Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

(1)

GAMBARAN STRES KERJA GURU WANITA

BERKELUARGA DI SEKOLAH DASAR YAYASAN

PERGURUAN AL-AZHAR MEDAN

SKRIPSI

Oleh : Nikmah 111121047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

(3)

Judul : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

Nama Mahasiswa : Nikmah

NIM : 111121047

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011/2013

Abstrak

Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja akibat banyaknya tuntutan yang harus dihadapi, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar sampel sebanyak 18 responden guru wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah tehnik total sampling. Kuesioner penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami oleh guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan berdampak negatif (distress) yakni sebanyak 11 responden (61,1%). Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul ini direkomendasikan agar dapat membuat instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lain dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya stres kerja bagi wanita berkeluarga dan bekerja serta menggunakan sampel yang lebih besar agar lebih representatif.


(4)

PRAKATA

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya, serta sholawat dan salam tak lupa pula dihadiahkan kejunjungan Nabi besar Muhammmad SAW atas terselesaikannya skripsi ini yang disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah “Gambaran Stres Kerja Guru Wanita di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012”.

Didalam penyusunan Skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan, keterangan dan data-data baik secara tulis maupun secara lisan, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU, Ibu

Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III.

2. Hj. Rachmah Nasution selaku ketua Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

3. Fahrur Rozi, M.pd dan Fandi Ahmad, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah memberikan ijin dan membantu dalam kelancaran pelaksanakan penelitian.


(5)

4. Seluruh Guru di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah bersedia menjadi responden selama penelitian ini berlangsung.

5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns. M.Kep. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu menyediakan kesempatan waktu untuk membimbing penulis, selalu memberikan arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah menyediakan kesempatan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan isi skripsi ini.

7. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang juga telah menyediakan kesempatan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan isi skripsi ini.

8. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep. selaku penasehat akademik yang selalu memberikan masukan dan saran bagi penulis.

9. Seluruh Dosen & Staf Administrasi di Fakultas Keperawatan USU yang telah menyumbangkan ilmu dan memberikan bantuan dalam kelancaran selama proses penelitian berlangsung.

10. Teristimewanya bagi keluargaku yang kucintai, Ayahanda Ali Sattar Nasution dan Ibunda Nurhayati Lubis atas do’a, motivasi, dukungan moril dan materil serta kasih sayangnya kepada penulis, serta adikku tersayang Rahmat Nasution dan Nahrawi Wiguna Nasution beserta keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada penulis.


(6)

11. Sahabat-sahabat terbaikku dan teman-teman kost yang telah menghibur, memberikan semangat dan dukungan dalam suka dan duka, juga untuk teman-teman satu bimbingan skripsi yang telah sama-sama berjuang dalam penyelesaian skripsi serta teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 yang telah memberikan motivasi, semangat dan memberikan dukungan.

12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak memberi bantuan dan perhatian dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang disusun ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun penyusunannya, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan selanjutnya.

Medan, Februari 2013 Penulis,

NIM: 111121047 N I K M A H


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pertanyaan Penelitian ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 7

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan ... 7

1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Peran-peran Guru Wanita Berkeluarga ... 8

A. Peran didalam Keluarga ... 9

B. Peran dalam Pekerjaan Sebagai Guru ... 10

2.2 Stres Kerja ... 12

2.2.1 Definisi ... 12

2.2.2 Stres Wanita Bekerja ... 13

2.2.3 Sumber-sumber Stres Kerja ... 14

2.2.4 Gejala Stres Kerja ... 18


(8)

2.3 Mendidik Anak Usia Sekolah Dasar (Masa Akhir Kanak-kanak) .... 26

2.3.1 Mendidik ... 26

2.3.2 Unsur-Unsur Pendidikan ... 27

2.3.3 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ... 30

A. Ciri-ciri ... 30

B. Perubahan Psikologis Akhir Kanak-kanak ... 31

C. Bahaya-bahaya Fisik Akhir Kanak-kanak ... 33

D. Bahaya-bahaya Psikologis Akhir Kanak-kanak ... 34

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 36

3.1 Kerangka Penelitian ... 36

3.2 Definisi Operasional ... 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 40

4.1 Desain Penelitian ... 40

4.2 Populasi dan Sampel ... 40

4.2.1 Populasi ... 40

4.2.2 Sampel ... 40

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.4 Pertimbangan Etik ... 41

4.5 Instrumen Penelitian ... 42

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

4.7 Pengumpulan Data ... 44

4.8 Analisa Data ... 45

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

5.1 Hasil Penelitian ... 40

5.1.1 Karakteristik Responden... 40

5.1.2 Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga ... 40


(9)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 40 5.1 Kesimpulan ... 40 5.2 Rekomendasi ... 41

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-Lampiran 1. Inform consent 2. Instrumen Penelitian 3. Jadwal Tentative Penelitian 4. Rincian Biaya Penelitian 5. Curriculum Vitae


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Guru Wanita Berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 ... Tabel 5.1.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Penilaian Gambaran

Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 ...


(11)

Judul : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

Nama Mahasiswa : Nikmah

NIM : 111121047

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011/2013

Abstrak

Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja akibat banyaknya tuntutan yang harus dihadapi, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar sampel sebanyak 18 responden guru wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah tehnik total sampling. Kuesioner penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami oleh guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan berdampak negatif (distress) yakni sebanyak 11 responden (61,1%). Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul ini direkomendasikan agar dapat membuat instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lain dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya stres kerja bagi wanita berkeluarga dan bekerja serta menggunakan sampel yang lebih besar agar lebih representatif.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut adalah persaingan global yang semakin ketat yang juga telah mengantarkan kehidupan manusia kepada kemajuan di berbagai sektor baik sektor ekonomi, industri, sosial budaya dan lain sebagainya, termasuk hal yang berkaitan dengan peran wanita.

Sumbangan wanita dalam pembangunan ekonomi terlihat dari kecenderungan partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Sebagai salah satu indikator, partisipasi dalam bidang ekonomi ditunjukkan dari laju peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja antara tahun 1975-2000 lebih cepat dari peningkatan laju partisipasi pria. Di Indonesia, jumlah angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 6.869.357 pada tahun 1990 menjadi 36.871.239 pada tahun 2000 (BPS, Data komposisi angkatan kerja, 1990 & 2000). Sedangkan jumlah wanita yang bekerja yang terdaftar pada tahun 2008 di Indonesia mencapai 1.200.241 jiwa (Statistik Indonesia, 2009). Data wanita bekerja tersebut meliputi 33% wiraswasta, 31% buruh/pegawai dan 36% membantu usaha rumah tangga (BPS, 2000).


(13)

Partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia. Partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia (Indriyani, 2009).

Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui proses pendidikan, faktor tenaga kependidikan yaitu guru memegang peranan dalam menjalankan fungsi dan pelaksanaan pendidikan (the people behind the students), jika para guru dapat melaksanakan tugas dengan baik maka akan terpancar profil seorang guru yang berkompeten (Murtiningrum, 2005)

Data UNESCO (2011) menunjukkan bahwa ada sekitar 3,5 juta jumlah guru di Indonesia, sedang data berdasarkan NUPTK (2010) menunjukkan guru di Indonesia berjumlah 2.791.204 orang. Data yang diterbitkan Dirjen PMPTK (2009) menunjukkan jumlah guru secara nasional sebanyak 2.607.311 yang terdiri atas guru PNS 1.579.381 dan non PNS 1.027.930 dengan rincian yang memuat beberapa daerah seperti Jakarta Timur berkisar 30.330 orang, Surabaya 29.280 orang, Bandung 25.995


(14)

Guru, dalam kaitannya sebagai subyek yang berperan dalam dunia pendidikan mengemban tugas dan peranan yang sangat luas dan berat. Guru tidak saja mengemban tugas di sekolah, namun juga tugas sosial kemasyarakatan dilingkungan tempat tinggalnya. Guru mempunyai citra baik di masyarakat, apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan (Dewi, 2002).

Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja. Farber (1991) mengemukakan bahwa keacuhan siswa, ketidakpekaan penilik sekolah/pengawas, orang tua siswa yang tidak peduli, kurangnya apresiasi masyarakat dengan pekerjaan guru, kritik masyarakat, kelas yang terlalu padat, kertas kerja yang berlebihan, bangunan fisik sekolah yang tidak baik, hilangnya otonomi, dan gaji yang tidak memadai merupakan beberapa faktor lingkungan sosial yang turut berperan menimbulkan stres kerja.

Wanita yang berkeluarga dan bekerja cenderung kesulitan menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga sehingga akan menimbulkan suatu tekanan yang mengakibatkan ketidakseimbangan perilaku berupa sering marah-marah dan kurang memperhatikan anak-anak dan suami, cepat lelah, dan lain-lain. Hal tersebut sering disebut dengan istilah stres kerja, yaitu respon yang adaptif terhadap situasi eksternal yang menyebabkan penyimpangan secara fisik, psikologis dan perilaku. (Wirakristama, 2011).


