Kerangka Berfikir KAJIAN PUSTKA

38 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu memori, penalaran, dan waktu reaksi. Hasilnya mencatat bahwa secara signifikan menigkatkan hasil tes kerja memori, penalaran dan waktu reaksi. Ditambahkan dari hasil penilitian bahwa peningkatan aliran darah ke otak dapat membantu kita berfikir lebih baik dan lebih pintar. Wingarten 1973 dalam Auweele 1999, hlm. 144-145 meneliti hubungan antara kebugaran psikologis dan kemampuan terhadap tugas-tugas mental dalam kondisi stres fisik. Ia menguji 30 orang yang terbagi dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen mengikuti program kebugaran secara konsisten dengan berlari 2 – 3.5 km perhari dalam tujuh minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa grup eksperimen menunjukkan hasil yang signifikan pada akhir tugas latihan mental. Berdasarkan penelitian yang dijelaskan di atas, mengingat minimnya penelitian dalam model pembelajaran inquiry terhadap adversity quotinet siswa diperlukan sebuah penelitian yang mendalam dalam bidang pendidikan jasmani yang membuktikan, menemukan dan memvalidasi penelitian-penelitian sebelumnya.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran peneliti yang bersumber dari observasi, fakta-fakta yang ditemui, dan berbagai telaah kepustakaan yang relevan. Dalam penelitian ini, dapat dibuat kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti yaitu pengaruh dari pendidikan jasmani melalui model pembelajaran inquiry dan direct instruction terhadap tingkat adversity quotient siswa.

1. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry dalam Pendidikan Jasmani

terhadap Tingkat Adversity Quotient Siswa. Berbicara tentang model pembelajaran inquiry, model ini selalu mendapatkan perhatian khusus oleh berbagai ahli dalam pembentukan karakter seseorang karena kaitannya dengan kemampuan menggali dan memecahan masalah. Menurut Sanjaya 2007, hlm. 206 adapun penggunaan inquiry memiliki kelebihan sebagai berikut : 39 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Model pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, efektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran dengan menggunakan inquiry dianggap lebih bermakna b. Dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka c. Model pembelajaran inquiry merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perekembangan psikolog modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman d. Dapat melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan diatas rata-rata . Ditambahkan oleh Hamdani 2011, hlm. 182 inkuri adalah salah satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat mencari pemecahan permasalahan dengan cara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan, karena didukung data dan kenyataan. Bersadarkan pemaparan dari Sanjaya tentunya kita bisa melihat seandainya kegiatan inquiry bisa diterapkan ke dalam model pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah akan berdampak positif terhadap perkembangan siswa baik dalam aspek kognitif, afektif dan kognitif. Hal senada diungkapkan oleh Dienstbier dalam Jensen 1996, hlm. 147 “aerobic exercise can improve thinking and learning”. Model inquiry didefinisikan oleh Piaget Sund dan Trowbridge, 1973 sebagai: Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain. Ditambahan Kuslan Stone Dahar, 1991 mendefinisikan model inquiry sebagai pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala- gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan. Menurut Hamalik, 1991 Pengajaran berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas. 40 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Selanjutnya Wilson Trowbridge, 1990 menyatakan bahwa model inquiry adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inquiry merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional Bruce Bruce, 1992. Senada dengan pendapat Bruce Bruce , Cleaf, 1991 menyatakan bahwa inquiry adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Inquiry merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Proses tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah- masalah dan menemukan informasi. Sementara itu, Trowbridge, 1990 menjelaskan model inquiry sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inquiry adalah menata lingkungansuasana belajar yang berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah. Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien 1987 dan Roestiyah 1998 mengatakan bahwa inquiry adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Dengan model ini, siswa dihadapkan kepada situasi bebas menyelidiki dan menarik simpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba hendaknya dianjurkan guru bertindak sebagai petunjuk jalan, guru membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru merangsang aktivitas siswa dan membantu mereka dalam menemukan pengetahuan yang baru tersebut. Pengetahuan baru dapat melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan menkonstruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. 41 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tujuan umum dari pembelajaran inquiry adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al 2000: “ The general goal of inquiry training is to help students develop the intellectual discipline and skills necessary to raise questions and search out answers stemming from their curiosity ”. Dalam penjelasan tersebut kita bisa melihat bahwa model pembelajaran yang diaktualisasikan ke dalam sebuah kegiatan jasmani dapat memperbaiki kemampuan berfikir dalam menyelesaikan masalah yang artinya mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah Adversity Quotient seseorang sehingga anak akan menggunakan pola berfikir analisispengkajian mendalam ketika dihadapkan dengan sebuah permasalahan baik itu permasalahan dalam lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

