Perbandingan sikap aktivis muslimah NU dan aktivis muslimah Hizbut Tahrir Indonesia terhadap poligami

!lfi/pSI/?
PERBANDINGAN SIKAP AKTIVIS MUSLIMAH NU DAN
AKTIVIS MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA
TERHADAP POLIGAMI

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

uョャv・jセェ{ ォis 。 Gnゥャqm

SYARIFiヲal[Niuゥセyadih

JAKARl"A
セョェイGヲエゥI{

-,

: ..•········•····.. ··-_····t·····!·····..·_-

fgl


:
:

"0. I",lul<

セZ|ヲゥᄋGR

Oleh: , ..,ifa,,,,\ :
Ihsan Azikri
NIM : 203070001471

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2009




Ijari

.

17

PERBANDINGAN SIKAP AKTIVIS MUSLIMAH NU DAN
MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR terhセdap

POLIGAMI

"N'l

!"EFtPUSTAI.>.?
,''-"

All | I セ

iIセ


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia serta segala petunjuk yang telah diberikan-Nya. Shalawat dan salam,
semoga Allah melimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., para kelual'ga,
sahabat dan pada pengikutnya hingga akhir zaman,
Penulis bersyukur telah menyelesaian skripsi yang diajukan sebagai salah
satu syarat dalam menempuh gelar di Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul "PERBANDINGAN SIKAP
AKTIVIS MUSLIMAH NU DAN AKTIVIS MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR
INDONESIA TERHADAP POLIGAMI"
Dalam setiap tahap penyusunan skripsi ini begitu banyak bantuan,
bimbingan, dorongan serta perhatian yang diberikan oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja
Umar Ph.D.

Z, Pembimbing Akademik Bapak Abdurrahman Saleh M Si, atas
bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.


3. Bapak Prof. Dr. Abdul Mijib, M. Ag, selaku pembimbing 1, atas segala
bimbingan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Gazi, M.Si, selaku pembimbing 2 yang senantiasa memberikan
bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bambang Suryadi, Ph.D, selaku penguji, atas saran dan arahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan i1mu kepada penulis.
7. Segenap jajaran Badan Pengurus NU dan HTI, Jakarta, yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
8. Pimpinan dan segenap jajaran pengurus Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Psikologi yang telah memberikan fasilitas kepada
penulis untuk meneari data referensi.
9. Keluarga tercinta, Abi Djayadih, Umi Zubaidah, serta abang Wahyu
Zulfikti, Adik kembar Idham Bayazik, Fitrah Zubaidi, dan yang tersayang
yang telah tiada Fidia Fauzia, motivasi terbesar yang tak pernah leJ:las
dan lupa dengan segala do'a, kasih sayang dan pengorbanannya
sehingga tidak henti-hentinya memberikan motivasi material dan
spiritualnya.


10. Sahabat-sahabatku, 'Fortuna Band', Fachdi Amanta, Leonardo Saputro,
Indah Susanti, Rendi Prakoso, yang telah menungu proses skripsi ini dan
dukungan semangat pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Rekan-rekan Psikologi angkatan 2003 Non Reg mau pun Reguler,
senasib dan seperjuangan, Adi waskito, Zaki Maulana, M. Amirudir. AIFurkon, Lutfi nanda Rasadi, M Abduh RH Muhamad, Dewi fujianti, Risqi,
Diah Rositawati, Tia, dan ternan-ternan yang tidak lepas dari ingatan
penulis.
12. Rekan-rekan Alumni MANARATUL ISLAM, Iswara Yusup, Hamjah
Fansuri, H. Ahmad faujan, M andi Hakim, Habibi, Mansur, M laili Sy'bani,
M Irfan Setiawan, Taisir, M Yazid Ali Efendi, M Tofik, Muiz, K Yuli dan Siti
Kholilah.
Semoga bantuan, bimbingan, dorongan serta perhatian yang diberikan oleh
mereka mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis pribadi dan pembaca pada umumnya. Amiin.

Jakarta, Juni2009

Penulis

GケャA Daiセ

4ZtKRI, .

