Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Gambaran Histologi Organ Lambung dan Usus Halus Mencit (Mus musculus)

(1)

NIKEN ROSTIKA. The effect of Blackseed (Nigella sativa) Oil Extracts on Stomach and Small Intestine Histology of Mice (Mus musculus). Under supervision of SRI ESTUNINGSIH and VETNIZAH JUNIANTITO.

Habatussauda or black cumin seed (Nigella sativa) is a popular herbal medicine worldwide. The aim of this research was to observe histology changes on stomach and small intestine of mice treated with Nigella sativa oil extracts. Seventy two 4-week-old mice, consisting of thirty six male and female, were divided each into four groups. Group 1 (control) were treated with 0.1 ml of aquadest, group 2 with 0.1 ml of N. sativa oil extract, group 3 with 0.2 ml of N. sativa oil extract, and group 4 with 0.3 ml of combined N. sativa oil etxract and honey. All treatment were done orally everyday for two months period. Afterwards, mice were euthanized by atlanto-occipitale dislocation for organs sampling. Stomach and small intestine were fixed in 10% Buffered Neutral Formaline (BNF), embedded in paraffin, then stained with haematoxylin and eosin (HE) and periodic-acid schiff (PAS). The results showed that N. sativa treatment significantly increased (P<0.05) the number of parietal and chief cells, and reduced the number of mucous cells and infiltrating inflammatory cells in stomach; while, increased height of villi, increased number of crypts, reduced number of inflammatory cells, and reduced number of goblet cells were observed in small intestine, as compared with those in control. Additionally, there were no significant differences (P>0.05) in all parameters between male and female mice. These data may suggest cell protection and inflammatory cells suppresion activities of N. sativa treatment in gastrointestinal tracts.


(2)

(Mus musculus)

NIKEN ROSTIKA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Gambaran Histologi Organ Lambung dan Usus Halus Mencit (Mus musculus)” adalah karya saya

sendiri dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2012

Niken Rostika B04070094


(4)

NIKEN ROSTIKA. The effect of Blackseed (Nigella sativa) Oil Extracts on Stomach and Small Intestine Histology of Mice (Mus musculus). Under supervision of SRI ESTUNINGSIH and VETNIZAH JUNIANTITO.

Habatussauda or black cumin seed (Nigella sativa) is a popular herbal medicine worldwide. The aim of this research was to observe histology changes on stomach and small intestine of mice treated with Nigella sativa oil extracts. Seventy two 4-week-old mice, consisting of thirty six male and female, were divided each into four groups. Group 1 (control) were treated with 0.1 ml of aquadest, group 2 with 0.1 ml of N. sativa oil extract, group 3 with 0.2 ml of N. sativa oil extract, and group 4 with 0.3 ml of combined N. sativa oil etxract and honey. All treatment were done orally everyday for two months period. Afterwards, mice were euthanized by atlanto-occipitale dislocation for organs sampling. Stomach and small intestine were fixed in 10% Buffered Neutral Formaline (BNF), embedded in paraffin, then stained with haematoxylin and eosin (HE) and periodic-acid schiff (PAS). The results showed that N. sativa treatment significantly increased (P<0.05) the number of parietal and chief cells, and reduced the number of mucous cells and infiltrating inflammatory cells in stomach; while, increased height of villi, increased number of crypts, reduced number of inflammatory cells, and reduced number of goblet cells were observed in small intestine, as compared with those in control. Additionally, there were no significant differences (P>0.05) in all parameters between male and female mice. These data may suggest cell protection and inflammatory cells suppresion activities of N. sativa treatment in gastrointestinal tracts.


(5)

NIKEN ROSTIKA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Gambaran Histologi Organ Lambung dan Usus Halus Mencit (Mus musculus). Di bawah bimbingan SRI ESTUNINGSIH DAN VETNIZAH JUNIANTITO.

Habatussauda atau biji jintan hitam (Nigella sativa) adalah obat herbal yang terkenal di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan histologi organ lambung dan usus halus mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam. Mencit berumur 4 minggu sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 36 mencit jantan dan 36 mencit betina dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 (kontrol) yang diberi aquadest sebanyak 0.1 ml/ekor/hari. Kelompok 2 diberi ekstrak minyak jintan hitam sebanyak 0.1 ml/ekor/hari dan kelompok 3 sebanyak 0.2 ml/ekor/hari. Kelompok 4 diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu sebanyak 0.3 ml/ekor/hari. Semua perlakuan dilakukan secara oral setiap hari selama 2 bulan. Mencit dieuthanasi menggunakan metode dislokasio os atlanto-occipitalis dan diambil sampel organnya. Sampel organ lambung dan usus halus mencit difiksasi dalam larutan Buffered Neutral Formaline (BNF) 10%, embedding dalam parafin, lalu diwarnai menggunakan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dan Periodic Acid Schiff (PAS). Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasinya dengan madu dapat meningkatkan secara signifikan (P<0.05) jumlah sel parietal dan sel chief, menurunkan jumlah sel mukus permukaan dan sebaran sel radang pada mukosa lambung. Selain itu dapat meningkatkan tinggi vili, jumlah kripta, menurunkan sebaran sel radang dan sel goblet pada mukosa usus halus apabila dibandingkan dengan kontrol. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0.05) antar kelompok perlakuan pada semua parameter baik jantan maupun betina. Data ini juga menunjukkan adanya aktivitas proteksi sel terhadap kerusakan dan aktivitas supresif sel radang yang diberi ekstrak minyak jintan hitam pada saluran pencernaan mencit.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

(Mus musculus)

NIKEN ROSTIKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Gambaran Histologi Organ Lambung dan Usus Halus Mencit (Mus musculus)

Nama : Niken Rostika

NIM : B04070094

Disetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si., APVet drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D NIP. 19600629 199002 2 001 NIP. 19800619 200501 1 003

Diketahui Wakil Dekan FKH IPB

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. NIP. 19630810 198803 1 004


(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Gambaran Histologi Organ Lambung dan Usus Halus Mencit (Mus musculus). Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Ayah, Ibu, Teh Wida, Aa dan Lili tersayang selaku keluarga penulis, atas curahan kasih sayang tulus, doa, motivasi, dan nasihat yang sangat membangun kepada penulis.

2. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si., APVet dan drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D selaku dosen pembimbing yang tanpa lelah dan penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, waktu, dan pemikiran selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si., APVet selaku dosen penilai seminar, Dr. drh. Trioso Purnawarman M.Si., dan Dr. drh. Nurhidayat MS, PAVet selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Bayu Febram P. S.Si. Apt., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan motivasi selama di FKH IPB.

5. Divo Jondriatno atas kasih sayang, perhatian, doa, dan semangat kepada penulis.

6. Nenek Wastini, Alm. Rasih Riyanti, Ua Nana, Bi yayah, Bi Wati, Mang Dede, Mang Encun dan segenap keluarga atas harapan, impian, motivasi dan semangat kepada penulis.

7. Tim Habatussauda (Dian, Annisa, Nova, Dara, Inez, Agung) atas kerja sama, bantuan, dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi.


(10)

8. Sandra, Arni, Lia, Andi, Gita, Ka Ayas, Indi, Riska, Endah, Yasmin, Ka Mela, Arpha, Teman PA (Ridwan, Kosim, Arni, Astri, Arum, dan Desi) atas keceriaan dan dukungan moril kepada penulis.

9. Nafia, Ima, dan Ayu atas kasih sayang dan kebersamaan selama di asrama TPB IPB.

10. Dosen Bagian Patologi atas ilmunya, Laboran, dan Teknisi Patologi FKH IPB (Pak Endang, Pak Kasnadi, Pak Soleh, Bibi, dan Mbak Kiki) atas segala bantuannya.

11. Teman-teman Gianuzzi FKH 44, Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) Bogor, BEM FKH, HIMPRO HKSA, Civitas Akademika Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan teman-teman Mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan dan suasana kekeluargaan yang telah kita lalui dalam menempuh pendidikan di IPB. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu penulis berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2012 Niken Rostika


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Niken Rostika. Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 27 Mei dari ayah Sulaeman Lukat dan ibu Nani, S.Pd. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai di TK Cempaka Cirebon pada tahun 1994-1995. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1995-2001 di SD Negeri 1 Adi Dharma, Cirebon. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Cirebon pada tahun 2001-2004. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMA Negeri 2 Cirebon dan lulus pada tahun 2007. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke IPB pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Mayor yang dipilih Penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).

Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan kemahasiswaan. Penulis aktif di Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) Bogor sebagai anggota divisi kekeluargaan (2008-2009) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Sinergis (2008-2009) FKH IPB sebagai bendahara. Penulis juga aktif dalam Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa akuatik Eksotik (HKSA) FKH IPB sebagai anggota Divisi Pendidikan (2008-2009), Sekretaris Umum (2009-2010), dan Badan Pengawas (2010-2011). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Patologi Sistemik II (2011).

Penulis menerima beasiswa PPA (2008-2009) dan PT. Perkebunan Nusantara (2010-2011) dari IPB. Penulis berhasil lolos Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) pada tahun 2008. Selain itu, pada tahun 2011 penulis juga menulis karya ilmiah dan berhasil lolos dalam Aceh Development International Conference (ADIC) 2011 di Malaysia.


