Isolasi Dan Identifikasi Berbagai Bakteri Patogen

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BERBAGAI

BAKTERI PATOGEN

DISUSUN OLEH :

Dr. SRI AMELIA, M.Kes

NIP. 197409132003122001

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ... 1

BAB II Tinjauan Pustaka Isolasi Bakteri ... 1

1. Nutrisi ... ... 1

2. Lingkungan ... 10

3. Proses Isolasi Bakteri ... 12

Identifikasi Bakteri ... 14

Sistem Identifikasi Komersial ... 25

BAB III Kesimpulan ... 27


(3)

Isolasi dan Identifikasi Berbagai Bakteri Patogen

1. Pendahuluan

Dalam penatalaksanaan penyakit infeksi dimana dicurigai adanya bakteri patogen sebagai penyebab infeksi, maka sangat dibutuhkan informasi yang tepat mengenai ada atau tidaknya bakteri patogen tersebut dan bila ada, bakteri apa penyebab infeksi tersebut. Informasi ini bisa kita dapat melalui pemeriksaan langsung secara mikroskopis pada bahan pemeriksaan, namun akan lebih memudahkan kita untuk mengidentifikasi bila kita mampu mengisolasi bakteri tersebut sehingga dapat dilakukan beberapa pemeriksaan lain yang membantu dalam mengidentifikasi bakteri penyebab suatu infeksi.1

2. Isolasi Bakteri

Prinsip utama dari isolasi bakteri adalah berusaha menumbuhkan bakteri patogen yang dicurigai dalam suatu lingkungan buatan (media kultur) di laboratorium dari bahan pemeriksaan yang diambil dari berbagai lokasi infeksi.

Tujuan utama isolasi bakteri adalah : 1,2

• Menumbuhkan dan mengisolasi semua jenis bakteri yang terlibat dalam proses infeksi.

• Menentukan bakteri yang paling mungkin menyebabkan infeksi di antara semua jenis bakteri yang tumbuh pada isolasi.

• Mengoptimalkan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi sehingga dapat diidentifikasi dan selanjutnya diuji sensitivitasnya terhadap antimikroba.

Keberhasilan memindahkan bakteri ke lingkungan buatan sangat bergantung pada terpenuhinya kebutuhan bakteri akan nutrisi dan kondisi yang sesuai agar bakteri dapat bertahan hidup.

2.1. Nutrisi

Nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri dicampurkan dalam media kultur, dan apabila media tersebut dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bakteri untuk pertumbuhan selnya, dan ditunjang oleh lingkungan dengan kondisi yang optimal, maka sel bakteri


(4)

akan memperbanyak diri hingga mencapai jumlah yang cukup banyak sehingga koloninya dapat terlihat tanpa mikroskop.1

2.1.1. Media Kultur

Dalam pertumbuhannya berbagai bakteri patogen membutuhkan kebutuhan nutrisi yang berbeda-beda, maka dikembangkanlah berbagai jenis media kultur. Bakteri yang membutuhkan media kultur dengan nutrisi yang khusus dikenal dengan istilah fastidious, sementara bakter-bakteri yang dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya dari media kultur dengan nutrisi dasar disebut dengan nonfastidious.1

Media kultur bakteri yang digunakan mempunyai 2 macam bentuk, yaitu : bentuk cair (broth) dan bentuk padat (agar). Namun kadang-kadang ada juga media dengan bentuk campuran antara keduanya untuk pembiakan khusus. Pada broth, nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri terlarut dalam cairan, dan pertumbuhan bakteri ditandai dengan perubahan kekeruhan pada media tersebut, yang ditimbulkan oleh pembelokan cahaya karena adanya bakteri. Semakin banyak bakteri yang tumbuh, maka media akan terlihat semakin keruh.1

Media padat (agar) dibuat dengan menambahkan bahan agarose yang dapat mencair pada suhu tinggi (≥ 95 ºC) dan menjadi padat pada suhu di bawah 50ºC. Penggunaan agarose memungkinkan media kultur dapat dipanaskan sampai suhu yang tinggi untuk tujuan sterilisasi, dan kemudian didinginkan pada cawan petri hingga membentuk media kultur padat dan disebut agar. Cawan petri yang berisi media kultur agar disebut dengan agar plate. Media agar biasanya dinamai berdasarkan komponen nutrisi terbanyak di dalamnya. Dengan kondisi yang tepat, bakteri yang diinokulasikan ke permukaan media agar akan tumbuh hingga mencapai jumlah yang cukup banyak dan dapat terlihat dengan mata telanjang. Populasi bakteri yang tumbuh dalam media agar dan dapat dilihat dengan mata telanjang, kita sebut dengan istilah koloni.1

2.1.2. Klasifikasi Media Kultur

Berdasarkan fungsinya, media kultur dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis media, yang antara lain adalah media yang diperkaya, media suportif, media selektif dan media diferensial.


(5)

Media yang diperkaya mengandung nutrisi spesifik yang dibutuhkan untuk

mempercepat pertumbuhan bakteri patogen tertentu, baik yang ditemukan secara sendiri maupun yang bercampur dengan bakteri lain. Contoh media ini adalah agar buffered

charcoal-yeast extract (BYCE), yang mengandung L-sistein yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan Legionella pneumophila.

Media suportif mengandung nutrisi yang mendukung pertumbuhan sebagian

besar bakteri nonfastidious tanpa memberi keuntungan bagi pertumbuhan bakteri tertentu. Contoh media suportif adalah agar darah , dimana berbagai jenis bakteri akan tumbuh dengan subur di media ini.

Media selektif adalah media yang bersifat selektif hanya terhadap salah satu jenis

bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri lain yang tidak diinginkan. Sebagai penghambat pertumbuhan bakteri lain, dapat digunakan alkohol, asam ataupun antibiotik. Salah satu contoh media selektif adalah agar phenylethyl alcohol (PEA) yang selektif terhadap bakteri kokus Gram-positif dan menghambat pertumbuhan bakteri batang Gram -negatif yang aerob dan anaerob fakultatif.

Media diferensial mengandung bahan-bahan yang dapat membedakan antara satu

jenis bakteri dengan bakteri lain, yang tumbuh dalam media agar yang sama. Contoh media diferensial adalah agar McConkey yang dapat membedakan bakteri yang mampu memfermentasi laktosa dengan bakteri yang tidak mampu memfermentasi laktosa. Media kultur dapat memiliki fungsi lebih dari satu, contohnya selain sebagai media diferensial,

MacConkey juga berfungsi sebagai media selektif karena mempunyai kemampuan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif. Agar darah domba selain menjadi media suportif, dapat juga menjadi media diferensial karena koloni bakteri yang tumbuh dapat dibedakan dengan jelas, misalnya dalam membedakan bakteri Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus viridans, bila kedua spesies bakteri tersebut ditanam di agar darah, maka pada Streptococcus pyogenes akan dihasilkan clear zone di sekeliling bakteri karena mampu menghemolisis agar darah, sedang Streptococcus viridans hanya mampu menghemolisis sebagian sehingga koloni berwarna kehijauan.


(6)

2.1.3. Jenis-jenis Media Kultur

Dari berbagai jenis media kultur yang dapat dilihat dari tabel 1, ada beberapa media yang sering digunakan dalam pemeriksaan bakteriologi diagnostik rutin, antara lain:

Brain Heart Infusion (BHI)

BHI merupakan media kaya nutrisi yang dapat digunakan untuk menumbuhkan berbagai jenis bakteri baik dalam broth maupun agar. Bahan-bahan di dalam media terdiri dari cairan beberapa jaringan tubuh binatang, ditambah dengan protein pepton, fosfat, dan sedikit dekstrosa yang dapat menyediakan sumber energi bagi berbagai jenis bakteri.