(15)

Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru pada berbagai hal. Di sekolah guru wanita di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang para guru dianggap sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global. Selain itu, dalam rumah tangga guru wanita juga senantiasa dituntut untuk bisa berperan sebagai istri dan ibu yang baik bagi suami dan anak-anaknya. Sehingga para guru di Indonesia terutama guru wanita yang telah menikah tidak jarang telah diposisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi (Churiyah, 2011).

Tuntutan hidup yang dihadapi guru wanita berkeluarga demikian besar pada satu sisi, sementara pada sisi lain tanggung jawab dan beban moral yang dipikul sebagai seorang pengajar dan pendidik yang sangat besar sering mengakibatkan stres atau tekanan mental pada guru. Belum lagi jika ia menjadi sasaran kritik atas gagalnya suatu proses pendidikan yang dialami oleh anak didiknya (Toni, 2003).

Guru wanita berkeluarga harus bisa menyeimbangkan antara pekerjaannya yaitu sebagai guru dan ibu rumah tangga supaya tidak mengalami stres dalam pekerjaannya yang akan berdampak pada keluarga. Sedangkan berbagai tekanan yang dialami guru, misalkan ada tugas-tugas dari sekolah yang belum selesai atau tugas dari kepala sekolah yang harus segera dikumpulkan perlu dikerjakan di rumah dan lembur, hal itu akan


(16)

dihadapkan pada pengalaman negatif dengan siswa terutama guru yang mendidik anak pada rentang usia sekolah/masa kanak-kanak akhir (Murtiningrum, 2005).

Perilaku anak pada usia ini sering dikaitkan sebagai usia yang menyulitkan, usia tidak rapi dan usia dimana anak sering sekali bertengkar terutama anak laki-laki. Disamping disebut sebagai usia dasar untuk menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk kehidupan dewasa serta merupakan periode kritis dalam dorongan berprestasi yang akan berpengaruh terhadap perilaku berprestasi dimasa dewasa. Sehingga butuh ketelatenan dan kesabaran ekstra bagi guru dalam mendidik anak pada usia ini, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan mampu membantu menyelesaikan masalah-masalah perkembangan psikis anak didiknya, dan tentunya tidak salah jika kita menganggap bahwa kerentanan menghadapi stres yang lebih berat terjadi pada guru sekolah dasar/masa kanak-kanak akhir (Pieter & Lubis, 2010).

Hasil studi yang diperoleh dari Safaria dan Nubli (2011) tentang stres kerja pada staf akademik menunjukkan bahwa dari 326 responden guru ditemukan 168 (51,5%) guru yang benar-benar merasa stres dan 60% guru mengatakan bahwa mereka mengalami stres kerja. Studi lain dari Arismunandar (2008) menyimpulkan bahwa 30,27% dari 80.000 guru mengalami stres kerja berat yang berarti bahwa jumlah guru mengalami stres kerja adalah 24.000 individu.


(17)

Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 April sampai dengan 4 Mei 2012 di SD 1 & SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan, di peroleh data bahwa dari 6 guru wanita yang telah menikah yang berhasil di wawancarai, seluruhnya mengaku mengalami stres kerja akibat berbagai tekanan yang mereka hadapi baik yang berasal dari pekerjaan maupun keluarga, namun masing-masing menambahkan bahwa tingkat stres dan frekuensi stres mereka berbeda-beda tergantung dari lamanya pengalaman kerja serta bagaimana koping masing-masing individu tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.


(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini antara lain adalah: 1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi Mahasiswa untuk mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Jiwa pada keluarga.

1.4.2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi tentang upaya untuk mengurangi stres kerja dalam upaya meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan keperawatan.

1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk peneliti selanjutnya terutama dalam meneliti faktor-faktor penyebab stres kerja lainnya pada wanita berkeluarga.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran-peran Guru Wanita Berkeluarga

Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan (Soetjipto & Kosasi, 2009). Menurut Napitupulu (dikutip dari Triwahyuni, 2008) guru dalam arti sempit adalah seseorang yang menamatkan pelajarannya pada suatu lembaga pendidikan guru, sedangkan dalam arti luas guru merupakan orang dewasa yang memiliki tanggung jawab mengarahkan tingkah laku anak didik ke tujuan yang baik.

Depdiknas (2004) mengemukakan bahwa guru adalah salah satu tenaga pendidik yang memiliki tugas utama menjadi agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini formal.

Pernyataan tersebut didukung oleh Syah (dikutip dari Triwahyuni, 2008) bahwa guru merupakan tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa sebagai implementasi konsep ideal mendidik.


(20)

Indriyani (2009) mengemukakan bahwa secara umum, disesuaikan dengan keadaan sosial budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia selama ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga tugas utama guru wanita berkeluarga, yaitu:

1. Sebagai istri, supaya dapat mendampingi suami sebagai kekasih dan sahabat untuk bersama membimbing keluarga yang bahagia.

2. Sebagai ibu rumah tangga, supaya mempunyai tempat aman dan teratur bagi seluruh anggota keluarga.

3. Sebagai pendidik, untuk pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani maupun jasmani yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Triwahyuni (2008) menyatakan bahwa seorang guru wanita yang telah menikah apalagi yang telah memiliki anak akan memiliki peran yang ganda. Berikut dijelaskan beberapa peran ganda guru wanita tersebut.

A. Peran di dalam keluarga 1) Istri

Menurut Frieze peran sebagai istri timbul pada saat seorang wanita secara hukum meresmikan hubungannya dengan seorang pria melalui pernikahan. Sebagai seorang istri, ia memperhatikan keadaan fisik, emosi, menampung keluh kesah suami. Secara tradisional, peran wanita sebagai istri mendahului peran wanita yang lain.


(21)

2) Ibu

Menurut Suwondo peran sebagai ibu adalah unik karena hanya wanita yang memiliki fungsi biologis yang memberikan kehidupan pada anak (mengandung dan melahirkan). Sebagai seorang ibu, wanita adalah pemegang tanggung jawab yang utama untuk memberikan perhatian fisik dan emosional pada anak. Selain itu, ia juga bertanggungjawab untuk membekali kekuatan rohani dan jasmani kepada anak-anaknya dalam menghadapi segala tantangan jaman.

Tanggung jawab terhadap pengasuhan dan sosialisasi anak balita serta perasaan pada pentingnya tanggung jawab tersebut adalah sumber kepuasan dan harga diri pada wanita terutama pada saat anak masih balita.

B. Peran dalam pekerjaan sebagai guru

Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut (Sardiman, 2004) :

1) Informator

Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.


(22)

2) Organisator

Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.

3) Motivator

Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas dan kreativitas, sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.

4) Pengarah atau Director

Dalam hal ini guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

5) Inisiator

Dalam hal ini guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Tentunya ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya.

6) Transmitter

Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

7) Fasilitator

Guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efek.


(23)

8) Mediator

Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa serta sebagai penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasi.

9) Evaluator

Guru memiliki otoritas memberikan penilaian terhadap anak didik. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi dalam menjatuhkan nilai atau kriteria keberhasilan.

2.2. Stres Kerja 2.2.1. Defenisi

Berbagai tekanan-tekanan yang dialami dalam pekerjaan dan keluarga akan menimbulkan suatu peristiwa-peristiwa yang merupakan luapan dari emosi yaitu stres kerja. Davis dan Newstrom (dikutip dari Wirakristama, 2011) menyatakan stres kerja sebagai bentuk kondisi yang mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang.

Stres kerja adalah suatu respon adaptif, dihubungkan oleh karakteristik dan atau proses psikologi individu yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang (Ivancevich & Matteson dalam Indriyani, 2009).

Menurut Robbins (2003) stres kerja adalah suatu kondisi yang dinamis dalam mana seseorang individu dihadapkan pada suatu peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan


(24)

lebih sering dikaitkan dengan tuntutan (demand) dan sumber daya (resources). Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu di tempat kerja. Sumber daya adalah hal-hal (atau benda-benda) yang berada dalam kendali seorang individu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.

Definisi lain dikemukakan oleh Luthans (2006) yang menyatakan bahwa stress kerja merupakan suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau proses psikologis, yakni suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan), situasi atau peristiwa yang terlalu banyak menuntut hal-hal di luar batas kemampuan fisik dan psikologis individu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stress kerja merupakan suatu tanggapan (respon) penyesuaian, baik fisik, psikologis maupun behavioral terhadap situasi kerja, baik yang menyangkut pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan kerja (Murtiningrum, 2005).

2.2.2. Stres Wanita Bekerja

Ada beberapa macam stres yang dihadapi oleh wanita (Hendrix, Spencer & Gibson dalam Wirakristama, 2011), yaitu:

1. Wanita pekerja dipengaruhi oleh sumber stres yang biasanya dihadapi oleh laki-laki seperti beban kerja yang berlebihan, overskills, under utilization skills, kebosanan kerja, hubungan dengan pasangan dan anak, dan masalah keuangan.


