Pengaruh Penambahan Media Tanam terhadap Keberhasilan Aplikasi Pangkas Akar dan Inokulasi Fungi Ektomikoriza pada Bibit Melinjo

PENGARUH PENAMBAHAN MEDIA TANAM TERHADAP
KEBERHASILAN APLIKASI PANGKAS AKAR DAN
INOKULASI FUNGI EKTOMIKORIZA PADA BIBIT
MELINJO

DEVINA MAHARANI SAFIAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh
Penambahan Media Tanam terhadap Keberhasian Aplikasi Pangkas akar dan
Inokulasi Fungi Ektomikoriza pada Bibit Melinjo adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Devina Maharani Safiah
NIM E44100069

ABSTRAK
DEVINA MAHARANI SAFIAH. Pengaruh Penambahan Media Tanam terhadap
Keberhasilan Aplikasi Pangkas Akar dan Inokulasi Fungi Ektomikoriza pada
Bibit Melinjo. Dibimbing oleh ARUM SEKAR WULANDARI.
Pemangkasan akar diketahui dapat memperbaiki sistem perakaran akar dan
meningkatkan kolonisasi ektomikoriza pada bibit melinjo umur 2 bulan, namun
selama 6 bulan pengamatan belum memberikan pengaruh nyata pada
peningkatkan pertumbuhan bibit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan media tanam dan waktu pengamatan terhadap keberhasilan
infeksi fungi ektomikoriza dan pertumbuhan bibit melinjo setelah 8 bulan
diinokulasi (BSI). Penambahan media tanam mempengaruhi pertumbuhan akar
dan tajuk bibit melinjo yang diamati. Penambahan media tanam menunjukkan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit melinjo pada 3 bulan setelah bibit

disapih. Pangkas akar tidak lagi memberikan pengaruh nyata baik terhadap
kolonisasi ektomikoriza maupun pertumbuhan bibit melinjo. Inokulasi fungi
ektomikoriza meningkatkan pertumbuhan bibit melinjo.
Kata kunci: ektomikoriza, Gnetum gnemon, media tanam,pangkas akar,
Scleroderma

ABSTRACT
DEVINA MAHARANI SAFIAH. Influence of Replenishment of Planting Media
to The Succes Rate of Root Pruning Application and Fungi’s Ectomycorrhiza
Inoculation in Melinjo Seedlings. Supervised by ARUM SEKAR WULANDARI.
Root pruning has been known to fix root’s root system and enhancing
ectomycorrhiza colonization in 2 months old melinjo seeds, but during 6 months
of observation, it is not giving any significant effect to enhance growth of
seedlings. This research aimed to determine the effect of replenishment of
planting media and time of observation to the success rate of ectomycorrhiza
fungal infection and the growth of inoculated melinjo seedlings after 8 months.
Planting media replenishment affected the growth of roots and shoots of the
observed melinjo seedlings. Planting media replenishment shown its influence to
the growth of melinjo seedlings at the 3rd month of after weaned. Root pruning is
no longer giving a significant effect, either to ectomycorrhiza colonization or

melinjo seedlings growth. Fungi’s ectomycorrhiza inoculation enhance the growth
of melinjo seedlings.
Keyword: ectomycorrhiza, Gnetum gnemon, planting media, root pruning,
Scleroderma

PENGARUH PENAMBAHAN MEDIA TANAM TERHADAP
KEBERHASILAN APLIKASI PANGKAS AKAR DAN
INOKULASI FUNGI EKTOMIKORIZA PADA BIBIT
MELINJO

DEVINA MAHARANI SAFIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini
berjudul Keberhasilan Pangkas Akar dan Inoklasi Fungi Ektomikoriza pada Bibit
Melinjo (Gnetum gnemon) Umur 2 Bulan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari sampai Juni 2014.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Arum Sekar
Wulandari, MS selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing dan
memberikan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi. Penghargaan penulis
sampaikan kepada rekan satu bimbingan Asep dan Wahyu atas bantuan baik
langsung maupun tidak langsung yang diberikan kepada penulis, juga kepada
Rummi Azahra, Ayi Kulsum Zamzam, Usi Nurapritta, Inggar Damayanti, dan
keluarga besar Silvikultur 47 atas bantuan dan dukungannya yang diberikan
kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada H. Depai dan Sri
Nawangsih Ernawati selaku orangtua, adik-adik yang ganteng, atas segala
dukungannya, dan Muhammad Falih Akbar atas semangat, doa dan dukungannya
dari jauh.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Devina Maharani Safiah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hasil


4

Pembahasan

9

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA


12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil analisis ragam data pertumbuhan bibit melinjo pada 0,
2, 3, 4 bulan setelah sapih
2 Pertumbuhan akar dan tajuk bibit melinjo pada perlakuan pangkas akar
setelah diberi penambahan media tanam selama 4 bulan pengamatan
3 Pertumbuhan akar dan tajuk bibit melinjo pada perlakuan inokulasi
fungi ektomikoriza setelah diberi penambahan media tanam selama 4
bulan pengamatan
4 nteraksi antara perlauan pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza
terhadap berat basah akar bibit melinjo 3 bulan setelah bibit disapih
5 Persentase akar terinfeksi pada perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza
selama 5 bulan pengamatan
6 Nisbah pucuk akar pada perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza selama
5 bulan pengamatan


5
6

7
7
8
9

DAFTAR GAMBAR
1 Performansi pertumbuhan bibit melijo dengan perlakuan pangkas akar
0%, 30%, dan 50% terhadap inokulasi fungi ektomikoriza setelah diberi
penambahan media tanam selama 4 bulan pengamatan: (A) inokulum
tanah, (B) kontrol, (C) bibit bermikoriza
2 Performansi akar bibit melinjo perlakuan pangkas akar pada akhir
pengamatan: (A) akar bibit kontrol, (B) akar bibit inokulasi dengan
inokulum tanah, (C) akar bibit melinjo dengan bibit bermikoriza
3 Persentase bibit melinjo terinfeksi pada perlakuan pangkas akar dan
inokulasi fungi ektomikoriza setelah diberi penambahan media tanam
selama 4 bulan pengamatan


