Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Rosot Gas Karbondioksida

(1)

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA

SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA

(STUDI KASUS DI KOTA BOGOR)

HERDIANSAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(2)

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA

SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA

(STUDI KASUS KOTA BOGOR)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan I PB

Oleh : HERDIANSAH

E34101053

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(3)

Judul Penelitian : Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Rosot Gas Karbondioksida

(Studi Kasus di Kota Bogor ) Nama Mahasiswa : Herdiansah

NRP : E34101053

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan

Menyetujui : Komisi Pembimbing,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Endes N. Dahlan, MS Dr. Ir. Imam Santosa, MS Tanggal : 1 Februari 2006 Tanggal : 1 Februari 2006

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Tanggal :


(4)

RINGKASAN

HERDIANSAH. E3410153. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Rosot Gas Karbondioksida di Kota Bogor, Jawa-Barat. di bawah bimbingan Ir. Endes N. Dahlan, MS dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS

Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat belajar, tempat pusat pemerintahan, dan tempat melakukan berbagai macam aktivitas lainnya yang kian hari dirasakan tuntutannya terus meningkat. Kota Bogor telah mengalami perkembangan pesat pada berbagai bidang. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap kondisi lingkungan Kota Bogor, dimana dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau yang dikonversi menyebabkan pasokan oksigen yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang sebaliknya keberadaan karbondioksida di udara meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan optimal hutan kota sebagai rosot gas karbondioksida (CO2) di Kota Bogor agar memberikan

kenyamanan bagi penduduk dalam mewujudkan Visi kota Bogor yaitu ” Mewujudkan kota dalam taman sebagai langkah awal menuju kota internasional yang memiliki daya saing”. Metode yang digunakan dalam analisa data hasil penelitian adalah dengan menggunakan pendekatan penentuan luasan hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 dan fungsi hutan kota sebagai penyerap karbondioksida.

Kota Bogor memiliki luas 11.850 ha dari luasan tersebut yang teridentifikasi sebagai hutan kota dan dikelola oleh pemerintah kota adalah seluas 282,58 ha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pemerintah RI No. 63 tahun 2002 Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Sedangkan persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Dari luas wilayah kota Bogor yang saat ini memiliki luas 11.850 ha, jika diperlukan 10 % maka hutan kota yang dibutuhka n seluas 1.185 ha.

Penentuan luasan optimal hutan kota di kota Bogor didasarkan pada kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida, pada tahun 2005 adalah 147.822.870 gram/jam atau setara dengan 1.970,97 ha hutan kota. Sedangkan pada tahun 2020 jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebesar 233.105.690 gram/jam atau setara dengan 3.108,08 ha hutan kota .

Jumlah penduduk, tingkat pemakaian BBM dan tingkat pemakaian BBG yang diduga, ternyata mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga jumlah karbondioksida yang dihasilkanpun juga meningkat. Besarnya jumlah karbondioksida yang dihasilkan dalam setiap tahunnya sudah cukup memprihatinkan. Kenaikan jumlah karbondioksida di udara sangat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Jalan untuk mena nggulangi permasalahan tersebut adalah dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan penghematan dalam penggunaan bahan bakar. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan penghematan


(5)

dalam penggunaan bahan ba kar sulit untuk dilakukan karena kebutuhan akan bahan bakar selalu meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, bertambahnya jumlah pemilik kenda raan bermotor, dan bertambahnya industri-industri yang dalam operasinya menggunakan bahan bakar. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan fungsi hutan kota dengan cara menambah luasan ataupun dengan menanam jenis-jenis tanaman yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen.

Pengalokasian lahan terbuka tidak terbangun untuk ruang terbuka hijau sebesar 3.271,18 ha sudah sangat mencukupi tidak hanya pada tahun 2005 tapi sampai dengan 2020. Namun demikian menurut PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Pada Pasal 5 ayat 2 dikatakan penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Walikota atau Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Jadi, apabila Pemerintah Kota Bogor telah mengalokasikan lahan untuk hutan kota diharapkan dapat diperkuat dengan penunjukkan dan penetapan statusnya sebagai hutan kota, sehingga diharapkan pengelolaan hutan kota dapat dilakukan dengan baik dan fungsi dari hutan kota yang diharapkan dapat berjalan dengan optimal.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 12 Februari 1983 anak dari pasangan Ayah Tantan Surahman dan Ibu Dedeh Saodah (Alm). Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri I Parakanmuncang pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan ke SMP Negeri I Cimanggung dan menyelesaikannya pada tahun 1998. Penulis melanjutkan ke SMU Negeri I Cicalengka dan menyelesaikannya pada tahun

2001. Penulis diterima menjadi mahasis wa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2001.

Selama kuliah, penulis melakukan kegiatan praktek pengenalan tipe -tipe ekosistem hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, serta praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi Getas Jawa - timur. Praktek Kerja Lapang Profesi dilaksanakan pada tahun 2005 di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penulis juga aktif sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB dari tahun 2004-2005, Ketua Bina Corps Rimbawan

Fakultas Kehutanan IPB 2004, Pelatih Bulutangkis Excelent Group IPB 2004-2005, Wakil ketua Asrama IPB Sylvasari 2004, Kepala Komisi Sosial

Politik DPM TPB IPB, Asisten Mata Kuliah Silvikultur 2003, Ilmu Tanah Hutan 2004, dan Pendidikan Agama Islam 2003.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Rosot Gas CO2 (Studi Kasus di Kota Bogor)” di bawah

bimbingan Ir. Endes N. Dahlan. MS dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam yang maha pengasih lagi maha penyanyang. Shalawat serta salam penulis persembahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya kebenaran yaitu Al-Islam bagi seluruh umat manusia sampai akhir zaman nanti.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ir. Endes N Dahlan, MS selaku dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS selaku pembimbing kedua, yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, nasehat, dukungan serta kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan.

3. Kedua Orang tua (Bapak dan Ibu), Kakakku (Teh Dewi, Kang Agus, Aa Iwan dan Teh Eva) dan adikku (Neng Feby) serta saudara-saudaraku di Parakanmuncang Sumedang yang selalu memberikan inspirasi, semangat dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

4. Seluruh Sahabat-Sahabatku, khususnya KSH’38 yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, rekan-rekan seperjuangan BEM Fakultas Kehutanan IPB periode 2004-2005, FORSAIK IPB, serta Penghuni Asrama Sylvasari tercinta,

terimakasih atas persahabatan, kebersamaan, kepedulian dan pengertiannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran selalu penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak dan dunia kehutanan khususnya.

Bogor, Januari 2006 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hutan kota ... 3

B. Peranan Hutan Kota ... 4

C. Tipe Hutan kota ... 5

D. Kriteria dan Bentuk Hutan Kota ... 6

E. Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida ... 8

F. Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 10

G. Pengertian Karbondioksida (CO2) ... 11

H. Konsentrasi CO2 di Atmosfier ... 13

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat ... 14

C. Tahapan Penelitian... 14

1. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ... 14

2. Analisis Data ... 16

IV. KONDISI UMUM A. Letak Astronomis dan Administrasi ... 18

B. Topografi dan Tanah ... 18

C. Iklim ... 19

D. Hidrologi ... 19


(9)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Luas Hutan Kota ... 20

1. Kebutuhan Luas Hutan Berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 ... 20

2. Kebutuhan Lua s Hutan Kota Berdasarkan Fungsi Sebagai penyerap Karbondioksida (CO2) ... 21

B. Analisis Penentuan Luas Hutan Kota Berdasar Fungsi Sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2) ... 24

C. Optimasi Hutan Kota di Kota Bogor... 25

D. Hutan Kota di Kota Bogor ... 28

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34


(10)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Bentuk dan kriteria hutan kota ... 7

2. Jumlah Emisi Gas CO2 yang dihasilkan oleh Beberapa Macam Bahan Bak ... ... 12

3. Konsentrasi CO2 di atmosfer ... 13

4. Jenis, Bentuk dan Sumber Data Penelitian ... 16

5. Luas Sebaran Ruang Terbuka Kota Bogor ... 20

6. Jumlah Penduduk di Kota Bogor Tahun 2000-2004 ... 21

7. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk Kota Bogor per tahun tahun 2005 -2020 ... 22

8. Tingkat Pemakaian BBM dan LP G di Kota Bogor Tahun 2003-2004... 22

9. Tingkat Pemakaian BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ... 23

10. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan dari Pembakaran BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 (gr/ jam) ... 23

11. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan dari Pembakaran BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ( Kg/ Thn) ... 24

12. Luas Hutan Kota di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ... 24

13. Hasil Perhitungan Berbagai Pendekatan untuk Menghitung Luasan Hutan Kota ... 27

14. Nama dan Luas Hutan Kota di Kota Bogor Tahun 2004 ... 28


(11)

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA

SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA

(STUDI KASUS DI KOTA BOGOR)

HERDIANSAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(12)

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA

SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA

(STUDI KASUS KOTA BOGOR)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan I PB

Oleh : HERDIANSAH

E34101053

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(13)

Judul Penelitian : Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Rosot Gas Karbondioksida

(Studi Kasus di Kota Bogor ) Nama Mahasiswa : Herdiansah

NRP : E34101053

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan

Menyetujui : Komisi Pembimbing,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Endes N. Dahlan, MS Dr. Ir. Imam Santosa, MS Tanggal : 1 Februari 2006 Tanggal : 1 Februari 2006

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Tanggal :


(14)

RINGKASAN

HERDIANSAH. E3410153. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Rosot Gas Karbondioksida di Kota Bogor, Jawa-Barat. di bawah bimbingan Ir. Endes N. Dahlan, MS dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS

Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat belajar, tempat pusat pemerintahan, dan tempat melakukan berbagai macam aktivitas lainnya yang kian hari dirasakan tuntutannya terus meningkat. Kota Bogor telah mengalami perkembangan pesat pada berbagai bidang. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap kondisi lingkungan Kota Bogor, dimana dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau yang dikonversi menyebabkan pasokan oksigen yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang sebaliknya keberadaan karbondioksida di udara meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan optimal hutan kota sebagai rosot gas karbondioksida (CO2) di Kota Bogor agar memberikan

kenyamanan bagi penduduk dalam mewujudkan Visi kota Bogor yaitu ” Mewujudkan kota dalam taman sebagai langkah awal menuju kota internasional yang memiliki daya saing”. Metode yang digunakan dalam analisa data hasil penelitian adalah dengan menggunakan pendekatan penentuan luasan hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 dan fungsi hutan kota sebagai penyerap karbondioksida.

