Kajian Toksikopatologi Pemberian Capsaicin Peroral terhadap Organ Lambung dan Usus Mencit C3H

KAJIAN TOKSIKOPATOLOGI PEMBERIAN CAPSAICIN
PERORAL TERHADAP ORGAN LAMBUNG DAN USUS
MENCIT C3H

METRIZAL ABDI TAUFIK

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian
Toksikopatologi Pemberian Capsaicin Peroral terhadap Organ Lambung dan Usus
Mencit C3H adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Metrizal Abdi Taufik
NIM B04100034

ABSTRAK
METRIZAL ABDI TAUFIK. Kajian Toksikopatologi Pemberian Capsaicin
Peroral terhadap Organ Lambung dan Usus Mencit C3H. Dibimbing oleh
MAWAR SUBANGKIT dan ANDRIYANTO.
Capsaicin merupakan senyawa aktif yang tergabung dalam capsaicinoid
pada tanaman cabai. Capsaicin memiliki banyak efek farmakologis diantaranya
terapi migrain, postherpetic neuralgia, nyeri kronis, radang sendi, dan
diabeticneuropathic serta berbagai macam sel tumor dan kanker. Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi efek toksik yang dapat ditimbulkan oleh capsaicin
yang diberikan melalui rute peroral terhadap organ lambung dan usus pada mencit
C3H. Mencit sebanyak dua belas ekor dibagi menjadi tiga kelompok, masingmasing kelompok kontrol (K1), kelompok K2 (perlakuan dua minggu) dan
kelompok K3 (perlakuan empat minggu). Capsaicin diberikan melalui rute peroral
selama dua minggu pada K2 dan empat minggu pada K3. Mencit dinekropsi dan
diambil organ lambung dan usus untuk difiksasi dengan menggunakan Buffer
Neutral Formalin (BNF) kemudian dibuat sediaan histopatologi Haematoxylin

Eosin dan Immunohistokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa capsaicin
menyebabkan terjadinya kongesti (pembendungan darah), infiltrasi sel radang,
dan deskuamasi epitel pada lambung dan usus. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, capsaicin tidak aman diberikan melalui rute peroral terhadap organ
lambung dan usus.
Kata kunci : capsaicin, lambung, mencit C3H, toksikopatologi, dan usus

ABSTRACT
METRIZAL ABDI TAUFIK. Toxicopathology Study on Stomach and Intestine
C3H Mice with Administration Capsaicin Orally. Supervised by MAWAR
SUBANGKIT and ANDRIYANTO.
Capsaicin is an active compound grouped in capsaicinoid in pepper plants.
Capsaicin has many pharmacologic effect including cluster headcache therapy,
postherpetic neuralgia, chronic pain, arthritis, diabeticneuropathic pain, and
against a wide variety of tumor and cancer cells. The researcch was conducted to
identify toxic effect of stomach and intestine that can be caused by capsaicin
administered orally. Twelve mice straint C3H were divided into three groups:
groups K1 (control), groups K2 (2 weeks treatment), and groups K3 (4 weeks
treatment). Capsaicin was administered perorally for 2 weeks in K2 and 4 weeks
in K3. The mice was necropsed, then the stomach and intestine were fixed in

Buffer Neutral Formalin (BNF) for histopathological preparation. The results
showed that capsaicin causes congestion, infiltration of inflammatory cell, and
epithelium desquamation of the stomach and intestines. Based on these results,
oral capsaicin is not safe for stomach and intestine.
Keywords: capsaicin, C3H mice, intestine, stomach, toxicopathology

KAJIAN TOKSIKOPATOLOGI PEMBERIAN CAPSAICIN
PERORAL TERHADAP ORGAN LAMBUNG DAN USUS
MENCIT C3H

METRIZAL ABDI TAUFIK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Toksikopatologi Pemberian Capsaicin Peroral terhadap
Organ Lambung dan Usus Mencit C3H
Nama
: Metrizal Abdi Taufik
NIM
: B04100034