Agar coklat

Pada dasarnya agar coklat hampir sama dengan agar darah, namun pada pembuatannya sel darah merah yang akan digunakan dengan melisisnya terlebih dahulu untuk melepaskan nutrisi intraseluler, seperti hemoglobin, hemin, dan koenzim nicotinamide adenine dinucleotida (NAD) sehingga dapat dipergunakan oleh bakteri jenis

fastidious. Sel darah merah yang lisis tersebut akan memberi warna coklat pada medium

sehingga diberi nama agar coklat. Media ini sering digunakan untuk pertumbuhan

Neisseria gonorrhoae dan Haemophillus sp.

Agar Columbia CNA

Merupakan media suportif yang mengandung pepton dan darah domba. Selain sebagai media suportif, media ini juga dapat digunakan sebagai media diferensial untuk membedakan koloni bakteri berdasarkan reaksi hemolitik yang dihasilkan. CNA merupakan singkatan dari colistin (C) dan nalidixic acid (NA) yang ditambahkan ke dalam media tersebut untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif dan bersifat selektif terhadap bakteri Gram-positif.

Gram Negative Broth

Merupakan media selektif yang digunakan untuk membiakkan bakteri patogen pada sistem pencernaan, misalnya Salmonella sp dan Shigella sp, dari bahan pemeriksaan tinja atau apus rektal. Media ini mengandung sodium sitrat dan sodium deoksikolat (asam empedu) yang menginhibisi bakteri patogen non-enterik.


(7)

Agar Hektoen Enterik (HE)

Mengandung asam empedu, bromtimol biru, dan fuchsin yang menginhibisi pertumbuhan sebagian besar bakteri batang Gram-negatif yang non-patogen pada sistem pencernaan dan bersifat selektif terhadap Salmonella sp dan Shigella sp. Media ini sekaligus bersifat diferensial karena koloni bakteri patogen non-enterik yang mungkin tumbuh akan berwarna jingga disebabkan kemampuan bakteri memfermentasi laktosa sehingga menghasilkan asam yang mempengaruhi indikator pH bromtimol biru. Sedangkan koloni Salmonella sp. dan Shigella sp. yang tidak memfermentasi laktosa akan tetap pada warna biru kehijauan. Sebagai tambahan, media ini juga mengandung besi amonium sitrat yang berfungsi sebagai indikator H2S, sehingga bakteri yang memproduksi H2S akan tampak sebagai koloni yang berwarna kehitaman.

Agar darah domba

Merupakan media yang sesuai untuk sebagian besar jenis bakteri, dan terdiri dari basa yang mengandung sumber-sumber protein, karbohidrat alami, sodium klorida, agar dan 5% darah domba. Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan terjadinya lisis sel darah merah pada media ini (hemolisis) sehingga menyebabkan diskolorisasi (halo) berwarna keputihan di sekitar koloni (beta hemolisis), dan bila lisisnya bersifat parsial maka akan timbul halo berwarna kehijauan (alfa hemolisis). Pada bakteri yang tidak melisis sel darah merah, tidak akan terbentuk halo dan disebut dengan gamma hemolisis atau non-hemolisis.

Agar MacConkey

Agar MacConkey sering digunakan sebagai media selektif dan diferensial. Media ini mengandung kristal violet yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif dan jamur, dan digunakan untuk menumbuhkan berbagai macam bakteri batang Gram-negatif. Adanya indikator pH pada media ini menyebabkan media ini dapat berfungsi sebagai media diferensial. Pada bakteri yang mampu memfermentasi laktosa akan menghasilkan suasana asam sehingga menurunkan pH dari media sehingga menghasilkan koloni bakteri berwarna pink sampai merah, sedang bakteri yang tidak mampu memfermentasi laktosa akan memberikan koloni yang tidak berwarna, misalnya untuk membedakan bakteri enterik yang patogen (Salmonella sp. dan Shigella sp.) dengan bakteri enterik lain yang tidak patogen, maka pada bakteri yang patogen tidak mampu


(8)

memfermentasi laktosa sehingga memberikan gambaran koloni yang tidak berwarna, sedang bakteri enterik non-patogen seperti E.coli akan memberikan koloni yang berwarna pink sampai kemerahan.

Agar Phenylethyl Alcohol (PEA)

Pada dasarnya meupakan agar darah domba yang ditambah dengan phenylethyl

alcohol untuk menginhibisi pertumbuhan bakteri Gram-negatif.

Agar Thayer-Martin

Merupakan media selektif yang diperkaya untuk mengisolasi Neisseria

gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis. Kemampuan selektifnya didapat dari beberapa

antibiotika yaitu kolistin untuk menghambat bakteri Gram-negatif lain, vankomisin untuk menghambat bakteri Gram-positif, nistatin untuk menghambat pertumbuhan jamur, dan trimetoprim untuk menghambat pertumbuhan Proteus sp. Modifikasi dari media ini adalah agar Martin-Lewis yang mengganti nistatin dengan ansamisin dan memiliki konsentrasi vankomisin yang lebih tinggi.

Agar Xylose Lysine Desoxycholate (XLD)

Merupakan media selektif dan diferensial untuk Salmonella sp. dan Shigella sp. seperti pada agar HE. Media mengandung sodium desoksikolat yang menghambat pertumbuhan bakteri batang Gram-negatif yang bukan merupakan patogen enterik dan bakteri Gram-positif. Media ini memiliki indikator fenol merah untuk mendeteksi peningkatan keasaman dari fermentasi karbohidrat. Patogen enterik seperti Salmonella

sp. dan Shigella sp, tidak memfermentasi karbohidrat, sehingga keduanya tetap tidak

berubah warna, sedang koloni bakteri yang mampu memfermentasi karbohidrat akan berwarna kuning.

Thioglycollate Broth

Mengandung kasein, ragi, ekstrak sapi dan vitamin, untuk mempercepat pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Beberapa nutrisi lain seperti indikator oksidasi reduksi (resazurin), dekstrosa, vitamin K dan hemin, juga ditambahkan sebagai modifikasi. Adanya asam tioglikolat yang berfungsi menciptakan lingkungan anaerob pada bagian dasar bulyon. Bakteri Gram-negatif yang fakultatif anaerob akan tumbuh secara difus pada bagian tengah bulyon, sementara bakteri aerob seperti Pseudomonas sp.


(9)

akan tumbuh pada bagian permukaan bulyon, dan bakteri anaerob akan tumbuh pada bagian dasar bulyon.

Tabel 1. Media untuk pemeriksaan bakteriologi rutin.

Media Komponen Kegunaan

Agar darah

Agar coklat

Agar eosin methylen blue (EMB)

Agar MacConkey

Agar MacConkey sorbitol

Mannitol salt agar

Agar Hektoen enterik (HE)

Agar Columbia colistin-asam

nalidiksat (CNA) Agar darah cystine-tellurite

Gram-negatif kaldu (GN)

Agar New York City (NYC)

Agar trypticase, agar brucella, atau perasan hati sapi dengan 5% darah domba

Pepton, diperkaya dengan 2% larutan hemoglobin atau iso VitaleX (BBL).

Pepton dengan laktosa dan sukrosa. Eosin dan biru metilen sebagai indikator.

Pepton dengan laktosa. bakteri Gram-positif dihambat oleh kristal violet dan garam empedu. Sebagai indikator merah netral.

Modifikasi dari agar MacConkey, dimana laktosa diganti dengan D-sorbitol sebagai karbohidrat primer.

Pepton, mannitol, dan indikator phenol merah. Garam dengan konsentrasi 7,5% dapat menghambat sebagian besar bakteri Agar pepton dengan garam empedu, laktosa, sukrosa, salisin dan ferrik ammonium sitrat. Sebagai indikator adalah bromtimol biru dan asam fuchsin.

Agar columbia dengan 10 mg kolistin perliter, 15 mg asam nalidiksat dan 5% darah domba.

