Perbedaan Kandungan Senyawa Resin Gaharu (Aquilaria malaccensis) Hasil Inokulasi pada Tingkat Semai dan Pohon

PERBEDAAN KANDUNGAN SENYAWA RESIN GAHARU
(Aquilaria malaccensis) HASIL INOKULASI
PADA TINGKAT SEMAI DAN POHON

MEMET SLAMET PURNAMA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbedaan Kandungan
Senyawa Resin Gaharu (Aquilaria malaccensis) Hasil Inokulasi pada Tingkat
Semai dan Pohon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013

Memet Slamet Purnama
NIM. E44090037

ABSTRAK
MEMET SLAMET PURNAMA. Perbedaan Kandungan Senyawa Resin Gaharu
(Aquilaria malaccensis) Hasil Inokulasi pada Tingkat Semai dan Pohon.
Dibimbing oleh ULFAH JUNIARTI.
Gaharu merupakan salah satu komoditas hutan yang selain dapat dimanfaatkan
kayunya, sering diambil resinnya yang bernilai sangat mahal. Salah satu jenis pohon
gaharu yang berpotensi untuk membentuk gubal dengan mutu yang tinggi adalah
Aquilaria malaccensis. Informasi mengenai bahan-bahan kimia yang terkandung dalam
gaharu penting untuk pengembangan produk ini, sehingga penelitian mengenai analisis
kandungan resin pada gaharu perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengamati perubahan senyawa resin pada semai dan pohon gaharu yang diinokulasi
cendawan pembentuk gaharu. Induksi cendawan Fusarium solani dan Fusarium
oxysporum dilakukan pada batang semai dan pohon A. malaccensis, kemudian kandungan

kimianya
dianalisis
dengan
menggunakan
gas chromatography mass
spectrophotometry (GCMS). Hasil penelitian menunjukkan senyawa konstituen gaharu
terbentuk pada seluruh perlakuan. Terdapat 7 jenis senyawa konstituen gaharu yang
dihasilkan isolat F. solani pada semai gaharu dengan konsentrasi relatif isolat asal Jambi
sebesar 16.38% dan isolat asal Gorontalo sebesar 13.87%. Isolat F. oxysporum pada
pohon gaharu menghasilkan 10 jenis senyawa konstituen gaharu dengan konsentrasi
relatif sebesar 13.06%.
Kata kunci: Aquilaria malaccensis, Fusarium oxysporum, Fusarium solani, resin gaharu

ABSTRACT
MEMET SLAMET PURNAMA. Differences in Resin Chemical Components
Obtained from Inoculated Agarwood (Aquilaria malaccensis) Seedlings and
Trees. Supervised by ULFAH JUNIARTI
Agarwood is one of forest tree species that can be harvested for its timber and
resin, which has high price. One of agarwood tree species which has ability to form
agarwood with the high-quality is Aquilaria malaccensis. Information on chemicals

contained in agarwood is important for the development of this product that research on
chemical content of agarwood resin needs to be done. The purpose of this research is to
observe changes in resin components of agarwood inoculated with agarwood inducing
fungi. Induction of Fusarium solani and Fusarium oxysporum fungi was done on the
stem of A. malaccensis seedlings and trees, and then the chemical components of their
resins were analyzed using GCMS. The result showed that all treatments were
successfully induced agarwood formation. There are 7 main chemical compounds of
agarwood produced by F. solani inoculated seedlings with relative concentrations of
16.38% for isolates from Jambi, and 13.87% for isolate from Gorontalo. Innoculation of
F. oxysporum on trees generated 10 agarwood main compounds with relative
concentration of 13.06%.
Keywords: agarwood resin derivatives, Aquilaria malaccensis, Fusarium solani,
Fusarium oxysporum

PERBEDAAN KANDUNGAN SENYAWA RESIN GAHARU
(Aquilaria malaccensis) HASIL INOKULASI
PADA TINGKAT SEMAI DAN POHON

MEMET SLAMET PURNAMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perbedaan Kandungan Senyawa Resin Gaharu (Aquilaria
malaccensis) Hasil Inokulasi pada Tingkat Semai dan Pohon
Nama
: Memet Slamet Purnama
NIM
: E44090037

Disetujui oleh


Dr Ir Ulfah Juniarti, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Perbedaan Kand TIpm Senyawa Resin Gaharu (Aquilaria
malaccensis) Hasil Inoku asi pada Tingkat Semai dan Pohon
: Memet Slamet Purnama
Nama
: E44090037
NIM

Disetujui oleh


Dr Ir Ulfah Juniarti, MAgr
Pembimbing

anto MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perbedaan
Kandungan Senyawa Resin Gaharu (Aquilaria malaccensis) Hasil Inokulasi pada
Tingkat Semai dan Pohon”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Ulfah Juniarti, MAgr
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan
semangatnya. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf

Laboratorium Mikrobiologi Hutan, Bapak Erdi Santosa, Bapak Yani, Bapak
Babas beserta staf Laboratorium Instrumentasi dan Proksimat Terpadu Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Gustan, Ibu Pudji, Bapak
Slamet, dan Bapak Dadang. Terima kasih juga kepada teman-teman satu
bimbingan (Fitri, Rai, Ayu), Artha, Erfan, Dewi, Rian, Oki, Dayat, Opik, Jamal,
Khalid serta teman-teman Silvikultur 46 yang telah memberi semangat dan
dukungannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2013

Memet Slamet Purnama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Tahap Persiapan
Induksi Pembentukan Gubal Gaharu
Pengamatan Gejala Infeksi
Analisis Kandungan Resin Gaharu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Cendawan
Perubahan Warna Kayu
Hasil Analisis Senyawa Kimia Gaharu
Gaharu Tingkat Semai
Gaharu Tingkat Pohon
Senyawa Pembentuk Gaharu
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iv
iv
iv
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
4
4

5
6
6
7
8
13
13
13
13
16
25

DAFTAR TABEL
1 Senyawa-senyawa kimia berdasarkan beberapa referensi sebagai
senyawa pertahanan tanaman dan terdeteksi pada gaharu tingkat semai
hasil inokulasi
2 Senyawa-senyawa kimia berdasarkan beberapa referensi sebagai
senyawa pertahanan tanaman dan terdeteksi pada gaharu tingkat pohon
hasil inokulasi
3 Jumlah senyawa konstituen gaharu yang terdeteksi untuk seluruh

sampel
4 Jumlah senyawa berkarakter odorant yang terdapat pada seluruh sampel
5 Jumlah senyawa berkarakter odorant lain yang belum dikonfirmasi
sebagai konstituen gaharu

10

10
11
12
12

DAFTAR GAMBAR
1 Sampel semai gaharu yang digunakan: (a) setelah dilukai, dan (b)
diberikan pelet cendawan pembentuk gaharu
2 (a) Alat GCMS Shimadzu, dan (b) proses memasukkan sampel yang
dianalisis pada tabung helium
3 Gejala klorosis pada tanaman gaharu hasil induksi cendawan F. solani:
(a) asal Gorontalo, dan (b) asal Jambi
4 Perubahan warna kayu yang terjadi akibat isolat F. solani: (a) asal
Jambi, dan (b) asal Gorontalo
5 Perubahan warna kayu pada pohon: (a) 1 BSI, (b) 3 BSI, (c) 6 BSI, dan
(d) 9 BSI
6 Kromatogram hasil analisis senyawa kimia gaharu isolat F. solani asal
Gorontalo dan Jambi
7 Fluktuasi jumlah senyawa kimia yang dihasilkan oleh isolat F. solani
asal Jambi dan Gorontalo terhadap semai gaharu selama 12 minggu
8 Jumlah senyawa kimia yang dihasilkan oleh isolat F. oxysporum
terhadap pohon gaharu selama 9 bulan
9 Kromatogram hasil analisis senyawa kimia gaharu isolat F. oxysporum

