Indikator Profesionalisme Public Relations

22 dijalankan, Public Relations disini lebih diperlukan terutama jika organisasi sedang menghadapi masalah. Public Relations bergabung dengan tim manajemen ketika keputusan akan dibuat. Indikator dari peran ini adalah: a. Membuat perencanaan Public Relations yang sistematis b. Meningkatkan partisipasi manajemen dengan cara menjaga agar pihak manajemen bisa selalu terlibat secara aktif c. Membuat beberapa alternatif pemecahan masalah

4.1.4. Indikator Profesionalisme Public Relations

Dalam mendalami suatu bidang kerja, dapatlah kita artikan bahwa individu memiliki suatu profesi. Profesi tiap-tiap individu masing – masing berbeda disesuaikan dengan bidang kerjanya. Arti profesi antara lain: Pekerjaan yang pada awalnya memerlukan pelatihan yang sifatnya harus intelektual, yg menyangkut pengetahuan dan sampai tahap tertentu keserjanaan yang berbeda dari sekedar keahlian, sebagaimana terbedakan dari kecakapan semata, pekerjaan itu dikerjakan sebagian besar untuk orang lain dan bukan hanya demi diri sendiri saja dan imbalan uang yang tidak diterima sebagai ukuran keberhasilan Brandeis dalam Puspitaningrum 2003:11 Profesi dikembangkan dari perpaduan antara pengalaman empiris dan teoritis. Untuk memahami suatu profesi ada beberapa 23 kriteria yang perlu diperhatikan. Cutlip, Allen dan Glen 2006 mengemukakan lima kriteria yaitu sebagai berikut: 1. Memerlukan pendidikan khusus untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian berdasar pada teori tang dikembangakn melalui riset. Prakteknya lebih berdasar pada pengetahuan yang unik dibanding hanya sekedar kinerja keahlian. 2. Menyediakan layanan yang unik dan mendasar yang diakui oleh masyarakat. Para praktisi diidentifikasi melalui profesinya 3. Menekankan pada pelayanan publik dan tanggung jawab sosial di atas kepentingan pribadinya 4. Memberikan otonomi dan memberikan tanggung jawab kepada para praktisi. Kebebasan untuk menentukan dan melakukan berdasarkan keyakinannya 5. Menjunjung tinggi kode etik dan standar kinerja melalui kemandirian pribadi yang berhubungan dengan sesamanya. Nilai diintepretasikan dan dijunjung melalui mendisiplinkan mereka agar sesuai dengan norma, kebiasaan, dan perilaku yang telah ditetapkan Konsep profesi yang pada awalnya dikembangkan oleh para ahli sosiologi sedikit banyak memberi angin segar bagi ilmu lain untuk mengembangkan diri salah satunya dengan cara mengkaji 24 tentang konsep profesi itu sendiri. Public Relations sebagai suatu profesi juga berusaha dikembangkan oleh para pakar Public Relations melalui interpretasi mereka dari hasil adopsi konsep profesi yang dikemukakan oleh para ahli sosiolog tadi dengan harapan agar bisa menjadi professional. Contohnya Grunig dan Hunt yang mengemukakan konsep tentang mereka tentang professionalisme Public Relations. Menurut mereka definisi profesionalisme ialah Grunig dan Hunt dalam Puspitaningrum 2003 “Bagaimana sebuah pekerjaan dapat diakui sebagai seorang professional hal 1 Menurut Grunig dan Hunt pemahaman profesionalisme dalam Public Relations 1984:66 bisa dilihat dari faktor-faktor berikut ini: 1. Adanya seperangkat nilai-nilai professional Indikator dari nilai-nilai profesional ini ialah adanya kebebasan dalam menuangkan hasil pemikiran dan berusaha mendahulukan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi 2. Keanggotaan pada asosiasi profesi Asosiasi ini didasarkan pada kesamaan profesi yang dimiliki anggotanya. Dalam asosiasi ini ada etika atas aturan yang telah disepakati bersama dan ada sangsi bagi yang melanggar. Contoh Asosiasi tersebut antara lain 25 adalah Public Relations Society of America PRSA, International Association of Business Communication IABC, Canadian Public Relations Society CPRS, Institute of Public Relations IPRA, Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia PERHUMAS. 