Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Andi, Prastowo. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Bambang Yudi, Cahyono. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga

University Press.

Chaer, Abdul. 1994. Penggemar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta

--- 2007. Linguistik Umum, Jakarta : PT. Rineka Cipta

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta : PT.Gramedia.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : PT.Rineka Cipta.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Putra, Ade. Pengertian Implikasi. Blogger. 27 Mei 2015

Rini, Endang. 2010. Relasi Final Dalam Kalimat Majemuk Bertingkat. Surakarta :

Universitas Sebelas Maret.

Sembiring, Matius dkk. 1985. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Pakpak Dairi.

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. USU PERS.

Tarigan, Henry Guntur, 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sintaksis. Bandung : Angkasa.


(2)

Wati, Betari. 2009. Hubungan Perlawanan Dalam Kalimat Majemuk Setara Bahasa

Indonesia. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Wikipedia. Jenis Kalimat. Ensklopedia Bebas. 6 April 2015.

Wikipedia. Definisi Bangsa. Ensklopedia Bebas. 7 April 2015.


(3)

Bab III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu kerja yang sistematis untuk memahami suatu objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Sedangkan penelitian adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. (Ruslan, 2008 : 24).

Dengan demikian, metode digunakan sebagai upaya eksplorasi terhadap gejala dan kenyataan yang diamati dan diteliti. Sehingga metode dijadikan sebagai kerangka untuk menjawab masalah-masalah yang ada dalam penelitian. Metode dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha mengungkap fakta suatu kejadian, objek, aktifitas, proses, dan manusia secara “apa adanya” pada waktu sekarang atau jangka waktu yang masih memungkinkan dalam ingatan responden. Didalamnya tidak terdapat perlakuan atau manipulasi terhadap objek penelitian, sebagaimana yang terjadi pada metode eksperimen (Prastowo, 2011).

3.2 Lokasi Data Penelitian

Lokasi penelitian adalah di desa Haunatas Kecamatan Laguboti Kabupaten Samosir. Adapun alasan penulis memilih lokasi penelitian di desa tersebut dikarenakan mayoritas penduduk di sana masih menggunakan bahasa batak Toba sebagai media komunikasi.


(4)

3.3 Instrumen Penelitian

Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mempersiapkan instrumen atau alat bantu penelitian. Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis dan alat rekam. Alat tulis dan alat rekam memiliki kegunaan untuk mencatat dan merekam informasi yang diperoleh pada saat melakukan penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan dan digunakan sebagai objek untuk penelitian bahasa.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah.

a. Metode kepustakaan, yaitu mencari relevansi yang berkaitan dengan objek penelitian dengan cara mengumpulkan buku-buku sebagai bahan acuan.

b. Metode observasi, yaitu metode yang digunakan dengan peninjauan lapangan atau turun langsung ke lokasi penelitian melakukan beberapa pengamatan terhadap tempat atau lokasi si penutur dan bahasa yang digunakan dan perilaku selama pelaksanaan penggunaan bahasa berlangsung.

c. Metode wawancara, yaitu metode dengan cara melakukan komunikasi atau mewawancarai informan dengan menggunakan teknik catat.


(5)

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Mereduksi data yaitu menyisihkan semua data yang tidak dibutuhkan dan mengambil data yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

2. Mengklasifikasikan data yang telah direduksi kemudian digolongkan berdasarkan kelompoknya.

3. Menganalisis data sesuai dengan teori yang digunakan.


(6)

BAB IV

HUBUNGAN SEMANTIS ANTARKLAUSA DALAM

KALIMAT MAJEMUK BAHASA TOBA

4.1 Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Setara Bahasa Toba

Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk setara bahasa Toba dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Hubungan Penjumlahan b. Hubungan Perlawanan c. Hubungan Pemilihan

A. Hubungan Penjumlahan

Hubungan semantis yang menyatakan penjumlahan adalah hubungan yang didalamnya terdapat gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, atau proses.

Contoh :

1. Mangalompa ahu dohot ibana jala manuci abit i pudi. ‘Saya dan dia memasak dan mencuci kain di belakang’.

2. Mangkuling ma giring-giring huhut masuk ma parminggu tu Gareja. ‘Berbunyilah lonceng dan orang-prang yang beribadah masuk ke Gereja’. 3. Adong do saba ni Tulang i jala saba ni ompung na bidang pe adong do.


(7)

Hubungan penjumlahan dalam bahasa Toba, umumnya ditandai dengan penggunaan konjungsi koordinatif dohot ‘dan’, jala ‘dan’, huhut ‘dan (sambil)’, tutu do nian ‘memang benar’, alai ‘akan tetapi’.

Hubungan penjumlahan ini pun masih dibedakan atas empat bagian yaitu : 1. Sebab-akibat

2. Urutan waktu 3. Pertentangan 4. Perluasan

1. Penjumlahan Yang Menyatakan Sebab Akibat

Hubungan penjumlahan yang menyatakan sebab akibat menguraikan kalimat majemuk setara dengan menggambarkan situasi yang di dalamnya ada sebab dan juga akibat dari suatu perbuatan atau peristiwa. Dalam bahasa batak Toba, konjungsi koordinatif yang digunakan adalah jala ‘dan’.

Contoh :

a. Muruh tulangna jala borhat ma ibana sian jabu i. ‘Pamannya marah dan dia pergi dari rumah itu’.

b. Gogo hian soara parende i jala tarsonggot ma sude nasida. ‘Suara penyanyi itu kuat sekali dan mereka semua terkejut’. c. Natoari ro udan jala eme na i saba godang na sega.

‘Kemarin hujan dan banyak padi yang rusak di sawah’. d. Margabus ma si Todo jala imuruhi ma ibana.


(8)

2. Penjumlahan Yang Menyatakan Urutan Waktu

Hubungan penjumlahan yang menyatakan urutan waktu mendeskripsikan situasi dan kejadian sesuai dengan kronologis suatu kejadian dengan rentetan waktu yang jelas. Klausa koordinatif yang digunakan adalah jala ‘dan’.

Contoh :

a. Ipapungu angka hau i jala ilehon ibana ma deba tu nasida.

‘Dikumpulkan kayu-kayu itu dan dia berikan sedikit dengan mereka’. b. Tarpodom ma si Jonaha jala tardungo imana sian nipina.

‘Jonaha sudah tertidur dan terbangun dari mimpinya’. c. Maridi do parjolo jala laho tu huta i.

‘Dia mandi dulu dan pergi ke kampong itu’. d. Mangalompa jala rap mangan ma nasida.

‘Memasak dan mereka makan bersama’.

e. Sada do na marende jala sude do na mangihuthon ibana marende i. ‘Satu orang yang bernyanyi dan semua jadi yang mengikuti dia bernyanyi’.

3. Penjumlahan Yang Menyatakan Pertentangan

Hubungan penjumlahan yang menyatakan pertentangan merupakan hubungan dalam kalimat majemuk setara bahwa pada klausa kedua mengungkapkan situasi yang bertentangan dengan klausa utama. Konjungsi koordinatif yang digunakan adalah alai ‘tetapi’ , tutu do nian… alai‘ memang benar ..akan tetapi’


(9)

a. Tor manghatai ibana alai so adong na mambege.