Kota Bogor memiliki luas 11.850 ha dari luasan tersebut yang teridentifikasi sebagai hutan kota dan dikelola oleh pemerintah kota adalah seluas 282,58 ha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pemerintah RI No. 63 tahun 2002 Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Sedangkan persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Dari luas wilayah kota Bogor yang saat ini memiliki luas 11.850 ha, jika diperlukan 10 % maka hutan kota yang dibutuhka n seluas 1.185 ha.

Penentuan luasan optimal hutan kota di kota Bogor didasarkan pada kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida, pada tahun 2005 adalah 147.822.870 gram/jam atau setara dengan 1.970,97 ha hutan kota. Sedangkan pada tahun 2020 jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebesar 233.105.690 gram/jam atau setara dengan 3.108,08 ha hutan kota .

Jumlah penduduk, tingkat pemakaian BBM dan tingkat pemakaian BBG yang diduga, ternyata mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga jumlah karbondioksida yang dihasilkanpun juga meningkat. Besarnya jumlah karbondioksida yang dihasilkan dalam setiap tahunnya sudah cukup memprihatinkan. Kenaikan jumlah karbondioksida di udara sangat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Jalan untuk mena nggulangi permasalahan tersebut adalah dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan penghematan dalam penggunaan bahan bakar. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan penghematan


(15)

dalam penggunaan bahan ba kar sulit untuk dilakukan karena kebutuhan akan bahan bakar selalu meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, bertambahnya jumlah pemilik kenda raan bermotor, dan bertambahnya industri-industri yang dalam operasinya menggunakan bahan bakar. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan fungsi hutan kota dengan cara menambah luasan ataupun dengan menanam jenis-jenis tanaman yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen.

Pengalokasian lahan terbuka tidak terbangun untuk ruang terbuka hijau sebesar 3.271,18 ha sudah sangat mencukupi tidak hanya pada tahun 2005 tapi sampai dengan 2020. Namun demikian menurut PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Pada Pasal 5 ayat 2 dikatakan penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Walikota atau Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Jadi, apabila Pemerintah Kota Bogor telah mengalokasikan lahan untuk hutan kota diharapkan dapat diperkuat dengan penunjukkan dan penetapan statusnya sebagai hutan kota, sehingga diharapkan pengelolaan hutan kota dapat dilakukan dengan baik dan fungsi dari hutan kota yang diharapkan dapat berjalan dengan optimal.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 12 Februari 1983 anak dari pasangan Ayah Tantan Surahman dan Ibu Dedeh Saodah (Alm). Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri I Parakanmuncang pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan ke SMP Negeri I Cimanggung dan menyelesaikannya pada tahun 1998. Penulis melanjutkan ke SMU Negeri I Cicalengka dan menyelesaikannya pada tahun

2001. Penulis diterima menjadi mahasis wa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2001.

Selama kuliah, penulis melakukan kegiatan praktek pengenalan tipe -tipe ekosistem hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, serta praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi Getas Jawa - timur. Praktek Kerja Lapang Profesi dilaksanakan pada tahun 2005 di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penulis juga aktif sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB dari tahun 2004-2005, Ketua Bina Corps Rimbawan

Fakultas Kehutanan IPB 2004, Pelatih Bulutangkis Excelent Group IPB 2004-2005, Wakil ketua Asrama IPB Sylvasari 2004, Kepala Komisi Sosial

Politik DPM TPB IPB, Asisten Mata Kuliah Silvikultur 2003, Ilmu Tanah Hutan 2004, dan Pendidikan Agama Islam 2003.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Rosot Gas CO2 (Studi Kasus di Kota Bogor)” di bawah

bimbingan Ir. Endes N. Dahlan. MS dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam yang maha pengasih lagi maha penyanyang. Shalawat serta salam penulis persembahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya kebenaran yaitu Al-Islam bagi seluruh umat manusia sampai akhir zaman nanti.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ir. Endes N Dahlan, MS selaku dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS selaku pembimbing kedua, yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, nasehat, dukungan serta kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan.

3. Kedua Orang tua (Bapak dan Ibu), Kakakku (Teh Dewi, Kang Agus, Aa Iwan dan Teh Eva) dan adikku (Neng Feby) serta saudara-saudaraku di Parakanmuncang Sumedang yang selalu memberikan inspirasi, semangat dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

4. Seluruh Sahabat-Sahabatku, khususnya KSH’38 yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, rekan-rekan seperjuangan BEM Fakultas Kehutanan IPB periode 2004-2005, FORSAIK IPB, serta Penghuni Asrama Sylvasari tercinta,

terimakasih atas persahabatan, kebersamaan, kepedulian dan pengertiannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran selalu penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak dan dunia kehutanan khususnya.

Bogor, Januari 2006 Penulis


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hutan kota ... 3

B. Peranan Hutan Kota ... 4

C. Tipe Hutan kota ... 5

D. Kriteria dan Bentuk Hutan Kota ... 6

E. Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida ... 8

F. Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 10

G. Pengertian Karbondioksida (CO2) ... 11

H. Konsentrasi CO2 di Atmosfier ... 13

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat ... 14

C. Tahapan Penelitian... 14

1. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ... 14

2. Analisis Data ... 16

IV. KONDISI UMUM A. Letak Astronomis dan Administrasi ... 18

B. Topografi dan Tanah ... 18

C. Iklim ... 19

D. Hidrologi ... 19


(19)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Luas Hutan Kota ... 20

1. Kebutuhan Luas Hutan Berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 ... 20

2. Kebutuhan Lua s Hutan Kota Berdasarkan Fungsi Sebagai penyerap Karbondioksida (CO2) ... 21

B. Analisis Penentuan Luas Hutan Kota Berdasar Fungsi Sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2) ... 24

C. Optimasi Hutan Kota di Kota Bogor... 25

D. Hutan Kota di Kota Bogor ... 28

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34


(20)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Bentuk dan kriteria hutan kota ... 7

2. Jumlah Emisi Gas CO2 yang dihasilkan oleh Beberapa Macam Bahan Bak ... ... 12

3. Konsentrasi CO2 di atmosfer ... 13

4. Jenis, Bentuk dan Sumber Data Penelitian ... 16

5. Luas Sebaran Ruang Terbuka Kota Bogor ... 20

6. Jumlah Penduduk di Kota Bogor Tahun 2000-2004 ... 21

7. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk Kota Bogor per tahun tahun 2005 -2020 ... 22

8. Tingkat Pemakaian BBM dan LP G di Kota Bogor Tahun 2003-2004... 22

9. Tingkat Pemakaian BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ... 23

10. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan dari Pembakaran BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 (gr/ jam) ... 23

11. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan dari Pembakaran BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ( Kg/ Thn) ... 24

12. Luas Hutan Kota di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ... 24

13. Hasil Perhitungan Berbagai Pendekatan untuk Menghitung Luasan Hutan Kota ... 27

14. Nama dan Luas Hutan Kota di Kota Bogor Tahun 2004 ... 28


(21)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kebun Raya Bogor ... 28

2. Taman Kencana ... 29

3. Jalur Hijau di jalan pajajaran warung jambu ... 29

4. TPU Dreded ... 30

5. Makam Pengembangan Situgede ... 30


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat belajar, tempat pusat pemerintahan, dan tempat melakukan berbagai

macam aktivitas lainnya yang kian hari dirasakan tuntutannya terus meningkat. Pembangunan yang dilakukan di perkotaan mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya permasalahan lingkungan yang harus dihadapi oleh masyarakat kota seperti: pencemaran lingkungan, panasnya udara kota, kebisingan, sampah kota, dan banjir. Dengan terganggunya lingkungan ini, maka jalannya roda perekonomian, pendidikan dan kegiatan lainnya yang ada di kota dapat terganggu, jika pemerintah tidak dapat mengaturnya dengan baik.

