Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KEBIJAKAN PENYUSUNAN ANGGARAN, PENERAPAN ANGGARAN DAN BELANJA DAERAH BERBASIS KINERJA

TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

(Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

Disajikan Oleh :

ADE MASDAYANI 110503042

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/ atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/ atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2015 Yang Membuat Pernyataan

Ade Masdayani NIM. 110503042


(3)

ABSTRAK

Pengaruh Kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran Dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah

(Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh signifikan kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tersebut baik secara parsial maupun secara simultan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Asahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survey. Pengumpulan data dan informasi dilaksanakan dengan studi lapangan melalui kuesioner sebagai alat penelitian yang disebar kepada Bappeda dan Staf PPK-SKPD. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan menggunakan skala interval dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda.

Berdasarkan hasil analisis secara parsial dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja (X1) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) ditujukan oleh nilai signifikansi 0,207 > 0,05, kemudian tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel penerapan anggaran berbasis kinerja (X2) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) ditujukan oleh nilai signifikansi 0,156 > 0,05, dan terdapat pengaruh signifikan antara variabel penerapan belanja daerah berbasis kinerja (X3) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) ditujukan oleh nilai signifikansi 0,001 ≤ 0,05. Berdasarkan hasil analisis secara simultan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variabel kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja (X1) penerapan anggaran berbasis kinerja (X2) dan penerapan belanja daerah berbasis kinerja (X3) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) sebesar 23,1%. Adapun pengaruh dari variabel lain yang tidak diamati sebesar 76,9%.

Kata Kunci : Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja, dan Akuntabilitas Kinerja.


(4)

ABSTRACT

The Influence Of the Policy Budgeting Formulation, Budgeting Implementation And Expenditure Againts Of The Performance Based

Accountability Government (Local Government Of Asahan)

This study aimed to analyze the influence of the Government Accounting System and Human Resource Competency on the Quality of Financial Statements. The dependent variable in this study is the quality of the financial statements, while the independent variable in this study is the system of government accounting and human resource competencies.

The method used in this research is descriptive method with the survey approach. The collection of data and information held by field research through a questionnaire as a research tool to Bappeda and Staff PPK-SKPD. The data used for this research is qualitative data which are quantitative by using interval scale and analyzed by using multiple regression analysis.

Based on the partial results of the analysis can be concluded that there is no significant influence between the variables of performance based budgeting policy ( X1 ) to the accountability of performance ( Y ) addressed by the significant value of 0.207 > 0.05 , then there is no significant influence between the variables of the application of performance-based budgeting ( X2 ) to the accountability of performance ( Y ) addressed by the significant value of 0.156 > 0.05 , and there is significant influence between the variables of the application of performance-based shopping areas ( X3 ) to the accountability of performance ( Y ) addressed by the significant value of 0.001 ≤ 0.05 . Based on the results of simultaneous analysis can be concluded that there is significant influence between the variables of performance based budgeting policy ( X1 ) the application of based budgeting ( X2 ) and the implementation of performance-based shopping areas ( X3 ) to the accountability of performance ( Y ) of 23.1 % . As for the influence of other variables that are not observed to be 76.9 % .

Keywords : Policy Performance Based Budgeting , Application of Performance Based Budgeting , Application Performance Based Regional Expenditure and Performance Accountability .


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja

Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)” ini guna memperoleh Sarjana Ekonomi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa isi yang terkandung dalam skripsi ini belum sempurna, hal ini disebabkan oleh terbatasnya waktu, kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki dalam penyajiannya. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, yang nantinya dapat berguna untuk penyempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak, terutama untuk kedua orangtua Ayahanda Maskud dan Ibunda Masliah Asbah Sirait yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan materil, nasehat, serta doanya kepada peneliti.

Pada kesempatan ini juga penulis sertakan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., C.A., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, M.A.F.I.S., Ak., selaku


(6)

Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak., selaku Sekretaris Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Firman Syarif, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Ibu Mutia Ismail, S.E., M.M., Ak., selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, M.M., Ak. selaku Dosen Pembimbing pada penulisan skripsi.

5. Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, serta Bapak Iskandar Muda SE, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Kepada teman-teman Nonop, Ayyu Singh, Uweng, Wak Ecek Raya, Ika Oyong, Dian, Kiki Wamel, Yuli, Widari, dan seluruh teman – teman akuntansi angkatan 2011 yang senantiasa memberi dukungan, motivasi, dan bantuan kepada penulis.

7. Kepada teman-teman dan adek kos-kosan Ikaa Ukhti, Ale, Kihas, Ariesva, Lulu, Dhani, Kisun, dan Dina yang selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.


(7)

Dengan bantuan yang penulis dapatkan akhirnya dengan menyerahkan diri dan senantiasa memohon petunjuk serta perlindungan dari Allah SWT semoga amalan dan perbuatan baik tersebut mendapat imbalan yang baik pula.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Ade Masdayani NIM : 110503042


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu ... 10

2.1.1 Akuntabilitas Kinerja ... 10

2.1.2 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ... 13

2.1.3 Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja ... 13

2.1.4 Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja ... 20

2.1.5 Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja ... 30

2.2 PenelitianTerdahulu ... 33

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 35

2.3.1 Kerangka Konseptual... 35

2.3.2 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Definisi Operasional ... 38

3.2.1 Variabel Independen ... 38

3.2.2 Variabel Dependen ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 43

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 46

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

3.6 Metode Analisis Data ... 46

3.6.1 Analisis Deskriptif ... 47


(9)