(25)

2. Sumber stres yang kedua ini bersifat unik dan berasal dari pekerjaannya atau di luar pekerjaan, yang berasal dari pekerjaan misalnya kebosanan, rendahnya tingkat kekuasaan, permintaan tinggi dalam pekerjaan pekerjaan dan sedikitnya promosi yang diberikan perusahaan.

2.2.3. Sumber-sumber Stres Kerja

Menurut Robbins (2003) tingkat stres pada tiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi tingkat stres seseorang. Faktor tersebut adalah :

1. Faktor Lingkungan

Selain mempengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres. Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi negara, dan inovasi teknologi akan membuat ketrampilan dan pengalaman seseorang akan menjadi usang dalam waktu yang pendek sehingga menimbulkan stres. Dengan ketiga faktor lingkungan tersebut karyawan akan dengan mudah mengalami stres.


(26)

2. Faktor Organisasional

Faktor lain yang berpengaruh pada tingkat stres karyawan adalah faktor organisasional. Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai penyebab stres kerja dalam lingkup organisasional, yaitu tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi dan kepemimpinan organisasi.

3. Faktor Individual

Secara logika, setiap individu bekerja rata-rata 40-50 jam per minggu, sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu, sehingga akan besar kemungkinan segala macam urusan diluar pekerjaan mencampuri pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.

Sedangkan menurut Handoko (dikutip dari Wirakristama, 2011) faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat digolongkan menjadi dua penyebab, yaitu:

1. On The Job

Adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, yang dapat menimbulkan stres pada karyawan. Hal-hal yang bisa menimbulkan stres yang berasal dari beban pekerjaan antara lain :

a. Beban kerja yang berlebihan. b. Tekanan atau desakan waktu.


(27)

c. Kualitas supervisi yang jelek. d. Iklim politis yang tidak aman.

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab.

g. Kemenduaan peran (role ambiguity). h. Frustasi.

i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.

j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan. k. Berbagai bentuk perubahan.

2. Off The Job

Adalah permasalahan yang berasal dari luar organisasi yang menimbulkan stres pada karyawan. Permasalahan yang sering terjadi antara lain :

a. Kekuatan finansial.

b. Masalah yang bersangkutan dengan anak. c. Masalah fisik.

d. Masalah perkawinan.

e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal. 3. Masalah pribadi lain, misalnya kematian sanak sauda


(28)

Menurut Tatik Suryani dkk (dikutip dari Wirakristama, 2011) secara umum terdapat empat faktor yang dapat menjadi sumber penyebab stres kerja, yakni lingkungan luar, organisasi, kelompok kerja serta faktor yang berasal dari dalam diri individu :

a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi di luar organisasi yang akan berpengaruh terhadap organisasi maupun individu-individu yang ada di dalam organisasi. Lingkungan luar merupakan lingkungan makro seperti kondisi sosial, perkembangan teknologi, kondisi ekonomi, politik dan lain-lain.

b. Kondisi organisasi

Kondisi organisasi dapat menjadi potensi bagi terjadinya stres. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan administrasi serta strategi organisasi, struktur dan desain organisasi, proses organisasional yang berlangsung di sebuah organisasi serta kondisi kerja, apabila tidak tepat akan berpengaruh terhadap terjadinya stres kerja.

c. Faktor individu

Sumber dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan timbulnya stres dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu faktor demografik dan faktor kepribadian. Faktor demografik berupa jenis kelamin dan usia sedangkan faktor kepribadian berupa tipe kepribadianA.


(29)

d. Kelompok kerja

Kondisi kelompok kerja yang baik akan ditandai oleh adanya keterikatan yang tinggi, penerimaan sosial serta hubungan yang harmonis antar anggota kelompok kerja. Apabila kelompok kerja memiliki keterikatan yang rendah dan sering terjadi konflik akan berakibat pada timbulnya stres.

2.2.4. Gejala Stres Kerja

Menurut Braham (dikutip dari Rosaputri, 2012) gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:

1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.

2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental.

3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.


(30)

4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Adapun Cooper & Straw (dikutip dari Wirakristama, 2011) mengemukakan gejala stres diantaranya:

1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.

3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.

Menurut Cox dan Gibson (dikutip dari Wirakristama, 2011) ada lima macam konsekuensi dari stres :

1. Subyektif

Meliputi kecemasan, agresif, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup, merasa kesepian.


(31)

2. Perilaku

Perilaku yang menunjukan gejala stres adalah mudah mendapatkan kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, luapan emosional, makan atau merokok berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati, kecewa.

3. Kognitif

Akibat stres yang bersifat kognitif dapat menyebabkan ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.

4. Fisiologis

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme tubuh, kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, tubuh panas dingin.

5. Organisasi

Akibat yang bersifat organisasi meliputi angka absen tinggi, pergantian karyawan (turn over), produktivitas rendah, terasing dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

2.2.5. Dampak Stres Kerja

Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai dengan perubahan pada diri seseorang yang memaksa mereka menyimpang dari fungsinya secara normal (Luthans, 2006). Memang tidak selamanya


(32)

berdampak positif. Semua itu tergantung pada kondisi psikologis dan sosial seorang guru, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stress sangat berbeda. Contoh dampak stress kerja yang bersifat positif antara lain adalah motivasi diri, rangsangan untuk bekerja keras dan timbulnya inspirasi untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sedangkan dampak stress kerja yang bersifat negatif dapat digolongkan ke dalam kategori subyektif seperti kecemasan, acuh, agresif, bosan, depresi, gugup, dan terisolir. Kategori perilaku seperti penyalahgunaan obat/narkoba, reaksi meledak-ledak, merokok berlebihan, dan alkoholik. Kategori kognitif seperti ketidakmampuan mengambil keputusan secara jelas, sulit konsentrasi, peka kritik, dan rintangan mental. Kategori fisiologis dan kesehatan seperti meningkatnya kadar gula, denyut jantung, tekanan darah, tubuh panas dingin, meningkatnya kolesterol dan lain-lain. Kategori organisasi seperti ketidakpuasan kerja, menurunnya produktivitas dan keterasingan dengan rekan sekerja.

Stres sebenarnya dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Stres yang dikondisikan sebagai sesuatu yang negatif disebut dengan distress, sedangkan stres yang memberikan dampak positif disebut eustress (Murtiningrum, 2005).

Stres dipandang positif karena dengan adanya stres seorang karyawan bisa bekerja dengan lebih baik demi mencapai apa yang diinginkannya, misalnya seorang karyawan yang ingin naik jabatan menjadi manajer, maka ia akan dihadapkan pada beban pekerjaan yang memiliki


(33)

tingkat stres yang lebih tinggi, sedangkan stres dari sisi negatif akan menimbulkan dampak yang negatif pula. Stres dapat memiliki dampak yang sangat negatif pada perilaku organisasi dan kesehatan seorang individu. Stres berhubungan secara positif dengan ketidakhadiran, berhentinya karyawan, penyakit jantung koroner dan infeksi yang disebabkan oleh virus (Frayne & Geringer dalam Indriyani, 2009).

Stres merupakan bagian dari setiap kehidupan. Ada stress yang membawa kemajuan (eustress) dan stress yang membawa dampak buruk dan merugikan kita (distress). Eustress merupakan tingkat stress yang membawa kemajuan dan membawa dampak yang baik. Eustress dapat membuat Anda memiliki pengetahuan, pengalaman dan kebijaksanaan bertambah. Sehingga energi pikiran menjadi sangat terfokus dan terorganisir dalam bekerja (Rema, 2012).

2.2.6. Manajemen Stres Kerja

Sebenarnya seseorang merasa terganggu pikiran, perasaan, dan emosinya lebih banyak tergantung pada diri yang bersangkutan dan cara dia menghadapi situasi, fenomena atau kejadian tersebut. Epictetus menyatakan, seseorang merasa terganggu bukan karena sesuatu, melainkan karena cara pandang mereka tentang sesuatu tersebut. Secara sederhana, dapat dikatakan seseorang akan merasa tidak senang, tidak puas, atau terganggu keseimbangan batinnya apabila terdapat ketidaksesuaian antara kemampuan, keterampilan, sikap dan cara dimiliki atau dikuasai seseorang dengan


(34)

memunculkan kondisi lekas marah, lekas tersinggung dan mudah membuat kesalahan.

Menurut Pamangsah (2008) Agar stress akibat kerja yang dialami oleh guru sekolah tidak berdampak negatif, perlu adanya upaya secara intensif untuk pengendaliannya dan akan lebih baik lagi jika dampak stres tersebut diubah menjadi bersifat positif, untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu baik secara individual maupun organisatoris.

Upaya-upaya yang bersifat individual ini dapat dilakukan dengan membuat daftar kegiatan yang harus diselesaikan dalam menentukan urutannya berdasarkan skala prioritasnya, modifikasi perilaku, memilih filsafat hidup yang tepat, mengelola waktu secara baik. Khusus untuk waktu-waktu senggang sebaiknya dimanfaatkan untuk relaksasi atau latihan fisik yang bersifat rekreatif, seperti meditasi, jalan sehat, jogging, renang, lintas alam, bersepeda dan lain-lain.