3
3
4
5
6
6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Senyawa-senyawa yang ditemukan pada minggu pertama analisis
Senyawa pembentuk gaharu hasil inokulasi F. solani asal Jambi
Senyawa pembentuk gaharu hasil inokulasi F. solani asal Gorontalo
Senyawa pembentuk gaharu hasil inokulasi F. oxysporum

16
19
20
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gaharu merupakan salah satu komoditas hutan yang selain dapat
dimanfaatkan kayunya, sering diambil resinnya yang bernilai sangat mahal.
Gaharu dihasilkan terutama oleh pohon-pohon dari famili Thymeleaeceae, genus
Aquilaria, Gyrinops, Gonystylus, Aetoxylon, Enkleia, Wikstroemia, dan
Dalbergia. Salah satu jenis pohon gaharu yang berpotensi untuk membentuk
gubal dengan mutu yang tinggi adalah Aquilaria malaccensis (Hou 1960).
Resin gaharu diproduksi oleh pohon gaharu sebagai bentuk pertahanan
terhadap suatu gangguan seperti infeksi cendawan. Mohamed et al. (2010)
menemukan pembentukan gaharu yang wangi pada bekas luka yang disertai
adanya miselium cendawan. Gejala umum akibat infeksi cendawan diantaranya
terjadi perubahan warna pada daerah yang terinfeksi dan klorosis daun yang
teramati beberapa hari setelah tanaman diinokulasi cendawan. Pada pohon gaharu
yang terbentuk secara alami dan terinfeksi selama bertahun-tahun perubahan
warna kayu terjadi hampir pada seluruh bagian kayu. Gejala klorosis daun tidak
terlihat lagi, sehingga secara visual tanaman terlihat sehat (Barden et al. 2000).
Resin gaharu tergolong sesquiterpene dan derifat chromone (Shimada et al.
1986; Konishi et al. 2002; Yagura et al. 2003). Kandungan resin pada gaharu
dapat menentukan seberapa baik kualitas gaharu tersebut. Semakin tinggi
kandungan resin, maka semakin baik kualitas gaharunya. Informasi mengenai
bahan-bahan kimia dalam gaharu penting untuk pengembangan produk ini,
sehingga penelitian mengenai analisis kandungan resin gaharu perlu dilakukan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perubahan senyawa resin pada
semai gaharu hasil inokulasi Fusarium solani dari minggu pertama sampai
minggu keduabelas setelah induksi. Selain itu, untuk mengamati perubahan
senyawa resin pada pohon gaharu hasil inokulasi Fusarium oxysporum dari bulan
pertama sampai bulan kesembilan setelah induksi.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2013.
Lokasi penelitian gaharu tingkat semai dilakukan di rumah kaca bagian
Laboratorium Mikrobiologi Hutan dan sampel gaharu tingkat pohon hasil
inokulasi diambil dari kota Bontang, Kalimantan Timur. Analisis kandungan

2
senyawa resin gaharu dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Proksimat
Terpadu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah gaharu jenis A.
malaccensis, alkohol 70%, isolat Fusarium oxysporum, isolat Fusarium solani
asal Jambi dan Gorontalo. Bahan semai gaharu yang digunakan sebanyak 99
individu tanaman dengan tinggi rata-rata 40 cm, sedangkan pohon gaharu dengan
tinggi rata-rata 7–8 meter diambil sebanyak 24 sampel kayunya yang merupakan
hasil inokulasi Fusarium oxysporum. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kapas, tissue, pisau/cutter, cawan petri, pinset, selotape, blender, dan
mesin gas chromatography mass spectrophotometry (GCMS).

Prosedur Penelitian
Tahap Persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan adalah sterilisasi alat dan persiapan bahan
isolat. Sterilisasi alat dilakukan dengan mengolesi alat-alat dengan menggunakan
alkohol 70%. Isolat F. solani yang berbentuk cendawan diblender agar terlarut
dalam larutan pelet.
Induksi Pembentukan Gubal Gaharu
Induksi dilakukan dengan menempelkan masing-masing isolat F. solani asal
Jambi dan Gorontalo pada 48 batang semai gaharu. Pertama, batang semai gaharu
pada ketinggian 5–7 cm di atas permukaan tanah dilukai dengan menggunakan
pisau/cutter sedalam sepertiga diameter batang (Gambar 1). Pelet cendawan F.
solani ditempelkan pada batang tanaman menggunakan kapas yang kemudian
dibalut dengan selotape. Isolat yang digunakan pada 22 sampel pohon gaharu
adalah F. oxysporum asal Bontang, Kalimantan Timur. Batang utama pada
ketinggian 0.3–0.5 m di atas permukaan tanah dilubangi dengan mata bor
berukuran 8 mm pada kedalaman lubang maksimal ¼ diameter batang. Jarak antar
lubang secara horizontal dan secara vertikal adalah 15 cm. Inokulan dimasukkan
ke dalam lubang dibantu dengan kapas berisi agrosofsteril (gel).
Pengamatan Gejala Infeksi
Pengamatan dilakukan terhadap perubahan fenotip pada semai dan pohon
gaharu setelah inokulasi, seperti terjadinya perubahan warna kayu dan warna
daun. Kulit batang di sekitar titik induksi dikupas dengan kedalaman tertentu pada
daerah yang menunjukkan perubahan warna kayu dari putih hingga coklat
kehitaman.

3

a

b

Gambar 1 Sampel semai gaharu yang digunakan: (a) setelah dilukai,
dan (b) diberikan pelet cendawan pembentuk gaharu
Analisis Kandungan Resin Gaharu
Analisis komposisi resin gaharu dilakukan menggunakan alat gas
chromatography mass spectrophotometry (GCMS) secara pyrolysis (Gambar 2).
Proses analisis menggunakan metode ionisasi serangan elektron (IE) pada
kromatograf gas; kolom kapiler DB-5 ms (silika 60 mm × 0.25 mm × 0.25 m);
Suhu kolom 50–280 °C pada laju 15 °C/menit. Kandungan dan komposisi suatu
campuran senyawa dapat diketahui dengan cepat melalui analisis ini. Efektivitas
isolat yang diinokulasikan pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan
kandungan senyawa kimia batang yang tidak diinduksikan cendawan.
Karakterisasi senyawa kimia yang terdeteksi ditentukan dari perkiraan nama
senyawa.

