Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang.

LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP CO2
DAN KESESUAIANNYA DENGAN RENCANA TATA
RUANG WILAYAH DI KOTA TANGERANG

EKA MAULANA HERMAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Luas Optimal Hutan
Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah di Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015

Eka Maulana Hermawan
NIM E34100123

ABSTRAK
EKA MAULANA HERMAWAN. Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap
CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang.
Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO.
Kota Tangerang dikenal sebagai kota industri dan kota pemukiman yang
memiliki tingkat penggunaan energi yang tinggi. Sebagai akibatnya terjadi
penambahan polusi udara terutama peningkatan gas CO2 di udara. Salah satu solusi
untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan hutan kota,
RTH, dan kawasan lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Kebutuhan luasan hutan kota dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2
menggunakan metode IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change).
Penelitian ini menggunakan data domestik, pertanian, dan emisi industri untuk
menentukan luasan optimal hutan kota. Selanjutnya, pengujian kesesuaian tata

ruang dapat dilakukan. Berdasarkan hasil perhitungan, emisi CO2 yang dihasilkan
Kota Tangerang pada tahun 2014 sebesar 3188.9 Gg CO2/tahun. Sementara itu,
Hasil klasifikasi penutupan lahan menunjukan luas vegetasi pohon sebesar 1870.26
ha dan vegetasi rumput/semak sebesar 1977.81 ha. Kedua vegetasi tersebut hanya
dapat menyerap emisi CO2 sebesar 115.48 Gg CO2/tahun (3.62% dari total emisi).
Alokasi RTH dan kawasan lindung pada RTRW sebesar 1421.06 ha dan oleh karena
itu dibutuhkan penambahan hutan kota. Faktanya, pemerintah Kota Tangerang
belum memiliki hutan kota sampai saat ini.
Kata kunci: emisi, hutan kota, tata ruang
ABSTRACT
EKA MAULANA HERMAWAN. The Optimum of Urban Forest Area as a Sinker
of CO2 Emision and It’s Compatibility with Spatial Planning in Tangerang City.
Under supervision RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO.
Tangerang City known as industrial area and residential area. The city has
consumed a lot of energy, that lead to the increase of air pollution especially CO2
in atmosphere. One way to reduce level of air pollution is development of green
open space, urban forest, and protected area within spatial planning of Tangerang
City. The necessary of urban forest in the Tangerang City could be determined by
CO2 absorption approach based on IPCC (Intergovermental Panel on Climate
Change) method. The research aimed at estimating the optimal size of urban forest

based on CO2 emission came from domestic, agriculture and industrial emission.
Further, spatial suitability also were examined. Result showed that CO2 emissions
amounted to 3188.9 Gg CO2/years in 2014. Meanwhile, the result of land cover
classification revealed that the area of trees vegetation amounted to 1870.26
hectares and grass amounted to 1977.81 hectares. Both of trees vegetation and grass
could only absorb 115.48 Gg CO2/years (3.62% of total emissions). The protected
area established in land use plannning only 1421.06 Ha and therefore need a lot of
additional urban forest, in fact there was no any urban forest established by the
government.
Keywords: emission, spatial planning, urban forest

LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP CO2
DAN KESESUAIANNYA DENGAN RENCANA TATA
RUANG WILAYAH DI KOTA TANGERANG

EKA MAULANA HERMAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Luas Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan
Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah di Kota Tangerang
: Eka Maulana Hermawan
: E34100123


Disetujui oleh

Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF
Pembimbing I

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Desember 2014
ini ialah hutan kota, dengan judul Luas Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2

dan Kesesuainnya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan,
MScF dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku pembimbing.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga.
Tak lupa pula diucapkan terima kasih kepada pemerintah Kota Tangerang, keluarga
besar KSHE, HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati Flora, Nepenthes rafflesiana 47,
dan seluruh sahabat-sahabat atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Eka Maulana Hermawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

Asumsi

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

3

Inventarisasi dan Pengumpulan Data

3


Pengolahan dan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Penutupan Lahan Kota Tangerang

9

Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Emisi CO2

13


Kesesuaian Kebutuhan Hutan Kota dengan RTRW

15

Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Tahun 2020, 2025, dan 2030

20

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21


DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis data yang diambil
Faktor konversi dan faktor emisi karbon
Faktor emisi dari pengelolaan pupuk dan hasil fermentasi
Penutupan lahan Kota Tangerang tahun 2014
Emisi yang dihasilkan penggunaan bahan bakar (energi) tahun
Emisi yang dihasilkan ternak tahun 2012
Emisi yang dihasilkan penduduk tahun 2012
Peruntukan penggunaan lahan pada RTRW
Padanan penggunaan lahan
Perbedaan penggunaan lahan RTRW dengan penutupan

3
4
6
9
13
14
14
16
18
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Peta lokasi penelitian
Skema tahapan pembuatan peta kerja
Skema tahapan pengolahan citra
Lahan terbangun
Lahan terbuka
Areal sawah
Badan air
Vegetasi pohon
Vegetasi semak dan rumput.
Peta penutupan lahan Kota Tangerang 2014
Peta RTRW Kota Tangerang tahun 2012-2032
Peta perbedaan peruntukan lahan
Grafik kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang

2
3
7
9
10
10
10
11
11
12
17
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk yang terjadi di perkotaan
mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau (Septriana et
al. 2004). Hal ini mengakibatkan semakin banyaknya permasalahan lingkungan
yang harus dihadapi oleh masyarakat kota seperti pencemaran lingkungan,
panasnya udara kota, kebisingan, dan banjir.
Kota Tangerang merupakan salah satu kota di kawasan Jabotabek yang
mengalami perkembangan pesat. Selain dikenal sebagai kota industri, Kota
Tangerang juga merupakan daerah pengembangan kawasan pemukiman bagi para
pekerja di Jakarta. Pembangunan yang pesat di Kota Tangerang tidak didukung oleh
keseimbangan ekologi. Sampai saat ini wilayah Kota Tangerang belum memiliki
hutan kota yang dapat menunjang keseimbangan ekologis di Kota Tangerang.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah disusun oleh pemerintah untuk
mendukung perbaikan ataupun mempertahankan lingkungan yang ada.
Perencanaan RTRW seharusnya mempertimbangkan kondisi daya dukung
lingkungan yang ada. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah
provinsi dan kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Daya dukung lahan bersifat terbatas, sehingga manusia dituntut untuk
membuat daya dukung lingkungan tersebut berkelanjutan (Rustiadi et al. 2010).
Hutan kota dengan komponen penyusunnya yang berupa komposisi pohon
kayu keras dapat secara efektif menyerap CO2 di perkotaan. Hutan kota mempunyai
fungsi lain yang dapat mendukung terwujudnya lingkungan yang baik yaitu
meredam kebisingan, menyerap debu, menyerap panas, dan dapat digunakan
sebagai tempat rekreasi (Dahlan 1992). Pengembangan hutan kota sangatlah
memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik agar fungsi-fungsi hutan kota
tersebut dapat terwujud secara maksimal. Perencanaan hutan kota di dalam RTRW
harus segera dilaksanakan secara optimal untuk menjaga keseimbangan
pembangunan di perkotaan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menentukan luasan optimal hutan kota dalam menyediakan serapan
karbondioksida (CO2) di Wilayah Kota Tangerang tahun 2014.
2. Menentukan prediksi kebutuhan luasan hutan kota sebagai penyerap gas CO2
pada tahun 2020, 2025, 2030.
3. Mengidentifikasi kesesuaian luasan optimal hutan kota sebagai penyerap gas
CO2 terhadap RTRW di Wilayah Kota Tangerang.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Tangerang sebagai saran untuk
pembangunan hutan kota di Wilayah Kota Tangerang.

2
Asumsi
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem tertutup. Sistem ini hanya
menghitung emisi CO2 yang berasal dari sumber emisi CO2 di Kota Tangerang.
Pengaruh angin darat dan angin laut yang membawa emisi CO2 dari luar kota ke
dalam Kota Tangerang dapat diabaikan. Vegetasi yang efektif menyerap CO2 ialah
pepohonan.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Waktu penelitian
dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan Desember 2014. Pengolahan
data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
IPB. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, Global
Positioning System (GPS) Garmin Csx 60, software Microsoft Office 2013,
software Arc GIS 9.3 dan Erdas Imagine 9.1. Adapun Bahan yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah peta administrasi Kota Tangerang, peta RTRW Kota
Tangerang tahun 2012-2032, dan data Citra Landsat wilayah Kota Tangerang
path/row : 122/64 dengan akuisisi September 2014.

3
Jenis Data
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data seperti tercantum dalam
Tabel 1.
No
1

2

3
4

5

6

Tabel 1 Jenis data yang diambil
Jenis data
Metode
Sumber data
Citra Landsat 8 OLI
Klasisifikasi
Earthexplorer.usgs.gov
tahun 2014 (akuisisi
Terbimbing
September 2014)
Groundcheck point
Observasi lapang Data lapangan
(marking dengan
GPS)
Peta RTRW Kota
Studi literatur
Dinas Tata Kota
Tangerang
Kota Tangerang
Demografi Penduduk
Studi literatur
BPS Kota Tangerang
Kepadatan dan Jumlah
penduduk
Tingkat Konsumsi
Studi literatur
BPLH Kota Tangerang
Bahan Bakar Bensin,
Solar, LPG, dan
Minyak Tanah
Jumlah dan Jenis
Studi literatur
BPS Kota Tangerang
Hewan Ternak
Inventarisasi dan Pengumpulan Data

Persiapan peta kerja
Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3.
Tahapan pemasukan data dengan software ArcGIS 9.3 dapat diilustrasikan seperti
pada Gambar 2.
Peta Rupa
Bumi Analog

Digitasi Peta

Peta Rupa
Bumi Digital

Transformasi
Koordinat

Editing Peta

Pemberian
Label

Gambar 2 Skema tahapan pembuatan peta kerja
Studi pustaka
Studi Pustaka dilakukan untuk mendapatkan data penting sebagai penunjang
penelitian. Data yang dikumpulkan berasal dari laporan penelitian, dokumendokumen instansi terkait, catatan, peta, jurnal ilmiah, seminar, buku dan dokumen
dari internet.
Observasi lapang
Observasi lapang dilakukan dengan melihat langsung kondisi tipe tutupan
lahan yang terdapat di lokasi penelitian. Observasi lapang dapat menentukan
koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut (ground check).

4
Wawancara
Wawancara ditujukan untuk memperoleh informasi umum terkait
pengembangan hutan kota. Wawancara dilakukan dengan sasaran utama kepada
Pemerintah Kota Tangerang dan instansi-instansi terkait pengembangan ruang
terbuka hijau (RTH) dan hutan kota.
Pengolahan dan Analisis Data
Perhitungan perkiraan emisi CO2 dari sumber emisi
Penghitungan jumlah emisi CO2 menggunakan metode yang dikeluarkan oleh
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) (1996). Sumber emisi yang
diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, pertanian (areal
persawah) dan penduduk.
a.) Energi
Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan
rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2 di udara. Emisi CO2 tersebut
dihasilkan dari proses pembakaran. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari
dengan rumus berikut :
C=a×b
Keterangan :

C = Jumlah kalori bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ/tahun)
a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar
(103 ton/tahun)
b = Nilai kalori bersih/faktor konversi berdasarkan jenis bahan
bakar (TJ/103 tahun)

Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar dapat dihitung
dengan rumus :
E=C×d
Keterangan :

E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar
(ton C/tahun)
C = Jumlah kalori bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ/tahun)
D = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar
(ton C/TJ)

Nilai faktor konversi dan faktor emisi karbon setiap bahan bakar dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Faktor konversi dan faktor emisi karbon
Bahan Bakar
Faktor Konversi Faktor Emisi
(TJ/103 ton)
(ton C/TJ)
Bensin
44.80
18.9
Solar
43.33
20.2
LPG
47.31
17.2
Batubara
26.70
26.2
Minyak Tanah
44.75
19.5

5
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan rumus
berikut :
G=E×f
Keterangan :

G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar
(ton C/tahun)
E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar
(ton C/tahun)
f = Fraksi CO2 ( BBM = 0.99, BBG = 0.995, dan
batubara = 1)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka total emisi CO2 aktual yang dihasilkan dari
setiap bahan bakar dapat diperoleh dengan rumus :
H = G × (44/12)
Keterangan :

H = Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar
(ton CO2/tahun)
G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar
(ton C/tahun)

b. )

