Penentuan Luas Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

PENENTUAN LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA BERDASARKAN
ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DI KOTA MEDAN
PROVINSI SUMATERA UTARA

EVI STEVANY ZHETA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Luas
Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota
Medan Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Evi Stevany Zheta
NIM E3490011

ABSTRAK
EVI STEVANY ZHETA. Penentuan Luas Optimal Hutan Kota Berdasarkan
Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO.
Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang
terus berkembang sebagai pusat akivitas perekonomian, industri, perdagangan
maupun jasa. Hal ini mendorong peningkatan konsumsi energi dan buangan sisa
energi seperti gas karbondioksida (CO2) ke atmosfer. CO2 memiliki peranan
penting dalam peningkatan suhu bumi secara global. Salah satu alternatif solusi
untuk mengurangi emisi CO2 di atmosfer adalah pengembangan hutan kota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas optimal hutan kota berdasarkan
rosot gas CO2 yang dihasilkan oleh manusia, penggunaan bahan bakar fosil,

ternak, dan areal persawahan. Penelitian dilakukan dengan studi pustaka,
observasi lapangan, serta interpretasi dan analisis citra landsat. Emisi CO2 di Kota
Medan pada tahun 2013 ialah sebesar 2 901.69 Gg sehingga luas hutan kota yang
dibutuhkan adalah 49 807.94 ha. Pada tahun 2030 diprediksi emisi CO2 semakin
meningkat menjadi sebesar 1 375 762.80 Gg sehingga luas hutan kota optimal
yang dibutuhkan adalah seluas 23 615 164.42 ha. Luas hutan kota di Kota Medan
yang tersedia saat ini hanya mencapai 43.32 ha, sehingga masih perlu
penambahan luas hutan kota.
Kata Kunci : emisi, hutan kota, karbondioksida.
ABSTRACT
EVI STEVANY ZHETA. Determination of Optimum Urban Forest Area Based
on Carbon Dioxide (CO2) Sinks in Medan City of Sumatera Utara Province.
Under supervision by RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI
PRASETYO.
Medan is one of the metropolitan city in Indonesia, which continues to grow
as a center of activity of the economy, industry, trade and services. This prompted
an increase in energy consumption and discharge residual energy such as gas
carbon dioxide (CO2) into the atmosphere. Increasing carbon dioxide has led
earth's global temperature increase. One alternative solution to reduce CO2
emissions in the atmosphere is the development of the urban forest. This study

aims to determine the optimal area of urban forest by sinks of CO2 gas produced
by human use of fossil fuels, livestock and rice cultivation. The study was
conducted by literature study, observation, and interpretation and analysis of
Landsat image. Carbon dioxide emissions in Medan in 2013 was 2 901.69 Gg so
the urban forest area required was 49 807.94 ha. It was predicted that CO2
emissions in 2030 will reach to 1 375 762.80 Gg and therefore the required
optimal urban forest area was 23 615 164.42 ha. Today, the urban forest area that
available in Medan is only 43.32 ha, so the addition of the urban forest area is still
needed.
Keywords: carbon dioxide, emissions, urban forests.

PENENTUAN LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA BERDASARKAN
ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DI KOTA MEDAN
PROVINSI SUMATERA UTARA

EVI STEVANY ZHETA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2013 sampai Desember 2013 ini ialah
hutan kota, dengan judul Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas
Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Rachmad
Hermawan, MScF dan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku pembimbing.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak BPS Kota Medan,
BAPPEDA Kota Medan dan Dinas Pertamanan Kota Medan. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Mama, Bapak, Mama uda serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Keluarga Anggrek Hitam KSHE 46 dan

Keluarga besar HIMAKOVA atas motivasi, dukungan, dan kebersamaan kita
selama ini dan seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, serta
keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan
Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta
memberikan ilmu pengetahuan
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Evi Stevany Zheta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE


2

Waktu dan Lokasi

2

Bahan

3

Alat

3

Metode Pengambilan Data

3

Prosedur Analisis Data


4

Asumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

10

Penutupan Lahan Kota Medan

11

Kebutuhan Luas Hutan Kota

13


Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Medan

15

Pengembangan Hutan Kota di Kota Medan

17

SIMPULAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18


DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9


Bentuk dan sumber data penelitian
Faktor konversi dan emisi bahan bakar
Faktor emisi CH4 dari ternak
Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan
PP RI No. 63 Tahun 2002
Jumlah emisi CO2 dari penduduk Kota Medan
Jumlah emisi CO2 dari bahan bakar fosil
Jumlah emisi CO2 dari ternak
Prediksi kebutuhan hutan kota berdasarkan emisi CO2
Lokasi dan luas hutan kota medan tahun 2013

4
5
6
13
14
14
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Lokasi Penelitian
Bagan alir tahapan pengolahan citra landsat
Persentase luas tipe tutupan lahan Kota Medan tahun 2013
Peta penutupan lahan Kota Medan berdasarkan
batas administrasi BPS Kota Medan (2004)
5 Perbandingan kebutuhan luas hutan kota

2
10
11
12
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji akurasi
2 Perhitungan luasan optimal hutan kota
3 Penentuan prediksi luas optimal hutan kota

21
21
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang
terus berkembang sebagai pusat aktivitas manusia, terutama kegiatan
perekonomian di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Hal ini telah
mendorong peningkatan konsumsi energi yang sejalan dengan peningkatan
buangan sisa energi ke udara. Salah satu bentuk buangan sisa tersebut adalah gas
CO2 yang berperan penting dalam peningkatan suhu bumi secara global.
Dalam keadaan ideal gas CO2 dapat diserap oleh tanaman dan pepohonan
yang terdapat di dalam ruang terbuka hijau (RTH). Keberadaan RTH seperti hutan
kota, taman kota dan jalur hijau sangat penting bagi masyarakat kota untuk
menyerap emisi yang dihasilkan oleh kota itu sendiri. Berdasarkan UU No 26
tahun 2007 RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah
kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Namun aktivitas
pembangunan dan pengembangan kota berupa pembangunan sarana dan prasarana
fisik kota yang cenderung berupa alih fungsi lahan menyebabkan berkurangnya
RTH termasuk hutan kota.
Dampak yang paling nyata terhadap berkurangnya tutupan lahan bervegetasi
adalah meningkatnya kadar CO2 di udara terutama dari hasil penggunaan energi
fosil oleh kendaraan bermotor dan industri. Hal ini disebabkan tidak tersedianya
vegetasi yang dapat menyerap gas CO2 yang dapat digunakan dalam proses
fotosintesis untuk menghasilkan O2 dan karbohidrat. Pada akhirnya terjadi
pemanasan global sebagai akibat bertambahnya ambien gas CO2 buangan,
sedangkan laju rosotnya menurun disebabkan menurunnya luas lahan bervegetasi
berupa hutan kota. Oleh sebab itu, diperlukan adanya penelitian yang penentuan
luas optimal hutan kota yang berfungsi sebagai rosot gas CO2 untuk
mengantisipasi terus menurunnya luas hutan kota tersebut.
Pengembangan hutan kota membutuhkan perencanaan yang tepat dari segi
lokasi, luas, dan sebarannya agar dapat memberikan manfaat maksimal terhadap
rosot CO2 perkotaan. Dewasa ini dalam perencanaan spasial pembangunan RTH,
terdapat teknologi penginderaan jauh yang didukung Sistem Informasi Geografis
yang mampu menyediakan data akurat dan cepat. Dengan demikian data tersebut
diharapkan mampu mendukung pengambilan keputusan sesuai kebijakan yang
berlaku dalam pengembangan tata ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi kebutuhan luas hutan kota
di Kota Medan pada tahun 2013, 2015, 2020, 2025 dan 2030.
Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kebutuhan luas hutan kota kepada Pemerintah Kota Medan berdasarkan rosot gas