‘Dia langsung berbicara tetapi tidak ada yang mendengar’.

b. Nunga ro angka dongan nasida alai so sae dope parjabu paturehon jabuna. ‘Sudah datang teman-teman mereka tetapi belum selesai pemilik rumah membereskan rumahnya’.

c. Tutu do nian gumogo Debata sian na lain alai nang pe songoni tongtong do hita mangulahon na denggan asa tadopot hagogoan sian Amanta Debata.

‘Memang benar lebih kuat Tuhan dari yang lain tetapi walaupun begitu kita harus melakukan yang baik supaya kita mendapat kekuatan dari Tuhan’.

d. Tutu do nian burju alai nang pe burju so boi hita lomo-lomo na tu ibana.

‘Memang benar baik tetapi walaupun baik kita tidak boleh sesuka hati terhadap dia’.

4. Penjumlahan Yang Menyatakan Perluasan

Hubungan penjumlahan yang menyatakan perluasan menyatakan kalimat yang diperluas dari klausa utama menjadi klausa kedua atau lebih. Kalimat yang diperluas menggunakan kata penghubung dohot ‘dan’ jala ‘dan’ huhut ‘dan (sambil)’.

Contoh :

a. Nunga ro angka donganta dohot naposo nai jala rap naeng laho tu huta mandopothon nasida.

‘ Sudah datang teman-teman kita dan muda-mudi dan bersama ingin pergi ke kampung menyusul mereka’.


(10)

b. Naeng modom ma hami dohot nasida huhut martangiang tu Tuhan i. ‘Kami ingin tidur dengan mereka dan juga sekalian berdoa kepada Tuhan’. c. Tuhan do na mangalean hangoluan dohot hamatean jala mangatur sude na masa

i portibion.

‘Tuhan yang memberi kehidupan dan kematian serta mengatur semua yang terjadi di dunia ini’.

B. Hubungan Perlawanan

Hubungan perlawanan terbagi atas atas 3 bagian yaitu :

1) Hubungan perlawanan yang menyatakan penguatan 2) Hubungan perlawanan yang menyatakan implikasi 3) Hubungan perlawanan yang menyatakan perluasan

1. Perlawanan Yang Menyatakan Penguatan

Hubungan perlawanan yang menyatakan penguatan artinya hubungan antarklausa dihubungkan dengan situasi yang berlawanan dan klausa kedua berupa penguatan (pernyataan yang dikuatkan) dari klausa utama. Dalam kalimat majemuk setara ini dihubungkan dengan kata dang holan. Artinya bukan hanya/tidak hanya.

Contoh :

a. Dang holan sahuta i na mamboto parbadaan nasida alai sude do na mamboto. ‘Tidak hanya satu kampung yang mengetahui pertengkaran itu tetapi semua orang mengetahuinya’.


(11)

b. Dang holan suga na adong i bagasan dengke alai sahat do tu luar tarida sugana. ‘Tidak hanya duri yang ada di dalam ikan tetapi sampai ke luar terlihat durinya’. c. Dang holan gabus na adong tu ibana alai so adong na tingkos na niula imana.

‘Tidak hanya kebohongan yang ada sama dia tetapi tidak ada sesuatu yang benar yang diperbuat dirinya’.

2. Perlawanan Yang Menyatakan Implikasi

Implikasi berarti adanya hubungan makna keterkaitan antara satu klausa dengan klausa lain. Hubungan perlawanan menyatakan hal yang berlawanan / bertentangan antarklausa dalam sebuah kalimat. Subordinator yang digunakan adalah alai ‘tetapi’.

Contoh :

a. Nunga markarejo itona i kantor alai kakakna marsingkola dope. ‘Abangnya sudah bekerja di kantortetapi kakaknya masih bersekolah’. b. Laho si Jonaha tu sada huta alai donganna nunga laho tu tolu huta.

‘Jonaha pergi ke satu desa tetapi teman-temannya sudah pergi ke tiga desa’. c. Godang do gadong ijabungki alai ijabuni ibana angka hotang do na godang.

‘Banyak sekali ubi di rumahku tetapi yang banyak di rumah dia adalah rotan’.

3. Perlawanan yang menyatakan Perluasan

Biasanya terdiri dari dua atau lebih kata penghubung yang menyatukan kalimat sehingga kalimat tersebut menjadi luas atau kompleks. Subordinator yang digunakan adalah alai ‘tetapi’.


(12)

Contoh :

Lomo do roha mardomu nasida alai nunga tolu hari tor marbadai do.

‘Suka sekali melihat mereka berdamai tetapi setelah tiga hari mereka langsung bertengkar’.

C. Hubungan Pemilihan

Hubungan yang menyatakan pilihan dalam kalimat majemuk setara ini menggambarkan situasi yang menuntut si pelaku memilih satu diantara dua situasi yang dihubungkan dengan kata manang ‘atau’.

Contoh :

a. So huboto ihut manang daong ibana tu huta. ‘Aku tidak tahu dia ikut atau tidak ke kampung’. b. Ibana na mamboto halak i tarpillit manang daong .

‘Dia yang mengetahui orang itu yang terpilih atau tidak’. c. Lilu ahu laho manang tading i jabu on.

‘Saya bingung pergi atau tinggal di rumah ini’.

4.2 Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Toba

Hubungan semantis dalam kalimat majemuk bertingkat terbagi atas 13 bagian yaitu sebagai berikut :


(13)

a. Hubungan yang menyatakan waktu b. Hubungan yang menyatakan syarat c. Hubungan yang menyatakan pengandaian d. Hubungan yang menyatakan tujuan e. Hubungan yang menyatakan konsesif f. Hubungan yang menyatakan pembandingan g. Hubungan yang menyatakan sebab atau alasan h. Hubungan yang menyatakan hasil

i. Hubungan yang menyatakan cara j. Hubungan yang menyatakan alat

k. Hubungan yang menyatakan komplementasi l. Hubungan yang menyatakan atributif

m. Hubungan yang menyatakan perbandingan

A. Hubungan Yang Menyatakan Waktu

Hubungan waktu tersebut dibedakan atas : 1. Batas waktu permulaan

2. Kesamaan waktu 3. Urutan waktu

4. Batas waktu akhir terjadinya atau keadaan

1. Hubungan Waktu Permulaan

Untuk menyatakan hubungan waktu permulaan umumnya dipakai subordinator tingki ‘sejak’.


(14)

Contoh:

a. Tingki so tubu anak nai, mardomu do halak i.

‘Ketika belum lahir anaknya, mereka masih berdamai’. b. Tingki ibana tading I huta on, burju do halakna.

‘Ketika dia tinggal di desa ini, dia baik orangnya’.

c. Tingki gelleng ahu, lomo do rohangku mangallang gadong. ‘Ketika aku kecil, aku suka memakan ubi’.

d. Tingki maringanan i jabu on, torus do nasida na paturehon jabu on.

‘Ketika mereka bertempat tinggal di rumah ini, mereka terus membereskan rumah ini’.

2. Hubungan Waktu Bersamaan

Yang dimaksud dengan hubungan waktu bersamaan ialah bahwa peristiwa yang dinyatakan pada klausa pertama terjadi pada klausa semantan. Subordinator yang lazim dipergunakan untuk menyatakan hubungan tersebut ialah tingki ‘ketika’, uju ‘ketika’.