Agar dengan 5% darah domba. Penurunan Potassium telurit oleh Corynebacterium diphtheriae akan menghasilkan koloni hitam.

Kaldu pepton dengan glukosa dan mannitol. Sodium sitrat dan sodium desoksikolat bertindak sebagai penghambat.

Agar pepton dengan pati jagung, disuplemen dgn ragi dialisa, hemoglobin, dan plasma kuda. Suplemen antibiotik vankomisin, kolistin, amphoterisinB dan trimetoprim.

Pembiakan bakteri fastidious, dapat membedakan reaksi hemolisis

Pembiakan Haemophilus spp. dan Neisseria spp. yang patogen Isolasi dan diferensiasi bakteri batang enterik yang memfermentasi laktosa dengan yang tidak memfermentasi laktosa.

Isolasi dan diferensiasi bakteri batang enterik yang memfermentasi laktosa dengan yang tidak memfermentasi laktosa.

Seleksi dan diferensiasi bakteri

E.coli O157:H7 dari spesimen

feses.

Media selektif untuk Staphylococcus.

Media selektif dan diferensial untuk Salmonella dan Shigella spp.

Media selektif untuk kokus Gram-positif

Isolasi untuk Corynebacterium diphtheriae.

Media cair selektif (diperkaya) untuk bakteri enterik yang patogen

Media selektif untuk Neisseria gonorrhoeae


(10)

Tabel 1. Media untuk pemeriksaan bakteriologi rutin lanjutan....

Media Komponen Kegunaan

Agar Cefsulodin-irgasan-novobiocin (CIN) Agar Phenylethyl alkohol (PEA) Agar Salmonella-Shigella (SS) Agar Thayer-Martin Agar Thiosulfate citrate-bile salt (TCBS) Thioglycollate broth Tetrathionate broth Selenit broth

Trypticase soy broth (TSB)

Agar Xylose lysine desoksikolat (XLD)

Todd-Hewit broth disuplemen dengan antibiotika

Pepton dengan ekstrak ragi, mannitol, dan garam empedu. Disuplemen dengan cefsulodin, irgasan, dan novobiosin, merah netral dan kristal violet sebagai indikator. Agar dasar nutrien. Phenylethanol menghambat pertumbuhan dari bakteri Gram-negatif.

Basa pepton dengan laktosa, ferrik sitrat, dan sodium sitrat. Merah netral sebagai indikator, menghambat bakteri koliform dengan hijau brillant dan garam empedu. Agar darah yang diperkaya dengan hemoglobin dan suplemen B, kontaminasi mikroorganisme dihambat oleh kolistin, nistatin, vankomisin dan trimetoprim. Agar pepton dengan ekstrak ragi, garam empedu, sitrat, sukrosa, ferrik sitrat, dan sodium tiosulfat. Sebagai indikator Bromtimol biru.

Keju yang dicerna pankreas, kaldu kecap, dan glukosa. Tioglikolat dan agar menurunkan potensial redoks.

Kaldu pepton. Garam empedu dan sodium tiosulfat menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif dan Enterobacteriaceae. Kaldu pepton dan sodium selenit yang banyak. Sodiu selenit toksis terhadap bakteri Enterobacteriaceae .

Semua kaldu yang diperkaya yang dapat mendukung pertumbuhan dari baktei fastidious dan non-fatidious

Ekstrak ragi dengan lisin, xylosa, laktosa , sukrosa, ferrik amonium sitrat. Sodium desoksikolat mampu menghambat organisme gram-positif,. phenol merah sebagar indikator.

Todd-Hewit, kaldu diperkaya untuk Streptococcus, disuplemen dengan asam nalidiksat dan gentamisin atau kolistin untuk selektivitas yang lebih baik.

Media selektif untuk Yersinia spp. , mungkin juga berguna untuk isolasi Aeromonas spp.

Selektif untuk isolasi bakteri kokus gram-positif dan bakteri batang gram-negatif anaerob. Selektif untuk Salmonella dan Shigella spp.

Selektif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis.

Media selektif dan diferensial untuk Vibrio.

Mendukung pertumbuhan bakteri anaerob, aerob, mikroaerofilik dan organisme yang fastidious.

Media selektif untuk Salmonella dan Shigella spp.

Media diperkaya pada isolasi Salmonella spp.

Kaldu yang diperkaya, digunakan untuk subkultur berbagai macam bakteri pada agar

Media isolasi dan diferensial untuk Salmonella dan Shigella spp.

Medi selektif dan diperkaya untuk Streptococcus agalactia pada spesimen genital wanita.


(11)

Tabel 1. Media untuk pemeriksaan bakteriologi rutin lanjutan....

Media Komponen Kegunaan

Bile esculin agar (BEA)

Bile esculin azide agar dengan vankomisin Agar Buffered charcoal-yeast extract (BCYE) Agar Buffered charcoal-yeast extract (BCYE) dengan antibiotika

Agar darah campy

Campylobacter thioglycollate broth CHROMagar

Agar Bordet-Gengou

Agar skirrow

Agar selektif Streptococcal (SSA)

CCFA

Regan Lowe

Agar nutrient dengan ferric sitrat. Hidrolisa eskulin oleh Streptococcus grup D membuat media berwarna coklat. Sodium desoksikolat menghambat banyak bakteri.

Mengandung azide yang menghambat bakteri Gram-negatif, vankomisin untuk bakteri Gram-positif yang resisten,dan esculin empedu untuk diferensial Enterococcus dari bakteri yang resisten vankomisin lain.

Ekstrak ragi, agar, arang, dan garam yang disuplemen dengan L-cystein HCl, ferric pirofosfat, buffer ACES dan α-ketoglutarat. BCYE yang disuplemen dengan polimiksin B, vankomisin, dan ansamisin, untuk menghambat bakteri Gram-negatif, bakteri Gram-positif,dan jamur.

Mengandung vankomisin, trimetoprim, polimiksin B, amfoterisin B dan sefalotin pada agar Brucella dengan darah domba. Kaldu tioglikolat yang disuplemen dengan konsentrasi agar dan antibiotika tinggi. Bervariasi

Potato-gliserol-media yang diperkaya dengan 15-20% defibrinated darah. Kontaminasi dihambat oleh metisilin.

Pepton,dan agar kecap protein dengan darah kuda yang lisis.Vankomisin menghambat bakteri Gram-positif, polimiksin dan trimetoprim menghambat bakteri Gr (-). Mengandung kristal violet, kolistin dan trimetoprim-sulfametoksazol dalam 5% agar darah domba

Sikloserin,sefoksitin,dan fruktosa

Agar arang yang disuplemen dengan darah kuda,sefaleksin dan amfoterisin B.

Isolasi diferensial dam identifikasi presumtif terhadap Streptococcus grup D dan Enterococcus.

Media selektif dan diferensial untuk pembiakan Enterococcus yang resisten vankomisin dari spesimen klinik.

Media diperkaya untuk Legionella spp.

Media diperkaya untuk Legionella spp.

Media selektif untuk Campylobacter spp.

Media selektif untuk perbaikan dari Campylobacter spp.

Identifikasi dari warna koloni untuk bermacam-macam bakteri.

Media isolasi Bordetella pertussis.

Media selektif untuk Campylobacter spp.

Media selektif untuk Streptococcus pyogenes dan Streptococcus agalactie.

Media selektif untuk Clostridium difficile.

Media diperkaya dan selektif untuk isolasi Bordetella pertusis.


(12)

A B

Gambar 1. Contoh media yang belum diinokulasi. A) Media eosin metilen blue, B) Media MacConkey

2.2.Lingkungan

Dalam proses isolasi bakteri, menyediakan lingkungan yang optimal sama pentingnya dengan memberikan nutrisi yang tepat dan sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Ada beberapa faktor lingkungan yang penting untuk pertumbuhan bakteri, antara lain oksigen dan karbondioksida, suhu, pH dan kelembaban.