8

8

9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikoriza merupakan suatu struktur yang menggambarkan asosiasi
simbiotik antara akar tanaman dengan fungi (Darwo dan Sugiarti 2008). Mikoriza
adalah struktur asosiasi antara fungi dan akar tumbuhan dalam sebuah ekosistem
yang dapat membantu penyerapan unsur hara (Elidar 2010). Manfaat mikoriza
antara lain mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman (Duponnois et al. 2005), membantu pertumbuhan tanaman dengan
meningkatkan penyerapan hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan
(Dell 2002), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen (Bachtiar et al.
2010), dan pada spesies tertentu mikoriza dapat menghasilkan tubuh buah yang
dapat dikonsumsi (Hall et al. 2003). Fungi ektomikoriza diketahui berasosiasi
secara alami dengan tanaman dari famili Dipterocarpaceae (Turjaman et al. 2006),
Pinaceae (Chen 2006), dan Gnetaceae (Wulandari 2002).
Melinjo termasuk ke dalam famili Gnetaceae yang dapat tumbuh pada
tanah dengan kualitas rendah sehingga dapat digunakan sebagai tanaman
penghijauan (Purnomosidhi et al. 2002). Hampir semua bagian dari tanaman
melinjo dapat dimanfaatkan, daun dan buahnya yang masih muda dapat
dikonsumsi, kulit buah melinjo dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami
(Cornelia et al. 2009). Kajian tentang asosiasi melinjo dengan fungi ektomikoriza
masih sedikit dilakukan (Riniarti 2010). Asosiasi ektomikoriza pada melinjo dapat
terjadi secara alami, tetapi ketersediaan bibit berektomikoriza masih sangat sedikit
sehingga diperlukan penyediaan bibit melalui inokulasi buatan untuk
menghasilkan bibit melinjo bermutu baik, karena penampakan fisik bibit
berektomikoriza umumnya lebih kekar, tumbuh lebih cepat, dan mudah
beradaptasi dengan kondisi lingkungan penanaman yang baru (Jones et al. 2003).
Inokulasi bibit melinjo dengan fungi ektomikoriza sebaiknya dilakukan
pada saat bibit masih sangat muda, sehingga didapatkan bibit yang terkolonisasi
dengan baik (Krüger et al. 2004). Riniarti (2010) menyatakan keberhasilan
aplikasi ektomikoriza pada tanaman kehutanan ditentukan oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah aplikasi teknologi inokulasi yang sesuai. Teknik
pemangkasan akar merupakan metode yang dapat dilakukan untuk merangsang
kolonisasi akar oleh fungi ektomikoriza. Metode pangkas akar dapat
meningkatkan tumbuhnya akar-akar lateral baru (Pourmajidian et al. 2009) yang
diharapkan dapat meningkatkan infeksi fungi ektomikoriza.
Pemangkasan akar diketahui dapat memperbaiki sistem perakaran akar dan
meningkatkan kolonisasi ektomikoriza pada bibit melinjo umur 2 bulan, namun
selama 6 bulan pengamatan belum memberikan pengaruh nyata pada
peningkatkan pertumbuhan bibit. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan nutrisi
pada media tanam dan waktu pengamatan yang kurang lama (Pamujianto 2014).
Terbentuknya kolonisasi yang efektif membutuhkan waktu 10 sampai 12 bulan
(Santoso et al. 2007). Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan dengan
penambahan unsur hara dan penambahan waktu pengamatan selama 4 bulan.

2
Perumusan Masalah
Pemangkasan akar dapat meningkatkan jumlah percabangan akar dan
kolonisasi ektomikoriza (Wulandari et al. 2013), namun tingkat kolonisasinya
masih rendah dan belum berpengaruh dalam peningkatan pertumbuhan bibit
(Pamujianto 2014). Ektomikoriza juga membutuhkan nutrisi untuk mendukung
pertumbuhan pada awal infeksi (Bertham 2011). Oleh sebab itu perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan penambahan waktu pengamatan dan penambahan
unsur hara.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur
hara pada media tanam dan waktu pengamatan terhadap keberhasilan infeksi fungi
ektomikoriza dan pertumbuhan bibit melinjo setelah 8 bulan diinokulasi (BSI)

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memprediksi pertumbuhan bibit
melinjo yang diberi perlakuan pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza
setelah dipndah ke lapangan.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juni 2014 di
laboratorium dan rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, timbangan dengan
ketelitian 0.1 g, alat tulis, penggaris, gunting, kaliper digital dengan ketelitian 0.01,
mikroskop, desikator, dan kamera. Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah bibit melinjo, polibag, kertas koran, plastik, spidol, dan label. Media tanam
yang digunakan merupakan campuran tanah, kompos, cocopeat, dan arang sekam.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Tanam
Bibit Melinjo. Bibit melinjo yang digunakan adalah bibit berumur 8 bulan.
Bibit tersebut merupakan bibit hasil penelitian sebelumnya (Pamujianto 2014)
yang telah diinokulasi dengan fungi ektomikoriza dan diberi perlakuan pangkas
akarpada saat berumur 2 bulan. Inokulasi fungi ektomikoriza dilakukan dengan
tiga taraf yaitu tanpa inokulasi (kontrol), inokulasi dengan inokulum tanah, dan
inokulasi dengan bibit bermikoriza. Pemangkasan akar dilakukan dengan 3 taraf
yaitu 0%, 30%, dan 50%.
Persiapan Media Tanam. Penambahan media tanam dilakukan pada bibit
melinjo umur 9 bulan.Media awal yang digunakan sebelumnya adalah campuran