3. Taat pada norma – norma professional etika, kode etik, dan penerapannya Asosiasi profesi yang ada kemudian mengeluarkan kode etik profesi untuk mengatur dan menjaga moralitas para anggotanya dalam menjalankan pekerjaannya. Kode etik kehumasan Indonesia telah memiliki kode etik profesi yang mengatur mengenai komitmen pribadi, perilaku terhadap klien dan atasan, perilaku terhadap masyarakat dan media massa, serta perilaku terhadap rekan sejawat. Dalam menerapkan kode etik, perlulah terlebih dahulu memahami etika. Ada dua pendekatan dalam memahami etika, yakni pendekatan deontological dan teleological 2000: 404, 411. Pendekatan pertama memahami etika sebagai perbuatan yang didasarkan pada benar atau salah. Namun kelemahannya adalah bahwa tindakan yang benar belum tentu memiliki hasil yang baik. Pendekatan kedua memahami etika sebagai hasil dari tindakan atau perbuatan yang bermanfaat bagi banyak orang. Hasil lebih ditekankan 26 daripada tindakan. Pendekatan yang mencoba menyatukan keduanya adalah teori kontingensi 2000:419 yang menggabungkan dua prinsip yakni kebaikan tindakan dan hasil. Dalam wilayah Public Relations, etika yang digagas oleh Grunig dan Hunt adalah symmetrical communication 1992:57 dan menurutnya lagi bahwa pendekatan inilah yang paling etis bagi public relations. Proses lebih ditekankan daripada hasil namun dari proses yang baik akan menimbulkan hasil yang baik pula. 4. Adanya bangunan pengetahuan dan tradisi intelektual Maksudnya agar para praktisi yang menggeluti bidang ini memiliki kepemilikan pengetahuan teoritis yang cukup kuat agar ada dasar dari setiap aktivitas yang dilakukan serta ada pertanggungjawabannya. Pengetahuan sebagaian besar bisa diperoleh dari jalur pendidikan formal. Terutama jika jalur pendidikan formal tersebut sejalan dengan profesi yang dijalankan. 5. Adanya keterampilan teknis Keterampilan teknis ini bisa didapat dari pelatihan- pelatihan professional. Bentuknya antara lain keterampilan menulis dan berbicara. Masih banyak keterampilan- keterampilan lain yang perlu dipelajari atau dilatih yang 27 memakan waktu cukup lama. Berangkat dari penjelasan Grunig dan Hunt 984:66 bahwa oleh karena banyak keterampilan kehumasan yang perlu dipelajari atau dilatih dan hal itu tentunya memakan waktu yang lama, seorang praktisi akan menjadikan profesinys sebagai profesi terakhir untuk selama hidupnya. Harapannya praktisi ini bisa semakin matang dan pada akhirnya menjadikan Public Relations sebagai profesi yang dijalani seterusnya. Bisa disimpulkan ada poin loyalitas yang ingin dikembangkan disini. Dalam wilayah Public Relations, usaha untuk menjadikan Public Relations sebagai profesi dilakukan oleh para pakar Public Relations diantaranya Cutlip, Center, Broom, Grunig, Hunt dan masih banyak lagi. Seorang Public Relations dapat dikatakan profesional setelah mampu memenuhi standar-standar kualitas seorang profesional. Berikut adalah indikator profesionalisme berdasarkan pendapat Grunig dan Hunt 1984 Pendapat indikator profesionalisme berdasarkan Grunig dan Hunt lebih cocok untuk penelitian ini dibanding dengan indikator yang digunakan oleh Cutlip, Center dan Broom karena beberapa alasan dibawah ini: 1. Indikator Grunig dan Hunt menekankan pada perlunya loyalitas pada sebuah profesi dalam melahirkan 28 profesionalisme. Seorang profesional juga perlu memiliki loyalitas pada profesi, tidak berganti-ganti pekerjaan begitu saja demi penghasilan atau status yang lebih tinggi pada profesi barunya. Loyalitas ini menghasilkan suatu dedikasi bagi dunia profesi kehumasan yang ditekuninya. 2. Indikator ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan indikator profesionalisme seperti dibawah ini 1984:66: a. Adanya seperangkat nilai-nilai profesional Nilai-nilai profesional yang dimaksud terdiri dari otonomi yang mengandung kebebasan untuk menunjukkan kebenaran pikiran yng dimiliki. Selain itu memegang nilai bahwa melayani orang lain lebih penting daripada pencapaian nilai ekonomi pribadi praktisi tersebut b. Keanggotan pada asosiasi profesi Artinya profesi tersebut memiliki asosiasi yang beranggotakan orang-orang yang memegang profesi yang sama. Asosiasi profesi ini melakukan akreditasi pada para anggotanya, mensosialisasikan nilai-nilai profesionalisme kepada para anggotanya, mengembangakan budaya profesional dan menindak anggota yang melanggar nilai dan etika profesi. 29 c. Taat pada norma-norma profesional Suatu profesi harus memiliki kode etik. Praktisi yang melakukan pelanggaran dapat dikeluarkan dari asosiasi. d. Adanya tradisi intelektual dan bangunan pengetahuan Bangunan pengetahuan yang mendasari suatu profesi haruslah terdiri dari teori-teori yang sistemastis. Artinya memiliki pendekatan intelektual dalam melakukan pekerjaannya e. Memiliki keterampilan teknis yang menunjang yang didapat melalui pelatihan-pelatihan profesional. Oleh karena seorang profesional harus mengembangkan keterampilan pribadinya, maka profesi ini menjadi profesi yang terakhir untuk seumur hidup, artinya memerlukan loyalitas pada profesi dan menjadikan profesi Pubic Relations menjadi profesi seumur hidup

4.2. Organisasi perhotelan