Contoh :

a. Mate do listrik tingki maridi ahu. ‘Listrik mati ketika aku mandi’.

b. Mandapot karejo ibana tingki bapana mulak sian huta. ‘Dia mendapat kerja ketika bapaknya pulang dari kampung’. c. Uju martangiang ahu, huido ma na denggan sian Amanta Debata.

‘Ketika aku berdoa, aku meminta yang baik dari Tuhan’. d. Uju dingoluhon, marlas ni roha ma iba na marnatua-tua.


(15)

‘Ketika aku hidup, berhati lembutlah yang ber-orangtua’.

3. Hubungan Waktu Berurutan

Yang dimaksud dengan hubungan waktu berurutan ialah bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa utama lebih dahulu atau lebih kemudian daripada apa yang dinyatakan pada klausa sematan. Subordinator yang lazim dipergunakan untuk memperlihatkan hubungan waktu berurutan ini ialah andorang so, di tingki so ‘sebelum’, nunga, nung, dung pe…asa ‘setelah’.

Contoh :

a. Mambahen sipanganon sandiri ma andorang so marujung ngoluhon. ‘Membuat makanan sendiri ketika belum berakhir hidupku’.

b. Di tingki so adong halak i jabunghu, manangko do ibana. ‘Sebelum ada orang di rumahku, dia sedang mencuri’. c. Nunga sae sian pesta i, rap do nasida laho tu Gareja.

‘Setelah selesai dari pesta itu, mereka sama pergi ke Gereja’. d. Dung pe sahat tu huta on, tor mangan hami.

‘ Setelah sampai ke kampung ini, kami langsung makan’. e. Nung pe laho Bapana, marmeami do anakna.

‘Setelah Bapaknya pergi, anaknya sedang bermain’.

4. Hubungan Waktu Batas Akhir

Yang dimaksud dengan hubungan waktu batas akhir ialah bahwa klausa sematan merupakan akhir suatu proses atau peristiwa yang diuraikan pada klausa


(16)

utama. Subordinator yang lazim dipergunakan untuk memperlihatkan hubungan batas akhir tersebut ialah sampe ‘sampai’.

Contoh :

a. Godang do na manuhor gadong nasida sampe targais sude. ‘ Banyak yang membeli ubi mereka sampai terjual semua’. b. Unang pola mulak ho sian jabu on sampe ro hami.

‘Tidak usah kau pulang dulu dari rumah ini sampai kami datang’. c. Naeng mangalean hepeng do ahu tu ho sampe boi ho ujian.

‘Aku ingin memberi uang kepadamu sampai kau bisa ujian’.

B. Hubungan Yang Menyatakan Syarat

Hubungan semantis antar klausa yang menyatakan syarat atau ketentuan menghubungkan satu klausa dengan klausa lainnya dengan menggunakan konjungtor subordinatif molo (jika).

Contoh :

a. Molo olo ho ihut, hu lean pe hepeng tu ho. ‘Jika kau mau ikut, ku beri kau uang’.

b. Molo hu ingot pangalahongku, naeng tangis do ahu. ‘Jika ku ingat kelakuanku, ingin menangis aku’.

c. Anggo ahu halak na pogos do, so tarbahen ahu na nipangidomi.

‘Kalau aku orang yang miskinnya, tidak bisa aku memenuhi permintaanmu’. d. Mulak sian kantor sanga pe hita pajumpang i jabu.


(17)

e. Asal ma huida bohimi, sonang ma ahu. ‘Asalkan aku melihat wajahu, aku senang’.

f. Asal ma tarida ho i jabu, ndang muruk bapa tu ho. Asalkan kau di rumah, bapa tidak marak kepadamu.

C. Hubungan Yang Menyatakan Pengandaian

Hubungan semantis antara klausa utama dan klausa kedua berdasarkan hal pengandaian atau hal yang diumpakan. Kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan hubungan pengandaian ini digunakan konjungtor subordinatif atik ‘seandainya’, aut ‘seandainya, betak ‘kalau/siapa tahu’.

Contoh :

a. Atik pe dang mangalo ibana tu ahu, dang hupukkul ibana. ‘Seandainya dia tidak melawan kepadaku, dia tidak kupukul’.

b. Aut sugari ma nian huboto parbadaan nasida, dang hudomuhon halak i. ‘Seandainya aku mengetahui pertengkaran mereka, tidak ku damaikan mereka’. c. Betak boha ahu laho tu jabumi, boan ma sipanganon sian jabu on.

‘Siapa tahu aku datang ke rumahmu, bawa saja makanan dari rumah ini’.

D. Hubungan Yang Menyatakan Tujuan

Untuk menandai hubungan tersebut maka dipergunakan subordinator asa , anggiat ‘agar/ supaya’, laho ‘untuk’.


(18)

a. Didok ibana poda na denggan tu ahu asa denggan do pardalanan ngolukkon. ‘Dia mengatakan nasihat yang baik agar perjalanan hidupku juga baik-baik saja’. b. Burju ma hita na mangoluon anggiat dilean Tuhan ma hita hasonangon iportibi

on.

‘Kita harus baik dalam hidup supaya diberikan Tuhan kesenangan di hidup ini’. c. Dipapungu ibana ma angka hotang na i jolo laho manggais tu halak.

‘Dia kumpulkan rotan-rotan itu untuk menjualnya ke orang lain’.

E. Hubungan Yang Menyatakan Konsesif

Kata yang digunakan untuk menyatakan hubungan konsesif adalah sahali pe ‘sekalipun’.

Contoh :

a.So hea ahu sombong, sahali pe naung mora ahu.

‘Sayatidak pernah sombong sekalipun saya sudah kaya raya’. b.So hea ahu mangido tu nasida, sahali pe naung porlu.

‘Saya tidak pernah meninta sama mereka, sekalipun perlu’.

F. Hubungan Yang Menyatakan Pembandingan

Hubungan yang menyatakan pembandingan adalah hubungan antarklausa yang dihubungkan dengan cara membandingan suatu kejadian atau mengibaratkan biasanya digunakan kata penghubung (subordinatif) songon ‘seperti’.


(19)

a. Sai burju ibana tu ahu songon na burju tu itona. ‘Dia baik kepadaku seperti dia baik kepada abangnya’.

b. Sai masihol ahu tu donganhu songon na masihol tu amonghu. ‘Aku selalu rindu dengan temanku seperti rindu kepada bapakku’.

G. Hubungan Yang Menyatakan Sebab atau Alasan

Hubungan yang menyatakan sebab/alasan adalah hubungan yang menggunakan alasan dan apa yang menyebabkan suatu kejadian terjadi antarklausa. Subordinator yang digunakan adalah ala ni ‘karena’.

Contoh :

a. Margabus ibana ala ni iboto bapana ibana manangko hepeng. ‘Dia berbohong karena bapaknya tahu dia mencuri uang’.

b. Madabu ibana idalan ala ni dang iparoahon tu dia ibana mardalan. ‘Dia terjatuh karena dia tidak memperhatikan kemana arah dia berjalan’.

H. Hubungan Yang Menyatakan Hasil

Hubungan yang menyatakan hasil adalah hubungan yang memiliki hasil atau manfaat saat pelaku melakukan suatu pekerjaan. Konjungtor subordinatif yang digunakan adalah asa ‘untuk’ .