Kota Bogor telah mengalami perkembangan pesat pada berbagai bidang. Hal ini dapat terlihat dengan munculnya pemukiman-pemukiman baru, pusat-pusat perbelanjaan, industri dan berbagai infra struktur penunjang lainnya. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau yang dikonversi menyebabkan pasokan oksigen yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang sebaliknya keberadaan karbondioksida di udara meningkat.

Penerapan konsep hutan kota dalam pembangunan kota merupakan cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan. Komponen hutan kota berupa jalur hijau, taman kota, tanaman pekarangan, kebun dan keberadaan ruang terbuka hijau lainnya diharapkan dapat

meningkatkan produksi oksigen di udara, menyaring partikel debu dan partikel-partikel pencemar lainnya sehingga akan meningkatkan kualitas

lingkungan hidup perkotaan. Namun demikian fungsi-fungsi yang diharapkan dari hutan kota tidak akan terasa jika luasan hutan kota tidak mencukupi. Oleh karena itu diperlukan penentuan luasan hutan kota yang tepat agar fungsi hutan kota dapat dirasakan secara optimal.


(23)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan optimal hutan kota sebagai rosot gas karbondioksida di Kota Bogor agar memberikan kenyamanan bagi penduduk dalam mewujudkan Visi Kota Bogor yaitu ”Mewujudkan Kota dalam Taman sebagai Langkah Awal Menuju Kota Internasional yang Memiliki Daya Saing”.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam membangun kota yang berwawasan lingkungan.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hutan kota

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2002). Wilayah perkotaan merupakan pusat-pusat permukiman yang berpe ran didalam suatu wilayah pengembangan dan atau

wilayah nasional sebagai simpul jasa atau suatu bentuk ciri kehidupan kota (PP NO. 62 Tahun 2002)

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1988, hutan kota adalah suatu ruang terbuka hijau yang ditanami berbagai tanaman tahunan, dengan maksud sebagai tempat perlindungan kelestarian tanah dan air penyelamatan plasma nutfah serta paru-paru kota. Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol dengan struktur menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan

menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis (Irwan, 1997 dalam Nasihin 2003).

Fandeli ( 2001) Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat

perkotaan. Hutan diperkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Oleh karena keterbatasan lahan, maka hutan kota dapat dibangun pada

berbagai penggunaan lahan, dan bentuknya pun tidak harus dalam bentuk blok yang permanen. Untuk hutan kota yang fleksibel dengan luas dan bentuk ini

maka diperlukan kriteria penting, yaitu kriteria lingkungan yang melingkupi berbagai manfaat diantaranya konservasi mikrolimat, keindahan, konservasi flora dan hidupan liar.

Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2002 tentang hutan kota, memberikan batasan bahw a hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah


(25)

oleh pejabat yang berwenang. Huta n kota tidak hanya berarti hutan yang berada dikota, tetapi dapat tersusun dari komponen hutan dan kelompok vegetasi lainnya

yang berada dikota ( taman, jalur hijau, kebun dan pekarangan ). Salah satu atau beberapa fungsi hutan kota dapat pula dilakukan oleh kelompok vegetasi lain

tergantung dari tujuan utama dari dibangunnya hutan kota, yaitu sebagai penghasil oksigen, peredam suara dan sebagainya.

B. Peranan Hutan Kota

Menurut Grey dan Denake (1978), bahwa dengan menerapkan konsep hutan kota akan memberikan 4 jenis manfaat, yaitu :

1. Perbaikan Iklim

Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim seperti: radiasi matahari, suhu udara, angin dan kelembaban. Dengan adanya hutan kota

maka akan memberikan kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia seperti : penyesuaian suhu dan lingkungan dan penurunan kecepatan angin.

2. Pemanfaatan Bidang Keteknikan

Pemanfaatan bidang keteknikan berupa: Perlindungan terhadap daerah aliran sungai (DAS), pengendalian terhadap erosi, pengendalian air buangan, meredam kebisingan, menyaring polusi udara, pengendalian sinar langsung dan pantulan serta pengendalian lalu lintas.

3. Pemanfaatan di Bidang Arsitektur

Pengaturan struktur pohon-pohon hutan kota di sekitar gedung atau bangunan

akan memberikan hasil yang lebih baik, terutama apabila dipandang dari sudut seni dan keindahan.

4. Pemanfaatan di Bidang Estetika

Keberadaan tanaman hutan kota dalam berbagai bentuk, struktur dan warna akan mempercantik dan memperindah wajah kota.

Kota identik dengan kepadatan penduduk, sehingga seringkali kondisi lingkungan hidupnya kurang terpelihara dengan baik yang berakibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup perkotaan.


(26)

Untuk meningkatkan kualitas lingkunga n hidup di kawasan pemukiman kota perlu diterapkan prinsip-prinsip hutan kota dalam bentuk ( Fakuara, 1986) :

a. Membuat taman bermain untuk anak-anak. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman ini bervariasi dengan ketinggian yang berbeda, disusun

sedemikian rupa untuk memenuhi keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatkan kenyamanan.

b. Membuat tanaman tepi jalan atau jalur hijau.

Tanaman ini bertujuan untuk menyerap genangan air, meredam suara, serta mena han sinar silau kendaraan pada malam hari.

c. Tanaman pekarangan.

Tanaman ini bertujuan untuk produksi oksigen, keindahan serta beberapa tujuan lain berdasarkan keinginan pemiliknya.

d. Tanaman pelengkap gedung bertingkat.

Tujuannya untuk produksi oksigen dan memberikan kondisi yang alami dan nyaman.

Dahlan (1992) mengemukakan beberapa manfaat yang dapat diambil dari

hutan kota, diantaranya adalah sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap

dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbonmonoksida, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, ameliorasi iklim dan pengelolaan sampah.

C. Tipe Hutan kota

Fakultas Kehutanan IPB (1987) membedakan tipe hutan kota berdasarkan

perlindungan objek dan hasil yang ingin dicapai objek tersebut atau lokasi yang dibuat untuk tujuan tertentu, yaitu :

1. Hutan Kota Pemukiman.

Hutan kota pemukiman merupakan hutan kota yang terdapat pada pusat-pusat pemukiman dengan tujuan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup


(27)

di wilayah pemukiman terutama menjaga suhu, kelembaban, ketersediaan oksigen, kualitas udara dan kebisingan.

2. Hutan Kota Industri

Suatu kota pada umumnya mempunyai kawasan industri, buangan dari industri ini dapat berbentuk cairan, gas maupun padatan (debu udara). Hutan kota mempunyai peranan sebagai pendaur ulang dari limbah yang diproduksi serta berfungsi sebagai pelindung terhadap debu, kebisingan dan gas buangan industri.

3. Hutan Kota Rekreasi

Manusia dalam kehidupanya tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman saja tetapi membutuhkan juga rekreasi. Adanya hutan kota yang berfungsi sebagai sarana rekreasi, maka kebutuhan ini dapat terpenuhi.

4. Hutan Kota Konservasi

Hutan kota konservasi bertujuan untuk mencegah kerusakan, perlindungan dan pengawetan terhadap objek tertentu di dalam kota. Suatu kota seringkali mempunyai kekhasan dalam flora dan fauna tertentu yang perlu dipertahankan kelestariannya. Oleh karena itu tindakan konservasi perlu dilakukan dengan pembuatan hutan kota konservasi.

5.Hutan Kota Komunitas Sosial/ Kegiatan

Suatu kota juga mempunyai pusat-pusat komunitas sosial/ kegiatan seperti pusat pertokoan, gedung-gedung pertemuan, perkantoran dan lain-lain. Hutan kota yang

berada di wilayah ini bertujuan untuk memberikan sentuhan estetika, sebagai pelindung, produsen oksigen dan lain-lain. Di dalam pusat komunitas,

hutan kota juga dapat dijadikan sebagai alat sosialisasi penduduk kota.

D. Kriteria Dan Bentuk Hutan Kota

Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1987) kriteria hutan kota terdiri dari sasaran dan fungsi penting, vegetasi, intensitas manajemen serta status. Berdasarkan kriteria tersebut, maka bentuk hutan kota dapat dikelompokan menjadi 4 bentuk, yaitu : taman kota, kebun/ pekarangan, jalur hijau dan hutan.


(28)

Tabel 1. Bentuk Dan Kriteria Hutan Kota

Bentuk No Kriteria

Taman kota Kebun / Pekarangan

Jalur hijau Hutan 1 Sasaran Kawasan

industri, Pemukiman dan pusat kegiatan Pemukiman, daerah subur Jalan dan kawasan konservasi Areal konservasi

2 Fungsi yang penting

Ameliorasi iklim, estetika, produksi O2, rekreasi dan

peredam polusi

Produksi O2 dan

atas tujuan ekonomi, ameliorasi iklim, estetika ameliorasi iklim, Produksi O2,

Peredam kebisingan, peredam bau. Hidro-orologis, ameliorasi iklim, produksi O2, fungsi

konservasi 3 Vegetasi Tanaman Hias Buah-buahan,

tanaman hias, pohon lainnya Tumbuhan dari semua strata (perdu, semak, pohon) Pohon dengan tajuk lebar dengan perakaran intensif. 4 Intensitas

manajemen

Tinggi Sedang Sedang Rendah 5 Status

kepemilikan

Umum dan perorangan

Perorangan Umum Umum 6 Pengelola Dinas

pertamanan/ perorangan

Perorangan Dinas pertamanan

Dinas Kehutanan/ Perorangan Sumber : Fakultas Kehutanan IPB, 1987

Pembangunan dan pengembangan hutan kota harus berpedoman pada perencanaan tata ruang kota (Fakuara, 1987). Lokasi hutan kota tersebut

harus dibangun pada tempat yang tepat dengan luas yang cukup, sehingga daya dukung wilayah kota dapat memenuhi kebutuhan terhadap hutan kota

tersebut. Menurut Dahlan (1992) hutan kota memiliki beberapa bentuk yaitu : 1. Jalur Hijau

Dapat berupa pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tanggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota maupun di luar kota.