Disetujui oleh

Drh Mawar Subangkit MSi
Pembimbing I

Drh Andriyanto MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Drh Agus Setiyono MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih adalah Kajian Toksikopatologi Pemberian Capsaicin Peroral terhadap
Organ Lambung dan Usus.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Mawar Subangkit MSi
APVet dan Drh Andriyanto selaku pembimbing. Disamping itu penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Kasnadi, Bapak Soleh, dan Bapak Endang
selaku pegawai Laboratorium Histopatologi FKH IPB. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ibunda Mis Arni, adinda Miftahul Taufik Alfikra,
kakanda Aldia Novreza, serta seluruh keluarga besar atas segala do’a dan
dorongan serta kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Metrizal Abdi Taufik

DAFTAR ISI
PRAKATA

vi

DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Capsaicin


2

Lambung

2

Usus

3

METODE PENELITIAN

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Alat dan Bahan


3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Pengamatan Gejala Klinis

6

Pengamatan Patologi Anatomi Lambung dan Usus

7

Pengamatan Histopatologi (Pewarnaan HE)


7

Pengamatan Immunohistokimia Lambung dan Usus

11

SIMPULAN

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL

1 Gambaran gejala klinis kelompok kontrol (K1), capsaicin dua minggu
(K2) dan capsaicin empat minggu (K3)

6

2 Gambaran perubahan patologi anatomi lambung dan usus

7

3 Rataan skor lesio lambung kontrol (K1), capsaicin dua minggu (K2),
dan capsaicin empat minggu (K3)

8

4 Rataan skor lesio usus kontrol (K1), capsaicin dua minggu (K2), dan
capsaicin empat minggu (K3)

10

5 Hasil pewarnaan IHK lambung dan usus

11

DAFTAR GAMBAR
1 Tampilan makroskopis usus (K1) kontrol (K2) capsaicin dua minggu
(K3) capsaicin empat minggu

7

2 Foto mikrografi kongesti lambung (A) kontrol, (B) capsaicin dua
minggu, (C) capsaicin empat minggu

8

3 Foto mikrografi peradangan lambung (A) kontrol, (B) capsaicin dua
minggu, (C) capsaicin empat minggu

9

4 Foto mikrografi deskuamasi lambung (A) kontrol, (B) capsaicin dua
minggu, (C) capsaicin empat minggu

10

5 Foto mikrografi usus (A) kelompok capsaicin dua minggu (B)
capsaicin empat minggu

11

6 Foto mikrografi imunoreaktif positif (A) lambung perbesaran 20x (B)
usus perbesaran 40x

12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki efek farmakologis.
Cabai tergolong dalam famili Solanaceae, genus Capsicum, dan terdiri atas lima
spesies diantaranya C. Annuum, C. frutescens, C. chinense, C. baccatum, dan C.
pubescens (Rukmana 2002).
Buah cabai memiliki cita rasa pedas yang berasal dari senyawa
capsaicinoid (Chhabra et al. 2012). Capsaicinoid terdiri atas capsaicin,
dihydrocapsaicin, nordihydrocapsaicin, homodihydrocapsaicin, homocapsaicin,
dan nonivamide. Capsaicin merupakan senyawa utama capsaicinoid (Nelson
1919).
Capsaicin (8-methyl-N-vanillyl1trans-6-nonenamide) merupakan molekul
hidrofobik, tidak berwarna, tidak berbau serta berbentuk kristal (Stewart et al.
2005). Capsaicin memiliki rumus molekul C18H27NO3. Berat molekulnya 305.41
g/mol, titik lebur 62-65 oC, dan titik didih 210-220 oC (Chhabra et al. 2012).
Capsaicin memiliki aktivitas biologis tinggi (Govindarajan 1991).
Capsaicin banyak digunakan pada berbagai terapi, diantaranya migrain,
postherpetic neuralgia, nyeri kronis, radang sendi, dan diabeticneuropathic
(Chhabra et al. 2012). Capsaicin juga memiliki sifat antioksidan dan antimikroba
(Dima et al. 2013). Capsaicin secara eksperimental mampu menghambat
pertumbuhan berbagai macam sel kanker, diantaranya kanker prostat (Mori et al.
2006), kanker usus besar (Kim et al. 2004), kanker lambung (Lo et al. 2005),
kanker hati (Jung et al. 2001) dan kanker leukemia (Ito et al. 2004). Daya hambat
capsaicin terhadap sel kanker melalui induksi apoptosis, disfungsi mitokondria,
dan menghambat siklus pertumbuhan sel (Lin et al. 2013). Capsaicin secara
selektif dapat menekan pertumbuhan sel kanker. Sel kanker merupakan kelompok
sel yang mampu tumbuh secara progresif. Pada keadaan normal, kelainan
pertumbuhan sel akan mengaktifkan gen p53 yang berfungsi menekan
pertumbuhan sel. Namun, sel kanker dapat menghambat p53 melalui mutasi gen
maupun aktivasi gen MDM2. MDM2 dapat mengikat p53 sehingga p53 menjadi
tidak aktif (Syaifudin 2007). Capsaicin dapat mengaktifkan p53 dan membawanya
menuju reseptor sehingga meningkatkan apoptosis sel kanker (Chow et al. 2007).
Salah satu metode penggunaan capsaicin sebagai antikanker melalui
pemberian peroral. Capsaicin dosis 10 mg/kg BB yang diberikan pada mencit
menunjukkan aktivitas antiproliferatif sel kanker (Anandakumar et al. 2009).
Pemberian capsaicin peroral akan melibatkan lambung dan usus sebagai organ
pencernaan yang kontak dengan capsaicin. Lambung merupakan organ yang
menjalankan fungsi pencernaan mekanik, pencernaan kimia, dan endokrin. Usus
merupakan organ pencernaan yang menjalankan fungsi absorbsi nutrisi (Xu dan
Cranwell 2003). Penggunaan capsaicin peroral perlu dilakukan kajian efek toksik
yang dapat ditimbulkannya terhadap lambung dan usus. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui keamanan penggunaan capsaicin peroral sebagai sediaan terapi
terhadap lambung dan usus.

