Fraksionasi Ekstrak Kemedangan Gaharu Aquilaria microcarpa Hasil Inokulasi Berpotensi Antioksidan

FRAKSIONASI EKSTRAK KEMEDANGAN GAHARU
Aquilaria microcarpa HASIL INOKULASI BERPOTENSI
ANTIOKSIDAN

DICKY ANNAS

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fraksionasi Ekstrak
Kemedangan Gaharu Aquilaria microcarpa Hasil Inokulasi Berpotensi
Antioksidan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Dicky Annas
NIM G44100015

ABSTRAK
DICKY ANNAS. Fraksionasi Ekstrak Kemedangan Gaharu Aquilaria microcarpa
Hasil Inokulasi Berpotensi Antioksidan. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan
ERDY SANTOSO.
Aquilaria microcarpa merupakan pohon penghasil gaharu yang memiliki
potensi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan menentukan fraksi teraktif
antioksidan pada sampel kemedangan gaharu spesies A. microcarpa hasil
inokulasi dan mencirikan gugus fungsi dalam fraksi teraktif tersebut. Uji aktivitas
antioksidan pada ekstrak etil asetat dan metanol menghasilkan nilai konsentrasi
penghambatan 50% (IC50) berturut-turut 239 dan 185 μg/mL. Ekstrak metanol
mengandung senyawa flavonoid, steroid, alkaloid, dan fenolik. Ekstrak metanol
difraksionasi menggunakan kromatografi kolom dengan sistem elusi gradien dan
menghasilkan 12 fraksi. Berdasarkan uji aktivitas antioksidan, fraksi yang dielusi

dengan eluen diklorometana-etil asetat (9:1) diperoleh sebagai fraksi teraktif,
dengan nilai IC50 165 μg/mL. Spektrum inframerah fraksi tersebut menunjukkan
keberadaan gugus fungsi fenolik yang diduga berperan sebagai antioksidan
dengan munculnya serapan regang OH pada 3306 cm-1, regang CO pada 1246
cm-1, dan regang C=C aromatik pada 1462 dan 1597 cm-1.
Kata kunci: Aquilaria microcarpa, fraksionasi, IC50, spektrum inframerah

ABSTRACT
DICKY ANNAS. Fractionation of Inoculated Kemedangan Aquilaria microcarpa
Agarwood Extract Potential as Antioxidant. Supervised by DUDI TOHIR and
ERDY SANTOSO.
Aquilaria microcarpa is an agarwood producing tree which is potential as
an antioxidant resource. The objectives of this research were to determine the
most active antioxidant fraction in the inoculated kemedangan A. microcarpa
agarwood species and to characterize the functional groups contained in the
fraction. The antioxidant activity analysis of ethyl acetate and methanol extracs
showed the 50% inhibition concentration (IC50) value of 239 and 185 μg/mL,
respectively. Methanol extract contained flavonoid, steroid, alkaloid, and phenolic
compounds. The methanol extract was further fractionated using column
chromatography with gradient elution system that yielded 12 fractions. According

to the analysis, the fraction eluted with dichloromethane-ethyl acetate (9:1) was
obtained as the most active fraction as antioxidant activity of 165 μg/mL IC50
value. The infrared spectrum of this fraction showed the presence of phenolic
functional group that expected responsible for the antioxidant activity, with
absorption bands of OH stretch at 3306 cm-1, CO stretch at 1246 cm-1, and
aromatic C=C stretch at 1462 and 1597 cm-1.
Key words: Aquilaria microcarpa, fractionation, IC50, infrared spectra

FRAKSIONASI EKSTRAK KEMEDANGAN GAHARU
Aquilaria microcarpa HASIL INOKULASI BERPOTENSI
ANTIOKSIDAN

DICKY ANNAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Fraksionasi Ekstrak Kemedangan Gaharu Aquilaria microcarpa
Hasil Inokulasi Berpotensi Antioksidan
Nama
: Dicky Annas
NIM
: G44100015

Disetujui oleh

Drs Dudi Tohir, MS
Pembimbing I

Dr Erdy Santoso, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Fraksionasi Ekstrak Kemedangan Gaharu
Aquilaria microcarpa Hasil Inokulasi Berpotensi Antioksidan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Dudi Tohir, MS dan
Bapak Dr Erdy Santoso, MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Sabur, Ibu Yenny, staf dan laboran Pusat Studi
Biofarmaka, teman-teman di Laboratorium Kimia Organik (Ika, Alif, Hasna,
Ferra, Ihsan, Ayu, Dian, Lia, Kak Febrina, dan Kak Ichsan), serta teman-teman
Kimia 47 yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Dicky Annas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air, Ekstrak, dan Fraksi
Fitokimia
Aktivitas Antioksidan dan Spektrum FTIR
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2
2
2
4
4
6
7
9
9
9