2.2.1. Oksigen dan Karbondioksida

Oksigen sangat dibutuhkan dalam kehidupan sel. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, maka kita dapat mengelompokkan bakteri ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

Bakteri yang bersifat obligat aerob, dimana memerlukan oksigen untuk dapat tumbuh tanpa oksigen bakteri ini tidak dapat tumbuh, misalnya Pseudomonas spp.,

Brucella spp., Bordetella spp. dan Francisella spp.

Bakteri yang bersifat fakultatif anaerob, dimana bakteri dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen. Kebanyakan bakteri yang bersifat aerob sebenarnya merupakan aerob fakultatif, misalnya Streptococcus spp., Enterobacteriaceae spp.

Bakteri yang bersifat mikroaerofilik, bakteri aerob yang hanya membutuhkan oksigen dalam kadar rendah, misalnya Neisseriaceae sp. Untuk menumbuhkan bakteri mikroaerofilik maka bakteri harus dimasukkan ke dalam sungkup lilin atau

candle jar.

Bakteri yang bersifat anaerob, dimana bakteri tidak dapat tumbuh bila ada oksigen, namun ada beberapa bakteri yang dapat mentolerir keberadaan oksigen tetapi dengan


(13)

akibat pertumbuhan menjadi lambat. Untuk menumbuhkan bakteri anaerob, bakteri harus dimasukkan ke dalam anaerobic jar, dimana akan tercipta suasana anaerob.

Keberadaan karbondioksida juga mempunyai peranan penting pada pertumbuhan beberapa jenis bakteri. Bakteri-bakteri yang tumbuh lebih baik dengan konsentrasi karbondioksida yang lebih tinggi (5-10% CO2) disebut dengan bakteri kapnofilik.

2.2.2. Suhu

Mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar didasarkan pada suhu yang disukai mikroba yaitu; psikrofilik (mikroba yang menyukai suhu dingin) biasanya tumbuh baik pada suhu 15-20°C, mesofilik (mikroba yang menyukai suhu sedang) dimana tumbuh dengan baik pada suhu 30-37°C dan termofilik (mikroba yang menyukai suhu panas) bentuk ini dapat tumbuh pada suhu 50-60°C. Kebanyakan bakteri hanya bisa tumbuh pada interval suhu yang terbatas, dan suhu maksimum dan minimum untuk tumbuh hanya sekitar 30°C, diluar suhu tersebut pertumbuhan bakteri akan terganggu.4

Bakteri patogen umumnya berkembangbiak dengan baik pada suhu yang sama dengan suhu pada organ atau jaringan tubuh manusia. Oleh karena itu, isolasi bakteri perlu dilakukan pada suhu yang sesuai dengan tempat bakteri tersebut biasa berkembang biak. Untuk suhu antara 35-37ºC dapat digunakan inkubator untuk mempertahankan suhu yang tepat. Pada beberapa bakteri, membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk dapat tumbuh (bakteri termofilik, misalnya Campylobacter jejuni yang membutuhkan suhu sekitar 42ºC untuk tumbuh. Pada jenis bakteri psikrofilik seperti Listeria monocytogenes dan Yersinia enterocolitica, dapat tumbuh pada suhu 0ºC, namun tumbuh optimal pada suhu antara 20-40ºC.1,4

2.2.3. pH

Kadar pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen pada lingkungan, dan sebagian besar bakteri patogen lebih menyukai kondisi dengan pH netral antara 6,5- 7,5. Berbagai media yang digunakan untuk isolasi bakteri umumnya telah disiapkan pada pH netral.1

2.2.4. Kelembaban

Komposisi terbanyak pada media kultur, baik agar maupun broth, adalah air. Dan ketika media kultur diinkubasikan pada suhu yang sesuai dengan suhu pertumbuhan optimal bakteri, sebagian besar air dapat hilang melalui penguapan. Kehilangan air dapat


(14)

mengganggu pertumbuhan bakteri melalui dua cara yaitu 1) Kurangnya air untuk proses metabolisme dan 2) peningkatan konsentrasi bahan terlarut pada media kultur akan menyebabkan hperosmolaritas dan menyebabkan lisis sel bakteri.

2.3. Proses Isolasi Bakteri

Setelah bahan pemeriksaan memenuhi kriteria untuk dikultur, maka proses isolasi bakteri dimulai dengan menginokulasikan bahan pemeriksaan yang diperkirakan mengandung bakteri pada media kultur yang telah disiapkan. Alat-alat yang dibutuhkan untuk proses ini adalah sebuah kawat inokulasi (ose) yang terbuat dari platinum atau nikrom dengan bentuk loop pada bagian ujung atau bentuk lurus, yang digunakan untuk mengambil bahan pemeriksaan dan menginokulasikannya pada media kultur.3

Gambar 2. Ose dengan ujung loop dan ujung lurus.

Dengan menggunakan kawat inokulasi dengan ujung loop, bahan pemeriksaan diambil dan diinokulasikan pada permukaan media kultur dengan tehnik yang terlihat pada gambar 3 di bawah ini :

Gambar 3. Pola yang dibuat pada tehnik Gambar 4. Pola inokulasi pada media kultur inokulasi pada kultur bakteri.3 dengan kawat loop yang telah di-


(15)

Diharapkan dengan tehnik tersebut maka akan didapatkan koloni bakteri (colony forming unit/CFU) yang diinginkan dan dapat dilakukan analisis semikuantitatif. Penghitungan koloni juga dapat dilakukan dengan menggunakan kawat loop yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu untuk mengandung 0,01 atau 0,001 mL bahan pemeriksaan cair seperti urin. Kawat yang telah disiapkan khusus ini kemudian dicelupkan pada sampel urin dan diinokulasikan dengan tehnik seperti gambar 4. Setelah 18-24 jam, jumlah bakteri yang ada dalam urin dapat diperkirakan dengan menghitung jumlah koloni yang muncul pada media kultur. Contohnya apabila terdapat 50 koloni pada media yang diinokulasikan dengan kawat loop yang mengandung 0,001 mL sampel, maka jumlah koloni tersebut dikalikan dengan 1000 sehingga diperkirakan terdapat 50.000 CFU/mL.1,3 Media kultur yang menggunakan tabung dapat berupa buylon, semisolid (0,3-0,5% agar) ataupun solid (1-2% agar). Pada penggunaan bulyon dalam tabung, tehnik inokulasi dapat dilakukan seperti pada gambar 5. Tabung dimiringkan 30º dan kawat loop disentuhkan pada dinding tabung bagian dalam di atas sudut yang dibentuk dinding tabung dan permukaan bulyon, sehingga ketika tabung ditegakkan kembali, maka daerah inokulasi akan terendam di bawah permukaan bulyon.3

Tehnik inokulasi pada agar dalam tabung dilakukan dengan menggunakan kawat lurus yang ditusukkan ke dalam agar hingga mencapai 2-3 mm dari dasar tabung, dan kemudian kawat tersebut ditarik sambil menggores bagian permukaan agar yang miring dengan bentuk huruf S. Tehnik inokulasi pada agar semisolid dalam tabung biasa digunakan untk pemeriksaan motilitas bakteri. Untuk pemeriksaan ini, harus diperhatikan bahwa setelah kawat ditusuk ke dalam agar, maka kawat harus ditarik melalui jalur yang sama dengan penusukan pertama. Kesalahan dalam penarikan kawat akan mengakibatkan timbulnya pola pertumbuhan bakteri di sekitar jalur inokulasi dan dapat disalahartikan sebagai motilitas bakteri.3


(16)

Gambar 5. Tehnik inokulasi pada broth. Gambar 6. Tehnik inokulasi pada agar miring.