Ternak
Gas metana merupakan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada
saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan
pupuk. Gas metana dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari
proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas
metan dari proses fermentasi didapat dari rumus berikut :
C=a×b
Keterangan :

C = Emisi gas metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis
(ton/tahun)
a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)
b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis
ternak (kg/ekor/tahun)
Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari rumus :
E=a×d
Keterangan :

E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk
berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)
a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)
d = Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis
ternak (kg/ekor/tahun)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka total emisi gas metan yang dihasilkan oleh
ternak dapat diperoleh dengan rumus :
F=C+E

6
Keterangan :

F = Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak
(ton CH4/tahun)
C = Emisi gas metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis
(ton/tahun)
E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk
berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)

Metana yang dihasilkan diubah menjadi CO2 melalui persamaan reaksi kimia
berikut ini :
CH4 + 2 O2 → CO2 +2 H2 O
Nilai faktor emisi yang dihasilkan dari fermentasi dan pengelolaan pupuk dapat
dilihat di Tabel 3.
Tabel 3 Faktor emisi dari pengelolaan pupuk dan hasil fermentasi
Jenis ternak
Faktor emisi dari
Faktor emisi dari
pengelolaan pupuk hasil fermentasi
Domba
0.37
8
Kambing
0.23
5
Kuda
2.77
18
Unggas
0.023
1.5
Kerbau
3.00
55
Sapi
2.00
44
Sumber : IPCC (1996)

c.)

Pertanian (areal persawahan)
Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan menghasilkan
gas metan yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi
selama musim pertumbuhan. Gas metan yang dihasilkan dari persawahan tersebut
dapat diketahui dari luas area yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen
dapat dihitung dengan rumus berikut :
D=a×b×c×d
Keterangan :

D = Total emisi gas metan dari areal persawahan
(ton CH4/tahun)
a = Luas areal persawahan (m2)
b = Nilai ukur faktor emisi CH4
c = Faktor emisi (18 g/ m²)
d = Jumlah masa panen per tahun

d.)

Penduduk
Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah 0.96 kg/hari
(Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh
penduduk di Kota Tangerang adalah sebagai berikut :
KKPሺtሻ = JPT(t) × KPt

7
Keterangan :

KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun
ke t (ton CO2/tahun)
JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)
KPt = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu
0.96 kg CO2/jiwa/hari (0.3456 ton CO2/jiwa/tahun)

Pengolahan citra landsat 8
Pengolahan citra landsat memiliki beberapa tahapan pengolahan yaitu
diantaranya pemulihan citra (image restoring), penajaman citra (image
enhancement), pemotongan (subset), dan klasifikasi tutupan lahan yang
menggunakan metode (supervised classification). Tahapan pengolahan citra
menggunakan software Erdas Imagine 9.1 dapat dilihat melalui Gambar 3.
Koreksi
Geometris

Citra Landsat
Tahun 2014

Peta Digital
Batas
Kawasan

Citra
Terkoreksi
Peta Rupa
Bumi Digital

Subset Image

Overlay

Cek Lapangan

Klasifikasi
Citra

Tidak

Citra Hasil
Klasifikasi

Uji
Akurasi
diterima ?

Peta Penutupan Lahan

Ya

Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra
Penentuan luasan hutan kota sebagai penyerap emisi CO2
Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota
Tangerang dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Rumus
yang digunakan ialah sebagai berikut:
w+x+y+z
K
= Kebutuhan luasan hutan kota (ha)
= Total emisi CO2 dari manusia (ton CO2 /tahun)
= Total emisi CO2 dari energi (ton CO2/tahun)
= total emisi dari Ternak (ton CO2/tahun)
= Total emisi CO2 dari areal persawahan (ton CO2/tahun)
L=

Keterangan :

L
w
x
y
z

8
K = Nilai serapan CO2 oleh hutan kota (pohon) sebesar 58.2576
ton CO2/tahun/ha (Iverson 1993 diacu dalam Tinambunan
2006)
Kemudian, Penambahan luasan hutan kota yang harus disediakan diperoleh
dengan rumus berikut :
L=A-B
Keterangan :

L = Penambahan luasan hutan kota (ha)
A = Kebutuhan hutan kota (ha)
B = Luas hutan kota sekarang (ha)

Menganalisis kesesuaian luasan hutan kota dengan kondisi RTRW
Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan luasan
hutan kota optimal sebagai penyerap gas CO2 dengan perencanaan kondisi lahan
Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW. Analisis ini menghasilkan sebuah data
perbandingan antara kondisi nyata (real) kebutuhan luasan hutan kota dengan
perencanaan RTRW.
Prediksi kebutuhan hutan kota Tangerang pada tahun 2020, 2025, 2030
Penentuan kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang didasarkan atas
perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Tangerang pada tahun 2014 sampai
dengan tahun. Rumus yang digunakan ialah rumus bunga berganda (McCutcheon
dan Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011) sebagai berikut :

Keterangan :

Kt = Ko ሺ1+rሻᵗ

Kt = Jumlah emisi pada akhir periode waktu ke t
Ko = Jumlah emisi pada awal periode waktu ke t
r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah emisi
t = Selisih tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Tangerang berada di wilayah Provinsi Banten yang memiliki potensi
strategis bagi perkembangan ekonomi, jasa, perdagangan, transportasi, komunikasi
dan pariwisata. Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6°6ʹ Lintang
Selatan sampai dengan 6°13ʹ Lintang Selatan dan 106°36ʹ Bujur Timur sampai
dengan 106°42ʹ Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan
Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, Kecamatan Serpong
Kota Tangerang Selatan, dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta.