Contoh :

a. Marhobas angka boru i asa adong na mangalompa sipanganon i pesta nasida. ‘Para wanita sedang bekerja untuk memasak makanan di pesta mereka’.


(20)

b. Markarejo anak nai sude asa boi mangolu halak i sude. ‘Anaknya semua bekerja untuk kehidupan mereka semua’. I. Hubungan Yang Menyatakan Cara

Hubungan yang menyatakan cara adalah hubungan yang menggunakan cara/langkah untuk mengerjakan sesuatu. Konjungtor subordinatif yang digunakan adalah dohot ‘dengan’.

Contoh :

a. Iboan ibana ma eme i dohot goni. ‘Dia membawa padi itu dengan goni’.

b. Ibolonghon ibana ma sipanganon i dohot plastik. ‘Dia membuangmakanan itu dengan plastik’.

J. Hubungan Yang Menyatakan Alat

Hubungan yang menyatakan alat adalah hubungan yang menggunakan bantuan alat/benda untuk menunjukkan pelaku mengerjakan sesuatu dengan suatu alat. Konjungsi subordinatif yang digunakan adalah dohot ‘dengan’.

Contoh :

a. Manapu ibana dohot sapu i pudi.

‘Dia menyapu dengan sapu di belakang’. b. Mambuat jeruk nasida dohot hau i pollak.


(21)

‘Mereka mengambil jeruk dengan kayu di kebun’. c. Manurat ibana dohot pulpen i kantor.

‘Dia menulis dengan pulpen di kantor’.

K. Hubungan Yang Menyatakan Komplementasi

Hubungan yang menyatakan komplementasi adalah hubungan yang klausa keduanya melengkapi klausa pertama dengan subordinator kata “bahwa” atau ma. Contoh :

Sahat tu huta didok ibana ma naung mamora ibana sian halak na i huta i.

‘Sampai ke kampung dia katakan bahwa mereka sudah kaya raya dari semua orang yang di kampung itu’.

L. Hubungan yang menyatakan Atribut

Hubungan aributif ditandai oleh subordinator yang. Dalam bahasa batak toba dikenal dengan kata na ‘yang’. Hubungan Atributif terbagi atas dua bagian yaitu :

1) Hubungan Reskriptif

Dalam hubungan seperti ini, klausa relatif mewatasi makna dari nomina yang menerangkannya. Dengan kata lain, bila ada suatu nomina yang mendapat keterangan tambahan yang berupa klausa relatif-restriktif, maka klausa itu merupakan bagian integral dari nomina yang diterangkannya. Dalam hal penulisannya perlu diperhatikan benar bahwa klausa relatif macam ini tidak dibatasi


(22)

oleh tanda koma, baik di muka maupun di belakangnya. Ditandai dengan subordinator na ‘yang’.

Contoh :

Jabu na balga i adong do i Medan.

Kalimat kedua menyatakan Rumahnya yang besar ada di Medan, memiliki makna ada rumah yang besar di daerah atau di kota lain. Dengan kata lain si pemilik rumah yang besar mempunyai dua atau lebih rumah yang besar.

2) Hubungan Takrestriktif

Berbeda dengan klausa yang restriktif, klusa subordinatif yang takrestriktif hanyalah memberikan sekadar tambahan informasi pada nomina yang diterangkannya. Jadi, ia tidak mewatasi nomina yang mendahului. Karena itu, dalam penulisannya klausa ini diapit oleh dua tanda koma. Hubungan ini ditandai dengan subordinator na ‘yang’.

Contoh :

Bapakku na madabu i dalan nunga monding natoari. (tidak pakai tanda koma) Bapakku, na madabu i dalan nunga, monding natoari. (memakai tanda koma) ‘Bapak saya yang jatuh di jalan meninggal kemarin’.

‘Bapak saya, yang jatuh di jalan, meninggal kemarin’.

Kalimat (a) menyiratkan bahwa orang yang jatuh di jalan adalah bapak saya (siapapun). Sedangkan kalimat (b) menyatakan bahwa orang yang jatuh di jalan pasti adalah bapak saya (spesifik).


(23)

M. Hubungan yang menyatakan Perbandingan

Hubungan perbandingan terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat yang klausa subordinatif dan klausa utamanya mempunyai unsur yang sama yang tarafnya sama (ekuatif) atau berbeda (komparatif). Klausa subordinatif perbandingan selalu mengalami pelepasan. Unsur yang dilesapkan adalah unsur yang menyatakan sifat yang terukur yang ada pada klausa utama dan klausa subordinatif. Hubungan perbandingan terbagi atas dua jenis yaitu : hubungan ekuatif dan hubungan komparatif.

1) Hubungan Ekuatif

Hubungan ekuatif muncul bila hal atau unsur pada klausa subordinatif dan klausa utama yang diperbandingkan sama tarafnya. Bentuk yang digunakan untuk menyatakan hubungan ekuatif adalah sama…. dengan atau bentuk se-. Dalam bahasa batak Toba hubungan ekuatif ditandai dengan kata sarupa ‘sama’.

Contoh :

a)Sarupa do timbo ni itona tu anggina.

‘Tinggi badan abangnya sama dengan adiknya’. b)Sarupa do ganjang ni obukna tu anakna.


(24)

2) Hubungan Komparatif

Hubungan komparatif muncul bila hal atau unsur pada klausa subordinatif dari klausa utama diperbandingkan berbeda tarafnya. Bentuk yang digunakan untuk menyatakan hubungan komparatif adalah lebih/kurang… dari(pada). Dalam bahasa batak Toba hubungan ekuatif ditandai dengan subordinator sian ‘daripada’.

Contoh :

a. Ummalo do halak huta sian halak na i kota. ‘Lebih pintar orang itu dari yang di kota’. b. Lamoto do anggi nai sian kakakna.

‘Lebih bodoh adiknya dari kakaknya’. c. Umbagak do anakna sian omakna.

‘Lebih cantik dia dari ibunya’. d. Tumimbo do badanna sian itona.

‘Lebih tinggi badannya daripada kakaknya’.

3) Pelesapan

Penggabungan dua klausa baik secara subordinatif maupun koordinatif dapat mengakibatkan terdapatnya dua unsur yang sama dalam satu kalimat. Pengulangan unsur yang sama itu merupakan suatu redundansi dari segi informasi. Salah satu alat sintaktis untuk mengurangi taraf redundansi itu adalah pelesapan atau elipsis, yaitu penghilangan unsur tertentu dari satu kalimat atau teks.


(25)

a) Ala ni marsahit, Si Jonaha laho marubat. ‘ Karena sakit , Si Jonaha pergi berobat’.

Contoh kalimat yang mengalami unsur pelesapan/penghilangan di atas adalah hasil pelesapan dari Ala ni marsahit si Jonaha, si Jonaha laho marubat.

b) Laho do nasida tu pesta i, alai dongan nasida daong. ‘ Mereka pergi ke pesta itu, tetapi teman mereka tidak’.

Contoh kalimat yang mengalami unsur pelesapan/penghilangan di atas adalah hasil pelesapan dari Laho do nasida tu pesta i, alai dongan nasida daong ro tu pesta i.

c) Mardalani sude nasida dungi mulak ma tu huta.

‘Mereka semua berjalan kemudian pulang ke kampung’.