a

b

Gambar 2 (a) Alat GCMS Shimadzu, dan (b) proses memasukkan sampel yang
dianalisis pada tabung helium
Analisis pada semai gaharu dilakukan saat 1–4 minggu setelah induksi
(MSI), 6 MSI, 8 MSI, 10 MSI, dan 12 MSI. Untuk mengatasi faktor keragaman
antar individu, setiap sampel yang dianalisis merupakan gabungan dari 3 individu
semai gaharu. Pada pohon gaharu, analisis dilakukan untuk sampel 1 bulan setelah
induksi (BSI), 3 BSI, 6 BSI, dan 9 BSI. Untuk bahan analisis, dari batang utama
gaharu diambil potongan kayu sebanyak ± 0.5 g yang kemudian dimasukkan ke
dalam tabung helium. Proses analisis berlangsung selama 60 menit dan hasil yang
diperoleh berupa data waktu munculnya senyawa, konsentrasi relatif, dan
perkiraan nama senyawa.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Infeksi Cendawan
Inokulasi cendawan pada semai dan pohon gaharu dapat mempengaruhi
kondisi fisik tanaman. Perubahan fisik ditunjukkan dengan klorosis daun sampai
terjadinya gugur daun. Untuk semai gaharu, perubahan fisik mulai terlihat pada
minggu pertama setelah inokulasi dengan adanya klorosis daun. Pada minggu
kedua setelah inokulasi, beberapa semai gaharu daunnya terlihat kering seperti
terbakar dan menggugurkan hampir seluruh daunnya. Di sisi lain, perubahan fisik
pada pohon gaharu terlihat saat bulan pertama setelah inokulasi dengan gugurnya
30% tunas pucuk dan daun-daun pada pohon tanpa klorosis daun sebelumnya. Hal
ini berbeda dengan gaharu kontrol yang tidak mengalami klorosis sampai akhir
pengamatan. Secara umum, klorosis terjadi pada daun-daun yang letaknya di
bawah dekat daerah induksi. Agrios (2004) dan Widyastuti (2009) menyatakan
bahwa inokulasi cendawan dapat menyebabkan daun yang berada dekat dengan
daerah induksi mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning (klorosis).
Klorosis pada daun berhubungan dengan terganggunya ketersediaan unsur
hara akibat adanya pelukaan. Ketersediaan unsur hara terganggu karena jalur
distribusinya ke daun terhambat akibat pengeboran. Kekurangan hara tersebut
menyebabkan daun menjadi kekurangan pigmen klorofil sehingga daun menjadi
klorosis (Nieamann dan Visintini 2005). Selain itu, adanya inokulan juga menjadi
penyebab klorosis. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Agrios (2004) bahwa
cendawan dapat menyebabkan klorosis dengan cara memanfaatkan nutrisi inang
untuk perkembangan dan metabolismenya.
Pada minggu ketiga dan keempat setelah induksi, gejala klorosis semai
gaharu tidak terlihat lagi. Daun-daun terlihat lebih hijau kembali. Hal ini diduga
sebagai proses recover tanaman. Pada pohon, proses recover terlihat saat 3 bulan
setelah induksi dengan berkurangnya gejala klorosis dan gugurnya daun-daun.

a

b

Gambar 3 Gejala klorosis pada tanaman gaharu hasil induksi cendawan F. solani:
(a) asal Gorontalo, dan (b) asal Jambi
Semai gaharu memberikan respon yang berbeda terhadap infeksi cendawan
F. solani asal Jambi dan Gorontalo. Semai gaharu lebih tahan terhadap infeksi

5
isolat asal Jambi (Gambar 3b). Perubahan warna daun tidak sebanyak dan seluas
dibandingkan dengan semai gaharu yang terinfeksi cendawan asal Gorontalo
(Gambar 3a).

Perubahan Warna Kayu
Kayu pada semai dan pohon gaharu mengalami perubahan warna dari putih
menjadi kecoklatan, coklat, hingga coklat kehitaman. Intensitas perubahan warna
kayu sangat bervariasi untuk masing-masing perlakuan, sedangkan pada kontrol
perubahan warna kayu tidak terjadi sampai akhir pengamatan. Perubahan warna
kayu berkaitan dengan adanya infeksi cendawan pada jaringan kayu. Walker et al.
(1997) menyatakan bahwa terjadinya perubahan warna pada kayu menjadi coklat
(browning) disebabkan oleh pelukaan, serangan oleh cendawan dan penggunaan
senyawa kimia.
Perubahan warna kayu mengindikasikan bahwa mulai terbentuknya
senyawa gaharu. Sumadiwangsa dan Zulnely (1999) menyatakan bahwa
perubahan warna dari putih menjadi coklat kehitaman merupakan gejala awal
terbentuknya senyawa gaharu. Senyawa gaharu ini terdeposit pada jaringan kayu
(Rahayu dan Situmorang 2006).
Inokulasi F. solani pada semai gaharu mengakibatkan perubahan warna
kayu berkisar pada putih, putih kecoklatan, hingga coklat. Semai gaharu
memberikan respon yang berbeda terhadap isolat asal Jambi dan Gorontalo.
Perubahan warna kayu terlihat lebih gelap pada semai gaharu yang diberikan
isolat asal Jambi dibandingkan dengan pemberian isolat Gorontalo (Gambar 4).
Perbedaan warna ini berkaitan dengan jumlah konsentrasi relatif senyawa
pembentuk gaharu yang dihasilkan isolat asal Jambi lebih besar dibandingkan
dengan isolat asal Gorontalo. Ng et al. (1997) dan Barden et al. (2000)
menyatakan bahwa perubahan warna yang menjadi lebih gelap ini diduga akibat
peningkatan akumulasi senyawa terpenoid yang disebabkan oleh infeksi
cendawan. Semakin gelap warna yang dihasilkan, semakin tinggi tingkat gubal
gaharu yang dihasilkan.

a

b

Gambar 4 Perubahan warna kayu yang terjadi akibat isolat
F. solani: (a) asal Jambi, dan (b) asal Gorontalo

6
Perubahan warna kayu pada pohon gaharu berkisar pada coklat hingga
coklat kehitaman. Jika dibandingkan dengan semai gaharu, intensitas perubahan
warna kayu pada pohon gaharu terlihat lebih jelas (Gambar 5). Hal ini
dikarenakan perbedaan isolat dan banyaknya titik induksi pada pohon. Menurut
Wulandari (2009) intensitas warna kayu dipengaruhi oleh perlakuan dan masa
inkubasi. Pada perlakuan pengeboran (pohon) intensitas perubahan warna kayu
lebih tinggi dan berbeda dibandingkan dengan perlakuan pelukaan (semai).

a

b

c

d

Gambar 5 Perubahan warna kayu pada pohon: (a) 1 BSI,
(b) 3 BSI, (c) 6 BSI, dan (d) 9 BSI

Hasil Analisis Senyawa Kimia Gaharu
Gaharu Tingkat Semai
Hasil analisis kromatogram dan penelusuran jenis senyawa pada semai
gaharu, minggu pertama setelah induksi diperoleh senyawa kimia yang terdeteksi
sebanyak 40 jenis senyawa untuk isolat asal Gorontalo. Sementara isolat asal
Jambi menghasilkan 44 jenis senyawa kimia. Pada kontrol, senyawa kimia yang
terdeteksi hanya sebanyak 31 jenis. Nama-nama jenis senyawa dapat dilihat pada
Lampiran 1. Hasil analisis GCMS dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kromatogram hasil analisis senyawa kimia gaharu isolat F.
solani asal Gorontalo dan Jambi
Gambar 6 menunjukkan kromatogram yang dihasilkan isolat Jambi dan
Gorontalo memiliki kemiripan. Hal ini menandakan jenis senyawa kimia yang

7
dihasilkan sama. Senyawa kimia seperti ethylic acid, guaiacol, cyclopropyl
carbinol, acetosyringone, dan eugenol ditemukan pada semai gaharu untuk isolat
asal Jambi dan Gorontalo. Jumlah senyawa yang dihasilkan selama 8 kali analisis
GCMS dapat dilihat pada Gambar 7.
60
48

50
44

Jumlah senyawa

40

40

38 37

40 39

39

41 41

43
40 40

41
38

40

30

Gorontalo
Jambi

20
10
0
1

2

3
4
6
8
Waktu (minggu setelah induksi)

10

12

Gambar 7 Fluktuasi jumlah senyawa kimia yang dihasilkan oleh isolat F. solani
asal Jambi dan Gorontalo terhadap semai gaharu selama 12 minggu
Gambar 7 menunjukkan hasil analisis mengalami fluktuasi dari awal sampai
akhir pengamatan. Jumlah senyawa tertinggi yang dihasilkan isolat asal Gorontalo
yaitu saat 4 MSI sebanyak 48 jenis senyawa kimia. Untuk isolat asal Jambi
dihasilkan saat 1 MSI sebanyak 44 jenis senyawa kimia. Pada kontrol, senyawa
kimia yang dihasilkan sebanyak 31 jenis. Hal ini membuktikan bahwa pemberian
isolat pada semai gaharu dapat merangsang munculnya senyawa kimia lain pada
jaringan tanaman yang terinfeksi. Secara umum, dari awal pengamatan sampai
akhir pengamatan senyawa kimia yang sering ditemukan yaitu jenis senyawa
ethylic acid, guaiacol, cyclopropyl carbinol, acetosyringone, eugenol, corylon,
dimethoxybenzaldehyde, coniferyl alcohol, dimethoxyphenol, dan propionic acid.
Gaharu Tingkat Pohon
Hasil analisis kromatogram dan penelusuran jenis senyawa kimia pada 1
BSI terdapat 86 jenis senyawa kimia. Sementara untuk pohon gaharu 3 BSI
terdapat 80 jenis senyawa kimia. Hal ini berbeda dengan kontrol yang hanya
terdeteksi sebanyak 44 jenis senyawa kimia. Jumlah senyawa hasil analisis GCMS
tercantum pada Gambar 8.