9
Berdasarkan data BPS Kota Tangerang tahun 2013, Keadaan topografi
wilayah Kota Tangerang dikategorikan sebagai daerah datar dan landai. Wilayah
Kota Tangerang termasuk tipe iklim c dan d menurut klasifikasi iklim Schmit
Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm. Wilayah Kota
Tangerang termasuk daerah tropis yang beriklim panas dengan suhu rata-rata per
tahun 27o C dengan kelembaban antara 80 % sampai 90 % . Temperatur tahunan
maksimum 32o C dan minimum 22o C.
Penutupan Lahan Kota Tangerang
Klasifikasi penutupan lahan membagi tutupan lahan menjadi enam kelas
yaitu : pepohonan (vegetasi rapat), rumput / semak, sawah, lahan terbangun, lahan
terbuka, dan badan air. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang
ada di permukaan bumi, seperti bangunan, badan air, vegetasi, dan lainnya
(Liesland dan Kiefer 1997). Klasifikasi lahan menggunakan citra Landsat 8 dengan
akuisisi September 2014 path/row 122/64. Menurut Lo (1995), penutupan lahan
menggambarkan konstruksi lahan seluruhnya yang tampak secara langsung dari
citra penginderaan jauh. Kombinasi kanal menggunakan skema vegetation analysis
melalui kanal 6, kanal 5, dan kanal 4. Akurasi dari hasi klasifikasi mencapai
95.12 %. Data hasil penutupan lahan yang ada di Kota Tangerang dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Penutupan lahan Kota Tangerang tahun 2014
Penutupan Lahan
Luas (ha) Persentase (%)
Pepohonan
1870.3
10.3
Persawahan
2590.2
14.2
Rumput/semak
1977.8
10.9
Badan Air
191.1
1.0
Lahan terbuka
862.6
4.7
Lahan Terbangun
10 712.2
58.8
Jumlah
18 204.2
100
Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan, tutupan lahan yang memiliki
persentase tertinggi ialah lahan terbangun sebesar 58.8%. Lahan terbangun
merupakan lahan yang paling intensif digunakan. Kebutuhan untuk lahan terbangun
sangatlah tinggi, dipicu oleh peningkatan perekonomian yang membutuhkan
fasilitas terbangun. Lahan ini memiliki luas 10 712.2 ha yang terdiri dari bangunan,
jalan, dan areal terbangun lainnya. Penutupan lahan terbangun dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Lahan terbangun

10
Penutupan lahan areal terbuka memiliki persentase 4.7%. Berdasarkan
observasi lapang, areal lahan terbuka merupakan areal yang sedang disiapkan untuk
proyek-proyek pembangungan perumahan maupun bangunan lainnya. Penutupan
lahan terbuka dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Lahan terbuka
Luas lahan areal persawahan sebesar 1977.8 ha atau 14.2% dari total luas
wilayah Kota Tangerang. Menurut data BPS Kota Tangerang tahun 2012, sebanyak
5647 jiwa atau 0.6% penduduk Kota Tangerang memiliki pekerjaan di bidang
pertanian (Agriculture). Angka ini memperlihatkan bahwa sebagian kecil penduduk
Kota Tangerang masih bergantung kepada sektor pertanian khususnya persawahan.
Kota Tangerang sampai saat ini memiliki bendungan untuk irigasi pertanian yaitu
“Bendungan Pasar Baru” yang memanfaatkan aliran Sungai Cisadane sebagai
sumber air. Penutupan lahan persawahan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Areal sawah
Tipe penutupan badan air merupakan areal perairan yang terdiri dari sungai,
situ, kolam, dll. Luas badan air di Kota Tangerang mencapai 191.1 ha. Salah satu
badan air yang terdapat di Kota Tangerang ialah Situ Cipondoh. Situ ini merupakan
situ terbesar yang ada di Kota Tangerang dan menjadi salah satu daya tarik wisata.
Sungai Cisadane merupakan sungai terbesar yang ada di Kota Tangerang.
Penutupan tipe badan air dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Badan air

11
Vegetasi pohon memiliki luas mencapai 1870.3 ha. Vegetasi ini berperan
penting untuk menyerap CO2 di udara. Berdasarkan hasil pengamatan, letak
vegetasi ini berada di sepadan sungai, pinggir jalan, taman kota, pekarangan
penduduk, dan areal Bandara Soekarno-Hatta. Vegetasi ini menutupi Kota
Tangerang sebesar 10.3%. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2003, luas vegetasi pohon
di Kota Tangerang sudah memenuhi kriteria luas minimal hutan kota sebesar 10%.
Penutupan vegetasi pohon dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Vegetasi pohon
Vegetasi rumput dan semak memiliki luas sebesar 1977.8 ha atau 10.9%.
Vegetasi ini paling banyak dijumpai di areal bandara sekitar landasan pacu.
Vegetasi rumput dan semak juga ditemukan pada bekas ladang pertanian.
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, keberadaan vegetasi rumput dan
semak ini dapat dikategorikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Vegetasi ini juga
dapat menyerap oksigen, meskipun penyerapannya tidak sebesar vegetasi pohon.
Menurut Iverson (1993), diacu dalam Tinambunan (2006), satu hektar vegetasi
rumput/semak dapat menyerap CO2 sebesar 3.2976 ton CO2/tahun. Penutupan
vegetasi rumput dan semak dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Vegetasi semak dan rumput.
Penutupan lahan Kota Tangerang dari yang terbesar hingga terkecil secara
berurutan ialah lahan terbangun (10 712.2 ha), sawah (2590.2 ha), rumput dan
semak (1977.8 ha), vegetasi pohon (1870.3 ha), lahan terbuka (862.6 ha), dan badan
air (191.1 ha). Setengah lebih tutupan lahan di Kota Tangerang dipenuhi oleh tipe
lahan terbangun. Sebagian besar lahan terbangun merupakan kawasan pemukiman
selain kawasan industri, jasa, dan perdagangan. Berdasarkan data BPS Kota
Tangerang tahun 2013, ada sekitar 101 perumahan dengan pengembang resminya
yang berada di Kota Tangerang. Jumlah perumahan tersebut belum termasuk
pemukiman masyarakat diluar perumahan. Pemerintah Kota Tangerang harus lebih
memperhatikan kondisi ini. Peta penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta penutupan lahan Kota Tangerang 2014