3.6.2.1 Uji Validitas ... 47

3.6.2.2 Uji Realiabilitas ... 48

3.6.3 Uji Asumsi Klasik ... 48

3.6.3.1 Uji Normalitas ... 48

3.6.3.2 Uji Multikolinieritas ... 49

3.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 49

3.7 Pengujian Hipotesis ... 50

3.7.1 Uji Regresi Linier Berganda ... 50

3.7.2 Uji Parsial (t-test) ... 51

3.7.3 Uji Simultan (f-test) ... 52

3.7.4 Uji Adjusted R2 ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 10

4.1 Gambaran Umum ... 54

4.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

4.1.2 Karakteristik Responden ... 55

4.2 Analisis Deskriptif ... 56

4.3 Uji Kualitas Data ... 58

4.3.1 Uji Validitas ... 58

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 60

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 61

4.4.1 Uji Normalitas ... 61

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 64

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.5 Uji Hipotesis ... 67

4.5.1 Uji Parsial (t-test) ... 67

4.5.2 Uji Simultan (f-test) ... 69

4.5.3 Uji Adjusted R2 ... 70

4.6 Uji Regresi Linier Berganda ... 71

4.7 Pembahasan Hasil Penelitian ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Pengukuran Indikator Kinerja ... 28

2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 33

3.1 Definisi Operasional ... 41

3.2 Data Responden Penelitian ... 44

4.1 Sampel Penelitian ... 54

4.2 Jenis Kelamin Responden ... 55

4.3 Masa Jabatan Responden ... 55

4.4 Pendidikan Terakhir Responden ... 56

4.5 Descriptive Statistics ... 57

4.6 Uji Validitas Variabel X ... 59

4.7 Uji Validitas Variabel Y ... 60

4.8 Uji Reliabilitas ... 61

4.9 Uji Kolmogorov-Smirnov ... 64

4.10 Uji Multikolinieritas ... 65

4.11 Uji Parsial (t-test) ... 67

4.12 Uji Simultan (f-test) ... 69

4.13 Uji Koefisien Determinasi R2 ... 70


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 36

4.1 Uji Normalitas Histogram ... 36

4.2 Uji Normalitas Grafik PP Plots ... 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 80

2 Surat Izin Riset ... 87

3 Data Variabel Penelitian ... 88

4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel ... 96

5 Hasil Uji Statistik Deskriptif ...101

6 Hasil Uji Normalitas ...102

7 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ...104

8 Hasil Uji Multikolinieritas ...105

9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ...106

10 Hasil Uji Hipotesis ...107


(13)

ABSTRAK

Pengaruh Kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran Dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah

(Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh signifikan kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tersebut baik secara parsial maupun secara simultan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Asahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survey. Pengumpulan data dan informasi dilaksanakan dengan studi lapangan melalui kuesioner sebagai alat penelitian yang disebar kepada Bappeda dan Staf PPK-SKPD. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan menggunakan skala interval dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda.

Berdasarkan hasil analisis secara parsial dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja (X1) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) ditujukan oleh nilai signifikansi 0,207 > 0,05, kemudian tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel penerapan anggaran berbasis kinerja (X2) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) ditujukan oleh nilai signifikansi 0,156 > 0,05, dan terdapat pengaruh signifikan antara variabel penerapan belanja daerah berbasis kinerja (X3) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) ditujukan oleh nilai signifikansi 0,001 ≤ 0,05. Berdasarkan hasil analisis secara simultan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variabel kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja (X1) penerapan anggaran berbasis kinerja (X2) dan penerapan belanja daerah berbasis kinerja (X3) terhadap akuntabilitas kinerja (Y) sebesar 23,1%. Adapun pengaruh dari variabel lain yang tidak diamati sebesar 76,9%.

Kata Kunci : Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja, dan Akuntabilitas Kinerja.


(14)

ABSTRACT

The Influence Of the Policy Budgeting Formulation, Budgeting Implementation And Expenditure Againts Of The Performance Based

Accountability Government (Local Government Of Asahan)

This study aimed to analyze the influence of the Government Accounting System and Human Resource Competency on the Quality of Financial Statements. The dependent variable in this study is the quality of the financial statements, while the independent variable in this study is the system of government accounting and human resource competencies.

The method used in this research is descriptive method with the survey approach. The collection of data and information held by field research through a questionnaire as a research tool to Bappeda and Staff PPK-SKPD. The data used for this research is qualitative data which are quantitative by using interval scale and analyzed by using multiple regression analysis.

Based on the partial results of the analysis can be concluded that there is no significant influence between the variables of performance based budgeting policy ( X1 ) to the accountability of performance ( Y ) addressed by the significant value of 0.207 > 0.05 , then there is no significant influence between the variables of the application of performance-based budgeting ( X2 ) to the accountability of performance ( Y ) addressed by the significant value of 0.156 > 0.05 , and there is significant influence between the variables of the application of performance-based shopping areas ( X3 ) to the accountability of performance ( Y ) addressed by the significant value of 0.001 ≤ 0.05 . Based on the results of simultaneous analysis can be concluded that there is significant influence between the variables of performance based budgeting policy ( X1 ) the application of based budgeting ( X2 ) and the implementation of performance-based shopping areas ( X3 ) to the accountability of performance ( Y ) of 23.1 % . As for the influence of other variables that are not observed to be 76.9 % .

Keywords : Policy Performance Based Budgeting , Application of Performance Based Budgeting , Application Performance Based Regional Expenditure and Performance Accountability .


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pada saat sekarang ini, dalam penggunaan anggaran baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sering kali tercermin dari kinerja organisasi sektor publik yang tergambar tidak produktif, tidak efisien, rendah kualitas, dan miskin kreativitas. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang – undang Nomor 33 Tahun 2004 memberikan perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah yang mengakibatkan terjadinya reformasi dalam manajemen keuangan daerah. Dengan adanya Undang – undang tersebut, pemerintah diwajibkan untuk memenuhi akuntabilitas yang mana memperhatikan beberapa hal, yaitu : anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan.

Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 menetapkan bahwa APBD disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu dibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi untuk menyusun APBD dengan pendekatan kinerja. Anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Adapun kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik / masyarakat.

Perencanaan dalam menyiapkan suatu anggaran sangatlah penting. Anggaran bagaimanapun juga jelas mengungkapkan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai suatu paket


(16)

pernyataan, perkiraan, penerimaan, dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Di dalam tampilan anggaran selalu disertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di masa lalu.

Penyusunan anggaran oleh masing – masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus betul – betul dapat menyajikan suatu informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya.

Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik / masyarakat. Selain itu, anggaran merupakan dokumen atau kontrak politik antara pemerintah dan DPRD sebagai wakil rakyat, untuk masa yang akan dating (Mardiasmo, 2009: 68). Selanjutnya, DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran.

Penerapan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sangat diperlukan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil. Pembangunan atas kebutuhan masyarakat akan menjadikan landasan berfikir bagaimana mengoperasikan


(17)

bagaimana otonomi sehingga betul – betul mencapai sasaran yaitu meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam menjalankan revolusi perputaran pemerintahan, memang sangatlah penting apabila kita bisa mengetahui seberapa besarnya belanja daerah yang dihasilkan oleh pemerintah kita sendiri. Belanja daerah di masing – masing daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi keuangan daerah dan kemampuan daerah dalam menggali sumber – sumber keuangan sendiri serta transfer dari pusat.