2. Pengaruh Direct Instruction dalam Pendidikan Jasmani terhadap

Tingkat Adversity Quotient Siswa. Selain model pembelajaran inquiry, model pembelajaran lain yang biasa digunakan guru di sekolah yaitu model pembelajaran langsung atau direct instruction. Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat. Ketidaksesuaian model pembelajaran dengan kondisi dan budaya sekolah harus mendapatkan perhatian yang serius, karena jika guru atau pendidik tidak mampu melihat aspek itu tentu saja ini merupakan ancaman serius untuk pendidikan masa yang akan datang. Menurut Khun, et al dalam Eggen dan Kauchak 2012, hlm. 363 pengajaran langsung adalah suatu model yang menggunakan peragaan dan penjelasan guru digabungkan dengan latihan dan umpan balik siswa untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh. Guru harus mampu menyiapkan para siswa, mencontohkan materi kepada siswa, membimbing siswa, memberikan umpan balik dan memberikan pelatihan lanjutan. Model pembelajaran langsung atau direct teaching ini umumnya digunakan para guru di Indonesia. Terlihat dari 42 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tahapan-tahapan pelaksanaan yang diberikan yang sangat mengarah dan menyerupai model pembelajaran langsung. Hal ini dijelaskan oleh Metzler 200, hlm. 162 Karakteristik dari intuksi langsung adalah guru pusat penentuan keputusan dan guru langsung memberi contoh unit pembelajaran. Model pembelajaran langsung merupakan salah satu dari macam-macam model pembelajaran. Menurut Kardi dan Nur 2000, hlm. 3 model pembelajaran langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar. 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran 3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Selanjutnya dikemukakan Amri dan Ahmadi 2010, hlm. 39 bahwa Model Pembelajaran Langsung Direct Instruction merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Arends dalam Sugiarto 2008, hlm. 49, mengatakan: ”Model pembelajaran langsung dikembangkan secara khusus untuk meningkatkan proses pembelajaran para siswa terutama dalam hal memahami sesuatu pengetahuan dan menjelaskannya secara utuh sesuai pengetahuan procedural dan pengetahuan deklaratif yang diajarkan secara bertahap”. Adapun tahapan dalam model pembelajaran langsung menurut Rosenshine 1983 dalam Metzler 2000, hlm. 163-164 mengidentifikasikan 6 tahapan dalam proses pengajaran langsung, yaitu : A. Memperhatikan alat-alat pembelajaran. Pembelajaran langsung harus memulai dengan mengevaluasi pembelajaran sebelumnya. Dan ini dilakukan pada pengaturan induksi guru, atau biasa dikatakan bagian antisipasi dalam model versi Hunter. Dan evaluasi ini harus mencakup seluruh kemampuan dan konsep pembelajaran sebelumnya. Dan ini memiliki empat kunci: 1. Membantu guru dalam mengetahui seberapa besar ketahanan murid sebelumnya. 2. Mengenalkan siswa dalam mengevaluasi alat yang akan digunakan dalam pembelajaran. 3. 43 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu membangun lingkungan belajar oleh siswa dalam tingkat berpikir. 4. membawa jaringan antara sebelum dan sesudah tugas pembelajaran. B. Kemampuan dalam penyampaian materi. Kekhasan dalam sebelum aturan induksi, guru menyampaikan bagian baru kemampuan, pengetahuan, dan latihan bahwa murid harus belajar. Bagian baru menunjukan atau model, murid dalam penyampaian tugas oleh guru. Tugas penyampaian diberikan siswa dengan bahasa dan deskripsi tubuh apa yang menjadi bagian dan harus dilakukan. Ini akan menggambarkan siswa terhadap ide yang mereka lihat. Tentu saja, gambaran tersebut sesuai dengan tingkat kemampuan siswa tersebut. C. Latihan awal siswa. Tugas penyampaian dipimpin secara langsung kedalam struktur latihan, dan bagian, termasuk membuat siswa bagian awal pembelajaran. Latihan tersebut harus memberikan angka respon tinggi siswa , dengan guru menggunakan pengawasan dalam angka timbal balik. D. Timbal balik dan koreksi. Guru harus memberikan timbal balik dan koreksian pernyataan atau bersama-sama dengan siswa melakukan rangkaian tugas secara masing-masing. Guru boleh memilih atau mengulangi beberapa kunci dalam penampilan isyarat dan pengulangan dalam pembelajaran. E. Latihan kemandirian. Salah satu guru harus percaya diri bahwa siswa mempunyai dasar, pengawasan, dan ia harus bias merencanakan siswa terhadap latihan yang lebih mandiri. Guru harus mendesain aktifitas pembelajaran dam memimpin penyampaian terhadap siswa, tetapi siswa membuat keputusan sendiri tentang tujuannya. Dalam peningkatan angka respon siswa. F. Periode evaluasi. Secara langsung guru harus sesering mungkin dalam mengevaluasi pembelajaran. Dan ini membantu guru dalam mengetahui perkembangan siswa dan bagian apa saja yang akan dibangun dalam pembalajaran selanjutnya. Berdasarkan penjelasan di atas, model pembelajaran langsung atau direct instruction memberikan kesempatan pada siswa dalam menyelesaikan tugas belajar yang sudah di rancang. Dalam pelaksanaannya siswa dituntut menyelesaikan permasalahan geraknya dengan kemampuan kognitif sehingga merangsang daya juang yang mereka miliki yang artinya model pembelajaran langsung juga akan mempengaruhi tingkat adversity quotient siswa. 44 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry dan Direct