8
120
100

100
Jumlah senyawa

85

80

80

78

60
44

F. oxysporum

40
20
0
Kontrol

1
3
6
Waktu (bulan setelah induksi)

9

Gambar 8 Jumlah senyawa kimia yang dihasilkan oleh isolat F. oxysporum
terhadap pohon gaharu selama 9 bulan
Gambar 8 menunjukkan pemberian isolat F. oxysporum pada pohon gaharu
dapat merangsang munculnya senyawa kimia lain yang tidak ditemukan pada
gaharu kontrol. Hal ini terlihat dari hasil analisis 1 BSI sampai 9 BSI bahwa
senyawa kimia yang dihasilkan lebih banyak jumlahnya. Pada saat 9 BSI, jumlah
senyawa kimia merupakan yang tertinggi yaitu sebanyak 100 jenis senyawa.
Gambar 9 menunjukkan munculnya senyawa kimia rata-rata terjadi pada
rentang waktu 15 sampai 28 menit. Hal ini terlihat dari hasil kromatogram yang
lebih rapat. Senyawa kimia yang muncul pada rentang waktu tersebut diantaranya,
guaiacol,
cyclopropyl
carbinol,
benzylacetone,
indole,
eugenol,
dimethoxybenzaldehyde, coniferyl alcohol, vanillin, acetovanillone, dan
acetosyringone. Secara umum, pohon gaharu menghasilkan lebih banyak senyawa
kimia dibandingkan dengan semai gaharu. Hal ini dikarenakan perbedaan isolat
dan jumlah titik induksi pada pohon yang lebih banyak.

Senyawa Pembentuk Gaharu
Kandungan gaharu terbentuk sebagai bentuk respon terhadap infeksi
cendawan yang mengakibatkan keluarnya resin. Resin yang terbentuk tidak
dikeluarkan dari pohon, melainkan disimpan pada jaringan kayu, sehingga
jaringan kayu yang putih dan bertekstur halus berubah menjadi gelap dan keras.
Bagian kayu akan menjadi berat dan mengeluarkan aroma harum jika dibakar
(Hou 1960). Resin ini termasuk golongan sesquiterpena (Yuan 1995).
Hasil analisis GCMS dikelompokkan ke dalam senyawa pertahanan
tanaman, senyawa konstituen gaharu, dan senyawa aromatis atau bersifat odorant.
Senyawa pertahanan tanaman terbentuk jika tanaman mengalami gangguan.
Cowan (1999) menerangkan bahwa tanaman memiliki kemampuan yang tidak
terbatas dalam mensintesis substansi aromatis yang kebanyakan merupakan
senyawa fenol atau turunannya. Senyawa tersebut merupakan bagian dari

9
metabolit sekunder yang biasanya berperan dalam mekanisme pertahanan
tanaman terhadap serangan mikroorganisme, serangga, ataupun cendawan.

Gambar 9 Kromatogram hasil analisis senyawa kimia gaharu isolat F.
oxysporum (BSI: bulan setelah induksi)
Tabel 1 menunjukkan konsentrasi relatif senyawa pertahanan yang dapat
mewakili resisten atau tidaknya tanaman. Pada gaharu kontrol, konsentrasi relatif
yang diperoleh sebesar 4.37%. Infeksi F. solani asal Jambi menyebabkan tanaman
memproduksi senyawa pertahanan rata-rata sebesar 8.50%, sedangkan isolat asal
Gorontalo sebesar 5.40%. Hasil ini menunjukkan semai gaharu lebih resisten
terhadap infeksi F. solani asal Jambi. Semakin tinggi senyawa pertahanan yang
dihasilkan, semakin resisten pula tanaman terhadap gangguan patogen. Senyawa
pertahanan seperti catechol, eugenol, vanillin, dan hydroquinone akan diproduksi
jika tanaman mendapat pelukaan dan infeksi cendawan. Hal ini terbukti senyawa
tersebut tidak dihasilkan pada gaharu kontrol.

10
Tabel 1 Senyawa-senyawa kimia berdasarkan beberapa referensi sebagai senyawa
pertahanan tanaman dan terdeteksi pada semai gaharu hasil inokulasi*
Isolat

Nama
senyawa

Jambi

Guaiacol
Catechol
Coniferyl
alcohol
Eugenol
Vanillin
Hydroquinone
Total
Guaiacol

Kontrol

Catechol
Coniferyl
alcohol
Eugenol
Vanillin
Hydroquinone
Total
Guaiacol

Gorontalo

Catechol
Coniferyl
alcohol
Eugenol
Vanillin
Hydroquinone
Total

Konsentrasi (%)
4
6
MSI
MSI
1.91
1.87
2.18
3.19

1
MSI
1.01
1.30

2
MSI
1.72
2.84

3
MSI
0.77
2.84

0.26
2.57
2.41
0.92

0.86
5.42
2.47
2.49

3.61
3.26
4.43

1.30
5.39
3.22
2.63

0.38
3.71
2.54
1.83

0.61
5.57

0.57
4.56
12.82

4.12
9.97

8
MSI
2.05
2.26

10
MSI
2.96
0.71
3.12

12
MSI
2.52
2.31

0.59
5.65
3.80
2.51

1.38
5.69
2.84
2.33

0.44
1.98
9.21
3.15
1.60

0.67
5.50
3.71
2.27

0.47
3.70
10.48

1.58
3.91
10.66

1.08
5.83

0.97
1.92
8.87

4.37

*Sumber: Cowan (1999), Nair et al. (2005), Rhodes (2008), Sengbusch (2008), Torssel (1983), Spurlock
(2006), Drath et al. (1999), Yagura et al. (2003; 2005), Li & Rosazza (2000).

Tabel 2 Senyawa-senyawa kimia berdasarkan beberapa referensi sebagai senyawa
pertahanan tanaman dan terdeteksi pada pohon gaharu hasil inokulasi*
Nama senyawa
Guaiacol
Catechol
Coniferyl alcohol
Eugenol
Vanillin
Hydroquinone
Total

1 BSI
4.19
1.49
3.16
0.32
9.16

Konsentrasi (%)
3 BSI
6 BSI
4.64
3.25
1.84
3.21
2.95
3.23
0.15
0.12
9.58
9.81

9 BSI
4.59
0.28
1.06
2.22
8.15

Kontrol
2.52
3.71
2.83
0.52
9.58

*Sumber: Cowan (1999), Nair et al. (2005), Rhodes (2008), Sengbusch (2008), Torssel (1983),
Spurlock (2006), Drath et al. (1999), Yagura et al. (2003; 2005), Li & Rosazza (2000).

Tabel 2 menunjukkan konsentrasi relatif senyawa pertahanan yang
dihasilkan gaharu kontrol tidak mengalami perbedaan dengan adanya infeksi F.
oxysporum. Pembentukan senyawa pertahanan pada pohon gaharu tidak
terpengaruh dengan adanya cendawan. Akan tetapi, konsentrasi relatif tertinggi
dihasilkan pohon saat 6 BSI yaitu sebesar 9.81%. Senyawa pertahanan yang
jarang ditemui adalah jenis catechol dan hydroquinone.