(29)

2. Taman Kota

Yaitu tanaman yang ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. 3. Kebun dan Halaman

4. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang 5. Hutan Lindung

6. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan

E. Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida

Keberadaan gas karbondioksida di perkotaan akhir-akhir ini mengalami peningkatan konsentrasinya di udara ambien yang sangat berarti. Bahaya paling utama dari peningkatan konsentrasi gas CO2 di udara adalah terjadinya

peningkatan suhu udara bumi secara global melalui efek rumah kaca.

Laurie dalam Rahmanto (1999) mengemukakan bahwa perencanaan kota

didasarkan pada lima faktor utama yakni alami, sosial, teknologi, metode dan nilai-nilai (norma). Menurut Lynch (1982) dalam Roslita (1997) suatu kota

memiliki elemen-elemen berikut: (1) patch yaitu jalur-jalur yang dapat dilalui (seperti: jalan, jalur pejalan kaki, jalur kereta api, kanal dan sungai) dan memiliki hubungan dengan elemen lainnya; (2) edge adalah suatu elemen yang linier yang bukan merupakan patch, biasanya memisahkan atau membatasi dua area

yang berlainan, dapat meliputi : waterfront, jalur kereta api, greenbelt atau blueways yang terdapat di antara dua dist rik, batas wilayah dan lainnya;

(3) districts adalah wilayah kota yang berukuran sedang hingga besar serta

memiliki luasan dua dimensi, dapat berupa wilayah pusat kota (wilayah pemerintahan, CBN, taman rekreasi, ataupun hutan kota); (4) nodes

merupakan suatu titik atau daerah strategis di kota yang dapat dilalui dan dapat berupa titik pertemuan path, simpang jalan, tempat perubahan dari suatu struktur ke struktur lain, pocketpark, serta biasanya memiliki karakter fisik tersendiri;

(5) landmarks adalah tipe lain dari suatu point of interest tetapi dalam bentuk

objek fisik yang biasanya dapat dilihat dari jauh seperti: gedung, lambang menara atau gunung.


(30)

Ogawa (1991) dalam Gusmailina (1995), melaporkan bahwa konsentrasi CO2 selama 250 tahun belakangan ini (sejak tahun 1740) naik dari 280 ppm

menjadi 350 ppm, dan diperkirakan apabila 100 tahun mendatang (sekitar tahun 2090) terjadi kenaikan konsentrasi CO2 dua kali lipat

akan mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi. Keadaan ini akan mengakibatkan mencairnya es sehingga akan menambah volume air laut.

Penambahan volume air laut ini diperkirakan sekitar 50-80 cm. Indonesia sebagai nega ra kepulauan yang terletak di khatulistiwa tidak akan terlepas dari pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim tersebut. Pengaruh itu terutama akan dirasakan daerah delta yang rendah, daerah pasang surut, kota-kota yang permukaan tanahnya rendah dan kota-kota yang terletak di pinggiran pantai.

Menurut Branch (1995) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk atau lebih. Perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan

sarana dan pelayanan pendukung yang lengkap dibandingkan dengan yang dibutuhkan di daerah pedesaan.

Hutan kota merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting

selain fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Tanaman hutan kota

baik di dalam maupun luar kota akan menyerap gas CO2 melalui

proses fotosintesis. Proses utama dari fotosintesis adalah terbentuknya karbohidrat yang merupakan energi bagi proses-proses fisiologis tanaman. Selain dari itu dihasilkannya O2 yang sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup di dunia

untuk pernapasan. Adapun rumus dari fotosintesis adalah sebagai berikut: 6 CO2 + 6 H2O + Energi cahaya C6H12O6 + 6 O2

Menurut Salisbury dan Cleon (1995) jumlah karbon yang ditambat melalui proses fotosintesis tiap tahunnya diperkirakan berkisar antara 70-120 trilyun ton

dan diperkirakan sekitar dua pertiga dari produktivitas ini terjadi di daratan, hanya sepertiganya yang berlangsung di laut dan samudera. Dengan demikian

keberadaan tumbuhan di wilayah perkotaan sangat diperlukan dalam menyerap gas CO2 dan mengatasi efek rumah kaca.


(31)

F. Kebutuhan Luasan Hutan Kota

Penetapan besarnya luasan hutan kota sangatlah diperlukan karena fungsi hutan kota akan terasa jika luasan hutan kota cukup untuk mengoptimalkan dari fungsi hutan kota tersebut.

Menurut Dahlan (2004) penentuan luasan hutan kota dapat dilakukan melalui pendekatan parsial dan pendekatan global.

1. Pendekatan Parsial

Pendekatan Parsial yaitu menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota. Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan : (a) Persentase (b). Luasan per kapita (c). Berdasarkan isu penting yang muncul di perkotaan tersebut.

a. Berdasarkan Persen Luas

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, luasan ruang terbuka hijau kota adalah sebesar 40 %, sementara Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menyatakan luasan hutan kota sekurang-kurangnya 10 % dari luasan kota. Luasan lahan untuk hutan kota selama ini merupakan sisa dari berbagai peruntukan. Misalnya Keputusan Pres idan No. 53 Tahun 1989 dalam Dahlan (2004) tentang Kawasan Industri

menetapkan 70 % lahan untuk industri, 10 % untuk jaringan lahan, 5 % untuk jaringan utilitas, 5 % untuk jaringan umum dan 10 % untuk ruang

terbuka hijau. Sedangkan di kawasan permukiman digunakan pendekatan

Koifisien Dasar Bangunan (KDB). Bangunan sebesar 60-70 %,

prasarana antara 15-20 %, sarana berkisar antara 20-25 %, yang terdiri da ri : sarana lingkungan seperti sarana peribadatan, pendidikan,

olahraga dan perbelanjaan. Sisanya sebesar 8-10 % untuk penghijauan. b. Berdasarkan Luasan Perkapita

Pendekatan yang kedua yaitu penentuan luasan hutan kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Luasan hutan kota di Malaysia

ditetapkan sebesar 1,9 m2/penduduk, sedangkan Jepang 5,0 m2/penduduk (Yiew, 1991 dalam Dahlan, 2004). Dewan kota Lancashire Inggris menentukan 11,5 m2/penduduk dan Amerika telah menetapkan 60 m2/penduduk sedangkan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta taman bermain


(32)

dan olahraga 1,5 m2/penduduk (Rifai, 1989 dalam Dahlan, 2004),

sedangkan Soeseno (1993) dalam Dahlan (2004) menetapkan 40 m2/penduduk kota.

Sementara Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 378 tahun 1987 menetapkan luasan ruang terbuka hijau kota untuk fasilitas umum adalah 2,53 m2/jiwa dan untuk penyangga lingkungan kota sebesar 15 m2/jiwa.

c. Berdasarkan Isu Penting.

Suatu kota yang memiliki masalah kekurangan air bersih, misalnya luasan

hutan kota yang harus dibangun di daerah tangkapan air semestinya ditetapkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air bersih.

Kota dengan penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang tinggi, maka luasan hutan kota yang dibangun harus berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menjerap dan menyerap polutan. Sedangkan kota yang kurang dipengaruhi oleh angin darat dan angin laut sementara jumlah kendaraan, industri besar , menengah, dan kecilnya sangat banyak yang kesemuanya itu membutuhkan oksigen, maka penetapan luasan hutan kota harus berdasarkan analisis kebutuhan oksigen.

2. Pendekatan global

Pendekatan ini menganggap bahwa semua wilayah administratif kota dan

kabupaten sebagai areal wilayah hutan kota dan penggunaan lahan seperti : pemukiman, industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan, olahraga,

dan kesenian serta keperluan lainnya dianggap sebagai enclave yang harus dihijaukan agar fungsi hutan kota dapat terwujud secara nyata.

G. Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan rumus kimia (CO2) molekulnya terdiri dari atas satu atom karbon dan dua atom oksigen,

yang merupakan bahan pembentuk udara paling banyak ke empat (Neiburger,1995).


(33)

Prawirowardoyo (1996) menyatakan bahwa karbondioksida yang masuk ke atmosfer dapat berasal dari dua sumber yaitu :

1. Sumber alami

Sumber alami yang paling penting adalah proses pernapasan mahluk hidup, baik di darat maupun di lautan dan perubahan bahan organik.

2. Sumber buatan

Sumber buatan adalah karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri semen, pembakaran hutan dan perubahan tata

guna lahan. Dahlan (2004) menyatakan bahwa kegiatan diperkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak seperti: kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti : bensin, solar, minyak tanah dan batubara, proses pembakaran ini akan menghasilkan gas CO2.