(12)

DAFTAR ISI………... xi

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Permasalahan……….... 2

1.3 Tujuan Penelitian………. 3

1.4 Manfaat Penelitian……….... 3

1.5 Hipotesa Penelitian………..…. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Jintan Hitam (Nigella sativa)……….. 4

2.2 Kandungan Bahan Aktif Jintan Hitam……….. 6

2.3 Manfaat Jintan Hitam (Nigella sativa) dalam Penelitian………….. 8

2.4 Madu………. 10

2.5 Mencit (Mus musculus) ………..……….. 12

2.6 Lambung dan Usus Mencit (Mus musculus)………... 13

2.6.1 Lambung………... 13

2.6.2 Usus Halus……….... 15

BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………... 18

3.2 Bahan dan Alat………. 18

3.3 Metode Penelitian………. 19

3.3.1 Persiapan Laboratorium dan Kandang………. 19

3.3.2 Adaptasi dan Perlakuan pada Mencit……… 20

3.3.3 Nekropsi dan Pembuatan Preparat Histologi……… 21

3.3.4 Pengamatan Preparat Histologi………. 23


(13)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lambung………... 24

4.2 Usus Halus……… 33

4.3 Bobot Badan Mencit……… 42

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan………... 45

5.2 Saran………. 45

DAFTAR PUSTAKA………. 46


(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Komposisi biji jintan hitam ………….……….. 6

2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam…………..………... 6

3 Komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam………... 7 4 Kandungan tokoferol dan polifenol minyak biji jintan hitam………… 7

5 Komposisi vitamin biji jintan hitam…………..……… 7

6 Komposisi asam amino biji jintan hitam……… 8

7 Rataan jumlah sel parietal mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam JH)...

24 8 Rataan jumlah sel chief pada setiap mencit yang diberi ekstrak

minyak jintan hitam (JH)………..…….

27 9 Rataan jumlah sel mukus permukaan lambung mencit yang diberi

ekstrak minyak jintan hitam (JH)………...

29 10 Rataan jumlah sel radang pada lapis mukosa lambung mencit yang

diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)………....

31 11 Rataan jumlah kripta usus halus pada mencit yang diberi ekstrak

minyak jintan hitam (JH)………...………

34 12 Rataan tinggi vili usus halus (µm) pada mencit yang diberi ekstrak

minyak jintan hitam (JH)………...………

36 13 Rataan jumlah sel goblet pada usus halus mencit yang diberi ekstrak

minyak jintan hitam (JH)………...

39 14 Rataan jumlah sel radang pada lapis mukosa usus halus mencit yang

diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)…………..………..

41 15 Rataan bobot badan (g) mencit jantan sebelum dan setelah perlakuan

ekstrak minyak jintan hitam (JH)……….

43 16 Rataan bobot badan (g) mencit betina sebelum dan setelah perlakuan

ekstrak minyak jintan hitam (JH)………..


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Tanaman dan biji jintan hitam………... 4

2 Biji jintan hitam……… 5

3 Ekstrak minyak jintan hitam komersial…...………….……… 9

4 Ekstrak jintan hitam kombinasi madu komersial………….……… 11

5 Mencit (Mus musculus)………..………….. 12

6 Histologi lambung secara 3 dimensi………..……….. 14

7 Sel parietal dan sel chief dengan pewarnaan HE………….……... 14

8 Histologi duodenum dengan pewarnaan HE……….. 15

9 Sel goblet pada duodenum tikus dengan pewarnaan HE.……….. 16

10 Sonde lambung dan spuit………. 19

11 Antibiotik Clavamox……… 19

12 Mencit saat adaptasi kandang……….. 20

13 Mencit saat perlakuan………... 21

14 Prosedur euthanasi pada mencit………... 21 15 Fotografi mikro perbandingan sel parietal dan sel chief pada

lambung mencit dengan pewarnaan HE………...

25 16 Fotografi mikro sel parietal dan sel chief lambung mencit dengan

pewarnaan HE………..

27 17 Fotografi mikro sel mukus permukaan pada mukosa lambung

mencit dengan pewarnaan PAS………

30 18 Fotografi mikro sel radang pada mukosa lambung mencit dengan

pewarnaan HE………...

32 19 Fotografi mikro kripta usus halus pada mencit dengan pewarnaan

HE………

35 20 Fotografi mikro tinggi vili usus halus pada mencit dengan

pewarnaan HE………..

37 21 Fotografi mikro sel goblet pada mencit dengan pewarnaan PAS…. 39 22 Fotografi mikro sel radang pada usus halus mencit dengan

pewarnaan HE………..


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Perhitungan Dosis Obat …..………... 51


(17)

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan yang timbul dipengaruhi oleh keberadaan agen penyakit. Agen penyakit seperti mikroorganisme dapat berupa virus, bakteri, jamur, cendawan, protozoa, dan cacing. Polutan udara, polutan air, dan polutan tanah, hasil dari kendaraan bermotor serta aktivitas pabrik atau industri rumah tangga juga dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan, dan mencemari lingkungan. Polutan merupakan sesuatu yang bersifat racun atau toksik bagi tubuh. Sesuatu dinyatakan sebagai racun bila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan pada penggunanya. Terdapat tiga jenis polutan, yaitu polutan udara, polutan air, dan polutan tanah (Ariens et al. 1986). Polutan udara dapat berupa asap kendaraan bermotor dan asap yang berasal dari pabrik perindustrian. Polutan air berupa limbah dimana limbah tersebut dapat berasal dari industri ataupun rumah tangga. Polutan air berdampak pada kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam, diantaranya air sebagai media untuk hidup mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar penyakit, dan air sebagai media untuk hidup vektor penyebar penyakit (BPLHD Jawa Barat 2009).

Agen-agen penyakit ini dapat menginfeksi tubuh makhluk hidup melalui berbagai rute, misalnya melalui oral dan inhalasi. Agen-agen penyakit yang masuk melalui oral dapat menginfeksi saluran pencernaan. Apabila agen-agen penyakit ini jumlahnya meningkat maka akan berdampak negatif terhadap status kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Menurut WHO (2005), penyakit infeksi yang disebabkan oleh makanan dan air merupakan penyebab utama penyakit dan kematian di negara berkembang. Diperkirakan 2.1 juta orang meninggal dunia sepanjang tahun 2000 disebabkan oleh penyakit diare akibat kontaminasi pada makanan dan air minum.

Manusia perlu melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan taraf kesehatan. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya penyakit adalah dengan menjaga kesehatan saluran pencernaan. Hal ini diharapkan dapat mempertahankan daya tahan tubuh baik secara lokal maupun general. Cara tersebut dapat ditempuh


(18)

melalui penggunaan obat herbal. Pemakaian obat herbal sebagai langkah alternatif kini semakin marak di kalangan masyarakat. Salah satu contoh obat herbal yang digemari masyarakat, yaitu jintan hitam (Nigella sativa). Masyarakat mempercayai bahwa jintan hitam memiliki banyak khasiat bagi kesehatan tubuh manusia seperti saluran pencernaan. Sifat anti mikroba dapat diperoleh dari rempah-rempah seperti penggunaan kayu manis dan jintan hitam. Saat ini aplikasi aktivitas anti mikroba sudah mengalami perkembangan yang pesat karena negara-negara industri mulai menghidupkan kembali pendekatan secara tradisional untuk melindungi ternak dan makanannya dari penyakit, binatang perusak, dan kebusukan (Dorman dan Deans 2000).

1.2 Permasalahan

Kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengharuskan manusia berpikir keras untuk memenuhi segala kebutuhannya. Melalui berbagai aktivitas dilakukan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melakukan proses produksi, distribusi, dan konsumsi baik sandang, pangan maupun papan. Tidak hanya kesejahteraan dan rasa kepuasan saja yang timbul dari aktivitas-aktivitas tersebut tetapi juga timbul efek-efek samping yang merugikan karena kelalaian dan keserakahan manusia sehinga terganggunya keseimbangan ekosistem antara manusia, hewan, tumbuhan serta lingkungan.

Apabila ketidakseimbangan ekosistem tersebut tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah berupa dominasi agen-agen penyakit yang menginfeksi baik tumbuhan, hewan maupun manusia. Pengaruh dominasi agen-agen penyakit mengganggu kualitas dan kuantitas hasil produksi dari makhluk hidup. Agen-agen penyakit tersebut dapat menginfeksi tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui oral. Agen-agen penyakit masuk ke dalam tubuh dan akan beredar dalam pembuluh darah. Agen-agen penyakit akan menginfeksi organ tubuh seperti saluran pencernaan selain dapat mengakibatkan penyakit metabolisme. Penyakit metabolisme banyak timbul akibat pola hidup yang kurang baik. Virus, bakteri, jamur, cendawan, protozoa, dan cacing dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh apabila aspek kebersihan dan sistem kekebalan tubuh tidak terjaga.


(19)

Usaha yang dapat dilakukan adalah mencegah agen-agen penyakit agar tidak terlalu mendominasi misalnya dengan menjaga daya tahan tubuh dan menjaga sistem metabolisme tubuh agar tetap berfungsi dengan baik. Penggunaan obat herbal seperti jintan hitam dipercaya dapat meningkatkan kualitas kinerja organ pencernaan tubuh. Saat ini belum banyak ditemukan kajian ilmiah tentang pengujian khasiat jintan hitam terhadap organ pencernaan sampai tahap jaringan. Oleh karena itu penelitian ini diadakan untuk mengkaji lebih dalam mengenai manfaat jintan hitam terhadap morfologi organ pencernaan khususnya lambung dan usus halus menggunakan hewan model mencit. Melalui penelitian ini dilakukan penelaahan menggunakan analisis histologi menilai kondisi morfologi sel-sel lambung dan usus halus mencit.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap gambaran histologi organ lambung dan usus halus pada mencit (Mus musculus).

1.4 Manfaat

Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam pada saluran pencernaan diharapkan dapat dijadikan acuan ilmiah sehingga memberikan penjelasan yang bermanfaat bagi pengguna jintan hitam.

1.5 Hipotesa

H0: Tidak terdapat perbedaan gambaran histologi organ lambung dan usus halus antara kelompok mencit yang diberi perlakuan ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi madu dengan kelompok mencit kontrol yang tidak diberi ekstrak minyak jintan hitam.

H1: Terdapat perbedaan gambaran histologi organ lambung dan usus halus antara kelompok mencit yang diberi perlakuan ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi madu dengan kelompok mencit kontrol yang tidak diberi ekstrak minyak jintan hitam.