Kegiatan perencanaan dan penganggaran yang melibatkan seluruh unsur pelaksana yang ada di Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD), mulai dari penentuan program dan kegiatan, klasifikasi belanja daerah, penentuan standarisasi biaya, penentuan indikator kinerja dan target kinerja, sampai jumlah anggaran yang bisa diperkirakan untuk disediakan, memerlukan perhatian yang serius bagi pimpinan satuan kerja perangkat daerah beserta pelaksana program kerja dan kegiatan. Dalam setiap dokumen anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang akan dianggarkan.

Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan penerapan manajemen kinerja pada sektor publik yang sejalan dan konsisten dengan penerapan reformasi birokrasi, yang berorientasi pada pencapaian outcomes dan


(18)

upaya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.

Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah harus melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif (value for money) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa manajemen keuangan daerah masih memprihatinkan. Anggaran daerah, khususnya belanja daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam mendorong laju perkembangan di daerah. Disisi lain banyak ditemukan pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas dan kurang mencerminkan aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas, karena kualitas perencanaan anggaran daerah relatif rendah (Fathillah, 2001).

Dalam menyusun anggaran, pemerintah daerah dituntut untuk kreatif dan inovatif, karena pada umumnya penganggaran akan menghadapi masalah pengalokasian. Masalah pengalokasian ini terutama terkait dengan sumber daya. Tidak semua daerah kaya akan sumber daya dan potensi. Dengan sumber daya yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata


(19)

agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum (Kawedar dkk, 2008).

Jika suatu organisasi menerapkan anggaran berbasis kinerja yang kurang memadai, maka akan menimbulkan hambatan dan akhirnya informasi akuntansi hasilnya memburuk yang akan mempengaruhi ketepatan pengambilan keputusan. Dengan kurang memadainya penerapan anggaran berbasis kinerja, hal tersebut dapat mempengaruhi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang kurang baik. Laporan akuntabilitas kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi untuk memberikan gambaran mengenai tingkatan pencapaian kinerja, sasaran program dan kegiatan serta indikator makro baik keberhasilan – keberhasilan kinerja yang telah dicapai maupun kegagalan pada periode tahun tertentu.

Anggaran yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan oleh satuan kerja yang ada dalam pemerintah daerah dengan sendirinya akan berinteraksi dengan individu – individu yang ada dalam pemerintahan. Peranan dan kepentingan individu dalam organisasi pemerintah daerah untuk mencapai tujuan pemerintah daerah didasarkan pada ketertarikan individu untuk memenuhi tujuan atau kepentingannya. Namun sering terjadi tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah bertentangan dengan tujuan individu sehingga menghasilkan kinerja individu yang rendah atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja dari masing – masing individu tersebut akan berpengaruh pada kinerja pemerintah secara menyeluruh.

Proses penganggaran merupakan kegiatan yang penting dan melibatkan berbagai pihak. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran pimpinan satuan kerja dalam melaksanakan satuan program atau bagian dalam


(20)

program. Penganggaran memerlukan kerjasama para pimpinan satuan kerja dalam organisasi pemerintahan. Struktur organisasi satuan kerja menunjukkan tanggungjawab setiap pelaksana anggaran. Setiap pelaksana bertanggungjawab untuk menyiapkan dan mengelola elemen anggarannya msing – masing.

Sehubungan dengan pemaparan latar belakang tersebut jelas terdapat kaitan dengan anggaran berbasis kinerja (performance budgeting) terutama pada konsep penyelesaian kinerja disetiap SKPD dengan contoh sebagai berikut :

Berkaitan dengan anggaran berbasis kinerja terutama pada konsep penyelesaian kinerja misalnya dinyatakan bahwa PNS (Pegawai Negeri Sipil) diberi sejumlah bayaran atau tunjangan untuk menyelesaikan satu program pekerjaan, maka otomatis diperlukan penyusunan anggaran diawal dan diharuskan mempunyai target kinerja dalam penyelesaian program pekerjaan tersebut. Dengan semakin banyak kinerja yang dicapai PNS sesuai dengan target maka anggaran pun akan semakin besar. Dan sesuai dengan konsep anggaran berbasis kinerja bahwa ada indikator dalam penyelesaian kinerja disetiap program yaitu ekonomis, efektif dan efisien. Maka, jelaslah bahwa dalam menyelesaikan suatu program kerja diharapkan setiap kelompok organisasi atau setiap individu harus menggunakan dana penyelesaian program pekerjaan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan tidak menggunakan dengan berlebihan (ekonomis), dapat menyelesaikan program kerja dengan tepat waktu sesuai dengan terget yang direncanakan (efektif), dan dapat menggunakan sumber daya yang ada, tenaga, dan waktu yang tidak berlebihan (efisien).


(21)

Kinerja dari setiap kelompok organisasi atau setiap individu – individu tersebut dalam penyelesaian program kerja akan sangat mempengaruhi kualitas penyelenggaraan dan pembangunan pemerintah tersebut. Pertanggungjawaban sangat diutamakan dalam penyelesaian program kerja yang dibebankan pada setiap kelompok oeganisasi atau pun setiap individu. Kinerja tetap merupakan konsep yang terus berkembang untuk mencapai kesepakatan apa yang mewakili kinerja, terutama kinerja yang berhasil, makin sulit untuk dicapai karena sifat dari aktivitas sektor publik

Berdasarkan penjelasan dan uraian latar belakang di atas, penulis

berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan

Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran Dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Di Kabupaten

Asahan”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan ? 2. Apakah penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan ?

3. Apakah penerapan belanja daerah berbasis kinerja berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan ?


(22)

4. Apakah kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan ?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.

2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.

3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan belanja daerah berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.

4. Untuk mengetahui apakah kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat secara umum dan secara khusus kepada :

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang akuntansi pemeritahan, khususnya bagaimana


(23)

kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah.

2. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Asahan, sebagai informasi tambahan referensi dan masukan dalam merumuskan kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja yang dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja pada setiap dinas – dinas yang ada di pemerintahan daerah Kabupaten Asahan.