11
Guaiacol merupakan intermediet dalam pembuatan eugenol dan vanillin
yang juga digunakan sebagai antiseptik dan parasitisida (Li dan Rosazza 2000).
Senyawa ini ditemukan sejak pertama kali analisis. Konsentrasinya dalam semai
gaharu sebesar 2.48%, sedangkan pada pohon gaharu sebesar 4.17%. Coniferyl
alcohol merupakan senyawa pertahanan tipe fitoaleksin yang termasuk dalam
grup fenil propanoid, contohnya adalah yang terdapat pada Limun usitiltissimum
(Sengbusch 2008). Konsentrasinya dalam semai gaharu sebesar 2.45%, sedangkan
pada pohon gaharu sebesar 1.90%.
Eugenol merupakan senyawa yang bersifat bakteriostatik terhadap jamur
dan bakteri (Cowan 1999). Eugenol digunakan dalam pembuatan parfum, minyak
esensial, dan obat-obatan. Senyawa ini digunakan untuk menghasilkan isoeugenol
yang diperlukan untuk membuat vanillin yang juga merupakan bahan yang
penting dalam obat-obatan dan industri parfum dan pengharum. Eugenol dan
isoeugenol diturunkan dari prekursor lignin, yaitu asam ferulat ataupun coniferyl
alcohol (Rhodes 2008). Senyawa ini jarang ditemukan pada semai gaharu.
Hydroquinone merupakan difenol yang mudah teroksidasi menjadi diketon
yang disebut kuinon. Kuinon sangat potensial sebagai antimikrobial karena dapat
membentuk kompleks dengan asam amino nukleofilik dalam protein, sering
menyebabkan inaktivasi dan kehilangan fungsi protein. Contohnya antrakuinon
yang diisolasi dari Cassia italica (Cowan 1999). Senyawa ini sangat jarang
ditemukan pada pohon gaharu.
Hasil analisis GCMS selanjutnya ditemukan senyawa kimia yang tergolong
ke dalam senyawa konstituen gaharu. Senyawa-senyawa tersebut berdasarkan para
peneliti diyakini sebagai senyawa pembentuk gaharu. Lampiran 2, Lampiran 3,
dan Lampiran 4 menyajikan senyawa yang tergolong konstituen gaharu dan
diringkas pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah senyawa konstituen gaharu yang terdeteksi untuk seluruh sampel
Gaharu
Tingkat semai
Tingkat pohon
Kontrol

Isolat
F. solani Gorontalo
F. solani Jambi
F. oxysporum Bontang
-

Jumlah senyawa konstituen gaharu
7
7
10
3

Tabel 3 menunjukkan isolat asal Bontang menghasilkan senyawa konstituen
gaharu tertinggi sebanyak 10 jenis senyawa, sedangkan isolat Jambi dan
Gorontalo masing-masing menghasilkan 7 jenis senyawa. Pada Lampiran 2
sampai Lampiran 4 diperoleh konsentrasi relatif tertinggi pada isolat asal Jambi
sebesar 16.38%, diikuti isolat asal Gorontalo sebesar 13.87%, dan isolat asal
Bontang sebesar 13.06%. Isolat asal Jambi memberikan hasil gaharu artifisial
yang relatif terbaik yang ditunjukkan oleh konsentrasi senyawa konstituen gaharu
tertinggi.
Aromadendrena merupakan turunan senyawa sesquiterpena dan diyakini
oleh para peneliti sebelumnya sebagai senyawa penciri dari gaharu dan dapat
dijadikan salah satu parameter untuk menentukan mutu gaharu. Senyawa ini
hanya terdeteksi pada semai gaharu (isolat Gorontalo) saat 2 MSI dan 4 MSI.
Konsentrasi relatifnya berturut-turut sebesar 0.35% dan 0.34%.
Senyawa lain yang ditemukan adalah benzylacetone. Senyawa ini
merupakan konstituen gaharu yang telah teridentifikasi oleh Yang dan Cheng dari

12
Aquilaria sinensis (Burfield 2005). Senyawa benzylacetone mulai terdeteksi saat 2
MSI pada semai gaharu, sedangkan pada pohon gaharu terdeteksi saat pertama
analisis.
Tabel 4

Jumlah senyawa berkarakter odorant yang merupakan pirolisis dari
bagian kayu

Gaharu
Tingkat semai
Tingkat pohon
Kontrol

Isolat
F. solani Gorontalo
F. solani Jambi
F. oxysporum Bontang
-

Jumlah senyawa
10
8
9
4

Tabel 4 menunjukkan jumlah senyawa odorant tertinggi dihasilkan oleh
isolat Gorontalo sebanyak 10 jenis senyawa, diikuti isolat asal Bontang sebanyak
9 jenis senyawa dan isolat asal Jambi sebanyak 8 senyawa. Konsentrasi relatif
tertinggi dihasilkan oleh isolat asal Bontang sebesar 10.54%, diikuti isolat Jambi
9.44% dan isolat Gorontalo 5.95%. Senyawa-senyawa tersebut sebenarnya bukan
merupakan senyawa konstituen gaharu. Namun, keberadaannya dalam gaharu
tidak bisa dikesampingkan karena peranannya terdapat pada wangi yang
dihasilkan ketika gaharu dibakar. Novriyanti (2010) menyatakan bahwa
penggunaan gaharu pada umumnya menghasilkan wangi jika kayu yang
mengandung resin dibakar.
Tabel 5

Jumlah senyawa berkarakter odorant lain yang belum dikonfirmasi
sebagai konstituen gaharu

Gaharu
Tingkat semai
Tingkat pohon
Kontrol

Isolat
F. solani Gorontalo
F. solani Jambi
F. oxysporum Bontang
-

Jumlah senyawa
18
15
24
8

Tabel 5 menunjukkan isolat asal Bontang menghasilkan jenis senyawa
odorant lain tertinggi sebanyak 24 jenis senyawa, diikuti isolat asal Gorontalo dan
Jambi sebanyak 18 dan 15 jenis senyawa. Pada Lampiran 2, konsentrasi relatif
tertinggi dihasilkan isolat asal Jambi (19.58%), diikuti isolat asal Gorontalo
(18.69%) dan isolat asal Bontang (18.02%). Keberadaan senyawa-senyawa ini
terhadap wangi pada gaharu perlu dilakukan penelitian lanjutan karena para
peneliti belum menetapkan sebagai konstituen dari gaharu.
Senyawa odorant yang ditemukan diantaranya ambrettolide, valerolactone,
maltol, indole, benzylacetone, dan vanillin. Senyawa ambrettolide memiliki
karakter wangi musk, manis buah, dan bunga. Dalam Novriyanti (2010) dijelaskan
bahwa valerolactone memiliki wangi herbal yang dimanfaatkan dalam industri
parfum dan pewangi. Komponen maltol mengeluarkan wangi karamel dan
digunakan untuk menghasilkan wangi yang manis biasa dimanfaatkan sebagai
penguat rasa dan aroma. Senyawa indole merupakan konstituen utama dalam
minyak melati dan dalam berbagai wangi bunga dan parfum, sedangkan vanillin
merupakan bahan yang penting dalam obat-obatan dan industri parfum dan
pengharum.

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Proses pembentukan gaharu pada semai dan pohon ditunjukkan dengan
terdeteksinya konstituen gaharu dan senyawa-senyawa aromatis mulai minggu
pertama analisis hingga bulan terakhir analisis. Terdapat 7 jenis senyawa
konstituen gaharu yang dihasilkan isolat F. solani pada semai A. malaccensis
dengan konsentrasi relatif isolat asal Jambi sebesar 16.38% dan isolat asal
Gorontalo sebesar 13.87%. Isolat F. oxysporum pada pohon A. malaccensis
mampu menginduksi pembentukan senyawa konstituen gaharu sebanyak 10 jenis
senyawa dengan konsentrasi relatif sebesar 13.06%.