12

13
Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Emisi CO2
Aktivitas masyarakat perkotaan yang tinggi mendorong masyarakat
meningkatkan konsumsi terhadap bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak
tanah, batu bara dan LPG. Bahan bakar fosil tersebut berpotensi menghasilkan gas
CO2, jika terjadi proses pembakaran. Oleh sebab itu, konsentrasi gas ini perlu
dikendalikan. Gas CO2 relatif tidak beracun, tetapi jika konsentrasinya meningkat
di udara maka akan mengakibatkan peningkatan suhu di udara melalui efek rumah
kaca.
Kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang dapat diketahui dengan
pendekatan daya serap CO2. Kandungan gas CO2 yang terdapat di Kota Tangerang
dilihat dari empat sektor yaitu emisi CO2 yang dihasilkan dari energi, emisi CO2
yang dihasilkan dari ternak, emisi CO2 yang dihasilkan dari penduduk, dan emisi
CO2 yang dihasilkan dari areal persawahan.
Data konsumsi energi diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan
dalam laporan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Jenis
bahan bakar yang dikonsumsi berupa minyak tanah, Liquid Petroleum Gas (LPG),
premium, pertamax, solar, dan batu bara. Emisi yang berasal dari sumber energi
merupakan sumber emisi yang terbesar jika dibandingkan dengan sumber emisi
yang berasal dari penduduk, ternak, maupun areal sawah. Emisi yang dihasilkan
oleh sektor energi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Emisi yang dihasilkan penggunaan bahan bakar (energi) tahun 2013
Jenis
Jumlah
Jumlah
Kandungan Emisi
Emisi
Bahan
Konsumsi
Kalori yang Karbon
Aktual
Karbon
Bakar
Bahan
Dihasilkan
Karbon
(Gg C)
dioksida
Bakar
(Gg Joule)
(Gg C)
(Gg CO2)
(Gg gram)
Premium
1381.36
61.89
1169.63 1157.93
4245.75
Pertamax

619.00

27.73

524.12

518.88

1902.56

Solar

1.32

47.39

895.67

886.72

3251.29

LPG

1057.81

0.56

9.58

9.54

34.97

Batu Bara

466.67

12.46

326.46

326.46

1197.01

Minyak
Tanah

128.47

5.73

111.71

110.59

405.49

Sumber data : BPLH Kota Tangerang 2013
Keterangan : 1 Gg = 1 000 000 Kg , 1 Kg = 1000 gram

Sektor peternakan juga turut menyumbang emisi karbondioksida yang berasal
dari fermentasi dan pengelolaan pupuknya. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dinas Pertanian, dalam laporan Badan Pusat Statistik Kota Tangerang terdapat 6
jenis ternak yang mayoritas terdapat di Kota Tangerang. Ternak-ternak ini yaitu
sapi, kerbau, babi, kambing, domba dan unggas. Dari keenam jenis ternak tersebut,
unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat
yaitu 1 036 673 ekor sedangkan kerbau merupakan jenis ternak yang paling sedikit
dipelihara oleh masyarakat yaitu 74 ekor. Jenis dan jumlah ternak yang terdapat di
Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 6.

14
Tabel 6 Emisi yang dihasilkan ternak tahun 2012
Jumlah
Emisi
Emisi
Total emisi
Ternak
Metana hasil Metana hasil metana
(ekor)
pengolahan fermentasi
(Gg CH4)
pupuk (ton
(ton CH4)
CH4)
Sapi
1789
3.58
78.72
0.08
Kerbau
74
0.22
4.07
0.00
Kambing
6243
1.44
31.22
0.03
Domba
493
0.18
3.94
0.00
Babi
1718
12.03
2.58
0.01
Unggas
1 036 673
23.84
0.02
Jenis
Ternak

Emisi
Karbon
dioksida
(Gg CO2)
0.23
0.01
0.09
0.01
0.04
0.06

Sumber data : BPS Kota Tangerang 2012
Keterangan : 1 Gg = 1 000 000 Kg , 1 ton = 1000 Kg

Kota Tangerang dikenal sebagai salah satu kota satelit DKI Jakarta, dimana
sebagian besar orang-orang yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta bertempat tinggal
di Kota Tangerang. Keadaan ini merupakan salah satu faktor yang membuat Kota
Tangerang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat. Semakin tinggi jumlah
penduduk dalam suatu wilayah akan meningkatkan jumlah emisi yang dihasilkan.
Jumlah penduduk dan emisi yang dihasilkan setiap kecamatan di Kota Tangerang
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Emisi yang dihasilkan penduduk tahun 2012
Kecamatan
Jumlah Penduduk Emisi CO2 (Gg CO2/tahun)
Ciledug
161 604
55.85
Larangan
176 229
60.90
Karang Tengah
126 364
43.67
Cipondoh
242 548
83.82
Pinang
174 655
60.36
Tangerang
162 192
56.05
Karawaci
176 556
61.02
Cibodas
120 767
41.74
Jatiuwung
148 032
51.16
Periuk
136 420
47.15
Neglasari
95 162
32.89
Batuceper
108 909
37.64
Benda
89 118
30.80
Sumber data : BPS Kota Tangerang 2012
Keterangan : 1 Gg = 1 000.000 Kg , 1 ton = 1000 Kg

Sumber emisi terakhir ialah berasal dari areal sawah. Pengelolaan sawah
berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan penghitungan
klasifikasi citra Landsat tahun 2014, luas sawah yang terdapat di Kota Tangerang
mencapai 2590.2 ha. Emisi areal persawahan dihasilkan oleh bakteri anaerob yang
mengeluarkan gas metana. Melalui pehitungan yang tepat, emisi karbondioksida
yang dihasilkan areal persawahan Kota Tangerang pada tahun 2014 mencapai 1.28
Gg CO2.