9
11
18

DAFTAR TABEL
1. Data nilai �� pada penentuan eluen terbaik untuk fraksionasi ekstrak
kasar metanol
2. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar metanol A. microcarpa hasil inokulasi

6
7

DAFTAR GAMBAR
1. Noda hasil pemisahan ekstrak kasar metanol dengan eluen tunggal nheksana (a), diklorometana (b), etil asetat (c), aseton (d), dan metanol (e),
diamati di bawah sinar UV 254 (1) dan 366 nm (2)
2. Noda hasil pemisahan ekstrak kasar metanol dengan campuran eluen di
bawah sinar UV 254 (1) dan 366 nm (2) dengan eluen diklorometana (a),
etil asetat (b), diklorometana-etil asetat (1:1) (c), (9:1) (d), (8:2) (e), (7:3)
(f), (6:4) (g), (4:6) (h), (3:7) (i), (2:8) (j), (1:9) (k)
3. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH oleh antioksidan

4. Hasil elusi F2 menggunakan eluen DCM-EA (8:2) di bawah sinar UV
366 nm

5

5
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagram alir penelitian
Perhitungan kadar air kemedangan gaharu A. microcarpa

Perhitungan rendemen ekstrak kasar dan fraksionasi ekstrak metanol
Nilai IC50 ekstrak metanol dan etil asetat A. microcarpa
Nilai IC50 fraksi ekstrak metanol A. microcarpa
Nilai IC50 standar asam askorbat
Spektrum FTIR F2

11
11
12
13
15
16
17

PENDAHULUAN
Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu berupa resin aromatik yang
terjadi akibat respons terhadap infeksi jamur melalui proses patologis (Santoso et
al. 2007). Gaharu banyak digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, kosmetik,
obat-obatan, dan dupa karena memiliki aroma yang wangi (Sumarna 2002). Pohon
penghasil gaharu memiliki pertumbuhan yang relatif lambat, sehingga tanaman

gaharu dimasukkan dalam Appendix II kategori tanaman yang terancam punah
pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and
Fauna (CITES 2004). Teknologi inokulasi dapat digunakan untuk mempercepat
pembentukan gaharu dengan menginduksi jamur yang dapat membentuk gaharu
pada pohon penghasil gaharu (Siran dan Turjaman 2010). Klasifikasi mutu gaharu
dibagi menjadi 3, yaitu gubal gaharu, kemedangan, dan serbuk gaharu. Gubal
gaharu adalah kayu dari pohon gaharu berwarna hitam atau cokelat kehitaman
dengan resin wangi beraroma kuat. Kemedangan gaharu adalah kayu dari pohon
gaharu berwarna putih keabu-abuan hingga kecokelatan dan memiliki resin wangi
beraroma lemah. Serbuk gaharu adalah sisa pembersihan atau pengerokan dari
kayu gaharu (BSN 2011). Warna cokelat kehitaman pada gaharu dihasilkan dari
akumulasi senyawa metabolit sekunder yang terbentuk pada pohon penghasil
gaharu (Santoso et al. 2007).
Gaharu mengandung senyawa metabolit sekunder yang digunakan sebagai
pertahanan diri dari serangan luar. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang
terkandung pada gaharu ialah kelompok seskuiterpenoid (Novriyanti 2008).
Senyawa seskuiterpenoid merupakan komponen yang banyak ditemukan pada
resin gaharu (Ishihara et al. 1991; Bhuiyan et al. 2009; Muntaqo 2012; Verina
2013). Kandungan metabolit sekunder pada gaharu dapat dimanfaatkan dalam
berbagai bidang di antaranya kesehatan. Menurut Yagura et al. (2005), gaharu
dapat digunakan sebagai obat penenang, obat pencernaan, dan penahan rasa sakit.
Metabolit sekunder dari gaharu juga dapat berpotensi sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkap radikal bebas
dengan memberikan elektronnya. Antioksidan dapat menghambat kerusakan sel
akibat adanya radikal bebas di dalam tubuh dengan menghambat reaksi
oksidasinya (Winarsi 2007). Salah satu pohon penghasil gaharu yang dikenal
adalah Aquilaria microcarpa yang termasuk dalam famili Thymelaeaceae dan
banyak ditemukan di Indonesia. Ramadhan (2013) melaporkan bahwa ekstrak
kasar metanol kemedangan A. microcarpa dengan umur inokulasi 1 tahun
memiliki nilai konsentrasi penghambatan 50% (IC50) sebesar 163 μg/mL. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak ini memiliki aktivitas antioksidan yang
dapat menangkap radikal bebas dengan baik. Penelitian bertujuan menentukan
fraksi teraktif antioksidan pada sampel kemedangan gaharu A. microcarpa hasil
inokulasi dan mencirikan gugus fungsi dalam fraksi teraktif tersebut.