Saran
Data konsentrasi relatif senyawa pembentuk gaharu masih mengalami
fluktuasi setiap minggu dan bulannya, sehingga diperlukan penelitian lanjutan
dengan kombinasi jenis gaharu dan isolat yang lebih beragam dan periode
pengamatan yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA
Abrishami F, Teimuri-Mofrad R, Bayat Y, Shahrisa A. 2002. Synthesis of some
aldoxime derivatives of 4H-pyran-4-ones. Molecules 7:239-244.
Agrios GN. 2004. Plant Pathologi. Ed ke-5. California (US): Academic Press.
Inc.
Azah M, Chang YS, Mailina J, Said AA, Majid JA, Husni SS, Hasnida HN,
Yasmin YN. 2008. Comparison of chemical profiles of selected gaharu oils
from peninsular Malaysia. The Malaysian Journal of Analytical Sciences
12(2):338-340.
Baker CJ, Whitaker BD, Mock NM, Rice C, Robert CD, Deahl KL, Averyanov
AA. 2004. Stimulatory Effect of Acetosyringone on Plant/Pathogen
Recognition.
[diunduh
2013
Sep
26].
Tersedia
pada:
http://www.ars.usda.gov/research/publications/publications.htm.
Barden A, Anak NA, Mulliken T, Song M. 2000. Heart of the matter: agarwood
use and trade and CITES implementation for Aquilaria malaccensis [a
traffic network report]. Cambridge (GB): Traffic International.
Bunke E, Schatkowski JD. 1997. Isolongifolanol Derivates, their Production and
their Use. United State Patent. [diunduh 2013 Sep 24]. Tersedia pada:
http://www.freepatentsonline.com
Burfield T. 2005. Agarwood Chemistry. [diunduh 2013 Feb 10]. Tersedia pada:
http://www.cropwat.org/Agarchem.html.

14
Castro JM, Salido S, Altarejos J, Nogueras M, Sánchez A. 2002. Synthesis of
ambrox® from labdanolic acid. Tetrahedron 58(29):5941-5949.
Chem YQ. 2008. Dumasin; Succinaldehyde. [diunduh 2013 Sep 24]. Tersedia
pada: http://www.chemyq.com/En/xz/xz11
Cowan M. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clinical Microbiology
Review 12(4):564-582.
Drath KM, Knop DR, Frost JW. 1999. Shikimic acid and quinic acid: replacing
isolation fro, plant sources with recombinant microbial biocatalyst. J Am
Chem Society. 121(7):1603-1604.
[FAO] Food and Agriculture Organization. Food Safety and Quality: Flavoruing
Index.
[diunduh
2013
Sep
24].
Tersedia
pada:
http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-flav/index.html?showSynonyms=1
Fotouhi L, Fatehi A, Heravi MM. 2008. Investigation of electrooxidation reaction
of some tetrahydrobenzo[b]pyran derivatives. Int J Electrochem Sci. 3:721726.
Hou D. 1960. Thymeleaceae. Flora Malesiana 6(1):1-48.
Hua SST. 2001. Inhibitory effect of acetosyringone on two aflatoxin biosynthetic
genes. Applied Microbiology 32:278-281.
Konishi T, Konishima T, Shimada Y, Kiyosawa S. 2002. Six new 2-(2phenylethyl) chromones from agarwood. Chemical and Pharmaceutical
Bulletin 50:419-422.
Li T, Rosazza JPN. 2000. Biocatalytic synthesis of vanillin. Applied and
Environmental Microbiology 66(2):684-687.
Lynd-Shiveley EM. 2004. Azulene and Chamomile. [diunduh 2013 Sep 24].
Tersedia pada: www.Aromaticplant project.com
Mohamed R, Jong PL, S. Zali. 2010. Fungal diversity in wounded stems of
Aquilaria malaccensis. Fungal Divers. 43:67-74.
Nair MK, Joy J, Vasudevan P, Hinckley L, Hoagland TA, Venkitanarayanan KS.
2005. Antimicrobial effect of caprylic acid and monocaprylin on major
bacterial mastitis pathogens. J Dairy Sci. 88(10):88-95.
Ng LT, Chang YS, Kadir A. 1997. A review on agar (gaharu) producing Aquilaria
species. Trop Forest Prod. 2:272-285.
Nieamann KO, Visintini. 2005. Assesment of potential for remote sensing
detection of bark beetle-infested areas during green attack: a literature
review. Canada: Mountain Pine Beetle Initiative.
Novriyanti E. 2010. Kajian kimia gaharu hasil inokulasi Fusarium sp. pada
Aquilaria. Di dalam: Siran SA, Turjaman M, editor. Pengembangan
Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat; 2010
Nop 5; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
dan Konservasi Alam. hlm 53-61.
Pedroso APD, Santos SC, Steil AA, Deschamps F, Barison A, Campos F, Biavatti
MW. 2008. Isolation of syringaldehyde from Mikania laevigata medicinal:
extract and its influence on the fatty acid profile of mice. Brazilian Jour of
Pharmacognosy 18(1):63-69.
Rahayu G, Situmorang J. 2006. Menuju produksi senyawa gaharu secara lestari
[laporan penelitian]. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat IPB.

15
Rho HS, Baek HS, You JW, Kim S, Lee JY, Kim DH, Chang IS. 2007. New 5Hydroxy-2-(hydroxymethyl)-4H-pyran-4-one Derivative has both tyrosinase
inhibitory and antioxidant properties. Bull Korean Chem Soc. 28(3):471473.
Rhodes D. 2008. Secondary Products Derived from Aromatic Amino Acids:
Eugenol and Isoeugenol. [diunduh 2013 Sep 26]. Tersedia pada:
www.hort.purdue.edu.
Rossi PG, Bao L, Luciani A, Panighi P, Desjobert JM, Costa J, Casanova J, Bolla
JM, Berti L. 2007. (E)-Methy-lisoeugenol and elemicin: antibacterial
components of Daucus carota L. essential oil against campylobacter jejuni.
J Agric Food Chem. 55(18):7332-7336.
Sengbusch PV. 2008. Phenolic Compounds. [diunduh 2013 Sep 26]. Tersedia
pada: http://www.biologie.unihamburg. de/b-online/e20/20d.htm.
Sheikholeslam SN, Weeks DP. 1987. Acetosyringone promotes high efficiency
transformation of Arabidopsis thaliana explants by Agrobacterium
tumafacien. Plant Molecular Biology 8:291-198.
Shimada Y, Konishi T, Kiyosawa S, Miyahara K, Kawasaki T. 1986. Studies on
the agarwood (Jinko). IV1)- structures of 2-(2-phenylethyl) chromone
derivates, agaroterol and isoagarotetrol. Chemical and Pharmaceutical
Bulletin 34:2766-2773.
Spurlock F. 2006. Brief comparison of phyrethrin and synthetic phyrethroid
fatecharacteristic. Department of Pesticide Regulation. [diunduh 2013 Sep
26]. Tersedia pada: www.cdpr.ca.gov.
Sumadiwangsa S, Zulnely. 1999. Catatan mengenai gaharu di Kalimantan Timur
dan NTB. Info Hasil Hutan 5(2):80-90.
Torssell KBG. 1983. Natural Product Chemistry. Singapore (SG): John Wiley &
Son Limited.
Walker D Jr, Taylor RW, Mulrooney RP. 1997. Diagnosing Field Crop
Problems.
[diunduh
2013
Sep
26].
Tersedia
pada:
http://ag.udel.edu/extension.
Widyastuti FR. 2009. Pengaruh etilen dalam menginduksi pembentukan senyawa
terpenoid pada pohon gaharu (Aquilaria microcarpa) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Wulandari E. 2009. Efektivitas Acremonium sp. dan Fusarium sp. sebagai
penginduksi ganda terhadap pembentukan gaharu pada pohon Aquilaria
microcarpa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yagura T, Shibayama N, Ito M, Kiuchi F, Honda G. 2005. Three novel diepoxy
tetrahydrochromones from agarwood artificially produced by intentional
wounding. Tetrahedron Letters 46:4395-4398.
Yagura T, Ito M, Kiuchi F, Honda G, ShimadaY. 2003. Four new 2-(2Phenylethyl) chromone derivatives from withered wood of Aquilaria
sinensis. Chem Pharm Bull. 51:560-564.
Yuan QS. 1995. Aquilaria species: in vitro culture and the production of
agarwood (agarwood). Di dalam: Bajaj YPS, editor. Biotechnology in
Agriculture and Forestry 33: Medicinal and Aromatic Plants VIII. Berlin
(DE): Springer. hlm 36-46