Contoh kalimat yang mengalami unsur pelesapan/penghilangan di atas adalah hasil pelesapan dari Mardalani sude nasida dungi mulak ma sude nasida tu huta.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari data yang dikumpulkan dan kemudian dianalisis dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Hubungan antarklausa pada kalimat majemuk dihubungankan dengan cara koordinasi dan subordinasi. Kalimat majemuk setara dihubungkan dengan konjungsi koordinatif meliputi : jala, dohot, huhut, laos, alai, manang, nang, ro di, alai tutu do nian, eh. Kalimat majemuk bertingkat dihubungkan dengan konjungsi subordinatif meliputi : nang, manang, songon, agia (pe), na, atik pe, nang pe, agia pe, alai, tung pe, anggiat, molo, anggo, sanga, gabe, andorang, tingki dan lain-lain

2. Hubungan semantis pada kalimat majemuk setara yang dibedakan atas hubungan penjumlahan, hubungan perlawanan dan hubungan pemilihan.

3. Hubungan semantis yang terjadi pada kalimat majemuk bertingkat terdiri dari 13 bagian meliputi : hubungan yang menyatakan waktu, syarat, pengandaian, tujuan, konsesif, pembandingan, sebab/alasan, hasil/akibat, cara, alat, komplementasi, atribut, dan perbandingan.


(27)

5.2 SARAN

Bahasa daerah merupakan bahasa yang dipertuturkan oleh masyarakat suku tertentu yang merupakan bagian kekayaan bangsa Indonesia. Bahasa daerah selain menjadi identitas atau simbol jati diri suatu bangsa, bahasa daerah juga sangat memegang peranan yang penting dalam khasanah kebudayaan di Indonesia. Sehingga bahasa daerah perlu dilestarikan atau tidak dihilangkan keberadaannya. Agar kemurnian atau originalitas suatu bahasa daerah tidak punah begitu saja. Bahasa daerah harus sangat dijaga kelestariannya sampai ke generasi berikutnya.

Dari penelitian ini diharapkan pada semua pelaku bahasa (penutur asli) melestarikan bahasa Batak Toba tentunya dari kalangan orangtua, sanak saudara dan lingkungan untuk tetap memberi motivasi kepada masyarakat penutur yang lain untuk lebih aktif lagi berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah. Bahasa daerah Batak Toba tidak hanya dilestarikan tetapi para penutur bahasa harus meninjau bahasa tersebut dengan sebaik-baiknya.

Hasil penelitian ini mengajak para penutur bahasa untuk melestarikan sekaligus membenahi bahasa daerah Batak Toba secara struktural dan semantisnya. Artinya bahasa daerah Batak Toba juga harus memiliki kedudukan yang sama baiknya dengan bahasa Indonesia. Dengan berdasarkan kaidah-kaidah pembentukan kalimat yang secara bentuk dan makna dapat dipahami. Agar terjalin komunikasi yang baik secara praktis dan teoritis.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya dengan disertai data-data yang akurat serta kepustakaan yang lengkap sebagai buku acuan untuk menunjukkan relevansi data dengan objek yang diteliti. Tujuannya adalah untuk dapat mempertahankan dan mempertanggungjawabkan hasil dari suatu objek penelitian dalam penulisan karya ilmiah.

Penelitian ini didukung referensi yang sesuai seperti buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, karangan Hasan Alwi, ditambah beberapa buku pendukung lainnya seperti Sintaksis, karangan Robert Sibarani. Penelitian serupa sudah pernah dilakukan oleh Mirani berjudul Hubungan Semantis Antarklausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat pada tahun 2009. Dalam pembahasan skripsi beliau memaparkan beberapa fonem bahasa Indonesia yang berubah dalam bahasa Melayu dialek Langkat dan beberapa penghilangan fonem dalam bahasa tersebut. Fonem merupakan satuan terkecil dari kalimat. Fonem, kata dan klausa adalah unsur-unsur yang melekat pada Kalimat. Penulis menegaskan bahwa klausa sangat penting untuk dipelajari dikarenakan klausa selalu digunakan dalam ragam lisan. Penelitian ini membantu penulis bahwa klausa selalu digunakan dalam percakapan sehari-hari dan menemukan adanya hubungan semantis terhadap beberapa bahasa daerah termasuk bahasa batak Toba.


(29)

Penelitian skripsi oleh Sulistyorini berjudul Relasi Final dalam Kalimat Majemuk Bertingkat pada tahun 2010. Dalam skripsi itu disimpulkan bahwa tidak hanya ada hubungan semantis dalam kalimat majemuk setara ada juga relasi hubungan dalam kalimat majemuk bertingkat. Penelitian ini membantu penulis menganalisis kalimat majemuk setara dengan melihat adanya hubungan / relasi antara satu klausa dengan klausa lain dengan kajian sintaksis.

Selanjutnya pembahasan mengenai kalimat majemuk ini pernah diangkat menjadi judul skripsi oleh Betari Zoel yaitu Hubungan Perlawanan Dalam Kalimat Majemuk Setara pada tahun 2009. Dalam Penelitiannya membahas adanya hubungan perlawanan dalam kalimat majemuk setara yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan pada klausa pertama tidak sama/ berlawanan terhadap pernyataan klausa kedua. Hubungan perlawanan ditandai oleh koordinator tetapi, melainkan, dan namun. Penelitian ini juga mendukung penulis memahami beberapa hubungan semantis yang lainnya dalam kalimat majemuk setara. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas penulis mendapatkan refrensi yang mendukung penelitian penulis mengenai “Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kaliat Majemuk Bahasa Batak Toba”.

Sesuai dengan judul yang penulis bicarakan yaitu “Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk bahasa Toba” yang tidak lepas kaitannya dengan klausa dan kalimat. Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai salah satu konstruksi sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih. Hubungan struktural antara kata dan kata, atau kelompok kata dengan kelompok kata yang lain berbeda-beda (Hasan Alwi, 2003:312). Berdasarkan uraian tersebut makna dapat dikatakan bahwa klausa berkedudukan sebagai dari suatu kalimat, dan oleh itu klausa tidak dapat dipisahkan dari kalimat.


(30)

Untuk keperluan berbahasa sehari-hari yang baik dan benar, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis, dituntut kemampuan untuk membuat konstruksi kalimat yang baik dan benar pula. Maka pengetahuan tentang jenis-jenis klausa dan strukturnya menjadi sangat penting, karena sebuah kalimat merupakan satuan sintaksis yang terdiri dari satu atau lebih klausa. Penggabungan dua kata, atau lebih, dalam satu kalimat menuntut adanya keserasian di antara unsur-unsur tersebut baik dari segi makna maupun dari segi bentuk (Alwi, dkk 2003: 316).

Klausa adalah satuan pembentuk kalimat. Klausa merupakan suatu konstruksi predikatif yang merupakan bagian kalimat. Konstruksi predikatif adalah konstruksi yang biasanya didampingi oleh unsur subjek, objek, pelengkap atau keterangan (Sibarani, 1997:48). Oleh karena itu subjek lebih wajib dan lebih sering muncul daripada fungsi-fungsi lainnya untuk mendampingi predikat dalam sebuah konstruksi, baik klausa maupun kalimat konstruksi predikat sering disebut konstruksi yang terdiri dari subjek dan predikat

Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan di bawah tataran kalimat. Dalam pelbagai karya linguistik sebagian ada perbedaan konsep karna penggunaan teori analisis yang berbeda. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikatif, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan (Chaer, 2007 : 231). Klausa dalam tata bahasa, adalah sekumpulan kata yang terdiri dari subjek dan predikat (https://id.wikipedia.org/wiki/Klausa).


