena dapat dimanfaatkan untuk
mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia seperti sembelit, mimisan, dan
keracunan makanan. Selain itu, kangkung juga memiliki potensi untuk dijadikan
sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari serangan penyakit.
Menurut Anggara (2009), setiap 100 g kangkung mengandung 458 mg kalium dan
49 mg natrium, yang membentuk persenyawaan sebagai garam bromida. Hasil
analisis diketahui bahwa tanaman kangkung mengandung senyawa aktif fitokimia
seperti fitosterol dan karoten yang diperkirakan memiliki efek antioksidan, sedatif
(penenang), antikanker, antimikroba, dan antijamur (Puspita 2010).
Menurut Valencia et al. (2009), kalium bikarbonat sering digunakan dalam
industri makanan untuk menghindari fermentasi dan meningkatkan pH. Dengan
cara yang sama, telah terbukti juga dapat mengendalikan patogen pascapanen,
namun tidak ada laporan yang menggambarkan dampak dari senyawa kimia ini
pada patogen tular tanah maupun cendawan antagonis lainnya. Li et al. (2009)
menyatakan bahwa natrium silikat sangat kuat menghambat perkecambahan spora
dan pertumbuhan miselium Fusarium sulphureum berupa penebalan dinding sel
hifa dan distorsi sel. Hasil pengujian in vivo menunjukkan bahwa natrium silikat
dapat mengendalikan busuk kering umbi yang diinokulasi dengan suspensi spora
Fusarium sulphureum.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanain, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian
dilaksanakan dari September 2010 sampai Januari 2011.

Bahan Tanaman Uji
Buah tomat yang digunakan dalam pengujian secara in vivo dibeli dari pasar
tradisional Cibeureum, Kabupaten Bogor.

Bahan Sumber Ekstrak
Bahan yang digunakan sebagai sumber ekstrak ialah daun dan batang
kangkung