16
Lampiran 1 Senyawa-senyawa yang ditemukan pada minggu pertama analisis
Konsentrasi (%)

Nama senyawa

F. solani asal Gorontalo
9.51
Carbon dioxide (CAS) Dry ice
8.15

Cyclobutanol (CAS) Cyclobutyl hydroxide

8.92

1-propen-2-ol, acetate (CAS) Isopropenyl acetate

0.66

2,3-Butanedione (CAS) Diacetyl

9.51

Acetic acid (CAS) Ethylic acid

0.46

Propanal (CAS) Propinaldehyde

1.08

Propanoic acid, 2-oxo-, methyl ester (CAS) Methyl pyruvate

0.81

2(5H)-FURANONE

4.11

1,2-CYCLOPENTANEDIONE

0.35

2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon

1.01

Phenol, 2-methoxy- (CAS) Guaiacol

3.34

Cyclopropyl carbinol

0.43

Cyclopropane, 1,1,2-trimethyl-3-(2-methyl-1-propenyl)- (CAS)

0.63

2-propenoic acid, 2-methyl-, ethyl ester (CAS) Ethyl methacrylate

2.62

Phenol, 4-ethenyl-2-methoxy-

3.33

Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol

0.55

4-Methoxy-3-(methoxymethyl)phenol

1.40

Phenol, 2-methoxy-3-(2-propenyl)- (CAS) Phenol, 3-Allyl-2-methoxy- (CAS)

10.28

1,6-ANHYDRO-BETA-D-GLUCOPYRANOSE (LEVOGLUCOSAN)

0.32

Benzene, 1,2,3-trimethoxy-5-methyl- (CAS) Toluene, 3,4,5-trimethoxy-

6.41

4-METHYL-2,5-DIMETHOXYBENZALDEHYDE

3.99

Phenol, 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol

0.83

benzaldehyde, 4-hydroxy-3,5-dimethoxy- (CAS) Syringaldehyde

0.81

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxyphenyl)- (CAS) Acetosyringone

0.26

3-(p-hydroxy-m-methoxyphenyl)-2-propenal

0.91

2,4-Hexadienedioic acid, 3,4-diethyl-, dimethyl ester, (E,Z)- (CAS) CIS,TR

0.18

2-Heptadecanone (CAS) 2-HEPTADECANON

0.98

Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS) Methyl palmitate

1.11

3-(3',5'-dimethoxy-4'-hydroxyphenyl)-E-2-propenal

1.02

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS) Methyl oleate

1.64

Acetic acid, anhydride (CAS) Acetic oxide

1.90

2,4-Imidazolidinedione, 3-methyl- (CAS) 3-Methylhydantoin

0.93

5-HYDROXYMETHYL-DIHYDRO-FURAN-2-ONE

0.66
0.80

2,4(3H, 5H)-Furandione, 3-methyl- (CAS) ALPHA-METHYLTETRONIC
ACID
7-methyl-1,4-dioxaspiro[2.4]heptan-5-one

0.52

2(3H)-FURANONE, DIHYDRO-4-HYDROXY-

1.81

2-ISOPROPENYL-2,5-DIMETHYLCYCLOHEXANONE-6,6-D2

0.26

Phenol, 2-methoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) Eugenol

1.33

1,2,4-Trimethoxybenzene

1.30

phenol, 4-(3-hydroxy-1-propenyl)-2-methoxy- (CAS) Coniferyl alcohol

17
Lanjutan Lampiran 1
Konsentrasi (%)
Nama senyawa
F. solani asal Jambi
8.58

Carbamic acid, monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate

5.63

Acetic acid, anhydride (CAS) Acetic oxide

11.77

Acetic acid (CAS) Ethylic acid

5.41

2-propanone, 1-hydroxy- (CAS) Acetol

0.41

Butanedial (CAS) Succinaldehyde

1.43

Propanoic acid, 2-oxo-, methyl ester (CAS) Methyl pyruvate

1.13

2(5H)-FURANONE

2.08

1,2-CYCLOPENTANEDIONE

0.64

2,4-Imidazolidinedione, 3-methyl- (CAS) 3-Methylhydantoin

2.32

2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon

0.39

5-HYDROXYMETHYL-DIHYDRO-FURAN-2-ONE

2.41

Phenol, 2-methoxy- (CAS) Guaiacol

3.76

Cyclopropyl carbinol

0.49

2H-Pyran-2-one, 6-ethyltetrahydro- (CAS) 6-ETHYL-DELTA-VALEROLA

0.62

Cyclopropane, 1,1,2-trimethyl-3-(2-methyl-1-propenyl)- (CAS)

0.99

Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-Ethylguaiacol

3.16

Phenol, 4-ethenyl-2-methoxy-

5.57

Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol

2.13

1,2,4-Trimethoxybenzene

1.89
2.40

Phenol, 2-methoxy-3-(2-propenyl)- (CAS) Phenol, 3-Allyl-2-methoxy(CAS)
1,6-ANHYDRO-BETA-D-GLUCOPYRANOSE (LEVOGLUCOSAN)

8.18

4-METHYL-2,5-DIMETHOXYBENZALDEHYDE

6.04

Phenol, 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol

0.37

benzaldehyde, 4-hydroxy-3,5-dimethoxy- (CAS) Syringaldehyde

0.88

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxyphenyl)- (CAS) Acetosyringone

0.92

phenol, 4-(3-hydroxy-1-propenyl)-2-methoxy- (CAS) Coniferyl alcohol

1.05

2,4-Hexadienedioic acid, 3,4-diethyl-, dimethyl ester, (Z,Z)- (CAS) CIS,CIS

1.75

3-(2,5-DIMETHOXY-PHENYL)-PROPIONIC ACID

2.28

Formamide (CAS) Methanamide

0.95

BUTAN-3-ENOIC ACID METHYL ESTER

0.64

2,3-Butanedione (CAS) Diacetyl

0.92

2-Furanmethanol (CAS) Furfuryl alcohol

0.43

(2-HYDROXYCYCLOHEXYL)MERCURIC CHLORIDE

0.48

2-Nonen-1-ol, (E)- (CAS) trans-2-Nonenol

0.47

3-Ethyl-2-Hydroxy-2-cyclopenten-1-one

0.79

2-Methoxy-4-methylphenol

0.66

2-Propenoic acid, 2-methyl-, ethyl ester (CAS) Ethyl methacrylate

0.41

5-Acetyl-2-methylpyridine

0.38

beta-D-Glucopyranoside, methyl 3,6-anhydro- (CAS) METHYL 3,6ANHYDRO
Phenol, 2-methoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) Eugenol

0.38

18
Lanjutan Lampiran 1
5.69

1,2,3,4-Cyclopentanetetrol, (1.alpha.,2.beta.,3.beta.,4.alpha.)- (CAS)

0.36

3-(p-hydroxy-m-methoxyphenyl)-2-propenal

0.68

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS) Methyl oleate

Lampiran 2 Senyawa pembentuk gaharu hasil inokulasi F. solani asal Jambi*
Nama senyawa