2

CO2, serta menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan
hutan kota dan tata ruang Kota Medan.
METODE

Waktu dan Lokasi
Penelitian mengenai penentuan luas optimal hutan kota berdasarkan emisi
CO2 dilakukan pada bulan November-Desember 2013 di Kota Medan, Provinsi
Sumatera Utara (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis
Spasial Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Lokasi penelitian

3

Bahan
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi dan
data Citra Landsat path/row : 129/57 dengan akuisisi tanggal 23 Juni 2013, data
jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, luas areal persawahan serta jumlah
konsumsi energi yang meliputi konsumsi minyak tanah, bensin, solar dan LPG.
Alat
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital yang
digunakan untuk dokumentasi pada tahap observasi, seperangkat komputer yang
dilengkapi dengan software microsoft excel untuk menghitung luas optimal hutan
kota, software Global Mapper yang digunakan untuk mengetahui persebaran
ruang terbuka hijau, dan software Arc GIS. 9.3 dan Erdas imagine 9.1 yang
digunakan untuk mengetahui tutupan lahan pada tahun 2013.
Metode Pengambilan Data
Tahap ini meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi dan peta yang
diperlukan untuk penentuan luas hutan kota. Jenis data yang diambil
dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dari kegiatan di lapangan melalui observasi, wawancara, dan pengamatan
langsung di lokasi.Sementara data sekunder berupa dokumen dan peta diperoleh
dengan studi pustaka dari instansi terkait dimana data tersebut memiliki
keterkaitan sebagai bahan dalam analisis data. Jenis data dan metode pengambilan
data secara lengkap disajikan dalam Tabel 1.
Adapun alur tatacara pengambilan data adalah sebagai berikut:
1.

2.

3.

4.

Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital)
Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat
komputer yang dilengkapi SIG dan software ArcGis dengan cara
mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitasi on screen. Proses
digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran
yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah
penelitian serta acuan koreksi geometrik pada pengolahan citra.
Studi Pustaka
Studi pustaka yang dilakukan berupa pengambilan informasi yang
diperlukan mengenai keadaan umum areal, hutan kota dan rencana
pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi
yang terkait.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada Pemerintah Daerah Kota Medan dan
instansi terkait dengan pengembangan hutan kota.
Observasi dan Groundcheck
Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan
mengenai lokasi-lokasi hutan kota. Groundcheck dilakukan dengan
menggunakan foto udara dari google mapper.

4

Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian
Metode
Pengambilan Data
Studi pustaka

No

Jenis Data

Bentuk Data

Sumber Data

1

Keadaan iklim, curah
hujan, suhu udara,
kelembapan, dan
demografi penduduk
Geografi, luas wilayah,
batas wilayah
Tata guna lahan

Deskripsi

Badan Pusat
Statistik (BPS)

Deskripsi

Studi pustaka

Rencana tata ruang
wilayah
Jumlah dan Jenis
Hewan Ternak

Deskripsi

Bappedda dan
BPS
Data
Citralandsat
Dinas Tata
Ruang
Dinas
Peternakan
dan BPS

Jenis dan jumlah
kendaraan bermotor
Luas areal persawahan

Deskripsi

Polsek

Studi pustaka

Deskripsi

BPS

Studi pustaka

Tingkat konsumsi
bahan bakar (Bensin,
solar, LPG, dan minyak
tanah)
Bentuk, jumlah, dan
luas hutan kota

Deskripsi

BPS

Studi pustaka

Peta dan
Deskripsi

Data
Citralandsat
dan Dinas
Pertamanan

Analisis, studi
pustaka dan
observasi

2
3
4
5

6
7
8

9

Peta

Deskripsi

Download dan
Analisis
Studi Pustaka dan
wawancara
Studi pustaka

Prosedur Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengetahui apakah luas hutan kota yang
terdapat di Kota Medan saat ini telah memenuhi standart optimum terutama
berdasarkan peraturan Perundangan yang berlaku dan kemampuan hutan kota
dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM (bensin, solar atau
minyak tanah) serta bahan bakar gas berupa LPG, ternak, areal persawahan dan
manusia.
1.
Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.63
Tahun 2002
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
menyatakan luas hutan kota sekurang-kurangnya adalah 10 % dari luas kota.
Pada pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang
kompak paling sedikit 0,25 ha. Dalam hal ini luas hutan kota yang terdapat
di Kota Medan dipersentasekan dengan luas total Kota Medan.
2.
Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber
emisi.
Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi CO2 yang
terdapat di Kota Medan adalah metode yang dikeluarkan oleh IPCC tahun

5

1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar
fosil), ternak, penduduk dan sawah.
a.
Energi
Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri,
transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi
CO2 diudara, emisi CO2 tersebut dihasilkan dari proses pembakaran.
Pengukuran aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2
adalah dengan mengetahui faktor konversi dan emisi jenis bahan
bakar (Tabel 2) yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar
yang dipakai oleh industri, transportasi dan rumah tangga.
Tabel 2. Faktor konversi dan emisi bahan bakar
Bahan Bakar
Bensin
Solar / IFO
Minyak tanah
LPG

Faktor Konversi (TJ/103 ton)
44.80
43.33
44.75
47.31

Faktor Emisi (t C/TJ)
18.9
20.2
19.5
17.2

Sumber : IPCC (1996)

b.

Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dihitung dengan rumus:
C=a xb
Keterangan :
C = Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ/Tahun)
A = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103
ton/tahun)
b = Nilai kalori bersih/faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ/103 ton)
Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar
minyak maupun gas dihitung dengan rumus :
E =Cxd
Keterangan :
E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton/tahun)
d = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton/TJ)
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung
dengan rumus:
G=Exf
Keterangan:
G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton/tahun)
F = Fraksi CO2, fraksi CO2 untuk bahan bakar minyak adalah 0.99
sedangkan bahan bakar gas adalah 0.995
H = Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton/tahun)
Total emisi gas CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas
dapat diperoleh dengan cara:
H = G x (44/12)
Ternak
Gas metana merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh
ternak pada saat proses fermentasi pada tubuhnya serta pada saat

6

kegiatan pengolahan pupuk. Gas metana dari proses fermentasi
diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan
karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metana
dari proses fermentasi didapat dari:
C=axb
Keterangan :
C = Emisi gas metana dari proses fermentasi berdasarkan jenis
ternak (ton/tahun)
a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)
b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak
(kg/ekor/tahun) (Tabel 3)
Tabel 3 Faktor emisi CH4 dari ternak
Jenis Ternak
Sapi potong
Kerbau
Domba
Kambing
Kuda
Babi
Unggas

Faktor emisi dari hasil
fermentasi
44.0
55.0
8.0
5.0
18.0
1.5
Tidak diperkirakan

Faktor emisi dari
kotoran
2.000
3.000
0.370
0.230
2.770
7.000
0.023

Sumber : IPCC (1996)

Gas metana yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan pupuk
terjadi akibat proses dekomposisi pada kondisi anaerobik. Faktor
emisi dari pengelolaan pupuk ditentukan berdasarkan temperatur
daerahnya, untuk Indonesia berada pada daerah dengan temperatur
hangat. Emisi gas metana dari proses pengelolaan pupuk diperoleh
dari:
E=axd
Keterangan :
E = Emisi gas metana dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan
jenis ternak (ton/tahun)
d = Faktor emisi CH4 dari kotoran berdasarkan jenis ternak
(kg/ekor/tahun) (Tabel 3)
F = Total emisi gas metana berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)
Total emisi gas metana yang dihasilkan oleh ternak adalah:
F= C + E
Gas metana yang dihasilkan diubah menjadi CO2 melalui reaksi kimia
yaitu:
CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O
c.

Pertanian (areal persawahan)
Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan
menghasilkan gas metana yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan
dari ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Gas

7

metana yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari
luas areal yang dijadikan persawahan dan jumlah musim panen.
D=axbxcxd
Keterangan :
D = Total emisi gas metana dari areal persawahan (ton/tahun)
a = Luas areal persawahan (m2)
b = Nilai ukur faktor emisi CH4
c = Faktor emisi (18 g/m2)
d = Jumlah masa panen pertahun (tahun)
d.

3.

Penduduk
Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah
sama yaitu 0.96 kg/hari (Grey dan Daneke 1978). Rumus perhitungan
karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Medan adalah
sebagai berikut:
KKP(t) = JPT(t) x KPt
Keterangan :
KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t
JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)
KP(t) = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0.96
kg CO2/jiwa/hari (0.3456 ton CO2/jiwa/ tahun)

Penentuan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2
Kebutuhan luas optimum hutan kota dapat diperoleh dari kemampuan
hutan kota dalam menyerap CO2. Pendekatan yang digunakan untuk
menentukan luas tersebut adalah dengan memprediksi kebutuhan hutan kota
berdasarkan daya serap CO2 serta membandingkannya dengan kondisi hutan
kota sekarang (eksisting).
Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat
di Kota Medan dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2
Rumus :
L=w+x+y+z
K
Keterangan :
L = Kebutuhan luas hutan kota (ha)
w = Total emisi CO2 dari energi (ton/tahun)
x = Total emisi CO2 dari ternak (ton/tahun)
y = Total emisi CO2 dari areal persawahan (ton/tahun)
z = Total emisi CO2 dari manusia (ton/tahun)
K = Nilai serapan CO2 oleh hutan (pohon) sebesar 58.2576 ton/tahun/ha,
menurut (Iverson et al 1993)
Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luas hutan kota berdasarkan
daya serap CO2 maka akan diketahui berapa luas hutan kota yang harus
disediakan oleh Pemerintah Kota Medan. Penambahan luas hutan kota yang
harus disediakan diperoleh dengan cara:
L=A–B

8

Keterangan :
L = Penambahan luas hutan kota (ha)
A = Kebutuhan hutan kota (ha)
B = Luas hutan kota sekarang (ha)
4.

Prediksi kebutuhan hutan kota di Kota Medan pada 2013, 2015, 2020, 2025,
dan 2030
Penentuan kebutuhan hutan kota di Kota Medan dihitung berdasarkan
perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Medan pada tahun 2013 sampai
tahun 2030. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber
emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah, dan
manusia.
a.

Pendugaan jumlah konsumsi bahan bakar
Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari BPS Kota
Medan. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat
konsumsi pada tahun yang akan datang didasarkan pada perhitungan
laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar tahun sebelumnya.
Maka dengan menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan
Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011) diperoleh rumus perhitungan
jumlah konsumsi bahan bakar untuk tahun yang akan datang sebagai
berikut:

KT = K0 (1+r)t dimana

Keterangan :
Kt = Tingkat konsumsi bahan bakar pada akhir periode waktu ke t
K0 = Tingkat konsumsi bahan bakar pada awal periode waktu ke t
r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar
t = Selisih tahun

b.

Pendugaan luas pertanian (areal persawahan)
Data luas areal persawahan diperoleh dari BPS Kota Medan.
Data luas sawah tersebut berdasarkan hasil klasifikasi pada tahun
penyiaman sehingga selalu dianggap tetap.

c.

Data populasi ternak
Data populasi ternak diperoleh dari Dinas Peternakan dan
Perikanan Kota Medan. Perhitungan yang digunakan untuk
memperkirakan populasi ternak pada tahun 2030 didasarkan pada
perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi ternak pada tahun
sebelumnya. Perhitungan populasi ternak untuk tahun yang akan
datang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus bunga berganda.

d.

Pendugaan jumlah penduduk
Jumlah penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota
Medan. Perhitungan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada
tahun 2030 dilakukan berdasarkan perhitungan laju rata-rata
pertumbuhan penduduk pada tahun sebelumnya. Perhitungan populasi

9

penduduk untuk tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus bunga berganda.
Prediksi kebutuhan hutan kota pada tahun ke t diperoleh dari
perkiraan jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota Medan dibagi
dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Setelah
mendapatkan nilai kebutuhan luas hutan kota berdasarkan daya serap
CO2 maka akan diketahui berapa luas hutan kota yang harus
disediakan oleh Pemerintah Kota Medan di tahun mendatang.
e.