Tabel 2. Jumlah Emisi Gas CO2 yang dihasilkan oleh Beberapa Macam Bahan

Bakar.

No Jenis Kegiatan/bahan bakar Emisi CO

2 Satuan

1 Briket batubara 2920 gr/kg 2 Batubara tua 3008 gr/kg 3 Bensin 2333 gr/lt

4 Solar 2639 gr/lt

5 Minyak tanah 2575 gr/lt

6 LPG 2337 gr/m3

7 Gas alam 1777 gr/m3

Sumber: DEFRA (2001).

Manusia yang hidup juga menghasilkan gas CO2. Rerata manusia

bernapas 12 kali dalam semenit. Sebanyak 500 ml udara dihirup pada setiap tarikan napas (Republika , 2005a). Setiap hembusan napas mengandung gas CO2 sebanyak 4% (Republika , 2005b). Jumlah gas

CO2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia sebanyak


(34)

H. Konsentrasi CO2 di atmosfie r

Penelitian oleh climate monitoring diagnostics laboratory dipuncak gunung Mauna Loa menunjukan konsentrasi CO2 saat ini adalah

378 ppm (Republika , 2005) meningkat sebesar 9,6 % dari tahun 1999 yang menunjukan bahwa konsebtrasi CO2 itu sekitar 345 ppm

(Kondratyev, 1999). Konsentrasi CO2 diudara akan terus mengalami

peningkatan dari tahun ketahunnya yaitu sebesar 1,8 ppm atau 0.5% tiap tahunnya (Wardoyo, 1996). Peningkatan konsentrasi dari beberapa dekade disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3. Konsentrasi CO2 di Atmosfer

No Tahun Konsentrasi (ppm) 1 1860 293

2 1950 306 3 1960 313 4 1970 321


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai penentuan luasan optimal hutan kota sebagai rosot gas karbondioksida ini dilakukan di kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan yaitu bulan Juni-Juli persiapan penelitian, bulan Agustus-September untuk pengambilan data lapa ngan dan tiga bulan pada bulan Oktober-Desember 2005, yaitu untuk pengolahan dan analisis data.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk kota Bogor, Rencana Strategis Kota Bogor, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor dan Ruang Terbuka Hijau kota Bogor. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah alat tulis, kamera, dan software microsoft office 2003.

C. Tahapan Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan observasi, wawancara, dan pengamatan langsung di lokasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari

berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian, peta-peta dan studi pustaka.

Tahapan penelitian penentuan luasan hutan kota di kota Bogor meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Teknik dan prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara melihat langsung ke lokasi tempat beradanya hutan kota. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata


(36)

di lapangan mengenai kondisi biofisik terutama mengenai lokasi-lokasi hutan kota, taman-taman kota, jalur hijau dan bentuk hutan kota lainnya.

b. Wawancara

Wawancara ini dilaksanakan secara langsung dengan masyarakat dan pengelola instansi terkait di kota Bogor. Hal ini dilakukan sebagai pembanding data kualitatif dari studi pustaka berbagai sumber instansi dan penelitian sebelumnya.

c. Mempelajari Dokumen-Dokumen Instansi yang Terkait

Cara ini dimaksudkan untuk memperoleh data kuantitatif tentang kondisi wilayah yang menjadi dasar dan pertimbangan dalam penentuan luasan hutan kota.

d. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dianggap penting yang dapat menunjang penelitian yang dilakukan di lapangan. Adapun instansi yang terkait antara lain : PEMDA Kota Bogor, Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Badan Pusat Statistik Kota bogor, Perusahaan Gas

Negara Kota Bogor dan Pertamina Unit III Jakarta untuk Pemasaran Kota Bogor.


(37)

Tabel 4. Jenis, Bentuk dan Sumber Data Penelitian

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 1. Keadaan iklim, curah hujan,

suhu udara, kelembaban, dan demografi Penduduk

Deskripsi BPS

2. Geografi, luas wilayah, batas wilayah

Deskripsi dan Peta

BPS 3. Tata guna lahan Deskripsi PEMDA 4. Rencana Tata Ruang Wilayah Deskripsi PEMDA 6. Tingkat konsumsi bahan bakar

(Bensin, Solar, Minyak diesel, LPG, dan Minyak tanah)

Deskripsi PERTAMINA UNIT PEMASARAN III

JAKARTA 7. Bentuk, luas dan jumlah

hutan kota

Deskripsi Dinas Tata Kota Pertamanan dan

Pemakaman 8. Tingkat konsumsi bahan bakar

Gas alam

Deskripsi BPS dan perusahaan Nasional Gas

Kota Bogor 9. Daftar nama indus tri

di Kota Bogor

Informasi langsung

Dinas Perindustrian dan perdagangan kota

Bogor

2. Analisis Data

Analisa data ini digunakan untuk mengetahui apakah luasan hutan kota yang ada di Kota Bogor saat ini telah memenuhi standar optimum, terutama berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari metabolisme manusia, pembakaran

BBM (Bensin, Solar, Minyak diesel dan Minyak tanah) dan BBG (LPG dan Gas Negara).

a. Penentuan Luas an Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.63 Tahun 2002

Analisis kebutuhan luas hutan kota dilakukan berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota. Dalam Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Sedangkan presentase luas kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.


(38)

b. Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Fungsi sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)

Rumus:

K

eZ dY cX bW aV

L= + + + +

Keterangan :

L : Luas hutan kota (ha)

a : Karbondioksida yang dihasilkan seorang manusia (gr/jam) b : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bensin (gr/lt) c : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran solar (gr/lt)

d : Karbondioksida ya ng dihasilkan dari pembakaran minyak tanah (gr/lt) e : Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran LPG (gr/gr)

V : Jumlah penduduk (jiwa)

W : Jumlah konsumsi bensin (lt/jam) X : Jumlah konsumsi solar (lt/jam)

Y : Jumlah konsumsi minyak tanah (lt/jam) Z : Jumlah konsumsi LPG (gr/jam)

K : Kemampuan hutan dalam menyerap karbondioksida (75.000 gr/jam/ha) Bernatzky (1978).


(39)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Astronomis dan Administrasi

Kota Bogor secara astronomis terletak antara 1060 43’30” BT – 1060 5’0” BT dan 600 30’30” – 600 41’00” LS . Secara administrasi luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Terdapat 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa, 210 dus un, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut:

Ø Sebelah Utaraberbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja -Kabupaten Bogor.

Ø Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi-Kabupaten Bogor

Ø Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas-Kabupaten Bogor.

Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin-Kabupaten Bogor.

Kotamadya Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya dekat dengan Ibukota Negara Jakarta dengan jarak ± 56 Km. Memiliki potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata.

B. Topografi dan Tanah

Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut terletak di kaki pegunungan yang memiliki konfigurasi bergelombang dimana terdapat lembah dan tebing dengan kedalaman antara 16-20 meter. Memiliki kondisi topografi yang bervariasi berkisar antara 0% sampai 20% yang ternyata menciptakan nilai visual pemandangan yang indah. Pemandangan Gunung Salak dapat dilihat secara utuh ke arah selatan pada pandangan yang cukup terbuka dan akan terlihat semakin indah pada cuaca yang cerah.


(40)

Jenis tanah daerah ini yaitu berupa alluvium dan latosol coklat, yang banyak dipengaruhi oleh batuan vulkanik hasil dari endapan gunung berapi yang berada di dekat Kota Bogor yaitu Gunung Pangrango dan Gunung Salak. Pada umumnya batuan penyusun tanah di wilayah Kota Bogor memiliki struktur tanah jenis latosol yang telah mengalami perkembangan profil bersifat gembur dan agak asam.

C. Iklim

Kondisi iklim di Kota Bogor termasuk tipe iklim Af (tropika basah)

menurut klasifikasi Koppen. Suhu rata-rata tahunan sebesar 250 C dengan suhu udara maksimum sebesar 310C dan suhu udara minimum 210 C. Suhu udara

secara umum tinggi pada musim kemarau dan rendah pada musin hujan. Terjadi perubahan bentuk permukaan dari lahan bervegetasi menjadi lahan

terbuka yang tidak bervegetasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara di wilayah ini. Kelembaban udara mencapai 70%. Setiap tahunnya

curah hujan cukup besar berkisar antara 3500-4000 mm.

D. Hidrologi

Kota Bogor dilintasi tiga sungai besar yaitu Sungai Cipakancilan, Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung dengan anak-anak sungainya meliputi Sungai Cidepit, Cibalok, dan Ciater. Hulu sungai berada pada kaki pegunungan disekitarnya dan mengalir ke hilir ke arah utara.

E. Keadaan Penduduk

Pada tahun 2001 penduduk kota Bogor mencapai 760.329 jiwa dengan laju perkembangan penduduk adalah sebesar 2.4 % per tahun dan kepadatan penduduk rata-rata sebesar 64 jiwa/ha. Kota bogor secara umum terdistribusikan secara merata pada 6 (enam) kecamatan yang ada namun pada wilayah Kecamatan Bogor Tengah memiliki kepadatan penduduk tertinggi diantara kecamatan lainnya. Tingginya kepadatan pada Kecamatan Bogor Tengah disebabkan wilaya h ini merupakan pusat aktivitas pemerintahan, ekonomi serta sarana dan prasarana yang lengkap dibandingkan dengan 5 (lima) kecamatan yang lainnya.