15
Total emisi CO2 yang dihasilkan pada tahun 2014 didapatkan melalui
prediksi rumus bunga berganda, karena data sekunder untuk tahun 2014 belum
tersedia (kecuali emisi dari areal persawahan). Emisi tahun 2014 yang dihasilkan
dari sumber energi, ternak, penduduk, dan areal sawah berturut-turut ialah 2462.52
Gg CO2/tahun, 0.18 Gg CO2/tahun, 724.90 Gg CO2/tahun, 1,28 Gg CO2/tahun.
Total emisi yang ada pada tahun 2014 ialah 3188.9 Gg CO2/tahun.
Luas vegetasi pohon yang dimiliki oleh Kota Tangerang pada tahun 2014
sebesar 1870.26 ha, sehingga emisi CO2 yang dapat diserap ialah sebesar 108.96
Gg CO2/tahun. Selain vegetasi pohon, vegetasi rumput/semak juga dapat menyerap
emisi CO2. Menurut Iverson (1993), diacu dalam Tinambunan (2006), satu hektar
vegetasi rumput/semak dapat menyerap CO2 sebesar 3.2976 ton CO2/tahun. Jumlah
vegetasi rumput/semak yang ada sebesar 1977.81, sehingga CO2 yang dapat diserap
sebesar 6,522 Gg CO2/tahun. Total emisi yang dapat diserap oleh vegetasi pohon
dan rumput ialah 115.49 Gg CO2. Kemampuan vegetasi pohon dan rumput untuk
menyerap emisi CO2 hanya 3.62% dari total emisi yang dihasilkan. Vegetasi pohon
lebih efektif dalam menyerap dibandingkan vegetasi rumput, untuk itu dibutuhkan
sekitar 52 755.3 ha hutan kota lagi untuk memenuhi kebutuhan penyerapan emisi
CO2. Angka kebutuhan hutan kota mencapai hampir tiga kali lipat dari luas Kota
Tangerang itu sendiri.
Kesesuaian Kebutuhan Hutan Kota dengan RTRW
Berbagai pertimbangan diperlukan pemerintah daerah dalam penyusunan
perencanaan pembangunan daerahnya. Salah satu aspek yang dipertimbangkan
adalah mengenai aspek ruang. Setiap aktivitas as manusia, aktivitas alami dan
semua kegiatan yang berlangsung memerlukan ruang sebagai tempat aktivitas
kegiatan.
Perencanaan tata ruang mencangkup perencanaan pola pemanfaatan ruang
yang meliputi tataguna lahan, tataguna air, tataguna udara, tataguna sumberdaya
lainnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Rencana tata ruang wilayah adalah
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang suatu wilayah. Rencana tata ruang wilayah berfungsi sebagai acuan dalam
mengarahkan kegiatan wilayah perkotaan, intensitas kegiatan serta volume kegiatan
yang optimal dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Rencana tata ruang
wilayah juga merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga
keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan
pembangunan kota dalam jangka panjang.
Rencana Tata Ruang Kota Tangerang untuk tahun 2012-2032 diatur dalam
Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012. Tujuan penataan ruang wilayah kota
adalah mewujudkan ruang kota sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa,
industri, serta pendidikan regional berwawasan lingkungan dan budaya sebagai
bagian dari Kawasan Strategis Nasional Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
Puncak, Cianjur (Jabotabekpunjur) (Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012).
Berdasarkan tujuan penataan ruang Kota Tangerang, dapat dilihat bahwa Kota
Tangerang merupakan salah satu Kawasan Strategis Nasional yang membutuhkan
perencanaan peruntukan lahan. Rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota
Tangerang tahun 2012- 2032 dapat dilihat pada Tabel 8.

16
Tabel 8 Peruntukan penggunaan lahan pada RTRW
Kota Tangerang tahun 2012-2032
Penggunaan Lahan
Luas (ha) Persentase (%)
Air
282.8
1.55
Industri
3024.6
16.61
Jalan
1351.2
7.42
Kawasan Lindung
428.7
2.35
Pariwisata
95.1
0.52
Pelayanan Umum
8.8
0.05
Pemerintahan
33.9
0.19
Penunjang Bandara
576.4
3.17
Perdajasa
2086.3
11.46
Pertahanan
21.6
0.12
Bandara
1968.1
10.81
RTH
610.3
3.35
Sawah
101.0
0.55
Pemukiman
7615.4
41.83
Jumlah
18 204.2
100
Peruntukan penggunaan lahan terbesar pada RTRW ialah kawasan
pemukiman yaitu sebesar 7615.4 ha atau 41.83%. Kawasan Pemukiman adalah
kawasan yang diperuntukan dengan fungsi utama sebagai lingkungan tempat
tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Perda
Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012). Persentase pemukiman di Kota Tangerang
memiliki angka yang besar. Kondisi ini disebabkan karena Kota Tangerang dikenal
sebagai salah satu daerah pemukiman bagi pekerja di Jakarta.
Kawasan terbesar setelah kawasan pemukiman ialah peruntukan untuk
kawasan industri sebesar 16.61%. Kawasan Industri adalah kawasan yang
diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
yang ditetapkan oleh pemerintah kota yang bersangkutan (Perda Kota Tangerang
Nomor 6 Tahun 2012). Kota Tangerang memiliki beberapa kawasan industri yang
menjadi tulang punggun ekonomi bagi masyarakat Kota Tangerang. Peruntukan
kawasan perdagangan dan jasa (perdajasa) memiliki persentase sebesar 11.46%.
Menurut Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012, kawasan perdagangan dan
jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa,
termasuk pergudangan dan diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi
pemiliknya serta memberi nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. Sebagai
sebuah kota yang menjadi salah satu Kawasan Strategis Nasional, Kota Tangerang
memiliki daya tarik untuk menggerakan roda perekonomian. Kawasan perdajasa di
Kota Tangerang berupa mall, pasar tradisional, supermarket, dll.
Kawasan lindung dan RTH hanya memiliki persentase sebesar 2.35% dan
3.35%. Kawasan lindung adalah kawasan yang secara ekologis memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kota (Perda
Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012). Kawasan lindung merupakan kawasan
yang memiliki peranan penting sebagai penyangga ekosistem di perkotaan.
Tampilan spasial peruntukan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Peta RTRW Kota Tangerang tahun 2012-2032

17

18
Berdasarkan data penggunaan lahan yang tercantum dalam RTRW Kota
Tangerang serta melalui pengolahan data, luas peruntukan lahan mengalami
perbedaan dengan kondisi penutupan lahan tahun 2014. Untuk itu untuk melihat
keseuaian penggunaan lahan perlu dilakukan perbandingan perbebadaan luas lahan
dan peruntukannya. Padanaan penggunaan lahan antara RTRW dengan penutupan
lahan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Padanan penggunaan lahan
Penutupan Lahan
Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Lahan Terbuka
Sawah
Sawah
Vegetasi Pohon
RTH, Kawasan Perlindungan
Lahan Terbangun
Kawasan Industri, Jalan, Kawasan Pariwisata,
Pelayanan Umum, Pemukiman, Penunjang
Bandara, Koridor Perdagangan/Jasa, Kawasan
Pertahanan
Badan Air
Perairan
Rumput/semak
(semua tipe tutupan
Bandara
lahan yang terdapat di
bandara)

No.
1
2
3
4

5
6
7

Hasil overlay peta tutupan lahan tahun 2014 dengan RTRW Kota Tangerang,
didapatkan hasil perbedaan penggunaan lahan. Perbedaan penggunaan lahan dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Perbedaan penggunaan lahan RTRW dengan penutupan
lahan tahun 2014 di Kota Tangerang
Penutupan
Lahan
Tahun
2014
Sawah
Pohon
Lahan
Terbangun
Badan Air
Rumput
Lahan
Terbuka
Jumlah