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hidup di tengah-tengah kota metropolitan yang memiliki beragam tata nilai
(nilai sosial dan agama), latar belakang sosial dan budaya yang berbeda,
kesenjangan ekonomi yang semakin melebar dan tingkat persaingan hidup
cukup tinggi, hal ini merupakan salah satu potensi pemicu terjadinya konflik
keluarga, berbagai pemicu konflik lainnya yang sering terjadi seperti tidak
terpenuhinya kebutuhan (psikologis/sosial) seseorang, harapan yang terlalu
besar.

Sebagian besar dari muslimah akan bersikap terhadap suatu objek yang
melahirkan perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfaforable) pada objek
tersebut. Secara lebih spesifik, (Saifuddin Azwar : 2003).memformulasikan
sikap sebagai derajat afek positif atau negatif terhadap suatu objek

psikologis.

Sikap mempunyai peranan penting karena apabila sudah terbentuk pada diri
seseorang, maka sikap tersebut akan dapat menentukan bagaimana

2

seseorang berperilaku terhadap objeknya. Adapun wanita akan bersikap
ketika mengetahui suaminya mempunyai keinginan untuk menikah lagi.
Sebagian lagi langsung marah ketika suaminya mengajak berembug untuk
poligami. Sebagian lagi benar-benar menolak poligami. Sebagian lagi
mengkampanyekan anti poligami. Bahkan sebagian lagi yang menyatakan
tidak apa-apa jajan yang penting tidak menikah lagi, Sebuah i1ustrasi berikut
menggambarkan ketakutan kaum nuslimah terhadap poligami.

Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan
bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk
bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respons (Saifuddin Azwar : 2003).

Menurut Mustafa AI-Siba'i Terdapat beberapa faktor pendorong laki-Iaki
berpoligami adalah:
1. sang istri mandul, sementara daia sendiri menginginkan keturunan
karena mencintai anak adalah salah satu sifat alamiah manisia. Dalam
kondisi seperti ini suami dihadapkan pada dua pilihan yaitu mencerai
atau memadu isrinya,
2. istri menderita penyakit akut atau menular yang tidak memungkinkan
suami untuk mengaulinya sebagai layaknya seorang istri.

3

3. suami tidak lagi menyukai isrinya dimana cara pengadilan dan talak,
baik yang pertama maupun yang kedua serta massa iddah yang
berlangsung selama kurang lebih dari tiga bulan untuk masing-masing
serai sudah tidak lagi menyelesaikan masalah.
4. tuntutan profesi memaksa suami sering berpergian jauh kenegri asing,
bahkan terkadang memaksa tinggal beberapa bulan tinggal disana.
Sementara itu kondisi tidak memungkinkan membawa anak dan
isrtinya, dengan kondisi seperti itu dia tidak mampu hidup sebatang
karadalam perjalanan panjang.

5. Suami mempunya kekuatan libido Oima') yang membuatnya tidak
cukup hanya dengan satu istri, baik karena usia istri yang meranjak tua
atau karena banyaknya hari yang "non efektif' untuk melakukan
hubungan suami isri, seperti hari-hari haid, kehamilan, nifas. Sakit atau
sejenisnya.
(http://poligamLblogspot.com).

Dari faktor diatas selayaknya menjadi acuan seorang aktivis muslimah NU
dan Hizbut Tahrir Indonesia menjadi pertimbangan adanya poligami yang
marak tejadi di kalangan para laki-Iaki yang ingin berpoligami, poligami
merupakan konteks untuk melihat respon dari perbedaan sikap aktivis
muslimah NU dan Hizbut Tahrir Indonesia.

4

Oari fenomena poligami tersebut, anemo masyarakat muslim di Indonesia
seakan-akan muncul dua kutub kekuatan dalam persepsinya (poligami). Yaitu
masyarakat muslim yang setuju (pro) dengan poligami, dan masyarakat yang
menolak (kontra) dengan poligami.


Oalam hal ini penulis hanya akan membatasi pada sejumlah komunitas
aktivis muslimah NU, dengan Hizbut Tahrir Indonesia, karena Penulis melihat
adanya perbedaan latar belakang pemahaman agama antara aktivis
muslimah NU dengan aktivis muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.

Oari perbedaan latar belakang antara aktivis muslimah NU dan Hizbut Tahrir
Indonesia mempunyai sudut pandang yang berbeda, dalam menanggapi isuisu agama. Berawal dari inilah penulis tertarik untuk menulis tema kasus
poligami yang terjadi di Indonesia.