(20)

Ketertarikan masyarakat terhadap obat alami semakin meningkat karena berkembangnya kepercayaan bahwa obat alami lebih sehat dan sedikit menimbulkan efek samping daripada obat sintesis. Saat ini terjadi peningkatan industri tanaman obat karena ketertarikan terhadap tanaman obat meningkat. Kehadiran senyawa biologis aktif dalam minyak volatil jintan hitam (Nigella sativa) telah menyoroti penggunaan obat tradisional tersebut. Biji jintan hitam telah digunakan di Timur Tengah sebagai obat alami untuk berbagai penyakit selama lebih dari 2000 tahun. Banyak senyawa aktif yang telah diisolasi dari biji Nigella sativa termasuk timoquinon yang menunjukkan aktivitas anti bakteri dan anti jamur (Kamel et al. 2011).

2.1 Morfologi Jintan Hitam (Nigella sativa)

Jintan hitam atau yang dikenal dengan nama black cumin (Nigella sativa) merupakan tanaman asli Eropa Selatan dan banyak ditemukan di India. Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam famili Ranunculaceae. Tanaman ini ditumbuhkan di berbagai daerah di dunia, khususnya di negara-negara Timur Tengah (Nergiz dan Ötles 1993).

Klasifikasi jintan hitam (Hutapea 1994) : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Suku : Ranunculaceae Marga : Nigella

Jenis : Nigella sativa Gambar 1 Tanaman dan biji jintan hitam. (sumber: Vobiscum 2011).


(21)

Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih kurang 30 cm. Ekologi dan penyebaran tanaman ini tumbuh mulai dari daerah Levant (Mediterania) ke arah timur Samudra Indonesia sebagai gulma semusim dengan keanekaragaman yang kecil. Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji. Batang jintan hitam berwarna hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk dan berbulu kasar, rapat atau jarang, dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar. Akar tanaman ini termasuk akar tunggang dan berwarna coklat. Daunnya berbentuk daun lanset garis (lonjong), panjang 1.5-2 cm. Daunnya tunggal dengan ujung dan pangkal yang runcing, tepi beringgit dan berwarna hijau. Pertulangan daun menyirip dengan tiga tulang daun yang berbulu (Hutapea 1994).

Jintan hitam memiliki kelopak bunga kecil, berjumlah lima, berbentuk bundar telur, ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar (Gambar 1). Tanaman ini memiliki bunga majemuk dan berbentuk karang. Benang sari jintan hitam jumlahnya banyak, kepala sari jorong dan sedikit tajam, berwarna kuning serta tangkai sari berwarna kuning. Buah jintan hitam seperti polong, bulat panjang, dan coklat kehitaman. Bijinya kecil, bulat, hitam, jorong bersusut tiga tidak beraturan, sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm, dan berkelenjar (Hutapea 1994) (Gambar 2).


(22)

2.2 Kandungan Bahan Aktif Jintan Hitam

Biji dan daun jintan hitam mengandung saponin, polifenol, minyak atsiri, minyak lemak, melantin (saponin), nigelin (zat pahit), nigelon, dan timoquinon. Kandungan biji jintan hitam lainnya, yaitu ditimoquinon, timol, carvacrol, nigelicine, nigelidine, nigelimine-N-oxide, dan alpha-hedrin. Komposisi biji jintan hitam disajikan pada Tabel 1. Biji jintan hitam juga mengandung logam yang berjumlah sekitar 1510.8 mg per 100 g biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2.

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100g)

Air (moisture) 6.4 ± 0.15

Lemak 32.0 ± 0.54

Serat Kasar 6.6 ± 0.69

Protein 20.2 ± 0.82

Abu 4.0 ± 0.29

Karbohidrat 37.4 ± 0.87

Sumber : (Nergiz dan Ötles 1993)

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100g)

Kalsium 188.0 ± 1.50

Besi 57.5 ± 0.50

Natrium 85.3 ± 16.07

Kalium 1180.0 ± 10.00

Sumber : (Nergiz dan Ötles 1993)

Komposisi asam lemak biji jintan hitam juga cukup beragam. Biji jintan hitam mengandung asam lemak tak jenuh dan asam lemak esensial, yaitu asam linoleat dan asam linolenat. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam tersaji pada Tabel 3.


(23)

Tabel 3 Komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam

Asam lemak Jumlah (mg/100g)

Miristat (C14:0) 1.2 ± 0.04

Palmitat (C16:0) 11.4 ± 1.00

Stearat (C18:0) 2.9 ± 0.24

Oleat (C18:1) 21.9 ± 1.00

Linoleat (C18:2) 60.8 ± 2.67

Arakhidat (C20:0) Sedikit

Eicosadienoat 1.7 ± 0.11

Sterol Jumlah (mg/100g)

Campesterol 11.9 ± 0.99

Stigmasterol 18.6 ± 1.52

β-sitosterol 69.4 ± 2.78

Sumber : (Nergiz dan Ötles 1993)

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai obat dan zat pembentuk rasa. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam tersaji pada Tabel 4. Biji jintan hitam dapat direkomendasikan sebagai makanan tambahan yang cukup bergizi. Kandungan vitamin biji jintan hitam tersaji pada Tabel 5.

Tabel 4 Kandungan tokoferol dan polifenol minyak biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100g)

Total tokoferol 340 ± 8.66

Alfa-tokoferol 40 ± 10.00

Beta-tokoferol 50 ± 15.00

Gamma-tokoferol 250 ± 13.00

Total polifenol 1 744 ± 10.60

Sumber : (Nergiz dan Ötles 1993)

Tabel 5 Komposisi vitamin dalam biji jintan hitam

Vitamin (mg/100g)

B1 (Thiamin) 831 ± 11.36

B2 (Riboflavin) 63 ± 3.32

B6 (Pyridoxin) 789 ± 8.89

PP (Niasin) 6 311 ± 16.52

Asam Folat 42 ± 4.58


(24)

Selain komposisi kimia dan kandungan komponen aktif yang beragam, kandungan gizi jintan hitam cukup tinggi. Hal tersebut dilihat berdasarkan kandungan asam amino dan asam lemaknya. Jintan hitam mengandung delapan jenis dari sepuluh asam amino esensial dan tujuh jenis dari sepuluh asam amino non esensial. Komposisi asam amino biji jintan hitam tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase komposisi asam amino dalam biji jintan hitam

Asam amino (mg/100g) Asam amino (mg/100g)

Alanin 3.77 Serin 1.98

Valin 3.06 Asam aspartat 5.02

Glisin 4.17 Metionin 6.16

Isoleusin 4.03 Fenilalanin 7.93

Leusin 10.88 Asam glutamat 13.21

Prolin 5.34 Tirosin 6.08

Treonin 1.23 Lisin 7.62

Arganin 19.52

Sumber : (Babayan et al. 2006)

2.3 Manfaat Jintan Hitam (Nigella sativa) dalam Penelitian

Jintan hitam umumnya digunakan di Timur Tengah sebagai obat tradisional untuk memperbaiki berbagai kondisi kesehatan manusia. Biji jintan hitam biasanya ditambahkan pada makanan tradisional dan dicampur dengan roti ataupun madu sebagai pemberi cita rasa (Al-Saleh et al. 2006). Biji jintan hitam berkhasiat sebagai anthelmintik. Biji jintan hitam juga berguna sebagai pelancar ASI, peluruh gas dalam saluran pencernaan, pencegah muntah, pencahar, pengelat dan pengobatan pasca persalinan (Hutapea 1994). Menurut Achyad dan Rasyidah (2000), kandungan biji jintan hitam antara lain minyak atsiri, minyak lemak, melantin (saponin), zat pahit nigelin, nigelon, dan timoquinon. Minyak atsiri pada umumnya bersifat anti bakteri, anti peradangan, dan dapat menghangatkan perut. Minyak biji jintan hitam (Nigella sativa) mengandung sejumlah bahan kimiawi yang mempunyai aktivitas sebagai anti alergi, anti asma, anti inflamasi, anti prostaglandin dan anti histamin (Subiyanto dan Diding 2008).


(25)

Gambar 3 Ekstrak minyak jintan hitam komersial.

Hasil penelitian pada Cancer and Immuno Biological Laboratory mengemukakan jintan hitam dapat menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi interferon, melindungi sel normal dari perusakan sel oleh virus, menghancurkan sel tumor dan memproduksi sel B sehingga meningkatkan jumlah antibodi. Jintan hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan hitam mengikat radikal bebas dan menghilangkannya. Selain itu jintan hitam mengandung beta-carotene yang dikenal dapat menghancurkan sel karsinogenik. Biji jintan hitam kaya akan sterol khususnya betasterol yang dikenal mempunyai aktivitas anti karsinogenik (CCR 2000).

Menurut Houghton dan Zarka (1995) timoquinon yang terkandung dalam minyak Nigella sativa dapat menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase dari metabolisme arakhidonat. Lipooksigenase dapat mengatalisis pembentukan leukotrienes dari asam arakhidonat yang berfungsi sebagai mediator dari alergi dan peradangan. Siklooksigenase adalah enzim yang pertama dalam metabolisme siklooksigenase yang dihasilkan dari asam arakhidonat yang akhirnya menghasilkan prostaglandin dan trombosit. Prostaglandin juga merupakan mediator peradangan. Timoquinon juga dapat menghambat peroksidasi non enzimatis. Asam lemak tidak jenuh yang tidak lazim yang mirip dengan asam arakhidonat juga berperan dalam penghambatan substrat. Hal ini dapat mendukung fakta bahwa minyak Nigella sativa dapat melawan rematik dan peradangan (El-Dakhakhny et al. 2002).


(26)

2.4 Madu

Manfaat madu yang sangat banyak bagi kesehatan menyebabkan penggunaannya sangat beragam. Salah satu pemanfaatan madu adalah dengan menambahkan atau mencampurkan herbal yang memiliki khasiat tertentu seperti memelihara kesehatan, mengobati penyakit, dan perawatan tubuh. Tanaman yang sering dipakai sebagai campuran madu herbal antara lain adas, bawang putih, asam jawa, ciplukan, belimbing wuluh, kayu manis, kapulaga, teh, sirih, cengkeh, jahe, jeruk nipis, mengkudu, dan jintan hitam (Suranto 2004).