3. Identifikasi Bakteri

Untuk bisa mengidentifikasikan bakteri patogen dengan tepat, dibutuhkan analisis terhadap informasi yang bisa didapatkan dari berbagai tes dan juga pengamatan yang bisa menunjukkan karakteristik dari bakteri. Berbagai tes yang dilakukan biasanya mempunyai urutan yang tetap dan dikenal dengan istilah skema identifikasi. Skema ini dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yang didasarkan pada kriteria genotip dan kriteria fenotip.

Identifikasi dengan menggunakan kriteria genotip bertujuan mengetahui karakteristik gen bakteri dengan menggunakan tehnik molekuler untuk analisis DNA atau RNA. Sedangkan kriteria fenotip merupakan cara identifikasi yang paling sering digunakan. Cara ini didasarkan pada karakteristik fisik atau metabolik yang dapat diamati. Beberapa kriteria fenotip yang paling sering digunakan antara lain :

1. Morfologi koloni secara makroskopis 2. Morfologi sel bakteri secara mikroskopis 3. Aktivitas metabolik

4. Sensitivitas terhadap antimikroba.

3.1. Morfologi Koloni Bakteri (makroskopis)

Identifikasi terhadap bakteri patogen yang tumbuh pada media kultur dimulai dengan mengamati karakteristik koloni bakteri. Hal ini penting dikarenakan, dari karakteristik koloni tersebut kita bisa menentukan prosedur atau pemeriksaan selanjutnya


(17)

untuk identifikasi bakteri yang pasti. Beberapa hal yang biasa dijadikan sebagai patokan karakteristik sebuah koloni bakteri, yaitu :1,3

• Ukuran (biasanya dalam milimeter, atau ukuran relatif, seperti pinpoint, kecil, sedang, besar)

• Warna / pigmentasi

• Bentuk (punctata, sirkuler, filamentosa, irreguler) • Elevasi (datar, meninggi, konveks, umbilikasi) • Batas (tegas, iireguler)

• Densitas (opak, translusen, transparan)

• Perubahan pada media (misalnya perubahan pH indikator, adanya pola hemolitik pada agar darah).

Identifikasi terhadap karakteristik koloni bakteri dilakukan secara visual langsung terhadap pertumbuhan bakteri pada permukaan agar. Ketika identifikasi dilakukan, pengamatan harus dilakukan dengan penerangan atau cahaya yang cukup. Untuk yang menggunakan media agar darah, juga harus dilakukan pengamatan dengan cahaya dari belakang cawan petri untuk mendeteksi adanya reaksi hemolisis.3

A B C D

Gambar 7. Beberapa contoh koloni bakteri pada media kultur. A) Pseudomonas aeruginosa pada MacConkey. B) Klebsiella pneumonia pada MacConkey. C) E.coli pada MacConkey. D) E.coli


(18)

Gambar 8. Gambaran morfologi koloni bakteri.

3.2. Morfologi Sel Bakteri (mikroskopis)

Setelah mengamati morfologi koloni bakteri secara langsung, berikutnya dilakukan pengamatan morfologi sel bakteri secara mikroskopis dengan bantuan pewarnaan, dalam hal ini pewarnaan Gram. Pada koloni yang akan diamati, disentuhkan kawat inokulasi (ose) pada bagian atas kooni, kemudian dicampurkan dengan setetes cairan fisiologis dan diratakan pada objek gelas untuk kemudian diwarnai dengan pewarnaan gram dan dilihat di bawah mikroskop. Dengan pewarnaan Gram ini, dapat dibedakan empat macam bakteri berdasarkan bentuknya di bawah mikroskop dan efek pewarnaan Gram, yaitu kokus Gram-positif, kokus Gram-negatif, batang Gram-positif dan batang Gram-negatif. Morfologi sel bakteri ini akan membantu dalam mengidentifikasi bakteri.1,3


(19)

Gambar 8. Morfologi bakteri berdasarkan pewarnaan Gram.

3.3. Aktivitas Metabolik

Melakukan tes untuk mengetahui adanya aktivitas metabolik tertentu merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan jenis suatu bakteri patogen tertentu. Tes yang dilakukan biasanya bertujuan untuk mendeteksi keberadaan enzim tertentu dalam aktivitas metabolik, jalur aktivitas metabolisme yang digunakan bakteri, ataupun hasil akhir dari aktivitas metabolisme tersebut.1

Tes Katalase

Prinsip tes katalase adalah untuk mendeteksi adanya enzim katalase dalam proses perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2). Caranya

dengan mencampurkan sampel yang kita ambil dari koloni dengan larutan 3% hidrogen peroksida pada objek gelas. Adanya enzim katalase pada bakteri akan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung udara (tes katalase positif). Tidak adanya gelembung udara atau gelembung udara yang sedikit menandakan tes katalase negatif. Tes ini biasa digunakan untuk membedakan bakteri Staphylococcus (katalase positif) dengan

Streptococcus (katalase negatif).1,3

Gambar 9. Tes katalase

Tes Koagulase

Plasma kelinci (atau manusia) yang telah diberi asam sitrat dan diencerkan 1:5, kemudian dicampur dengan broth yang sama banyaknya dan dieramkan pada 37°C. Jika


(20)

terjadi penggumpalan dalam 1-4 jam, maka tes koagulase positif. Semua Staphylococcus

yang bersifat patogen, akan memberikan hasil koagulase positif. Tes ini dapat digunakan untuk membedakan Staphylococcus aureus (patogen) dengan golongan Staphylococcus yang non-patogen seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saphrophyticus, dimana akan memberikan hasil tes koagulase negatif.4

Tes Oksidase

Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya enzim sitokrom oksidase yang berperan dalam transport elektron pada jalur metabolisme nitrat pada bakteri tertentu. Tes ini dilakukan dengan cara mengoleskan sedikit sampel dari koloni bakteri pada kertas filter yang sebelumnya telah direndam dengan larutan 1% tetrametil-p-fenilenediamin dihidroklorida. Hasil positif akan menimbulkan perubahan warna menjadi ungu gelap

dalam waktu 10 detik, sedangkan hasil negatif tidak akan menimbulkan perubahan

warna. Tes ini dapat digunakan untuk membedakan beberapa spesies bakteri gram negatif seperti Enterobacteriaceae yang memberikan hasil negatif, dan Pseudomonas sp. yang memberikan hasil positif. Tes ini juga digunakan untuk identifikasi Neisseria sp. yang akan memberikan hasil positif.1,3

Gambar 10. Tes Oksidase

Tes indol

Bakteri-bakteri yang mempunyai enzim triptofanase mempunyai kemampuan untuk mendegradasi asam amino triptofan menjadi asam piruvat, amonia dan indol. Indol dapat terdeteksi apabila dicampurkan dengan indikator aldehid

(p-dimetilaminobenzaldehid) yang terdapat pada reagensia Kovac dan reagensia Erlich.

Media yang digunakan adalah media yang kaya akan triptofan, seperti sulfide indol motility (SIM), motility indol ornithine (MIO) atau indol nitrat.3


(21)

Bakteri diinokulasikan ke dalam media kaya triptofan, diinkubasi pada suhu 35°C selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi, teteskan reagensia Kovach sebanyak 15 tetes ke dalam media. Bila menggunakan reagensia Erlich harus ditambah 1 mL xylene. Bila terlihat warna merah terang diantara reagensia dan broth (seperti cincin berwarna merah) dalam beberapa detik sesudah ditambah reagensia berarti tes indol positif.

Tes ini biasa digunakan terutama untuk mengidentifikasi bakteri Escherichia coli yang akan memberikan hasil positif. Sedang Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia, dengan tes indol memberikan hasil negatif.

Gambar 11. A) Tes indol positif pada E.coli dan Proteus; B) Tes indol negatif.