2

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan FebruariJuni 2014 di Laboratorium
Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB); Pusat Studi Biofarmaka IPB; dan
Laboratorium Terpadu IPB.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi kemedangan
gaharu A. microcarpa asal Sumatera Utara hasil inokulasi 1.5 tahun oleh jamur
Fusarium sp., metanol teknis, metanol p.a (Merck), etil asetat teknis,
diklorometana teknis, aseton teknis, silika gel 60 (0.040˗0.063 mm) untuk
kromatografi kolom, KBr, HCl pekat, n-heksana teknis, n-amil alkohol,
kloroform-amonia, pereaksi Mayer, Wagner, Dragendorf, Liebermann-Burchard,
FeCl3 1%, serbuk Mg, NaOH 10%, dan serbuk 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).
Alat-alat yang digunakan terdiri atas alat-alat kaca, oven, desikator, penguap putar,
hot plate, kertas saring, kolom kromatografi, pelat kromatografi lapis tipis (KLT)
G60 F254, lampu ultraviolet (UV), ELISA reader, inkubator, dan spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR).

Metode
Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu preparasi sampel,
penentuan kadar air, ekstraksi maserasi, uji antioksidan dengan metode DPPH,
pemilihan eluen terbaik, fraksionasi menggunakan kromatografi kolom, dan
analisis spektrum FTIR (Lampiran 1).
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam
oven bersuhu 103 ± 2 °C selama 30 menit dan ditimbang bobotnya setelah
didinginkan dalam eksikator. Sebanyak 1 g simplisia dimasukkan dalam cawan
porselen tersebut dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 103 ± 2 °C selama 3
jam. Setelah 3 jam, cawan porselen dan simplisia didinginkan dalam desikator dan
ditimbang bobotnya. Pengeringan dan penimbangan diulangi hingga diperoleh
bobot konstan.

Preparasi dan Ekstraksi
Sampel kemedangan digiling hingga menjadi serbuk berukuran 40 mesh
yang selanjutnya disebut simplisia. Metode ekstraksi yang digunakan adalah