Rencana Tata Ruang dan Wilayah (ha)
Sawah RTH dan Lahan
Badan Rumput Lahan
Jumlah
Kawasan Terbangun Air
Terbuka
Lindung
388.41
301.96
1869.17
27.78
2587.33
6.77
640.99
1177.98
42.87
1868.62
13.83

326.07

10 314.25

61.67

-

-

10 715.82

0.19
3.80

9.42
92.64

18.74
1152.31

162.37
2.88

726.93

-

190.72
1978.57

1.97

49.98

598.33

8.54

-

204.38

863.19

414.97

1421.06

15 130.78

306.12

726.93

204.38

18 204.24

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 10, lahan terbangun pada kondisi
eksisiting 2014 dan lahan terbangun peruntukan RTRW memiliki perbedaan
terbesar dengan selisih 4414.96 ha. Lahan terbangun pada RTRW lebih besar
jumlahnya dibandingkan kondisi penutupan lahan tahun 2014. Kondisi tersebut
menyebabkan beberapa lahan selain lahan terbangun pada kondisi penutupan lahan
tahun 2014 akan menjadi lahan terbangun pada peruntukan RTRW. Perbedaan
penggunaan lahan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Peta perbedaan peruntukan lahan

19

20
Perbedaan luas RTH pada RTRW justru lebih rendah jika dibandingkan
dengan kondisi penutupan lahan tahun 2014. Luas vegetasi pohon pada penutupan
lahan taun 2014 mencapai 1870.26 ha, sedangkan luas RTH dan kawasan lindung
pada alokasi RTRW hanya mencapai 1421.06 ha. Kebutuhan luasan hutan kota
berdasarkan perencanaan RTRW lebih tinggi jika dibandingkan kebutuhan hutan
kota berdasarkan kondisi penutupan lahan tahun 2014.
Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Tahun 2020, 2025, 2030 di Kota Tangerang
Data konsumsi energi pada tahun-tahun sebelumnya akan mempengaruhi
prediksi emisi CO2 pada tahun-tahun selanjutnya. Nilai prediksi didapatkan dari
variable tetap yaitu emisi CO2 dari areal persawahan, sedangkan variabel peubah
yaitu emisi CO2 dari peternakan, penduduk dan energi. Persamaan eksponensial
untuk ketiga variabel peubah tersebut ialah :
Xt = X0 (1 + 0.30)x
Yt = Y0 (1 + 0.13)x
Zt = Z0 (1 + 0.04)x
Keterangan :
Xt = Emisi sumber energi pada tahun akhir
X0 = Emisi sumber energi pada tahun awal
Yt = Emisi sumber ternak pada tahun akhir
Y0 = Emisi sumber ternak pada tahun awal
Zt = Emisi sumber penduduk pada tahun akhir
Z0 = Emisi sumber penduduk pada tahun awal
x = Selisih tahun
Kebutuhan hutan kota tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan
penghitungan kebutuhan hutan kota pada tahun 2020 sebesar 216 829.2 ha, tahun
2025 sebesar 754 885.6 ha, dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 2 715 656.9
ha. Grafik kebutuhan hutan kota dapat dilihat pada Gambar 13.

Luas (ha)

Kebutuhan RTH
3.000.000,0
2.500.000,0
2.000.000,0
1.500.000,0
1.000.000,0
500.000,0
-

Ketersediaan RTH pada Perencanaan RTRW
2.836.033,8

776.726,8
219.799,6

52.755,3

2012

2014

2016

2018

1.421,1

2020

2022

2024

2026

2028

2030

2032

Tahun

Gambar 13 Grafik kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang
Meningkatnya emisi CO2 memerlukan langkah mitigasi yang tepat. Langkah
mitigasi untuk mengurangi emisi CO2 dapat dilakukan dengan dua cara. Langkah
mitigasi pertama dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi CO2 dari sumber
emisinya. Pengurangan emisi CO2 yang berasal dari sumber emisi dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, penggunaan

21
transportasi publik, perawatan kendaraan secara teratur, dan menggunakan bahan
bakar yang ramah lingkungan.
Langkah mitigasi kedua ialah dengan meningkatkan agen penyerap CO2.
Penambahan sumber penyerap emisi CO2 dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu penambahan luas hutan kota secara efektif, penambahan RTH, pembangunan
taman atap (roof garden). Penambahan luas hutan kota secara efektif membutuhkan
perencanaan yang tepat seperti Pemilihan jenis pohon dan bentuk hutan kota.
Pemilihan jenis pohon yang efektif sebagai penyerap CO2 merupakan cara yang
tepat sebagai langkah mitigasi. Beberapa jenis tanaman hutan kota yang efektif
dalam menyerap emisi CO2 yaitu mahoni daun kecil (Switenia mahagoni) (452.530
kg CO2/pohon/tahun) dan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla) (559.705 kg
CO2/pohon/tahun) (Mayalanda 2007); simpur (Dillenia indica) (2844.208 kg
CO2/pohon/tahun) dan kemang (Mangifera caessia) (2346.517 kg
CO2/pohon/tahun) (Ardiansyah 2009); trembesi (Samanea saman) (204.403 kg
CO2/pohon/tahun) (Purwaningsih 2007); dan dahu (Dracontomelon dao) (281.000
kg CO2/pohon/tahun) (Hariyadi 2008).
Penambahan luas RTH dapat dilakukan pada lahan publik dan lahan pribadi.
Penambahan RTH pada lahan pribadi dapat dilakukan dengan cara menanam
tanaman di pekarangan rumah. Langkah mitigasi terakhir ialah pembangunan
taman atap (roof garden). Taman atap dapat dijadikan alternatif penambahan RTH
akibat pengurangan luas RTH yang disebabkan oleh pembangunan. Taman atap
dapat dikembangkan untuk memberikan manfaat peningkatan kualitas lingkungan
perkotaan terutama dalam mengatasi fenomena peningkatan suhu udara perkotaan
akibat urban heat island (Thowsend dan Duggie 2007 diacu dalam Sari 2013)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Kebutuhan hutan kota Kota Tangerang pada tahun 2014 adalah 52 755.3 ha.
Kebutuhan luas ini hampir 3 kali lipat wilayah Kota Tangerang itu sendiri.
2. Alokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada RTRW Kota Tangerang justru
mengurangi RTH yang sudah ada pada kondisi penutupan lahan tahun 2014,
hal ini akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan hutan kota.
3. Kebutuhan hutan kota pada tahun 2020 sebesar 216 829.2 ha, tahun 2025
sebesar 754 885.6 ha, dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 2 715 656.9 ha
Saran
1. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai perencanaan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dalam perencanaan aspek lingkungan serta alokasi RTH,
kawasan lindung, dan hutan kota.
2. Perlu adanya penambahan perluasan RTH dan pengusulan pembangunan hutan
kota dengan komposisi vegetasi pohon kayu yang rapat.
3. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah Kota Tangerang untuk berkomitmen
dalam mengendalikan dan mengurangi sumber emisi CO2.