3. Bagi masyarakat umum, agar dapat menjadi lebih bijak dalam memahami program – program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan yang berguna dalam menambah pengetahuan, untuk yang berminat dalam pembahsan mengenai kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran, dan belanja daerah berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

2.1.1 Akuntabilitas Kinerja

Dalam pengertian yang sempit akuntabilitas dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban yang mengacu kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggungjawab dan untuk apa organisasi (pekerja individu) bertanggungjawab. Dalam pengertian luas, akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Makna akuntabilitas ini merupakan konsep filosofis inti dalam manajemen sektor publik. Dalam konteks organisasi pemerintah, sering ada istilah akuntabilitas publik yang berarti pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak – pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak- hak publik. Dalam peran kepemimpinan, akuntabilitas dapat merupakan pengetahuan dan adanya pertanggungjawaban terhadap tiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula di dalamnya administrasi publik pemerintahan, dan pelaksanaan dalam lingkup peran atau posisi kerja yang


(25)

mencakup di dalam mempunyai suatu kewajiban untuk melaporkan, menjelaskan dan dapat dipertanyakan bagi tiap – tiap konsekuensi yang sudah dihasilkan.

Akuntabilitas harus merujuk kepada sebuah spektrum yang luas dengan standar kinerja yang bertumpu pada harapan publik sehingga dapat digunakan untuk menilai kinerja, responsivitas, dan juga moralitas dari para pengemban amanah publik. Konsepsi akuntabilitas dalam arti luas ini menyadarkan kita bahwa pejabat pemerintah tidak hanya bertanggungjawab kepada otoritas yang lebih tinggi dalam rantai komando institusional, tetapi juga bertanggungjawab kepada masyarakat umum, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan banyak stakeholders lain. Jadi, penerapan akuntabilitas ini, di samping berhubungan dengan penggunaan kebijakan administratif yang sehat dan legal, juga harus bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat atas bentuk akuntabilitas formal yang ditetapkan.

Akuntabilitas publik menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) ada tiga, yaitu :

1. Akuntabilitas keuangan

Merupakan pertanggungjawaban tentang hal yang berhubungan dengan integritas keuangan, taat pada aturan, dan sebagainya.

2. Akuntabilitas manfaat


(26)

3. Akuntabilitas procedural

Pertanggungjawaban mengenai tata cara pelaksanaan kebijakan apakah telah mempertimbangkan moralitas, hokum, etika, dan sebagainya.

Ruang lingkup akuntabilitas tidak hanya pada bidang keuangan saja, tetapi meliputi :

1. Fiscal accountability

Akuntabilitas yang dituntut masyarakat berkaitan pemanfaatan hasil perolehan pajak dan retribusi.

2. Legal accountability

Akuntabilitas yang berkaitan dengan bagaimana undang – undang maupun peraturan dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pemegang amanah.

3. Program accountability

Akuntabilitas yang berkaitan dengan bagaimana pemerintah mencapai program – program yang telah ditetapkan.

4. Process accountability

Akuntabilitas yang berkaitan dengan bagaimana pemerintah mengolah dan memberdayakan sumber – sumber potensi daerah secara ekonomi dan efisien.

5. Outcome accountability

Akuntabilitas yang berkaitan dengan bagaimana efektivitas hasil dapat bermanfaat memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.


(27)

2.1.2 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) dan memerangi praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) telah secara tegas dituangkan dalam TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN; dan Undang – undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Memang sejak bergulirnya reformasi, berbagai upaya telah dilakukan di negara ini untuk menjadikan penyelenggara (pemegang amanah) menjadi akuntabel kepada pihak yang telah mempercayainya.

Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Pertanggungjawaban bukan hanya dalam bentuk formalitasnya akan tetapi yang lebih penting adalah dari sudut substansi dan semangat untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

2.1.3 Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan proses penganggaran daerah dimana secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran (budget operational planning). Penyusunan kebijakan umum APBD termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran yang berkaitan dengan analisis fiscal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya keuangan.


(28)

Penyusunan Rancangan Kerja Anggaran (RKA) SKPD merupakan bentuk pengalokasian sumber daya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening. Prioritas dan pelaporan anggaran sementara (PPAS) adalah jumlah anggaran yang diberikan pada SKPD untuk setiap program dan kegiatan sehingga PPAS digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RKA. Rencana kerja dan anggaran (RKA) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.

Dalam menyusun anggaran berbasis kinerja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu prinsip – prinsip penganggaran, aktivitas semua dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, peranan legislatif, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBD, dan penggunaan anggaran berbasis.

Adapun prinsip – prinsip penganggaran, yaitu : 1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran

APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh dari masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan – kebutuhan hidup masyarakat.


(29)

2. Disiplin anggaran

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum atau tidak tersedia anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD.

3. Keadilan anggaran

Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat. 4. Efisiensi dan efektivitas anggaran

Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan untuk kepentingan masyarakat.

5. Disusun dengan pendekatan kinerja

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang ditetapkan.

Aktivitas utama dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah mendapatkan data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya.


(30)

Proses mendapatkan data kuantitatif bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengertian tentang berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Sedangkan proses pengambilan keputusannya melibatkan setiap level dari manajemen pemerintahan. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan tersebut akan sangat tergantung pada data tentang target kinerja yang diharapkan dapat dicapai.

Peranan legislatif dalam penyusunan anggaran yaitu pada alokasi anggaran setiap program di masing – masing unit kerja pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Prioritas dan pilihan pengalokasian anggaran pada tiap unit kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi diantara bagian dalam lembaga legislatif dan eksekutif. Dalam usaha mencapai kesepakatan, seringkali keterkaitan antara kinerja dan alokasi anggaran menjadi fleksibel dan longgar namun dengan adanya analisa standar belanja, alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Berdasarkan kesepakatan tersebut pada akhirnya akan ditetapkanlah Perda APBD.

Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan kebijakan umum APBD sampai dengan disusunnya rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah berdasarkan Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Undang – undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004, adapun tahapan siklus perencanaan anggaran daerah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD


(31)

paling lambat pada pertengahan bulan Juli tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Proses penyusunan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan yang selain diikuti oleh unsur – unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan atau menyerap aspirasi masyarakat terkait antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.

2. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahunan anggaran berikutnya.

3. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD. 4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD

tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.

5. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.


(32)

6. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola kauangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.

7. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen – dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.

8. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat – lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Siklus APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berdasarkan Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Standar Akuntansi Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :

a. Anggaran pendapatan b. Anggaran belanja c. Transfer

d. Pembiayaan

Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan amanat rakyat kepada pemrintah daerah untuk mewujudkan aspirasi dan kebutuhan mereka. Anggaran merupakan refleksi aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam satu tahun fiskal tertentu yang dinyatakan dalam satuan mata uang. Di sisi pemerintah daerah, perwujudan amanat rakyat ini dinyatakan dalam bentuk rencana kerja yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dengan


(33)

menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, penyusunan anggaran daerah harus berorientasi pada kepentingan masyarakat atau publik. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya mencakup dua hal yaitu struktur (bentuk dan susunan) anggaran, proses (mekanisme) penyusunan anggaran.

a. Struktur anggaran kinerja

Struktur anggaran kinerja terdiri atas elemen – elemen pendapatan, belanja, dan pendapatan daerah yang memberikan gambaran antara lain mengenai :

a. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.

b.Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.

c.Bagian APBD yang mendanai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal atau investasi untuk pelayanan publik dan aparatur.

b. Proses penyusunan anggaran kinerja

Proses penyusunan anggaran kinerja meliputi beberapa tahap yaitu : a. Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD berdasarkan hasil

penjaringan aspirasi masyarakat dan dokumen perencanaan daerah. b.Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD dengan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah disusun strategi dan prioritas APBD.


(34)

c.Strategi dan prioritas APBD selanjutnya menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan.

d.Anggaran disusun berdasarkan program dan kegiatan yang telah direncanakan.

Penyusunan anggaran berbasis kinerja bertujuan untuk dapat meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya dan efektivitas penggunaannya sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sehingga dengan adanya anggaran berbasis kinerja tersebut diharapkan anggaran dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat mendukung peningkatan transparansi dan akuntabilitas manajemen sektor publik. Selain itu, anggaran berbasis kinerja memfokuskan pemanfaatan anggaran untuk perbaikan kinerja organisasi yang berpedoman pada prinsip value for money.

2.1.4 Penerapan Anggaran Berbais Kinerja

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.


(35)

APBD terdiri atas :

1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain – lain.

b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

c. Lain – lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah.

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun – tahun anggaran berikutnya.

Fungsi anggaran pendapatan dan belanja daerah :

1. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan pada APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

2. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.


(36)

3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektivitas perekonomian daerah.

5. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan – kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.

6. Fungsi stabilitasi memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Anggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2006:171). Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk mencoba mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan public (Mardiasmo, 2002:84). Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja


(37)

akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang (Bastian, 2006:275).

Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa anggaran sektor publik pemerintahan terutama sangat penting karena :

1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2. Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang sedangkan sumbernya yang ada terbatas.

3. Untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggungjawab terhadap rakyat.

Anggaran kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Penjelasan PP Nomor 15 Tahun 2008 pasal 8 yaitu anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Suatu anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil karya (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan.


(38)

2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input yang digunakan).

3. Input (masukan) adalah besarnya daya, sumber daya manusia, material, waktu dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan input yang digunakan. 4. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan input (masukan) dengan output

(keluaran).

Penerapan anggaran berbasis kinerja di era New Public Management ditandai dengan pelaksanaan prinsip – prinsip good government dalam segala bidang. Di bidang keuangan sektor publik, sistem manajemen kauangan yang baik dan mampu mewujudkan prinsip – prinsip good government, termasuk didalamnya sistem perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Transparansi dalam proses persiapan anggaran dan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintah, tentunya akan menunjang penggalian, pengalokasian serta penggunaan sumber – sumber ekonomi secara bertanggungjawab.

Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas. Dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau


(39)

pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif.

Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran pemerintah, hal tersebut memberi arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar – benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut, tetapi juga berhak menutut pertanggungjawaban atas rencana maupun pelaksanaan anggaran tersebut.

Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja, lima komponen pokok yang harus bekerja dengan baik, yaitu :

1. Satuan kerja

Sebagai penanggungjawab pelaksana kegiatan untuk mencapai output yang diharapkan dari kegiatan atau subkegiatan.

2. Kegiatan

Serangkaian tindakan yang akan dilaksanakan satuan kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya untuk menghasilkan output yang ditentukan.


(40)

3. Output/keluaran

Merupakan hasil dari pelaksanaan kegiatan satuan kerja. 4. Standar biaya

Perhitungan biaya input dan biaya output didasarkan pada standar biaya yang telah ditetapkan, baik yang bersifat umum maupun khusus. 5. Jenis belanja

Setiap rencana belanja harus dibebankan pada jenis belanja sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk dapat menerapkan anggaran berbasis kinerja diperlukan langkah – langkah pokok sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana strategi, yang mencakup pertanggungjawaban/pelaksanaan program.

2. Sinkronisasi, yakni sinkronisasi program dan kegiatan/subkegiatan. Langkah ini dimaksudkan untuk :

a. Menata alur keterkaitan antara subkegiatan, kegiatan dan program terhadap kebijakan yang melandasi.

b. Memastikan bahwa kegiatan/subkegiatan yang diusulkan benar – benar akan menghasilkan output yang mendukung pencapaian sasaran/kinerja program.

c. Memastikan bahwa sasaran/kinerja program akan mendukung pencapaian tujuan kebijakan.


(41)

3. Penyusunan kerangka acuan, yang menguraikan dengan jelas bagaimana program dan isinya terkait dengan upaya mencapai tujuan kebijakan yang melandasinya. Kerangka acuan harus menggambarkan :

a. Uraian mengenai pengertian kegiatan dan mengapa kegiatan perlu dilaksanakan dalam hubungan dengan tugas pokok dan fungsi. b. Satuan kerja/personil yang bertanggungjawab melaksanakan

kegiatan untuk mencapai output dan siapa sasaran yang akan menerima layanan dari kegiatan.

c. Rincian pendekatan/metodologi dan jangka waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.

d. Uraian singkat mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan serta melengkapi dengan uraian alur pikir keterkaitan antara kegiatan/subkegiatan.

e. Data input sumber daya yang diperlukan, terutama perkiraan biayanya.

f. Sistem monitoring, evaluasi hasil/keluaran dari pelaksanaan kegiatan.

4. Perumusan/penerapan indikator kinerja

Indikator kinerja adalah bagian penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja. Indikator kinerja merupakan performance commitment yang dijadikan dasar atau kriteria penilaian kinerja


(42)

instansi pemerintah. Ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut :

a. Masukan (input) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan/subkegiatan.

b. Keluaran (output) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan/subkegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. c. Hasil (outcome) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat

keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program dan atau kegiatan/subkegiatan yang sudah dilaksanakan.

d. Manfaat (benefit) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah.

e. Dampak (impact) yaitu tolak ukur berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.

Adapun ilustrasi dari pengukuran indikator kinerja sebagai berikut :

Tabel 2.1

Pengukuran Indikator Kinerja

Sektor Input Output Outcome Benefit Impact

Administrasi umum

Jumlah staf

Jumlah kertas kerja

Keputusan yang lebih baik

Terbuka untuk didiskusikan

Stabilitas administrasi umum secara makro


(43)

Pendidikan Rasio guru dan siswa Tingkat nilai yang didapat Tingkat literasi yang lebih baik Memberikan ruang yang lebih luas bagi siswa untuk berekspresi Memberantas kebodohan dan kemiskinan Hukum Anggaran Kasus yang

ada Tingkat kasasi yang rendah Bantuan bagi terdakwa yang miskin Jumlah kasus yang ada berkurang Polisi Jumlah

kendaraan polisi Jumlah penangkapan Penurunan tingkat kriminalitas Penghormatan kepada hak – hak warga

Mengurangi angka prilaku kejahatan Kesehatan Rasio

perawat dan penduduk Jumlah vaksinasi Morbiditas lebih rendah Penanganan yang tidak pandang bulu Stabilitas kesehatan secara makro Sosial Jumlah

pekerja sosial Jumlah anggota masyarakat yang dibantu Berkurangnya tuna sosial Perlakuan yang bermartabat kepada tuna sosial Jumlah pekerja sosial meningkat

5. Pengukuran kinerja/akuntabilitas kinerja

Anggaran berbasis kinerja perlu didukung oleh akuntabilitas kinerja yang menunjukkan pertanggungjawaban instansi pemerintah atas keberhasilan atau kegagalan pengelolaan dan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang dilakukan secara periodik diukur dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar akuntabilitas kinerja dapat berjalan dengan baik diperlukan sistem pengukuran kinerja dan sistem pengelolaan kinerja yang dapat bekerja secara sinergis.

6. Pelaporan kinerja

Langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang dituangkan dalam laporan


(44)

akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, objektif dan transparan. Laporan akuntabilitas kinerja menguraikan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta berguna sebagai bahan evaluasi atau umpan balik bagi pihak – pihak yang bersangkutan.

2.1.5 Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja

Komponen berikutnya dari APBD adalah belanja daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dimaksud diwujudkan dalam bentuk pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas, pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Belanja daerah harus mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 166).

Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya


(45)

pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Secara umum belanja daerah terdiri dari :

1. Belanja aparatur, terbagi atas belanja pegawai (gaji), barang dan jasa, perjalanan dinas, dll.

2. Belanja publik, terbagi atas belanja pegawai, perjalanan dinas, biaya pemeliharaan, dll.

Arah kebijakan umum pengelolaan belanja daerah dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Mengalokasikan anggaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan rencana strategis SKPD secara adil.

2. Kinerja SKPD menjadi pertimbangan dalam alokasi anggaran.

3. Bidang – bidang strategis yang perlu mendapatkan perhatian utama dalam alokasi anggaran.

4. Setiap SKPD dalam mendistribusikan anggarannya harus memperhatikan prinsip value for money (efektif, efisien, dan ekonomis).

Menurut Permendagri 13 Tahun 2006, pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Dimana kas umum daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah. Pengeluaran daerah terdiri dari :


(46)

1. Belanja daerah

Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.

Jenis – jenis belanja sebagai berikut : a. Belanja tidak langsung

Belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksana program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

b. Belanja langsung

Belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Ketiga jenis belanja langsung untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah ini dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan.

2. Pengeluaran pembiayaan daerah

Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.


(47)

Jenis – jenis pembiayaan daerah : a. Penerimaan pembiayaan

Semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun – tahun anggaran berikutnya. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, penerimaan piutang daerah.

b. Pengeluaran pembiayaan

Pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun – tahun anggaran berikutnya. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah.

2.2Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

1. Maria Hehanusa (2010)

Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Aparat : Integrasi Variabel Intervening Dan Variabel Moderating

Partisipasi anggaran, Kinerja Aparat

Menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja aparat melalui kepuasan kerja.

2. Hijrani Putri Lubis

Analisis Pengaruh Pemberlakuan

Anggaran Pemberlakuan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberlakuan


(48)

Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan

Pemerintah

Daerah Kabupaten Deli Serdang Berbasis Kinerja, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang

secara simultan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang

3. Afiah (2010)

Tinjauan Penganggaran

Berbasis Kinerja Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Pemerintahan Indonesia Penganggaran Berbasis Kinerja, Upaya Peningkatan Kinerja

Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan membangun suatu sistem anggaran berbasis kinerja yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan

4. Cipta Hendra (2011) Analisis Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance

Based Budgeting) Pada Pemerintah Daerah

(Studi Eksploratif Pada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar) Penerapan penganggaran berbasis kinerja, Pemerintah Daerah

Hasil penelitian menunjukkan secara umum indikator kinerja yang digunakan dalam dokumen anggaran tersebut belum memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik..

Dengan demikian,

persyaratan mendasar dalam penerapan bentuk sederhana performancebased budgeting belum terpenuhi dalam

penyusunan APBD

Kabupaten Tanah Datar tahun anggaran 2009 dan 2010 5. Margaretha

Hendriani Y (2011)

Evaluasi Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Laporan

Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (Dinas Pendidikan

Kabupaten Bantul)

Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

Hasil penelitian diperoleh temuan bahwa penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam setiap elemen sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yaitu perencanaan strategis, pengukuran kinerja, dan penyajian informasi dalam laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah telah sesuai dengan kriteria yang disebutkan dalam


(49)

LAKIP yang diterbitkan oleh kementrian pendayagunaan aparatur negara RI

2.3Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual

Menurut Erlina (2011) menyatakan bahwa kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor – faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka teoritis akan menghubungkan secara teoritis antara variabel – variabel penelitian, yaitu variabel bebas, dan variabel terikat.