(41)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Luas Hutan Kota

Wilayah kota Bogor memiliki luas 11.850 ha dari luasan tersebut yang teridentifikasi sebagai hutan kota dan dikelola dengan baik oleh pemerintah kota adalah seluas 282,58 ha. (ICONOS 2004, dalam Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor, 2004)

1. Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 tahun 2002 Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Sedangkan persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Wilayah kota Bogor saat ini memiliki luas 11.850 ha, jika diperlukan 10 % maka hutan kota yang dibutuhkan seluas 1185 ha. Berdasarkan hasil pengolahan data elektronik satelit ICONOS 2004, luas kawasan terbangun (tanah urban) di kota Bogor yaitu seluas 8578,82 ha atau setara dengan 72,40 % dari luas kota Bogor dan kawasan tak terbangun (tanah non urban) seluas 3271,18 ha atau 29,6 % dari luas kota Bogor. Kawasan terbangun adalah penggunaan lahan untuk perumahan, jasa, perusahaan dan industri. Sedangkan kawasan tak terbangun di kota Bogor didominasi oleh taman dan jalur hijau (797,51 ha). Untuk rincian detailnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Sebaran Ruang Terbuka Kota Bogor

No Klasifikasi Luas (ha) Persentase % 1 Terbangun 8.578,82 72,40

2 Sawah 725,22 6,12

3 Kebun Campuran 93,62 0,79 4 Tanah kosong 186,05 1,57 5 Lapangan Olahraga 370,91 3,13 6 Tegakan pohon 542,73 4,58 7 Taman/ Jalur Hijau 797,51 6,73 8 Lapangan rumput 234,63 1,98 9 Situ/Danau 109,33 0,92 10 Sungai 211,18 1,78 Total Luas Lahan 11.850 100


(42)

Luas hutan kota di kota Bogor saat ini adalah 282,58 ha atau hanya 2,38% dari luas wilayah kota Bogor. Jika dibutuhkan luasan sebesar 1.185 ha, maka ada kekurangan sebesar 902,42 ha. Tentunya kekurangan luasan ini dapat diatasi dengan menambah luasan, karena luas kawasan tak terbangun di kota Bogor adalah sebesar 3.271,18 ha .

2. Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Fungsi sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)

a. Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk di Kota Bogor

Menurut White, Handler dan Smith dalam Wisesa (1988) seorang manusia mengoksidasi 300 kalori per hari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600 liter O2 dan memproduksi 480 liter CO2. Jadi setiap harinya manusia

menghasilkan 480 liter CO2 atau 968 gram CO2 (40,33 gram CO2/jam).

Tabel 6. Jumlah Penduduk di Kota Bogor Tahun 2000-2004 Jumlah Perkembangan No. Tahun

(jiwa) Jumlah %

Rata-rata Perkembangan

Pertahun (%) 1 2004 831.571

2 2003 820.707 10.864 1,3

3 2002 789.423 31.284 3,9 3,87 4 2001 760.329 29.094 3,9

5 2000 714.711 45.618 6,4 Sumber: Badan Pusat Statistika Kota Bogor, 2004

Berdasarkan data diatas maka diperoleh laju pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun sebesar 3,87 % atau bisa dikatakan mendekati nilai 4 %. Dengan laju pertumbuhan rata -rata ini, dapat diduga jumlah penduduk kota bogor sampai dengan tahun 2020. Pada tahun 2005 jumlah penduduk kota Bogor adalah 864.834 jiwa sedangkan tahun 2020 adalah 1.363.779 jiwa.

Mengacu pada Tabel 8, jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2004 adalah sebesar 831.571 jiwa. Jika diketahui jumlah penduduk sebesar 831.571 jiwa, maka dapat dihitung jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk kota Bogor yaitu: (831.571 x 40,33) gr/jam adalah sebanyak 33.537.258,43 gr /jam.


(43)

Dengan metode yang sama dapat diduga jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk Bogor sampai tahun 2020 seperti disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk Kota Bogor Tahun 2005-2020

Tahun Jumlah (jiwa) Karbondioksida yang dihasilkan (gram/jam) Karbondioksida yang dihasilkan (Kg/tahun) 2005 864.834 34.852.810 305.310.616 2010 1.031.149 41.555.305 364.024.472 2015 1.197.464 48.257.799 422.738.319 2020 1.363.779 54.960.294 481.452.175

b.Karbondioksida yang dihasilkan dari Proses Pembakaran BBM ( Bensin, Solar, dan Minyak tanah) serta BBG ( LPG dan Gas Alam )

Oksigen merupakan faktor penting dalam proses pembakaran. Hasil dari proses pembakaran itu akan menghasilkan salah satu unsur yaitu karbondioksida. Menurut Department of Environment, Food, and Rural Affairs (DEFRA, 2001) jumlah CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran 1 liter BBM dan BBG adalah

sebagai berikut :

Bensin : 2.333 gr CO2/lt

Solar : 2.639 gr CO2/lt

Minyak tanah : 2.575 gr CO2/lt

Gas Alam : 1.777 gr /m3

LPG : 2.700 gr CO2/kg ( Rosa,D.S. 2005)

Minyak Diesel : 2.682 gr CO2/ltr (http://www.eia.doe.gov/oiaf/1605/coefficients.html)

Berdasarkan data yang didapatkan dari PERTAMINA UNIT PEMASARAN III Jakarta untuk Kota Bogor, tingkat penggunaan BBM dan BBG di kota Bogor adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Kota Bogor Tahun 2003-2004 No. Tahun Bensin

(KI) Solar (Kl) M. Tanah (Kl) M.Diesel (Kl) LPG (TON) Gas Negara (Km3) 1. 2003 107.568 29.175 69.540 5.052 2.075,308 222.068,189 2. 2004 114.152 26.257 69.530 5.264 6.421,938 238.545,050 Sumber : Pertamina Unit Pemasaran I II Jakarta (Untuk Kota Bogor), 2004


(44)

Berdasarkan data pada tabel 8, apabila dibagi dengan jumlah penduduk total pada tahun yang bersangkutan maka diperoleh laju kebutuhan rata-rata BBM dan BBG sebesar :

Bensin : 0,134 Kl/ orang / tahun Solar : 0,034 Kl/ orang / tahun Minyak Tanah : 0,084 Kl/ orang / tahun Minyak Diesel : 0,006 Kl/ orang / tahun LPG : 0,005 Ton / orang / tahun Gas Negara : 0,279 Km3/ orang / tahun

Sesuai dengan peningkatan penduduk rata-rata sebesar 3.87 % tiap tahunnya, maka kebutuhan rata-rata BBM dan BBG ini, dapat di gunakan untuk memprediksi tingkat penggunaan BBM dan BBG sampai dengan tahun 2020. Tabel 9. Tingkat Pemakaian BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 No. Tahun Bensin

(KI) Solar (Kl) M. Tanah (Kl) M.Diesel (Kl) LPG (TON) Gas Negara (Km3) 1. 2005 115.887,756 29.404,356 726.46,056 5.189,004 4.324,170 241.288,686 2. 2010 138.173,966 35.059,066 866.16,516 6.186,894 5.155,745 287.690,571 3. 2015 160.460,176 40.713,776 100.586,976 7.184,784 5.987,320 334.092,456 4. 2020 182.746,386 46.368,486 114.557,436 8.182,674 6.818,895 380.494,341

Tabel 10. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan dari Pembakaran BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 (gr/ jam)

No. Tahun Bensin (gr/jam) Solar (gr/jam) M. Tanah (gr/jam) M.Diesel (gr/jam) LPG (gr/jam) Gas Negara (gr/jam) 1. 2005 30863.714 8.858.230 21.354.292 1.588.688 1.332.792 48.946.346 2. 2010 36799.071 10.561.744 25.460.905 1.894.207 1.589.099 58.359.149 3. 2015 42734.428 12.265.257 29.567.519 2.199.725 1.845.407 67.771.951 4. 2020 48669.785 13.968.771 33.674.132 2.505.243 2.101.714 77.184.754


(45)

Tabel 11. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan dari Pembakaran BBM dan BBG di Kota Bogor Tahun 2005-2020 ( Kg/ Thn)

No Tahun Bensin

(Kg/Thn) Solar (Kg/Thn) M. Tanah (Kg/Thn) M.Diesel (Kg/Thn) LPG (Kg/Thn) Gas Negara (Kg/Thn) 1. 2005 270.366.135 77.598.095 187.063.598 13.916.907 11.675.258 428.769.991 2. 2010 322.359.862 92.520.877 223.037.528 16.593.253 13.920.507 511.226.145 3. 2015 374.353.589 107.443.651 259.011.466 19.269.591 16.165.765 593.682.291 4. 2020 426.347.317 122.366.434 294.985.396 21.945.929 18.411.015 676.138.445

B. Analisis Penentuan Luas Hutan Kota Berdasar Fungsi sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)

Berdasarkan data perkiraan jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari proses metabolisme manusia dan pembakaran BBM dan BBG, maka dengan menggunakan metode kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida diperoleh perhitungan kebutuhan luasan hutan kota pada tahun 2005.