2

Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek toksik yang dapat
ditimbulkan oleh capsaicin yang diberikan melalui rute peroral terhadap lambung
dan usus pada mencit C3H.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan efek toksik capsaicin
melalui kajian histopatologi capsaicin peroral terhadap lambung dan usus.
Sehingga dapat menjadi pertimbangan keamanan penggunaan capsaicin dalam
berbagai macam terapi terutama antikanker melalui pemberian peroral.

TINJAUAN PUSTAKA
Capsaicin
Capsaicin merupakan senyawa aktif yang tergabung dalam capsaicinoid.
Molekul capsaicin pertama kali diisolasi oleh P.A Bucholz pada tahun 1816.
Capsaicin dapat diperoleh secara alami maupun sintesis. Capsaicin sintesis
pertama kali dilakukan oleh Spath dan Darling. Kandungan capsaicin antara jenis
cabai yang berbeda memiliki nilai yang beragam. Diantaranya cabai merah
(0.83%), cabai keriting hijau (1.05%), cabai rawit merah (1.85%), dan cabai rawit
hijau (2.11%). Paprika hijau, paprika kuning, dan paprika merah tidak
mengandung capsaicin (Musfiroh et al. 2012).
Capsaicin memiliki sifat antioksidan, iron-binding, dan efek hypolipidemic
(Dairam et al. 2008). Capsaicin memiliki aktivitas antikanker, antimutagenik, dan
antikarsinogen (Dou et al. 2011). Selain itu, capsaicin mampu menginduksi
apoptosis sel (Sanchez et al. 2006).
Lambung
Lambung menjalankan fungsi sebagai organ pencernaan mekanik,
pencernaan kimia dan endokrin. Pencernaan mekanik melalui gerakan otot
lambung, pencernaan kimia melalui sekresi kelenjar-kelenjar lambung, dan fungsi
endokrin melalui sekresi hormon peptida (Xu dan Cranwell 2003).
Lambung mencit dibedakan menjadi dua bagian, yaitu glandular dan non
glandular. Lambung terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, tunika muskularis,
dan tunika serosa. Mukosa tersusun atas lapis muskularis, lamina propria dan
gastric pit (Wilson 1994). Submukosa terdiri atas serat kolagen, jaringan lemak
putih, pembuluh darah, dan pleksus submukosa (Dellmann dan Eurell 1998).
Permukaan epitel lambung secara berkelanjutan mengalami deskuamasi
dan regenerasi. Sel yang baru secara perlahan menggantikan sel-sel yang mati.
Lambung juga dapat mengalami peradangan yang disebut gastritis. Terdapat
sejumlah infiltrasi limfosit dan neutrofil dalam mukosa atau submukosa.
Peradangan yang berjalan lama dan kronis dapat menyebabkan hiperplasia (Xu
dan Cranwell 2003).