Penulis mencotohkan kasus poligami paling populer di negeri ini, yakni
poligami yang dilakukan oleh Kyai kondang pengasuh Pesantren Oarul
Tauhid Abdullah Gymnastiar yang dikenal dengan sebutan A'a Gym. Oi mana
tiga tahun lalu sempat ramai dibicarakan oleh kalangan muslim-muslimah,

5

"Kasus Aa Gym mendorong sikap melawan poligami" begitulah beberapa
artikel yang muncul seperti yang diberitakan media Perspektif Online 10
Oesember 2006. diberitakan bahwa setelah adanya berita tersebut ada dua
perempuan masuk berita akhir-akhir ini, mereka sangat lemah sekali. Ada

yang mendukung poligami suaminya, dan ada yang melarangnya.

Sementara itu dalam media lain, memberitakan "Terlibat Poligami,
Perempuan NU Tolak Katering Wong Solo" berita tersebut memberitahukan
bahwa setelah pengusaha catering terlibat poligami dan kekerasan seksual,
para perempuan peserta Muktamar NU ke-31 di Boyolali, Jawa Tengah
menolak Pesanan kateringnya hal ini disampaikan oleh istri Gus Our
secara tersirat aktifis muslimah NU menolak sikapnya terhadap poligami.
(detik.com, 28/11/2004).

Berita lain menginformasikan sejumlah massa Hizbut Tahrir Indonesia Kota
Medan menggelar unjukrasa dalam rangka menyongsong peringatan Hari Ibu
yang jatuh pada 22 Oesember. Pada kesempatan itu mereka mengusung
sejumlah spanduk dan poster-poster yang berisi penolakan mereka atas
konsep kesetaraan gender.

6

Mereka mengkampanyekan slogan-slogannya, diantara spanduk dan posterposter yang mereka bawa bertuliskan "Awas KKG! KKG = Kerusakan dan
Kehancuran Generasi", "Poligami Halal Vs Free Sex Haram", UU PKDRT =

UU Penghancuran Keluarga dan Rumah Tangga", "Mengharamkan Poligami
= Menentang Hukum Allah", dan "Kami Bangga Menjadi Ibu Generasi
Muslim". (GATRA, Nomor 23 Beredar Senin 21 April 2003).

Berbeda dengan gerakan aktifis muslimah NU, justru Hizbut Tahrir Indonesia
seakan-akan sangat mendukung adanya poligami dalam masyarakat muslim
Indonesia. Menurut masa Hizbut Tahrir Indonesia poligami adalah salah satu
anjuran dalam islam, sementara itu dalam pandangan akivis muslimah NU,
justru poligami hanya akan merendahkan derajat kaum perempuan karena
kehidupan sekarang sudah sangat berbeda dengan zamannya Nabi.

Dengan demikian dari fenomena poligami tersebut, seseorang akan
memunculkan sikap yang berbeda dalam menanggapinya, apakah seseorang
itu cenderung bersikap positif ataukah negative. Menurut J.P. Chaplin (1999)
mengartikan sikap atau attitude sebagai satu predisposisil kecenderungan
yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku dan
bereaksi dengan suatu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek, lembaga,
atau personal tertentu.

7

Dari dahulu sampai sekarang, kehidupan manusia tidak lepas dari proses
berpikir. Hal itu merupakan sesuatu yang alamiah ada dalam dirinya.
Manusia merupakan satu dari beberapa mahluk yang diciptakan Tuhan
dengan suatu nilai tambah yaitu akal pikiran. Sejak lahir manusia dituntut
untuk langsung berpikir, dimana seorang bayi harus mengetahui siapa orang
tuanya. Tingkah laku manusia merupakan hasil konkrit dari pikiran manusia.

Dalam psikologi, ilmu yang memberi pengertian yang lebih baik mengenai
sebab-sebab orang melakukan sesuatu dan akan memberikan gambaran dan
pandangan tentang sifat dan reaksinya sendiri. Pikiran termasuk suatu
pendekatan dalam melihat suatu manusia. Manusia dianggap sebagai
pengelola informasi yang masuk dari interaksi lingkungan sekitar. Bahkan
menurut Psikologi, pikiran dijadikan konsepsi dasar dalam melihat manusia.