3
tanah, kompos, pasir, dan arang sekam. Media sapih yang digunakan adalah
campuran tanah, kompos, cocopeat dan arang sekam dengan perbandingan 3:3:3:1
(v/v/v/v). Media yang sudah tercampur kemudian dimasukkan ke dalam polibag
dengan ukuran lebih besar dari polibag awal. Pemindahan bibit dilakukan dengan
melepas polibag sebelumnya dan menyertakan tanah awal dan dipindahkan
dengan hati-hati agar tanah tetap utuh dan tidak hancur ketika dipindahkan ke
media sapih. Penyiraman dilakukan 3 hari sekali.
Pengamatan dan Pengambilan Data
Tinggi Bibit (cm). Pengukuran tinggi bibit dilakukan dengan
menggunakan penggaris. Bibit diukur dari mulai leher (batas antara batang dengan
akar diatas permukaan tanah) hingga pucuk. Pengukuran dilakukan 2 minggu
sekali.
Diameter batang (mm). Pengukuran diameter diukur dengan jarak 1˗˗2
cm di atas leher akar yang sudah diberi tanda denga spidol permanen. Pengukuran
dilakukan 6 minggu sekali.
Biomassa Akar dan Pucuk (g). Perhitungan biomassa dilakukan dengan
pengukuran berat basah (BB) dan berat kering (BK) akar dan pucuk. Pengambilan
data dilakukan pada 0, 2, 3, dan 4 bulan setelah bibit melinjo disapih. Pengukuran
berat basah dan berat kering dilakukan dengan memisahkan tanaman dari media
tanam, akar dicuci dari kotoran dan tanah yang menempel, kemudian bagian akar
dan pucuk dipisahkan. Berat basah ditimbang sebelum akar dan pucuk
dikeringkan. Berat kering didapatkan setelah akar dan pucuk dikeringkan di dalam
oven pada suhu 70 °C selama 120 jam.
Pengamatan Akar. Pengamatan akar dilakukan dengan memisahkan bibit
dari media tanam, kemudian diamati dengan menggunakan kaca pembesar dan
mikroskop. Pemeriksaan akar dilakukan untuk mengetahui persentase kolonisasi
ektomikoriza, pertumbuhan akar setelah dipangkas, dan jumlah bibit yang
terinfeksi. Pemeriksaan dilakukan pada 0, 2, 3, dan 4 bulan setelah bibit disapih.
Pertumbuhan akar setelah dipangkas diamati dengan menghitung jumlah akar
yang bercabang akibat pemngkasan akar dan banyaknya cabang yang terbentuk.
Persentase kolonisasi ektomikoriza dan bibit terinfeksi dihitung dengan
menggunakan rumus:
Persentase kolonisasi mikoriza=
Persentase bibit terinfeksi=

x100%

Analisis Data
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi.
Inokulasi fungi ektomikoriza sebagai petak utama terdiri atas 3 taraf yaitu: tanpa
inokulasi (kontrol), inokulasi dengan inokulum tanah, dan inokulasi dengan bibit
bermikoriza. Sebagai anak petak adalah tingkat pemangkasan akar dengan 3 taraf
yaitu 0%, 30%, dan 50%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali
dengan satu ulangan terdiri atas 8 bibit melinjo. Data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), apabila
berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf

4
kesalahan 5%. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dengan software
SAS versi 9.1.3 Portable dan SPSS.
Model Rancangan pada penelitian ini adalah:

Yijk
µ
αi
βj
(αβ)ij
ik

ijk

i
j
k

= Nilai pengamatan pada faktor inokulasi fungi ektomikoriza taraf ke-i,
faktor tingkat pemangkasan taraf ke-j, dan ulangan ke-k
= Nilai tengah (rataan) umum
= Pengaruh perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza pada taraf ke-i
= Pengaruh perlakuan taraf pemangkasan akar pada taraf ke-j
= Pengaruh interaksi antara perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza pada
taraf ke-i dan pemangkasan akar pada taraf ke-j
= Galat acak dari perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza pada taraf ke-i
dan ulangan ke-k
= Galat acak percobaantaraf ke-i, faktor tingkat pemangkasan taraf ke-j,
dan ulangan ke-k
= Taraf inokulasi fungi ektomikoriza (tanpa diinokulasi, diinokulasi
dengan inokulum tanah, diinokulasi dengan bibit bermikoriza
= Taraf pemangkasan akar (0%, 30%, 50%)
= Ulangan (1, 2, 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Pertumbuhan Bibit Melinjo
Pengamatan terhadap bibit melinjo dilakukan pada bulan ke-0 (sebelum
disapih), 2, 3, dan 4 setelah bibit disapih ke media baru. Pertumbuhan yang
diamati meliputi perkembangan akar bibit dan pertumbuhan tajuk bibit. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam untuk mengetahui pengaruh
terhadap peubah yang diamati. Rekapitulasi analisis ragam tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan media tanam dan
waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap perkembangan akar bibit melinjo
dengan peubah jumlah akar bercabang dan banyaknya cabang akar baru.
Penambahan media tanam meningkatkan jumlah akar yang bercabang dari
berpengaruh nyata menjadi berpengaruh sangat nyata. Penambahan media tanam
pada perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tajuk bibit melinjo. Pada perkembangan akar bibit, inokulasi fungi
ektomikoriza berpengaruh nyata terhadap berat basah dan berat kering akar pada 3
dan 4 bulan setelah bibit disapih. Interaksi pangkas akar dan inokulasi fungi
ektomikoriza tidak berbeda nyata terhadap semua peubah, namun berpengaruh
nyata terhadap peubah berat basah akar pada 3 bulan setelah bibit disapih. Secara
keseluruhan dapat dilihat bahwa pangkas akar berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan akar, namun tidak berpengaruh terhadap perkembangan tajuk bibit.
Penambahan media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar dan

5
tajuk bibit. Inokulasi fungi ektomikoriza juga berpengaruh pada pertumbuhan akar
dan tajuk bibit melinjo.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam data pertumbuhan bibit melinjo pada 0,
2, 3, 4 bulan setelah disapih
Waktu