Tes Urease

Enzim urease yang dimiliki oleh bakteri akan menghidrolisa urea menjadi amonia, air, dan karbondioksida. Enzim ini dapat dideteksi dengan menginokulasikan bakteri pada bulyon atau agar yang mengandung urea sebagai sumber karbon, kemudian diinkubasikan pada suhu 35ºC dan dideteksi adanya amonia melalui perubahan pH pada indikator pH (fenol merah) yang akan menimbulkan warna merah dalam waktu 15, 30 atau 60 menit hingga 4 jam. Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi bakteri seperti

Proteus sp, Klebsiella pneumoniae, Corynebacterium urealyticum, dan H. pylori.3

Gambar 12. Tes urease positif.


(22)

Tes Methyl Red (MR)

Methyl red adalah indikator pH antara 6,0 (berwarna kuning) sampai 4,4 (berwarna merah). Tes ini merupakan tes kuantitatif untuk bakteri yang menghasilkan asam. Bakteri yang mampu menghasilkan asam kuat (laktat, asetat, formik) dari glukosa melalui jalur fermentasi asam dapat dideteksi dengan tes methyl red. Sebagian besar

Enterobacteriaceae mampu menghasilkan asam selama fase awal inkubasi, namun hanya

bakteri yang mampu mempertahankan pH asam dalam jangka waktu yang lama (inkubasi 48-72 jam) yang dapat dikatakan tes methyl red-nya positif.

Bakteri diinokulasikan pada MR/VP broth, kemudian diinkubasi pada suhu 35°C selama 48-72 jam (tidak boleh kurang dari 48 jam). Setelah diinkubasi kemudian teteskan 5 tetes reagensia methyl red ke dalam broth. Bila dihasilkan warna merah pada media maka tes methyl red dikatakan positif, bila bakteri menghasilkan asam yang lebih sedikit maka akan dihasilkan warna oranye pada media, dan hasil ini bukan methyl red positif.

Escherichia coli memberikan hasil positif pada tes methyl red, sedang Enterobacter aerogenes memberikan hasil negatif.

Gambar 13. Tes methyl red, kiri yang belum diinokulasi, tengah methyl red positif, kanan methyl red negatif.

Tes Voges-Proskauer (VP)

Bakteri-bakteri seperti Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, dan Serratia mampu menghasilkan asetoin (asetil metil karbinol) dari jalur metabolisme glukosa. Asetoin yang dikonversi menjadi diasetil, ditambah dengan pemberian reagensia potassium hydroxide 40% dan α-naphtol sebagai katalisator, akan memberikan kompleks merah sebagai hasil positif dari tes VP.

Bakteri diinokulasikan kedalammedia MR/VP broth, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. Setelah diinkubasi, tambahkan 0,6 mL α-naphtol 5% dan 0,2 mL KOH


(23)

40%, kemudian dikocok beberapa saat dan diamkan selama 10-15 menit. Hasil positif bila dihasilkan warna merah pada media setelah 15 menit ditetesi reagensia. Escherichia

coli memberikan hasil negatif pada tes VP, sedang Enterobacter aerogenes memberikan

hasil positif pada tes VP.

Gambar 14. Tes Voges-Proskauer, kiri media yang belum diinokulasi; tengah hasil negatif; kanan hasil positif.

Tes Citrat

Sodium citrat adalah garam asam citrat, yang merupakan komponen organik sederhana yang dijumpai pada siklus Krebs. Beberapa bakteri mendapatkan energi dari fermentasi karbohidrat yang menggunakan citrat sebagai sumber karbon. Hal ini menjadi karakteristik penting dalam identifikasi bakteri-bakteri Enterobacteriaceae.

Tes untuk mengetahui penggunaan citrat oleh bakteri dapat dideteksi dengan menggunakan media citrat yang dikenal dengan media Simmons citrat, yang memberikan hasil akhir berupa alkaline. Media mengandung sodium citrat, anion, sumber karbon dan ammonium fosfat sebagai sumber nitrogen. Bakteri yang menggunakan citrat akan menghasilkan metabolit-metabolit yang meningkatkan pH media menjadi suasana basa pada media, sehingga merubah indikator bromtimol blue yang berwarna hijau pada pH 6,0 menjadi warna biru pada pH 7,6.

Bakteri yang diinokulasikan ke dalam media Simmons citrat kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. Hasil positif akan terlihat bila media berubah warna

menjadi biru. Bakteri Enterobacter aerogenes dan Klebsiella pneumoniae akan


(24)

Gambar 15. Tes citrat, kiri hasil negatif ; kanan hasil positif.

Tes Dekarboksilase

Dekarboksilase adalah sekelompok substrat enzim yang spesifik, yang dapat bereaksi dengan gugus karboksil dari asam amino, membentuk amina alkaline. Pada reaksi ini, dihasilkan karbon dioksida sebagai produk kedua. Setiap enzim dekarboksilase spesifik terhadap satu asam amino. Lysine, arginine dan ornithine merupakan tiga asam amino yang rutin digunakan untuk identifikasi Enterobacteriaceae. Lysine  Cadaverine

Ornithine  Putrescine Arginine  Citruline

Pada tes ini menggunakan media Moeller dekarboksilase, untuk mengetahui kemampuan dekarboksilase dari Enterobacteriaceae. Asam amino yang akan di tes ditambahkan ke dalam media dekarboksilase sebelum dilakukan inokulasi. Tabung kontrol hanya berisi dekarboksilase tanpa ditambahkan asam amino. Kedua tabung tersebut kemudian diinkubasi dalam kondisi anaerob dan ditutupi dengan minyak mineral pada daerah permukaan tabung. Selama fase inisial inkubasi, kedua tabung akan berwarna kuning. Pada tabung yang ditambahkan asam amino, maka asam amino tersebut didekarboksilase menghasilkan amina alkaline dan merubah media menjadi berwarna

ungu.

Tabel 2. Hasil tes dekarboksilase.

Asam amino Positif Kontrol Negatif Kontrol

Lysine Ornithine Arginine

Enterobacter aerogenes Enterobacter cloacae Enterobacter cloacae

Enterobacter cloacae Klebsiella pneumoniae Enterobacter aerogenes


(25)

Gambar 16. Tes dekarboksilase, kiri hasil positif ; tengah hasil negatif ; kanan belum diinokulasi.

Tes Phenylalanine deaminase

Phenylalanine adalah asam amino yang mengalami deaminase menjadi bentuk asam keto dan asam phenylpiruvat. Pada kelompok Enterobacteriaceae, hanya Proteus,

Morganella, dan Providencia yang memiliki enzim deaminase yang penting dalam proses

perubahan ini. Sedang Escherichia coli memberikan hasil negatif pada tes ini.

Tes phenylalanine tergantung pada deteksi asam phenylpiruvat pada media yang telah diinokulasi oleh bakteri. Tes diawali dengan menginokulasikan bakteri yang berasal dari koloni tunggal pada perbenihan plate agar ke dalam agar miring. Kemudian media diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35°C, lalu teteskan 4-5 tetes reagensia ferri

klorida ke permukaan media. Hasil tes positif bila terlihat warna hijau pada media yang

menandakan adanya asam phenylpiruvat, setelah ditambahkan reagensia 10% cairan ferri klorida.

Gambar 17. Tes Phenylalanine, kiri hasil positif ; tengah hasil negatif ; kanan media yang belum diinokulasi.


(26)

Tes PYR

Enzim L-piroglutamil-aminopeptidase yang dimiliki bakteri akan menghidrolisis

substrat L-pirolidonil-β-naftilamid (PYR) dan menghasilkan β-naftilamin yang bila dikombinasikan dengan reagen sinamaldehid akan menghasilkan warna merah terang. Tes ini dilakukan dengan mengoleskan sampel dari koloni pada kertas filter yang telah direndam dengan PYR, dan kemudian diteteskan dengan reagen dimetilaminosinamaldehid. Hasil positif akan terjadi perubahan warna menjadi merah terang dalam waktu 5 menit seperti pada Streptococcus pyogenes dan Enterococcus sp., sementara hasil negatif pada Streptococcus agalactie.