Untuk luasan hutan kota yang dibutuhkan kota Bogor pada tahun 2005 adalah sebagai berikut :

L=30.863.714+8.858.230+21.354.292+1.588.741+34.878.755+48.946.346+1.332.72

75000

L =1970.97 ha

Pada tahun 2005 dibutuhkan luasan hutan kota sebesar 1970,97 ha atau 16,63% dari luas wilayah kota Bogor. Untuk tahun-tahun berikutnya dengan cara yang sama akan didapatkan luasan hutan kota seperti yang tertera pada Tabel 14 . Tabel 12. Luas Hutan Kota di Kota Bogor Tahun 2005-2020

Tahun Total Emisi CO2

yang dihasilkan (gram/jam)

Total Emisi CO2

yang dihasilkan (Kg/tahun) Luas Hutan Kota (ha) Persentase Luas Hutan Kota (%) 2005 147.796.873 1.294.700.607 1.970,97 16,63 2010 176.219.480 1.543.682.645 2.350,01 19,83 2015 204.642.087 1.792.664.682 2.729,04 23,03 2020 233.064.694 2.041.646.719 3.108,08 26,23


(46)

C. Optimasi Hutan Kota di Kota Bogor

Dengan meningkatnya jumlah industri, kendaraan bermotor dan berbagai kegiatan lainnya telah mengakibatkan meningkatnya kandungan gas CO2 di udara.

Peningkatan gas ini di udara bebas akan mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yaitu terjadinya peningkatan suhu udara. Selain itu juga pencemaran udara oleh gas ini dengan kadar 3 % dapat menimbulkan keracunan pada tubuh bila terisap waktu bernapas dan menyebabkan sesak napas, serta kepala pusing. Bila kadarnya di udara mencapai 10 % akan mengakibatkan gangguan pada penglihatan, pendengaran, tremor dan akhirnya pingsan setelah gas CO2 berada

satu menit di udara (Supardi,1994). Dengan demikian keberadaan tanaman di kawasan perkotaan merupakan suatu hal mutlak. Tanaman akan menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis yang kemudian menghasilkan gas O2 yang sangat

diperlukan oleh manusia dan hewan. Agar manfaat yang diharapkan hutan kota dapat dirasakan secara maksimal tentunya harus diketahui luasan hutan kota yang optimal di suatu wilayah perkotaan.

Penelitian mengenai penentuan luasan hutan kota di suatu wilayah dapat dilakukan dengan pendekatan berdasarkan isu penting. Pendekatan berdasarkan

isu penting dilakukan berdasar permasalahan sentral yang ada di suatu kota yaitu : berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air bersih, pemenuhan kebutuhan

oksigen dan kemampuan hutan kota dalam menyerap dan menjerap polutan. Penentuan luasan dan optimasi luasan hutan kota di kota Bogor didasarkan pada kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida. Dari hasil perhitungan dengan pendekatan rumus tersebut, jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk, BBM (Bensin, Solar dan Minyak tanah, Minyak diesel)

dan BBG (LPG dan Gas Negara) pada tahun 2005 adalah 1.294.700.607 Kg/Tahun, nilai ini setara dengan 1.970,97 ha hutan kota atau

dengan persentase 16,63 % dari luas total wilayah kota Bogor. Sedangkan pada

tahun 2020, jumlah karbondioksida yang dihasilkan sebesar 2.041.646.719 Kg/tahun nilai ini setara dengan 3.108,08 ha hutan kota atau

dengan persentase 26,23 % dari luas total wilayah kota Bogor.


(47)

Jumlah penduduk, tingkat pemakaian BBM dan BBG mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga jumlah karbondioksida yang dihasilkan juga meningkat. Besarnya jumlah karbondioksida yang dihasilkan dalam setiap tahunnya sudah cukup memprihatinka n. Kenaikan jumlah karbondioksida di udara sangat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Jalan untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan penghematan dalam penggunaan bahan bakar. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan penghematan dalam penggunaan bahan bakar sulit untuk dilakukan karena kebutuhan akan bahan bakar selalu meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, bertambahnya jumlah pemilik kendaraan bermotor, dan bertambahnya industri-industri yang dalam operasinya menggunakan bahan bakar. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan fungsi hutan kota dengan cara menambah luasan ataupun dengan menanam jenis-jenis tanaman yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Widyastama (1991) dalam Dahlan (1992) menyatakan tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil

oksigen adalah Damar (Agathis alba), Daun Kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Lamtoro gung (Leucaena leucocephala), Akasia (Acacia auriculiformis) dan Beringin (Ficusbenjamina). Menurut Sugiharti (1998) Kaliandra (Calliandra sp.), Flamboyan (Delonix regia), dan Kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas CO2 dan sekaligus tanaman

tersebut relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara.

Ditinjau dari luasan, luas hutan kota di kota Bogor saat ini jauh dari mencukupi. Luas hutan kota di kota Bogor saat ini adalah 282,58 ha atau hanya 2,38% dari luas wilayah kota Bogor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 63 tahun 2002 seharusnya kota Bogor menyediakan lahan sebesar 1185 ha untuk hutan kota, sedangkan berdasarkan perhitungan kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida pada tahun 2005 hutan kota yang dibutuhkan


(48)

Pada tahun 2020 luas hutan kota yang dib utuhkan adalah sebesar 3.108,08 ha hutan kota atau 26,23 % dari luas total wilayah kota Bogor. Untuk mendapatkan luasan hutan kota yang ideal sesuai dengan metode kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida, maka kota Bogor harus menambah luasan hutan kota yang ada .

Tabel 13. Hasil Perhitungan Berbagai Pendekatan untuk Menghitung Luasan Hutan Kota

Luas Hutan Kota (ha)

Persentase Luas Hutan kota No Pendekatan perhitungan

berdasarkan :

2005 2020 2005 2020 1. PP No. 63 Tahun 2002 1185 10 2. Penentuan luas hutan kota

berdasar fungsi sebagai penyerap karbondioksida

1.970,97 3.108,08 16,63 26,23

Pengalokasian lahan untuk ruang terbuka hijau, yang diambil dari lahan terbuka tidak terbangun sebesar 3.271,18 ha atau 29,6 % sudah sangat me ncukupi

tidak hanya pada tahun 2005 tapi sampai dengan 2020. Namun demikian menurut PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa hutan

kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Pada Pasal 5 ayat 2 dikatakan penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Walikota atau Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Jadi, apabila pemerintah kota Bogor telah mengalokasikan lahan untuk hutan kota diharapkan dapat diperkuat dengan penunjukkan dan penetapan statusnya sebagai hutan kota, sehingga diharapkan pengelolaan hutan kota dapat dilakukan dengan baik dan fungsi dari hutan kota yang diharapkan dapat berjalan dengan optimal.


(49)

D. Hutan Kota di Kota Bogor

Pemerintah Daerah Kota Bogor, dalam pembuatan rencana strategis (RENSTRA) 2005-2009 telah menetapkan komponen hutan kota yang tersebar di enam kecamatan, yaitu : Bogor Barat, Bogor timur, Bogor Tengah, Bogor Utara,

Bogor Selatan, dan Tanah Sereal. Hutan kota tersebut terdistribusi dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

a. Hutan

Dalam Buku Laporan Akhir Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman Se -Kota Bogor, Data ICONOS 2004, didapatkan luasan hutan kota yang selama ini dikelola dan di pelihara keberadaannya adalah sebesar 153,87 ha

Tabel 14. Nama dan Luas Hutan Kota di Kota Bogor Tahun 2004

No. Nama Luas (ha)

1. Kebun raya Bogor 110, 60

2. CIFOR 43, 27

LUAS TOTAL 153, 87


(50)

b. Taman Kota

Taman kota terdapat di seputar kota Bogor, yaitu di sepanjang ruas (taman median), jalan-jalan raya, perempatan-perempa tan, sudut-sudut jalan yang kesemuanya berjumlah ± 55 taman besar dan kecil baik berupa pulau taman

maupun taman median dengan luas total 311258,11 m2 (31,12 ha). (Citra ICONOS, 2004)

Gambar 2. Taman Kencana

c. Taman jalur / Jalur Hijau

Taman jalur yang terdapat dikota bogor adalah seluas 272026,3 m2 (27,20 ha) yang tersebar di 663 lokasi, beberapa contohnya adalah Taman jalur Kapten Muslihat, Taman Jalur Yasmin, Taman Median Jalan Pajajaran dan Taman Depan Kantor Walikota Bogor yang berfungsi sebagai peneduh jalan, menambah keindahan dan penyerap debu.


(51)

d. Taman Pemakaman Umum (TPU)

Di Kota Bogor terdapat 5 TPU yang dikelola oleh Dinas Pemakaman dan tersebar di 2 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sereal, nama TPU itu antara lain TPU Blender, TPU Dreded, TPU Cipaku, TPU Gununggadung 1, dan TPU Gununggadung 2, dengan luas total 51,33 ha.

Gambar 4. TPU Dreded e. Makam Pengembangan

Makam Pengembanga n ini, adalah lahan pema kaman yang tidak dikelola oleh Dinas Pemakaman Kota Bogor, namun dikelola oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebar di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor

Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara dan Tanah Sereal dengan jumlah 59 lokasi dan luas total 19,02 ha. (Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor, 2005).


