48
d. Penyaluran
Pada kegiatan ini peserta mulai dilatihkan bagaimana cara menyalurkan hasil-hasil pekerjaan dan bagaiamana memasuki suatu
lembaga pekerjaan.
5. Pengembangan Latihan Vokasional
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan program latihan vokasional adalah:
a. Perhatian: bagaimana mempelajari kebutuhan masyarakat, memilih
jenis-jenis pekerjaan, menganalisis jenis pekerjaan, menentukan persyaratan kerja, menentukan kebutuhan pelatihan, dan merinci
kegiatan pekerjaan. b.
Menentukan persiapan untuk peserta c.
Meningkatkan kelengkapan fasilitas
C. Penyandang Tunagrahita Ringan Pasca Sekolah
1. Pengertian
Banyak istilah maupun batasan mengenai tunagrahita. Istilah-istilah itu diantaranya: terbelakang mental, lemah mental, mentally retarded,
mentally handicapped. Di Indonesia saat ini digunakan istilah tunagrahita PP. No. 72: 1991.
Pengertian mengenai tunagrahita dikemukakan oleh American Association on Mental Deficiency AAMD tahun 1973: “Mental
retardation refers to significantly sub average general intellectual
49
functioning resulting in or associated in adaptive behavior and manifested during the developmental period” Hallahan Kauffman, 1988 : 46.
Dari batasan tersebut dapat dijelaskan bahwa ketunagrahitaan mengacu kepada fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah
rata-rata, maksudnya bila keterhambatan intelektual itu hanya sedikit saja maka anak tersebut tidak termasuk tunagrahita. Kemudian ketunagrahitaan
itu harus jelas sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Contoh: Jika si Anu berusia 10 tahun dan ia tergolong normal
inteligensinya maka ia dapat mempelajari bahan pelajaran untuk anak usia 10 tahun. Bagi si B anak tunagahita yang berusia sama, IQnya 70, ia
tidak akan mampu mempelajari bahan pelajaran anak normal usia 10 tahun; ia hanya mampu mempelajari tugas-tugas untuk anak normal usia 7
tahun. Hal berikut yang menarik adalah di samping mengalami keterbatasan
dalam perkembangan kecerdasan intelektual, ia juga mengalami kekurangan dalam hal tingkah laku penyesuaian. Selanjutnya ditekankan
pula bahwa saat terjadinya ketunagrahitaan itu haruslah selama periode perkembangan usia 0 sampai dengan 18 tahun.
Dari batasan tersebut disimpulkan bahwa dalam memandang individu apakah tunagahita atau tidak harus memiliki 3 komponen di atas,
yaitu kemampuan kecerdasan di bawah rata-rata, memerlukan bantuan khusus, dan terjadi dalam masa perkembangan. Sebagai contoh bila
individu hanya dipandang dari keterhambatan fungsi intelektualnya maka
50
ia belum dapat dipandang tunagrahita sebab masalah kemampuan intelektual akan menjadi perhatian untuk kedalaman dan keluasan bahan
yang akan dipelajarinya. Sebagaimana dikemukakan oleh Kirk 1989 dalam Moh. Amin 1989:25 bahwa saat ini ada istilah atau sebutan
“tunagrahita 6 jam”, maksudnya ia dianggap tunagrahita hanya pada saat ia belajar di kelas dengan mendapat program dan pelayanan pendidikan
secara khusus. Selanjutnya bila tidak membutuhkan pelayanan khusus lagi misalnya ia dapat mempelajari bidang studi Kesenian atau Olahraga
bersama dengan anak normal maka ia tidak lagi dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.
Adapun yang menjadi pokok pembicaraan dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita ringan yaitu anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang paling tinggi di antara semua anak tunagrahita. Jadi, yang dimaksud dengan anak tunagrahita ringan pasca sekolah
adalah anak tunagrahita yang masih mempunyai kemampuan untuk belajar dalam hal akademis sederhana, bersosialisasi, dan dapat bekerja walaupun
sifatnya semi skilled yang telah menamatkan pendidikannya di Sekolah Luar Biasa yang berusia 19 tahun ke atas.
2. Karakteristik