Upaya-upaya yang bersifat organisatoris sangat erat terkait dengan bidang pekerjaan yang ditekuni. Oleh karena itu, penempatan kerja sesuai dengan kemampuannya, menspesifikasi tujuan dan antisipasi hambatan, meningkatkan komunikasi organisasi secara efektif untuk membentuk persepsi yang sama terhadap tujuan pekerjaan, menghindari ketidakpastian peran, penciptaan iklim kerja yang sehat, restrukturisasi jabatan/pekerjaan dan training/upgrading pengembangan profesi merupakan upaya yang konstruktif untuk meminimalkan terjadinya stress kerja. Upaya-upaya lainnya adalah penyediaan fasilitas fisik, klinik mental dan bimbingan


(35)

peningkatan tanggung jawab yang seluruhnya merupakan langkah positif bersifat organisatoris untuk menghindari terjadinya stress akibat kerja di lingkungan kerja guru sekolah.

Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi stres menurut Yusuf (2005), yakni :

1. Isi kalbu dengan nilai-nilai kebesaran-Nya, merupakan pilar utama mencapai keseimbangan batin. Oleh karena itu, berusaha seoptimal mungkin dan dengan sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu adalah suatu keharusan, sedangkan keputusan, Tuhan yang menentukan.

2. “Saya mampu melakukan sesuatu” (dengan seizin-Nya) merupakan suatu sikap mental positif. Dalam mencegah ketidakseimbangan batin, seseorang hendaklah berusaha untuk selalu berpikir positif dan menjauhkan diri dari pikiran negatif, dan ini merupakan pilar kedua dalam menangkal diri dari hal-hal yang akan menimbulkan stres dan ketidakseimbangan emosional lainnya.

3. Selalu menjadi orang proaktif, merupakan cara ketiga. Bertindak proaktif berarti mengambil inisiatif lebih dulu dan bertanggung jawab agar perbuatan itu terjadi berlandaskan nilai-nilai yang berlaku. Seseorang akan terbatas dari rasa cemas, kecewa, sedih, curiga, shock, collaps, dan panik karena jiwa dan raganya, atau fisik dan mental berfungsi secara normal.

4. Berpikir positif merupakan cara keempat untuk menghindari stres. Pola pikir positif yang digunakan dalam menyikapi suatu kondisi rawan yang


(36)

datang pada seseorang akan menjauhkan yang bersangkutan dari tekanan, sehingga tidak terjadi jurang (gap) antara tuntutan situasi dan kemampuan seseorang mengatasi situasi itu.

5. Menjadi penerima yang baik merupakan cara kelima yang dapat digunakan untuk menangkal stres. Menjadi penerima yang baik akan sangat membantu dalam pembentukan percaya diri, karena tindakan apa yang dilakukan selalu bersumber pada penerimaan kita pada sesuatu, dan upaya yang dilakukan selalu didasarkan tanggung jawab. Menjadi penerima yang baik akan mendorong prestasi yang lebih baik.

6. Perbarui diri terus-menerus merupakan cara keenam untuk menangkal stres. Stres yang melanda diri setiap orang bersumber dari ketidakmampuannya mengatasi masalah atau tuntutan yang lebih tinggi dari kemampuannya. Oleh karena itu, memperbarui diri secara terus-menerus dengan belajar sepanjang hayat melebihi tuntutan tanggung jawab, kerja, bisnis, dan kehidupan perlu dilakukan, sehingga tekanan jiwa sebagai akibat kekurangan selalu dapat diatasi dengan baik.

7. Tekun dan sabar dalam menghadapi tugas. Ketekunan dan kesabaran yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan suatu tugas dan tanggung jawab akan mampu menepis munculnya ketakutan dan kesulitan. Setiap individu yang sabar, tekun, dan ulet dalam mengemban suatu tugas yang diberikan kepadanya akan menyebabkan yang bersangkutan tidak mudah putus asa dan tidak cepat menyerah.


(37)

8. Olah raga dan olah napas secara teratur merupakan cara kedelapan menangkal ketidakseimbangan emosional. Kebugaran tubuh dan kesehatan fisik merupakan tangkal bermacam penyakit, termasuk stres kerja.

2.3. Mendidik Anak Usia Sekolah 2.3.1. Mendidik

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991: 232).

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif, pendidikan ialah the total process of developing human abilities and behaviour, drawing on almost all life’s experiences (Santrock, 2010).

Ki Hajar Dewantoro memberikan pengertian mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.


(38)

Sementara itu, Langeveld (dikutip dari Purwanto, 2006) mengartikan mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dan anak yang belum dewasa. Jika dianalisis lebih lanjut, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan adalah upaya orang dewasa untuk membawa dan mempengaruhi seorang anak didik dalam praktik pendidikan agar anak menjadi orang dewasa yang baik, sesuai dengan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat itu.

Mendidik merupakan suatu proses yang panjang, memerlukan waktu yang lama, dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Pendidikan adalah suatu bentuk pergaulan antara anak dan orang dewasa yang dalam pergaulan itu ada pengaruh yang datang kepada anak, sehingga anak dapat berkembang ke arah yang diinginkan, yaitu ke arah kedewasaan dalam arti fisik maupun psikis atau ke arah kematangan, baik secara jasmani maupun rohani (Surya dkk, 2010).

2.3.2. Unsur-unsur Pendidikan

Dikutip dalam Surya dkk (2010) bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam proses pendidikan yaitu anak didik atau peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, materi dan alat pendidikan, serta lingkungan atau situasi pendidikan. Berikut ini dijelaskan secara singkat unsur-unsur tersebut :


(39)

1. Anak Didik atau Peserta Didik

Anak didik atau peserta didik yaitu anak yang akan diproses untuk menjadi dewasa, menjadi manusia yang memiliki kepribadian dan watak bangsa yang diharapkan, yaitu bangsa indonesia yang memiliki kepribadian dan akhlak mulia. Seperti tercantum dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, agar berhasil dalam membawa anak ke arah kedewasaan, tentunya pendidik atau orang dewasa harus memahami karakteristik anak, seperti berikut ini:

a. Anak itu makhluk individu yang memiliki dunia tersendiri yang tidak boleh disamakan dengan dunia orang dewasa.

b. Anak memiliki potensi untuk berkembang.

c. Anak memiliki minat dan bakat yang berbeda dengan yang lainnya. 2. Pendidik

Pendidik yaitu orang dewasa yang berperan untuk mempengaruhi dan membawa anak didik ke arah manusia yang sempurna, yaitu insan kamil. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki hal-hal yang meliputi: kewibawaan, kasih sayang, komitmen dan kejujuran.

3. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan pada era global ini telah bergeser ke dalam pengembangan dimensi manusia yang lebih dalam, pengembangan secara maksimal serta seimbang antara dimensi spiritual, sosial, emosional, intelektual dan fisikal yang sejatinya sesuai dan sejalan dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam UU RI No. 20 tahun 2003, yaitu


(40)

menyiapkan warga negara yang baik, menjadi tenaga kerja yang terampil dan menjadi warga negara yang produktif serta memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia. Untuk mencapai tujuan yang ideal itu, tentu diperlukan sinergisme kelima dimensi tersebut.

4. Materi dan Alat Pendidikan

Agar materi dapat dipahami oleh anak didik maka tentu saja harus menggunakan alat atau metode dalam melakukan komunikasi antara pendidik dan anak didik. Menurut Suwarno (dikutip dari Surya dkk, 2010) alat-alat pendidikan dapat dibedakan dari bermacam-macam segi: a. Alat pendidikan yang positif dan negatif

1) Positif, jika ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, seperti contoh yang baik, pembiasaan, perintah, pujian dan ganjaran.

2) Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan, celaan, peringatan, ancaman, dan hukuman.

b. Alat pendidikan preventif dan korektif

1) Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum ia melakukan sesuatu perbuatan yang tidak baik, misalnya pembiasaan, perintah, pujian dan ganjaran.

2) Korektif, jika maksudnya memperbaiki, karena anak telah melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya celaan, ancaman dan hukuman.


(41)

c. Alat pendidikan yang sifatnya menyenangkan dan yang tidak menyenangkan

1) Menyenangkan, yaitu yang menimbulkan perasaan senang pada anak-anak, misalnya ganjaran, pujian.

2) Tidak menyenangkan, maksudnya yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan pada anak-anak, misalnya hukuman dan celaan. Hukuman dalam pendidikan dapat diterapkan yang bersifat mendidik, mempunyai nilai pendidikan yang bertujuan menghukum agar anak tidak mengulangi keadaan seperti itu lagi.