1 MSI

2 MSI

3 MSI

4 MSI

6 MSI

8 MSI

10 MSI

12 MSI

Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol

5.57

6.29

8.14

6.50

7.78

5.40

5.56

8.04

4-METHYL-2,5-DIMETHOXYBENZALDEHYDE

8.18

7.46

8.09

7.49

9.94

3.55

7.36

5.60

2,4-Hexadienedioic acid, 3,4-diethyl-, dimethyl ester, (Z,Z)- (CAS) CIS,CIS

1.05

1.13

1.36

-

-

-

0.94

1.41

2-Butanone, 4-phenyl- (CAS) Benzylacetone

-

0.99

1.34

0.84

1.54

1.44

0.81

0.66

Benzaldehyde (CAS) Phenylmethanal

-

-

0.78

-

-

-

-

-

2-Butanone, 3-methyl- (CAS) 3-Methyl-2-butanone

-

-

1.14

2,4-Hexadienedioic acid, 3,4-diethyl-, dimethyl ester, (E,Z)- (CAS) CIS,TR

-

-

14.8

15.86

Senyawa konstituen gaharu

Total

20.84

-

-

0.93

-

-

1.19

1.57

0.97

-

-

16.01

20.83

12.29

14.66

15.71

Rata-rata

16.38%

Senyawa berkarakter odorant
2-propanone, 1-hydroxy- (CAS) Acetol

5.41

4.88

6.74

6.55

2.44

1.98

3.11

1.89

Phenol, 2-methoxy- (CAS) Guaiacol

2.41

2.47

3.26

3.22

3.80

2.84

3.15

3.71

Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-Ethylguaiacol

0.99

1.25

1.35

0.43

0.77

-

-

0.36

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxyphenyl)- (CAS) Acetosyringone

0.88

0.92

0.60

1.17

1.01

0.59

1.16

1.78

2-Propanone, 1-(acetyloxy)- (CAS) Acetol acetate

-

-

0.53

1.63

-

-

-

-

Phenol (CAS) Izal

-

-

-

0.52

-

-

-

-

3-Methoxy-pyrocatechol

-

-

-

-

-

0.45

-

-

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)- (CAS) Acetovanillone
Total

-

-

-

-

-

-

0.32

0.99

9.69

9.52

12.47

13.51

8.01

5.86

7.74

8.73

Rata-rata

9.44%

Senyawa odorant lainnya
1.13

1.64

1.82

1.66

1.23

-

-

-

Cyclopropyl carbinol

3.76

10.74

5.04

4.13

4.00

3,86

3,52

4,95

19

2(5H)-FURANONE

20

Lanjutan Lampiran 2
2H-Pyran-2-one, 6-ethyltetrahydro- (CAS) 6-ETHYL-DELTA-VALEROLA

0.49

-

0.52

-

-

-

-

-

Phenol, 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol

6.04

3.89

8.55

6.62

9.48

8.55

4.82

9.42

benzaldehyde, 4-hydroxy-3,5-dimethoxy- (CAS) Syringaldehyde

0.37

0.83

1.34

-

1.60

0.41

0.48

1.31

3-(2,5-DIMETHOXY-PHENYL)-PROPIONIC ACID

1.75

3.73

3.63

2.50

1.13

2.01

1.68

1.63

2-Furanmethanol (CAS) Furfuryl alcohol

0.92

0.64

0.91

-

0.50

-

-

-

2-Methoxy-4-methylphenol

0.79

1.77

1.88

1.60

1.37

2.68

0.79

1.62

Phenol, 2-methoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) Eugenol

0.38

-

-

-

-

1.58

-

0.97

2-Furancarboxaldehyde (CAS) Furfural

-

-

0.75

0.83

0.77

0.66

-

-

Benzaldehyde, 4-hydroxy-3-methoxy- (CAS) Vanillin

-

-

0.57

-

0.47

-

-

-

2-Butanone, 4-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)- (CAS) Zingerone

-

-

-

-

0.92

-

-

0.49

1-TRICOSENE

-

-

-

-

-

0.40

0.31

0.79

2H-Pyran-2-one, tetrahydro- (CAS) 5-Valerolactone

-

-

-

-

-

0.79

-

-

Oxacyclohepadec-8-en-2-one (CAS) Ambrettolide

-

-

-

-

-

-

0.30

-

15.61

23.23

24.99

17.34

21.46

20.93

11.90

21.18

Total
Rata-rata

19.58%

*Sumber: FAO (2008); Abrishami et al. (2002); Rho et al. (2007); Fotouhi et al. (2008); Sheikholeslam & Weeks (1987); Baker et al. (2004); Hua et al. (2001);
Azah et al. (2008); Castro et al. (2002); Lynd-Shiveley (2004); Chem YQ (2008); Rossi et al. (2007); Bunke & Schatkowski (1997); Pedroso et al.
(2008).

Lampiran 3 Senyawa pembentuk gaharu hasil inokulasi F. solani asal Gorontalo*
Nama senyawa

1 MSI

2 MSI

3 MSI

4 MSI

6 MSI

8 MSI

10 MSI

12 MSI

Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol

3.33

3.95

4.75

4.62

4.91

4.39

6.14

5.31

4-METHYL-2,5-DIMETHOXYBENZALDEHYDE

6.41

7.07

8.86

4.17

9.02

7.50

3.69

8.23

2,4-Hexadienedioic acid, 3,4-diethyl-, dimethyl ester, (E,Z)- (CAS) CIS,TR

0.91

-

-

0.68

0.55

0.43

-

1.15

Senyawa konstituen gaharu

Lanjutan Lampiran 3
Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS) Methyl palmitate

0.98

-

-

-

-

-

-

-

2-Butanone, 4-phenyl- (CAS) Benzylacetone

-

1.82

1.43

0.54

0.54

0.83

1.54

0.65

2,4-Hexadienedioic acid, 3,4-diethyl-, dimethyl ester, (Z,Z)- (CAS) CIS,CIS

-

1.04

1.44

-

1.41

0.64

1.35

-

AROMADENDRENEPOXIDE-(I)
Total

-

0.35

-

0.34

-

-

-

-

11.63

14.23

16.48

10.35

16.43

13.79

12.72

15.34

Rata-rata

13.87%

Senyawa Berkarakter Odorant
Phenol, 2-methoxy- (CAS) Guaiacol

1.01

1.72

0.77

1.91

1.87

2.05

2.96

2.52

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxyphenyl)- (CAS) Acetosyringone

0.81

0.98

1.46

0.57

1.73

1.04

1.32

1.21

7-(Benzyloxy)-5-hydroxy-2-methyl-4H-1-benzopyran-4-one

-

1.04

-

-

-

-

-

-

2,3-Dihydro-5-hydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one

-

-

0.48

-

-

-

-

-

2-propanone, 1-hydroxy- (CAS) Acetol

-

-

1.87

3.07

2.83

4.16

4.78

1.38

4H-Pyran-4-one, 3-hydroxy-2-methyl- (CAS) Maltol

-

-

-

0.33

-

-

-

-

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)- (CAS) Acetovanillone

-

-

-

0.55

-

-

0.37

0.52

3-Methoxy-pyrocatechol

-

-

-

-

-

-

0.71

-

2-Propanone, 1-(acetyloxy)- (CAS) Acetol acetate

-

-

-

-

-

-

1.16

-

Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-Ethylguaiacol

-

-

-

-

-

-

0.47

-

1.82

3.74

4.58

6.43

6.43

7.25

11.77

5.63

Total
Rata-rata

5.95%

Senyawa Odorant lainnya
0.81

0.84

1.07

0.92

0.67

1.07

-

0.55

Cyclopropyl carbinol

3.34

3.88

4.75

3.85

3.70

4.67

3.93

4.16

Phenol, 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl)- (CAS) 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol

3.99