Pangkas
akar (P)

Inokulasi fungi
ektomikoriza
(I)

PxI

Jumlah akar yang bercabang

T0
T2
T3
T4

*
**
**
**

tn
tn
*
*

tn
tn
tn
tn

44.13
38.96
51.33
33.09

Banyaknya cabang baru

T0
T2
T3
T4

**
**
*
**

tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn

37.79
42.79
40.50
43.15

BB akar (

)

T0
T2
T3
T4

tn
tn
tn
tn

tn
**
**
**

tn
tn
*
tn

54.30
39.20
20.95
25.88

BK akar (

)

T0
T2
T3
T4

tn
tn
tn
tn

tn
tn
**
**

tn
tn
tn
tn

38.77
56.29
44.86
25.23

T0
T2
T3
T4

tn
tn
tn
tn

**
**
**
**

tn
tn
tn
tn

41.50
48.82
40.03
36.11

T0
T2
T3

tn
tn
tn

**
**
**

tn
tn
tn

43.43
31.82
26.36

T4

tn

**

tn

25.91

*
tn
tn
tn

**
**
**
**

tn
tn
tn
tn

30.95
38.93
21.78
30.73

Peubah

KK
(%)

Perkembangan akar bibit

Pertumbuhan tajuk bibit
Tinggi bibit (cm)

Diameter (cm)

BB pucuk (

)

T0
T2
T3
T4

BK pucuk (

)

T0
T2
T3
T4

tn
**
tn
35.16
tn
*
tn
50.11
tn
**
tn
23.49
tn
**
tn
29.84
tn: tidak berbeda nyata, *: berbeda nyata pada taraf uji 5%,**: berbeda sangat nyata pada taraf uji
1%, BB: berat basah, BK: berat kering, KK: koefisien keragaman, T0: bibit sebelum disapih, T2: 2
bulan setelah bibit disapih, T3: 3 bulan setelahbibit disapih, T4: 4 bulan setelah bibit disapih.

Perkembangan akar dan tajuk bibit setelah diberi penambahan media
tanam tersaji pada Tabel 2. Perlakuan pangkas akar berpengaruh nyata terhadap

6
perkembangan akar bibit. Pangkas akar 30% dan 50% berpegaruh sangat nyata
terhadap jumlah akar yang bercabang. Pangkas akar 30% berpengaruh sangat
nyata terhadap banyaknya cabang akar baru yang terbentuk dan berat basah pucuk.
Perkembangan akar bibit melinjo yang diberi perlakuan pangkas akar lebih baik
daripada yang tidak dipangkas. Penambahan media tanam meningkatkan nilai
rata-rata jumlah akar yang bercabang dan banyaknya cabang baru pada perlakuan
tingkat pangkas akar 30% pada 4 bulan setelah bibit disapih.
Tabel 2 Pertumbuhan akar dan tajuk bibit melinjo pada perlakuan pangkas akar
setelah diberi penambahan media tanam selama 4 bulan pengamatan
Tingkat
pangkas akar
(%)

Peubah

Waktu pengamatan
T0

T2

T3

T4

**
0.00b
2.33a
1.78a
**
0.00b
5.33a
4.89a

**
0.11b
1.89a
1.67a

**
0.22b
1.87a
2.56a

**
0.00b
2.56a

*
0.22b
10.67a
10.39a

**
2.33b
9.44a
9.00a

Pertumbuhan akar bibit
Jumlah akar yang bercabang

Banyaknya cabang baru

Pertumbuhan tajuk bibit
BB pucuk (

Uji F
0
30
50
Uji F
0
30
50

)

Uji F
0
30
50

2.22a
**
0.00b
11.56a
15.00a

*
3.94ab

tn
tn
tn
3.50a
5.98a
10.08a
4.80a
5.31a
6.60a
10.78a
3.08ab
5.58a
6.23a
10.28a
tn: tidak berbeda nyata, *: berbeda nyata pada taraf uji 5%,**: berbeda sangat nyata pada taraf uji
1% (uji jarak berganda Duncan), BB: berat basah, BK: berat kering, T0: bibit sebelum disapih, T2:
2 bulan setelah bibit disapih, T3: 3 bulan setelah bibit disapih, T4: 4 bulan setelah bibit disapih.

Tabel 3 menunjukkan pertumbuhan bibit melinjo yang diberi perlakuan
inokulasi fungi ektomikoriza. Perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tajuk bibit serta berat basah dan berat
kering akar pada 3 dan 4 bulan setelah bibit disapih. Inokulum tanah berpengaruh
nyata terhadap berat basah dan berat kering akar pada 3 dan 4 bulan setelah bibit
disapih. Penambahan media tanam juga meningkatkan pertumbuhan bibit melinjo
yang diberi perlakuan inokulasi dengan inokulum tanah pada 4 bulan setelah bibit
disapih. Sama halnya dengan inokulum tanah, kontrol menunjukkan notasi huruf
yang sama (tidak berbeda nyata). Hal ini karena kontrol terinfeksi fungi
ektomikoriza. Performansi bibit melinjo pada perlakuan pangkas akar terhadap
inokulasi fungi ektomikoriza dapat dilihat pada Gambar 1.
Interaksi antara perlakuan pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza
berpengaruh nyata terhadap berat basah akar pada 3 bulan setelah bibit disapih.
Pada Tabel 4 terlihat pengaruh nyata dari interaksi tingkat pangkas akar 50% dan
kontrol. Bibit dengan perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza dan pangkas akar
lebih baik daripada yang tidak dipangkas.

