8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Studi Terdahulu
Penelitian  terhadap  relasi  perlawanan  dalam  bahasa  Indonesia  masih  jarang dilakukan. Sebagian besar peneliti hanya sekilas membicarakan relasi perlawanan dalam
penelitian mereka. Penelitian yang ada kebanyakan membahas tentang bentuk, hubungan semantik  antarklausa  yang  ditimbulkan  oleh  penanda  relasi  perlawanan,  serta  contoh
penggunaannya  dalam  bahasa  Indonesia.  Beberapa  studi  terdahulu  yang  relevan dengan penelitian  ini  akan  disajikan  pada  bagian  berikut.  Adapun  istilah-istilah  yang  dipakai
dalam studi terdahulu ini adalah istilah asli dari sumbernya. Ide  Said,  et.al.  1979:118--119  secara  sepintas  menguraikan  struktur  kalimat
majemuk  bahasa  Indonesia  disertai  dengan  contoh  dalam  bahasa  Bugis.  Kalimat majemuk terbentuk dari  dua buah klausa  atau  lebih.  Klausa-klausa pembentuk  itu  dapat
dirangkaikan dengan kata perangkai: nae iakia ‘tetapi’, iarega ‘atau’, aibawa ‘dan’ atau ‘dengan’,  enreng  e  ‘serta’  atau  ‘dan’,  narekko  atau  rekko,  nakko,  rekkua  ‘kalau’  atau
‘jika’, apak ‘karena’ atau ‘sebab’. Kata  perangkai  dalam  Ide  Said  digunakan  istilah  kata  perangkai  untuk
menyebutkan  koordinator  ‘tetapi’  digolongkan  ke  dalam  kelas  kata  yang  berfungsi menghubungkan klausa-klausa yang setingkat untuk membentuk kalimat majemuk setara.
Kalimat  majemuk  setara  berlawanan  mempergunakan  kata  perangkai  ‘tetapi’  untuk merangkaikan klausa-klausa yang setingkat.
Kajian  Ide  Said  tersebut  telah  membuka  jalan  bagi  penulis  untuk  melakukan penelitian.  Dalam  penelitiannya,  Ide  Said  mengemukakan  beberapa  macam  kata
perangkai  yang  digunakan  dalam  kalimat  majemuk  setara  dalam  bahasa  Bugis. Berdasarkan  uraiannya terdapat  kata  perangkai  nae  iakia,  yang dalam  bahasa  Indonesia
artinya  tetapi,  kemudian  oleh  penulis  dikembangkan  lagi  menjadi  sebuah  penelitian. Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Ide
Said.  Penulis  meneliti  koordinator  penanda  hubungan  perlawanan  dalam  kalimat majemuk setara Indonesia.
Alieva,  et.al  1991:440--441  menyebutkan  yang  tergolong  sebagai  kalimat majemuk  setara  adalah  kalimat  yang  terdiri  atas  dua  komponen  atau  lebih.  Komponen
tersebut  masing-masing  mempunyai  predikatnya  sendiri,  sedangkan  hubungan  sintaksis di  antaranya  diungkapkan  dengan  suatu  konjungsi  setara  koordinator.  Komponen-
komponen  kalimat  majemuk  setara  yang  mengungkapkan  kenyataan-kenyataan  yang saling  berbeda  atau  saling  bertentangan  itu  diungkapkan  dengan  salah  satu  konjungsi
pertentangan tetapi, tapi, akan tetapi, namun. Sifat  kontras  atau  bertentangan  antara  dua  kenyataan  diungkapkan  dengan
kalimat  majemuk  setara.  Komponen  pertamanya  mengandung  kata  ingkar  tidak,  tak, tiada, atau bukan. Sementara komponen kedua diantarakan oleh konjungsi pertentangan
tetapi, tapi atau melainkan. Kajian  Alieva,  et.al.  tersebut  telah  membuka  jalan  bagi  penulis  untuk
melakukan penelitian lebih lanjut. Rumusan yang dikemukakan oleh Alieva, et.al. adalah komponen-komponen  kalimat  majemuk  setara  yang  mengungkapkan  kenyataan-
kenyataan  yang saling  berbeda  atau  saling  bertentangan  diungkapkan  dengan  salah  satu
konjungsi  koordinator  pertentangan  tetapi,  tapi,  akan  tetapi,  namun.  Selanjutnya penulis  mengembangkan  penelitian  yang  telah  dilakukan  oleh  Alieva,  et.al,  yakni
meneliti lebih lanjut koordinator penanda hubungan perlawanan dalam kalimat majemuk setara bahasa Indonesia.
Ramlan  2001:56  menegaskan  bahwa  yang  dimaksud  hubungan  perlawanan ialah  hubungan  makna  yang  menyatakan  bahwa  satuan  lingual  yang  dinyatakan  dalam
klausa yang satu berlawanan atau berbeda dengan satuan lingual  yang dinyatakan dalam klausa  lainnya.  Hubungan  makna  ini  ditandai  dengan  kata  tetapi,  tapi,  akan  tetapi,
namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebagainya. Teori  yang  telah  dikembangkan  oleh  Ramlan  tersebut  di  atas,  menjadi  dasar
pijakan  penulis  untuk  melakukan  penelitian  lebih  lanjut.  Dalam  kajiannya,  Ramlan menyebutkan  koordinator-koordinator  yang  digunakan  sebagai  penanda  hubungan
perlawanan  antara  lain:  tetapi,  tapi,  akan  tetapi,  namun,  hanya,  melainkan,  sedang, sedangkan,  padahal.  Dalam  penelitian  ini,  penulis  mengambil  kesempatan  untuk
melakukan  penelitian  lebih  lanjut  mengenai  koordinator  penanda  hubungan  perlawanan kalimat majemuk setara bahasa Indonesia.
Hasan  Alwi,  et.al.  2003:401  berpendapat  bahwa  hubungan  perlawanan  ialah hubungan  yang  menyatakan  bahwa  apa  yang  dinyatakan  dalam  klausa  pertama
berlawanan,  atau  tidak  sama,  dengan  apa  yang  dinyatakan  dalam  klausa  kedua. Hubungan itu ditandai dengan koordinator tetapi, melainkan, dan namun.
Teori  yang  telah  dikemukakan  oleh  Hasan  Alwi,  et.al.  adalah  hubungan perlawanan ditandai oleh  koordinator tetapi, melainkan, dan namun. Berdasarkan kajian
yang  dikemukakan  Hasan  Alwi,  et.a.  inilah  yang  menjadi  dasar  bagi  penulis  untuk
melakukan  penelitian  lebih  lanjut  mengenai  penanda  hubungan  perlawanan  kalimat majemuk setara bahasa Indonesia.
B. Landasan Teori