3

maserasi menggunakan pelarut metanol dan etil asetat. Sebanyak 100 g simplisia
masing-masing dimasukkan ke dalam 2 labu erlenmeyer dan ditambahkan pelarut
metanol dan etil asetat dengan nisbah simplisia˗pelarut (1:8) (b/v), lalu dimaserasi
selama 48 jam dengan diaduk menggunakan pengaduk magnet. Filtrat kemudian
dipisahkan dari residunya, dipekatkan dengan penguap putar, dan ditentukan
rendemennya.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji alkaloid dilakukan dengan mencampurkan 2.5 mL larutan campuran
kloroform-amonia (1:1) dengan 0.5 g ekstrak kasar, kemudian disaring. Filtrat
ditambahkan beberapa tetes H2SO4 2 M, kemudian dikocok sampai terbentuk 2
lapisan. Lapisan asam yang tidak berwarna dibagi 3 ke dalam tabung reaksi untuk
diuji dengan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf. Uji positif alkaloid
berturut-turut ditandai dengan terbentuknya endapan putih, cokelat, dan merah
jingga.
Uji triterpenoid dan steroid dilakukan dengan memanaskan campuran 0.1
g ekstrak kasar dengan 5 mL etanol pada suhu 50 °C, kemudian disaring. Filtrat
yang diperoleh dipekatkan, lalu dilarutkan dengan eter. Lapisan eter diteteskan
pada pelat tetes dan dikeringudarakan, kemudian ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard. Warna merah menunjukkan uji positif triterpenoid,
sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan uji positif steroid.
Uji fenol dan flavonoid dilakukan dengan mendidihkan campuran 0.1 g
ekstrak kasar dengan 15 mL air selama 2 menit, kemudian disaring. Sebanyak 5
mL filtrat ditambahkan NaOH 10% untuk uji fenol. Adanya senyawa fenolik
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah. Sebanyak 5 mL filtrat
ditambahkan 0.1 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL n-amil alkohol, lalu
dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga menunjukkan uji positif
flavonoid.
Uji saponin dan tanin dilakukan dengan memanaskan selama 5 menit
campuran 0.1 g ekstrak kasar dengan 10 mL akuades hingga mendidih, kemudian
disaring. Filtrat kemudian dibagi 2. Uji saponin dilakukan dengan mendinginkan
sebagian filtrat dan dikocok hingga berbusa. Uji positif saponin ditunjukkan
dengan tidak hilangnya busa setelah 10 menit. Uji tanin dilakukan dengan
menambahkan larutan FeCl3 1% ke dalam filtrat. Warna biru tua atau hijau
kehitaman menunjukkan uji positif tanin.
Uji Antioksidan dengan DPPH (Modifikasi Salazar-Aranda et al. 2011)
Larutan stok DPPH 126 μM dibuat dengan melarutkan 0.005 g serbuk
DPPH dengan metanol di dalam labu takar 100 mL. Ekstrak kasar dan fraksi
masing-masing dilarutkan dengan metanol dan dibuat konsentrasinya menjadi 10,
25, 50, 100, 200, 300, 500, dan 1000 ppm. Larutan standar asam askorbat juga
dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 15 ppm.
Larutan sampel dan standar masing-masing sebanyak 100 μL dimasukkan
ke dalam microwell plate, lalu ditambahkan 100 μL larutan DPPH dan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 37 °C. Larutan yang telah diinkubasi diukur
absorbansnya dengan ELISA reader pada panjang gelombang 517 nm. Nilai IC50
dihitung dari hubungan linear antara logaritma konsentrasi sampel atau standar

4

dan persen aktivitas penghambatan radikal DPPH. Blangko dibuat dengan
mencampurkan 100 μL metanol dengan 100 μL DPPH dalam microwell plate.
Penentuan Eluen Terbaik (Houghton dan Raman 1998)
Eluen tunggal yang diujikan adalah n-heksana, aseton, diklorometana, etil
asetat, dan metanol. Ekstrak kasar kemedangan gaharu ditotolkan pada pelat KLT,
dikeringudarakan beberapa saat, lalu dielusi menggunakan eluen tunggal tersebut.
Noda hasil pemisahan diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254
dan 366 nm. Eluen terbaik ialah yang menghasilkan paling banyak noda dan
terpisah dengan baik. Jika didapat 2 eluen tersebut, dibuat campuran eluen dengan
nisbah 9:1 hingga 1:9 untuk memperoleh campuran eluen terbaik.
Fraksionasi Ekstrak Kasar dengan Kromatografi Kolom
Fraksionasi dilakukan menggunakan kromatografi kolom dengan sistem
elusi gradien. Sebanyak 4.2350 g ekstrak kasar kemedangan gaharu yang telah
diuji aktivitas antioksidan difraksionasi menggunakan campuran eluen terbaik.
Eluat ditampung dan dideteksi nodanya di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm. Eluat dengan pola pemisahan yang sama
digabungkan menjadi 1 fraksi, kemudian diuji aktivitas antioksidannya dengan
metode DPPH. Fraksi teraktif antioksidan dianalisis gugus fungsinya berdasarkan
spektrum FTIR.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air, Ekstrak, dan Fraksi
Kadar air pada simplisia kemedangan gaharu A. microcarpa sebesar 4.05%
(Lampiran 2). Kandungan air dapat menentukan keterterimaan, kesegaran, dan
daya tahan bahan. Selain itu, kadar air digunakan untuk mengoreksi rendemen
ekstrak kasar yang dihasilkan. Kadar air yang baik ialah kurang dari 10%, sebab
dapat menghambat tumbuhnya mikroorganisme dan meningkatkan umur simpan
bahan (Winarno 1992).
Simplisia yang telah diketahui kadar airnya diekstraksi menggunakan
pelarut metanol dan etil asetat untuk mendapatkan komponen bioaktifnya. Pelarut
metanol digunakan karena bersifat polar, sehingga dapat mengekstraksi senyawa
polar, sedangkan pelarut etil asetat digunakan karena bersifat semipolar, sehingga
senyawa semipolar juga akan terekstraksi. Hal ini mengikuti kaidah like dissolves
like, yaitu zat terlarut yang bersifat polar akan terekstraksi pada pelarut yang
bersifat polar dan sebaliknya (Harvey 2000). Metode yang umum digunakan
dalam ekstraksi meliputi maserasi, perkolasi, soxhletasi, sonikasi, ekstraksi
dengan fluida superkritis, dan distilasi uap (Handa et al. 2008). Metode ekstraksi
maserasi digunakan pada penelitian ini karena mudah dan dapat digunakan untuk
sampel yang tidak tahan panas.
Maserasi dilakukan dengan merendam 100 g simplisia A. microcarpa
masing-masing dengan pelarut metanol dan etil asetat (1:8) (b/v) sambil diaduk
dengan pengaduk magnet selama 48 jam. Rendemen ekstrak metanol dan etil