7
Tabel 3 Pertumbuhan akar dan tajuk bibit melinjo pada perlakuan inokulasi fungi
ektomikoriza setelah diberi penambahan media tanam selama 4 bulan
pengamatan
Waktu pengamatan
Peubah

Sumber inokulum
T0

T2

T3

T4

tn
2.34a
1.42a
1.85a
tn
0.82a
0.30a
0.71a

**
1.81ab
2.39a
0.92b

**
3.06a
2.72a
1.48b

**
3.96a
4.14a
1.68b

tn
0.76a
0.98a
0.54a

**
1.48a
1.65a
0.60b

**
1.51a
1.57a
0.60b

**
3.04a
3.46a
1.06b
**
0.32a
0.36a
0.14b
**
5.24a
3.50a
3.07a
**
1.81a

**
7.09a
6.42a
2.37b

**
10.38a
10.56a
3.89b

**
11.87a
11.45a
3.99b

**
0.49a
0.56a
0.22b

**
0.86a
0.89a
0.31b

**
0.84a
0.97a

**
5.56a
6.64a
2.19b

**
8.33a
7.01a
3.47b

Pertumbuhan akar bibit
BB akar (

)

Uji F
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

BK akar (

)

Uji F
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

Pertumbuhan tajuk bibit
Tinggi bibit (cm)

Uji F
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

Diameter (cm)

Uji F
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

BB pucuk
(

)

Uji F
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

BK pucuk
(

)

Uji F
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

0.32b
**
14.51a
12.38b
4.25c

*
**
**
1.78ab
3.12a
4.13a
1.10b
2.50a
2.41ab
4.22a
1.03b
1.06b
1.27b
1.60b
BB: berat basah, BK: berat kering, angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji jarak berganda Duncan), T0: bibit sebelum disapih,
T2: 2 bulan setelah bibit disapih, T3: 3 bulan setelah bibit disapih, T4: 4 bulan setelah bibit disapih.

Tabel 4 Interaksi antara perlakuan pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza
terhadap berat basah akar bibit melinjo 3 bulan setelah bibit disapih
Sumber inokulum
Tingkat pangkas akar
(%)
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza
0
2.27abc
2.70abc
1.93abc
30
3.33a
3.20ab
1.50bc
50
3.60a
2.27abc
1.03c
*Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji selang berganda Duncan).

8

Gambar 1 Performansi pertumbuhan bibit melinjo dengan perlakuan pangkas akar
0%, 30%, dan 50% terhadap inokulasi fungi ektomikoriza setelah diberi
penambahan media tanam selama 4 bulan pengamatan: (A) kontrol, (B)
inokulum tanah, dan (C) bibit bermikoriza
Tingkat Kolonisasi Ektomikoriza
Tingkat kolonisasi ektomikoriza adalah indikator untuk mengetahui
keberhasilan infeksi fungi ektomikoriza akibat perlakuan pangkas akar dan
inokulasi fungi ektomikoriza. Pada kolonisasi ektomikoriza, peubah yang diamati
adalah persentase akar terinfeksi dan persentase bibit terinfeksi. Berdasarkan
Tabel 5 diketahui perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza berpengaruh nyata
terhadap persentase akar bibit melinjo terinfeksi.

A

C

B

Gambar 2 Performansi akar bibit melinjo perlakuan pangkas akar pada akhir
pengamatan: (A) akar bibit kontrol, (B) akar bibit inokulasi dengan
inokulum tanah, (C) akar bibit inokulasi dengan bibit bermikoriza
Tabel 5 Persentase akar terinfeksi pada perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza
selama 5 bulan pengamatan
Sumber inokulum
Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

T0
*
7.44b
38.55a
25.67a

T2
tn
35.11a
53.33a
61.44a

Waktu
T3
*
66.33a
54.22ab
44.44b

T4
**
64.11a
60.33a
29.22b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji jarak berganda Duncan) T0: bibit sebelum disapih, T2: 2 bulan setelah bibit disapih,
T3: 3 bulan setelah bibit disapih, T4: 4 bulan setelah bibit disapih.

Gambar 2 menunjukkan bibit yang terinfeksi akibat perlakuan pangkas
akar dan inokulasi fungi ektomikoriza mengalami peningkatan persentase infeksi
bibit setiap bulannya. Setelah dilakukan penambahan media terlihat persentase
kolonisasi meningkat tajam yaitu pada 3 bulan setelah bibit disapih. Hingga
pengamatan terakhir diketahui semua bibit yang diamati terinfeksi fungi
ektomikoriza.

9
120
Bibit terinfeksi (%)

100
100
81

100

85

80
T0 = bibit sebelum disapih
T2 = 2 bulan setelah bibit disapih
T3 = 3 bulan setelah bibit disapih
T4 = 4 bulan setelah bibit disapih

60
40
20
0
T0

T2
T3
Waktu pengamatan

T4

Gambar 3 Persentase bibit melinjo terinfeksi pada perlakuan pangkas akar dan
inokulasi fungi ektomikoriza setelah diberi penambahan media tanam
selama 4 bulan pengamatan
Nisbah pucuk akar digunakan untuk mengetahui kualitas bibit. Pada Tabel
6 dapat dilihat bahwa inokulasi fungi ektomikoriza berpengaruh nyata terhadap
nisbah pucuk akar pada 1 bulan sebelum bibit disapih. Penambahan media yang
dilakukan menurunkan nilai nisbah pucuk akar.
Tabel 6 Nisbah pucuk akar pada perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza selama 4
bulan pengamatan
Waktu
Sumber inokulum

Kontrol
Inokulum tanah
Bibit bermikoriza

T0

T2

T3

T4

*
2.47b
4.08a
2.23b

tn
2.65a
2.71a
2.53a

tn
2.02a
1.63a
3.04a

tn
2.91a
2.70a
2.93a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji jarak berganda Duncan), T0: bibit sebelum disapih, T2: 2 bulan setelah bibit disapih,
T3: 3 bulan setelah bibit disapih, T4: 4 bulan setelah bibit disapih.

