Pengaruh Ukuran Pelupuh (Zephyr) Dan Buku Bambu (Node) Terhadap Kualitas Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS
LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper)
SKRIPSI
Oleh: ANNISA NADIA
101201040
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi Minat Studi

: Pengaruh Ukuran Pelupuh (Zephyr) Dan Buku Bambu (Node) Terhadap Kualitas Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper) : Annisa Nadia : 101201040 : Kehutanan : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Luthfi Hakim, S.Hut., M.Si. Ketua

Tito Sucipto, S.Hut., M.Si Anggota


Mengetahui :

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

ANNISA NADIA. Pengaruh Ukuran Pelupuh (Zephyr) Dan Buku Bambu (Node) Terhadap Kualitas Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper), Dibimbing oleh LUTHFI HAKIM dan TITO SUCIPTO
ABSTRAK Bambu memiliki bentuk menyerupai tabung dengan alas dan tutup berbentuk lingkaran berongga, sehingga untuk menjadikannya sebagai bahan konstruksi, perlu diubah bentuknya agar mudah digunakan. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengubah bentuk bambu tersebut adalah dengan cara laminasi. Tujuan dari penelitian ini ialah mengevaluasi pengaruh ukuran pelupuh (zephyr) dan keberadaan buku bambu (node) terhadap sifat fisis dan mekanis laminasi bambu, serta menentukan ukuran pelupuh dan keberadaan buku bambu terbaik untuk pembuatan laminasi Pengujian kadar air, daya serap air, delaminasi dan bending strength dilakukan berdasarkan standart JAS SE-7 2003 tentang Flooring sedangkan pengujian keteguhan rekat permukaan dilakukan berdasarkan standart SNI ISO 16981-2012. Hasil penelitian menunjukkan beberapa kualitas papan laminasi bambu betung telah memenuhi standar JAS SE-7-2003 yaitu untuk pengujian kadar air dan delaminasi, namun untuk daya serap air tidak memenuhi. Pada sifat mekanis papan laminasi bambu betung telah memenuhi standar JAS SE-7-2003 untuk pengujian bending strength dan memenuhi standar SNI ISO 16981-2012 untuk pengujian keteguhan rekat permukaan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ukuran zephyr tidak berpengaruh nyata pada kualitas papan laminasi kecuali uji bending strength untuk nilai MOR, sementara keberadaan node tidak berpengaruh nyata pada kualitas papan laminasi bambu.Papan laminasi bambu dari zephyr ini belum bisa diaplikasikan untuk penggunaan flooring (lantai) karena beberapa nilainya belum memenuhi standar.
Kata kunci: laminasi bambu, ukuran zephyr, node, sifat fisis dan mekanis
Universitas Sumatera Utara

ANNISA NADIA. Effect of zephyr’s size and bamboo’s node on the quality of bamboo betung (Dendrocalamus asper) laminated, supervised byLUTHFI HAKIM dan TITO SUCIPTO
ABSTRACT The bamboo form is like a tubular with a circular cavity in the base and the top, so to make it as a construction material, the form of bamboo need to be changed for easy to use. One method that can be used to change the form of bamboo is with laminated technology. The goals from this research are to evaluate the effect of zephyr’s size dan bamboo’s node existence on physical and mechanical properties of bamboo laminated, and determine the best zephyr’s size and bamboo’s node for laminated made. The tested of water content, water absorption, delamination and bending strength was conducted by using JAS standard SE-7 2003 about Flooring while surface bonding strength tested by using the SNI standard ISO 16981-2012. The result showed some quality of bamboo betung laminated boards have match the standart of JAS SE-7-2003, they are water content tested and delamination tested, but for water absorption tested is not match. The mechanical properties of bamboo betung laminated have match the JAS SE-7-2003 standart for bending strength tested and match the SNI ISO 16981-2012 standart for surface bonding strength tested. These Bamboo laminated board from zephyr could not be apllied for flooring use because there are some of physical and mechanical properties values not match the standart yet.
Keywords: bamboo laminated, zephyr’s size, node, physical and mechanical properties
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Langsa pada tanggal 23November 1992 dari pasangan Mukhtaruddin dan Khairiah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD Negeri 03 Kota Solok pada tahun 2004, pendidikan sekolah menengah pertama pada SMP Negeri 1 Kota Solok pada tahun 2007 dan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 7 Binjai pada tahun 2010.Penulis diterima pada Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) pada tahun 2010.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif pada organisasi Rain Forest. Penulis juga pernah menjadi asisten laboratorium di Program Studi Kehutanan yaitu Anatomi Kayu. Penulis telah mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) selama 10 hari pada tahun 2012 di Tahura Bukit Barisan, Tongkoh dan telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) selama sebulan di Hutan Tanaman Industri pada Rimba Hutani Mas Region Sumatera SelatanPT. Bumi Persada Permai.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di USU, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ukuran Pelupuh (Zephyr) dan Buku Bambu (Node) terhadap Kualitas Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper)” dibawah bimbingan Luthfi Hakim S.Hut M.Si dan Tito Sucipto S.Hut M.Si.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Ukuran Pelupuh (Zephyr) dan Buku Bambu (Node) terhadap Kualitas Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper)”.Penulisan usulan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Kehutanan.
Usulan penelitian ini berisi tentang penelitian mengenai papan laminasi dari pelupuh (zephyr) Bambu Betung, yang dibuat dengan pengaruh ukuran zephyr danbuku bambu (node). Kemudian dilakukan pengujian sifat fisis dan sifat mekanisnya dengan acuan Standar Internasional JAS (Japan Agricultural Standard) SE-7-2003 dan SNI ISO 16981-2012.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Luthfi Hakim S.Hut, M.Si dan bapak Tito Sucipto S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi masukan-masukan serta saran dalam pembuatan usulan penelitian ini sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Medan, April 2014
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4 Hipotesis........................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Bambu ................................................................................ 5 Bambu Betung.................................................................................................. 6 Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Betung ........................................................... 8 Sifat Anatomi dan Kimia Bambu Betung ........................................................ 8 Pelupuh Bambu (Zephyr) ................................................................................. 9 Buku Bambu (Node) ........................................................................................ 9 Laminasi Bambu .............................................................................................. 10 Perekat PVAc ................................................................................................... 12
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 14 Alat dan Bahan................................................................................................. 14 Prosedur Penelitian Penebangan bambu .......................................................................................... 14 Pemotongan bambu.......................................................................................... 14 Pembuatan laminasi bambu ............................................................................. 15 Pelaburan perekat............................................................................................. 16 Pengempaan dan pengkondisian ...................................................................... 16 Pemotongan contoh uji..................................................................................... 18 Pengujian sifat fisis dan mekanis ..................................................................... 18
Universitas Sumatera Utara