Dari sudut pandang inilah kemudian penulis mencoba menelusuri sikap yang
ditampilkan oleh para aktivis muslimat NU dan muslimah Hizbut Tahrir
Indonesia. Sikap dalah respon evaluatif individu jika dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual dalam bentuk nilai, baikburuk, positif-negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan yang
kemudian menghasilkan tindakan reaksi terhadap objek sikap (Azwar,

8

1995,15) Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul "Perbedaan Sikap aktivis muslimah NU dan muslimah Hizbut

Tahrir terhadap Poligami".

1.1

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasikan
masalah-masalah yang relevan dengan penelitian, yaitu:
1. Apakah ada perbedaan sikap pada aktivis muslimah NU dan Hizbut
Tahrir Indonesia terhadap poligami?
2. Katagori apa saja yang memiliki perbedaan sikap pad a aktivis
muslimah NU dan Hizbut Tahrir Indonesia terhadap poligami?

1.2

Batasan dan Rumusan Masalah

1.2.1 Batasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya kerancuan dalam permasalahan yang diteliti,
maka penulis mencoba membatasi permasalahan pada:
1. Sikap diartikan sebagai kecenderungan untuk berespon secara positif dan
negatif terhadap sesuatu.
2. Muslimah NU adalah wan ita muslimah yang tumbuh dalam lingkungan
Islam dan memiliki bekal pengetahuan agama yang berasaskan Islam
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, kebanyakan tumbuh dan berkembang dari

9

kalangan masyarakat pedesaan (pribumi) yang mempunyai landasan
yang kuat dan hidup dalam Iingkungan tradisi yang ketat. Sedangkan
aktivis muslimat Hizbut Tahrir Indonesia merupakan sekelompok
muslimah yang mempunyai kegiatan dawah islamiyah yang bersumber
murni dari AI-Qur'an saja, gerakan dawah ini merupakan gerakan yang
dibawa dari Palestina.
3. Poligami adalah perbuatan seorang laki-Iaki mengumpulkan dalam
tanggungannya dua sampai empat orang istri, tidak boleh lebih darinya.

1.2.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
Apakah ada perbedaan sikap aktivis muslimah NU dan Hizbut Tahrir
Indonesia terhadap poligami?

1.3

Tujuan dan Manfaat Pene/itian

1.3.1 Tujuan
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka maksud dan tujuan dari
penelitian adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap pada
aktivis muslimah NU dan muslimah Hizbut Tahrir Indonesia terhadap
poligami.

10

1.3.2 Manfaat
Manfaat Teoritis:
Dapat memperkaya khasanah keilmuan yang bisa dijadikan Iiteratur
tambahan pada berbagai bidang di psikologi, khususnya psikologi sosial.
Manfaat Praktis:
DJj)arapkan dari hasil penelitian ini sedikit banyaknya dapat memberikan
masukan dan gambaran kompeksitas problematika keluarga sehingga dapat
dijadikan masukan dalam pengambilan kebijakan baik dalam intansi
pendidikan, intansi keagamaan dan lain-lain.

11

1.4 Sistematika Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penyusunan dan Penulisan Skripsi APA Style yang diadaptasikan di Fakultas
Psikologi UIN Syahid Jakarta tahun 2005, dengan Sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN meliputi; Latar belakang masalah, Identifikasi
masalah, Batasan dan rumusan masalah, Tujuan dan manfaat
penelitian, dan Sistematika penulisan.
BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA meliputi: Sikap, Definisi sikap, Komponen
sikap, Proses pembentukan dan perubahan sikap, pengukuran
sikap, pengertian poligami, hukum poligami syarat-syarat poligami,
tinjauan psikologis terhadap poligami, kerangka berfikir.
BAB 3 : METODE PENELITIAN meliputi: Jenis penelitian, Identifikasi
variabel penelitian, Subjek dan populasi penelitian, Metode
pengumpulan data, Prosedur penelitian dan Teknik analisa data.
BAB 4: HASIL PENELITIAN meliputi; Gambaran umum responden
penelitian, Deskripsi hasH penelitian, Presentasi data, dan Analisa
hasil penelitian.
BAB 5 : PENUTUP meliputi; Kesimpulan, Diskusi, dan Saran.

BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sikap
2.1.1. Pengertian Sikap
J.P. Chaplin (1999) mengartikan sikap atau attitude sebagai satu
predisposisil kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus
menerus untuk bertingkah laku dan bereaksi dengan suatu cara tertentu
terhadap pribadi lain, objek, lembaga, atau personal tertentu.
Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif, dan dapat pUla bersifat
negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak
menyukai objek tertentu. (Sarwono, 1996)
Crow & Crow (1958) sikap adalah perasaan yang dihasilkan dari suatu
pengalaman individu dan kebiasaan Iingkungannya.

Disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif
atau negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten. Atau dapat
dikatakan, sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami
tingkah laku. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan

13

pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama. Sikap selalu
menggambarkan hubungan antara subyek dengan obyek. Tidak ada sikap
yang tanpa obyek. Obyek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai
sosial, lembaga masyarakat, dan sebagainya.
Oari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sikap adalah kesiapan
untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada
stimulus yang menghendaki adanya respon.

2.1.2 Komponen Sikap
Allport (1993) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen,
antaralain:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak
Mengikuti Konsepsi skema triadik struktur sikap terdiri atas komponen yang
saling menunjang yaitu komponen kognisi, afeksi, dan konasi/perilaku.
1. Komponen kognisi, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
benar bagi objek sikap yang mengandung pikiran,
kepercayaan/pengetahuan seseorang tentang objek sikap. Oi dalamnya
juga mengandung argumen, generalisasi, stereotype (seringkali terpola

14

dalam pikiran dan sangat sulit menerima perubahan), rasionalisasi, dan
evaluasi mengenai hal tertentu
2. Komponen afeksi; emosi, perasaan/mood yang berhubungan dengan
objek sikap. Hal ini bisa dinyatakan dengan sukaltidak suka,
favorabel/unfavorabel dan negatif/positif.
3. Komponen konasi/perilaku, merupakan kesiapsediaan untuk bertingkah
laku/berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapinya. Termasuk didalamnya ada niat untuk bereaksi
yang tidak perlu diekspresikan dalam overt behavior. Sikap positif
terhadap objek tertentu menimbulkan kesiapsediaan untuk mendekati
objek tersebut dan juga sebaliknya.

Ketiga komponen sikap yang telah disebutkan diatas merupakan suatu
kesatuan yang akan dimunculkan berkaitan dengan adanya rangsangan yang
diterima individu. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan
perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku
secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk
sikap individual, karena itu adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap
seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek
(Saifuddin Azwar : 2003).

15

Tabel2.1
Konsepsi skema triadik mengenai sikap
(diadaptasi dari Fishbein & Ajzan, 1975)

Variable
intervening

Variabel
independen yang
dapaf diukur

Variable
dipenden yang
dapat diukur

j--------------,

:
イMセ

1

STIMULI
(individu,
isyu
situasi,
sosial,
kelompok
dan
sosial,
sikap
objek
lainl1ya

l

,,,
,
,,,
,,,

Mセ

1------..1------ ...

:

SIKAP

i
I

セMLN

,,

Mセ

I

AFEK

Respol1 syarat
sirnpatik

:




j--------------,
: KOGNISI セ
セM M セ

Pemyataan !isan
tentang afek
Respons
perseptual
Pemyatan !isan
tel1tang keyakinan

,---------------,,

Tindakan yang
tampak

PERlLAKU :..--

セM M セ

Pemyataan !isan
mengel1ai perilaku

Berdasarkan uraian definisi sikap diatas, maka definisi sikap yang digunakan
pada penelitian ini adalah definisi sikap dari kelompok pemikiran ketiga.
Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan
konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek. Munculnya fenomena sikap untuk menjadi
suatu perilaku dipengaruhi oleh tiga komponen tersebut, yakni kognitif,

16

afektif, dan konatif. Dalam hal ini sikap seseorang terhadap suatu tindakan,
yaitu sikap poligami. Melihat betapa pengaruhnya istri yang di poligami itu,
sehingga tertanam dalam benak seseorang istri untuk cenderung mempunyai
sikap pada suami yang berpoligami, peTtarna pada tingkatan kepercayaan
terhadap poligami, kedua mengadakan evaluasi terhadap poligami yakin dan
percaya bahwa poligami pada dasar nya itu mengandung unsur persuasif
berupa realitas yang dapat dipercayai dan untuk melakukan penilaian
(evaluasi) terhadap poligami itu sendiri, maka tingkatan akhir pada perilaku
poligami yaitu maksud untuk menyikapi suami yang berpoligami.

