Zaman Jepang KEDUDUKAN DESA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA.
Berdasarkan ketentuan tersebut yang terdapat didalam pasal 128 I.S, desa dibiarkan sebagaimana adanya hanya diakui secara legal dalam hukum tata
negara pemerintah kolonial Belanda. Meskipun diberi kebebasan dalam otonomi aslinya tetapi desa tetap dikontrol secara ketat oleh pemerintah Hindia
Belanda. Berkaitan dengan hal tersebut Soenardjo 1984:14 menjelaskan, berdasarkan ketatanegaraan Hindia Belanda sebagaimana terdapat dalam
Indische Staatsreggeling
, pemerintah kolonial memberikan hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri kepada desa atau kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum pribumi dengan sebutan
Inlandsche Gemeente. Inlandsche Gemeente
didefinisikan sebagai “suatu kesatuan masyarakat yang bertempat
tinggal dalam suatu wilayah tertentu, yang memiliki hak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan kepada hukum adat dan peraturan
perundang-undangan Hindia
Belanda untuk
hal-hal tertentu,
dan pemerintahannya merupakan bagian terbawah dari susunan pemerintah
kabupaten atau swapraja ”.
Pada tahun 1941 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan ordonansi atau Undang-undang desa yang terkenal dengan sebutan Desa Ordonnanntie.
Berdasarkan ordonansi tersebut status desa diperkuat sebagai kesatuan masyarakat hukum yang lebih otonom. Desa tidak lagi ditempatkan sebagai
subordinat dari kekuasaan diatasnya tetapi diakui sebagai lembaga otonom pribumi yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
Suhartono, 2001:48-49. Desa Ordonnonntie pada tahun 1941 tidak sempat dilaksanakan karena Hindia Belanda dikalahkan Jepang dalam perang Asia
Timur Raya. Sejak tahun 1942 kekuasaan beralih ke tangan tentara pendudukan Jepang.