Analisis statistik ............................................................................................... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Papan Laminasi Bambu Betung...................................................... 25
Pengujian Kadar Air (KA) .......................................................................... 25 Pengujian Daya Serap Air (DSA) ............................................................... 27 Pengujian Delaminasi (D) ........................................................................... 29 Sifat Mekanis Papan Laminasi Bambu Betung................................................ 30 Pengujian Bending Strength
1. Modulus of Elasticity (MOE) ............................................................ 31 2. Modulus of Rupture (MOR) .............................................................. 33 3. Perubahan Defleksi Pembebanan ...................................................... 34 Pengujian Keteguhan Rekat Permukaan (KRP).......................................... 35 Kualitas Papan Laminasi Berbentuk Zephyr dari Bambu Betung ................... 36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................................... 39 Saran................................................................................................................. 39 DAFTARPUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Standar mutu sifat fisis dan mekanis papan laminasi berdasarkan JAS
SE-7-2003 dan SNI ISO 16981-2012 ..........................................................21 2. Data rata-rata hasil pengujian sifat fisis laminasi bambu betung.............25 3. Data rata-rata hasil pengujian sifat mekanis laminasi bambu betung .......30 4. Rekapitulasi kualitas papan laminasi berdasarkan JAS SE-7-2003
danSNI ISO 16981-2012..............................................................................21
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 5. Laminasi bambu dari bahan baku zephyr tanpa node ...............................17 6. Laminasi bambu dari bahan baku zephyr dengan node ............................17 7. Pemotongan contoh uji..............................................................................17 8. Pembebanan pengujian MOR dan MOE...................................................20 9. Pengujian keteguhan rekat permukaan (KRP) ..........................................21 10. Bagan alir penelitian .................................................................................22 11. Kadar air laminasi bambu betung .............................................................25 12. Daya serap air laminasi bambu betung .....................................................27 13. Delaminasi laminasi bambu betung ..........................................................29 14. Nilai MOE laminasi bambu betung...........................................................31 15. Nilai MOR laminasi bambu betung ..........................................................33 16. Nilai perubahan defleksi laminasi bambu betung .....................................34 17. Nilai keteguhan rekat permukaan laminasi bambu betung .......................35
Universitas Sumatera Utara


ANNISA NADIA. Pengaruh Ukuran Pelupuh (Zephyr) Dan Buku Bambu (Node) Terhadap Kualitas Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper), Dibimbing oleh LUTHFI HAKIM dan TITO SUCIPTO
ABSTRAK Bambu memiliki bentuk menyerupai tabung dengan alas dan tutup berbentuk lingkaran berongga, sehingga untuk menjadikannya sebagai bahan konstruksi, perlu diubah bentuknya agar mudah digunakan. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengubah bentuk bambu tersebut adalah dengan cara laminasi. Tujuan dari penelitian ini ialah mengevaluasi pengaruh ukuran pelupuh (zephyr) dan keberadaan buku bambu (node) terhadap sifat fisis dan mekanis laminasi bambu, serta menentukan ukuran pelupuh dan keberadaan buku bambu terbaik untuk pembuatan laminasi Pengujian kadar air, daya serap air, delaminasi dan bending strength dilakukan berdasarkan standart JAS SE-7 2003 tentang Flooring sedangkan pengujian keteguhan rekat permukaan dilakukan berdasarkan standart SNI ISO 16981-2012. Hasil penelitian menunjukkan beberapa kualitas papan laminasi bambu betung telah memenuhi standar JAS SE-7-2003 yaitu untuk pengujian kadar air dan delaminasi, namun untuk daya serap air tidak memenuhi. Pada sifat mekanis papan laminasi bambu betung telah memenuhi standar JAS SE-7-2003 untuk pengujian bending strength dan memenuhi standar SNI ISO 16981-2012 untuk pengujian keteguhan rekat permukaan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ukuran zephyr tidak berpengaruh nyata pada kualitas papan laminasi kecuali uji bending strength untuk nilai MOR, sementara keberadaan node tidak berpengaruh nyata pada kualitas papan laminasi bambu.Papan laminasi bambu dari zephyr ini belum bisa diaplikasikan untuk penggunaan flooring (lantai) karena beberapa nilainya belum memenuhi standar.
Kata kunci: laminasi bambu, ukuran zephyr, node, sifat fisis dan mekanis
Universitas Sumatera Utara