2.3.3. Karakteristik Anak Usia SD (Masa Akhir Kanak-kanak) A. Ciri-ciri

Anak yang berada di rentang usia Sekolah Dasar atau sering disebut masa akhir kanak-kanak adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

Periode akhir kanak-kanak ditandai masuknya anak ke kelas satu sekolah dasar. Batasan usia dimulai enam tahun sampai awal kematangan seksual yakni usia 12 atau 13 tahun. Ciri-ciri masa akhir kanak-kanak menurut Hurlock (2006) antara lain:


(42)

perintah orang tua atau aturan keluarga. Anak kurang tanggung jawab dalam urusan rumah dan mengutamakan urusan temannya.

2) Masa bertengkar, karena anak selalu bertengkar dengan anggota keluarga lainnya, tetangga atau teman sebayanya. Apalagi, ketika anak merasakan suasana di rumah yang tidak menyenangkan, inkonsisten disiplin, lemah atau otoriter.

3) Masa usia sekolah, karena pada masa ini anak mulai masuk usia sekolah dasar. Anak selalu dimotivasi berprestasi dan membentuk kebiasaan baru dalam mencapai kesuksesan.

4) Masa bermain, karena anak mulai membentuk permainan baru yang lebih luas dan banyaknya kegiatan bermain baru di sekolah dan kelompok main. Anak merasa bahagia jika mampu bermain secara berkelompok dan diterima kelompok.

5) Masa kreativitas, karena anak selalu termotivasi menunjukkan kreativitas, seperti melukis, susunan balok, rumah-rumahan dan sebagainya. Jika anak tidak dapat menunjukkan kreativitas, maka anak dicemooh, dikritik, diejek, dihina, bodoh, dan tidak kreatif.

Berikut beberapa perubahan psikologis, bahaya-bahaya fisik dan bahaya psikologis yang dialami pada masa akhir kanak-kanak yang dikemukakan oleh Pieter & Lubis (2010) :

B. Perubahan Psikologis Akhir Kanak-kanak

1) Perubahan bicara dimana semakin luasnya cakrawala sosial serta komunikasi anak sebagai akibat dari perkembangan bicara anak.


(43)

Sumber-sumber perbaikan bicara yaitu tingkat sosial ekonomi, motivasi belajar membaca, radio dan televisi, kemauan dalam memperbaiki salah ucap, dan adanya reward.

2) Perubahan emosi, dimana masa akhir kanak-kanak, anak telah mampu mengendalikan emosinya. Bentuk ungkapan emosi yang menyenangkan dilakukan anak dengan tertawa, mengejangkan tubuh dan berguling-guling. Adapun ungkapan emosi yang tak menyenangkan dilakukan dengan marah, cemas dan kecewa.

3) Perkembangan keterampilan, dimana saat memasuki akhir kanak-kanak, anak sudah memiliki keterampilan yang dipelajari masa prasekolah. Keterampilan anak dipengaruhi lingkungan sosial, kesempatan belajar keterampilan, bentuk postur tubuh dan minat.

4) Perkembangan suara hati yang merupakan reaksi kekhawatiran anak yang terkondisi dalam situasi dan tindakan yang berkaitan dengan perbuatan dan hukuman. Adapun rasa bersalah adalah penilaian diri yang negatif dan terjadi saat dia mengakui bahwa perilakunya telah bertentangan dengan nilai moral yang wajib diikutinya. Sebaliknya, rasa malu merupakan reaksi emosional yang kurang menyenangkan terhadap penilaian negatif orang lain.

5) Peranan disiplin dimana akan mempengaruhi sikap dan perilaku moral anak. Sebaiknya penerapan disiplin di keluarga bersifat bantuan dasar-dasar moral, ganjaran yang konsisten, jujur, adil, dan disesuaikan dengan perkembangan anak.


(44)

6) Perkembangan sikap dan perilaku moral, dimana kini anak mulai memperhitungkan keadaan dengan moralitas. Relativisme moral berubah menjadi fleksibilitas moral. Misalnya, saat anak usia lima tahun menilai berbohong adalah sebagai perbuatan buruk. Ketika anak berusia di atas lima tahun, penilaian konsep berbohong mulai diperbolehkan untuk beberapa situasi. Konsep berbohong tidak lagi selalu dinilai buruk.

7) Perkembangan sikap sosial terutama memasuki usia tujuh hingga delapan tahun, anak mulai kurang menaruh minat figur identifikasi pada orangtuanya. Kini, anak menaruh minat pada teman kelompoknya. Anak merasa terpukau jika dia mampu menyesuaikan diri menurut standar dan penampilan yang ditetapkan kelompoknya. 8) Perkembangan minat, dimana pembentukan minat anak sangat

dipengaruhi bentuk, intensitas, motivasi, prestasi, dan kemajuan perkembangan minat sebelumnya. Bentuk-bentuk minat anak secara umum yaitu minat penampilan diri dan pakaian, minat pada tubuh, minat pada julukan dan nama, minat agama, minat pada kesehatan, minat sekolah, minat pada seks atau minat pada simbol status.

C. Bahaya-bahaya Fisik Akhir Kanak-kanak

1) Penyakit. Jenis penyakit yang paling banyak diderita anak periode akhir kanak-kanak yaitu salesma, gangguan pencernaan, penyakit dan keseimbangan tubuh, diabetes, dan kesulitan melakukan aktivitas.


(45)

2) Bentuk tubuh yang tidak sesuai. Anak laki-laki yang berbentuk tubuh kewanitaan atau anak perempuan berbentuk tubuh kelelaki-lakian selalu dicemooh teman atau orang dewasa. Efeknya adalah memperburuk adaptasi sosial, terutama buat anak laki-laki. Sebaliknya, bentuk tubuh yang sesuai dengan seksnya akan membantu dalam penyesuaian diri yang lebih baik.

3) Kecelakaan. Meskipun kecelakaan tidak memberikan trauma luka fisik yang mendalam, namun kondisi ini akan memberikan luka psikologis, seperti anak akan bertindak selalu hati-hati dan merasa takut.

4) Ketidakmampuan fisik. Ketidakmampuan fisik bersumber dari akibat kecelakaan berat atau cacat fisik bawaan, sehingga dia menjadi perhatian khusus.

D. Bahaya-bahaya Psikologis Akhir Kanak-kanak

1) Bahaya sosial. Bahaya yang ditimbulkannya yaitu anak yang ditolak atau diabaikan, kurangnya kesempatan belajar sosial dan dikucilkan. 2) Bahaya emosi. Ketidakmatangan emosional anak ditunjukkan dari

emosi yang kurang menyenangkan, seperti ekspresi emosi marah yang tinggi dan tidak terkontrol.

3) Bahaya dalam berbicara. Bahaya yang ditimbulkan adalah apabila kosakata yang kurang sehingga anak sulit menyelesaikan tugas sekolah dan sulit dalam komunikasi, seperti kesalahan bicara, kesalahan tata bahasa, cacat bicara, gagap atau celat yang membuat anak bicara


(46)

4) Bahaya dalam konsep diri. Bahaya yang ditimbulkannya yaitu anak yang memiliki konsep ketidakpuasan pada keadaan dirinya sendiri. Perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan dan kurangnya dukungan lingkungan sosial yang menyebabkan anak selalu berprasangka buruk dan diskriminatif memperlakukan orang lain.

5) Bahaya hubungan keluarga. Bahaya yang ditimbulkan yaitu seringnya pertentangan antar anggota keluarga, rendahnya rasa empati pada anggota keluarga, sering melawan orang tua, melemahnya hubungan interpersonal antar keluarga, penyesuaian diri yang buruk dan perilaku agresi.

6) Bahaya kepribadian. Bahaya-bahaya kepribadian yang ditimbulkannya yaitu konsep diri yang buruk, ketidakmatangan kepribadian, sikap penolakan, perilaku egosentris, agresivitas dan perilaku regresi.

7) Bahaya sikap moral. Bahaya-bahaya yang ditimbulkan sikap moralitas anak yaitu jika perkembangan sikap moral yang berlandaskan konsep diri dari teman-temannya, media massa atau konsep orang dewasa, kegagalan untuk mengembangkan suara hati sebagai kontrol atau pengawasan terhadap perilakunya, penerapan disiplin yang inkonsisten yang dapat menyebabkan anak kurang percaya diri.


(47)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan kepustakaan maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan

: : Variabel yang diteliti

: Berhubungan

Stres Kerja Berdampak Negatif

(Distress) Stres Kerja Guru Wanita

Berkeluarga

Stres Kerja Berdampak Positif


(48)

Penjelasan :

- Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel sebab atau variabel yang mempengaruhi stres kerja berdampak negatif (distress) atau stres kerja berdampak positif (eustress). Dalam penelitian ini yang dimaksud variabel independen adalah stres kerja guru wanita berkeluarga. - Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel akibat atau

variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dalam variabel dependen adalah bagaimana dampak dari stres kerja yang dihadapi guru wanita berkeluarga, apakah berdampak negatif (distress) atau berdampak positif (eustress).