(31)

Pemilahan klausa berdasarkan hubungan antarklausa dibedakan menjadi tiga bagian yaitu klausa koordinatif, subordinatif, dan superordinatif. Klausa koordinatif adalah klausa bebas yang dihubungkan dengan konjungsi dengan klausa lain yang setara dengannya dan yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat tunggal dengan penambahan intonasi akhir. Klausa subordinatif adalah klausa yang memiliki konjungsi dan dihubungkan dengan klausa lainnya yang lebih tinggi status sintaksisnya . Klausa superordinatif adalah klausa bebas yang dihubungkan oleh konjungsi dengan klausa lain yang lebih rendah status sintaksisnya dan yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat tunggal dengan penambahan intonasi terakhir (Sibarani, 1997 : 49-63).

Klausa adalah satuan sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, didalam satuan atau konstruksi itu terdapat sebuah predikatif, bila dalam satuan itu tidak terdapat predikat, maka satuan itu bukan sebuah klausa (Chaer, 2009:150). Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun tidak (Ramlan melalui Sukini, 2010:41). Cook melalui Tarigan (1009 :76) memberikan batasan bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat.

Menurut pendapat Arifin (2008:34) klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa atau gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat. Istilah klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu. Istilah kalimat juga mengandung unsur paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi sudah dibubuhi intonasi dan tanda baca tertentu (Alwi, 2003: 39).


(32)

Kalimat dalam ranah tata bahasa merupakan studi linguistik yang pada dasarnya harus memiliki konstituen dan intonasi final. Konstituen dasar itu biasanya berupa klausa. Jadi, jikalau pada sebuah klausa diberi intonasi final, maka akan terbentuklah kalimat. Jenis – jenis kalimat menurut pembagian dikotomi bahasa adalah kalimat inti, kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat inti adalah kalimat yang terdiri dari dua patah kata. Kalimat tunggal adalah kalimat yang memiliki satu klausa saja sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih (Chaer, 2007 : 241).

Berikut dipaparkan mengenai pengertian kalimat majemuk menurut para pakar bahasa yaitu :

Kalimat majemuk adalah kalimat sempurna yang terdiri dari dua klausa atau lebih. (Sibarani, 1997 : 77). Kalimat majemuk berasal dari kalimat tunggal yang mengalami perluasan sehingga menimbulkan pola kalimat baru (Sembiring, dkk 1985 : 92). Hasan Alwi dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003 : 312), kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai lebih dari satu klausa. Kalimat majemuk dibedakan atas tiga, yaitu: kalimat majemuk setara (koordinatif), kalimat majemuk bertingkat (subordinatif), dan kalimat majemuk kompleks (campuran).

Kalimat dibedakan menurut jenisnya ada tiga bagian yaitu : kalimat tunggal, kalimat inti dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah Kalimat inti adalah kumpulan dua kelompok yang terrdiri dari dua patah kata. Sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih dan merupakan


(33)

perluasan salah satu atau kedua inti kalimat tunggal sehingga menimbulkan pola kalimat baru.

Kalimat majemuk setara merupakan koordinasi yang menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konsituen kalimat. Hasilnya adalah satuan yang sama kedudukannya dalam kalimat majemuk setara. Peranan klausa sangat penting dalam konstruksi kalimat dalam kalimat majemuk setara. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata, atau lebih, yang mengandung unsur predikasi (Alwi, 2003 : 312).

Oleh karena itu, klausa berkedudukan sebagai bagian dari suatu kalimat yang tidak dapat dipisahkan. Klausa yang terdapat dalam kalimat majemuk setara dihubungkan oleh koordinator seperti dan serta, lalu, kemudian, tetapi, padahal, sedangkan baik, maupun, tidak, dan melainkan. Konjungsi koordinatif yang menggabungkan klausa pertama dengan klausa kedua dalam kalimat majemuk setara dalam Bahasa Batak Toba juga ada yaitu dohot, nang pe, jala, huhut, laos, manang, holan, tutu do nian… eh, ro di (Sibarani, 1997 : 97 - 105).

Contoh Kalimat Majemuk Setara Bahasa Batak Toba :

a. Manapu dohot mangalompa ibana i jabu. ‘Dia menyapu dan memasak di rumah’. b. Dokhonon jala i pasingot do nasida.

‘Dinasihati dan diingatkanlah mereka’. c. Mengkel huhut tangis do karejo ni nasida.

‘ Ketawa dan menangislah yang dilakukan mereka’. d. Tutu do nian burju ibana tu angka dak-danakna.


(34)

e. Naeng laho ahu tu jabu, eh.. tu pollak do. ‘Saya ingin pergi ke rumah, eh.. ke kebunnya’.

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang tidak setara dan juga memiliki hubungan-hubungan antar klausa-klausanya tidak sama. Artinya memiliki dua peristiwa yaitu awal dan akhir. Klausa awal atau atasan memunculkan peristiwa awal yang kemudian akan dihubungkan dengan klausa akhir atau bawahan dengan menaruh di antaranya konjungsi yang bersifat subordinatif. Klausa yang satu merupakan klausa atasan, dan klausa yang lain adalah klausa bawahan (Alwi, dkk 2003:404). Dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat klausa yang disebut subordinatif yang terdiri dari konjungtor subordinatif artinya kata penghubung yang menggabungkan klausa pertama dengan klausa kedua. Konjungtor subordinasi yang menghubungkan klausa adalah sebagai berikut : ketika, sejak, sebelum, setelah, bilamana, meskipun dan lain-lain. Kalimat majemuk bertingkat dalam Bahasa Batak Toba memiliki konjungsi subordinatif yang meliputi nang, songon, manang, molo, na, agia pe, atik, sanga, asa, anggiat, laho alai, gabe tingki, andorang dan lain-lain (Sibarani, 1997 : 81).

Contoh Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Batak Toba :

a. So hu ingot hape mago hepenghu tingki sian jabu i.

‘Aku tidak mengingat lagi kehilangan uang ketika dari rumah itu’. b. Ipapungu ibana ma angka hau i gabe godang na sidapotanna.

‘Dia mengumpulkan kayu-kayu itu sehingga dia mendapat banyak’. c. Ipasingot anakna nai asa burju marsikkola.


(35)

d. Laho nasida sude tu Medan gabe lungun ibana i jabu.

‘Mereka semua pergi ke Medan sehingga dia kesepian di rumah’.

Kalimat majemuk kompleks (campuran) adalah kalimat majemuk yang terdiri dari atas beberapa klausa superordinatif dengan beberapa klausa subordinatif dan gabungan dari klausa koordinatif. Kalimat majemuk campuran terdiri dari klausa koordinatif yang dikoordinasikan atau dihubungkan dengan klausa subordinatif dengan konjungtor masing-masing seara berdampingan (Sibarani 1997 : 114).

Contoh Kalimat Majemuk Campuran Bahasa Batak Toba :

Mangalompa dohot manapu ibana i pudi gabe sonang do nasida na mamereng imana.

‘Dia memasak dan menyapu di belakang sehingga mereka yang melihat senang kepadanya’.