ANNISA NADIA. Effect of zephyr’s size and bamboo’s node on the quality of bamboo betung (Dendrocalamus asper) laminated, supervised byLUTHFI HAKIM dan TITO SUCIPTO
ABSTRACT The bamboo form is like a tubular with a circular cavity in the base and the top, so to make it as a construction material, the form of bamboo need to be changed for easy to use. One method that can be used to change the form of bamboo is with laminated technology. The goals from this research are to evaluate the effect of zephyr’s size dan bamboo’s node existence on physical and mechanical properties of bamboo laminated, and determine the best zephyr’s size and bamboo’s node for laminated made. The tested of water content, water absorption, delamination and bending strength was conducted by using JAS standard SE-7 2003 about Flooring while surface bonding strength tested by using the SNI standard ISO 16981-2012. The result showed some quality of bamboo betung laminated boards have match the standart of JAS SE-7-2003, they are water content tested and delamination tested, but for water absorption tested is not match. The mechanical properties of bamboo betung laminated have match the JAS SE-7-2003 standart for bending strength tested and match the SNI ISO 16981-2012 standart for surface bonding strength tested. These Bamboo laminated board from zephyr could not be apllied for flooring use because there are some of physical and mechanical properties values not match the standart yet.
Keywords: bamboo laminated, zephyr’s size, node, physical and mechanical properties
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kebutuhan rumah di Indonesia per tahun adalah 2,9 juta unit dan
kebutuhan kayu gergajian rata-rata tiap unit rumah adalah sekitar 2,97 m3 sehingga total volume kayu gergajian yang diperlukan untuk perumahan per tahun di Indonesia adalah sekitar 8,6 juta m3 atau setara dengan 17,2 juta m3 kayu bundar. Oleh karena itu perlu dicari bahan substitusi kayu khususnya sebagai bahan bangunan dan mebel (Supriana dkk,2003).
Bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan merupakan salah satu sumber daya alam yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan substitusi kayu.Untuk menjadikannya sebagai bahan substitusi kayu, bambu harus mempunyai bentuk seperti kayu, yaitu berbentuk balok atau papan dengan dimensi panjang, lebar dan tinggi.
Karena penyebaran dan ketersediaan bambu yang besar, pertumbuhan yang cepat, penanganan yang mudah maka dalam penggunaannya telah digunakan secara luas guna kebutuhan hidup sehari-hari terutama pada masyarakat lokal sebagai sumber daya yang lestari. Bambu dapat digunakan sebagai bahan bangunan, keranjang, bahan makanan, pulp dan kertas, instrument alat-alat musik, kerajinan tangan, furnitur dan lain lain ( Dransfield dan Widjaja, 1995).
Jenis bambu betung (Dendrocalamus asper) dapat tumbuh dengan baik di tempat mulai dataran rendah sampai daerah dataran dengan ketinggian 2.000 m di atas permukaan laut (mdpl).Jenis ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan tanah yang cukup subur, terutama di daerah yang beriklim tidak terlalu kering (PPHH, 2000).
Universitas Sumatera Utara

Rahayu dan Berliana (1995) menyatakan bahwa bambu betung dikenal bersifat keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang. Utama (1996) dalam Wicaksono (2008) menyatakan bahwa ditinjau dari segi sifat fisik dan mekanik, bambu betung merupakan komponen struktural yang potensial untuk bahan bangunan, baik untuk bahan mebel, keperluan rumah tangga, maupun untuk rumah sederhana.

Salah satu keterbatasan dari bambu ialah bentuknya.Batang bambu memiliki bentuk menyerupai tabung dengan alas dan tutup berbentuk lingkaran berongga, sehingga untuk menjadikannya sebagai bahan konstruksi, perlu diubah bentuknya agar mudah digunakan.Sampai saat ini telah berkembang teknologi pengolahan bambu yang bertujuan untuk meningkatkan nilai guna bambu, kekuatan dan nilai estetika dari bambu tersebut. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan cara laminasi. Laminasi ialah suatu metode yang dilakukan untuk memperoleh bentuk papan yang lebih besar, baik ke arah lebar, panjang atau tebal dengan menggunakan perekat tertentu kemudian diberi tekanan atau dikempa. Tarkono (2006) menyatakan bahwa munculnya teknologi laminasi merupakan jawaban dari semakin berkurangnya persediaan bahan baku kayu dan keinginan untu mendapatkan material yang memiliki karakteristik mekanik yang lebih baik.
Dalam penelitian ini parameter yang akan diamati ialah perlakuan ukuran pelupuh (zephyr) dan buku bambu (node) pada bambu lamina dari bambu betung. Penggunaan zephyr pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan bahan baku bambu, yaitu dengan menggunakan bahan baku berupa zephyr lebih
Universitas Sumatera Utara

sedikit bambu yang tidak terpakai apabila dibandingkan dengan menggunakan bahan baku bilah.
Keberadaan node pada bambu merupakan bagian yang tidak bisa dihindari.Menurut Widodo dkk (2007) ruas bambu mempunyai efek pada sifat mekanis bambu. Kekuatan tarik (tensile strength) dari pada bambu yang mengandung ruas akan turun sekitar 25% dibandingkan dengan kekuatan tarik bambu yang tidak mengandung ruas. Ruas merupakan bagian yang terlemah dari bagian bambu.Karena struktur dan arah serat yang membentuk ruas menjadikan bagian ini mempunyai sifat mekanis yang rendah. Sifat dan karakter daripada ruas bambu ini sama dengan sambungan (joint) pada konstruksi laminasi. Tetapi dengan pengaturan penempatannya, maka pengaruh sambungan atau node pada konstruksi laminasi dapat dihindari.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghitung nilai sifat fisis dan mekanis laminasi bambu betung dengan berbagai ukuran pelupuh dan keberadaan buku bambu.
2. Mengevaluasi pengaruh ukuran pelupuh dan keberadaan buku bambu terhadap sifat fisis dan mekanis laminasi bambu.
3. Menentukan ukuran pelupuh dan keberadaan buku bambu terbaik untuk pembuatan laminasi bambu betung.
Universitas Sumatera Utara