3.2. Defenisi Operasional Variabel

Penelitian

Defenisi Operasional

Alat Ukur Skala Hasil Ukur

Stres kerja guru wanita berkeluarga Tekanan-tekanan yang dirasakan akibat tuntutan berbagai peran yang harus dijalani oleh pendidik wanita termasuk dalam menghadapi masalah-masalah yang menyangkut pekerjaan dan keluarga. Menggunakan kuesioner sebanyak 15 pernyataan dengan 4 pilihan jawaban Untuk pernyataan positif: SL= 4, SR=3, KD=2, TP=1. dan pernyataan negatif: SL=1, SR=2, KD=3, TP=4.

Ordinal Skor 15-60 dengan spesifikasi 15-37: Stres kerja berdampak negatif (distress). 38-60: Stres kerja berdampak positif (eustress).


(49)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Notoadmodjo, 2010).

4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti yakni seluruh guru wanita yang telah menikah dan mempunyai anak yang mengajar di SD 1 dan SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang berjumlah 18 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik Total Sampling dengan pertimbangan jumlah populasi kurang dari 100, maka keseluruhan jumlah populasi diambil sebagai sampel (Arikunto, 2010). Jumlah sampel yang ikut berpartisipasi pada penelitian ini berjumlah 18 orang.


(50)

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah SD 1 dan SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan, dengan alasan Yayasan Perguruan Al-Azhar merupakan salah satu yayasan perguruan swasta yang memiliki beberapa SD sehingga peneliti dapat memperoleh sampel yang cukup hanya dengan melaksanakan penelitian di satu tempat disertai belum ada penelitian sebelumnya terkait judul peneliti ditempat tersebut. Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak tanggal 23 Oktober sampai dengan 15 November 2012.

4.4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan fakultas keperawatan USU dan mengajukan permohonan izin kepada Ketua Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan dimana penelitian dilakukan. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi :

a. Otonomi, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian.

b. Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan.


(51)

c. Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut.

d. Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

e. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada responden mengandung prinsip kebaikan bagi responden guna mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan responden.

f. Nonmaleficience, penelitian yang dilakukan tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan apalagi sampai mengancam jiwa bagi responden.

g. Veracity, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat, efek dan apa yang didapat jika responden terlibat di dalam penelitian tersebut.

h. Juctice, peneliti harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap melaksanakan prinsip juctice (keadilan) pada saat melakukan penelitian. (Hidayat, 2007)

4.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner yang disusun dengan berpedoman pada kerangka konsep dan tinjauan pustaka.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu kuesioner data demografi


(52)

terakhir, dan penghasilan/bulan yang meliputi 5 pertanyaan. Bagian ini tidak diteliti, hanya untuk mengetahui karakteristik dari responden.

Bagian kedua yaitu kuesioner stres kerja guru wanita berkeluarga. Bagian ini terdiri dari 15 pernyataan menggunakan skala Likert dengan cara menetapkan skor jawaban terhadap pernyataan positif pada pilihan Selalu (SL) = 4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2, Tidak Pernah (TP) = 1 untuk nomor pernyataan 2, 4, 5, 7, 8, 9, 11 dan 15. Sedangkan skor pernyataan negatif pada pilihan Selalu (SL) = 1, Sering (SR) = 2, Kadang-kadang (KD) = 3, Tidak Pernah (TP) = 4 untuk nomor pernyataan 1, 3, 6, 10, 12, 13 dan 14. Total skor yang diperoleh terendah 15 dan yang tertinggi 60. Semakin tinggi skor mengisyaratkan semakin positifnya dampak stres kerja yang dialami (eustress), sebaliknya semakin rendah skor maka semakin negatif dampak stres kerja yang dialami (distress).

Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005) :

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) sebanyak 45 dengan dua kategori kelas untuk menilai stres kerja guru wanita berkeluarga yaitu stres kerja berdampak negatif (distress) dan stres kerja berdampak positif (eustress) maka didapatkan panjang kelas 23. Dengan menggunakan P = 23 nilai terendah 15

P = Rentang Banyak Kelas


(53)

sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka interval stres kerja guru wanita berkeluarga dapat dikategorikan sebagai berikut:

15 – 37 = Stres kerja berdampak negatif (distress). 38 – 60 = Stres kerja berdampak positif (eustress).

4.6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji validitas dilakukan oleh peneliti menggunakan metode validitas isi yakni dengan menguji instrumen yang mengacu pada isi dan dengan meminta orang yang ahli, dalam hal ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen keperawatan jiwa di Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilanjutkan dengan uji reliabilitas yang dilakukan pada 10 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi yang sama dengan sampel penelitian dan diambil di SD Yayasan Perguruan Pembangun Didikan Islam (YAPDI) Medan menggunakan Internal Consistency atau dengan menguji instrumen sekali saja.

Kemudian instrumen di analisis dengan tehnik Cronbach Alpha dengan perolehan nilai r alpha sebesar 0,729. Oleh karena nilai r alpha lebih besar daripada r tabel (0,729 > 0,632), maka instrumen yang digunakan oleh peneliti dinyatakan reliabel.


(54)

4.7. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian. Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden/informed consent. Setelah itu responden yang bersedia diminta untuk mengisi kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kelengkapan data responden dan jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa.

4.8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka akan dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek nomor responden dan kelengkapannya serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. Tahap yang kedua coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu melakukan tabulasi dan analisa. Tahap yang ketiga processing, yaitu memasukkan data dari kuesioner kedalam program komputer yakni menggunakan program SPSS (Statistical Product Service and Solution) aplikasi komputer versi 15.


(55)

Tahap keempat adalah cleaning, yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

Hasil analisa data demografi dan stres kerja guru wanita berkeluarga disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.


(56)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Karakteristik Responden

Adapun karakteristik responden yang dipaparkan mencakup umur, jumlah anak, pendidikan terakhir dan penghasilan perbulan. Hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan diperoleh data sebagai berikut yakni dari 18 responden mayoritas berumur 20 - 30 tahun sebanyak 6 responden (33,3%) dan berumur 41 – 50 tahun juga sebanyak 6 responden (33,3%), jumlah anak yang dimiliki responden mayoritas berjumlah 1 anak sebanyak 9 orang (50,0%), latar belakang pendidikan terakhir responden mayoritas sarjana sebanyak 14 orang (77,7%), dan penghasilan perbulan responden mayoritas > Rp.1.000.000,- yakni sebanyak 15 orang (83,3%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.1 berikut.


(57)

Tabel 5.1.1.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Responden Guru Wanita

Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 (n =18)

Karakteristik responden Frekuensi (f) Persentase (%)

Umur 20 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 – 60 tahun

6 5 6 1 33,3 27,8 33,3 5,6 Jumlah Anak 1 anak 2 anak 3 anak 5 anak 7 anak 9 2 5 1 1 50,0 11,1 27,8 5,6 5,6 Pendidikan Terakhir SMA Diploma Sarjana 2 2 14 11,2 11,2 77,7 Penghasilan Perbulan < Rp.500.000,- Rp.500.000 - Rp.1.000.000,-

> Rp.1.000.000,- 1 2 15 5,6 11,1 83,3


(58)

5.1.2. Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami stres kerja berdampak positif (eustress) sebanyak 7 responden ( 38.9%) dan responden yang mengalami stres kerja berdampak negatif (distress) sebanyak 11 responden (61.1%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 5.1.2. berikut.

Tabel 5.1.2.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kategori Penilaian Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 (n=18)

Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga Frekuensi (f)

Persentase (%)

Stres Kerja Berdampak Positif (eustress)

7 38,9

Stres Kerja Berdampak Negatif (distress)

11 61,1


(59)

5.2. Pembahasan

Pada pembahasan ini peneliti akan membahas mengenai gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga dengan jumlah sampel sebanyak 18 orang. Hasil penelitian berdasarkan data demografi menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur 20-30 tahun (33,3%) dan berumur 41-50 tahun (33,3%). Menurut Sekartini (2003) semakin dewasa seseorang maka cara berpikir lebih matang, hal tersebut terkait dengan semakin tingginya pengetahuan seseorang ketika usianya makin dewasa, baik yang diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2007), juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2001) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Namun jika ditinjau dari hasil penelitian terlihat bahwa terdapat jumlah yang sebanding yang mengalami stres kerja berdampak negatif (distress) antara umur 20-30 tahun atau dewasa dini dengan umur 41-50 tahun atau dewasa madya. Peneliti berasumsi bahwa walaupun kedua tingkat umur ini memiliki frekuensi stres yang sebanding namun kapasitas stres kerja yang dihadapi berbeda, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fitzgibbon (2006) tentang stres pekerja wanita bahwa stres fisik yang dirasakan oleh pekerja meningkat seiring dengan peningkatan usia, sedangkan stres psikologis seperti perasaan tertekan, frustasi dan lainnya lebih banyak dirasakan oleh pekerja berusia muda.


