BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur cukup banyak ditemukan di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab.
Hal ini didukung pula oleh kondisi kebersihan setiap manusia yang kurang baik. Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku,
rambut dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya golongan jamur ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan dan infeksi subkutan.
Infeksi superfisial yang paling sering ditemukan adalah pitiriasis versikolor Madani, 2000.
Penyakit pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit dan skuama halus disertai rasa gatal
Siregar, 2004. Ketombe atau pitiriasis kapitis suatu pengelupasan lapisan tanduk secara berlebihan dari kulit kepala dan membentuk sisik-sisik yang halus
Rook, 1991. Jamur penyebab penyakit tersebut adalah Malassezia sp. Pengobatan infeksi jamur ini dilakukan dengan menghambat biosintesis ergosterol
atau sterollain, yang merusak dinding sel jamur dan merubah permeabilitas sehingga menghambat pertumbuhan jamur Jawetz, dkk., 2005. Pilihan
pengobatan yang dapat digunakan adalah ketokonazol, suatu antibiotik golongan senyawa azol yang dapat digunakan secara topikal maupun sistemik Radiono,
2001.
1
Prevalensi penyakit infeksi akibat jamur semakin tinggi. Keadaan ini mendorong pesatnya perkembangan berbagai obat anti jamur Kuswadji, 2001.
Obat-obat antijamur tertentu dapat digunakan untuk mengobati infeksi jamur, akan tetapi sebagian besar antijamur tersebut memiliki satu atau lebih
keterbatasan Jawetz, dkk., 2005. Oleh karena itu, obat-obatan tradisional merupakan salah satu alternatif pengobatan, disamping obat-obatan modern yang
berkembang di pasar Ivan, 2003. Manggis merupakan salah satu jenis buah yang dimanfaatkan sebagai
pengobatan alami. Bioaktif utama dari manggis Garcinia mangostana L adalah turunan xanton Jung et al., 2006, konstituen utama dari xanton manggis adalah
α-mangostin. Penelitian Sundaram 1983 menunjukkan bahwa ekstrak manggis Garcinia Mangostana L mempunyai aktivitas antioksidan, antitumor, antialergi,
antiinflamasi, antibakteri, antijamur dan antiviral. Ekstrak etanol, aseton dan metanol dari kulit buah manggis menunjukkan aktivitas antijamur terhadap tiga
spesies tinea yaitu Trichophyton rudrum, Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum gypseum Puripattanavong et al., 2006. Penelitian tentang
mangostin terhadap aktivitas antijamur sudah pernah dilakukan, α-mangostin
menunjukkan aktivitas antijamur terhadap Epidermophyton floccosum, Alternaria solani, Mucor sp, Rhizopus sp, Cunninghamella echinulata dengan Minimal
Inhibitory Concentration MIC 1 dan 5 µgmL Sundaram et al., 1983 cit Chaverri et al., 2008.
Penelitian lain juga menunjukkan aktivitas antijamur mangostin, gartanin dan
-mangostin terhadap Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum gypseum. Semua komponen di
atas menunjukkan aktivitas moderat melawan Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum gypseum kecuali Candida albicans dan Cryptococcus neoformans
Mahabusarakam et al., 1986. Aktivitas antijamur α-mangostin terhadap penyakit
infeksi kutan sudah dilakukan penelitian di atas, sedangkan infeksi superfisial terhadap Malassezia sp belum dilakukan, sehingga penulis tertarik untuk
mengetahui aktivitas antijamur senyawa α-mangostin.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bukti ilmiah tentang efek dari
α-mangostin dalam menghambat pertumbuhan jamur penyebab penyakit infeksi kulit sehingga dapat menunjang pemanfaatan tanaman sekaligus sebagai
salah satu alternatif pengobatan tradisional terutama untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur.
B. Perumusan Masalah