Instruction dalam Pendidikan Jasmani terhadap Tingkat Adversity Quotient Siswa. Kemampuan memecahkan masalah yang ditunjukkan individu dapat berpengaruh positif pada perkembangan intelektual, sosial, atau dapat disimpulkan bahwa perkembangan intelektual, sosial yang terbentuk dalam diri suatu individu merupakan hasil karya memecahkan masalah atau problem sehari- hari sehingga lebih bijak dalam bertindak. Dewasa ini tentu kita sering mendengar dan bahkan melihat anak-anak sekolah menggunakan bahan-bahan terlarang dan sesuatu yang menenangkan dikarenakan mereka tidak mampu menghadapi masalah yang datang pada diri mereka, seperti kasus dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat disekitarnya. Menurut Piaget dan Kohlberg dalam Syah 1997, hlm. 76 banyak mengemukakan teori kognitif psikologi yang menekankan bahwa: “pemikiran moral seorang anak terutama ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya, sehingga lingkungan sebagai pemberi pengaruh akan mempengaruhi kognitif anak secara aktif”. Ditambahkan oleh Piaget dalam Dahar 2011, hlm. 141-142 yang mengatakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual, yaitu: b. Kedewasaan maturation, perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif. c. Pengalaman fisik physical experience, pengalaman fisik meningkatkan kecepatan perkembangan anak sebab observasi benda-benda serta sifat- sifat benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks. d. Pengalaman logika-matematika logical-mathematical experience, Piaget membentuk perbedaan penting antara abstaksi reflektif dan abstraksi empiris. Dalam abstraksi empiris anak memperhatikan sifat fisik tertentu suatu benda dan tidak mengindahkan hal-hal yang lain.sedangkan abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan antara benda- benda. e. Transmisi sosial social transmission, dalam transmisi sosial pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa, instruksi formal, dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa termasuk faktor transmisi sosial. 45 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu f. Pengaturan sendiri self-regulation, merupakan untuk mencapai kembali keseimbangan equilibrium selama periode ketidakseimbangan disequilibrium. Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat. Ditambahkan oleh Kretchmar dalam Abduljabar terkait dengan interpretasi vertikal manusia dimana pikiran atau berfikir mampu mempengaruhi tubuh manusia, tergambar sebagaimana berikut: PikiranBerfikir Superior Pikiran pengaruhi tubuh Tubuh pengaruhi pikiran TubuhBekerja inferior Gambar 2.4. Interpretasi Vertikal Manusia Sumber: Kretchmar dalam Abduljabar 2010, hlm. 73 Practical Philosophy of Sport and Physical Activity Perbedaan konsep model pembelajaran inquiry dan model pembelajaran langsung menciptakan perbedaan tingkat adversity quotient AQ. Seperti yang dijelaskan oleh Sanjaya 2006, hlm. 194 model pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Sedangkan menurut Khun, et al dalam Eggen dan Kauchak 2012, hlm. 363 pengajaran langsung adalah suatu model yang menggunakan peragaan dan penjelasan guru digabungkan dengan latihan dan 46 Rola Angga Lardika, 2014 Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Dalam Pendidikan Jasmani Terhadap Tingkat Adversity Quotient Aq Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu umpan balik siswa untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh. Perbedaan perlakuan antara model pembelajaran inquiry dan model pembelajaran langsung sudah jelas menciptakan hasil yang berbeda terhadap tingkat adversity quotient siswa. Hal ini dikarekan tujuan utama dari model pembelajaran yang berbeda, model pembelajaran inquiry lebih menekankan pada proses berfikir kritis dan analisis dalam memecahkan masalah yang diberikan kepadanya, sedangkan model pembelajaran langsung lebih berpusat pada kemampuan guru sehingga siswa kurang dituntut untuk terlibat langsung memecahkan permasalahan kognitif atau lebih berpusat pada pemecahan masalah dalam hal kemampuan psikomotorik siswa. Perbedaan ranah tujuan antara kedua model tersebut dirasa akan juga menciptakan tingkat adversity quotient yang berbeda. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, peneliti berasumsi bahwa aspek- aspek seperti pendidikan jasmani melalui model pembelajaran inquiry dan model pembelajaran langsung akan mempengaruhi cara berfikir seseorang karena memang erat kaitannya dengan aktivitas memecahkan permasalahan dalam pembelajarannya walaupun dalam ranah yang berbeda. Diharapkan pendidkan jasmani yang diaktualisasikan ke dalam sebuah model pembelajaran dapat menunjukkan hal positif tersebut.

D. Hipotesis