5.

Prediksi peningkatan kebutuhan hutan kota
Perkiraan luas hutan kota dikota medan pada tahun 2013 sampai
tahun 2030 didasarkan pada perubahan emisi CO2 yang terdapat di
Kota Medan dalam rentang waktu tahun 2011 sampai 2030.

Pengelolaan citra landsat ETM+ (Gambar 2) yang diolah dengan
menggunakan software ERDAS imagine
Pada saat pengambilan citra oleh satelit terdapat perubahan pada
hasilnya sehingga dibutuhkan proses pemulihan citra (image restoring)
berupa perbaikan geometrik yang dapat dilakukan dengan mengambil titiktitik ikat dilapangan atau menggunakan citra yang terkoreksi. Setelah itu
dilakukan penajaman citra (image enhancement) agar suatu objek pada citra
terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga memudahkan interpretasi secara
visual. Sebelum melakukan survei lapangan (ground check) untuk
mengetahui kondisi dan tutupan lahan wilayah Kota Medan, dilakukan
proses pemotongan citra berdasarkan batas administrasinya dengan
menggunakan Area of Interest (AOI).
Ground check dapat dilakukan dengan menandai setiap wilayah
dengan titik-titik sesuai dengan kelas penutupan lahan yang diwakilinya
baik dengan Global Positioning System (GPS) dilapangan maupun pada foto
udara dengan menggunakan Global Mapper. Setelah itu dilakukan
klasifikasi penutupan lahan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe
penutupan lahan di wilayah kajian. Interpretasi citra Landsat ETM+
dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing
penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur
interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Klasifikasi citra yang digunakan
menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification)
yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang
diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas
yang dibantu dengan data pengecekan lapang dan foto udara. Setelah hasil
klasifikasi diperoleh, dilakukan kegiatan akurasi untuk menilai hasil dari
proses klasifikasi penutupan lahan tersebut.

10

Tahun 2013

Gambar 2 Bagan alir tahapan pengolahan citra

Asumsi
Perhitungan emisi CO2 dalam penelitian ini menggunakan sistem
pendekatan tertutup. Pada sistem ini yang dihitung adalah emisi CO2 yang
bersumber dari wilayah Kota Medan saja, CO2 di luar wilayah itu diabaikan.
Selain itu komponen lain yang diabaikan adalah pengaruh angin yang dapat
meyebabkan gas CO2 berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Pendugaan
penambahan hutan kota berdasarkan emisi CO2 pada tahun 2013, 2015, 2020,
2025, dan 2030 juga mengabaikan intervensi dari kemungkinan adanya kebijakan
penambahan luas hutan kota pada periode waktu tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Medan secara geografis terletak pada 3º30'-3º43' Lintang Utara dan
98°35'-98º44' Bujur Timur. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra
landsat luas Kota Medan adalah 60 332.9 ha. Secara administratif di sebelah barat,
selatan dan timur kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang.
Sepanjang wilayah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Ketiga sungai

11

yang melalui kota ini yaitu Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Patahan, Sungai
Percut bermuara ke Selat Malaka.
Topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada
ketinggian 2.5–37.5 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan pengukuran di
Stasiun Polonia pada tahun 2001 kota dengan iklim tropis ini memiliki suhu
minimum berkisar antara 23.2–24.3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30.8–
33.2ºC serta pengukuran di Stasiun Sampali suhu minimum berkisar antara 23.3–
24.1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31.0–33.1ºC. Kelembaban udara di
wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84–85%, dengan kecepatan angin
rata-rata sebesar 0.48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap
bulannya 104.3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 rata-rata per
bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226.0 mm pada Stasiun
Sampali dan 299.5 mm pada Stasiun Polonia.
Geologi daerah Kota Medan merupakan termasuk ke dalam Zona Dataran
Rendah, dengan susunan batuan lempung, kerikil serta pasir. Bentang alam daerah
penelitian termasuk dataran rendah bagian Timur yang sedikit bergelombang
dengan ketinggian 0–100 meter di atas permukaan laut, yang tersusun oleh produk
gunung api muda yaitu Tufa Toba.
Penutupan Lahan Kota Medan

Persentase luas (%)

Penutupan Lahan Kota Medan diklasifikasikan kedalam 9 tipe tutupan lahan
yaitu badan air, hutan mangrove, belukar rawa, pepohonan, semak, rumput, lahan
pertanian, lahan terbuka, dan lahan terbangun, dengan masing-masing persentase
luas seperti pada gambar 3. Badan air merupakan kawasan perairan berupa waduk,
sungai, kolam dan tambak. Hutan mangrove merupakan kawasan yang didominasi
oleh tumbuhan mangrove di bagian utara Kota Medan yang berdampingan dengan
wilayah belukar rawa (Gambar 4). Lahan pertanian merupakan lahan kering yang
dipakai untuk bercocok tanam atau berkebun. Menurut BSN (2010) lahan terbuka
merupakan lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami, semi alami maupun
artifisial dan lahan terbangun merupakan area yang telah mengalami substitusi
penutup lahan alami maupun semi alami dengan penutup lahan buatan yang biasa
bersifat kedap air dan relatif permanen. Lahan terbangun ditandai dengan
bangunan pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, jalan raya serta
industri.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

38.98
20.16
11.26

10.83
2.99

4.02

6.87

2.95

1.94

Jenis tutupan lahan

Gambar 3 Persentase luas tipe tutupan lahan Kota Medan tahun 2013

12

Klasifikasi penutupan lahan kota medan disesuaikan dengan tutupan lahan
kota yang ada di lapangan dan dilihat dari foto udara. Pada Tahun 2013 penutupan
lahan yang mendominasi adalah lahan terbangun yaitu sebanyak 39.98%.
Persentase luas penutupan lahan paling sedikit adalah lahan yang didominasi oleh
semak yaitu sebanyak 1.94% (Gambar 3). Hal ini jelas membuktikan bahwa kota
merupakan wilayah yang dipadati oleh bangunan-bangunan komersial, komplekkomplek perumahan, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) sebagai bukti dari
modernisasi dan tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan komersial masyarakat
kota (Handayani 2006).

Gambar 4 Peta penutupan lahan kota medan berdasarkan batas administratif BPS Kota
Medan (2004).