Semakin kompleksnya situasi dan kondisi, semakin banyak pula faktor yang
menjadi pertimbangan bagi seseorang untuk bisa percaya sekaligus
mengevaluasi, dan mengartikan sesuatu terhadap objek sikap.
Inferensi atau penyimpulan mengenai sikap harus didasarkan pada suatu
fenomena yang diamati dan diukur. Fenomena ini berupa respon terhadap
poligami pada sikap aktivis muslimah NU dan Hizbut Tahrir Indonesia,
objek sikap dalam berbagai bentuk. Analisis terhadap berbagai respon
dijadikan dasar penyimpulan sikap dan perilaku.

17

Tabel. 2.1.2
Respon penyimpulan sikap
(dari Rosenberg & Hovland, 1960 dalam Ajzen, 1988)

Kategori respon
Tipe respon
Verbal

Kognitif

Afektif

Konatif

Pernyataan

Pernyataan

Pernyataan

keyakinan

perasaan terhadap

intensi perilaku

mengenai objek

objek sikap

sikap
Non-Verbal

Reaksi perseptual

Reaksi fisiologis

Perilaku-tampak

terhadap objek

terhadap objek

sehubungan

sikap

sikap

dengan objek
sikap

Respon kognitif verbal merupakan pernyataan mengenai apa yang dipercayai
dan diyakini mengenai objek sikap. Dan respon kognitif yang non verballebih
sullt untuk Cliungkap disamping informasi tentang sikap yang diberikan lebih
bersifat tidak langsung. Untuk mengungkap bagaimana sikap seseorang
terhadap prilaku maka perlu memperhatikan reaksinya terhadap sikap itu
sendiri. Apakah ia menaruh perhatian terhadap prilaku poligami itu atau tidak.

18

Respon afektif verbal dapat dilihat pada pernyataan verbal perasaan
seseorang mengenai suatu objek sikap. Respon afektif non verbal berupa
reaksi fisik seperti ekspresi/mimik wajah, tersenyum, gerakan tangan, dan
lain -lain, sebagainya yang dapat menjadi indikasi perasaan seseorang
apabila dihadapkan pada objek sikap.

Respon konatif pada dasarnya merupakan kecenderungan untuk berbuat.
Dalam bentuk verbal, intensi sikap terungkap lewat pernyataan keinginan
melakukan/kecenderungan untuk melakukan.

Bila konsistensi sikap aktivis muslimah NU dan Hizbut Tahrir Indonesia
terhadap poligami dan perilaku dilihat dari arti korelasional antara keduanya,
maka hasil studi akan memperlihatkan bahwa adanya hubungan sikap dan
perilaku poligami, apabila pengukuran sikap itu berkaitan erat dengan macam
atau jenis perilaku yang bersangkutan.

Kaitan perbedaan individual dalam memahami sikap, maka sikap dapat
memiliki fungsi yang berbeda bagi setiap orang. Pertama, sikap memiliki
fungsi pengetahuan (knowledge function). Dengan sikapnya seseorang akan
mampu mengorganisasikan dan menginterpretasikan berbagai macam
informasi yang ia terima. Kedua, sikap memiliki fungsi ekspresi diri (self

ekspresion atau self identity) sehingga individu dapat menyatakan nilai-nilai

19

atau keyakinannya. Ketiga, sikap dapat berfungsi sebagai sarana
peningkatan harga diri (self esteem), dapat menentukan komunikasi dan
penerimaan yang tepat dengan memberikan pesan persuasi yang berisi
informasi yang relevan bagi fungsi sikap yang bersangkutan.

2.1.3 Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap
Menurut Sarwono (1996) proses pembentukan dan perubahan sikap dapat
terbentuk atau berubah melalui empat macam cara:
1. Adopsi
Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan
terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu
dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap
2. Diferensiasi
Berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis,
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut
dapat terbentuk sikap

3. Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga akhirnya
terbentuk sikap mengenai hal tersebut

20

4. Trauma
Pengalaman tiba-tiba, mengejutkan, kesan mendalam pada jiwa orang yang
bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga
menyebabkan terbentuknya sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap (Sarwono, 1996) yakni:
1. Faktor Intern
Yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti
selektifitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui
persepsi kita, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana
yang akan kita dekati dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh

motiv-motiv dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena
harus memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap suatu hal dan
membentuk sikap negatif hallainnya.