5

asetat yang diperoleh berturut-turut 5.15 dan 1.97% (Lampiran 3). Rendemen
ekstrak metanol lebih besar daripada ekstrak etil asetat. Hal ini menunjukkan
bahwa lebih banyak senyawa polar yang terekstraksi, sebab pelarut metanol
memiliki tetepan dielektrik yang tinggi, yaitu 33. Menurut Dewi (2013), pelarut
metanol dapat mengekstraksi senyawa golongan tanin, steroid, fenolik, dan
alkaloid yang dapat bersifat sebagai antioksidan dengan menghambat reaksi
radikal bebas.
Ekstrak kasar kemudian difraksionasi menggunakan kromatografi kolom.
Ekstrak kasar yang dipilih adalah yang aktivitas antioksidannya lebih tinggi, yaitu
ekstrak metanol. Sebelum difraksionasi, eluen terbaik ditentukan terlebih dahulu.
Gambar 1 menunjukkan adanya 2 eluen tunggal yang dapat memisahkan banyak
noda dengan baik, yaitu diklorometana dan etil asetat. Campuran eluen terbaik
ditentukan dengan mencampurkan eluen diklorometana-etil asetat (DCM:EA)
dengan nisbah 9:1 hingga 1:9 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa campuran
eluen diklorometana-etil asetat (8:2) menghasilkan banyak noda dengan
pemisahan yang baik, sehingga digunakan sebagai campuran eluen terbaik.

a

b

c

d

a

e

b

d

c

e

(1)
(2)
Gambar 1 Noda hasil pemisahan ekstrak kasar metanol dengan eluen tunggal nheksana (a), diklorometana (b), etil asetat (c), aseton (d), dan metanol
(e), diamati di bawah sinar UV 254 (1) dan 366 nm (2)

a

b

c

d e f g h i j k
(1)

a

b c d e f g h i j k
(2)

Gambar 2 Noda hasil pemisahan ekstrak kasar metanol dengan campuran eluen di
bawah sinar UV 254 (1) dan 366 nm (2) dengan eluen diklorometana
(a), etil asetat (b), diklorometana-etil asetat (1:1) (c), (9:1) (d), (8:2) (e),
(7:3) (f), (6:4) (g), (4:6) (h), (3:7) (i), (2:8) (j), (1:9) (k)

6

Tabel 1 Data nilai �� pada penentuan eluen terbaik untuk fraksionasi ekstrak
kasar metanol
Eluen
n-Heksana
Diklorometana
Etil asetat
Aseton
Metanol
DCM-EA (9:1)
DCM-EA (8:2)
DCM-EA (7:3)
DCM-EA (6:4)
DCM-EA (1:1)
DCM-EA (4:6)
DCM-EA (3:7)
DCM-EA (2:8)
DCM-EA (1:9)