13

Kebutuhan Luas Hutan Kota
Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63
tahun 2002
Berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002, luas hutan kota dalam satu
hamparan yang kompak paling sedikit 0.25 ha dengan persentase paling sedikit
sebesar 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi
setempat. Berdasarkan interpretasi dan analisis citra landsat luas Kota Medan
sebesar 60 332.9 ha, sehingga kebutuhan luas hutan kota di Medan adalah sebesar
6 033.29 ha. Kecamatan yang memiliki kebutuhan hutan kota tertinggi adalah
kecamatan Medan Tuntungan dengan luas sebesar 4 086.25 ha, sedangkan
Kecamatan Medan Petisah memiliki kebutuhan hutan kota terendah dengan luas
11.01 ha (Tabel 4).
Tabel 4 Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan PP No. 63 tahun 2002
No

Kecamatan

Luas Area
Ha

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Medan Tuntungan
Medan Johor
Medan Amplas
Medan Denai
Medan Area
Medan Kota
Medan Maimun
Medan Polonia
Medan Baru
Medan Selayang
Medan Sunggal
Medan Helvetia
Medan Petisah
Medan Barat
Medan Timur
Medan Perjuangan
Medan Tembung
Medan Deli
Medan Labuhan
Medan Marelan
Medan Belawan
Jumlah Total

Keterangan:

%
40
862.51 67.73
895.64 1.48
1 123.39 1.86
461.08 0.76
168.62 0.28
259.38 0.43
191.49 0.32
168.05 0.28
267.46 0.44
323.35 0.54
423.16 0.70
1 238.92 2.05
110.05 0.18
516.28 0.86
364.50 0.60
129.06 0.21
481.46 0.80
3 635.45 6.03
5 073.98 8.41
2 196.16 3.64
1 442.87 2.39
60 332.9
100

Kebutuhan
Luas HK*
Ha
%
4 086.25
89.56
112.34
46.11
16.86
25.94
19.15
16.81
26.75
32.34
42.32
123.89
11.01
51.63
36.45
12.91
48.15
363.54
507.40
219.62
144.29
6 033.29

6.77
0.15
0.19
0.08
0.03
0.04
0.03
0.03
0.04
0.05
0.07
0.21
0.02
0.09
0.06
0.02
0.08
0.60
0.84
0.36
0.24
10

Luas
HK*
Ha
41.20
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.42
0.00
0.00
0.70
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
43.32

Penambahan
Luas
Ha
4 045.05
89.56
112.34
46.11
16.86
25.94
19.15
16.81
25.33
32.34
42.32
123.19
11.01
51.63
36.45
12.91
48.15
363.54
507.40
219.62
144.29
5 989.97

* HK = Hutan Kota

Luas hutan kota di Medan untuk memenuhi ketetapan sebanyak 10% hanya
terdapat pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Baru, dan
Medan Helvetia, sedangkan pada kecamatan lainnya tidak memiliki wilayah hutan

14

kota yang ditetapkan. Luas hutan kota yang tersedia pada saat ini adalah 43.32 ha.
Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan penambahan luas 5 989.97 ha agar luas
hutan kota memenuhi ketetapan PP RI No. 63 Tahun 2002.
Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan emisi CO2 di Kota Medan
1.
Emisi CO2 yang dihasilkan penduduk di Kota Medan
Bernapas adalah salah satu cara manusia mempertahankan
keberlangsungan hidupnya. Proses ini merupakan reaksi metabolik di dalam
sel-sel tubuh yang menggunakan oksigen untuk melepaskan energi dari
molekul nutrien dan menghasilkan ATP dan CO2. CO2 yang dihasilkan
harus dibuang dengan cepat karena menghasilkan keasaman dan bersifat
racun bagi sel tubuh. Menurut Herliani 2007 dalam Bayu et al (2014),
manusia membutuhkan oksigen sebanyak 0.864 kg/jiwa/hari. Setiap harinya
pula seorang manusia menghasilkan emisi CO2 sebesar 0.96 kg dari
kegiatan pernapasan (Grey dan Deneke 1978). Peningkatan emisi CO2 di
atmosfer berbanding lurus dengan pertambahan penduduk. Pada tahun 2011
total emisi yang dihasilkan penduduk Kota Medan adalah 731.71 Gg. Atau
meningkat 0.3% dari tahun sebelumnya (Tabel 5).

Tahun
2009
2010
2011

2.

Tabel 5 Jumlah emisi CO2 dari penduduk Kota Medan
Jumlah Penduduk
Total Emisi CO2
(jiwa)
(Gg/Tahun)
2 121 053
733.04
2 097 610
724.93
2 117 224
731.71

Emisi CO2 yang dihasilkan dari energi (bahan bakar fosil)
Kota merupakan pusat aktivitas manusia yang tidak pernah lepas dari
konsumsi bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah dan LPG.
Konsumsi bahan bakar fosil dari berbagai sektor seperti sektor rumah
tangga, industri dan transportasi berpotensi untuk menghasilkan emisi gas
CO2 (Boedoyo 2008). Konsumsi solar mendominasi kebutuhan energi di
kota medan sehingga menghasilkan emisi yang paling tinggi yaitu 2760.20
Gg CO2 (Tabel 6).
Tabel 6 Jumlah emisi CO2 dari bahan bakar fosil
No

Jenis

1.
2.
3.
4.

Bensin
Solar
Minyak Tanah
LPG

Jumlah konsumsi bahan
bakar (TJ)

Total Kandungan Emisi CO2

3.

15 961.99
37 642.82
14 666.11
7 272.87

Emisi CO2 aktual
(Gg CO2)
1 095.10
2 760.20
1 038.14
456.38
5 349.82

Emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak
Metanaa merupakan salah satu gas rumah kaca yang dihasilkan dari
sektor peternakan. Menurut Pipati (1998) metanaa yang teroksidasi dan

15

dilepaskan ke atmosfer tersebut dapat bertahan selama 9-15 tahun. Aktivitas
manusia diperkirakan menyumbang 60%-80% dari total CH4. Gas metana
paling besar disebabkan oleh bakteri yang merombak bahan organik pada
kondisi anaerobik di dalam perut manusia dan hewan terutama pada rumen
hewan ruminansia. Tanpa mikroorganisme ini ruminansia tidak dapat
mengkonsumsi rumput dan mengubahnya menjadi energi. Pada rumen
ruminansia gas metanaa yang dihasilkan sebesar 80–95% sementara pada
usus besar berkisar antara 5–20% (Yunilas 2010).
Di Kota Medan emisi gas metanaa yang paling besar dihasilkan oleh
sapi yaitu sebesar 119.20 Gg CH4 serta menghasilkan CO2 sebesar 327.80
Gg. Emisi CO2 dari domba dan kambing berada pada urutan tertinggi
berikutnya (Tabel 7). Hal ini dikarenakan domba dan kambing
mengkonsumsi bahan organik pakan lebih sedikit dibandingkan dengan sapi
sehingga peluang menghasilkan gas metana juga lebih sedikit (Thalib et al
2010). Ternak unggas menghasilkan emisi CO2 paling sedikit karena unggas
tidak mengemisikan CH4 dari aktivitas pencernaannya sehingga emisi CO2
hanya berasal dari kotoran.
Tabel 7 Jumlah emisi CO2 dari ternak
No
1
2
3
4
5
6

Jenis

Jumlah
(ekor)

Sapi
2 709
Kerbau
64
Domba
2 010
Kambing
6 500
Babi
12 745
Unggas
386 079
Total kandungan emisi CO2

4.