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk meningkatkan pemanfaatan bambu bambu sebagai bahan substitusi kayu.
2. Untuk meningkatkan nilai guna, nilai ekonomis dan nilai estetika dari bambu betung.
3. Sebagai sumber pengetahuan bagi masyarakat yang membutuhkan informasi tentang alternatif bahan substitusi kayu.
Hipotesis Hipotesis yang digunakan adalah ukuran zephyr dan keberadaan node
diduga berpengaruh terhadap sifat fisis danmekanis laminasi bambu.
Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Bambu Tanaman bambu di Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian sekitar 3000 mdpl dan pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbukan yang bebas dari genangan air.Bambu mempunyai ruas dan buku dimana pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri.Pada ruas-ruas ini tumbuh akarakar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya disamping tunas-tunas rimpangnya (Krisdianto dkk, 2000).
Komponen kimia utama bambu terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin serta sedikit zat kimia lainnya yaitu resin, tannin, lilin, dan garam. Hasil penelitian terhadap bambu menunjukkan bahwa kandungan selulosa berkisar antara 42,4–53,6%, pentosans17,5–21,5%, lignin 19,8-26,6%, abu 1,24–3,77% dan zat ekstraktif yang larut dalam alkohol benzene 0,6-6,9%. Selain itu bambu juga memiliki kadar silika sebesar 0,10–1,78%. Kadar silika ini cenderung akan mempercepat penumpulan alat pengerjaan seperti gergaji. Kandungan kimia dari bambu tergantung pada spesies, kondisi lapangan pertumbuhan, umur dari bambu dan letak pada bagian batang.Kandungan pati paling besar terdapat pada musim kering dan kandungan pati terbesar terletak pada bambu bagian dalam dan terkecil pada bagian luar (Sutigno, 1980).
Fang dan Metha (1978) dalam Aenudin (1995) menyatakan bahwa bambu sangat mudah meyerap air dan melepaskannya saat mongering. Penyerapan bambu terhadap air dapat mencapai 25 % pada 24 jam pertama.Kadar air
Universitas Sumatera Utara

bambubervariasi berdasarkan umur, ketinggian batang dan musim. Kadar air ini akan menurun ketika bambu berumur tua.
KA (Kadar Air) bambu ditentukan oleh berat air yang terkandung dalambatang. KA batang bambu yang segar berkisar 50-99% dan pada bambu muda 80-150%, sementara pada bambu kering bervariasi antara 12-18% (Dransfield dan Widjaja 1995).
Sifat-sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh jenis, umur, tempat tumbuh dan posisi dalam batang.Keteguhan lentur, tekan dan tarik daridinding barnbu bagian luar lebih besar daripada pada bagian dalam (Syafii, 1984).
Bambu bersifat higroskopis seperti halnya kayu, yakni kandungan air di dalam sel-selnya tergantung pada suhu dan kelembaban udara di sekitarnya. Bagian buku bambu mangandung kadar air lebih kecil dibandingkan bagian ruas. Pada bambu tua, kadar air pangkal batang lebih besar daripada bagian ujung dengan perbedaan berkisar antara 50% atau lebih. Berat jenis bambu bervariasi (0,5-0,8) juga bergantung pada ukuran sel, ketebalan dinding sel dan hubungan antara jumlah sel berbagai bentuk (Yap 1967).
Bambu Betung Jenis bambu ini mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat.Warna batang
hijau kekuning-kuningan. Ukurannya lebih besar dan lebih tinggi dari jenis bambu yang lain. Tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang sampai 20 cm.Jenis bambu ini dapat ditemui di dataran rendah sampai ketinggian 2.000 mdpl. Bambu ini akan tumbuh baik bila tanahnya cukup subur, terutama di daerah yang beriklim tidak terlalu kering. Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk
Universitas Sumatera Utara

bahan bangunan karena seratnya besar-besar serta ruasnya panjang. Berikut ini

adalah klasifikasi bambu betung :

Kingdom : Plantae


Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotiledonae

Ordo

: Graminales

Famili

: Graminae

Genus

: Dendrocalamus


Spesies

: Dendrocalamus asper Backer

(Kemenhut, 2012).

Bambu betung mempunyai pertumbuhan cukup baik khususnya di daerah

yang tidak terlalu kering, warna kulit batang hijau kekuning-kuningan, batang

dapat mencapai panjang 10-14 m, panjang ruas berkisar antara 40 -60 cm dengan

diameter 6-15 cm. umur masa tebang untuk bambu ini berusia minimal 3 tahun

(Morisco, 2005).

Bambu mrmpunyai bentuk tidak prismatis, ukuran diameter serta jarak

ruas tidak seragam sepanjang batang, sehingga hal ini menjadikan bambu sangat


unik dan artistik, tetapi aplikasi bambu sebagai batang struktural menjadi sulit

(Rahayu dan Berliana, 1995).

Parenkim dan sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam

dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar, sedangkan

susunan serat pada ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan

bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang

(Dransfield dan Widjaja, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Betung Haygreen dan Bowyer (1982) dalam Jainal 2001 menyatakan bahwa
kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan suatu bahan disebut sebagai sifatsifat mekanisnya. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikulbeban atau gaya. Menurut Aenuddin (1995) Bambu betung memiliki sifat fisis dan mekanis yang baik dimana memiliki rata-rata berat jenis 0,61, MOE sebesar 131,192 kg/cm2 dan MOR 1,038 kg/cm2 sehingga sangat potensial untuk dijadikan bahan konstruksi dan balok laminasi.
Lebih lanjut Jassen (1981) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yangmempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu yaitu : 1. Jenis dan umur bambu 2. Kondisi bambu (kondisi segar atau sudah mendapatkan perlakuan) 3. Kadar air 4. Bentuk dan ukuran spesimen 5. Node dan internode 6. Jarak dari ujung

Sifat Anatomi dan Kimia Bambu Betung. Dimensi serat bambu betung adalah: panjang 3,78 mm, diameter 19µm,
lebar lumen 7µm, tebal dinding sel 6µm. komponen kimia bambu betung adalah: holoselulosa 53%, pentosan 19%, lignin 25% dan abu 3% (Dransfield dan Widjaja, 1995).
Universitas Sumatera Utara

Pelupuh Bambu (Zephyr)

Pelupuh (zephyr) adalah lembaran material yang memiliki struktur seperti

jaring berserat yang dibuat menyerupai dengan scrimber. Proses ini melibatkan

penghancuran progresif dari material melalui beberapa perlakuan penggilingan

(perataan material) sampai lembaran serat yang saling bersambung diperoleh

(Kikata dkk, 1989).