Pembahasan
Pangkas akar merupakan teknik pengurangan sistem perakaran yangakan
merangsang pertumbuhan akar lateral dan membentuk percabangan baru akibat
dari hormon auksin (Tranvan et al. 2000). Pangkas akar dapat merangsang
pertumbuhan akar lateral pada bibit melinjo umur 7 bulan (Wulandari et al. 2013;
Febrianingrum 2014) dan 2 bulan (Pamujianto 2014).
Bibit melinjo yang diamati merupakan bibit melinjo dari hasil penelitian
sebelumnya (Pamujianto 2014). Pada bibit melinjo umur 2 bulan dilakukan
perlakuan pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza. Pengamatan setelah
perlakuan dilakukan selama 6 bulan. Pada akhir bulan ke-6 hasil yang diperoleh
adalah pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza menunjukkan interaksi
dalam meningkatkan kolonisasi ektomikoriza. Kombinasi pangkas akar 50% dan
inokulasi dengan inokulum tanah lebih efektif dalam meningkatkan tingkat

10
kolonisasi ektomikoriza dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun pada
akhir bulan ke-6 kolonisasi ektomikoriza belum menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap pertumbuhan bibit melinjo (Pamujianto 2014). Untuk itu dilakukan
penambahan waktu pengamatan dan penambahan unsur hara dengan penambahan
media tanam untuk mengetahui pengaruh kolonisasi ektomikoriza terhadap
pertumbuhan bibit melinjo.
Sebelum penambahan media, dilakukan pengamatan bibit melinjo pada
umur 9 bulan. Pada pengamatan ini diketahui bahwa pangkas akar memberikan
pengaruh nyata terhadap jumlah akar yang bercabang dan banyaknya cabang baru.
Pada pertumbuhan tajuk bibit pangkas akar memberi pengaruh terhadap berat
basah pucuk. Pangkas akar 30% dan 50% memiliki nilai yang sama terhadap
jumlah akar yang bercabang dan banyaknya cabang baru yang terbentuk. Pangkas
akar 30% menunjukkan nilai yang lebih baik terhadap berat basah pucuk pada
satu bulan sebelum bibit diinokulasi. Inokulasi fungi ektomikoriza juga
mempengaruhi pertumbuhan bibit pada satu bulan sebelum bibit disapih. Bibit
kontrol (tanpa inokulasi fungi ektomikoriza) menunjukkan nilai yang sama
dengan bibit yang diinokulasi dengan inokulum tanah, karena bibit kontrol
terinfeksi fungi ektomikoriza.
Penambahan media tanam pada bibit melinjo dilakukan pada bulan ke-9
setelah inokulasi. Pada penelitian ini diketahui penambahan media tanam dapat
membantu pertumbuhan bibit melinjo. Penambahan media diharapkan akan
menambah unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Media
tanam yang ditambahkan terdiri atas campuran tanah, kompos, cocopeat, dan
arang sekam. Kompos mengandung unsur N, P, K, Ca, dan Mg dengan pH
cenderung asam. Cocopeat adalah serbuk sabut kelapa yang dihasilkan dari proses
penghancuran sabut kelapa. Media cocopeat memiliki daya simpan air yang tinggi
(Hasriani 2013). Arang sekam berasal dari pembakaran sekam padi yang tidak
sempurna, berbahan ringan, dan memiliki pH cenderung netral sebesar 6.92 (Yanti
2004).
Penambahan media tanam berarti menambah unsur hara yang terkandung
dalam media tanam. Penambahan media tanam mempengaruhi pertumbuhan akar
dan tajuk bibit melinjo yang diamati. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya
jumlah akar yang bercabang dan banyaknya cabang baru yang terbentuk. Selain
itu perlakuan pangkas akar juga mempengaruhi jumlah akar yang terbentuk. Hal
ini dapat dilihat dari pertumbuhan akar bibit melinjo yang diberi perlakuan
pangkas akar dengan taraf 30% dan 50% lebih baik pertumbuhannya daripada
yang tidak dipangkas.
Penambahan media tanam meningkatan pertumbuhan tajuk (tinggi,
diameter, berat basah dan berat kering). Hal ini menunjukkan inokulasi fungi
ektomikoriza membantu akar tanaman menyerap unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman sehingga pertumbuhannya baik tinggi maupun dimeter meningkat.
Peningkatan bobot kering pucuk biasanya dikaitkan dengan peningkatan kadar
dan serapan hara sebagai akibat dari inokulasi fungi ektomikoriza (Bertham 2011).
Inokulasi juga berpengaruh nyata terhadap jumlah akar yang bercabang, berat
basah dan berat kering akar.
Inokulasi fungi ektomikoriza dengan sumber inokulum tanah diketahui
lebih efektif dalam meningkatan pertumbuhan tanaman karena fragmen miselium
dalam inokulum tanah lebih mudah menyebar (Pamujianto 2014). Miselium inilah