Emisi
Emisi
Fermentasi
Kotoran
(Ton/tahun) (Ton/Tahun)
119.20
3.52
16.08
32.50
19.12
-

Total Emisi
Ternak
(Gg CH4)

5.42
0.19
0.74
1.50
89.22
60.61

119.20
3.52
16.08
32.50
19.21
60.61

Kandungan
CO2 (Gg)
327.80
9.68
44.22
89.38
53.82
0.17
524.07

Emisi CO2 yang dihasilkan dari areal persawahan
Sektor pertanian memiliki kontribusi dalam menghasilkan emisi gas
CO2 ke udara melalui oksidasi CH4. Menurut Crutzen at al. (1986) emisi
CH4 dari padi sawah berkontribusi sebanyak 25% dari total emisi global ke
atmosfer. Emisi CH4 tersebut 90% dilepas dari tanaman padi dan selebihnya
dihasilkan dari proses pemupukan, pengairan, dan pengolahan lahan (BLP,
2011). Luas areal persawahan di Kota Medan adalah 3 772 ha, sehingga
setiap tahunnya menghasilkan emisi gas CH4 sebanyak 1.36 Gg dengan
jumlah masa pemanenan padi di kota Medan adalah sebanyak 2 kali. Gas
CH4 yang teroksidasi akan menghasilkan gas CO2, sehingga CO2 yang
terdapat di areal persawahan Kota Medan dalah sebesar 3.73 Gg/tahun.

Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Medan
Prediksi kebutuhan hutan kota berdasarkan emisi CO2 ke atmosfer pada
tahun-tahun mendatang dapat diketahui dengan menghitung laju emisi dan

16

kebutuhan luas hutan kota yang dibutuhkan pada tahun-tahun sebelumnya. Laju
peningkatan sumber emisi CO2 dari pertumbuhan penduduk, energi, ternak dan
areal persawahan sangat mempengaruhi prediksi kebutuhan hutan kota
kedepannya. Namun penambahan emisi CO2 dari areal persawahan diasumsikan
tetap setiap tahunnya. Pada tahun 2013 berdasarkan emisi CO2 dari penduduk
yaitu 749.38 Gg, dari konsumsi enegi 2 147 104.49 Gg, dan dari ternak 1.47 Gg
sehingga dibutuhkan hutan kota seluas 49 807.94 ha untuk dapat menyerap semua
CO2 yang diemisikan ke atmosfer (Tabel 8).
Tabel 8 Prediksi kebutuhan luas hutan Kota Medan bedasarkan emisi CO2
No
1
2

Sumber
Emisi

Penduduk
Ternak
Sapi
Kerbau
Domba
Kambing
Babi
Unggas
3 Sawah
4 Energi
Bensin
Solar
Minyak
Tanah
LPG
Total Emisi CO2
(Gg)
Kebutuhan Hutan
Kota (Ha)

2013
749.38

2015
767.47

0.48
0.03
0.06
0.11
0.58
0.21
3.73

0.68
0.06
0.07
0.13
1.14
0.27
3.73

351.37
1 023.14

Tahun
2020
814.64

2025
864.70

2030
917.85

1.60
0.57
0.13
0.21
6.08
0.51
3.73

3.78
5.40
0.22
0.33
32.45
0.95
3.73

8.90
51.04
0.39
0.52
173.27
1.76
3.73

413.37
1 390.59

620.57
2 994.75

931.62
6 449.46

1 398.58
13 889.47

441.86
330.73

689.59
878.82

2 098.23
10 114.82

6 384.30
116 416.33

19 425.54
1 339 891.77

2 901.69

4 145.95

16 655.84

131 093.26

1 375 762.80

49 807.94 71 165.74 285 899.90 2 250 234.45 23 615 164.42

Berdasarkan data BPS Kota Medan (2012) yaitu jumlah penduduk, ternak
dan konsumsi energi pada tahun 2011 diperoleh hasil prediksi kebutuhan hutan
kota pada tahun 2013, 2015, 2020, 2025 hingga 2030 yang mengalami
peningkatan (Gambar 5). Berdasarkan hasil perhitungan pada tahun 2030
kebutuhan hutan kota untuk penyerapan CO2 seluas 23 615 164.42 ha. Hal ini
berbeda dengan kebutuhan luas hutan kota berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002,
dimana luas hutan kota minimal tetap yaitu 6 033.29 ha (10% dari luas Kota
Medan).

17
100000000

Luas

1000000

2250234.45
49807.94 71165.74

23615164.42

285899.90
Penyerap
CO2 (Ha)

10000
100

6033.29

6033.29

6033.29

6033.29

6033.29

2013

2015

2020

2025

2030

1

PP RI no 63
th 2002 (Ha)
Tahun

Gambar 5 Perbandingan kebutuhan luas hutan kota

Pengembangan Hutan Kota di Kota Medan
Secara keseluruhan total luas hutan Kota Medan belum memenuhi
ketetapan PP RI No. 63 Tahun 2002 karena luas hutan kota hanya mencapai
0.07% dari kebutuhan total. Luas hutan kota berdasarkan PP RI seharusnya 6
033.29 ha, sedangkan yang tersedia di lapangan hanya 43.32 ha. Selain itu
berdasarkan rosot gas CO2 dibutuhkan luas hutan kota 49 807.94 ha. Penambahan
luas hutan kota yang dibutuhkan adalah 49 764.62 ha. Berikut lokasi hutan kota
yang ditetapkan berdasarkan SK Walikota Medan No. 522/043K tahun 2007
tersaji dalam Tabel 9.
Tabel 9 Lokasi dan luas hutan Kota Medan tahun 2013
No
1
2
3
4
5

Lokasi Hutan Kota
Taman Beringin
Kebun Binatang Medan
Simalingkar B
Taman Petula
Jl. Bom Matahari Raya
Total