22
DAFTAR PUSTAKA
Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan penginderaan jauh dalam penentuan kecukupan
dan prediksi luasan ruang terbuka hijau sebagai rosot CO2 di Kabupaten
Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ardiasyah. 2009. Daya rosot karbondioksida oleh beberapa jenis tanaman hutan
kota di Kampus IPB Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tangerang. 2013. Kota Tangerang dalam Angka
2009-2013. Tangerang (ID): BPS Kota Tangerang.
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.
Grey GW dan Deneke FJ. 1987. Urban Forestry. New York (US): John Willey and
Sons.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Hariyadi F. 2008. Kajian daya rosot karbondioksida pada beberapa tanaman hutan
kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Vol 2).
Geneva (CH): IPCC.
[BPLH] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Laporan Status
Lingkungan Hidup Daerah (SLDH) Kota Tangerang Tahun 2010-2013.
Tangerang (ID): BPLH Kota Tangerang .
Liesland TM dan Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Mayalanda Y. 2007. Kajian daya rosot karbondioksida oleh jenis tanaman hutan
kota di Hutan Penelitian Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Dinas Tata Ruang Kota Tangerang. 2012. Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang
2012-2032. Tangerang (ID): Dinas Tata Ruang Kota Tangerang.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119.
Purwaningsih S. 2007. Kemampuan serapan karbondioksida (CO2) pada tanaman
hutan kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Rustiadi E, Barus B, Prastowo, Iman LS. 2010. Kajian Daya Dukung Lingkungan
Hidup Provinsi Aceh. Jakarta (ID): Crestpent Press.
Sari LP. 2013. Studi potensi taman atap untuk meningkatkan luasan RTH kota
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Septriana D, Indrawan A, Dahlan EN, Jaya INS. 2004. Prediksi Kebutuhan Hutan
Kota Berbasis Oksigen di Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Manajemen
Hutan Tropika 10(2): 47-57.
Tinambunan RS. 2006. Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68.

23
Lampiran 1 Hasil uji akurasi
CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT
Image File
User Name
Date

: d:/skripsi/data landsat/2014/l8sept2014/reproject_recode_subset_supclass.img
: ASUS
: Fri Feb 06 21:40:24 2015

ERROR MATRIX
Reference Data
Classified Data
Unclass
Lahan Terbuka
Sawah
Vegetasi Pohon
Lahan Terbangun
Badan Air
Rumput dan
Semak
Column Total

Unclass

Sawah

Vegetasi Pohon

1
0
0
0
0
0
0

Lahan
Terbuka
0
3
0
0
0
0
0

0
0
4
0
0
0
1

0
0
0
14
0
0
0

1

3

5

14

Reference Data
Classified Data
Unclass
Lahan Terbuka
Sawah
Vegetasi Pohon
Lahan Terbangun
Badan Air
Rumput dan Semak
Column Total

Lahan Terbangun
1
0
0
0
0
0
0
1

Badan Air
0
3
0
0
0
0
0
3

----- End of Error Matrix -----

Rumput dan Semak
0
0
4
0
0
0
1
5

24
Lampiran 1 Hasil uji akurasi (lanjutan)

ACCURACY TOTALS

Class Name
Unclass
Lahan Terbuka
Sawah
Vegetasi Pohon
Lahan
Terbangun
Badan Air
Rumput dan
Semak
Totals

Reference
Totals
1
3
5
14
9

Classified
Totals
1
3
4
14
10

Number
Correct
1
3
4
14
9

Producers
Accuracy
100.00%
80.00%
100.00%
100.00%

Users
Accuracy
100.00%
100.00%
100.00%
90.00%

6
3

5
4

5
3

83.33%
100.00%

100.00%
75.00%

41

41

39

Overall Classification Accuracy =

95.12%

----- End of Accuracy Totals ----KAPPA (K^) STATISTICS
Overall Kappa Statistics = 0.9380
Conditional Kappa for each Category.

Class Name
Unclass
Lahan Terbuka
Sawah
Vegetasi Pohon
Lahan Terbangun
Badan Air
Rumput dan Semak

Kappa
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.8719
1.0000
0.7303

----- End of Kappa Statistics -----

25
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 1992. Penulis merupakan
Putra pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Heri Hermawan dan Ibu Asroh.
Pendidikan formal di tempuh di SD Negeri 09 Pagi Jakarta, MTs Negeri 8 Jakarta,
dan SMA Negeri 33 Jakarta. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa
Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN dan tahun 2011 penulis tercatat
sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) sebagai Ketua Biro PSDM periode 2012-2013, anggota KPF
(Kelompok Pemerhati Flora) periode 2011-2013. Kegiatan-kegiatan yang pernah
penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya Eksplorasi Fauna, Flora dan
Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Sukawayana, Jawa Barat
(2012) dan Cagar Alam Bojong Larang Jayanti (2013), Praktik Pengenalan
Ekosistem Hutan (P2EH) di Indramayu – Gunung Ciremai (2012), Praktik
Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional
Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2013), ekspedisi Studi Konservasi
Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manusela, Maluku (2013), dan Praktik
Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bali Barat, Bali (2014). Selain
itu, pada tahun 2014 penulis berhasil menjadi finalis PIMNAS (Pekan Ilmiah
Nasional) ke-27 di Semarang melalui PKM-M tentang konservasi penyu laut.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis
melaksanakan penelitian di Kota Tangerang dengan judul “Luas Optimal Hutan
Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah di Kota Tangerang” di bawah bimbingan Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc.
dan Prof Dr Ir Lilik Budi Pr