Penggunaan konjungsi pada suatu kalimat memiliki peranan yang sangat penting. Konjungsi berfungsi untuk menghubungkan klausa satu dan klausa lain yang memberi makna kepada kalimat. Kalimat majemuk dan hubungan semantis (proses makna) yang menjadi pembahasan skripsi ini akan menambah penegetahuan tentang kaidah-kaidah penulisan yang tepat dan makna yang ditimbulkan dalam suatu kalimat sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik satu sama lain baik dalam ragam lisan maupun tulisan.


(36)

2.2 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku seaa umum dan akan mempermudah seorang penulis untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Teori juga diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi tuntunan kerja bagi penulis. Meninjau suatu karya tulis harus mempunyai landasan tulisan yang jelas, agar masalah yang hendak diuraikan dapat terperincci dan terarah dengan baik dan benar. Poerwadarminta mengatakan teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa ataupun kejadian (Poerwadarminta, 1976 : 1054).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teori adalah salah satu alat secara khusus bagi penulis untuk memandang suatu masalah, atau dengan kata lainnya untuk menguraikan suatu hubungan makna (semantis) yang terjadi dalam suatu kalimat majemuk dan juga menggambarkan inti permasalahan dalam objek penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural oleh Hasan Alwi dalam bukunya yang berjudul “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia”. Dalam pembahasan tersebut memaparkan hubungan semantis yang terdapat dalam kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

2.1.1 Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Setara

Hubungan semantis adalah hubungan makna yang terjadi dalam suatu kalimat. Proses makna itu disebut semantis. Hubungan makna antara klausa-klausa yang terjadi dalam suatu kalimat majemuk setara dihubungkan dengan cara koordinasi. Koordinasi merupakan kata penghubung yang digunakan untuk menyatukan satu klausa dengan klausa lain yang kedudukannya sederajat dalam konstruksi kalimat majemuk setara.


(37)

Klausa yang terdapat dalam kalimat majemuk setara dihubungkan oleh koordinator seperti dan, serta, lalu, kemudian, tetapi, padahal, sedangkan, baik, maupun, tidak, tetapi dan bukan, melainkan. Dalam bahasa Batak Toba, koordinator yang digunakan meliputi : jala, dohot, huhut, laos, nang, ro di, tutu do nian, eh. Hubungan koordinasi antarklausa dalam kalimat majemuk setara ditentukan oleh dua hal, yaitu arti koordinator dan arti klausa-klausa yang dihubungkan.

Koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen kalimat. Hasilnya adalah satuan yang sama kedudukannya. Hubungan antara klausa-klausanya tidak menyangkut satuan yang membentuk hierarki karena klausa yang satu bukanlah konstituen dari klausa yang lain.

Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk setara terbagi atas tiga macam:

a. Hubungan penjumlahan b. Hubungan perlawanan c. Hubungan pemilihan

a. Hubungan Penjumlahan

Hubungan semantis yang menyatakan penjumlahan artinya hubungan yang menjelaskan gabungan kegiatan, peristiwa, keadaan dan proses jalannya suatu kejadian. Gabungan kegiatan atau peristiwa dimanifestasikan dalam suatu kalimat dengan menggambarkan suatu runtutan keadaan dan memiliki kronologis suatu


(38)

kejadian dalam suatu kalimat majemuk setara. Hubungan semantis berdasarkan konteksnya dibagi menjadi empat bagian yaitu :

1. Hubungan penjumlahan sebab-akibat,

2. Hubungan penjumlahan urutan waktu,

3. Hubungan penjumlahan pertentangan,

4. Hubungan perluasan.

1. Penjumlahan Yang Menyatakan Sebab-Akibat

Hubungan penjumlahan yang menyatakan sebab-akibat adalah hubungan antarklausa yang menjelaskan bahwa didalamnya terdapat unsur sebab dan akibat dari suatu peristiwa . Klausa awal merupakan sebab (apa yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa) dan klausa akhir merupakan akibat (apa dampak atau akibat dari suatu peristiwa) . Konjungsi koordinasi dalam bahasa batak Toba yang digunakan adalah jala ‘dan’.

2. Penjumlahan Yang Menyatakan Urutan waktu

Hubungan semantis yang menyatakan urutan waktu artinya dalam kalimat terdapat kronologi atau rentetan peristiwa yang terjadi dalam kalimat. Klausa kedua merupakan urutan atau lanjutan dari peristiwa yang terjadi pada klausa pertama. Dalam bahasa batak Toba, konjungsi koordinasi yang digunakan adalah jala ‘ dan’.


(39)

3. Penjumlahan Yang Menyatakan Pertentangan

Hubungan semantis yang menyatakan pertentangan adalah hubungan antarklausa menceritakan peristiwa yang memiliki suatu hal yang berlawanan atau yang bertententangan antara satu sama lain. Biasanya hal-hal yang bertentangan digambarkan dengan situasi peristiwa yang tidak sesuai kehendak atau adanya ketidaksesuaian antarkalimat. Situasi yang di luar prediksi juga dikaitkan dengan hubungan pertentangan. Klausa kedua menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan dalam klausa pertama. Koordinator yang digunakan adalah padahal/ tetapi. Dalam bahasa batak Toba, konjungsi koordinasi yang digunakan adalah alai ‘tetapi’ , tutu do nian… alai‘memang benar ..akan tetapi’

4. Penjumlahan Yang Menyatakan Perluasan

Hubungan semantis yang menyatakan perluasan artinya pada kalimat majemuk ,kalimatnya diperluas dengan penggabungan situasi yang mendukung. Klausa kedua memberikan informasi atau penjelasan tambahan untuk melengkapi pernyataan pada klausa pertama. Perluasan dinyatakan dengan informasi tambahan untuk meluaskan atau melengkapi kalimat menjadi kompleks. Koordinator yang digunakan adalah misalnya, dan, serta, dan baik, maupun. Dalam bahasa batak Toba konjungsi koordinasi yang digunakan adalah jala ‘dan’ huhut ‘dan (sambil)’.

b. Hubungan Perlawanan

Hubungan semantis yang menyatakan perlawanan adalah hubungan yang menjelaskan suatu hal yang berlawanan atau adanya perbedaan. Klausa kedua


(40)

bertentangan dengan klausa pertama yang terhubung dengan konjungsi yang menjelaskan hal yang berlawanan. Hubungan itu menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama tidak sama, dengan apa yang dinyatakan dalam klausa kedua. Hubungan itu ditandai dengan koordinator tetapi, melainkan, dan namun.

Hubungan perlawanan itu dapat dibedakan atas :

1) Penguatan 2) Implikasi 3) Perluasan

1) Perlawanan Yang Meyatakan Penguatan

Hubungan perlawanan yang menyatakan penguatan menggambarkan hal-hal yang menguatkan suatu kejadian dengan memuat suatu informasi yang akurat. Hubungan ini mendeskripsikan kalimat yang berisi keterangan yang saling menguatkan. Klausa kedua memuat informasi menguatkan dan menegaskan informasi yang dinyatakan dalam klausa yang pertama. Dalam klausa yang pertama biasanya terdapat tidak/bukan saja ataupun, tidak/bukan hanya, tidak/bukan sekedar dan pada klausa kedua terdapat tetapi/melainkan juga. Dalam bahasa batak Toba, konjungsi koordinasi yang digunakan adalah dang holan ‘tidak hanya’.