Luas (Ha)
1.20
30.00
11.20
0.22
0.70
43.32

Hutan kota di Kota Medan hanya tersebar di tiga kecamatan yaitu di
Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan
Helvetia. Berdasarkan pengelompokan bentuknya dalam PP RI No. 63 tahun
2002, tiap lokasi hutan kota di Kota Medan saat ini merupakan tipe hutan kota
mengelompok. Berdasarkan klasifikasi Dahlan (1992) hutan kota Taman Beringin
dan Taman Petula merupakan hutan kota bentuk taman kota, Kebun Binatang
Medan merupakan hutan kota berbentuk kebun binatang, serta hutan kota
Simalingkar B dan Jl. Bom Matahari Raya berbentuk jalur hijau. Berdasarkan
tipenya menurut Fakultas Kehutanan IPB (1978) hutan kota di Jalan Bom
Matahari Raya merupakan tipe hutan kota bertujuaan pengamanan dan keempat
hutan kota lainnya merupakan tipe hutan kota bertujuan rekreasi dimana warga
kota sering menghabiskan waktu di tempat tersebut pada waktu senggang dengan
bersantai, namun dari segi kebutuhan penyerapan CO2 luasnya masih sangat
kurang.
Kota Medan saat ini membutuhkan penambahan dan pengembangan hutan
kota, sehingga penyerapan gas CO2 dapat optimal. Areal yang potensial dijadikan
hutan kota dapat berupa lahan kosong di kawasan pemukiman dan perkantoran,

18

tepi jalan, persimpangan jalan, tepi jalan tol, sempadan sungai, di bawah kawat
listrik tegangan tinggi dan tempat lain yang memungkinkan untuk ditanami
pepohonan. Selain lahan milik pemerintah, lahan milik perusahaan dan publik
juga dapat dijadikan hutan kota dengan pemberian insentif kepada pemegang hak.
Lokasi yang berpotensi untuk dikelola menjadi hutan kota sesuai RTRW tahun
2010-2030 adalah wilayah penangkaran asam kumbang, kawasan danau di
Kecamatan Medan Marelan, Bumi Perkemahan Pramuka Cadika di Kecamatan
Medan Johor, Taman Mora Indah di Kecamatan Medan Amplas, wilayah ladang
bambu di Kecamatan Medan Tuntungan, wilayah penanaman mangrove di pesisir
pantai Kecamatan Belawan, dapat juga dilakukan penanaman pohon pada semua
jaringan jalan terutama sempadan sungai seperti kanal Sungai Deli di Kecamatan
Medan Johor.
Menurut Fakuara (1986) pengembangan dan pembangunan hutan kota harus
sesuai dengan perencanaan tata ruang wilayah kota. Lokasi dan luasnya harus
cukup agar fungsinya dapat optimal dan sesuai dengan daya dukung wilayah kota.
Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan hutan kota berdasarkan
emisi CO2 tidak mungkin terpenuhi, sebab luas yang dibutuhkan jauh melebihi
luas wilayan Kota Medan. Berdasarkan hal ini maka fokus arahan pembangunan
dan pengembangan hutan kota akan terfokus pada luas hutan kota tiap kecamatan
di Kota Medan serta pengurangan emisi CO2 dari sumbernya.
Jenis-jenis pohon yang ditanam di hutan kota Kota Medan adalah mahoni
(Swietenia mahagoni), palm raja (Oreodexa regia), sena (Cassia angustifolia),
trembesi (Albizia saman), tanjung (Mimusops elengi L), asam (Tamarindus indika
L), flamboyan (Delonix regia), glodokan tiang (Poliyathia longifolia), melinjo
(Gnetum gnemon), dan saga (Adenathera povonia), tetapi jenis pohon tersebut
kurang optimal dalam penyerapan CO2 kecuali trembesi (Albizia saman).
Terdapat beberapa jenis pohon yang memiliki daya serap CO2 tinggi yang dapat
ditanam di hutan kota Kota Medan yaitu trembesi (Albizia saman), cassia (Cassia
sp.), kenanga (Canangium odoratum), pingku (Dyxoxylum excelsum), dan
beringin (Ficus benyamina) dengan masing-masing daya serapnya terhadap CO2
adalah sebasar 28 448.39 kg/tahun, 5 295.47 kg/tahun, 756.59 kg/tahun, 720.49
kg/tahun, 535.90 kg/tahun (Dahlan 2007). Penanaman pohon berdaya serap CO2
tinggi dapat meningkatkan kualitas hutan kota sebagai penyerapan gas CO2.
Selain itu dapat pula dilakukan pengembangan rooftop garden sebagai penyerap
CO2 bila lahan bervegetasi di perkotaan sudah sangat minim atau tidak ada lahan
yang memungkinkan untuk ditunjuk menjadi hutan kota. Namun solusi
pengembangan hutan kota ini juga harus dilakukan bersama-sama dengan
alternatif solusi lainnya untuk mengurangi emisi CO2 dari sumbernya.
Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kenaikan jumlah penduduk,
menghemat penggunaan energi fosil dan menggantinya dengan sumber energi
alternatif tenaga surya dan pengembangan angkutan umum ramah lingkungan.
Pengurangan emisi juga dapa dilakukan dari sektor pertanian dan peternakan. Hal
ini dapat dilakukan dengan pengelolaan lahan peternakan yang baik bagi
lingkungan dan ternak, pemberian pakan alternatif untuk mengurangi
metanagenesis yang tidak mempengaruhi produktivitas hewan ternak, serta
pengelolaan dan pengolahan lahan pertanian sawah dengan tepat, menanam
varietas padi dan pemberian pupuk yang lebih sedikit mengemisi CH4 dan CO2 ke
atmosfer.

19

SIMPULAN SARAN
Simpulan
Luas Kota Medan berdasarkan interpretasi dan analisis citra landsat tahun
2013 adalah sebesar 60332.9 ha, sehingga hutan kota yang dibutuhkan
berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 adalah 6033.29 ha atau 10% dari luas
administrasi Kota Medan. Luas optimal hutan kota yang dibutuhkan untuk
menyerap gas CO2 pada pada masing-masing tahun 2013, 2015, 2020, 2025, dan
2030 adalah 49 807.94 ha, 71 165.74 ha, 285 899.90 ha, 2 250 234.45 ha, dan 23
615 164.42 ha. Secara keseluruhan total luas hutan Kota Medan belum memenuhi
ketetapan, karena luas hutan kota yang tersedia hanya mencapai 43.32 ha (0.07%).
Kebutuhan luas hutan kota untuk menyerap CO2 terlalu besar sehingga melebihi
luas administrasi wilayah. Alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah
pengembangan hutan kota seiring dengan alternatif solusi lain dalam mengurangi
emisi CO2 dari sumbernya.
Saran
1.

2.
3.