11
yang berperan dalam penyerapan unsur hara pada tanaman inang (Nara 2006).
Inokulasi fungi ektomikoriza dengan sumber inokulum tanah berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter bibit pada bulan ketiga dan keempat
setelah bibit disapih. Hal ini menunjukkan penambahan media tanam
meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.Fungi
ektomikoriza dapat membantu tanaman menyerap unsur hara fosfor (P). Unsur
hara P berperan dalam penangkapan energi cahaya matahari dan mengubahnya
menjadi energi biokimia (Wijaya 2004) yang dibutuhkan untuk perkembangan
batang dan daun dan berlanjut pada peningkatan tinggi tajuk dan diameter batang.
Inokulasi fungi ektomikoriza dengan sumber inokulum bibit bermikoriza
menunjukkan nilai paling rendah pada semua peubah. Hal ini terjadi karena
kompetisi dalam penyerapan unsur hara antara bibit perlakuan dan bibit
bermikoriza. Kompetisi diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu spesies
terhadap spesies yang lain yang berhubungan dengan alokasi sumberdaya, atau
pembatasan akses terhadap sumberdaya yang ada (Keddy 2007).
Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara bagian akar dan pucuk
tanaman. Nisbah pucuk akar dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan media
tempat tumbuh tanaman (Frianto 2007). Pada penelitian ini penambahan media
tanam pada perlakuan pangkas akar maupun inokulasi fungi ektomikorizatidak
berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar dengan kisaran nilai nisbah pucuk
akar 2.70–2.93 pada 4 bulan setelah bibit disapih. Nilai rata-rata nisbah pucuk
akar dari 4. 08 pada bulan pertama pengamatan menjadi 2.70 pada bibit melinjo
dengan sumber inokulum inokulum tanah pada akhir pengamatan. Hal ini
menunjukkan penambahan media tanam meningkatkan pertumbuhan akar yang
juga dapat dilihat dari meningkatnya berat basah dan berat kering akar pada
perlakuan inokulasi fungi ektomikoriza serta peningkatan jumlah akar bercabang
dan banyaknya cabang baru pada perlakuan pangkas akar. Menurut klasifikasi
Barnett (1984) pertumbuhan dan kemampuan hidup semai yang terbaik pada
umumnya terjadi pada nisbah pucuk akar antara 1˗˗3.
Penambahan media tanam memberikan pengaruh terhadap interaksi antara
perlakuan pangkas akar dan inokulasi fungi ektomikoriza yaitu terhadap berat
basah akar pada 3 bulan setelah bibit disapih. Nilai terbaik ditunjukkan oleh
kombinasi pangkas akar 50% dan kontrol. Bibit kontrol terinfeksi fungi
ektomikoriza. Hal ini sejalan dengan persen infeksi bibit yang mencapai 100%
pada 3 bulan setelah bibit disapih. Infeksi fungi ektomikoriza pada kontrol diduga
disebabkan oleh penyebaran miselium mikoriza pada saat penyapihan dilakukan
dan pada saat penyiraman.
Penambahan media tanam dilakukan bersamaan dengan penggantian
polibag yang digunakan dengan ukuran polibag yang lebih besar atau oversak.
Kegiatan oversak ini memberikan ruang yang lebih besar bagi akar untuk
berkembang. Unsur hara yang bertambah juga memacu perkembangan akar.
Penambahan media tanam memberikan tambahan unsur hara P yang dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan akar yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap kekeringan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan berat basah dan berat
kering akar setelah bibit disapih.

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan media tanam dan penambahan waktu pengamatan selama 4
bulan dapat meningkatkan keberhasilan infeksi fungi ektomikoriza dan
pertumbuhan bibit melinjo. Penambahan media tanam memberikan pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan akar bibit melinjo 2 bulan setelah bibit disapih dan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tajuk bibit melinjo 3
bulan setelah bibit disapih.
Saran
Perlu adanya variasi komposisi media tanam yang digunakan untuk
mendapatkan komposisi yang tepat dalam aplikasi inokulasi fungi ektomikoriza
serta perlu aplikasi langsung ke lapangan terhadap bibit melinjo yang telah
diinfeksi fungi ektomikoriza.

DAFTAR PUSTAKA
Altland J. 2007. Root pruning: A Touchy Subject. USA: North Willamett Research
and Extension Center Oregon State University (US).
Bachtiar Y, Yahya S, Sumaryono W, Sinaga MS, Budi SW, & Tajudin T. 2010.
Isolation and identificationof mycorrhizosphere bacteria and
theirantagonistic effects towards Ganoderma boniensein vitro. Journal of
Microbiology Indonesia 4(2):96-102.
Barnett JP. 1984. Relating seedling physiology to survival and growth in
container-grown Southern Pines. Di dalam: Duryea ML, Brown GN, editor.
Seedling Physiology and Reforestation Success. Forestry Science Series
14. Proceedings of the Physiology Working Group Technical Session,
Society of American Foresters National Convention: 1983 Oct 16-20;
Portland, Oregon, USA. New York: Springer-Verlag. hlm 157-176
Bertham RYH. 2011. Inokulasi ganda fungi mikoriza arbuskula dan rhizobium
lokal meningkatkan pertumbuhan dan hasil tiga varietas kedelai di ultisol,
Bengkulu, Indonesia. Di dalam: Budi SW, Turjaman M, Mardatin NF,
Nusantara AD, Trisilawati O, Sitepu IR, Wulandari AS, Riniarti M,
Setyaningsih L, editor. Percepatan SosialisasiTeknologi Mikoriza untuk
Mendukung Revitalisasi Pertanian, Perkebunan,dan Kehutanan. Prosiding
Seminar Nasional Mikoriza II; 2007 Jul 17-21; Bogor, Indonesia. Bogor
(ID): Seameo Biotrop. Hlm 11-19.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Manalu W, penerjemah.
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Biology.
Chen Y. 2006. Optimizing Scleroderma spore inoculum for eucalyptus nursery in
South China [disertasi]. Perth (AU): Division of Biology and Engineering,
Murdoch University.
Cornelia M, Siregar TM, Ermiziar. 2009. Studi kandungan carotenoid, vitamin c
dan aktivitas antioksidan kulit melinjo (Gnetum gnemon L) [internet].