Reformasi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan perubahan struktur anggaran dan perubahan proses penyusunan APBD untuk menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas publik. Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja. Anggaran menjadi suatu hal yang sangat relevan dan penting di lingkup pemerintahan karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adanya perubahan dalam hal pertanggungjawaban dari pertanggungjawaban vertikal ke pertanggungjawaban horizontal menurut DPRD mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Akuntabilitas melalui anggaran meliputi penyusunan anggaran sampai dengan pelaporan anggaran.


(50)

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual sebagai berikut :

H1

H2

H3

H4

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.3.2 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2011) “Hipotesis merupakan proporsi yang

dirumuskan dengan maksud untuk di uji secara empiris”. Proporsi merupakan

ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, dapat disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena – fenomena. Hipotesis merupakan penjelasan

Kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja

( )

Anggaran berbasis kinerja ( )

Belanja daerah berbasis kinerja ( )

Akuntabilitas kinerja (Y)


(51)

sementara mengenai prilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Berdasarkan dari kerangka konseptual di atas, maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja berpengaruh secara parsial terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.

H2 : Penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh secara parsial terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemeritah di Kabupaten Asahan. H3 : Penerapan belanja daerah berbasis kinerja berpengaruh secara parsial terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan. H4 : Kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja berpengaruh secara simultan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain asosiatif kausal. Desain Kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar varibel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya yaitu hubungan sebab akibat. Dalam Penelitian ini terdapat variabel independen dan variabel dependen. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh kebijakan penyusunan anggaran, penerapan anggaran dan belanja daerah berbasis kinerja terhadap akuntabilitas instansi pemerintah di Kabupaten Asahan.

3.2Definisi Operasional

Menurut Jogiyanto (2010) “defenisi operasional menjelaskan karakteristik

dari objek (perusahaan) kedalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalkan di dalam riset. Variabel independen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi terikat, karena adanya variabel bebas”. Berdasarkan desain penelitian asosiatif kausal yang merupakan desain penelitian yang menunjukkan hubungan antara variabel independen terhadap variable dependen, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.2.1 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja, penerapan anggaran berbasis kinerja, dan belanja daerah berbasis kinerja.


(53)

A. Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Penyusunan anggaran berbasis kinerja bertujuan untuk dapat meningkatkan efisiensi dan pengalokasian sumber daya dan efektivitas penggunaannya sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oelh pemerintah daerah sehingga dengan adanya anggaran berbasis kinerja tersebut diharapkan anggaran dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat mendukung peningkatan transparansi dan akuntabilitas manajemen sektor publik. Selain itu, anggaran berbasis kinerja memfokuskan pemanfaatan anggaran untuk perbaikan kinerja organisasi yang berpedoman pada prinsip value for money.

B. Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

Penerapan anggaran berbasis kinerja di Indonesia mempunyai tantangan yang tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih berat adalah mengubah mind set tidak hanya pada lingkungan pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Reformasi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan perubahan struktur anggaran dan perubahan proses penyusunan APBD untuk menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas publik. Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja.


(54)

C. Penerapan Belanja daerah Berbasis Kinerja

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

3.2.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas merupakan kewajiban dari individu – individu penguasa yang dipercaya mengelola sumber – sumber daya publik untuk mempertanggungjawabkan berbagai hal menyangkut fiskal, manajerial dan program. Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan


(55)

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan – tujuan dan sasaran – sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Tabel 3.1 Definisi Operasional Jenis Variabel Nama

Variabel Defenisi Operasional

Pengukuran

Variabel Skala

Independen Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Merupakan tata cara atau tahapan yang dilakukan untuk membentuk sebuah anggaran yang berlandaskan kinerja setiap individu yang bersangkutan dalam penyusunan anggaran tersebut.

Variabel ini diukur

dengan melihat (1) penyusunan rencana kerja pemerintah daerah; (2) penyusunan rancangan kebijakan umum

anggaran; (3) penetapan prioritas dan plafon

anggaran sementara; (4)

penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD; (5) penyusunan rancangan perda APBD; dan (6) penetapan APBD. Interval Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan

suatu pendekatan dalam sistem penganggaran

Variabel ini diukur

dengan melihat program,


(56)

keterkaitan antara pendanaan dengan output/keluaran dan outcome/hasil yang diharapkan, serta memperhatikan

efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. (Departemen Keuangan Republik Indonesia, Modul

Keuangan Negara, 2008 : 15)

kinerja individu dan jenis belanja. Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja

Belanja daerah merupakan realisasi belanja yang tertuang

dalam APBD

pemerintah daerah yang diarahkan untuk mendukung

penyelenggaraan pemerintah,

pembangunan, dan pembinaan

kemasyarakatan.

Variabel ini diukur

dengan melihat program, output, input, kinerja

individu dan jenis belanja.

Interval

Depeden Akuntabilita s Kinerja

Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk

mempertanggungjawab kan

keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan – tujuan dan sasaran – sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.

Variable ini diukur dengan melihat rencana strategis, rencana kinerja, kesepakatan kinerja, laporan akuntabilitas, penilaian sendiri, penilaian kinerja, dan kendali manajemen.


(57)

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Menurut Erlina (2011:81) populasi adalah sekelompok entitas yang lengkap yang dapat berupa orang, kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu, yang berada dalam suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah seluruh staf Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) dari 40 SKPD di Kabupaten Asahan sebagai unit analisis, sehingga dapat dijadikan sebagai responden untuk melakukan pencarian data secara primer.