3

Usus
Usus menjalankan fungsi absorbsi nutrisi dan menyalurkan makanan. Usus
terdiri atas lapisan mukosa, lamina propria, submukosa, jaringan limfatik, lapisan
muskuler, dan tunika serosa. Lapisan mukosa usus terdiri atas vili, kripta, dan
kelenjar Lieberkuhn. Dibawah lapisan epitel terdapat lamina propria. Lapisan
submukosa terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, dan pembuluh limfatik (Xu
dan Cranwell 2003).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013 hingga Juli 2014.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah kandang, spoit, timbangan, serbuk
gergaji, sonde lambung, peralatan bedah minor, pisau, tissue casette, tissue
basket, parrafin embedding console, automatic tissue processor, cetakan blok
parafin, mikrotom putar, waterbath, gelas objek, gelas penutup, inkubator, rak
gelas objek, penghitung waktu, microwave, dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan adalah pakan mencit crude protein 14%,
albendazole, amoxicillin, metronidazole, capcaisin (produksi Sigma Life
Science), NaCl fisiologis, buffered neutral formalin (BNF) 10%, etanol
konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, etanol absolut (I, II, III), xylene (I, II, III),
parafin, akuades, pewarna Mayer’s hematoksilin dan eosin, Permount ®, poly-Llysine, phosphate buffered saline (PBS), asam sitrat, antibodi primer TNF-α
(produksi Santa Cruz Biotechnology), Tween 80, pewarnaan IHK produksi Dako
LSAB HRP K0679 yang terdiri dari H2O2 0.3%, fetal bovine serum (FBS) 1%,
biotin, streptavidin, dan diaminobenzidin (DAB).
Prosedur Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang percobaan yang digunakan sebanyak tiga kandang plastik
dengan ukuran 20x30 cm2. Bagian atas ditutup dengan kawat dan bagian dasar
diberi serbuk gergaji.
Persiapan Bahan Capsaicin 1%
Capsaicin sebanyak 1 g dicampurkan dengan etanol 100% sebanyak 5 ml.
Setelah campuran homogen, ditambahkan Tween 80 sebanyak 5 ml dan saline
0.9% sebanyak 90 ml (Ohara Lab 2014).

4

Pengelompokan Mencit
Mencit yang digunakan adalah mencit C3H, terdiri atas dua belas ekor,
jenis kelamin betina, dan berat badan berkisar 20-23 gram. Mencit dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu K1, K2, dan K3. K1 merupakan kelompok kontrol yang tidak
diberi capsaicin, K2 merupakan kelompok yang diberi capsaicin peroral selama
dua minggu, dan K3 merupakan kelompok yang diberi capsaicin peroral selama
empat minggu.
Aklimatisasi Mencit
Mencit diaklimatisasi selama 7 hari untuk menyamakan status kesehatan,
adaptasi kandang dan pemberian pakan. Mencit diberi anthelmentik (albendazole
25 mg/kgBB), antibiotik (amoxicillin 25 mg/kgBB), dan antiprotozoa
(metronidazole 25 mg/kgBB). Obat tersebut diberikan dengan melarutkannya
dalam air minum mencit.
Pemberian Capsaicin 1%
Capsaicin 1% diberikan pada kelompok K2 dan K3 dengan dosis 10mg/kg
BB dengan cara dicekok menggunakan sonde lambung. Kelompok K2 diberi
capsaicin selama empat minggu dan kelompok K3 diberi capsaicin selama dua
minggu dengan selang pemberian dua hari sekali.
Pengamatan Gejala Klinis
Selama masa perlakuan, diamati gejala klinis berupa temperatur tubuh,
nafsu makan, diare, dan tampilan klinis serta pengukuran berat badan.
Pengambilan Organ Lambung dan Usus
Semua kelompok mencit dieuthanasia menggunakan ketamin HCl 10
mg/kg BB intraperitoneal. Mencit kemudian dinekropsi, selanjutnya dilakukan
pengambilan organ lambung dan usus. Organ tersebut kemudian diamati keadaan
makroskopisnya. Selanjutnya, organ tersebut difiksasi dalam larutan Buffered
Neutral Formaline (BNF) 10% selama ± 48 jam.
Pembuatan Blok Parafin
Organ lambung dan usus dipotong dengan ketebalan ± 3 mm. Kemudian
ditempatkan ke dalam tissue casette, dan dimasukkan ke dalam automatic tissue
processor untuk proses dehidrasi, clearing, dan infiltrasi. Proses dehidrasi dengan
merendam organ secara berturut-turut ke dalam etanol 70%, 80%, 90%, 96%,
etanol absolut I, etanol absolut II, dan etanol absolut III. Proses clearing dengan
merendam organ pada larutan xylene I dan xylene II. Proses infiltrasi dengan
merendam organ pada parafin I dan parafin II bersuhu 58°C. Perendaman pada
setiap bahan dilakukan selama 2 jam. Kemudian organ dicetak dengan parafin cair
menggunakan parrafin embedding console hingga terbentuk blok parafin.