Madu adalah sari nektar bunga yang dihisap oleh lebah dan dikumpulkan dalam sarangnya untuk lebah ratunya. Madu sebagai zat manis yang dihasilkan oleh lebah madu, berasal dari nektar bunga yang berkembang atau dari sekresi tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Nektar kemudian diubah bentuk dan dikombinasikan dengan zat khusus yang ada pada tubuh lebah, selanjutnya disimpan hingga masak di dalam ruang penghasil madu di dalam sarang lebah. Karakteristik madu secara umum adalah manis sedikit asam, kental, dan berwarna kuning coklat. Karakteristik ini dipengaruhi oleh jenis nektar yang dihisap oleh lebah penghisap madu. Nektar adalah cairan yang kandungan utamanya terdiri dari berbagai macam gula. Senyawa lain adalah senyawa bernitrogen, mineral, vitamin, asam organik, pigmen, dan sedikit zat beraroma.

Madu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Madu mengandung berbagai jenis gula, yaitu monosakarida, disakarida dan trisakarida. Monosakarida terdiri atas glukosa dan fruktosa sekitar 70%, disakarida, yaitu maltosa sekitar 7% dan sukrosa antara 1-3%, sedangkan trisakarida antara 1-5%. Dalam madu juga terdapat banyak kandungan asam amino, vitamin, mineral, enzim serta serat. Asam amino yang terdapat dalam madu berjumlah 18 jenis. Vitamin dalam madu berupa thiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, folat, vitamin B6, B12, C, A, D, E dan vitamin K. Enzim yang terkandung dalam madu antara lain enzim invertase, amilase atau diastase, glukosa oksidase, katalase, dan asam fosfatase. Madu mengandung sekitar 15 jenis asam sehingga pH madu sekitar 3,9 (Tirtawinata 2006). Semua enzim dalam madu berguna untuk metabolisme tubuh. Madu memiliki kandungan gula berupa fruktosa dan glukosa, kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi rendah lemak (Suranto 2004).


(27)

Manfaat madu bagi kesehatan, yaitu menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan stamina tubuh. Madu dapat mengatasi penyakit lambung, radang usus, jantung, dan hipertensi. Manfaat madu lainnya, yaitu mengobati penyakit tuberkulosis, sakit mata, tekanan darah rendah, penyakit liver, impotensi, dan penyakit infeksi saluran kemih. Karakteristik madu yang kental dan sedikit asam membuat madu memiliki daya simpan yang cukup lama. Menurut Tirtawinata (2006)madu memiliki kadar pH 3.9. Nilai pH yang cukup rendah ini tidak terasa saat madu dikonsumsi karena rasa asam ini tertutupi oleh rasa manis madu. Jumlah mineral Fe dalam madu dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dalam darah. Madu mengandung energi rata-rata 326 Kkal per 100 g, terutama merupakan kontribusi dari gula. Selain mengandung gula yang memberikan rasa manis, madu mengandung vitamin B, C, K, antibiotik, dan enzim yang berasal dari lebah saat mengekstrak madu (Suranto 2004).

Gambar 4 Ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu komersial.

Campuran antara madu dan rempah-rempah disebut madu herbal. Madu dengan penambahan herbal dapat bermacam-macam sesuai jenis maupun olahan herbal yang ditambahkan pada madu. Pembuatan madu herbal dapat bermanfaat dalam menambah manfaat madu, memberikan keragaman produk madu dan rempah-rempah yang selama ini masih terbatas, serta mengembangkan produk madu herbal sebagai pemanis alami yang memiliki sifat dan fungsi tertentu. Rempah-rempah dicampurkan dalam bentuk ekstrak airnya pada pembuatan madu herbal (Suranto 2004).


(28)

2.5 Mencit (Mus musculus)

Hewan percobaan atau hewan laboratorium, yaitu semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam kegiatan penelitian biologi dan kedokteran. Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai bidang ilmu dan skala penelitian serta pengamatan laboratorik. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu seperti genetis atau keturunan, lingkungan yang memadai dalam pengelolaannnya, faktor ekonomi, mudah tidaknya diperoleh, dan mampu memberikan reaksi biologis (Malole dan Pramono 1989).

Mencit adalah hewan pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik (Malole dan Pramono 1989). Mencit termasuk ordo rodensia, memiliki sepasang gigi seri yang berbentuk pahat, sangat tajam, dan senantiasa tumbuh terus (Sigit 2004).

Sistem taksonomi mencit menurut Besselsen (2004): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Ordo : Rodensia Suborder : Sciurognathi Famili : Muridae

Subfamili : Murinae Gambar 5 Mencit (Mus musculus).

Genus : Mus (Sumber: Raslytetebano 2011).

Spesies : Mus musculus

Data biologis mencit diantaranya memiliki berat lahir pada mencit berkisar 0.5-1.0 g. Lama hidup mencit sekitar 1-3 tahun, dapat mencapai 3 tahun. Usia mencapai pubertas mencit dewasa 35 hari. Saat mencapai dewasa, berat tubuh mencit jantan dapat mencapai 20-40 g, sedangkan pada betina hanya 18-35 g.


(29)

Suhu tubuh mencit sekitar 35-39ºC. Lama kebuntingan mencit adalah 19-21 hari. Jumlah anak yang dilahirkan berkisar 6-15 ekor. Aktivitas hewan ini lebih banyak di malam hari karena termasuk hewan nokturnal. Indera penciumannya sangat peka untuk mendeteksi pakan, predator, dan signal (feromon). Penglihatan mencit jelek karena sedikit sel conus sehingga tidak dapat membedakan warna. Mencit merupakan hewan yang hidup soliter atau berkelompok (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

2.6 Lambung dan Usus Mencit (Mus musculus) 2.6.1 Lambung

Sistem pencernaan pada vertebrata terdiri atas dua bagian besar, yaitu saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Kelenjar pencernaan umumnya berupa kelenjar mukosa, hati, dan pankreas. Sistem pencernaan pada hewan-hewan vertebrata dibangun oleh pembuluh-pembuluh yang sifatnya sangat muskuler. Sistem pencernaan dimulai dari bagian mulut sampai ke anus. Adapun organ-organnya adalah rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), usus besar yang terdiri atas kolon dan rektum, serta usus buntu yang pertumbuhannya rudimenter pada sebagian hewan (Ganong 2005). Fungsi motorik lambung, yaitu penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam duodenum. Pencampuran makanan ini dibantu dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus. Fungsi pengosongan makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus (Guyton dan Hall 1997).

Secara histologi lambung terdiri dari beberapa bagian, yaitu mukosa, kelenjar lambung, dan tunika muskularis. Membran mukosa lambung membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae dan terdiri atas 3 komponen, yaitu epitelium, lamina propia, dan muskularis mukosa. Kelenjar lambung berbentuk sederhana dan bertipe tubular, serta mengandung berbagai jenis sel, yaitu sel parietal, sel utama (Chief cell), dan sel lendir leher (mucous neck cell). Sel parietal dapat ditemukan di daerah mukosa yang mengelompok di daerah proksimal kelenjar dan menghasilkan sekreta asam klorida (HCl) (Gartner dan Hiatt 2001).


(30)

Gambar 6 Histologi lambung secara 3 dimensi (sumber: NIPHE 2011).

Gambar 7 Sel parietal dan sel chief dengan pewarnaan HE. Keterangan (SP) sel parietal (SC) dan sel chief (sumber: SAHB 2009).

SP

SC


(31)

Sel utama (Chief cell) melapisi bagian bawah kelenjar lambung dan mengeluarkan enzim pepsinogen yang merupakan prekursor dari enzim pencernaan pepsin. Sel lendir leher terletak menyebar diantara sel-sel parietal pada bagian leher kelenjar dan berfungsi mensekresi mukus di permukaan. Tunika muskularis terdiri dari tiga lapisan otot. Lapisan dalam berupa lapisan otot miring, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler, dan lapisan luar berupa lapisan otot longitudinal (Gartner dan Hiatt 2001).

2.6.2 Usus Halus

Intestinum merupakan salah satu organ sistem pencernaan. Fungsi utama saluran pencernaan, yaitu mencerna dan memecah makanan menjadi lebih kecil dan sederhana sehingga dapat diserap oleh sirkulasi tubuh guna menunjang kehidupan organisme. Secara makroskopis usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Ketiga bagian ini pada dasarnya mempunyai struktur histologi yang hampir sama. Lapisan-lapisan penyusun dinding usus halus mulai dari dalam ke luar lumen usus terdiri dari tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa (Frappier 2006). Histologi lapisan-lapisan penyusun dinding usus halus dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Histologi duodenum dengan pewarnaan HE. Keterangan (1) tunika mukosa, (2) tunika submukosa, (3) tunika muskularis, (4) tunika serosa, (5) vili, (6) kripta pada mukosa, (7) kelenjar Brunner pada submukosa (sumber: Gunin 2000).


(32)

Mukosa duodenum terdiri atas beberapa lapisan, yaitu epitelium, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel duodenum merupakan epitel silindris sebaris yang terdiri dari beberapa sel, yaitu sel penyerap, sel goblet, dan sel DNES (Diffuse Neuroendocrine System). Sel penyerap mengandung beberapa enzim seperti alkalin posphatase, ATPase, maltase, dan amino peptidase. Sel goblet terletak menyebar diantara sel penyerap dan sel ini membuat musinogen yang merupakan komponen mukus lapisan pelindung lumen. Sel DNES memproduksi hormon parakrin dan endokrin (Gartner dan Hiatt 2001). Lamina propia terdiri atas jaringan ikat retikular dan fibroplastik yang longgar dan kaya pembuluh darah, saraf, maupun otot licin. Pencernaan di usus halus ditunjang oleh vili. Vili merupakan penjuluran mukosa yang berbentuk jari dan merupakan ciri khas usus halus. Tinggi vili ini bervariasi tergantung pada daerah dan jenis hewannya. Panjang vili usus halus pada mencit neonatus lebih pendek dibandingkan mencit dewasa (Shackelford dan Elwell 1999).

Gambar 9 Sel goblet pada duodenum tikus dengan pewarnaan HE (sumber: SAHB 2009).

Submukosa duodenum terdiri dari kelenjar Brunners yang mensekresikan lendir. Selain itu ditemukan pula serabut-serabut saraf dan sel ganglion yang disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner. Pleksus ini berperan dalam pengaturan sekresi dan aliran darah serta membantu beberapa fungsi sensorik


(33)

seperti menerima sinyal-sinyal terutama dari epitel usus dan dari reseptor regangan di dalam dinding usus (Guyton dan Hall 1997). Tunika muskularis dari duodenum terdiri dari lapis eksterna longitudinal dan lapis interna sirkular yang memiliki serabut otot halus berbentuk sirkuler. Diantara kedua lapis tersebut terdapat pleksus saraf parasimpatis yang disebut plexus Auerbach’s. Suplai darah untuk usus halus diberikan melalui cabang-cabang dari arteri mesenterica celiaca dan cranialis yang menembus tunika muskularis kemudian tunika submukosa. Lapisan terluar usus halus atau tunika serosa merupakan suatu lapisan jaringan penyambung yang tertutup mesotel (Frappier 2006).


(34)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada Juni 2010 dan berakhir pada Februari 2011. Tempat kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba, yaitu di Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Bagian Patologi, FKH IPB. Kegiatan pembuatan dan pengamatan preparat histologi dilaksanakan di Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu hewan coba mencit (Mus musculus) berumur 4 minggu sebanyak 72 ekor (36 ekor jantan dan 36 ekor betina). Bahan yang digunakan dalam pemeliharaan mencit pada penelitian ini adalah pakan berupa pelet pakan mencit komersial, air mineral isi ulang untuk minum mencit, desinfektan, anthelmintik Albendazole® 5% produksi Sanbe dosis 10 mg/kg bobot badan, antibiotik Clavamox® 25 mg/ kg bobot badan (Gambar 11) dan anti protozoa Flagyl® 30 mg/kg bobot badan. Proses pembuatan preparat histologi dan pewarnaan HE (Haematoxylin Eosin) dibutuhkan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, NaCl fisiologis, aquadest, alkohol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%), alkohol absolut, xylol, HE, lithium karbonat, perekat albumin, dan parafin. Pewarnaan PAS dibutuhkan reagen schiff, air sulfit, Gill’s haematoxylin, larutan periodic acid 1%, dan aquadest. Bahan perlakuan berupa ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dan madu dengan dosis yang berbeda untuk masing-masing perlakuan.

Alat yang dipergunakan selama penelitian ini berlangsung diantaranya, yaitu box plastik sebagai kandang dengan ukuran panjang 34.5 cm, lebar 28 cm, tinggi 12 cm, anyaman jaring kawat penutup kandang, kain alas, botol minum yang dilengkapi saluran air, box pakan, dispenser, sonde lambung (1.5 x 80 mm), spoit 1 ml (Gambar 10), sarung tangan, masker, sikat, hanger, timbangan digital (Precisa 3000 D), kertas label, tissue gulung, gelas ukur 50 ml, dan lemari


(35)

pendingin. Alat nekropsi yang digunakan adalah 1 paket alat bedah (gunting kecil, pinset, dan scalpel), kantung plastik hitam, spidol waterproof permanen, 1 gulung aluminium foil, 7 buah sterofoam, jarum pentul, dan botol plastik. Pembuatan preparat menggunakan tissue cassete, pensil, Sakura® automatic tissue processor, mikrotom, pencetak parafin, parafin blok console, pinset anatomis, gelas objek, gelas penutup, inkubator, mikroskop cahaya, digital electronic eyepiece camera, satu set komputer, dan perangkat lunak Image J®for Microsoft.

Gambar 10 Sonde lambung dan spoit. Gambar 11 Antibiotik Clavamox®.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan Laboratorium dan Kandang

Penelitian ini diawali dengan pengadaan peralatan dan fasilitas tempat tinggal untuk mencit seperti box plastik, tutup jaring, botol minum, dispenser, tempat pakan, kain alas, sikat, sarung tangan, spoit 1 ml, hanger, dan timbangan digital. Pakan yang akan diberikan kepada mencit ditimbang dan dibungkus ke dalam plastik. Tiap ekor mencit baik betina maupun jantan diberi pakan 5 g tiap ekornya dan air minum yang ad libitum. Pengadaan mencit sebanyak 72 ekor dilakukan setelah semua alat dan fasilitas lengkap.


(36)

3.3.2 Adaptasi dan Perlakuan pada Mencit

Aktivitas penelitian setelah proses persiapan dan pengadaan alat dan bahan, yaitu membersihkan box plastik, mencuci botol, mengganti air minum dua hari sekali, memberi pakan, dan mengganti kain alas pada box plastik. Kain yang digunakan sebagai alas pada box plastik dicuci setiap hari. Mencit yang baru datang diistirahatkan selama dua hari agar dapat beradaptasi dengan kandang baru. Mencit-mencit kemudian diberi pretreatment berupa anthelmintik Albendazole 5% dengan dosis 10 mg/kg bobot badan. Pemberian anthelmintik ini dilakukan sehari (single dose). Mencit dicekok antibiotik Clavamox 25 mg/ kg bobot badan selama 5 hari. Pretreatment selanjutnya adalah mencit dicekok anti protozoa Flagyl dengan dosis 30 mg/kg bobot badan selama 5 hari (Hrapkiewiez dan Mediana 2007).

Gambar 12 Mencit saat adaptasi kandang.

Mencit-mencit dibagi menjadi empat kelompok setelah pretreatment. Satu kelompok terdiri dari 9 ekor mencit betina dan 9 ekor mencit jantan. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol yang dicekok aquadest 0.1 ml/ekor/hari. Kelompok 2 sebagai kelompok dosis preventif yang dicekok ekstrak minyak jintan hitam sebanyak 0.1 ml/ekor/hari. Kelompok 3 sebagai kelompok dosis kuratif yang dicekok ekstrak minyak jintan hitam sebanyak 0.2 ml/ekor/hari. Kelompok 4 dicekok ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu dengan dosis sebanyak 0.3 ml/ekor/hari. Pemberian ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasinya dengan madu pada mencit berlangsung selama 2 bulan. Penentuan dosis dilakukan


(37)

berdasarkan aturan pakai pada kemasan sediaan ekstrak minyak jintan hitam komersial yang telah dikonversikan pada bobot badan mencit.

Gambar 13 Mencit saat perlakuan. Keterangan (A) di-handling saat akan dicekok, (B) dicekok dengan ekstrak minyak jintan hitam.

3.3.3 Nekropsi dan Pembuatan Preparat Histologi

Mencit-mencit dieuthanasi menggunakan metode dislokasio os atlas-ocipitale lalu dinekropsi untuk melihat gambaran patologi anatomi organ pencernaan mencit. Kadaver mencit diamati apabila ada kelainan patologinya secara makroskopis. Organ lambung dan usus halus dipisahkan dari organ lainnya. Organ-organ tersebut difiksasi dalam larutan BNF 10% selama 24-48 jam dan diberi nomor kode protokol.

Gambar 14 Prosedur euthanasi pada mencit.


(38)

Sampel jaringan kemudian di-trimming atau dipotong kecil setebal 0.5 cm dan dimasukkan ke dalam tissue cassette untuk dilakukan proses dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, dan 96%), alkohol absolut I, II, dan III masing-masing selama 2 jam. Proses dilanjutkan dengan clearing atau penjernihan. menggunakan xylol I, II, dan III masing-masing selama 40 menit. Proses selanjutnya adalah embedding ke dalam parafin I, parafin II, parafin III, dan parafin IV masing-masing selama 30 menit. Proses berlangsung secara otomatis di dalam Sakura®automatic tissue processor. Sampel organ yang telah berbentuk blok parafin disimpan dalam lemari es (suhu 4-6ºC) untuk mengeraskan parafin dan memudahkan pemotongan (sectioning) menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5µm. Preparat diberi kode protokol sesuai dengan nomor protokol pada spesimen. Hasil potongan berupa pita (ribbon) dimasukkan dengan pinset ke dalam air yang telah dihangatkan (45C). Hasil potongan diangkat dari permukaan air dengan object glass. Tahap selanjutnya adalah dilakukan pengeringan dan dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 60C selama semalam.

Pewarnaan jaringan mengunakan Haematoxylin-Eosin (HE) dan Periodic Acid Schiff (PAS). Tahap awal pewarnaan HE adalah deparafinisasi dan rehidrasi. Sediaan lalu direndam dalam Mayer’s haematoxylin selama 8 menit dan dibilas dengan air mengalir selama 30 detik. Sediaan direndam dengan lithium karbonat selama 15-30 detik lalu dibilas dengan air mengalir selama 2 menit. Perendaman dalam Eosin selama 2-3 menit lalu dibilas dengan air selama 30-60 detik. Teknik pewarnaan PAS, yakni sediaan yang sudah dideparafinisasi kemudian dicelupkan ke dalam asam asetat 1% selama 5 menit, sediaan dibilas dengan aquadest selama 5 menit. Sediaan dioksidasi ke dalam periodic acid 1% selama 5-10 menit dan dibilas dengan aquadest sebanyak tiga kali. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam Schiff reagent kira-kira 15-30 menit, dibilas dengan air sulfit sebanyak tiga kali, masing-masing pembilasan dilakukan selama 2 menit. Kemudian sediaan dibilas dengan air mengalir selama 10-15 menit dan dibilas dengan aquadest. Selanjutnya sediaan didehidrasi sampai dengan xylol. Setelah proses pewarnaan selesai, kemudian sediaan ditetesi perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup lalu dikeringkan.


(39)

3.3.4 Pengamatan Preparat Histologi

Proses pengamatan preparat digunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 200x dan 400x (20x dan 40x lensa objektif serta 10x lensa okuler) dan digital electronic eyepiece camera. Organ yang diamati adalah lambung bagian fundus dan usus halus bagian duodenum dengan luasan 240 000 µm2. Pengamatan pada lambung dilakukan untuk mengamati sel-sel jaringan lambung mulai dari lumen hingga lapisan serosa seperti jumlah sel chief, sel parietal, sel mukus permukaan dan sel radang. Pengamatan pada duodenum terdiri dari tinggi vili, jumlah kripta, sel goblet, dan sel radang pada lapisan mukosa. Data kuantitatif diperoleh menggunakan perangkat lunak Image J sebanyak 10 lapang pandang. Selain itu terdapat data bobot badan mencit yang dihitung tiap minggu saat sebelum dan setelah perlakuan. Hasil perhitungan parameter-parameter tersebut dapat dijadikan indikator dari efek pemberian ekstrak minyak jintan hitam maupun kombinasinya dengan madu terhadap gambaran histologi organ lambung dan usus halus mencit.

3.4 Analisis Data

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk foto dan angka hasil perhitungan (kuantitatif). Data kuantitatif yang terdiri dari jumlah sel parietal, sel chief, sel mukus permukaan pada lambung, jumlah kripta, sel goblet, sel radang, dan tinggi vili usus halus disajikan dalam bentuk Mean ± Standar Deviation menggunakan metode One Way ANOVA. Data dilanjutkan dengan Duncan test untuk membandingkan tiap kelompok perlakuan. Kebermaknaan dalam perbedaan hasil didapatkan dengan metode one way ANOVA untuk menilai perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi perlakuan ekstrak minyak jintan hitam pada tingkat dosis yang berbeda dan kelompok perlakuan ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu. Nilai p< 0.05 ditetapkan hasilnya bermakna atau signifikan berbeda nyata (Murti 1996).


(40)

4.1 Lambung

Mencit-mencit yang telah dinekropsi, organ lambung dan usus halus diamati patologi anatominya. Organ lambung mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tampak normal. Mukosa lambung berwarna rose, konsistensi kenyal, dan permukaan yang licin. Selain itu pada bagian ini tidak ditemukannya adanya perdarahan dan kebengkakan pada semua kelompok baik jantan maupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan kesehatan hewan coba baik dan tidak ditemukannya efek dari suatu malfungsi organ. Gambaran histologi lambung berupa jumlah sel parietal, sel chief, sel mukus permukaan, dan sel radang pada lapisan mukosa lambung diamati menggunakan perangkat lunak Image J. Data yang diperoleh kemudian diuji secara statistik dengan ANOVA.

A. Sel Parietal

Hasil uji statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah sel parietal dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji menunjukkan perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi madu (p<0.05).

Tabel 7 Rataan jumlah sel parietal mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam Jenis

kelamin

Perlakuan

Kontrol JH preventif JH kuratif JH + madu

Jantan 44.75 ± 24.85a 161.53 ± 98.04b 167.50 ± 83.82b 174.60 ± 49.9b Betina 76.70 ± 47.97a 128.77 ± 72.55b 152.73 ± 73.36c 170.87 ± 3.98bc

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.

Pemberian ekstrak minyak jintan hitam menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah sel parietal pada kelompok perlakuan dosis preventif, kuratif, dan ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu. Gambar 15 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah sel parietal dan sel chief pada kelompok yang diberi ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasinya dengan madu.


(41)

Jumlah sel parietal pada kelompok kontrol mencit jantan maupun betina lebih rendah daripada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi madu. Kelompok perlakuan mencit jantan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu lebih responsif daripada kelompok perlakuan lainnya. Kelompok ini memiliki jumlah sel parietal yang paling tinggi. Peningkatan jumlah sel parietal ini dapat disebabkan pengaruh senyawa timoquinon yang terkandung di dalam ekstrak minyak jintan hitam. Senyawa ini berperan sebagai antioksidan. Timoquinonyang terkandung dalam ekstrak minyak Gambar 15. Fotografi mikro perbandingan sel parietal dan sel chief pada

lambung mencit dengan pewarnaan HE.

Keterangan: (A) Kontrol, (B) JH preventif, (C) JH kuratif, JH+ madu.

A

D

C

SC

SP

SC

SC

SP

SP

SC

B

SP


(42)

Nigella sativa memiliki aktivitas antioksidan yang memegang peranan sangat penting sebagai protektor radikal bebas (Thippeswammy dan Naidu 2005).

Radikal bebas merupakan molekul yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid pada mukosa lambung sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Peningkatan permeabilitas sel tersebut akan memudahkan terjadinya difusi kembali asam lambung sehingga keasaman lambung dapat meningkat. Aktivitas antioksidan sebagai protektor radikal bebas dari timoquinon dapat menghambat peroksidasi lipid pada mukosa lambung dan mencegah peningkatan permeabilitas sel. Keadaan permeabilitas sel yang terjaga dengan baik menyebabkan sel parietal dapat bertahan hidup lebih lama dan jumlahnya meningkat serta terhindarnya difusi kembali asam lambung.

Sekresi HCl dari sel parietal di dalam lambung berguna untuk misalnya pepsin (enzim untuk mencerna protein) memerlukan pH relatif rendah yakni sekitar 2-3. Selain itu lingkungan asam adalah kondisi yang bagus bagi mikroorganisme menguntungkan dan sebaliknya akan berpengaruh negatif terhadap mikroorganisme patogen (Ulfah 2006). Peningkatan jumlah sel parietal akan menjaga kondisi lambung tetap asam sehingga dapat memperkecil kemungkinan infeksi dari mikroorganisme patogen. Selain itu sintesis protein oleh pepsin juga berjalan lancar pada kondisi asam sehingga kecernaan zat-zat makanan khususnya protein menjadi lebih baik.

B. Sel Chief

Sel chief atau sel zymogen merupakan sel yang bertugas dalam sekresi pepsinogen, lipase, dan kimosin. Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, memiliki sitoplasma yang basofilik dan inti bulat. Sekresi pepsinogen dipengaruhi beberapa faktor seperti aktivitas kolinergik dari nervus vagus dan kondisi asam dalam lambung. Aktivitas sel chief berhubungan dengan sel parietal. Pepsinogen yang dihasilkan sel chief diubah menjadi pepsin dalam suasana asam (Rafsanjani et al. 2006).


(43)

Gambar 16. Fotografi mikro (SP) sel parietal dan (SC) sel chief lambung mencit dengan pewarnaan HE.

Hasil pengolahan data jumlah sel chief pada lambung mencit dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil uji statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah sel chief pada lambung mencit diperoleh hasil perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p<0.05). Perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ini terjadi baik pada mencit jantan maupun mencit betina. Pemberian ekstrak minyak jintan hitam menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah sel chief pada kelompok perlakuan dosis preventif, kuratif, dan ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu. Kelompok perlakuan mencit jantan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu memiliki jumlah sel chief paling tinggi.

Tabel 8 Rataan jumlah sel chief pada setiap mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)

Jenis kelamin

Perlakuan

Kontrol JH preventif JH kuratif JH + madu

Jantan 168.30 ± 43.23 a 247.30 ± 48.82 b 249.20 ± 59.16 b 281.03 ± 57.01 c Betina 178.40 ± 78.94 a 211.53 ± 36.50 b 245.07 ± 41.63 c 249.03 ± 43.03 c

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.

Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa jumlah sel chief pada lambung kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Peningkatan jumlah sel chief dipengaruhi senyawa yang terkandung di dalam

SP


(44)

ekstrak minyak jintan hitam. Timoquinon, dithimoquinon, timohidroquinon, dan timol yang terkandung dalam ekstrak minyak Nigella sativa memiliki aktivitas farmakologi. Secara khusus timoquinon memiliki efek antioksidan, anti mikroba, hipoglikemik, anti tumor, efek hepatoprotektif, inhibisi generasi eikosanoid dan peroksidasi membran lipid. Aktivitas antioksidan memegang peranan sangat penting sebagai protektor radikal bebas (Thippeswammy dan Naidu 2005). Adanya senyawa timoquinon dalam ekstrak minyak jintan hitam sebagai antioksidan dan anti mikroba dapat menghambat peroksidasi lipid sehingga radikal bebas dapat terikat dan integritas membran sel tetap terjaga (Diamita 2009). Selain itu vitamin E yang terkandung dalam madu juga berperan sebagai antioksidan. Jadi tidak hanya timoquinon dari ekstrak minyak jintan hitam tetapi juga vitamin E yang terkandung di dalam madu memiliki aktivitas antioksidan. Oleh karena itu kelompok perlakuan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu memiliki jumlah sel chief yang paling tinggi.

Sel parietal dan sel chief bekerja sama dalam mencerna zat-zat makanan di dalam lambung. Sel chief berperan dalam sekresi pepsin, lipase, dan kimosin, yakni enzim untuk mencerna protein dan lemak. Enzim-enzim ini bekerja dalam kondisi lambung yang asam. Kondisi asam pada lambung dipengaruhi oleh HCl yang disekresikan oleh sel parietal. Adanya peningkatan jumlah sel chief dan sel parietal dapat meningkatkan zat-zat makanan yang dicerna. Enzim-enzim yang disekresikan dapat mensintesis protein dan lemak dari makanan sehingga nilai kecernaan dari zat-zat makanan pun dapat meningkat. Aktivitas antioksidan dari timoquinon dan vitamin E dapat mengikat radikal bebas yang dapat meyebabkan peroksidasi lipid pada mukosa lambung. Antioksidan dapat mencegah peroksidasi lipid dan menjaga integritas membran sel sehingga kinerja sel parietal dan sel chief tetap terjaga dari radikal bebas. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah sel parietal dan sel chief pada kelompok mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu.


(45)

C. Sel Mukus Permukaan

Hasil uji statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah sel mukus permukaan lambung dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan jumlah sel mukus permukaan lambung yang diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)

Jenis kelamin

Perlakuan

Kontrol JH preventif JH kuratif JH + madu

Jantan 28.40 ± 7.71b 17.67 ±7.55 a 17.33 ± 8.78 a 13.10 ± 8.13 a Betina 21.45 ± 10.16b 10.33 ± 7.34 a 12.67 ± 8.22 a 13.47 ± 6.19 a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.

Hasil uji menunjukkan antara kelompok mencit kontrol dengan kelompok mencit perlakuan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi madu memiliki perbedaan signifikan (p<0.05). Pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) menunjukkan bahwa jumlah sel mukus permukaan pada lambung mencit kelompok perlakuan dosis preventif, kuratif, dan ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu lebih rendah daripada kelompok kontrol. Perbedaan ini terjadi baik pada mencit jantan maupun mencit betina.

Mukosa lambung biasanya ditutupi oleh lapis mukus pelumas yang melindungi epitel terhadap abrasi makanan. Lapis mukus ini merupakan hasil sekresi dari sel-sel mukus pada epitel permukaan. Selain sebagai pelumas, mukus yang dihasilkan oleh sel-sel ini juga melindungi mukosa dari pencernaan asam dan enzim hidrolitik lambung. Produksi mukus yang meningkat dapat mengindikasikan adanya respon kekebalan terhadap antigen. Menurut Chakhravarty (1993) kristal nigellon yang terdapat dalam ekstrak jintan hitam dapat memberi efek supresif. Penelitian Thippeswammy dan Naidu (2005) bahwa adanya aktivitas anti inflamasi dari nigelone yang merupakan polimer karbonil dari timoquinon. Kristal-kristal nigelon dapat menghambat protein kinase C, sebuah zat yang dapat memicu pelepasan histamin. Penurunan produk histamin dapat mencegah inflamasi lebih lanjut. Oleh karena itu produksi mukus sel permukaan lambung pada kelompok yang diberi ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi madu lebih sedikit daripada kelompok kontrol karena adanya efek anti inflamasi dari nigelon.


(46)

Gambar 17. Fotografi mikro sel mukus permukaan pada mukosa lambung mencit dengan pewarnaan PAS.

Keterangan: ((A) Kontrol, (B) JH preventif, (C) JH kuratif, (D) JH + madu, (SM) sel mukus.

Gambar 17 menunjukkan perbandingan jumlah sel-sel mukus permukaan pada mukosa lambung antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol jumlah sel-sel mukus permukaannya lebih banyak daripada kelompok lainnya. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antar kelompok perlakuan preventif, kuratif, maupun kombinasi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu. Perubahan fisiologis pada individu dapat terjadi secara internal dan eksternal. Secara internal antara lain pertambahan umur, status gizi,

A

SM

SM

B

SM

C

D


(47)

dan kondisi kesehatan. Sedangkan secara eksternal dapat terjadi perubahan akibat infeksi atau terpapar oleh berbagai agen infeksius (Guyton dan Hall 2005).

D. Sel Radang

Selain sel parietal, sel chief, dan sel mukus permukaan, parameter yang diamati adalah jumlah sel radang pada lapisan mukosa lambung. Hasil uji statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah sel radang pada mukosa lambung diperoleh hasil perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p<0.05). Perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ini terjadi baik pada mencit jantan maupun mencit betina. Hasil uji statistik ANOVA dan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 10 dan gambaran histopatologi sebaran sel radang dapat dilihat pada Gambar 18.

Tabel 10 Rataan jumlah sel radang pada lapis mukosa lambung mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)

Jenis kelamin

Perlakuan

Kontrol JH preventif JH kuratif JH + madu Jantan 64.70 ± 16.80 c 52.50 ± 16.65 b 38.63 ± 11.60 a 32.90 ± 10.71 a Betina 69.30 ± 25.29 c 58.93 ± 19.25 b 43.70 ± 17.05 a 34.53 ± 10.66 a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.

Gambar 18 menunjukkan pemberian ekstrak minyak jintan hitam menunjukkan bahwa jumlah sel radang pada kelompok kontrol lebih banyak daripada kelompok perlakuan dosis preventif, kuratif, dan ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu. Kelompok perlakuan mencit jantan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu memiliki jumlah sel radang yang paling sedikit daripada kelompok lainnya. Jumlah sel radang pada kelompok perlakuan yang lebih rendah daripada kelompok kontrol disebabkan adanya efek supresif yang mekanismenya seperti aktivitas anti inflamasi dari senyawa di dalam ekstrak minyak jintan hitam. Efektivitas ekstrak Nigella sativa sebagai anti inflamasi dibuktikan dari adanya nigelone, yakni suatu polimer karbonil dari timoquinon, ditimoquinon, dan timohidroquinon yang dapat berfungsi sebagai fasilitas anti inflamasi (Thippeswammy dan Naidu 2005).


(48)

Gambar 18. Fotografi mikro sel radang pada mukosa lambung mencit dengan pewarnaan HE.

Keterangan: ((A) Kontrol, (B) JH preventif, (C) JH kuratif, (D) JH + madu, (SR) sel radang.

Zaoui et al. (2002) mengemukakan bahwa terjadi penurunan jumlah neutrofil yang signifikan pada tikus yang diberi treatment oral ekstrak minyak jintan hitam secara rutin selama 12 minggu. Menurut Helander dalam Lambert et al. (2001) pemberian Nigella sativa dapat melindungi dinding lambung dan saluran pencernaan terhadap terjadinya ulkus sampai dengan 53.56 % dengan cara meningkatkan kadar musin dan glutathion, serta menurunkan kadar zat histamin dan formasi pembentukan ulkus pada organ-organ tersebut. Musin dan glutathion

A

B

C

SR

D

SR

SR


(49)

dapat melindungi epitel lambung. Musin merupakan glikoprotein yang melindungi epitel dari efek asam empedu (Raharja dan Tan 2007). Glutathion adalah molekul sangat sederhana yang diproduksi secara alami sepanjang waktu di dalam tubuh. Senyawa ini merupakan kombinasi dari tiga blok bangunan sederhana dari protein atau asam amino sistein, glisin, dan asam glutamat. Glutathion berfungsi sebagai antioksidan kuat. Menurut Poot et al. (1995) glutathion juga berperan dalam proses proliferasi sel dan mengatur regulasi apoptosis sel. Tanpa proteksi dari glutathion, tingkat kematian sel, penuaan dini, dan terjadinya infeksi menjadi lebih cepat (Hall 1999). Glutathion ditunjang oleh keberadaan asam folat, vitamin B6, B12, C, E, dan mineral Selenium (Hyman 2010). Zat-zat tersebut terdapat dalam jintan hitam dan madu (Babayan et al. 2006; Nergiz dan Ötles 1993; Suranto 2004).

Pelepasan histamin dan leukotrien secara langsung dapat menimbulkan bronkospasmus, pelepasan sitokin oleh sel mast, sel T, fibroblast, sel endotelial dan epitelial, mengaktifasi neutrofil, eosinofil dan makrofag, sehingga menimbulkan alergi inflamasi kronis (Noorcahyati 2003). Sel-sel radang akan tertarik ke tempat adanya histamin. Namun kadar histamin yang turun dapat mempengaruhi respon alergi (Townsend 2003) dan mencegah proses inflamasi lebih lanjut. Adanya nigelon sebagai anti inflamasi yang terkandung di dalam ekstrak minyak jintan hitam dapat menghambat pelepasan histamin. Jadi apabila produk histamin menurun, maka sel-sel radang tidak akan datang ke mukosa lambung mencit.

4.2 Usus Halus

Makanan dari lambung akan masuk ke duodenum. Fungsi utama duodenum dan jejunum bagian awal adalah untuk sekresi, sedangkan jejunum dan ileum berfungsi untuk absorpsi (Boudinot 2010). Pengamatan gambaran histologi usus halus mencit meliputi jumlah kripta, tinggi vili, jumlah sel goblet, dan jumlah sel radang pada mukosa usus halus. Organ usus halus mencit baik jantan maupun betina tampak normal. Mukosa usus halus berwarna rose, konsistensi kenyal, dan pemukaan tampak licin. Selain itu pada semua kelompok mencit tidak ditemukan adanya edema, kongesti maupun hemoragi yang dapat dijadikan indikator suatu malfungsi organ.


(50)

A. Kripta Usus Halus

Mukosa usus halus dicirikan dengan vili yang meninggi di daerah permukaan untuk menyerap nutrisi dan terdapat tubular pendek yang melekuk ke dalam sebagai sisi pelindung stem cell, yang disebut kripta. Sel-sel kripta menyediakan sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel permukaan vili yang terbuang ke dalam lumen usus (Rotinsulu 2008).

Tabel 11 Rataan jumlah kripta usus halus pada mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)

Jenis kelamin

Perlakuan

Kontrol JH preventif JH kuratif JH + madu

Jantan 10.10 ± 2.69 a 13.90 ± 7.72 b 14. 27 ± 6.46 b 16.47 ± 6.46 b Betina 9.95 ± 3.95 a 13.90 ± 6.38 b 14.40 ± 8.26 b 16.57 ± 7.12 b

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.

Hasil uji statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah kripta usus halus pada Tabel 11 diperoleh hasil perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p<0.05). Pemberian ekstrak minyak jintan hitam menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kripta usus halus pada kelompok perlakuan. Peningkatan jumlah kripta usus halus diantara kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05). Peningkatan jumlah kripta terjadi baik pada mencit jantan maupun mencit betina. Kelompok perlakuan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu memiliki jumlah kripta paling banyak. Gambaran histologi kripta usus halus dapat dilihat pada Gambar 19. Peningkatan jumlah kripta ini bermanfaat untuk proses pencernaan. Sel-sel kripta akan menyediakan sel baru untuk menggantikan sel-sel permukaan vili yang terbuang ke lumen usus. Sel-sel-sel epitel yang terletak jauh di dalam kripta Lieberkuhn terus-menerus mengalami mitosis, dan sel-sel baru secara perlahan-lahan bermigrasi sepanjang membran basal naik ke atas keluar dari kripta menuju tepi vili sehingga secara terus-menerus menggantikan epitel vili. Sewaktu sel-sel vili menjadi tua, sel-sel tersebut akhirnya dilepaskan ke dalam sekresi usus. Pertumbuhan yang cepat dari sel-sel baru juga membuat perbaikan ekskoriasi (kerusakan kimiawi di epitel) di dalam mukosa berlangsung cepat (Guyton dan Hall 1997).


(51)

Gambar 19. Fotografi mikro kripta usus halus pada mencit dengan pewarnaan HE.

Keterangan: ((A) Kontrol, (B) JH preventif, (C) JH kuratif, (D) JH+ madu, (K) kripta.

Kondisi vili akan terjaga dari kerusakan karena sel-sel permukaan untuk mengabsorbsi makanan akan cepat digantikan sel-sel baru dari kripta. Peningkatan jumlah kripta ini juga dapat disebabkan peran timoquinon sebagai antioksidan. Radikal bebas-radikal bebas yang dapat menganggu kondisi sel-sel kripta dihambat oleh aktivitas antioksidan dari timoquinon. Oleh karena itu kelangsungan hidup sel-sel kripta dapat terjaga baik dan fungsinya untuk menyediakan sel-sel baru untuk regenerasi sel-sel permukaan vili tetap optimal.

K

A

K

B

K

C

K


(52)

B. Tinggi Vili

Pemberian ekstrak minyak jintan hitam juga mempengaruhi tinggi vili usus halus mencit jantan dan mencit betina. Hasil uji statistik pengaruh ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasinya dengan madu dapat dilihat pada Tabel 12. Gambaran histologi tinggi vili usus halus dapat dilihat pada Gambar 20.

Tabel 12 Rataan vili usus halus (µm) pada mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam (JH)

Jenis kelamin

Perlakuan

Kontrol JH preventif JH kuratif JH + madu

Jantan 273.35 ±40.72a 344.82 ± 36.08b 397.86 ±50.24c 414.56 ± 41.08c Betina 256.34 ±47.97a 310.09 ± 70.09b 373.84 ±43.06c 361.17 ± 31.36c

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kelompok perlakuan.

Terjadi peningkatan tinggi vili usus halus pada kelompok perlakuan dosis preventif, kuratif, dan ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu. Hasil uji statistik ANOVA dan uji Duncan terhadap tinggi vili usus halus diperoleh hasil perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p<0.05). Perbedaan ini terjadi baik pada mencit jantan maupun mencit betina. Kelompok perlakuan mencit jantan yang diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu memiliki vili yang paling tinggi daripada kelompok lainnya.

Pencernaan di usus halus ditunjang oleh vili yang merupakan bentuk khusus pada tunika mukosa. Vili merupakan penjuluran mukosa yang berbentuk jari dan merupakan ciri khas usus halus. Peningkatan tinggi vili disebabkan adanya peningkatan asam lemak rantai pendek yang berperan dalam perbanyakan sel epitel usus. Asam lemak rantai pendek merupakan komponen fosfolipid membran epitel. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan usus, diantaranya adalah lingkungan dan bahan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan (Mitchell dan Carlisle 1992). Demikian juga komposisi zat dalam pakan dan zat aktif dalam ekstrak tanaman tertentu yang dibubuhkan dalam pakan mempengaruhi pertumbuhan vili usus (Jamroz et al. 2006).


(53)

Gambar 20. Fotografi mikro tinggi vili usus halus dengan pewarnaan HE. Keterangan: ((A) Kontrol, (B) JH preventif, (C) JH kuratif, (D) JH+ madu, (TV) tinggi vili.

Gambaran histologi vili usus halus mencit dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar tersebut tampak bahwa kelompok jintan hitam kombinasi madu memiliki vili yang lebih tinggi daripada kelompok lainnya.Senyawa timoquinon yang terkandung di dalam ekstrak minyak jintan hitam berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan yang dimiliki timoquinon dapat mengikat radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid yang dapat merusak sel. Selain itu ekstrak minyak jintan hitam juga mengandung beberapa asam lemak yang berperan dalam perbanyakan epitel usus. Miristat, palmitat, stearat, oleat, dan linoleat merupakan asam lemak yang terkandung di dalam ekstrak minyak jintan hitam (Nergiz dan

TV

D

B

C

A


(1)

Madu

T-Test

Paired Samples Statistics

16.6333 3 1.76548 1.01930

33.8200 3 1.23746 .71445

SEBELUM SESUDAH Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

-17.18667 .65577 .37861 -18.81569 -15.55765 -45.394 2 .000 SEBELUM - SESUDAH

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Hipotesis :

H0 : µsebelum = µsesudah H0 : µsebelum ≠ µsesudah

Nilai-p(0.000) < alpha 5% maka tolak H0 artinya bobot badan sebelum perlakuan berbeda nyata dengan bobot badan sesudah perlakuan untuk mencit jantan kombinasi madu. Rata-rata sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum perlakuan.


(2)

Uji –t per kelompok untuk mencit betina Kontrol

T-Test

Paired Samples Statistics

15.8733 3 2.40801 1.39027

26.6700 3 .60893 .35157

SEBELUM SESUDAH Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

-10.79667 1.85971 1.07371 -15.41645 -6.17688 -10.056 2 .010

SEBELUM - SESUDAH Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Hipotesis :

H0 : µsebelum = µsesudah H0 : µsebelum ≠ µsesudah

Nilai-p(0.010) < alpha 5% maka tolak H0 artinya bobot badan sebelum berbeda nyata dengan bobot badan sesudah untuk mencit betina kontrol. Rata-rata sesudah lebih tinggi rata-rata sebelum perlakuan.


(3)

Preventif T-Test

Paired Samples Statistics

19.2267 3 2.67997 1.54728

26.9400 3 .50210 .28989

SEBELUM SESUDAH Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

-7.71333 2.17819 1.25758 -13.12427 -2.30240 -6.133 2 .026 SEBELUM - SESUDAH

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Hipotesis :

H0 : µsebelum = µsesudah H0 : µsebelum ≠ µsesudah

Nilai-p(0.026) < alpha 5% maka tolak H0 artinya bobot badan sebelum perlakuan berbeda nyata dengan bobot badan sesudah perlakuan untuk mencit betina preventif . Rata-rata sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum perlakuan.


(4)

Kuratif T-Test

Paired Samples Statistics

19.3367 3 2.21712 1.28006

26.8067 3 1.31535 .75941

SEBELUM SESUDAH Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

-7.47000 1.62231 .93664 -11.50005 -3.43995 -7.975 2 .015 SEBELUM - SESUDAH

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Hipotesis :

H0 : µsebelum = µsesudah H0 : µsebelum ≠ µsesudah

Nilai-p(0.015) < alpha 5% maka tolak H0 artinya bobot badan sebelum perlakuan berbeda nyata dengan bobot badan sesudah perlakuan untuk mencit betina kuratif . Rata-rata sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum perlakuan.


(5)

Madu T-Test

Paired Samples Statistics

19.2133 3 2.59238 1.49671

24.2533 3 .63689 .36771

SEBELUM SESUDAH Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

-5.04000 1.96817 1.13632 -9.92921 -.15079 -4.435 2 .047 SEBELUM - SESUDAH

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Hipotesis :

H0 : µsebelum = µsesudah H0 : µsebelum ≠ µsesudah

Nilai-p(0.047) < alpha 5% maka tolak H0 artinya bobot badan sebelum perlakuan berbeda nyata dengan bobot badan sesudah perlakuan untuk mencit kombinasi madu betina. Rata-rata sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum perlakuan.


(6)

(Mus musculus). Di bawah bimbingan SRI ESTUNINGSIH DAN VETNIZAH JUNIANTITO.

Habatussauda atau biji jintan hitam (Nigella sativa) adalah obat herbal yang terkenal di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan histologi organ lambung dan usus halus mencit yang diberi ekstrak minyak jintan hitam. Mencit berumur 4 minggu sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 36 mencit jantan dan 36 mencit betina dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 (kontrol) yang diberi aquadest sebanyak 0.1 ml/ekor/hari. Kelompok 2 diberi ekstrak minyak jintan hitam sebanyak 0.1 ml/ekor/hari dan kelompok 3 sebanyak 0.2 ml/ekor/hari. Kelompok 4 diberi ekstrak minyak jintan hitam kombinasi madu sebanyak 0.3 ml/ekor/hari. Semua perlakuan dilakukan secara oral setiap hari selama 2 bulan. Mencit dieuthanasi menggunakan metode dislokasio os atlanto-occipitalis dan diambil sampel organnya. Sampel organ lambung dan usus halus mencit difiksasi dalam larutan Buffered Neutral Formaline (BNF) 10%,

embedding dalam parafin, lalu diwarnai menggunakan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dan Periodic Acid Schiff (PAS). Hasil analisis menunjukkan bahwa

pemberian ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasinya dengan madu dapat meningkatkan secara signifikan (P<0.05) jumlah sel parietal dan sel chief, menurunkan jumlah sel mukus permukaan dan sebaran sel radang pada mukosa lambung. Selain itu dapat meningkatkan tinggi vili, jumlah kripta, menurunkan sebaran sel radang dan sel goblet pada mukosa usus halus apabila dibandingkan dengan kontrol. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0.05) antar kelompok perlakuan pada semua parameter baik jantan maupun betina. Data ini juga menunjukkan adanya aktivitas proteksi sel terhadap kerusakan dan aktivitas supresif sel radang yang diberi ekstrak minyak jintan hitam pada saluran pencernaan mencit.