PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG Raissa Aidintya Sembiring
Ch. Heni Kurniawan Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta
A. Latar Belakang Masalah
Krisis multi dimensional yang terjadi pada tahun 1998 yang mengancam intregritas bangsa mengakibatkan lemahnya keamanan dan ketertiban umum serta ketidakpastian hukum. Pada masa
itu pemerintah pusat sulit untuk mengawasi masalah multi aspek yang terjadi di daerah. Oleh karena itu pemerintah pusat memberikan otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya
termasuk segala potensi sumber daya yang ada di wilayahnya.
Selain itu, krisis ekonomi dan kepercayaan yang melanda bangsa Indonesia memberikan dampak positif dan negatif berupa upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Penetapan Undang-Undang No.33 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, berimplikasi pada tuntutan otonomi yang lebih luas dan akuntabilitas publik yang nyata yang harus diberikan kepada Pemerintah Daerah Halim, 2007. Selanjutnya Undang-Undang ini
diganti dan disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
memberikan perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga terjadi reformasi dalam manajemen keuangan daerah.
Disempurnakannya Undang tentang Pemerintah Daerah dan Undang- tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengharuskan pemerintah memenuhi
akuntabilitas dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain: anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan. Pengelolaan pemerintah daerah yang berakuntabilitasi tidak bisa lepas dari
anggaran pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo 2004, yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah pemanfaataan sumber daya yang dilakukan
secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik.
Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan, sedangkan untuk
organisasi sektor publik anggaran merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik dan diberi masukan dalam rangka meningkatkan instansi pemerintah. Menurut
Mardiasmo 2009:12 anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: 1 alat perencanaan, 2 alat pengendalian, 3 alat kebijakan fiskal, 4 alat politik, 5 alat koordinasi dan
komunikasi, 6 alat penilai kinerja, 7 alat motivasi dan 8 alat menciptakan ruang publik. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja
yang diharapkan oleh masyarakat dan untuk menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat. Reformasi anggaran dengan anggaran berbasis kinerja yang dilakukan oleh pemerintah
mengakibatkan perubahan struktur anggaran dan perubahan proses penyusunan APBD untuk menciptakan transparasi dan meningkatkan akuntabilitas publik. Dimana anggaran berbasis kinerja
menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien dan efektif dalam pelaksanaannya dan tercapainya
suatu hasil outcome.
Menurut LAN Tahun 2008 Akuntabilitas Kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Penerapan anggaran berbasis kinerja dapat diukur melalui tahapan siklus anggaran sesuai
prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Agar terciptanya akuntabilitas dalam penerapaan anggaran tersebut maka diperlukannya penerapan anggaran berbasis kinerja yang baik
melalui 4 empat tahapan proses yaitu:
1. Perencanaan Anggaran
2. Pelaksanaan Anggaran
3. Pelaporan Pertanggungjawaban Anggaran
4. Evaluasi Kinerja
Dengan adanya penerapan anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat berpengaruh terhadap akuntabilitas pada instansi pemerintah daerah, karena semakin baik perencanaan anggaran,
pelaksanaan anggaran, pelaporan pertanggungjawaban anggaran dan evaluasi kinerja maka akuntabilitas kinerja yang dilakukan pemerintah semakin efektif.
Penelitian terdahulu yang membahas tentang penerapan anggaran dilakukan oleh Haspiarti 2012. Penelitian tersebut membuktikan bahwa penerapan anggaran yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pelaporan pertanggungjawaban dan evaluasi kinerja anggaran berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Pare-Pare .
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Sefriyana 2014. Penelitian tersebut menguji penerapan anggaran yang terdiri dari perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan
pertanggungjawaban anggaran dan evaluasi kinerja yang membuktikan bahwa perencanaan, pelaksanaan, pelaporanpertanggungjawaban, dan evaluasi kinerja berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Bengkulu.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Muda 2005 yang menguji tentang perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan pertanggungjawaban anggaran dan evaluasi kinerja yang
menunjukan bahwa perencanaan, pelaksanaan, pelaporanpertanggungjawaban dan evaluasi kinerja berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Sekretariat Kotamadya
Jakarta Selatan.
Tahun 2014, Badan Pemeriksa Keuangan BPK memberikan Opini Audit Wajar Tanpa Perkecualian WTP kepada 10 KabupatenKota dari 35 KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten Magelang belum mendapatkan opini tersebut karena BPK menemukan adanya kelemahan pengendalian intern dalam penyusunan laporan keuangan. Hal ini terkait dengan
akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Magelang yang merupakan cerminan dalam penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja.
Penelitian diatas mengevaluasi karakteristik yang berbeda-beda sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan di Indonesia. Hal ini memotivasi dilakukannya penelitian ulang dengan menguji
kembali penelitian yang dilakukan oleh Haspiarti 2012 dengan objek yang berbeda yaitu Instansi Pemerintah Kabupaten Magelang. Alasan dipilihnya Kabupaten Magelang adalah opini WDP atas
LKPD Kabupaten Magelang. Selain itu penelitian serupa juga belum pernah dilakukan di Kabupaten Magelang.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Magelang”
B. Rumusan Masalah