13
[diunduh 2014 des]. Tersedia pada; http://www.uph.edu/component/
wmsearches/?searchword=studi%2Bkandungan%2Bkarotenoid
Darwo, Sugiarti. 2008. Pengaruh dosis serbuk spora cendawan Scleroderma
citrinum Persoon dn komposisi media terhadap pertumbuhan semai tusam
di persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (5):461-472.
Dell B. 2002. Role of mycorrhiza fungi in ecosystems. CMU J 1:47–55.
Duponnois R, Colombeta A, Hienb V & Thioulouse J.2005. The mycorrhizal
fungus Glomus intraradicesand rock phosphate amendment influence
plantgrowth and microbial activity in the rhizosphere of Acacia
holosericea. Soil Biology & Biochemistry 37:1460–1468.
Elidar Y. 2010. Pengaruh Pupuk SP-36 dan Jamur Ektomikoriza Tablet terhadap
Pertumbuhan Semai Eucalyptus pellita F. Muell. Jurnal Ilmiah Media
Sains. 2(1):82-86
Febrianingrum HW 2014. Pruning akar untuk meningkatkan keberhasilan infeksi
fungi ektomikoriza pada bibit melinjo (Gnetum gnemon) umur 7 bulan
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Frianto. 2007. Aplikasi arang kompos pada media sapih dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan Hopea odorata di persemaian. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan dan Konservasi Alam (7)3:281-282.
Hadi S. 2000. Status ektomikoriza pada tanaman hutan di Indonesia. Di dalam:
Setiadi Y, dkk (Eds). Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I; 1999 Nov
15-16; Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Bogor: Asosiasi Mikoriza Indonesia.
hlm 25-62.
Hall IA, Yun W, Amicucci A. 2003. Cultivation of edible ectomycorrhizal
mushrooms. Trends in Biotechnol.21:433–438.
Hasriani. 2013. Kajian serbuk sabut kelapa (cocopeat) sebagai media tanam
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Jones MD, Durall DM, Cairney WG. 2003. Ectomycorrhizal fungal communities
at forest edges. New Phytol. 157:399-422.
Keddy PA. 2007. Plant and Vegetation. New York (US): Cambridge University
Press.
Krüger A, Berghöfer TP, Frettinger P, Herrmann S, Buscot F, Oelmüller R. 2004.
Identification of premycorrhiza-related plant genes in the association
between Quercus robur and Piloderma croceum. New Phytol. 163:149157. doi:10.1111/j.1469-8137.2004.01091.x.
Kurniawan A. 2014. Keberhasilan aplikasi pangkas akar dan inokulasi fugi
ektomikoriza pada bibit melinjo (Gnetum gnemon) [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Nara K. 2006. Ectomycorrhizal network and seedling establishment during early
primary succession. New Phytol. 169:169–178.
Pamujianto R. 2014. Pruning akar untuk meningkatkan kolonisasi ektomikoriza
pada bibit melinjo (Gnetum gnemon) umur 2 bulan [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pourmajidian MR, Ammi S, Taban M, Spahbodi K, Parsakhoo A. 2009. Effect of
the extent of root pruning on growth, biomass, and nutrient content of oak
(Quercus castaneifolia C.A.Mey,) seedlings. JABS 3(1):87-91.

14
Purnomosidhi P, Suparman, JM Roshetko, Mulawarman. 2002. Perbanyakan dan
budidaya tanaman buah-buahan. International Centre for Research in
Agroforestry (ICRAF) dan Winrock International. Bogor, Indonesia
Riniarti M. 2010. Dinamika kolonisasi 3 fungi ektomikoriza Scleroderma spp. dan
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman inang [disertasi]. Bogor (ID):
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Santoso E, Turjaman M, Irianto RSB. 2007. Aplikasi mikoriza untuk
meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Di
dalam: Siran AS, Bismark M, Samsoedin I, Suhaendi H, Pratiwi, Haryono,
Mardiah, editor. Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya
Alam.Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian; 2006 Sep 20; Padang,
Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
hlm:71-80.
Turjaman M, Tamai Y, Segah H, Limin SH, Osaki M, Tawaraya K. 2006.
Increase in early growthand nutrient uptake of Shorea seminis seedlings
inoculated with two ectomycorrhizal fungi. J of Trop For Sci. 18:243–249.
Tranvan H, Habricot Y, Jeannette E, Gay G, Sotta B. 2000. Dynamic of symbiotic
establishment between an IAA-overproducing mutant of the
ectomychorrhizal fungus Hebeloma cylindrosporum and Pinus pinaster.
Tree Physiology 20:123–129.
Wijaya KA. 2004. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan
Resistensi Alami Tanaman. Jakarta (ID): Prestasi Pustaka Publisher.
Wulandari AS. 2002. Beberapa gatra biologi ektomikoriza Scleroderma pada
melinjo [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Wulandari AS, Supriyanto, Febrianingrum HW. 2013. Pruning akar: teknik untuk
meningkatkan kolonisasi ektomikoriza pada akar melinjo. Di dalam:
[nama editor tidak diketahui]. Mikoriza untuk Membangun Kemandirian
Pertanian dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Prosiding Seminar
Nasional Mikoriza III; 2013 Nov 25-26; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Seameo Biotrop. hlm: 21-22.
Yanti AA. 2008. Kajian media tanam dan konsentrasi BAP (benzyl amino purin)
terhadap pertumbuhan setek tanaman buah naga daging putih (Hylocereus
undatus) [tesis]. Surakarta (ID): Program Pascasarjana, Universitas
Sebelas Maret.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Devina Maharani Safiah anak pertama dari ayah
H. Depai dan ibu Sri Nawangsih Ernawati. Penulis dilahirkan di Bogor pada
tanggal 26 Februari 1993. Pada tahun 2010 penulis menyelesikan pendidikan
memengah atas di SMA Negeri 8 Bogor dan pada tahun yang sama penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan diterima di
Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di keanggotaan UKM PSM
IPB Agria Swara. Penulis pernah mengikuti kompetisi “The 50th Montreux
Choral Festival” di εontreux, Swiss tahun 2014 “The 60th Fleischman Choir
Festival” di Cork, Irlandia tahun 2014, dan Festival Paduan Suara Institut
Teknologi Bandung di Bandung pada tahun 2015 bersama Paduan Suara Wanita
Mirabili Concordia. Penulis juga tergabung mnejadi panitia Bina Corps
Rimbawan tahun 2012 dan 2013 serta beberapa kegiatan Tree Grower Community.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gn.
Papandayan-Sancang Timur, kegiatan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat serta kegiatan Praktik Kerja Profesi di PT Bumi Mekar
Hijau Distrk Sungai Beyuku, Sumatera Selatan. Dalam kegiatan akademik,
penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Silvikultur dan Teknik
Perbanyakan Tanaman Hutan.
Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Media Tanam Terhadap Keberhasilan
Aplikasi Pangkas Akar dan Inokulasi Fungi Ektomikoriza pada Bibit Melinjo di
bawah bimbingan Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS.