Pengembangan Pemilahan Bambu Utuh Berdasarkan Metode Defleksi Dan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik Untuk Jenis Bambu Hitam (Gigantochloa Atroviolaceae Dan Bambu Tali (Gigantochloa Apus)

PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH
MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN
GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU
HITAM (Gigantochloa atroviolaceae) DAN BAMBU TALI
(Gigantochloa apus)

INDAH PRATIWI HUTASUHUT

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul PEMILAHAN
BAMBU UTUH MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN
GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM
(Gigantochloa atroviolaceae) DAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Indah Pratiwi Hutasuhut
NIM E24110037

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
INDAH PRATIWI HUTASUHUT. Pengembangan Pemilahan Bambu Utuh
Berdasarkan Metode Defleksi dan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik untuk
Jenis Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae dan Bambu Tali (Gigantochloa
apus). Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan LINA KARLINASARI.
Bambu adalah salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
bahan baku pengganti kayu. Bambu mempunyai masa panen yang pendek yaitu

hanya 3 sampai 5 tahun, potensinya cukup besar dibeberapa daerah dan bersifat
renewable resources serta sangat sesuai dengan kebutuhan industri. Pemilahan
bambu dilakukan untuk mengevaluasi sifat mekanis bambu utuh. Pemilahan
didasarkan pada penentuan sifat mekanis modulus elastisitas (MOE) melalui dua
cara yaitu destruktif dan non destruktif. Cara destruktif dilakukan hingga merusak
bambu berdasarkan pengujian lentur statis menggunakan UTM (Universal testing
machine) untuk menentukan MOEs. Cara non destruktif dilakukan tanpa merusak
bambu dan tanpa mengurangi atau menghilangkan fungsi akhir dari bambu
tersebut menggunakan mesin pemilah „Panter‟ yang berbasis pengujian defleksi
(MOEp) dan alat „SylvatestDuo®‟ berbasis gelombang bunyi ultrasonic (MOEus).
Jenis bambu yang dipakai adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae) dan
bambu tali (Gigantochloa apus). Hasil penelitian menunjukkan bambu hitam
memiliki karakteristik dinding pembuluh, kerapatan, kadar air, dan MOE yang
lebih besar dibandingkan bambu tali. Pemilahan bambu menggunakan metode
gelombang ultrasonik memiliki nilai MOEus ± 5 kali lebih besar daripada
pemilahan defleksi MOEp dan ± 4 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis
(MOEs) baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Sementara itu, pada
pengujian metode defleski MOEs ± 1.0-1.44 kali lebih besar dibandingkan
pengujian MOEp.
Kata kunci: bambu hitam, bambu tali, MOE, ultrasonik, pemilahan.

ABSTRACT
INDAH PRATIWI HUTASUHUT. Development of Grading System on Culm of
Hitam Bamboo (Gigantochloa atroviolaceae) and Tali Bamboo (Gigantochloa
apus) Based on Deflection and Ultrasonic Wave Velocity Methods. Supervised by
NARESWORO NUGROHO and LINA KARLINASARI.
Bamboo is a raw material used as wood substitute. Bamboo has a short
harvest period is only 3 to 5 years. Its potential is quite large and known as
renewable resources which can fulfill industry needed related to raw material.
Bamboo grading was carried out to evaluate the mechanical ptalirties of the culm
bamboo in determining the mechanical ptalirties of modulus of elasticity (MOE)
based on destructive and non-destructive testing. Destructive testing was carried
out using UTM (Universal testing machine) to determine static bending of MOEs.
Meanwhile, nondestructive testing were conducted based on deflection method

using grading machine “Panter” to determine MOEp and ultrasonic based method
using “SylvatestDuo®” for determining MOEus. Bamboos known as hitam
bamboo (Gigantochloa atroviolaceae) and tali bamboo (Gigantochloa lear) were
used in this study. The results showed that hitam bamboo had thickness wall
characteristics, density, moisture content, as well as MOE larger than tali bamboo.
Sorting bamboo using ultrasonic waves method revealed that MOEus was about 5

times higher than sorting based on deflection method of MOEp, and about 4 times
larger than that static testing (MOES) for both hitam bamboo and tali bamboo. In
addition, the deflection method testing of MOEs was about 1.0-1.44 times greater
than MOEp testing.
Key words: grading, hitam bamboo, MOE, tali bamboo, ultrasonic.

PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH BERDASARKAN
METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN GELOMBANG BUNYI
ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM (Gigantochloa
atroviolaceae) DAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus)

INDAH PRATIWI HUTASUHUT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

Judul Skripsi :Pengembangan Pemilahan Bambu Utuh Berdasarkan Metode
Deleksi dan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik untuk Jenis

( Gigantochloa atroviolaceae)
( Gigantochloa apus)

Bambu Hitam
Nama

:Indah Pratiwi Hutasuhut

NIM

:E24110037

Disetujui oleh


Dr Ir Naresworo Nugroho,MS
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

. 0 B MAR 2016

dan Bambu Tali

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pengembangan pemilahan bambu utuh menggunakan metode defleksi dan
kecepatan gelombang bunyi ultrasonik untuk jenis bambu hitam (Gigantochloa
atroviolaceae) dan bambu tali (Gigantochloa apus).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nareswowo Nugroho, Ms
dan Ibu Lina Karlinasari, Shut Msc FTrop selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan masukan selama proses penelitian. Ucapan terimakasih juga

saya sampaikan kepada bapak Dr Ir Tutut Suminarto, MSi sebagai penguji pada
sidang akhir saya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mama,
kakak dan adik-adik. Tidak lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada laboran
rekayasa desain bangunan kayu yang sudah membantu saya mulai awal penelitian
sampai akhir dan terimakasih pada rekan penelitian serta teman sebimbingan yang
sudah membantu dalam penelitian ini dan ucapan terimakasih juga saya
sampaikan kepada rekan-rekan keluarga besar IMATAPSEL Bogor khusus nya
angkatan 48 dan keluarga besar Teknologi Hasil Hutan angkatan 48 atas segala
doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Indah Pratiwi Hutasuhut

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Bahan

2

Alat

2

Proses Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN


7

Hasil

7

Pembahasan

7

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran


14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Karateristik bambu hitam dan bambu tali
Karakteristik diameter dan tebal dinding bambu
Kadar air dan kerapatan bambu hitam dan bambu tali
Perbandingan modulus elastisitas bambu hitam dan bambu tali

6
6
7
12

DAFTAR GAMBAR
1. Kegiatan pemilahan menggunakan mesin pemilah kayu panter (a),
dudukan bambu ditengah bentang (b), model dudukan bambu (c)
2. Pengujian kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
3. Pengujian Statis
4. Pengujian fisis bambu
5. MOEp bambu hitam dan bambu tali
6. Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu hitam
7. Energi rambat gelombang bunyi bambu hitam
8. Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu tali
9. Energi rambat gelombang bunyi bambu tali
10. MOEus bambu hitam
11. MOEus bambu tali
12. MOEs bambu hitam dan bambu tali
13. MOR bambu hitam dan bambu tali

3
4
5
5
8
9
9
10
10
11
11
12
14

DAFTAR LAMPIRAN
1. Karakteristik bambu utuh
2. MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan mesin pemilah

16

'Panter'

16

ultrasonik 'SylvatestDuo'

17

pembebanan two point loading

17

3. MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan alat NDT
4. MOE dan MOR pengujian bambu utuh menggunakan UTM dengan

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bambu merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai sumber
bahan baku pengganti kayu. Beberapa kelebihan bambu ialah pertumbuhannya
cepat dan mudah dibentuk (Dransfield dan Widjaja 1995). Penggunaan bahan
baku yang sesuai dengan sifat dasarnya, yaitu sifat anatomi, fisis, dan mekanis
akan memberi manfaat yang lebih besar sehingga penggunaan bahan baku akan
menjadi lebih efisien dan efektif. Beberapa penelitian sifat-sifat dasar bambu
untuk rekayasa bangunan telah banyak dilakukan, antara lain oleh Lestari (1994)
dan Nuryatin (2000).
Pemanfaatan bambu untuk bahan konstruksi biasanya dalam bentuk bambu
utuh (culm bamboo). Terdapat berbagai jenis bambu yang bisa dijadikan sebagai
bahan baku konstruksi. Kegiatan pemilihan atau pemilahan merupakan usaha
untuk memilih bambu yang dapat dilakukan secara langsung dengan melihat
visual fisik bambu yang terdiri dari ada tidaknya retak pada bambu, kondisi ruas
dan buku serta warna bambu. Selain secara visual, pemilahan juga dapat
dilakukan dengan pemilahan berdasarkan defleksi dan kecepatan gelombang
bunyi ultrasonik.
Menurut Widjaja (1990) di Indonesia ada sekitar 70 jenis bambu yang
tersebar luas baik berupa bambu budidaya maupun bambu yang berasal dari
tanaman liar. Tercatat 32 jenis bambu yang penempatannya sudah teridentifikasi
diantaranya 10 jenis adalah bambu yang belum diketahui namanya (Alrasyid
1990). Banyak jenis bambu yang bisa digunakan untuk konstruksi bahan
bangunan seperti bambu hitam (Gigantochloa atriviolaceae) dan bambu tali
(Gigantochloa apus). Bambu tali banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
perkakas rumah tangga, atap, dinding rumah, anyaman, dan alat musik tradisional
(Dransfield dan Widjaja 1995). Sedangkan bambu hitam sering dimanfaatkan
sebagai bahan membuat alat musik, bahan kerajinan tangan, perangkat rumah dari
bambu, dan furniture ( Widjaja et.al 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemilahan bambu melalui
evaluasi sifat mekanis lentur bambu utuh untuk jenis bambu tali dan bambu hitam
berdasarkan metode defleksi dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi ilmiah mengenai kegiatan pemilahan pada bambu
utuh menggunakan metode defleksi dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik.

2
METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni kemudian
dilanjutkan kembali pada bulan Agustus hingga Oktober 2015 di Laboratorium
Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae)
dan bambu tali (Gigantochloa apus) berumur 5 tahun yang berasal dari daerah
Ciawi, Jawa Barat. Jumlah masing-masing bambu utuh pada pengujian ini adalah
10 buah dengan panjang bambu 600 cm. Bambu yang digunakan dalam kondisi
baik dan tidak bengkok. Alat uji yang digunakan adalah Mesin pemilah kayubambu „Panter‟, alat uji kecepatan ultrasonik merek „SylvatestDuo‟, universal
testing machine (UTM) merek „Baldwin‟ dengan kapasistas 30 ton, dudukan
bambu, tali, alat ukur dinamis, timbangan, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Pengukuran karakteristik bambu
Karakteristik bambu yang diamati adalah panjang bambu, jumlah buku,
jarak antar buku, diameter dalam bambu (d), diameter luar bambu (D), dan tebal
dinding bambu (t). Tebal dinding bambu diperoleh dari selisih diameter luar dan
diameter dalam bambu.
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi menggunakan mesin
pemilah kayu - bambu „Panter‟. Pengujian dilakukan dengan menempatkan
bambu utuh sepanjang 600 cm diatas mesin pemilah. Panjang bentang yang
digunakan adalah 230 cm. Pada kedua ujung bentang mesin pemilah diletakkan
dudukan bambu dengan tujuan agar bambu dalam kondisi stabil tidak jatuh pada
saat pengujian pemberian beban. Pada bagian tengah bentang bambu, diletakkan
dudukan bambu berbentuk persegi dengan bagian ujung-ujungnya berbentuk
setengah lingkaran diatas bambu yang diikatkan pada bambu agar pada saat
pembebanan dilakukan beban yang diletakkan tidak jatuh. Pengujian dilakukan
dengan pemberian beban bertahap dan pembacaan defleksi yang timbul pada pita
„Panter‟ akibat pembebanan beban tersebut. Pembebanan dilakukan dengan
pembebanan tunggal ditengah bentang (OPL, one point loading). Beban yang
diberikan adalah 5 kg dan 10 kg. Parameter hasil pemilahan berupa nilai modulus
elastisitas bambu yang dihitung berdasarkan persamaan:
=

3
dimana MOEp adalah modulus elastisitas panter (kg/cm2), P adalah beban (kg), L
adalah jarak sangga antar tumpuan (cm), y adalah defleksi pada mistar „Panter‟
(cm), D adalah diameter luar bambu dan d adalah nilai diameter dalam bambu.
Pada nilai defleksi sebenarnya (y), nilai yang terbaca pada pita „Panter‟ terlebih
dahulu dibagikan dengan faktor kalibrasi. Pada pengujian ini faktor kalibrasi yang
digunakan sebesar 50.901 kg/cm2 berdasarkan kalibrasi menggunakan
deflektometer.

(a)

(b)

(c)

Gambar 1 Kegiatan pemilahan menggunakan mesin pemilah kayu panter (a),
dudukan bambu ditengah bentang (b), model dudukan bambu (c)
Pemilahan berdasarkan metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
Pemilahan bambu utuh dengan metode gelombang bunyi ultrasonik
dilakukan pada berbagai panjang bambu. Pengukuran kecepatan gelombang
ultrasonik pada panjang 500 cm, 350 cm, dan 250 cm. Pengujian dilakukan pada
permukaan bambu dengan menempatkan 2 buah transduser dari alat
„SylvatestDuo‟ pada posisi 45o saling berhadapan sepanjang pengukuran bambu.
Kecepatan gelombang bunyi dibangkitkan dengan menyalakan alat.
Satu buah transduser berfungsi sebagai pembangkit gelombang dan satu
transduser lainnya sebagai penerima gelombang bunyi. Pengujian untuk setiap
panjang bambu dilakukan pada titik pengujian buku-buku, ruas-buku, dan ruas-

4
ruas. Nilai yang diperoleh dari pengujian berupa kecepatan gelombang bunyi (V).
Kecepatan gelombang bunyi digunakan untuk menentukan modulus elastisitas
bambu dengan persamaan:
=
dimana MOEus adalah modulus elastisitas gelombang ultrasonik (kg/cm2), ρ
adalah kerapatan bambu (g/cm3),
adalah kecepatan rambat gelombang
ultrasonik (m/det) dan g adalah percepatan gravitasi bumi (9.8 m/det).
< 45O

Gambar 2 Pengujian kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
Modulus elastisitas statis
Modulus elastisitas statis (MOEs) merupakan nilai sebenarnya dari kekuatan
bambu utuh yang di uji menggunakan UTM. Pengujian modulus elastisitas
dilanjutkan hingga contoh uji rusak untuk mendapatkan nilai kekuatan bambu
utuh. Pengujian dilakukan secara destruktif, untuk panjang contoh uji 250 cm.
Pengujian ini dilakukan dengan pembebanan dua titik atau two point loading
(TPL). Nilai MOEs dan modulus of repture (MOR) atau modulus patah bambu
utuh dihitung dengan persamaan yang mengacu pada ISO 22157-1 sebagai
berikut.
MOEs =
MOR =

=

[

]

dimana MOEs adalah modulus elastisitas statis (kg/cm2), MOR adalah modulus
patah (kg/cm2), L adalah jarak sangga (cm), F adalah perubahan beban dibawah
batas proporsi (kg),
adalah beban maksimum (kg), σ adalah defleksi (mm),
D adalah diameter luar (cm), t merupakan tebal dinding bambu (cm) dan
merupakan momen inersia bambu.

5

Beban

0.5 P

0.5 P

80cm

90-100 cm

80cm

L
Gambar 3 Pengujian Statis

Pengujian sifat fisis bambu utuh
Pengujian sifat fisis terdiri atas nilai kadar air dan kerapatan bambu. Contoh
uji yang digunakan adalah pada bagian buku dan ruas bambu. Pengujian dengan 3
kali pengulangan untuk tiap contoh uji. Ukuran contoh uji adalah 3 cm x 2 cm x
tebal bambu.
Kadar air ditentukan dengan metode gravimetri, sedangkan kerapatan
bambu dihitung berdasarkan berat bambu kering udara dibagi dengan volume
kering udara . Kadar air dan kerapatan diperoleh dengan persamaan:
KA (%) =

x 100

Kerapatan (ρ) =
dimana KA adalah kadar air (%), BA adalah berat awal (g), dan BKT adalah berat
kering tanur (g). BKU adalah berat kering udara (g) dan VKU adalah volume
kering udara (cm3).

Gambar 4 Pengujian fisis bambu

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik bambu hitam dan bambu tali
Tabel 1 menyajikan hasil penelitian banyaknya buku sepanjang contoh uji
600 cm pada bambu hitam dan bambu tali yaitu masing-masing 14 dan 11 buku
sehingga dalam 100 cm jumlah buku untuk bambu hitam adalah 2.3 buku
sedangkan pada bambu tali sebanyak 1.8 buku. Jarak antar buku untuk bambu
hitam 41 cm dan bambu tali 64 cm.
Tabel 1 Karateristik bambu hitam dan bambu tali
Keterangan

Bambu hitam

Bambu tali

Jumlah Bambu

10

10

Panjang Bambu (cm)

600

600

Jumlah buku

14

11

Jarak antar buku (cm)

41

64

Hasil penelitian menunjukkan jumlah buku pada bambu hitam lebih banyak
dibandingkan bambu tali. Sementara dilihat dari jarak antar buku, bambu tali
memiliki jarak antar buku yang lebih panjang (64 cm) daripada bambu hitam (41
cm). Morisco (1999) menyebutkan bahwa panjang ruas bambu hitam 40-50 cm.
Tabel 2 Karakteristik diameter dan tebal dinding bambu
Jenis Bambu

Bambu Hitam
Bambu Tali

Luar
(L)
5.839
5.161

Diameter (cm)
Dalam
Rasio
(D)
(L:D)
3.607
1.62
3.551
1.45

Tebal dinding (cm)
Pangkal (P) Ujung
Rasio
(U)
(P:U)
1.672
0.612
2.73
1.209
0.409
2.95

Pada Tabel 2 disajikan perbedaan diameter dan tebal bambu bambu hitam
dan tali. Diameter bambu hitam lebih besar pada bagian luar dan dalam masingmasing sebesar 5.839 cm dan 3.607 cm, sedangkan bambu tali 5.161 cm dan
3.551 cm. Rasio antara diameter luar dan dalam pada bambu hitam dan bambu tali
masing-masing sebesar 1.62 cm dan 1.45 cm. Pada umumnya besar diameter
bambu hitam adalah 5-10 cm (Morisco 1999) sedangkan bambu tali memiliki
diameter 4-13 cm (Dransfield dan Widjaja 1995), besar atau kecilnya diameter
tergantung pada kesuburan tanah. Ukuran tebal pada bagian pangkal mencapai 2
kali lebih besar dibandingkan bagian ujung bambu. Tebal bambu hitam dan tali
pada bagian pangkal dan ujung tebalnya adalah 1.672 cm, 0.612 cm dan 1.209 cm,
0.409 cm.

7
Haygreen dan Bower (1989) menyatakan bahwa sifat fisis yang terpenting
adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis. Pada Tabel 3 disajikan sifat fisis kadar
air dan kerapatan bambu hitam dan bambu tali.
Tabel 3 Kadar air dan kerapatan bambu hitam dan bambu tali
Jenis Bambu
Bambu hitam

Bambu tali

Bagian
Ruas
Buku
Rata-rata
Ruas
Buku
Rata-rata

Kadar air (%)
16.67
12.47
14.57
23.74
11.68
17.71

Rata-rata kerapatan
(g/cm3)
0.53
0.54
0.52 ( ± 0.007)
0.63
0.68
0.65 (±0.004)

Kadar air bagian buku lebih kecil dibandingkan bagian ruas baik pada
bambu hitam maupun bambu tali. Rushandian (2004) menyatakan kadar air
bagian buku bambu memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan bagian ruasnya.
Dilihat dari panjang permukaan bambu bagian ruas memiliki permukaan yang
lebih panjang dibandingkan pada bagian buku hal ini diduga menjadikan kondisi
penyerapaan air pada bagian ruas lebih besar daripada bagian bukunya. Nilai
kadar air pada bambu hitam bagian ruas dan buku masing-masing 16.67% dan
12.47%, sedangkan pada bambu tali untuk bagian ruas dan bukunya masingmasing nilai sebesar 23.74% dan 11.68%.
Tabel 3 menunjukkan rata-rata kerapatan bambu hitam dan bambu tali
masing-masing sebesar 0.52 g/cm3 dan 0.65 g/cm3. Kerapatan bambu bagian buku
lebih besar dibandingkan bagian ruas baik pada bambu hitam maupun bambu tali.
Hal ini diduga pada bagian buku jumlah serabut yang mengisi buku bambu lebih
banyak dibandingkan dengan ruas bambu. Sulthoni (1989) menyatakan bahwa
serabut bambu dicirikan oleh sklerenkim yang berdinding tebal, panjang dan mati.
Jika serabut berdinding tebal dan berongga kecil maka berat jenis atau kerapatan
akan tinggi. Selain itu nilai kerapatan pada bambu menurut Lestari (2004)
dipengaruhi oleh panjang serabut dan tebal dinding serabut. Semakin besar
panjang serabut dan tebal dinding maka nilai kerapatan semakin tinggi. Penelitian
ini sedikit berbeda, tebal dinding bambu tali lebih kecil dibandingkan bambu
hitam, tetapi kerapatan bambu tali lebih besar dibandingkan bambu hitam. Hal ini
kemungkinan berpengaruh pada panjang serabut bambu yang lebih dominan.
Penelitian Haris (2008) melaporkan bahwa besar kerapatan bambu tali, andong,
dan betung masing-masing sebesar 0.71 g/cm3, 0.75 g/cm3, dan 0.86 g/cm2.
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi
Kekakuan lentur (MOE) merupakan ukuran kemampuan suatu bahan dalam
menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai tersebut
digunakan untuk menentukan sifat kekakuan bambu. Pemilahan berdasarkan
metode defleksi pada alat Mesin Pemilah Kayu-Bambu „Panter‟. Gambar 5

8
menunjukkan rata-rata MOEp untuk bambu hitam dan bambu tali masing-masing
sebesar 44579 kg/cm2 (standar deviasi, SD ± 20982/cm2) dan 41454 kg/cm2 (SD±
20978 kg/cm2). Pada pengujian defleksi statis, hasil penelitian Bahtiar (2015)
untuk bambu tali menunjukkan rata-rata MOE sebesar 38766 kg/cm2. Pengujian
dilakukan secara pembebanan tunggal sama dengan penelitian yang dilakukan
dengan mesin Panter.
MOEp (kg/cm2)

48000

44576

46000
41454
44000
42000
40000
38000
36000
Bambu hitam

Bambu tali

Gambar 5 MOEp bambu hitam dan bambu tali
Pemilahan berdasarkan metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
Gambar 6 dan 7 menunjukkan kecepatan rambatan gelombang bunyi dan
energi rambatan pada bambu hitam dan untuk bambu tali pada Gambar 8 dan 9.
Kecepatan gelombang ultrasonik akan semakin meningkat seiring berkurangnya
dimensi panjang bambu yang dipakai pada pengujian. Hal ini berkaitan dengan
panjangnya wilayah yang harus dijangkau oleh gelombang termasuk pengaruh
hambatan internal yang dijumpai ketika gelombang merambat didalam bambu
dengan kata lain intensitas gelombang ultrasonik akan berkurang terhadap jarak
yang ditempuh (Karlinasari 2006). Gambar 6 dan 8 menunjukkan kecepatan ratarata tertinggi bambu hitam dan tali pada jarak 250 cm dengan masing-masing nilai
sebesar 6563 m/det dan 7208 m/det. Pada pengujian ini kecepatan tertinggi
dihasilkan dari penempatan titik transduser buku-buku baik pada jenis bambu
hitam maupun bambu tali. Jarak antara buku-buku lebih pendek dibandingkan
antara ruas-ruas dan ruas-buku.
Selain kecepatan, gelombang ultrasonik juga memerlukan energi untuk
merambatkan gelombangnya pada permukaan bahan. Energi yang dimaksud
merupakan kemampuan gelombang dalam menembus medium yang berkaitan
dengan adanya gangguan yang menyebabkan kelemahan gelombang akustik
(Karlinasari 2007). Energi tertinggi pada panjang 250 cm pada penempatan
transduser ruas-ruas baik pada bambu hitam maupun bambu tali (Gambar 7 dan
9). Hal ini diduga karena besarnya energi berpengaruh pada panjangnya contoh
uji. Semakin panjang jarak yang akan ditempuh gelombang bunyi maka energi
yang dihasilkan akan semakin besar.

Energi (m/v)
4000

3500
4031
4028

ruas-buku
buku-buku

4300
Bambu hitam
Bambu hitam

500cm
350cm
250cm

Bambu hitam
Bambu hitam
Bambu hitam

500cm
350cm
250cm

Gambar 7 Energi rambat gelombang bunyi bambu hitam
4171

Bambu hitam

buku-buku

4134

ruas-buku

4200
rata-rata

buku-buku

ruas-buku

6316

6563

6761

6612

6700

4156

ruas-ruas

6116

6051

6900

ruas-ruas

4225

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

6332

6103

5994

5964

5500
ruas-ruas

5700
5995

5900

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

6500

rata-rata

4014

ruas-ruas

4039

4100

rata-rata

3915

3600

buku-buku

3700
3917

3800

ruas-buku

3900
3913

5888

6300

ruas-ruas

ruas-ruas

6100

3916

V (m/det)

9

Gambar 6 Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu hitam

5505

5643

5522

ruas-buku

buku-buku

rata-rata

5500

5417

5729

5891

6000

5726

6500
5569

V (m/det)

7000

7208

7584

7500

7142

6898

10

5000

Bambu tali

Bambu tali

Bambu tali

500cm

350cm

250cm

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

ruas-ruas

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

4500

4190

4200

4220

buku-buku

rata-rata

4300

ruas-buku

4272

Gambar 8 Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu tali

3905

3922
rata-rata

3933
ruas-ruas

buku-buku

3929
rata-rata

3929

3917
buku-buku

ruas-buku

3921

4000

ruas-buku

4100

3950

Energti (m/v)

4200

3900
3800
ruas-ruas

ruas-ruas

3700

Bambu tali

Bambu tali

Bambu tali

500cm

350cm

250cm

Gambar 9 Energi rambat gelombang bunyi bambu tali
Modulus elastisitas gelombang bunyi ultrasonik dapat dihitung berdasarkan
nilai kecepatan dan kerapatan masing-masing bambu. Pada Gambar 10 dan 11
menunjukkan kekakuan lentur gelombang bunyi ultrasonik. Kekakuan lentur
bambu hitam lebih besar dibandingkan dengan bambu tali. Pada penelitian ini
besarnya nilai kekakuan lentur kecepatan gelombang bunyi ultrasonik diduga
dipengaruhi panjang dimensi dan kerapatan bambu. MOEus tertinggi pada bambu
hitam maupun bambu tali adalah pada panjang contoh uji sepanjang 250 cm
masing-masing sebesar 262068 kg/cm2 dan 210905 kg/cm2. Hal ini diduga
semakin pendek contoh uji maka akan semakin besar nilai kekakuannya karena
kekakuan bambu dipengaruhi juga dari nilai kecepatan rambat gelombang bunyi
ultrasonik. Energi yang dihasilkan dari kecepatan rambat gelombang bunyi

11
ultrasonik juga mempengaruhi kekakuan bambu. Pada pengujian kecepatan
gelombang bunyi ultrasonik nilai MOEus terbesar terdapat pada bagian bukubuku baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Hal ini terkait dengan jarak
penempatan transduser buku-buku lebih pendek dibandingakan ruas-ruas dan ruas
buku. Semakin pendek jarak titik pengeboran diduga semakin cepat gelombang
bunyi ultrasonik merambat dan MOEus juga semakin besar.
MOEus (x 103 kg/cm2 )

350
300
250

284 289 286 286

270
226

241 244 237 239 250

244

200
150
100

500cm

350cm

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

50

250cm

Gambar 10 MOEus bambu hitam

MOEus (x 103 kg/cm2 )

350

321
288

283

300

262

250
200

190 179
169 179

159 166 170 165

150
100

500cm

350cm

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

rata-rata

buku-buku

ruas-buku

ruas-ruas

50

250cm

Gambar 11 MOEus bambu tali

Pengujian modulus elastisitas statis dan kekuatan lentur patah
Modulus elastisitas statis (MOEs) merupakan ukuran kemampuan suatu
bahan dalam menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk tetap yang diuji
menggunakan alat uji statis. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan sifat
kekakuan bambu.

12
80000

64486

70000

MOEs (kg/cm2)

60000

42614

50000
40000
30000
20000
10000
0
Bambu hitam

Bambu tali

Gambar 12 MOEs bambu hitam dan bambu tali
Gambar 12 menunjukkan kekakuan lentur statis pada bambu hitam lebih
besar dibandingkan bambu tali. Nilai kekakuan lentur statis bambu hitam maupun
bambu tali masing-masing sebesar 64486 kg/cm2 dan 42614 kg/cm2. Penelitian
Haris (2008) untuk penentuan sifat mekanis bambu menggunakan metode yang
sama yaitu ISO 22157-1: 2004 menghasilkan nilai MOEs bambu tali sebesar
234631 kg/cm2 hasil yang sangat berbeda pada penelitian ini. Penelitian Haris
(2008) menggunakan panjang contoh uji 900 cm sedangkan pada penelitian ini
menggunakan panjang 250 cm. Pada penelitian Bahtiar (2015) nilai MOEs bambu
tali yang dihasilkan sebesar 38766 kg/cm2 hanya saja pengujiannya dilakukan
menggunakan beban one point loading. Titik pembebanan yang berbeda antar ruas
dan buku bisa menjadi alasan mengapa nilai MOEs berbeda. Diduga panjang dan
banyak buku bisa mempengaruhi nilai tersebut. Sifat mekanis bambu tali tanpa
buku lebih besar dibandingkan bambu tali dengan bukunya (Haris 2008). Hal ini
diduga pada penelitian ini pengujian pembebanan lebih banyak pada bagian buku
sehingga nilai MOE bambu tali lebih kecil dibandingkan bambu hitam.
Nilai perbandingan antara MOEp (Modulus of Elasticity panter), MOEus
(Modulus of Elasticity ultrasonic), MOEs (Modulus of Elasticity statis)
Nilai perbandingan antara modulus elastisitas defleksi „Panter‟, modulus
elastisitas kecepatan gelombang bunyi ultrasonik dan modulus elastisitas statis
pada bambu hitam dan bambu tali ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan modulus elastisitas bambu hitam dan bambu tali
Jenis Bambu

MOEp (kg/cm2)

MOEus(kg/cm2)

MOEs (kg/cm2)

Bambu hitam

44576

262028

64486

Bambu tali

41454

210905

42614

13
MOE metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik (MOEus) memiliki
nilai lebih besar dibandingkan pada nilai MOEp dan MOEs baik pada bambu
hitam maupun bambu tali. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang
ultrasonik memiliki nilai MOEus ± 5 kali lebih besar daripada pemilahan defleksi
(MOEp) dan ± 4 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis (MOEs) baik pada
bambu hitam maupun bambu tali. Sementara itu, MOEs defleksi statis
menggunakan UTM ± 1.0-1.44 kali lebih besar dibandingkan pengujian
menggunakan mesin pemilah „Panter‟ (MOEp). Metode defleksi MOEp memiliki
nilai terkecil dibandingkan nilai MOEs pada bambu hitam maupun bambu tali.
Nilai MOEp dan MOEs pada bambu hitam masing-masing sebesar 44576 kg/cm2
dan 64486 kg/cm2. Sedangkan pada bambu tali nilai MOEp dan MOEs sebesar
41454 kg/cm2 dan 42614 kg/cm2. Nilai MOEus yang tinggi terkait sifat viskoselastis yang proporsional terhadap kecepatan dan kerapatan bambu (Karlinasari
2007).
Adanya perbedaan nilai antara MOEp dan MOEs yang keduanya diuji
berdasarkan metode defleksi diduga karena perbedaan mekanisme laju
pembebanan alat juga diduga disebabkan faktor pembebanan yang dilakukan.
Pengujian menggunakan “Panter” (MOEp) dilakukan pembebaban secara one
point loading, sedangkan pada pengujian statis MOEs dilakukan pembebanan
secara two point loading. Pada mesin Panter pembebanan dilakukan di titik tengah
bentang sementara pada UTM Baldwin pembebanan dilakukan pada dua titik
pembebanan. Handrian (2007) menyatakan bahwa perbedaan tersebut akibat
defleksi (lenturan) yang terjadi. Pada pengujian MOEs dua titik pembebanan
defleksi total dipengaruhi oleh defleksi akibat momen lentur dan defleksi akibat
pengaruh gaya geser. Gaya geser pada dua titik pembebanan hanya terjadi pada
bentang diantara tumpuan dan beban dikedua sisinya, sedangkan pembebanan
ditengah beban gaya geser terjadi di sepanjang bentang. Hal ini diduga gaya geser
memberikan sumbangan defleksi yang lebih besar pada pembebanan ditengah
bentang dibandingkan pembebanan dua titik. Selain itu, panjang contoh uji juga
sangat mempengaruhi nilai modulus elastisitas bambu. Panjang contoh uji pada
pengujian MOEp adalah 600 cm sedangkan MOEs adalah 250 cm.
Tegangan pada batas patah
Tegangan pada batas batah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu
bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya
kerusakan. Pembebanan yang terus menerus pada pengujian MOR maka bambu
akan mengalami kerusakan. Kekuatan lentur bambu tertinggi adalah bambu
hitam dengan MOR sebesar 1054 kg/cm2 dibandingkan bambu tali (660 kg/cm2).
(Gambar 13).

14
1200

1054

MOR (kg/cm2)

1000
660
800
600
400
200
Bambu hitam

Bambu tali

Gambar 13 MOR bambu hitam dan bambu tali
Haris (2008) menyatakan bahwa besarnya nilai MOR bambu tali adalah
768 kg/cm2. Jika dibandingkan dengan MOR pada penelitian ini nilainya tidak
jauh berbeda, karena pengujian pada pembebanan yang dilakukan sama yaitu two
point loading dan menggunakan formula yang mengacu pada ISO 22157-1: 2004.
Hasil penelitian yang dilakukan Bahtiar (2015) menyebutkan MOR dari pengujian
one point loading bambu tali sebesar 778 kg/cm2.
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan
Karakteristik bambu hitam memiliki jumlah buku yang lebih banyak dengan
jarak antar bambu yang lebih pendek dibandingkan bambu tali. Kadar air dan
kerapatan pada bambu hitam lebih kecil dibandingkan pada bmbu tali dengan
masing-masing nilai kadar air sebesar 14.57% dan 17.71%. untuk kerapatan pada
bambu hitam dan bambu tali sebesar 0.52 g/cm2 dan 0.65 g/cm2. Kekuatan bambu
hitam lebih tinggi dibandingkan bambu tali karena bambu hitam memiliki
diameter yang lebih besar dan tebal dinding yang lebih kecil. Nilai pengujian
statis MOEus menunjukkan nilai yang terbesar diikuti oleh MOEs dengan
pengujian two point loading dan terkecil adalah MOEp yang diuji dengan
pembebanan terpusat. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang
ultrasonik memiliki nilai MOEus ± 5 kali lebih besar daripada pemilahan defleksi
(MOEp) dan ± 4 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis (MOEs) baik pada
bambu hitam maupun bambu tali. Sementara itu, pemilahan bambu berdasarkan
metode defleksi, MOEs pengujian statis menggunakan UTM ± 1.0-1.44 kali lebih
besar dibandingkan pengujian menggunakan mesin pemilah „Panter‟(MOEp).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemilahan bambu pada
berbagai jenis bambu lainya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Alrasyid H. 1990. Segi-segi Penelitian dan Pengembangan Silvikultur Bambu
untuk Menunjang Industri dalam Gatra Pengembangan Industri dan
kerajinan Bambu. Hal: 22-24.
Bahtiar ET. 2015. Keandalan bambu untuk material konstruksi hijau [disertasi]
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Handrian I. 2007. Pengujian kekakuan kayu secara nondestruktif gelombang
ultrasonik dan kekuatan lentur secara destruktif contoh kecil kayu jati
(Tectona grandis. Linn. f.) [skripsi]. Bogor (ID) Fakultas Kehutanan IPB.
Haris A .2008. Pengujian sifat fisis dan mekansi buluh bambu sebagai bahan
konstruksi menggunakan ISO 22157-1: 2004 [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Haygreen JG, dan JL Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Diterjemahkan
oleh Sutjipto A Hadikusumo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
[ISO] International Organization for Standarization. 2004. Part 1 ISO 22157
Bamboo Determination of physical and mechanical ptalirties
Karlinasari L, Surjokusumo S, Nugroho N, Hadi YS. 2006. Pengujian non
destruktif gelombang ultrasonik pada balok tiga jenis kayu. JTHH. 19(1):
16. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Karlinasari L. 2007. Analisis kekakuan kayu berdasarakan pengujian
nondestruktif metode gelombang ultrasonik dan kekuatan lentur kayu
berdasarkan pengujian destruktif [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Lestari B. 1994. Hubungan sifat anatomi terhadap sifat fisis dan mekanis bambu
betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Lestari B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis bambu
betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi] Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Nuriyatin N. 2000. Studi analisa sifat-sifat dasar bambu pada beberapa tujuan
penggunaan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rushandiana A. 2004. Hubungan pertumbuhan rebung terhadap pemanenan
bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) dan
bambu tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.)Kurz) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor..
Sulthoni. 1989. Bamboos: Physical ptalirties testing methods and means of
preservation. Pp 4: 1-15 in Brassili, A.V. and Davies, W.G, (Eds.) A
Workshop on Design and Manufacturing of Bamboo and Rattan Furniture .
3-14 March 1989. Jakarta (ID): Indonesia.
Widjaja A. 1990. Kemajuan penelitian untuk menunjang pengembangan industri
dan kerajinan bambu di Indonesia dalam Gatra Pengembangan Industri dan
Kerajinan Bambu. Hal 28-32.
Widjaja NW, Utami, Saefudin. 2004. Panduan Membudi Dayakan Bambu. Bogor
(ID): Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Karakteristik bambu utuh
Diameter (cm)
Ujung
Pangkal

Jenis Bambu
Hitam

Tali

Keterangan:

Rata-rata
SD
CV %
Rata-rata
SD
CV %
SD
CV (%)

Dalam
5.90
0.96
16.26
3.64
0.60
16.61

Luar
3.79
0.64
16.95
6.18
1.16
18.85

Dalam
4.42
1.37
31.11
3.58
0.92
25.65

= Standar deviasi (kg/cm2)
= Koefisien variasi

Tebal Dinding (cm)

Luar Ujung
3.31
1.21
1.08
0.40
32.72 32.75
5.50
1.67
0.96
0.40
17.47 23.81

Pangkal
0.49
0.09
19.26
0.66
0.26
40.19

Lampiran 2 MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan mesin pemilah
'Panter'
Jenis
Bambu
Hitam

Rata-rata
SD

Tali

CV %
Rata-rata
SD

Keterangan:

CV %

P
Y
Y*
SD
CV(%)

P (5kg)
Y
Y*

P (10 kg)
Y
Y*

4.53
1.70
37.5
3
2.87
0.88
30.5
5

8.71
3.02
34.6
1
5.69
1.30
22.7
9

0.09
0.03
37.5
4
0.06
0.02
30.6
0

= beban (kg)
= defleksi (cm)
= defleksi sebenarnya (cm
= Standar deviasi (kg/cm2)
= Koefisien variasi

0.17
0.06
34.6
0
0.11
0.03
22.7
3

Selisih
defleksi

MOE
(kg/cm2)

0.08
-

40625
11384

-

28.02

0.06
-

47948
26796.12

-

55.89

17
Lampiran 3 MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan alat NDT ultrasonik
'SylvatestDuo'
Jenis bambu
Hitam

Tali

Keterangan:

Panjang Bambu
500 cm
350cm
250 cm
rata-rata
SD
CV %
500 cm
350cm
250 cm
rata-rata
SD
CV %

SD
CV (%)

Kecepatan
(m/det)
5995
6114
6563
6224
299.76

Energi
(m/v)
5995
3922
4172
4696
1131.47

MOEus (kg/cm2)

4.82

24.09

9.72

5728.51
5521.07
6797.03
6015.54
684.69
11.38

3929.42
3886.01
4209.10
4008.18
175.35
4.37

164986
288422
179305
210905
67512.82
32.01

= Standar deviasi (kg/cm2)
= Koefisien variasi

236850
253173
286233
258752
25160.10

Lampiran 4 MOE dan MOR pengujian bambu utuh menggunakan UTM dengan
pembebanan two point loading
Jenis bambu
Hitam

Tali

Keterangan:

Rata-rata
SD
CV %
Rata-rata
SD
CV %
SD
CV (%)
Pmax
MOR
MOE
L

Pmax (kg)
404.03
130.64
32.33
187.14
97.81
52.27

(cm4)
44.74
16.56
37.02
32.29
11.66
36.11

MOR (kg/cm2) MOE (kg/cm2)
1106.95
64485
175.027
39228
15.81
60.83
659.68
42614
166.43
8127.951
25.22
19.07

= Standar deviasi (kg/cm2)
= Koefisien variasi
= maksimum pembebanan
= momen inersia (cm4)
= modulus patah (kg/cm2)
= modulus elastisitas (kg/cm2)
= panjang bentang (230 cm)

18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 22 Oktober 1992, putri
ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Darusmin Hutasuhut dan
Ibu Hj. Nurhotdima Siregar. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 4, Padangsidimpuan 2011 dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Hutan,
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) undangan.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam beberapa kegiatan akademik
maupun non akademik. Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti
beberapa praktek lapang, antara lain : Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan pada
bulan Juni 2013 di Sancang Barat-Kamojang dan Praktek Pengolahan Hutan pada
bulan Agustus 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penulis juga melalukan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Pengembangan Teknologi Perumahan
Tradisional (BPTPT) Denpasar, Bali pada Juni-Agustus 2015. Penulis aktif dalam
Organisasi internal kampus Himasiltan dan Organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL).

.