Tes Hidrolisis Hipurat

Enzim hipurikase bekerja menghidrolisis substrat hipurat menjadi asam amino

glisin yang dapat terdeteksi melalui oksidasi dengan reagen ninhidrin dan menghasilkan warna ungu gelap. Sampel dari koloni diinokulasikan pada tabung yang mengandung 0,4 mL hipurat 1%, ditutup, dan diinkubasikan pada suhu 35ºC selama 2 jam. Tambahkan 0,2 mL reagen ninhidrin dan inkubasi kembali selama 15 menit sebelum diamati adanya perubahan warna menjadi ungu gelap. Tes ini untuk mengidentifikasi bakteri seperti

Campylobacter jejuni dan Listeri monocytogenes.

3.4. Sensitivitas Terhadap Antimikroba

Bakteri-bakteri patogen mempunyai kemampuan resistensi terhadap jenis antimikroba tertentu, oleh karena itu, pemeriksaan sensitivitas bakteri terhadap antimikroba tertentu dapat dijadikan sebagai salah satu cara identifikasi bakteri selain tentunya juga untuk mencegah terjadinya penggunaan antimikroba yang tidak rasional dan efektif.

Pemeriksaan ini dilakukan biasanya dengan meletakkan disk antimikroba tertentu pada koloni yang tumbuh. Munculnya zona inhibisi di sekitar disk berarti menandakan bahwa bakteri sensitif terhadap antimikroba tersebut. Salah satu contoh dalam identifikasi bakteri Gram-positif yang sebagian besar sensitif terhadap vankomisin, sementara sebaliknya dengan bakteri Gram-negatif. Sehingga bila kita temukan adanya zona inhibisi di sekitar disk vankomisin merupakan indikasi adanya bakteri Gram-positif.


(27)

Pemeriksaan sensitivitas terhadap Optocin dapat digunakan untuk membedakan antara Streptococcus pneumoniae dengan Streptococcus viridans, dimana Streptococcus

pneumoniae menunjukkan sensitivitas terhadap optocin, sedang Streptococcus viridans

resisten terhadap optocin (Gambar 18). Contoh yang lain adalah uji sensitivitas dengan novobiosin yang dapat membedakan Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

saphrophyticus, dimana Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap novobiosin, sedang Staphylococcus saphrophyticus resisten (Gambar 19).

Gambar 18. Optocin test Gambar 19. Novobiosin test

4. Sistem Identifikasi Komersial

Sistem identifikasi komersial merupakan pengganti dari sekumpulan tes konvensional media dan substrat yang dibuat di satu pabrik untuk digunakan dalam mengidentifikasi bakteri. Sistem identifikasi ini dibuat dengan memaksimalkan kecepatan dalam mengidentifikasi bakteri dan mengoptimalkan kemudahan dalam melaksanakan keempat komponen identifikasi.

Keempat komponen dalam sistem identifikasi komersial adalah : 1. Tes seleksi dan inokulasi :

• Pemilihan jumlah dan jenis tes yang sesuai dengan organisme yang akan diidentifikasi, isolat klinis.

• Dalam sistem identifikasi harus menggunakan kultur murni. 2. Inkubasi :

• Lamanya inkubasi tergantung multiplikasi bakteri atau tidak dibutuhkan penggunaan substrat ( tes berdasarkan pertumbuhan atau tes yang tidak berdasarkan pertumbuhan bakteri).


(28)

3. Deteksi aktivitas metabolik (penggunaan substrat) :

• Dengan Kolorimetri, fluoresensi, atau kekeruhan yang digunakan untuk mendeteksi hasil dari penggunaan substrat.

• Deteksi dapat dilakukan dengan melihat langsung atau dengan fotometri. 4. Analisa profil metabolisme :

• Perubahan profil substrat yang digunakan berdasarkan kode numerik. • Membandingkan kode numerik di komputer dengan data dasar yang

tersedia dalam mengidentifikasi isolat bakteri.

• Untuk beberapa organisme cukup hanya beberapa tes saja yang dilakukan tidak perlu melakukan tes-tes lain yang lebih luas.

Sistem yang digunakan untuk identifikasi bakteri berbeda-beda untuk setiap komponennya. Perbedaan itu umumnya meliputi :

• Tipe dan format tes

• Metode inokulasi (manual atau otomatis)

• Lamanya inkubasi tergantung penggunaan substrat untuk pertumbuhan bakteri.

• Metode untuk mendeteksi penggunaan substrat secara manual dan otomatis.

• Metode interpretasi dan hasil analisa (manual atau otomatis). Metode interpretasi bersifat otomatis bila dibantu dengan komputer.


(29)

Kesimpulan

Untuk isolasi dan identifikasi bakteri patogen membutuhkan nutrisi yang cukup dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri, berupa media kultur yang tinggi nutrisi, kebutuhan oksigen dan karbondioksida, suhu, pH dan kelembaban yang sesuai dengan bakteri yang akan dibiakkan.

Untuk identifikasi bakteri terdapat 4 kriteria fenotip yang penting adalah : 1. Morfologi koloni

2. Morfologi sel bakteri 3. Aktivitas metabolik

4. Sensitivitas terhadap antimikroba

Saat ini banyak dikembangkan sistem identifikasi komersial yang sangat membantu dalam identifikasi bakteri, dengan waktu yang cepat dan mudah prosesnya, yang umumnya menggunakan bantuan komputerisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Betty AF, Daniel FS, Alice SW. 2007. Traditional Cultivation and Identification of Bacteria dalam Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. Twelfth Edition. Elsevier Inc.

2. Prescott LM, Harley JP, dan Klein DA. 2003. Clinical Microbiology dalam Microbiology. 5th edition. New York, USA : McGraw-Hill Companies, Inc.

3. Winn, Allen, Janda, Koneman, Procop, Schreckenberger, Woods. Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. Sixth Edition. 2006. Lippincott Williams & Wilkins.

4. Brooks, Butel, Morse. Medical Microbiology. Twenty second edition. Appleton & Lange. 2002.


(1)

Gambar 15. Tes citrat, kiri hasil negatif ; kanan hasil positif.

Tes Dekarboksilase

Dekarboksilase adalah sekelompok substrat enzim yang spesifik, yang dapat bereaksi dengan gugus karboksil dari asam amino, membentuk amina alkaline. Pada reaksi ini, dihasilkan karbon dioksida sebagai produk kedua. Setiap enzim dekarboksilase spesifik terhadap satu asam amino. Lysine, arginine dan ornithine merupakan tiga asam amino yang rutin digunakan untuk identifikasi Enterobacteriaceae. Lysine  Cadaverine

Ornithine  Putrescine Arginine  Citruline

Pada tes ini menggunakan media Moeller dekarboksilase, untuk mengetahui kemampuan dekarboksilase dari Enterobacteriaceae. Asam amino yang akan di tes ditambahkan ke dalam media dekarboksilase sebelum dilakukan inokulasi. Tabung kontrol hanya berisi dekarboksilase tanpa ditambahkan asam amino. Kedua tabung tersebut kemudian diinkubasi dalam kondisi anaerob dan ditutupi dengan minyak mineral pada daerah permukaan tabung. Selama fase inisial inkubasi, kedua tabung akan berwarna kuning. Pada tabung yang ditambahkan asam amino, maka asam amino tersebut didekarboksilase menghasilkan amina alkaline dan merubah media menjadi berwarna

ungu.

Tabel 2. Hasil tes dekarboksilase.

Asam amino Positif Kontrol Negatif Kontrol

Lysine

Ornithine

Arginine

Enterobacter aerogenes

Enterobacter cloacae

Enterobacter cloacae

Enterobacter cloacae

Klebsiella pneumoniae


(2)

Gambar 16. Tes dekarboksilase, kiri hasil positif ; tengah hasil negatif ; kanan belum diinokulasi.