Subiyanto(2001) menyatakan bahwa untuk membuat papan

zephyrdigunakanlembaran pelupuhbambu.Panel tersebut terdiri dariserat


bambuyang direkat dengan fenol formaldehidaatauureaformaldehida dengan

arahsejajar serat.Keuntungan daripanelzephyrbambu dapat dibandingkan

dengankayulogutuhataupapan

yaitudapat

melengkung

sesuai

kemampuannya.Panelterbuat

daribahanberukurankecil,

sesuai

denganperencanaankonstruksiyang

dapat

meningkatkankekuatandanpenggunaannya

serta

untukmembuatkesanpenampilanyangdekoratif

pula.

Bahkanpaneldari

zephyrbambumemilikikekuatansetaradengankayukelas1 dan kelas2. Hal ini tentu

dapat menambahdaya tarikpenggunaan panel zephyr bambu tersebut.

Buku Bambu (Node) Batang bambu terdiri atas bagian buku (node) dan bagian ruas
(internode).Pada bagian ruas, orientasi sel semuanya aksial tidak ada yang radial, sedangkan sklerenkim pada bagian buku dilengkapi oleh sel radial.Bagian terluar terbentuk dari lapisan tunggal sel epidermis dan bagian dalam tertutup lapisan sklerenkim (Liese, 1980).

Universitas Sumatera Utara

Janssen (1981) menyatakan bahwa keteguhan tekan bambu dipengaruhi oleh persentase sel-sel sklerenkim, kadar air dan posisi pada batang. Keteguhan lentur bambu dipengaruhi oleh tebal batang dan ada tidaknya buku.
Subyakto dan Sudjono (1994) telah meneliti bahwa berat jenis bambu betung bertambah besar dengan meningkatnya posisi ketinggian ruas pada batang. Pada ruas yang sama, kekuatan lentur (MOE dan MOR) bambu betung pada bagian tanpa buku lebih tinggi dibandingkan dengan buku. Pada ruas yang sama, nilai MOR pada posisi pengujian telentang (bagian kulit bambu di bawah) lebih kecil dibandingkan posisi telungkup (bagian kuli bambu di atas). Nilai MOE bertambah besar dengan semakin tinggi posisi ruas pada batang, sedangkan nilai MOR mengalami sedikit penurunan pada ujung batang.
Laminasi Bambu Teknologi laminasi adalah teknik penggabungan bahan dengan bantuan
perekat, bahan bangunan berukuran kecil dapat direkatkan membentuk komponen bahan sesuai keperluan. Teknik laminasi juga merupakan cara penggabungan bahan baku yang tidak seragam atau dari berbagai kualitas (Prayitno, 1996).
Balok laminasi adalah balok yang dibuat dari lapis-lapis papan yang diberi perekat secara bersama-sama pada arah serat yang sama. Balok laminasi memiliki ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar 50 mm. Dengan mengikuti konsep tersebut, laminasi diperoleh dari pengolahan batang yang dimulai dari pemotongan, perekatan dan pengempaan sampai diperoleh bentuk lamina dengan ketebalan yang diinginkan. Untuk beberapa hal, sifat-sifat lamina tidak berbeda jauh dengan sifat batang kayu aslinya. Sifat akhir akan banyak dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara

banyaknya ruas yang ada pada satu batang tersebut dan banyaknya perekat yang digunakan (Widjaja, 1995).
Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis (Sulastiningsih, 2012).
Laminasi bambu diperoleh dari pengolahan batang bambu dimulai pemotongan, perekatan danpengempaan hingga diperoleh bentuk lamina dengan ketinggian/ketebalan yang diinginkan. Untuk beberapa hal, sifat-sifat lamina tidak beda jauh dari sifat bambu aslinya. Sifat akhir akan banyak dipengaruhi oleh banyaknya nodia/ruas yang ada pada satu batang dan perekat yang dipergunakan (Widjaja, 1995).
Proses laminasi dan penyambungan sangat terkait dengan proses perekatan. Dalam proses perekatan bambu ada tiga aspek utama yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan, yaitu aspek bahan yang direkat (bambu), aspek bahan perekat dan aspek teknologi perekatan. Aspek bahan yang direkat (bambu) meliputi struktur dan anatomi bambu (susunan sel, arah serat) dan sifat fisika (kerapatan, kadar air, kembang susut dan porositas). Aspek perekatan meliputi jenis, sifat dan kegunaan perekat. Aspek teknologi perekatan meliputi komposisi perekat, berat laburan, pengempaan dan kondisi kerja (durasi, suhu, cara pelaksanaan) (Budi, 2007).
Rahmawati (2005) pada penelitiannya menyebutkan bahwa permukaan laminasi bambu yang tidak merata akibat dari pengerjaan yang kurang sempurna sehingga kerjasama antar bambu ketika menerima gaya kurang bagus.
Universitas Sumatera Utara