(52)

f. Pohon Pelindung/ Penghijauan

Untuk memberikan suasana sejuk dan teduh, di sepanjang ruas jalan sisi kiri dan kanan ditanami dengan pohon-pohon pelindung. Pohon-pohon yang sering ditemui dikota Bogor antara lain : Angsana, Daun Kupu-Kupu, Flamboyan, Kenari, Kidamar, Mahoni, Kiara Payung, dan Bungur dengan jumlah 8168 batang (Badan Perencanaan Daerah dan Badan Statistik, Kota Bogor (2004).


(53)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jumlah total karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2005 dan 2020, masing-masing adalah 1.294.700.607 kg/tahun dan 2.041.646.719 kg/tahun atau setara dengan luasan 1.970,97 ha dan 3.108,08 ha

2. Luas hutan kota di Bogor saat ini adalah adalah 282,58 ha atau hanya 2.38 % dari luas wilayah Kota Bogor. Menurut analisis kemampuan hutan dalam menyerap karbondioksida seharusnya pada tahun 2005 luas hutan kota yang dibutuhkan adalah 1.970,97 ha sedangkan menurut PP No. 63 Tahun 2002 luas hutan kota yang dibutuhkan seluas 1.185 ha

3. Perlu dilakukan penambahan luasan hutan kota dengan memanfaatkan kawasan tak terbangun agar fungsi yang diharapkan dari hutan kota dapat optimal.

B. Saran

1. Penambahan luasan hutan kota di Kota Bogor hendaknya disesuaikan dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota Bogor dan ditetapkan statusnya oleh pemerintah kota.

2. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan manfaat hutan kota di Kota Bogor, pengelolaan hutan kota hendaknya dilakukan secara terintegrasi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode yang berbeda sehingga didapatkan perbandingan luasan hutan kota yang optimum.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2004. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 2004. BPS Kota Bogor. Bogor.

Bernatzky. 1978. Tree Ecology and Preservation. Elsevier Scientific Publising Company. Amsterdam.

Branch. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Citra ICONOS. 2004. Laporan Akhir Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman Se-Kota Bogor. Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor, Bogor

Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta. ____________. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan kota.

IPB PRESS. Bogor.

DEFRA. 2001. Convertion. http://www.natenergy.org. Uk/convert.htm. Januari 2005.

Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Jakarta.

Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor. 2005. Bogor.

Fakuara 1987 dalam Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawabarat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Fakultas Kehutanan IPB. 1987 Konsepsi Pembangunan Hutan kota. Fakultas

Kehutanan IPB. Bogor.

Fandeli 2001 dalam Khoiri, S. 2004. Studi Tingkat Kerusakan Pohon di Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat . Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Gusmailina. 1995. Pengukuran Kadar CO2 Udara didalam Tegakan Beberapa

Jenis Hutan Tanaman. di Cikole dan Ciwidey, Jawabarat. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.


(55)

Gray dan Denake 1978 dalam Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawa-barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Http: //www.eia.doe.gov/oia f/1605/coefficients.html

Irwan 1997 dalam Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawa -barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Kondratyev, K.Y. 1999. Climatic Effect of Aerosols and Clouds. Springer

Praxis Publishing.Chicester.

Laurie dalam Rahmanto. 1999. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Pontianak, Kalimantan Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertania n. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Lynch (1982) dalam Roslita. 1997. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawabarat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Neiburger, M. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Penterjemah : Ardina Purba. ITB. Bandung.

Pemerintah Kota Bogor. 2005. Rencana Strategis Kota Bogor Tahun 2005-2009. PEMKOT BOGOR. Bogor.

Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta (Untuk Kota Bogor). 2004. Jakarta. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.

Republika . 2005. 2 April 2005. Karbondioksida Terus Meningkat. Hal : 3 (dalam Kolom 3-4).

Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah No. 62. Tentang Hutan Kota. Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta.


(56)

Rosa, D.S. 2005. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (Studi Kasus Kota Palembang). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Salisbury, F.B. dan Cleon, W. R. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung

Sugiharti, T. 1998. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kecepatan Fotosintesis dan Respirasi pada Tanaman Hutan Kota. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni Bandung. Bandung.

Wisesa, S. P. C. 1988. Study Pengembangan Hutan Kota di Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.


(1)

d. Taman Pemakaman Umum (TPU)

Di Kota Bogor terdapat 5 TPU yang dikelola oleh Dinas Pemakaman dan tersebar di 2 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sereal, nama TPU itu antara lain TPU Blender, TPU Dreded, TPU Cipaku, TPU Gununggadung 1, dan TPU Gununggadung 2, dengan luas total 51,33 ha.

Gambar 4. TPU Dreded e. Makam Pengembangan

Makam Pengembanga n ini, adalah lahan pema kaman yang tidak dikelola oleh Dinas Pemakaman Kota Bogor, namun dikelola oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebar di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor

Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara dan Tanah Sereal dengan jumlah 59 lokasi dan luas total 19,02 ha. (Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor, 2005).


(2)

f. Pohon Pelindung/ Penghijauan

Untuk memberikan suasana sejuk dan teduh, di sepanjang ruas jalan sisi kiri dan kanan ditanami dengan pohon-pohon pelindung. Pohon-pohon yang sering ditemui dikota Bogor antara lain : Angsana, Daun Kupu-Kupu, Flamboyan, Kenari, Kidamar, Mahoni, Kiara Payung, dan Bungur dengan jumlah 8168 batang (Badan Perencanaan Daerah dan Badan Statistik, Kota Bogor (2004).


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jumlah total karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2005 dan 2020, masing-masing adalah 1.294.700.607 kg/tahun dan 2.041.646.719 kg/tahun atau setara dengan luasan 1.970,97 ha dan 3.108,08 ha

2. Luas hutan kota di Bogor saat ini adalah adalah 282,58 ha atau hanya 2.38 % dari luas wilayah Kota Bogor. Menurut analisis kemampuan hutan dalam menyerap karbondioksida seharusnya pada tahun 2005 luas hutan kota yang dibutuhkan adalah 1.970,97 ha sedangkan menurut PP No. 63 Tahun 2002 luas hutan kota yang dibutuhkan seluas 1.185 ha

3. Perlu dilakukan penambahan luasan hutan kota dengan memanfaatkan kawasan tak terbangun agar fungsi yang diharapkan dari hutan kota dapat optimal.

B. Saran

1. Penambahan luasan hutan kota di Kota Bogor hendaknya disesuaikan dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota Bogor dan ditetapkan statusnya oleh pemerintah kota.

2. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan manfaat hutan kota di Kota Bogor, pengelolaan hutan kota hendaknya dilakukan secara terintegrasi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode yang berbeda sehingga didapatkan perbandingan luasan hutan kota yang optimum.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2004. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 2004. BPS Kota Bogor. Bogor.

Bernatzky. 1978. Tree Ecology and Preservation. Elsevier Scientific Publising Company. Amsterdam.

Branch. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Citra ICONOS. 2004. Laporan Akhir Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman Se-Kota Bogor. Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor, Bogor

Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta. ____________. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan kota.

IPB PRESS. Bogor.

DEFRA. 2001. Convertion. http://www.natenergy.org. Uk/convert.htm. Januari 2005.

Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Jakarta.

Dinas Tata Kota Pertamanan dan Pemakaman Kota Bogor. 2005. Bogor.

Fakuara 1987 dalam Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawabarat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Fakultas Kehutanan IPB. 1987 Konsepsi Pembangunan Hutan kota. Fakultas

Kehutanan IPB. Bogor.

Fandeli 2001 dalam Khoiri, S. 2004. Studi Tingkat Kerusakan Pohon di Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat . Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Gusmailina. 1995. Pengukuran Kadar CO2 Udara didalam Tegakan Beberapa Jenis Hutan Tanaman. di Cikole dan Ciwidey, Jawabarat. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.


(5)

Gray dan Denake 1978 dalam Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawa-barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Http: //www.eia.doe.gov/oia f/1605/coefficients.html

Irwan 1997 dalam Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawa -barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Kondratyev, K.Y. 1999. Climatic Effect of Aerosols and Clouds. Springer

Praxis Publishing.Chicester.

Laurie dalam Rahmanto. 1999. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Pontianak, Kalimantan Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertania n. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Lynch (1982) dalam Roslita. 1997. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Nasihin, I. 2003. Studi Pembangunan Hutan kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah tingkat II Kuningan Jawabarat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Neiburger, M. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Penterjemah : Ardina Purba. ITB. Bandung.

Pemerintah Kota Bogor. 2005. Rencana Strategis Kota Bogor Tahun 2005-2009. PEMKOT BOGOR. Bogor.

Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta (Untuk Kota Bogor). 2004. Jakarta. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.

Republika . 2005. 2 April 2005. Karbondioksida Terus Meningkat. Hal : 3 (dalam Kolom 3-4).

Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah No. 62. Tentang Hutan Kota. Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta.


(6)

Rosa, D.S. 2005. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (Studi Kasus Kota Palembang). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Salisbury, F.B. dan Cleon, W. R. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung

Sugiharti, T. 1998. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kecepatan Fotosintesis dan Respirasi pada Tanaman Hutan Kota. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni Bandung. Bandung.

Wisesa, S. P. C. 1988. Study Pengembangan Hutan Kota di Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.