3.3.2 Sampel

Menurut Erlina (2011:82) sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah staf Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) di Kabupaten Asahan sebanyak 2 orang untuk setiap SKPD. Oleh karena populasi memiliki karakteristik tugas pokok dan fungsi maka penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Dalam metode ini pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu, kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan (judgment) atas berdasarkan kuota tertentu. Responden dalam penelitian ini adalah staf PPK-SKPD di Pemerintahan Kabupaten Asahan. Berikut merupakan rincian data responden penelitian :


(58)

Tabel 3.2

Data Responden Penelitian

No. Nama SKPD/Entitas Akuntansi

1. Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Asahan 2. Bagian Hukum Kabupaten Asahan

3. Bagian Kesejahteraan Sosial Kabupaten Asahan 4. Bagian Ekonomi Kabupaten Asahan

5. Bagian Pembangunan Kabupaten Asahan

6. Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Asahan 7. Bagian Organisasi dan Tata Laksana Kabupaten Asahan 8. Bagian Umum Kabupaten Asahan

9. Dinas Pendapatan Kabupaten Asahan 10. Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan 11. Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan

12. Dinas koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan 13. Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Asahan

14. Dinas Perhubungan Kabupaten Asahan

15. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan 16. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Asahan

17. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Asahan 18. Dinas Pertanian Kabupaten Asahan

19. Dinas Peternakan Kabupaten Asahan

20. Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Kabupaten Asahan 21. Dinas Sosial Kabupaten Asahan

22. Dinas Tata Kota Kabupaten Asahan

23. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Asahan

24. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Asahan 25. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Asahan 26. Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Asahan

27. Badan Pengelola Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Asahan

28. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Kabupaten Asahan 29. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Asahan

30. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kabupaten Asahan

31. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Asahan

32. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Asahan 33. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Asahan 34. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Asahan 35. Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Asahan


(59)

38. RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kabupaten Asahan 39. Sekretaris DPRD Kabupaten Asahan

40. Sekretaris Korpri Kabupaten Asahan

Adapun langkah-langkah pengambilan sampel dan penyebaran kuesioner adalah sebagai berikut :

1. Kuesioner dikirim ke seluruh anggota populasi yang menjadi responden.

2. Setelah satu minggu, peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh para responden.

Setelah batas waktu yang ditentukan dan kuesioner telah dikembalikan oleh responden, maka peneliti akan melakukan pengolahan data jika jumlah kuesioner yang terkumpul sudah lebih dari 30, tetapi jika data belum mencukupi maka akan dicoba lagi untuk mengirimkan kuesioner kepada responden yang belum mengembalikan kuesioner.

Penjelasan atau dasar hitung kuesioner sudah dapat diolah jika jumlah kuesioner yang terkumpul sudah lebih dari 30 yaitu jika sampel yang ingin diteliti di bawah 100 maka sebaiknya diambil semua. Namun, jika penelitian dengan total populasi (pegawai) yang jumlahnya di atas 100 orang, misalkan 110 orang, maka nilai n = 30 (batas minimal) dijadikan untuk uji coba instrumen, sedangkan untuk jumlah sampel yang digunakan bisa menggunakan cara perhitungan sampel (Rumus Slovin) atau seluruh populasi yang berjumlah 110 orang tersebut bisa digunakan seluruhnya.


(60)

3.4Jenis dan Sumber Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan sumber data primer yang dibutuhkan dapat dari sumber asli atau tanpa perantara. Dalam penelitian ini data primer berupa hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden, yaitu staf PPK-SKPD. Instrumen dalam kuesioner merupakan replikasi dari penelitian terdahulu. (Asep Ginanjar Priatna, 2010), (Indriana Damaianti, 2014), (Robinson, 2006), dan (Geisella Br Barus, 2013 dan Haspiarti, 2012).

3.5Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Pemerintah Kabupaten Asahan dengan memberikan kuesioner kepada responden yang menjadi sampel pada wilayah tersebut.

3.6Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik kuesioner yaitu memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab yang kemudian dikumpulkan. Kuesioner dalam penelitian ini bersifat kuantitatif, oleh karena itu bentuk pertanyaan tertutup untuk pengukuran responden. Kuesioner ini menghasilkan data interval dengan menggunakan skala Likert dengan penilaian rentang skor dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi yaitu 1 sampai 5 terhadap tingkat setuju atau ketidaksetujuan. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tertentu tentang fenomena sosial.


(61)

3.6.1 Analisis Deskriptif

Statistik ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai responden yang menunjukkan tingkat pendidikan, dan lamanya bekerja. Sedangkan analisis ini berguna untuk memberikan deskriptif tentang variabel-variabel penelitian yang digunakan.

3.6.2 Uji Kualitas Datas 3.6.2.1Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau kesahihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukurnya (Ancok, 1998 : 120).. Faktor-faktor yang mengurangi validitas data antara lain kepatuhan responden mengikuti petunjuk pengisian kuosioner dan tidak tepatnya formulasi alat pengukur yaitu bentuk dan isi kuesioner (Hakim : 1999 dalam widyastuti : 2000). Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik, dengan kriteria sebagai berikut :

1) Jika r hitung positif dan r hitung > r tabel, maka butir pertanyaan

tersebut valid

2) Jika r hitung negatif atau r hitung < r tabel, maka butir pertanyaan

tersebut tidak valid

3) r hitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item Total Corelation

Nilai r tabel dapat diperoleh melalui df (degree of freedom) = n-k,


(1)

103


(2)

104

Hasil Uji Kolmogorov Smirnov

Unstandardized Residual

N 67

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 2.43208740

Most Extreme Differences Absolute .077

Positive .070

Negative -.077

Kolmogorov-Smirnov Z .631

Asymp. Sig. (2-tailed) .821


(3)

105

Hasil Uji Multikolinieritas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

.731 1.367

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja .704 1.421

Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja

.825 1.212


(4)

106

Hasil Uji Heteroskedastisitas


(5)

107

Hasil Uji Hipotesis

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 19.035 3.042 6.257 .000

Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

-.095 .074 -.165 -1.274 .207

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

.131 .091 .189 1.436 .156

Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja

.448 .127 .429 3.524 .001

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 117.010 3 39.003 6.294 .001a

Residual 390.393 63 6.197

Total 507.403 66

a. Predictors: (Constant), Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja, Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

b. Dependent Variable: Akuntabilitas Kinerja


(6)

108

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .480a .231 .194 2.48932

a. Predictors: (Constant), Penerapan Belanja Daerah Berbasis Kinerja, Kebijakan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

b. Dependent Variable: Akuntabilitas Kinerja


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG.

1 8 15

PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG.

0 3 14

PENDAHULUAN PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG.

0 3 9

PENUTUP PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG.

0 3 67

PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DAERAH.

8 37 52

PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PADA SKPD DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2014.

0 0 23

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Akuntabilitas Kinerja - Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasu

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 0 9

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 5 12