Perekat PVAc Dalam penggunaan perekat jarus dipilih perekat yang dapat memberikan
ikatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang pada suatu struktur. Perekat yang ideal mempunyai persyaratan tertentu, yaitu harga murah, mempunyai waktu kadaluarsa yang panjang, cepat mengeras dan cepat matang hanya dengan temperatur yang rendah, mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap kelembaban, tahan panas dan mikroorganisme serta dapat digunakan untuk berbagai keperluan (Ruhendi, 1998).
PVAc merupakan perekat yang cocok digunakan untuk bahan kertas dan kayu, selain itu penggunaan perekat PVAc dinilai lebih ramah lingkungan karena PVAc merupakan polimer karet yang bersifat biodegradable, umur simpannya tidak terbatas, dan tahan terhadap mikroorganisme (Fajriani, 2010).
Perekat polyvinylacetate diperoleh dari polimerisasi vinil acetate dengan cara polimerisasi massa, polimerisasi larutan maupun polimerisasi emulsi. Yang paling banyak digunakan dalam proses produksi adalah polimeriasai emulsi. Reaksinya dimulai dan dikontrol dengan penggunaan radikal bebas atau katalis ionik, sedang untuk tujuan percobaan dapat dilakukan dengan metode katalis, termasuk katalis redox, atau aktifasi dengan cahaya.Secara garis besar reaksinya ada tiga tahap, yaitu permulaan, pertumbuhan polimer dan terminasi (Ruhendi dan Hadi, 1997).
Kelebihan polivinil asetat yaitu mudah penanganannya, storage life-nya tidak terbatas, tahan terhadap mikroorganisme, tidak mengakibatkan bercak noda pada kayu serta tekanan kempanya rendah.Kekurangan polivinil asetat yaitu
Universitas Sumatera Utara

sangat sensitif terhadap air sehingga penggunaannya untuk interior saja, kekuatan rekatnya menurun cepat dengan adanya panas dan air serta viscoelastisitasnya tidak baik (Ruhendi dkk, 2007).
Pizzi (1983) menerangkan bahwa perekat PVAc tidak memerlukan kempa panas.Dalam penggunaannya secara luas dapat menghasilkan keteguhan rekat yang baik dengan biaya relatif rendah.Keuntungan utama menggunakan perekat PVAc dapat melebihi UF, karena kemampuannya menghasilkan ikatan rekat secara ekstrim dan cepat pada suhu kamar.Keuntungan lainnya adalah tidak memerlukan kempa panas yang memerlukan biaya yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Juli 2014.
Persiapan bahan baku dan pembutan laminasi bambu dilakukan di workshop Teknologi Hasil Hutan Program StudiKehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pengujian sifat fisis dan mekanis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program Studi Hasil Hutan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, gergaji,
penggaris, alat tulis, kertas amplas, klem (kempa dingin), timbangan analitik, cutter, camera digital, moisturemeter, oven, kalkulator dan UTM (Universal Testing Machine) merk Tensilon RTF-150. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu betung (Dendrocalamus asper) dan perekat PVAc.
Prosedur Penelitian 1. Penebangan Bambu
Dicari lokasi yang banyak ditumbuhi bambu betung, yaitu di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat.Kemudian dilakukan penebangan bambu tersebut. 2. Pemotongan dan Pengeringan Bambu
Batang bambu betung dipotong sepanjang 100 cm, dan dibelah menjadi 4-6 bagian. Setelah itu dilakukan proses pengeringan alami dengan
Universitas Sumatera Utara

cara dijemur dibawah sinar matahari sampai dicapai kadar air ±15%. Kemudian masing-masing bagian tersebut dipotong dengan ukuran panjang 10 cm, 15 cm dan 20 cm tanpa node dan dengan node selanjutnya dibuang bagian kulitnya dan dipecah sehingga berbentuk pelupuh (zephyr). 3. Pembuatan Laminasi Bambu a. Sampel A
Sampel A adalah pelupuh (zephyr) bambu dengan ukuran panjang 10 cm tanpa node. Ukuran laminasi bambu yang akan dibuat adalah 1 cm x 10 cm x 90 cm. b. Sampel B Sampel B adalah pelupuh (zephyr) bambu dengan ukuran panjang 15 cm tanpa node. Ukuran laminasi bambu yang akan dibuat adalah 1 cm x 10 cm x 90 cm. c. Sampel C Sampel C adalah pelupuh (zephyr) bambu dengan ukuran panjang 20 cm tanpa node. Ukuran laminasi bambu yang akan dibuat adalah 1 cm x 10 cm x 90 cm. d. Sampel D Sampel D adalah pelupuh (zephyr) bambu dengan ukuran panjang 10 cm dengan node. Ukuran laminasi bambu yang akan dibuat adalah 1 cm x 10 cm x 90 cm. e. Sampel E
Universitas Sumatera Utara

Sampel E adalah pelupuh (zephyr) bambu dengan ukuran panjang 15 cm dengan node. Ukuran laminasi bambu yang akan dibuat adalah 1 cm x 10 cm x 90 cm. f. Sampel F Sampel F adalah pelupuh (zephyr) bambu dengan ukuran panjang 20 cm dengan node. Ukuran laminasi bambu yang akan dibuat adalah 1 cm x 10 cm x 90 cm.
Setelah sampel dibuat dilakukan proses penyerutan dan pengampelasan agar permukaannya lebih halus dan mudah direkatkan. 4. Pelaburan Perekat
Disiapkan perekat PVAc kemudian dilanjutkan dengan proses pelaburan perekat. Pelaburan perekat dilakukan pada masing-masing pelupuh bambu secara perlahan-lahan menggunakan metode pelaburan dua permukaan (double spread) dengan menggunakan sekrap.Berat labur yang digunakan sebesar 360 g/m2. Selanjutnya, pelupuh bambu tersebut direkatkan satu sama lain dan diusahakan agar perekat tidak tumpah atau keluar dari sisi-sisi bambu. 5. Pengempaan dan Pengkondisian
Bambu lamina yang telah terbentuk dikempa dingin dengan menggunakan klem.Pengempaan dilakukan 2 tahap, yaitu ke arah lebar dan ke arah tebal, masing-masing tahap pengempaan tersebut dilakukan selama 24 jam. Setelah itu dilakukan proses conditioning selama 1 minggu.
Dari tahapan di atas, dihasilkan laminasi bambu dari bahan baku zephyr dengan variasi ukuran panjang 10 cm, 15 cm dan 20 cm dengan dan tanpa node seperti gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Laminasi bambu dari bahan bakuzephyr tanpa node
Gambar 2. Laminasi bambu dari bahan bakuzephyr dengan node
6. Pemotongan Contoh Uji Pemotongan contoh uji dapat dilakukan seperti gambar 3 Gambar 3.Pemotongan contoh uji
Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
A. Contoh uji kadar air (2x2x)1 cm B. Contoh uji delaminasi (7,5x7,5x1) cm C. Contoh uji daya serap air (5x5x1) cm D. Contoh uji keteguhan rekat internal (5x5x1) cm E. Contoh uji MOE dan MOR (30x1x1) cm

7. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

A. Pengujian Kadar Air (KA)

Contoh uji berukuran 2 x 2 x 1 cm Penentuan kadar air papan

laminasi dilakukan dengan menggunakan menghitung selisih berat awal

dengan berat setelah dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat

konstan pada suhu 103±2oC . Kadar air tersebut dihitung dengan rumus



=

BA − BKO BKO

x

100%

Keterangan: KA= Kadar Air (%) BA= Berat awal contoh uji (g) BKO = Berat tetap contoh uji setelah dikeringkan dalam oven (g)

B. Pengujian Rasio Daya Serap Air (DSA) Contoh uji pengujian DSA berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm.
Pengujian dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman. Contoh uji direndam secara horizontal ke dalam air dengan suhu 25±1oC sedalam 3 cm dari permukaan air selama 24 jam.Kemudian Daya serap air dihitung dengan rumus :

B2 − B1 DSA = B1 x 100%

Universitas Sumatera Utara

Keterangan: DSA = Daya serap air (%) B1 = Berat contoh uji sebelum perendaman (g) B2 = Berat contoh uji setelah perendaman (g)

C. Pengujian Delaminasi (D)

1. Contoh uji pengujian delaminasi berukuran 7,5 cm x 7,5 cm x 1 cm. contoh uji direndam kedalam air dengan suhu 70±3oC selama 2 jam,

kemudian dikeringkan ke dalam oven selama 3 jam dengan suhu 60±3oC. Selanjutnya diukur delaminasi pada setiap garis rekat pada

setiap sisi kemudian dijumlahkan.

Penentuan nisbah delaminasi dalam % didapat dengan rumus:

Nisbah delaminasi (%) =

Jumlah panjang delaminasi jumlah panjang garis rekat

x 100%

D. Pengujian Modulus of Elasticity (MOE)

Contoh uji dan perhitungan MOE dilakukan dengan menggunakan

contoh uji yang sama dengan MOR. Ukuran contoh uji 30cm x 1 cm x 1

cm. Pada pengujian ini yang dicatat adalah perubahan defleksi setiap

perubahan beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan Rumus : ΔPL3
MOE = 4Δybh3

Keterangan :

MOE

= ModulusofElasticity (kgf/cm2)

L = Bentang (cm)

ΔP = Perubahan beban yang digunakan (kg)

Δy = Perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)

h = Tebal contoh uji (cm)

b = Lebar contoh uji (cm)

Universitas Sumatera Utara

E. Pengujian Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian MOR dilakukan bersamaan dengan pengujian

MOE.Contoh pengujian MOE dan MOR dapat dilihat pada gambar 4.

Nilai MOR dihitung dengan menggunakan rumus :

3PL MOR = 2bh2

Keterangan: MOR

= Modulus of Rupture (kgf/cm2)

L = Bentang (cm)

P = Beban maksimum (kg)

h = Tebal contoh uji (cm)

b = Lebar contoh uji (cm)

P 30 cm

0,5 cm

1cm

1 cm

0,5cm

L = 29 cm

Gambar 4. Pembebanan pengujian MOR dan MOE

Keterangan: P = posisi dan arah pembebanan L = Jarak sangga (cm)

F. Pengujian Keteguhan Rekat Permukaan (KRP) Contoh uji KRP berbentuk persegi dengan ukuran 5 x 5 x 1 cm,
dibuat alur melingkar dengan diameter alur 35,7±0,1 mm dan kedalaman alur 0,3±0,1 mm. Kemudian direkatkan pada lempengan baja berbentuk jamur menggunakan perekat PVAc dengan berat labur 360 g/m2 pada permukaannya lalu dikondisikan selama 24 jam pada suhu kamar.

Universitas Sumatera Utara

Setelah itu contoh uji ditarik dengan arah pembebanan tegak lurus arah serat contoh uji sampai tarikan maksimum (contoh uji rusak) dicapai dalam waktu 60±30 detik.Pengujian KRP dapat dilihat pada Gambar 5.
arah beban
Balok Besi
Contoh Uji

arah beban

Gambar 5. Pengujian keteguhan rekat permukaan (KRP)

KRP dapat dihitung dengan rumus:

F KRP = A

Keterangan:
KRP = Keteguhan Rekat Permukaan (MPa)
F = Gaya maksimum (N) A = Luas permukaan (mm2)

Pengujian sifat fisis dan mekanis papan lamina mengacu pada ketetapan

standar JAS SE-7-2003, seperti disajikan pada tabel 6.