1
0.40
0.38
0.85
0.50
0.47
0.89
0.93
0.90
0.89
0.90
0.89
0.85
0.85
0.89

2

3

Nilai ��
4
5

0.20
0.78

0.18 0.10 0.05
0.70 0.33

0.82
0.88
0.85
0.74
0.83
0.82
0.56
0.78
0.79

0.70
0.80
0.70
0.66
0.73
0.74
0.10
0.67
0.71

0.63
0.70
0.63
0.63
0.70
0.64

0.47
0.65
0.55
0.53
0.63
0.49

6

7

8

0.55 0.43 0.20
0.48 0.35
0.47
0.50 0.20
0.21

0.56 0.13
0.32

Ekstrak kasar metanol dielusi menggunakan sistem elusi gradien dengan
peningkatan kepolaran eluen, yaitu diklorometana (F1), campuran eluen
diklorometana-etil asetat (9:11:9) (F2F10), etil asetat (F11), dan metanol (F12).
Rendemen terbesar didapatkan pada F12, yaitu 45.81%, dan rendemen terkecil
pada F4, yaitu 1.59% (Lampiran 3). Rendemen yang diperoleh bergantung pada
distribusi senyawa pada eluen yang digunakan berdasarkan kepolarannya.
Rendemen yang tinggi pada F12 menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol
banyak mengandung senyawa polar, sedangkan rendemen yang rendah pada F4
menunjukkan bahwa senyawa yang memiliki kepolaran sama dengan F4 kadarnya
sedikit.

Fitokimia
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol A.
microcarpa hasil inokulasi mengandung senyawa metabolit sekunder golongan
flavonoid, steroid, alkaloid, dan fenolik (Tabel 2). Kandungan metabolit sekunder
yang diperoleh berbeda dengan hasil Ramadhan (2013) dan Dewi (2013), kecuali
pada golongan fenolik dan flavonoid. Golongan triterpenoid yang merupakan
penciri gaharu, serta saponin dan tanin tidak terdeteksi. Hal ini diduga karena
kandungan golongan senyawa tersebut pada ekstrak kasar metanol hanya sedikit,
sehingga tidak terdeteksi menggunakan analisis kualitatif. Menurut Ramadhan
(2013), respons terhadap jamur yang diinokulasikan pada pohon dapat
memengaruhi kandungan metabolit sekunder. Selain itu, tempat tumbuh, bagian
pohon, dan umur inokulasi juga dapat berpengaruh.

7

Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar metanol A. microcarpa hasil inokulasi
Literatur
Hasil
Dewi (2013)
Ramadhan (2013)
Golongan
Penelitian
Daun A.
Kemedangan A. microcarpa
microcarpa
Inokulasi 1 tahun
Alkaloid
+
+
Triterpenoid
+
Steroid
+
+
Fenolik
+
+
+
Flavonoid
+
+
+
Saponin
Tanin
+
Keterangan: (+) = terdeteksi, (-) = tidak terdeteksi

Aktivitas Antioksidan dan Spektrum FTIR
Metode uji penangkapan radikal DPPH digunakan untuk menentukan
aktivitas antioksidan. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena adanya
delokalisasi elektron, yang juga menimbulkan warna ungu pada DPPH. Radikal
DPPH akan berubah menjadi bentuk tereduksinya bila ditambahkan pada senyawa
yang dapat mendonorkan atom hidrogen (Gambar 3). Bentuk tereduksi berwarna
kuning (Molyneux 2004). Aktivitas antioksidan ditentukan sebagai nilai IC50,
yang menyatakan konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk menghambat 50%
aktivitas radikal bebas.

Gambar 3 Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH oleh antioksidan
Aktivitas antioksidan ekstrak kasar metanol dan etil asetat A. microcarpa
hasil inokulasi 1.5 tahun berturut-turut ditunjukkan dengan nilai IC50 sebesar 185
dan 239 μg/mL (Lampiran 4). Ramadhan (2013), melaporkan nilai IC50 sebesar
163 μg/mL untuk ekstrak metanol dan 411 μg/mL untuk ekstrak etil asetat.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder dan umur
inokulasi yang berbeda, sehingga aktivitas antioksidannya pun berbeda. Ekstrak

8

kasar metanol memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada ekstrak etil
asetat, sehingga difraksionasi menggunakan kolom kromatografi dengan fase
diam silika gel dan sistem elusi gradien. Diperoleh 12 fraksi, dan nilai IC50
terkecil ditunjukkan oleh F2, yaitu 165 μg/mL (Lampiran 5). Nilai IC50 tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak kasar metanol karena senyawa berkhasiat
antioksidan yang terkandung pada fraksi tersebut telah terpisahkan dari senyawasenyawa lain yang tidak berkhasiat. Menurut Blois (1958) di dalam Hanani et al.
(2005), nilai aktivitas antioksidan yang baik adalah 200 μg/mL, sehingga tidak berpotensi sebagai
antioksidan. Nilai aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan F2 sudah baik (IC50