Tes Phenylalanine deaminase

Phenylalanine adalah asam amino yang mengalami deaminase menjadi bentuk asam keto dan asam phenylpiruvat. Pada kelompok Enterobacteriaceae, hanya Proteus, Morganella, dan Providencia yang memiliki enzim deaminase yang penting dalam proses perubahan ini. Sedang Escherichia coli memberikan hasil negatif pada tes ini.

Tes phenylalanine tergantung pada deteksi asam phenylpiruvat pada media yang telah diinokulasi oleh bakteri. Tes diawali dengan menginokulasikan bakteri yang berasal dari koloni tunggal pada perbenihan plate agar ke dalam agar miring. Kemudian media diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35°C, lalu teteskan 4-5 tetes reagensia ferri

klorida ke permukaan media. Hasil tes positif bila terlihat warna hijau pada media yang

menandakan adanya asam phenylpiruvat, setelah ditambahkan reagensia 10% cairan ferri klorida.

Gambar 17. Tes Phenylalanine, kiri hasil positif ; tengah hasil negatif ; kanan media yang belum diinokulasi.


(3)

Tes PYR

Enzim L-piroglutamil-aminopeptidase yang dimiliki bakteri akan menghidrolisis substrat L-pirolidonil-β-naftilamid (PYR) dan menghasilkan β-naftilamin yang bila dikombinasikan dengan reagen sinamaldehid akan menghasilkan warna merah terang. Tes ini dilakukan dengan mengoleskan sampel dari koloni pada kertas filter yang telah direndam dengan PYR, dan kemudian diteteskan dengan reagen dimetilaminosinamaldehid. Hasil positif akan terjadi perubahan warna menjadi merah terang dalam waktu 5 menit seperti pada Streptococcus pyogenes dan Enterococcus sp., sementara hasil negatif pada Streptococcus agalactie.

Tes Hidrolisis Hipurat

Enzim hipurikase bekerja menghidrolisis substrat hipurat menjadi asam amino glisin yang dapat terdeteksi melalui oksidasi dengan reagen ninhidrin dan menghasilkan warna ungu gelap. Sampel dari koloni diinokulasikan pada tabung yang mengandung 0,4 mL hipurat 1%, ditutup, dan diinkubasikan pada suhu 35ºC selama 2 jam. Tambahkan 0,2 mL reagen ninhidrin dan inkubasi kembali selama 15 menit sebelum diamati adanya perubahan warna menjadi ungu gelap. Tes ini untuk mengidentifikasi bakteri seperti Campylobacter jejuni dan Listeri monocytogenes.

3.4. Sensitivitas Terhadap Antimikroba

Bakteri-bakteri patogen mempunyai kemampuan resistensi terhadap jenis antimikroba tertentu, oleh karena itu, pemeriksaan sensitivitas bakteri terhadap antimikroba tertentu dapat dijadikan sebagai salah satu cara identifikasi bakteri selain tentunya juga untuk mencegah terjadinya penggunaan antimikroba yang tidak rasional dan efektif.

Pemeriksaan ini dilakukan biasanya dengan meletakkan disk antimikroba tertentu pada koloni yang tumbuh. Munculnya zona inhibisi di sekitar disk berarti menandakan bahwa bakteri sensitif terhadap antimikroba tersebut. Salah satu contoh dalam identifikasi bakteri Gram-positif yang sebagian besar sensitif terhadap vankomisin, sementara sebaliknya dengan bakteri Gram-negatif. Sehingga bila kita temukan adanya zona inhibisi di sekitar disk vankomisin merupakan indikasi adanya bakteri Gram-positif.


(4)

Pemeriksaan sensitivitas terhadap Optocin dapat digunakan untuk membedakan antara Streptococcus pneumoniae dengan Streptococcus viridans, dimana Streptococcus pneumoniae menunjukkan sensitivitas terhadap optocin, sedang Streptococcus viridans resisten terhadap optocin (Gambar 18). Contoh yang lain adalah uji sensitivitas dengan novobiosin yang dapat membedakan Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saphrophyticus, dimana Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap novobiosin, sedang Staphylococcus saphrophyticus resisten (Gambar 19).

Gambar 18. Optocin test Gambar 19. Novobiosin test

4. Sistem Identifikasi Komersial

Sistem identifikasi komersial merupakan pengganti dari sekumpulan tes konvensional media dan substrat yang dibuat di satu pabrik untuk digunakan dalam mengidentifikasi bakteri. Sistem identifikasi ini dibuat dengan memaksimalkan kecepatan dalam mengidentifikasi bakteri dan mengoptimalkan kemudahan dalam melaksanakan keempat komponen identifikasi.

Keempat komponen dalam sistem identifikasi komersial adalah : 1. Tes seleksi dan inokulasi :

• Pemilihan jumlah dan jenis tes yang sesuai dengan organisme yang akan diidentifikasi, isolat klinis.

• Dalam sistem identifikasi harus menggunakan kultur murni. 2. Inkubasi :

• Lamanya inkubasi tergantung multiplikasi bakteri atau tidak dibutuhkan penggunaan substrat ( tes berdasarkan pertumbuhan atau tes yang tidak berdasarkan pertumbuhan bakteri).


(5)

3. Deteksi aktivitas metabolik (penggunaan substrat) :

• Dengan Kolorimetri, fluoresensi, atau kekeruhan yang digunakan untuk mendeteksi hasil dari penggunaan substrat.

• Deteksi dapat dilakukan dengan melihat langsung atau dengan fotometri. 4. Analisa profil metabolisme :

• Perubahan profil substrat yang digunakan berdasarkan kode numerik. • Membandingkan kode numerik di komputer dengan data dasar yang

tersedia dalam mengidentifikasi isolat bakteri.

• Untuk beberapa organisme cukup hanya beberapa tes saja yang dilakukan tidak perlu melakukan tes-tes lain yang lebih luas.

Sistem yang digunakan untuk identifikasi bakteri berbeda-beda untuk setiap komponennya. Perbedaan itu umumnya meliputi :

• Tipe dan format tes

• Metode inokulasi (manual atau otomatis)

• Lamanya inkubasi tergantung penggunaan substrat untuk pertumbuhan bakteri.

• Metode untuk mendeteksi penggunaan substrat secara manual dan otomatis.

• Metode interpretasi dan hasil analisa (manual atau otomatis). Metode interpretasi bersifat otomatis bila dibantu dengan komputer.


(6)

Kesimpulan

Untuk isolasi dan identifikasi bakteri patogen membutuhkan nutrisi yang cukup dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri, berupa media kultur yang tinggi nutrisi, kebutuhan oksigen dan karbondioksida, suhu, pH dan kelembaban yang sesuai dengan bakteri yang akan dibiakkan.

Untuk identifikasi bakteri terdapat 4 kriteria fenotip yang penting adalah : 1. Morfologi koloni

2. Morfologi sel bakteri 3. Aktivitas metabolik

4. Sensitivitas terhadap antimikroba

Saat ini banyak dikembangkan sistem identifikasi komersial yang sangat membantu dalam identifikasi bakteri, dengan waktu yang cepat dan mudah prosesnya, yang umumnya menggunakan bantuan komputerisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Betty AF, Daniel FS, Alice SW. 2007. Traditional Cultivation and Identification of Bacteria dalam Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. Twelfth Edition. Elsevier Inc.

2. Prescott LM, Harley JP, dan Klein DA. 2003. Clinical Microbiology dalam Microbiology. 5th edition. New York, USA : McGraw-Hill Companies, Inc.

3. Winn, Allen, Janda, Koneman, Procop, Schreckenberger, Woods. Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. Sixth Edition. 2006. Lippincott Williams & Wilkins.

4. Brooks, Butel, Morse. Medical Microbiology. Twenty second edition. Appleton & Lange. 2002.