Tabel 1. Standar mutu sifat fisis dan mekanis papan laminasi berdasarkan JAS

SE-7-2003 dan SNI ISO 16981-2012

No Sifat Fisis dan

AS SE-7-2003

SNI ISO 16981-

Mekanis

2012

1 Kadar air (%)

≤ 14

-

2 Daya Serap Air (%)

≤ 20

-

3 Delaminasi (cm)

FTabel pada tingkat kepercayaan 95%, maka jumlah lapisan dan posisi pengujian berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper) yang diuji. Bila Fhitung> Ftabel maka selanjutnya akan dilakukan uji lanjutan menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis Laminasi Bambu Betung

Data rata-rata sifat fisis yang diperoleh dari hasil pengujian laminasi

bambu betung yang dilakukan, disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Data rata-rata hasil pengujian sifat fisis laminasi bambu betung

Ukuran zephyr

Keberadaan node

Nilai KA (%)

Nilai DSA (%)

Nilai D (%)

10 cm

Ada Tidak ada

12,23 11,21

70,41 72,08

68,06 73,87

15 cm

Ada Tidak ada

11,32 11,78

62,48 62,20

78,06 49,11

20 cm

Ada Tidak ada

11,97 14,99

43,42 57,52

68,09 57,52

Pengujian Kadar Air (KA)

Kadar air pada papan laminasi bambu betung menunjukkan persentase

banyaknya air yang mampu diserap oleh papan laminasi pada kondisi kering udara

dibanding dengan berat papan laminasi pada kondisi kering oven.kadar air

laminasi bambu dapat dilihat pada gambar 7.

kadar air

16 14 12 10
8 6 4 2 0
10 cm

15 cm ukuran zephyr

20 cm

node tanpa node

Gambar 7. Kadar air laminasi bambu betung

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7 menunjukkan bahwa hampir semua kadar air dari laminasi bambu tersebut memenuhi standar standar JAS SE-2003 yaitu ≤14%, hanya pada laminasi bambu dengan perlakuan ukuran zephyr 20 tanpa node yang tidak memenuhi standar yaitu sebesar 14,99%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dransfield dan Widjaya (1995) yang menyatakan bahwa KA (Kadar Air) bambu ditentukan oleh berat air yang terkandung dalam batang. KA batang bambu yang segar berkisar 50-99% dan pada bambu muda 80-150%, sementara pada bambu kering bervariasi antara 12-18%.
Pada beberapa perlakuan terdapat kadar air laminasi bambu di bawah 12%, hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Dransfield dan Widjaya tersebut, namun karena perbedaan nilai yang kecil, maka hasil tersebut dapat diterima.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada contoh uji dari zephyr 20 cm tanpa node sedangkan kadar air terendah terdapat pada contoh uji dari zephyr 10 cm dengan node hal tersebut terjadi karena bagian buku bambu (node) lebih cepat kering daripada bagian ruas (internode). Hal ini sesuai dengan pernyataan Yap(1967) yang menyatakan bahwa bagian buku bambu mangandung kadar air lebih kecil dibandingkan bagian ruas. Untuk laminasi bambu dari zephyr dengan ukuran 10 cm, perlakuan dengan node memiliki kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa node, hal ini mungkin terjadi akibat keberadaan node yang menyebar di papan laminasi tidak merata, sehingga berpengaruh pada saat pemotongan contoh uji untuk kadar air, dimana bagian node tidak ada pada contoh uji tersebut.
Berdasarkan sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang telah dilakukan, penggunaan node dan ukuran zephyr serat tidak memberikan pengaruh
Universitas Sumatera Utara

yang nyata terhadap sifat kadar air papan laminasi berbentuk zephyr dari bambu betung tersebut. Karena perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut pembeda pada masing-masing perlakuan.

Pengujian Daya Serap Air (DSA)

Daya serap air menunjukkan banyaknya air yang mampu diserap oleh

laminasi bambu pada kondisi basah dibandingkan dengan berat laminasi bambu

pada saat kondisi kering udara.Daya serap air laminasi bambu dapat dilihat pada

gambar 8.

daya serap air

80 70 60 50 40 30 20 10
0 10 cm

15 cm ukuran zephyr

20 cm

node tanpa node

Gambar 8. Daya serap air laminasi bambu betung Gambar 8 menunjukkan bahwa daya serap air tertinggi terdapat pada laminasi bambu dengan perlakuan ukuran zephyr 10 cm tanpa node dengan nilai 72,09%, sedangkan yang terendah terdapat pada laminasi bambu dengan perlakuan ukuran zephyr 20 cm dengan node dengan nilai 43,42%. Kemampuan bambu menyerap air tersebut terkait dengan sifat alamiah bambu yaitu bambu bersifat higroskopis, yaitu mampu menyerap dan menguapkan air. Hal tersebut

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan pernyataan Yap (1967) yang menyatakan bahwa bambu bersifat higroskopis seperti halnya kayu, yakni kandungan air di dalam sel-selnya tergantung pada suhu dan kelembaban udara di sekitarnya.
Dari hasil yang diperoleh diatas, semua nilai DSA laminasi bambu tersebut tidak memenuhi standar JAS SE-7 2003, yaitu ≤ 20%. Hal ini terjadi karena kemampuan bambu yang dapat menyerap air dalam jumlah yang banyak, hal ini sesuai dengan pendapat Fang dan Metha (1978) dalam Aenudin (1995) yang menyatakan bahwa bambu sangat mudah meyerap air dan melepaskannya saat mongering. Penyerapan bambu terhadap air dapat mencapai 25 % pada 24 jam pertama.
Berdasarkan sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang telah dilakukan, perlakuan keberadaan node dan ukuran zephyr tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air laminasi bambu sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
Universitas Sumatera Utara

Pengujian Delaminasi (D)

Pengujian delaminasi dilakukan untuk mengetahui besar persentase

daya perekat dengan membandingkan panjang garis rekat dengan

delaminasinya.Pengujian delaminasi dapat dilihat pada gambar 9.

delaminasi

90 80 70 60 50 40 30 20 10
0 10 cm

15 cm ukuran zephyr

20 cm

node tanpa node

Gambar 9. Delaminasi laminasi bambu betung
Gambar 9 menunjukkan bahwa ukuran zeph