(60)

Berdasarkan jumlah anak yang dimiliki responden yang mengalami stres kerja berdampak negatif (distress) mayoritas berjumlah 1 anak (50,0%). Menurut Cinamon (2002) bahwa jumlah anak dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk mengurus rumah tangga dan pekerjaan serta tidak adanya dukungan dari pasangan dan keluarga merupakan pemicu terjadinya konflik antara pekerjaan dan keluarga yang berdampak negatif (distress) dalam pekerjaan, hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan Yang, dkk (2000) bahwa tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain. Peneliti berasumsi bahwa dampak negatif stres kerja (distress) yang dialami oleh responden bukan dikarenakan oleh jumlah anak namun lebih kepada usia anak, sebab sebagian besar responden adalah ibu muda dan ibu yang masih memiliki anak yang masih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (2006) bahwa wanita yang memiliki usia dewasa awal sekitar 21-35 tahun diharapkan memainkan peran ganda baru yaitu sebagai istri, ibu dan pekerja. Wanita pada masa ini dihadapkan pada kesulitan untuk menyeimbangkan antara tuntutan peran tugas kodrat dan tugas pekerjaan. Ibu pada masa dewasa awal mempunyai anak pada masa bayi, anak-anak, dan prasekolah yang menyita waktu dan energi ibu untuk mengasuh dan merawatnya, juga sependapat dengan Barnett & Baruch dalam Hewlett


(61)

(2003) bahwa keterlibatan ibu dalam pengasuhan anak usia bayi dan prasekolah cenderung tinggi dibandingkan dengan anak usia sekolah.

Adapun data berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir responden yang mengalami dampak negatif stres kerja (distress) mayoritas berpendidikan sarjana (77,7%). Hal ini bertolak belakang dengan Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempertinggi intelegensi seseorang dan pernyataan yang diungkapkan oleh Takasihaeng (2000) bahwa wanita yang berpendidikan cenderung mampu untuk mengatur koping. Peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan yang tinggi saja tidak cukup menjamin bahwa seseorang bisa selalu keluar dari berbagai beban dan tuntutan yang sedang di hadapinya, terlebih lagi bagi guru wanita yang telah menikah yang harus menghadapi berbagai tuntutan tidak hanya harus berperan sebagai istri dan ibu dalam rumah tangga namun juga berperan sebagai staf dan pendidik di sekolah. Selain itu, memiliki pendidikan yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan koping yang kuat pula. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Wilson & Skodol (1998) bahwa lingkungan nyata menimbulkan stres pada sejumlah besar orang, namun individu atau masyarakat berbeda sensitivitas dan kerentanannya terhadap peristiwa dan bergantung pada adekuatnya gaya koping seseorang, juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Berger & Williams (1992) bahwa perilaku atau pola koping seseorang bersifat unik dan berbeda satu sama lain, karakter bawaan seseorang,


(62)

pengalaman dimasa lalu dan tujuan hidup seseorang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan stres termasuk stres kerja.

Menurut Nugroho (2000) pendapatan yang sangat minimal atau kurang memadai kurang mungkin untuk memenuhi kebutuhan, lebih lanjut Handoko (dikutip dari Wirakristama, 2011) juga mengungkapkan bahwa kekuatan finansial merupakan faktor off the job yang menimbulkan stres kerja pada pekerja dan sependapat dengan Hendrix, Spencer & Gibson (dikutip dari Indriyani, 2009) bahwa masalah keuangan menjadi salah satu sumber stres bagi wanita pekerja. Pendapat mereka tersebut kurang sesuai dengan data yang diperoleh berdasarkan penghasilan perbulan responden yang mengalami dampak negatif stres kerja (distres) mayoritas berpenghasilan > Rp.1.000.000,- (83,3%). Peneliti berasumsi bahwa banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya dampak negatif stres kerja (distress) yang dialami oleh responden dan dalam hal ini lebih cenderung dilatarbelakangi oleh faktor organisasional daripada individual, beberapa hal penyebab stres kerja dalam lingkup organisasional yaitu tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antarpribadi, kondisi kerja, kebijakan administrasi dan lainnya (Robbins, 2003).

Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga diperoleh beberapa item pernyataan dengan frekuensi tertinggi yang menjadi pemicu terjadinya stres kerja berdampak negatif (distress) pada 18 guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan. Adapun pemicu terjadinya dampak negatif stres


(63)

kerja (distress) yang dialami responden sering bersumber dari beban kerja yang berlebihan (50,0%), hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Robbins (2003) bahwa tuntutan tugas menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat stres kerja karyawan, juga sejalan dengan pernyataan yang ada dalam penelitian Wirakristama (2011) bahwa segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menimbulkan stres pada karyawan berasal dari beban pekerjaan. Hal ini wajar terjadi terutama pada guru wanita terkait beban kerjanya yang tidak hanya harus memenuhi kewajiban dalam mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik namun juga senantiasa dituntut untuk menyelesaikan berbagai tugas-tugas dari atasan. Sesuai dengan pernyataan Murtiningrum (2005) bahwa berbagai tekanan yang dialami oleh guru, misalkan ada tugas-tugas dari sekolah yang belum selesai atau tugas dari kepala sekolah yang harus segera dikumpulkan perlu dikerjakan dirumah dan lembur, hal itu akan menimbulkan keadaan stres pada guru, selain itu guru juga dihadapkan pada pengalaman negatif dengan siswa terutama guru yang mendidik anak pada rentang usia sekolah (masa kanak-kanak akhir). Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga.


(64)

Kesulitan untuk menyeimbangkan antara kepentingan keluarga dan pekerjaan (50,0%) sering menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik peran ganda yang berpengaruh pada terjadinya dampak negatif stres kerja (distress) pada responden. Indriyani (2009) mengemukakan bahwa konflik peran ganda muncul apabila wanita merasakan ketegangan antara peran pekerjaan dan peran keluarga, juga sesuai dengan pernyataan Greenhouse dan Beutell (dikutip dari Murtiningrum, 2005) yang mendefenisikan bahwa konflik peran ganda adalah sebuah konflik yang timbul akibat tekanan-tekanan yang berasal dari pekerjaan dan keluarga dan sejalan dengan pendapat Munandar (2001) bahwa konflik peran muncul jika seorang pekerja mengalami pertentangan antara tanggung jawab yang dia miliki dengan tugas-tugas yang harus dilakukannya. Tuntutan untuk menyeimbangkan antara tugas pekerjaan sebagai guru dan tuntutan sebagai anggota keluarga berpotensi menimbulkan konflik antara pekerjaan dan keluarga (Triaryati, 2002).

Tekanan yang ditimbulkan oleh pekerjaan dan keluarga selalu menjadi penyebab responden marah-marah kepada anak dan suami (50,0%). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Tarwoto & Wartonah (2003) bahwa respon psikologis terhadap stres kerja dapat berupa ansietas, depresi dan marah atau emosi tidak stabil. Anoraga (1998) juga menyatakan bahwa jika ibu yang bekerja tersebut tidak dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga maka akan menimbulkan suatu tekanan sehingga mengakibatkan ibu tersebut sering marah-marah kepada anak dan suami,


(65)

kurang memperhatikan anak-anak dan suami, cepat lelah, dan lain-lain. Hal tersebut sering disebut dengan istilah stres kerja, yaitu respon yang adaptif terhadap situasi eksternal yang menyebabkan penyimpangan secara fisik, psikologis dan perilaku.

Selanjutnya stres kerja yang dialami responden dalam pekerjaan juga sering mempengaruhi emosi dan pikiran mereka (66,7%). Keliat (1997) membagi sumber stres stresor menjadi tiga yaitu lingkungan, diri sendiri dan pikiran. Lingkungan terdiri dari aspek fisik, psikososial dan spiritual. Sumber stresor dari diri sendiri yaitu perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala, proses pemeriksaan, proses perawatan dan tindakan yang berhubungan dengan tubuh. Sumber stresor yang berasal dari pikiran berkaitan dengan penilaian klien terhadap lingkungan dan cara penyesuaiannya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh indriyani (2009) bahwa tertekan karena terbatasnya waktu dan beban pekerjaan terlalu banyak serta situasi kerja yang kurang menyenangkan, keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental karyawan wanita ketika bekerja.

Kemudian stres kerja yang responden hadapi sering menjadi penyebab mereka mengalami masalah kesehatan seperti nafas memburu, otot tegang, merasa panas, sembelit, sakit kepala, salah urat dan letih yang tidak beralasan (55,6%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikutip dari skripsi Wirakristama (2011) bahwa berbagai tekanan-tekanan yang dialami dalam pekerjaan dan keluarga akan menimbulkan suatu peristiwa-peristiwa yang


(66)

merupakan luapan dari emosi yaitu stres kerja yang ditunjukkan sebagai bentuk kondisi yang mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang, serta sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Cox dan Gibson (2003) bahwa ada 5 macam konsekuensi dari stres kerja diantaranya ada yang pengaruhnya bersifat subjektif, perilaku, kognitif, organisasi bahkan fisiologis yakni stres yang dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme tubuh, kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, tubuh panas dingin dan gejala-gejala lainnya. Penelitian Selye telah mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap stres yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yakni respon jaringan, organ dan bagian tubuh terhadap stres dan trauma, penyakit dan perubahan fisiologis lainnya serta General Adaptation Syndrome (GAS) yang merupakan pertahanan tubuh terhadap stres (Potter & Perry, 1992).