Perlu adanya penambahan luas hutan kota pada lokasi yang potensial serta
optimalisasi hutan kota yang sudah ada dengan perawatan dan pengayaan
jenis tumbuhan yang memiliki daya serap tinggi terhadap CO2.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kesesuaian lokasi yang
potensial untuk dijadikan hutan kota.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan seluruh tipe
tutupan lahan bervegetasi selain pohon seperti semak dan rumput dalam
menyerap CO2 agar perhitungan kebutuhan tutupan lahan bervegetasi untuk
menyerap CO2 di perkotaan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Dalam Penentuan kecukupan
dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot CO2 di
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan.
IPB. Bogor.
[BLP] Badan Litbang Pertanian. 2011. Teknologi Mitigasi Gas Rumah Kaca
(GRK) dari Lahan Sawah. Agroinovasi. 6 (3400): 3-7.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutupan Lahan. Jakarta
Bayu P, Suminarti NE, Sudiarso. 2014. Perencanaan Hutan Kota di Universitas
Brawijaya. Jurnal Produksi Tanaman. 2 (5) : 427-433.
Boedoyo MS. 2008. Penerapan Teknologi Untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah
Kaca. Jurnal Teknik Lingkungan. 9 (1) : 9-16.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2012. Medan dalam Angka 2012.
Medan (ID) : Badan Pusat Statistik Kota Medan.
Crutzen PJ, Aselmann I, Seiler W. 1986. Methane Production by Domestic
Animals, Wild Ruminants, other Herbivorous Fauna, and Humans. Tellus
(38B) : 271-284.

20

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Jakarta : Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia
Dahlan EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2
Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan
Pendekatan Sistem Dinamik [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Fakuara Y. 1986. Hutan Kota : Peranan dan Permasalahannya. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pembangunan Hutan Kota. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York (US): John Wiley and
Sons.
Handayani T. 2006. Perencanaan Kota yang Menyeluruh Untuk Masa Depan Kota
yang Lebih Baik. Jurnal Fakultas Teknik Universitas Mataram. 2 (2) : 1927.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume
6).http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html.
Iverson LR, Brown S, Grainger A, Prasad A, Liu D. 1993. Carbon sequestration
in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using
geographic information systems analysis. Climate Research (3) : 23-38.
Lillesand T.M. dan Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta (ID): Terjemahan. Gajah Mada University Press.
Pipati R. 1998. Emission Estimate for Some Acidifying and Greenhouse Gases
and Options for Their Control in Findland [disertasi]. Espoo (FIN): Helsinki
University of Technology.
Thalib A, Widiawati Y, Haryanto B. 2010. Penggunaan Complete Rumen
Modifier (CMR) pada Ternak Domba yang Diberi Hijauan Pakan Berserat
Tinggi. JITV. 15 (2) : 97-104.
Yunilas MP. 2010. Eliminasi Gas Metana (CH4) Asal Ternak Melalui Ekstrak
Tanaman. Medan (ID): Fakultas Pertanian USU.

21

Lampiran 1 Hasil uji akurasi.
CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT
Image File : d:/penelitian gis/peta-peta/landsat 8 medan
2013/lc81290572013174lgn00/image
rescale/kotamedan_2013_lut_subset_supervsd5_recode6.img
User Name : ASUS A450C
Date
: Tue Jun 16 20:19:19 2015
ACCURACY TOTAL
Class
Name
Unclassified
Mangrove
Belukar Rawa
Pohon
Semak
Rumput
Tanaman Pertani
Lahan Terbangun
Lahan Terbuka
Badan Air
Awan
Totals

Reference Classified Number
Totals
Totals Correct
1
28
28
28
29
31
30
28
30
29
0
262

Overall Classification Accuracy =

1
39
15
30
29
31
20
32
32
32
1
262

Producers
Accuracy

1
26
13
28
29
31
17
28
30
29
0
232

Users
Accuracy

----92.86% 66.67%
46.43% 86.67%
100.00% 93.33%
100.00% 100.00%
100.00% 100.00%
56.67% 85.00%
100.00% 87.50%
100.00% 93.75%
100.00% 90.63%
-----

88.55%

----- End of Accuracy Totals ----Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota
1.
Emisi CO2 dari Bahan Bakar
Bahan Bakar Bensin
Diketahui :
Ρbensin
= 0.8 g/cm3
= 800 kg/m3
Vbensin
= 445368 kl/tahun
= 445368.000 l = 445368000 x 10-3 m3/tahun
= 445368 m3/tahun
Ditanya : mbensin = ……10-3 ton?
Penyelasaian
m=ρxV

22

Vmpremium = ρbensin x Vbensin
= 800 kg/m3 x 445368 m3/tahun = 356294400 kg/tahun
Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota (lanjutan)
= 356294400/103 t/tahun
= 356294.4 t/tahun Konsumsi Premium
Jumlah Konsumsi Bensin (TJ)
Jumlah Konsumsi Bensin (TJ)

Kandungan Karbon (t C)
Kandungan Karbon (t C)

Emisi Karbon Aktual (Gg C)
Emisi Karbon Aktual (Gg C)

Emisi CO2 aktual (Gg CO2)
Emisi CO2 aktual (Gg CO2)
2. Emisi CO2 dari Ternak
Ternak Sapi
Jumlah Sapi
Emisi Hasil Fermentasi
(t CH4/tahun)
Emisi Hasil Fermentasi

Emisi Pengelolaan Pupuk
(t CH4/tahun)
Emisi Pengelolaan Pupuk

= Konsumsi Bensin(10-3 t/tahun) x Faktor
Konversi (TJ/10-3 t)
= 356.2944 x 103 t/tahun x 44.80 TJ/10-3 t
= 15961.989 TJ/tahun
= Jumlah Konsumsi Bensin (TJ/tahun) x
Faktor Emisi Karbon (t C/TJ)
= 15961.989 TJ/tahun x 18.9 t C/TJ
= 301681.594 t C /tahun = 301.681 Gg
C/tahun
= Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi
CO2
= 301.681 Gg C/tahun x 0.99
= 298.664 Gg C/tahun
= [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x
(44/12) ]
= [298.664 Gg C/tahun x (44/12) ]
= 1095.102 Gg CO2/tahun

= 2709 ekor
= Jumlah Sapi Potong (ekor) x Faktor Emisi Hasil
Fermentasi (kg CH4/ekor/tahun)
= 2709 ekor x 44 kg CH4/ekor/tahun
= 119196 kg CH4/tahun
= 119.196 t CH4/tahun
= Jumlah Sapi Potong (ekor) x Faktor Emisi
Pengelolaan Pupuk (kg CH4/ekor/tahun)
= 2709 ekor x