5

Pemotongan Jaringan dalam Blok Parafin
Jaringan dipotong dengan mikrotom putar. Selanjutya dimasukkan dalam
air hangat 45 oC dalam waterbath untuk menghilangkan lipatan, kemudian
sediaan diangkat dengan gelas objek dan dikeringkan dalam inkubator 60 oC.
Proses Deparafinisasi
Sediaan direndam dalam xylene dua kali selama 2 menit, kemudian
direhidrasi menggunakan etanol bertingkat (absolut III, absolut II, absolut I, 96%,
80%) masing-masing 2 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir 1 menit dan
dikeringkan.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)
Sediaan direndam dalam pewarna Mayer’s Hematoksilin selama 8 menit,
kemudian dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan Lithium Karbonat selama 15
sampai 30 detik, dan dibilas dengan air mengalir kembali. Selanjutnya sediaan
dicelup ke dalam pewarna Eosin selama 2 menit, dibilas dengan air selama 30
sampai 60 detik, dicelup ke dalam ethanol 90% sebanyak 10 kali, ethanol absolut
I selama 10 kali, ethanol absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit, dan
xylene II selama 2 menit. Kemudian dikeringkan, diteteskan Permount® dan
ditutup dengan gelas penutup.
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
Sebelumnya dilakukan coating slide menggunakan poly-L-lysine. Sediaan
kemudian dimasukkan ke dalam larutan PBS sitrat, dimasukkan ke dalam
microwave selama 5 menit, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang
(37 oC). Selanjutnya sediaan dicuci dengan larutan PBS I, II dan III masingmasing 5 menit. Kemudian blocking endogenous peroxidase dengan meneteskan
H2O2 30 menit. Selanjutnya dicuci dengan PBS I, II dan III masing-masing 5
menit. Kemudian blocking normal serum menggunakan FBS 1% selama 30 menit,
dicuci dengan PBS I, II dan III masing-masing 5 menit. Kemudian diteteskan
antibodi primer (TNF-α) dan diinkubasi selama satu malam pada suhu 4 °C.
Selanjutnya sediaan dicuci dengan larutan PBS I, II dan III masing-masing 5
menit, diinkubasi antibodi sekunder yang telah dilabel dengan biotin selama 30
menit. Kemudian dicuci dengan larutan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5
menit, diinkubasi streptavidin selama 30 menit dan dicuci dengan larutan PBS I, II
dan III masing-masing 5 menit. Selanjutnya sediaaan diteteskan DAB selama 15
detik, counterstain dengan pewarnaan Mayer Hematoksilin sebanyak 5 kali
celupan, didehidrasi dengan etanol bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%, absolut I,
absolut II, absolut III), clearing (xylene I, II, III) masing-masing 2 menit, dan
diteteskan Permount® kemudian ditutup dengan gelas penutup.
Pengamatan dan Analisis Data
Data pengamatan gambaran histopatologi lambung dan usus dijelaskan
menggunakan skoring dengan skala 0 hingga 3. Skor 0 menyatakan tidak ada lesio
pada organ. Skor 1 menyatakan terjadi kongesti, skor 2 menyatakan terjadi
kongesti dan peradangan, skor 3 menyatakan terjadi kongesti, peradangan, dan
nekrosa atau deskuamasi epitel. Skor tiap individu kemudian dijumlahkan dan