2. Faktor ekstern
Selain faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, rnaka pembentukan
sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor yang berada di luar, yaitu:
a. Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap
b. Kewibawaan orang yang mengemukakan
c. Sifat orang·orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut
d. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap

21

e. Siluasi pada saat sikap ilu dibentuk.
Dalam halini faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan
sifat menurut Azwar (2007) :

Hal-hal yang berperan dalam pembentukan sikap yakni:
1. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami oleh seseorang akan ikul membentuk
dan mempengaruhi penghayatannya terhadap stimulus sosia!.
Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses
komplek dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkulan,
siluasi dimana tanggapan itu terbenluk dan Giri-ciri objeklif yang dimiliki
oleh stimulus. Sikap akan mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
yang terjadi dalam situasi yang melibalkan faktor emosi.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penling
Orang lain yang berada disekitar merupakan salah satu dianlara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Apalagi ketika
seseorang yang berada disekitar itu dianggap penling dan diharapkan
perselujuannya. Biasanya orang yang dianggap penling bagi individu
adalah orang lua, orang yang slalus sosialnya lebih linggi, lemen sebaya,
leman dekal, suami dan istri.
3. Pengaruh kebudayaan

22

Pembentukan sifat juga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Ketika
budaya dalam suatu tempat mempunyai peraturan norma yang longgar,
maka budaya kebebasan akan semakin besar. Begitu juga ketika budaya
dalam suatu tempat itu mempunyai peraturan norma yang ketat, maka
budayakebebasan akan semakin sempit. Tetapi seberapapun besarnya
pengaruh kebudayaan terhadap sikap, kepribadian individu yang telah
mapan dan kuatlah yang mendominasi pembentukan sikap individual.
4. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, media massa berpengaruh besar
membentuk opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi,
media massa membawa pesan-pesan dan sugesti yang mengarahkan
opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup
kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tersebut.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Kedua lembaga tersebut mempunyai pengaruh dalam pembentukan
sikap, sebab keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral
dalam individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan
sistem kepercayaan, karenanya tidaklah mengherankan kalau pada

23

gilirannya konsep tersebut berpatisipasi dalam pembentukan sikap
individu terhadap suatu hal.
6. Faktor emosional. Terkadang sikap merupakan pernyataan yang disadari
oleh ernosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustrasilpengalihan
bentuk rnekanisme pertahanan ego. Suatu saat sikap sementara bisa
berubah menjadi permanen. Contoh bentuk sikap fair yang didasari oleh
faktor emosi adalah prasangka dan prasangka didefinisikan sebagai sikap
yang tidak toleran, tidak fairl tidak favorabel terhadap sekelompok orang.

Studi Hovland dkk. (1981) beranggapan bahwa efek suatu komunikasi pada
suatu pesan dalam hal tertentu berupa perubahan sikap tergantung pada
sejauh mana komunikasi itu bisa mempengaruhi sikap seseorang untuk
dapat berespon/merubah sikap yang sudah ada.

Skema 2.1.3.
Langkah-Iangkah perubahan sikap (model Hovland dalam Deaux, 1981)

Stimulus

"

7

Perhatian
Pemahaman
Penerimaan
(Sikap dalam komponen

,

Respons - Perubah an Sikap

24

Suatu prilaku poligami yang persuasif akan lebih efektif bila ada perhatian,
pemahaman, dan penerimaan pada stimulus yang ada terhadap objek sikap
yang berupa respon. Gordon W. Allport (1935, dalam buku Bahasan Dasar
Psikologi) dan David Krech beserta Richard S. Cruthfield. Allport melihat
sikap sebagai:
"a mental and neural state of readiness, organized through experience,

exerting a directive or dynamic influence upon the individual's
response to all objects and situations with which it is related".
"Status kesiapan mental dan neural, terorganisir melalui pengalaman,
menghasilkan pengaruh direktif atau dinamis atas respon individu kepada
semua objek dan situasi yang saling berhubungan"
Dalam memandang atau mengetahui asal usul sikap aktivis muslimah NU
dan Hizbut Tahrir Indonesia diperlukan unsur perhatian, pemahaman, dan
penerimaan yang akan menghasilkan uraian sikap sebagai respon, baik
perubahan sikap dari negatif ke positif, atau sebaliknya yang terjadi akibat
stimulus yang diberikan.