Berbagai tekanan yang dialami guru tidak hanya berasal dari urusan keluarga dan pekerjaan saja, menurut Murtiningrum (2005) guru juga terka-dang dihadapkan pada pengalaman negatif dengan siswa terutama guru yang mendidik anak pada rentang usia sekolah (masa kanak-kanak akhir). Hal ini turut menjadi pemicu terjadinya stres kerja berdampak negatif (distress) yang dialami responden yang terlihat dari 44,4% responden yang menyatakan sering dihadapkan pada pengalaman negatif ketika mendidik anak didik mereka.

Siswa sekolah dasar adalah kelompok usia yang masih mempunyai keinginan untuk selalu bergerak karena pada masa itu anak mempunyai


(67)

kelebihan energi sehingga disalurkan melalui bergerak. Sering didapatkan ketika bermain terjadi suatu kecelakaan besar maupun kecil sehingga kadang-kadang menyebabkan kepanikan bagi pihak sekolah. Untuk itu guru sebagai orang pertama yang bertagungjawab mempunyai peranan yang penting (Setyoadi, 2012).

Anak usia sekolah dasar juga merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut seorang anak rentan terhadap masalah kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) Nasional tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa perilaku yang menyangkut kebersihan dapat mempengaruhi kesehatan. Banyak penyakit yang dapat disebabkan karena perilaku hidup bersih dan sehat yang masih kurang seperti diare, kecacingan, masalah periodontal, filariasis, demam berdarah dan muntaber. Masalah kebersihan diri yang cukup banyak dialami oleh murid sekolah dasar yaitu: 86% murid yang bermasalah pada gigi, 53% tidak biasa potong kuku, 42% murid yang tidak biasa menggosok gigi, dan 8% murid yang tidak mencuci tangan sebelum makan. Selain itu data penyakit yang diderita oleh anak sekolah dasar terkait perilaku seperti cacingan adalah sebesar 60–80%, dan caries gigi sebesar 74,4%. Kompleksnya masalah kesehatan anak sekolah dasar ini perlu ditanggulangi secara komprehensif dan multisektor (Depkes RI, 2008).

Orangtua sering mengaitkan usia ini sebagai usia yang menyulitkan, usia tidak rapi dan usia dimana anak sering sekali bertengkar terutama anak laki-laki. Seperti halnya pernyataan yang dikemukakan oleh Hurlock (2006)


(68)

bahwa rentang usia sekolah dasar merupakan masa sulit diatur, karena anak lebih banyak mengikuti aturan dari teman sebaya atau kelompok sosial sehingga anak tak mau menuruti perintah orang tua atau aturan di sekolah. Dan masa bertengkar, karena anak selalu bertengkar dengan anggota keluarga lainnya, tetangga atau teman sebayanya, apalagi ketika anak merasakan suasana di rumah dan sekolah yang tidak menyenangkan, inkonsisten disiplin, lemah atau otoriter.

Beberapa sikap dan perilaku yang dominan terhadap fase tumbuh kembang anak usia sekolah dasar menurut Ahira (2012) diantaranya seperti sikap ego, emosi tak stabil, mudah tersinggung, kadang-kadang manja, suka mengikuti trend, ingin mencoba, ingin mendapatkan perhatian yang lebih dan sebagainya. Berbagai sikap negatif tersebut perlu mendapat penyikapan dari kalangan orangtua maupun tenaga pendidik di lingkungan pendidikan formal, sebab sikap ketidakpedulian nantinya akan memberi dampak buruk terhadap proses perkembangan anak. Hal ini terkait perubahan perkembangan karakter awal membantu membentuk perilaku dan karakteristik selanjutnya (Potter, 2005).

Lebih lanjut menurut Pieter dan Lubis (2010) ada banyak bahaya-bahaya yang rentan dialami oleh anak pada rentang usia sekolah dasar ini. Menurut penuturan responden bahaya-bahaya yang mereka amati dari anak didik mereka lebih cenderung kepada bahaya-bahaya fisik dan psikologis, seperti rentan mengalami penyakit dan kecelakaan. Hal ini terkait dengan masa anak yang memasuki masa tahap bermain dan senang mencoba hal-hal


(1)

JADWAL TENTATIVE PENELITIAN

No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Mengajukan judul

2 Menetapkan judul penelitian

3 Menyusun Bab 1

4 Menyusun Bab 2

5 Menyesun Bab 3

6 Menyusun Bab 4

7

Menyerahkan proposal penelitian

8 Mengajukan sidang proposal

9 Sidang proposal

10 Revisi proposal penelitian

11 Persiapan

Lapangan

12 UjicobaInstrumen 12 Pengumpulan

data

13 Analisa data

14 Penyusunan laporan/skripsi

15 Pengajuan sidang

skripsi

16 Sidang Skripsi


(2)

RINCIAN BIAYA PENELITIAN 1. Persiapan Proposal

- Biaya rental, warnet dan print Rp. 120.000,- - Biaya Foto copy Rp. 50.000,- - Buku Referensi Rp. 145.000,- - Denda perpustakaan Rp. 20.000,-

- Penggandaan proposal Rp. 60.000,-

- Transport Rp. 100.000,- - Konsumsi saat sidang proposal Rp. 130.000,-

2. Pengumpulan Data

- Izin penelitian Rp. 90.000,-

- Biaya transportasi Rp. 200.000,-

3. Biaya pada saat penelitian

- Foto copy kuesioner Rp. 50.000,-

- Konsumsi saat penelitian Rp. 100.000,-

4. Persiapan hasil penelitian

- Biaya tinta dan kertas print skripsi Rp. 100.000,- - Fotokopi perbanyak hasil penelitian Rp. 100.000,- - Foto copy sumber-sumber referensi Rp. 50.000,- - Denda Perpustakaan Rp. 30.000,-


(3)

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Nikmah

Tempat/tanggal Lahir : Lhokseumawe, 12 Desember 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jln. Sejahtera, Kel. Sipolu-polu, Kec. Panyabungan Kab. Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1995-1996 : TK Aisyiah Cunda Lhokseumawe. 2. Tahun 1996-2002 : SD Negeri 192594 Panyabungan. 3. Tahun 2002-2005 : SLTP Negeri 1 Panyabungan Kota. 4. Tahun 2005-2008 : MAN Panyabungan.

5. Tahun 2008-2011 : Akper Syuhada Padangsidimpuan. 6. Tahun 2011 sampai sekarang : Mengikuti Program Studi Ekstensi

Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(4)

LEMBAR BUKTI BIMBINGAN

Nama Mahasiswa : Nikmah Nasution

NIM : 111121047

Judul Penelitian : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.

Pembimbing : Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep

No Tanggal Materi

Bimbingan Komentar/Saran

Tanda Tangan Pembimbing

1.

2.

3.

4.

5.

09 April 2012

19 April 2012

23 April 2012

26 April 2012

03 Mei 2012

Judul

BAB I

BAB I

BAB I

BAB I BAB II

ACC

Perbaiki penulisan sesuai ketentuan.

-Kurangi isi latar belakang, dibuat point-pointnya saja.

-Perbaiki keterkaitan isi antar paragraf dalam latar belakang.

-Variasikan sumber data dalam latar belakang.

-Tujuan penelitian dibuat secara umum.

-Perbaikan bab I

-Masukkan data-data yang mendukung.

-Perbaiki penulisan pengarang pada tinjauan pustaka.


(5)

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

12 Mei 2012

17 Mei 2012

19 Mei 2012

21 Mei 2012

23 Mei 2012

26 Juni 2012

02 Juli 2012

20 Sept 2012

16 Oktober 2012

BAB II BAB II BAB III BAB III BAB III BAB IV BAB III BAB IV Revisi Proposal Izin Uji Validitas Izin Uji Reliabilitas Izin Melakukan Pengumpulan Data Penelitian

-Spesifikkan isi pada subbab konflik peran ganda guru wanita.

-Spesifikkan isi pada subbab mendidik anak usia sekolah dasar.

-Perbaikan bab II -Perbaiki variabel

Perbaiki defenisi operasional

-Perbaiki defenisi operasional -Perbaiki kuesioner

-Perbaiki analisa data

-Perbaikan bab III -Perbaiki kuesioner

ACC

ACC Revisi instrumen

ACC Uji Validitas


(6)

15.

16.

17.

18.

19.

08 Januari 2013

31 Januari 2013

05 Februari 2013

07 Februari 2013

21 Februari 2013

BAB V

BAB V

- BAB VI -Abstrak

Susunan Keseluruhan Skripsi yang akan

disidangkan

Revisi Skripsi

-Perbaiki Penyajian sub Bab Hasil Penelitian

-Perbanyak Teori Pendukung untuk Pembahasan

-ACC SubBab Hasil Penelitian -Perbaiki Pembahasan

-ACC Pembahasan

-Buat point dari kesimpulan -Perbaiki Rekomendasi -Penyajian abstrak lebih dipersingkat, buat garis-garis besarnya saja

ACC