6

ditentukan rata-rata kelompok untuk identifikasi lesio ringan, sedang, dan berat,
serta dideskripsikan.
Identifikasi pewarnaan IHK dengan menggunakan TNF-α dinyatakan
positif apabila sediaan berwarna coklat. Warna coklat terbentuk akibat interaksi
antara serum anti TNF-α bereaksi dengan TNF-α jaringan dan mewarnai DABkromogen. Hasil positif pewarnaan IHK menunjukkan kecenderungan sediaan
menjadi nekrosa jaringan. Hasil positif TNF-α dibagi menjadi positif ringan,
sedang, dan berat. Positif ringan apabila warna coklat berbentuk fokus, positif
sedang apabila warna coklat multifokus, dan positif berat apabila warna coklat
difus. Hasil negatif ditandai dengan tidak terbentuknya warna coklat pada sediaan
jaringan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Gejala Klinis
Penelitian ini menggunakan mencit C3H sebagai hewan model. Mencit
C3H digunakan pada berbagai penelitian seperti kanker, biologi kardiovaskular
(JL 2014) serta imunologi dan inflamasi.
Secara umum capsaicin tidak menimbulkan kelainan secara klinis pada
kelompok perlakuan. Tidak ada perbedaan antara kelompok kontrol (K1) dengan
kelompok perlakuan (K2 dan K3). Kelompok perlakuan tidak menunjukkan
kelainan klinis berupa diare, penurunan berat badan, penurunan aktivitas makan,
serta kenaikan temperatur tubuh. Pengamatan secara umum terhadap kualitas
kesehatan mencit menunjukkan mencit cukup baik kualitasnya. Hasil pengamatan
gejala klinis disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1

Gambaran gejala klinis kelompok kontrol (K1), capsaicin dua minggu
(K2) dan capsaicin empat minggu (K3)

Rataan Temperatur
Tubuh (oC)
Kelompok
Pre
Post
Treatment Treatment

Rataan Bobot
Badan (g)

K1

36.46±0.48 36.98±0.30 21.09±0.47

K2

36.65±0.60 36.95±0.18 22.15±0.15

K3

36.59±0.48 36.87±0.43 23.64±0.48

Aktivitas
Baik
(4/4)
Baik
(4/4)
Baik
(4/4)

Diare
Negatif
(0/4)
Negatif
(0/4)
Negatif
(0/4)

Nafsu
Makan
Baik
(4/4)
Baik
(4/4)
Baik
(4/4)

7

Pengamatan Patologi Anatomi Lambung dan Usus
Gambaran perubahan patologi anatomi lambung dan usus disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Gambaran perubahan patologi anatomi lambung dan usus
Kelompok
Organ
Parameter
K1
K2
K3
Kongesti
NSL
NSL
NSL
Lambung
Hemoragi
NSL
NSL
NSL
Kongesti
NSL
NSL
NSL
Usus
Hemoragi
NSL
NSL
NSL
NSL = non spesifik lesio

Secara makroskopis lambung tidak menunjukkan perbedaan antara
kelompok kontrol (K1) dengan kelompok perlakuan K2 dan K3. Tidak ditemukan
lesio makroskopis yang spesifik terhadap perlakuan. Lambung berwarna putih
dengan konsistensi kenyal.
Secara makroskopis usus tidak mengalami lesio yang spesifik terhadap
perlakuan. Tidak ada perbedaan antara kelompok kontrol (K1) dengan kelompok
perlakuan K2 dan K3. Usus berwarna putih-kuning keabu-abuan dengan bentuk
struktur tubular.

K1
Gambar 1

K2

K3

Tampilan makroskopis usus (K1) kontrol (K2) capsaicin dua minggu
(K3) capsaicin empat minggu. Usus tidak menunjukkan lesio yang
spesifik terhadap perlakuan. Bar = 0.5 cm
Pengamatan Histopatologi (Pewarnaan HE)

Lambung
Perubahan histopatologi (HP) lambung ditandai dengan terjadinya
kongesti, infiltrasi sel radang, dan deskuamasi epitel. Hasil pengamatan
Haematoxilin dan Eosin (HE) lambung disajikan pada Tabel 3.

8

Tabel 3

Rataan skor lesio lambung kontrol (K1), capsaicin dua minggu (K2), dan
capsaicin empat minggu (K3)

Kelompok
Rataan skor

K1
1.25±0.96

K2
2.50±0.58

K3
2.75±0.50

rataan skor 0≤x≤0,5 tidak ada kerusakan; 0,5