BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya pada manusia relatif kecil Tjay dan Raharja, 2002. Suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari penggunaan antibiotik adalah
timbulnya mikroorganisme yang resisten. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan peningkatan munculnya bakteri patogen yang
resisten terhadap berbagai obat antibiotik Katzung, 2004. Kemunculan resistensi antibiotik menjadi masalah global kesehatan
masyarakat dalam beberapa dekade terakhir. Studi di Eropa menunjukkan bahwa resistensi terhadap antibiotik meningkat karena peningkatan konsumsinya, yang
didorong oleh pendidikan tentang antibiotik yang tidak memadai sertapenggunaan antibiotik yang tidak rasional Lim dan Teh, 2012.
Data mengenai rasionalitas penggunaan obat di Indonesia masih terbatas.Penelitian tim AMRIN Antimicrobial Resistance in Indonesia
Prevalence and Prevention di dua rumah sakit pendidikan di Indonesia mendapatkan hanya 21 peresepan antibiotika yang tergolong rasionalDuerink,
et al., 2008.Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pencegahan terhadap resistensi, tetapi sering kali terjadi kecerobohan para dokter maupun petugas
kesehatan lain dalam memberikan antibiotik kepada pasien. Mereka memberikan antibotik berdasarkan pengalaman sebelumnya, yang terkadang tidak cocok
dengan jenis bakterinya, sehingga menyebabkan munculnya resistensi terhadap antibiotik pada pasien Kementrian Kesehatan RI, 2011.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang benar serta pengetahuan tentang antibiotik yang tidak tepat menjadi faktor yang
dapat memicu resistensi bakteri terhadap antibiotik.Resistensi terhadap antibiotik merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perhatian saat ini Kementrian
Kesehatan RI, 2011. 1
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap penggunaan antibiotik secara rasional dapat memperburuk kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Mereka seringkali tidak menghabiskan obat dengan waktu yang telah ditentukan oleh dokter dengan alasan sudah sembuh Candra,2011.
Hasil survey kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa 27,8 rumah tangga menyimpan antibiotik. Penjualan antibiotik di Apotik sebagian diperjual
belikan tanpa resep dokter. Masyarakat sering membeli sendiri antibiotik tanpa anjuran dari dokter dan apotik meluluskan permintaan pembeli tanpa resep
dokterKementrian Kesehatan RI, 2013. Penelitian di Yogyakarta menunjukkan pembelian antibiotik tanpa resep
dokteradalah 7
. Amoksisilin merupakan antibiotik paling banyak dibeli secara swamedikasi atau sebesar 77 selain ampisilin, tetrasiklin, fradiomisin-gramisidin,
dan ciprofloksasin. Antibiotika tersebut rata-rata dibeli untuk mengobati gejala flu, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan gejala sakit ringan lainnya dengan
lama penggunaan sebagian besar kurang dari lima hari Widayati et al, 2011.
Penelitian oleh Mananpada tahun 2012 tentang tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik dan resistensi antibiotik yang dilakukan di Desa Daenaa
Kecamatan Limboto Barat, diperoleh datadari 78 orang responden bahwa, 31 orang 39,75 memiliki pengetahuan baik, 35 orang 44,87 memiliki
pengetahuan cukup, dan 12 orang 15,38 memiliki pengetahuan kurang, dan sebanyak 52 orang 66,67 tidak memperoleh informasi tentang penggunaan
antibiotik Manan, 2012. Kecamatan Jebres merupakan salah satu Kecamatan di Kota Surakarta
yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk tertinggi setelah Kecamatan Banjarsari, yaitu berjumlah sekitar 145.703 jiwa pada tahun 2011 dengan 24
apotek. Tingkat pendidikan penduduk Kota Surakarta terbanyak adalah SMA, SMP, SD Badan Pusat Statistik Surakarta, 2011.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini dilakukan untuk untuk menggali lebih lanjut tentang tingkat pengetahuan antibiotik pada pengunjung
apotek di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
B. Rumusan Masalah