2.1.4 Pengukuran Sikap
Sikap merupakan konstruk hipotesis yang harus diinferensikan dari responrespon terukur (measurable responses) karena tidak dapat diketahui dari

25

observasi langsung, sikap hanya dapat diukur berdasarkan inferensi yang
didapat dari respon-respon individu terhadap objek.

Skala sikap merupakan cara paling umum yang digunakan untuk mengukur
sikap. Dalam skala sikap, seseorang menyatakan persetujuan atau
ketidaksetujuannya terhadap sejumlah pernyataan dalam beberapa skala
point berkisar antara "sangat setuju" sampai "sangat tidak setuju". Dengan
cara ini respon terhadap tiap pernyataanlitem mengindikasikan arah dan
derajat sikap.

Ada beberapa skala sikap dalam tipe maupun metode konstruksinya, tetapi
tujuan selalu sama, yaitu menempatkan individu kedalam posisi numerik
dalam suatu kontinum. Adapun pengembangan skala sikap membutuhkan
seleksi item-item relevan yang harus membedakan antara individu dengan
posisi sikap yang berbeda. HUbungan diagnostik antara item dengan
manifest content yang langsung berhubungan dengan objek sikap.

Tetapi dapatjuga dibuat item sisa yang tidak mengandung hubungan
langsung dengan objek sikap dari individu yang cenderung akan
mempengaruhi penilaian terhadap berbagai hal yang hanya berhubungan
tidak langsung dengan objek sikap yang ingin diukur. Karena sifat
interkoneksi yang luas dari sikap satu sikap individu akan cenderung

26

mempengaruhi penilaian terhadap berbagai hal yang hanya berhubungan
tidak langsung dengan obyek sikap yang ingin diukur. (Azwar,2007).

2.2

POLIGAMI

2.2.1 Pengertian Poligami
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian
poligami adalah "Ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
mengawinibeberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan dan
berpoligami berarti menjalankan (melakukan) poligami".

Khozin Abu Faqih Le, (2006) menyatakan bahwa poligami adalah perkawinan
yang dilakukan seorang laki-Iaki lebih dari satu istri dengan batasan sampai
empat. Dari beberapa pendapat seeara keseluruhan konsep poligami telah
ada sejak zaman nabi sebelum Nabi Muhammad Saw, beberapa tahun silam
(sebelum datang zaman) dijazirah arab poligami adalah suatu kebebasan,
dimana seseorang pemimpin suku biasa memiliki lebih dari satu isteri bahkan
bisa puluhan.

Khozin Abu Faqih Le, (2006) berpendapat bahwa "Ta'addud az-Zauja
(Poligami) adalah perbuatan seorang laki-Iaki mengumpulkan dalam

27

tanggungannya dua sampai empat orang istri, tidak boleh lebih darinya.
Sesuai Firman Allah.

"Bismillahirrahmanirahim"
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adi/ terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adi/[265], Maka (kawinilah) seorang
saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya".

Berlaku adil terhadap para istri adalah syarat utama untuk dibolehkannya
poligami, maka seorang suami harus yakin akan kemampuannya dalam
berbuat adil sebelum memutuskan untuk poligami.

Poligami pada hakekatnya merupakan bentuk pengunggulan kaum laki-Iaki
dan penegasan bahwa fungsi istri dalam perkawinan adalah hanya untuk
melayani suami. Ini bisa terlihat dari alasan yang dapat dipakai oleh
Pengadilan Agama untuk memberikan izin suami melakukan poligami
(karena istri cacat badan, tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
dan tidak dapat melahirkan keturunan).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bawa sikap tentang
poligami dalam berbagai penjelasan dan sikap dapat dilihat kembali dalam
hukum agama Islam poligami itu di perbolehkan oleh Allah tentu karena
hikmah dan kepentingan-kepentingan yang berguna bagi kehidupan duniawi

PERPU31AI