(41)

2) Perlawanan Yang Menyatakan Implikasi

Kata implikasi memiliki persamaan kata yang cukup beragam, diantaranya adalah keterkaitan, keterlibatan, efek, sangkutan, asosiasi, akibat, konotasi, maksud, siratan, dan sugesti (http://www.ciputra-uceo.net/blog/2016/1/18/arti-kata-implikasi). Klausa kedua menyatakan sesuatu yang merupakan perlawanan terhadap implikasi klausa pertama. Koordinator yang umumnya dipakai adalah alai ‘tetapi’.

Selain dengan tetapi, perlawanan yang menyatakan implikasi dapat juga dinyatakan dengan menggunakan konjungtor jangankan. Perbedaannya ialah bahwa jangankan tidak digunakan di antara dua klausa tetapi di awal klausa pertama.

3) Perlawanan Yang Menyatakan Perluasan

Berlainan dengan hubungan yang menyatakan hubungan perluasan pada kalimat majemuk setara memakai dan, hubungan perluasan yang memakai tetapi menyatakan bahwa informasi yang terkandung dalam klausa kedua hanya merupakan informasi tambahan untuk melengkapi apa yang dinyatakan oleh klausa pertama, dan kadang-kadang malah memperlemahnya. Kalimat yang mengalami perluasaan tentu kalimat itu akan bersifat kompleks. Kalimat yang memiliki keterangan yang mendukung sehingga jelas maknanya.


(42)

c. Hubungan Pemilihan

Hubungan pemilihan ialah hubungan yang menyatakan pilihan di antara dua kemungkinan atau lebih yang dinyatakan oleh klausa-klausa yang dihubungkan. Koordinator yang dipakai untuk menyatakan hubungan pemilihan itu ialah atau. Hubungan pemilihan itu sering menyatakan pertentangan. Konjungsi dalam bahasa batak Toba yang menyatakan hubungan pemilihan adalah manang ‘atau’.

2.1.2 Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bertingkat

Hubungan semantis antara klausa yang terjadi pada kalimat majemuk bertingkat dihubungkan dengan klausa subordinatif. Kalimat majemuk bertingkat memiliki dua klausa lebih yang terhubung dengan konjungsi yang bersifat subordinatif. Dengan kata lain, klausa subordinatif disebut juga klausa terikat (KBBI Cetakan 4). Klausa subordinatif dihubungkan dengan konjungsi subordinatif dalam bahasa Batak Toba antara lain : nang, manang, songon, agia (pe), na, atik pe, nang pe, agia pe, alai, tung pe, anggiat, molo, anggo, sanga, gabe, andorang, tingki dan lain-lain

Subordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga terbukti kalimat majemuk yang salah satu klausanya menjadi bagian dari klausa yang lain. Jadi, klausa-klausa dalam kalimat majemuk yang disusun secara subordinasi itu tidak mempunyai kedudukan yang setara. Dengan kata lain, dalam kalimat majemuk yang disusun melalui subordinasi terdapat klausa yang berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain.


(43)

Ada 13 hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat, yaitu :

a. Hubungan yang menyatakan Waktu b. Hubungan yang menyatakan Syarat c. Hubungan yang menyatakan Pengandaian d. Hubungan yang menyatakan Tujuan e. Hubungan yang menyatakan Konsesif f. Hubungan yang menyatakan Pembandingan g. Hubungan yang menyatakan Sebab atau alasan h. Hubungan yang menyatakan Hasil atau akibat i. Hubungan yang menyatakan Cara

j. Hubungan yang menyatakan Alat

k. Hubungan yang menyatakan Komplementasi l. Hubungan yang menyatakan Atribut

m. Hubungan yang menyatakan Perbandingan Terbagi atas :

1. Hubungan Ekuatif,

2. Hubungan Komparatif


(44)

A. Hubungan Waktu

Hubungan semantis yang menyatakan waktu adalah hubungan antarkalimat menjelaskan suatu peristiwa atau keadaan dari pernyataan klausa utama dengan klausa kedua yang dihubungkan dengan konjungsi subordinatif. Hubungan waktu itu dapat dibedakan ke dalam beberapa bagian yaitu :

1. waktu batas permulaan 2. waktu bersamaan 3. waktu berurutan

4. waktu batas akhir terjadinya peristiwa atau keadaan

1. Waktu Batas Permulaan

Hubungan semantis menyatakan waktu batas permulaan yang ada dalam kalimat majemuk bertingkat berfungsi untuk menyatakan keterangan waktu dalam suatu peristiwa atau aktifitas yang dilakukan seseorang. Klausa kedua menyatakan situasi yang menggambarkan waktu kejadian. Konjungtor yang digunakan adalah tingki ‘sejak’.

2. Waktu Bersamaan

Hubungan semantis menyatakan waktu bersamaan menguraikan kalimat majemuk bertingkat dengan menunjukkan adanya peristiwa atau keadaan yang hampir sama. Konjungtor yang digunakan seperti tingki ‘ketika’ , uju ‘ketika’.


(45)

3. Waktu Berurutan

Hubungan waktu berurutan menunjukkan urutan waktu yang terlebih dahulu terjadi atau lebih dahulu terjadi antara klausa pertama dengan klausa kedua. Konjungtor yang digunakan adalah andorang so, di tingki so ‘sebelum’, nunga,nung,dung pe, asa ‘setelah’.

4. Waktu Batas Akhir

Hubungan waktu batas akhir memaparkan hubungan dengan keterangan rentetan suatu peristiwa yang ditandai dengan konjungtor sampe ‘sampai’ atau ‘hingga’ yang menyatakan ujung dari suatu proses.

B.Hubungan Syarat

Hubungan ini menyatakan bahwa dalam kalimat majemuk bertingkat mengungkapkan adanya syarat atau situasi yang hars dipenuhi dari klausa satu dengan klausa kedua. Konjungtor yang menggabungkannya adalah molo ‘jika’ , anggo ‘kalau’ , sanga ‘kalau sempat’ , asal ma ‘asalkan’.

C. Hubungan Pengandaian

Hubungan semantis pengandaian artinya dalam kalimat tersebut mengandung unsur pengandaian atau ada yang diandaikan atau diumpamakan. Konjungtor dalam hubungan pengandaian adalah atik ‘seandainya’, aut ‘seandainya’, betak ‘kalau/siapa tahu’.


(46)

D. Hubungan Tujuan

Hubungan semantis dalam kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan suatu tujuan atau keinginan. Untuk menandai hubungan tersebut maka dipergunakan subordinator asa , anggiat ‘agar/ supaya’, laho ‘untuk’.

E. Hubungan Konsesif

Yang dimaksud dengan hubungan konsesif adalah hubungan yang menyatakan keadaan/kondisi yang berlawanan dengan pernyataan klausa utama. Kata yang digunakan adalah sahali pe ‘sekalipun’.

F. Hubungan Pembandingan

Yang dimaksud dengan hubungan pembandingan adalah hubungan yang menyatakan suatu pembandingan dan kemiripan. Konjungsi subordinator yang digunakan adalah songon ‘seperti’.

G. Hubungan Penyebaban

Yang dimaksud dengan hubungan penyebaban ialah bahwa klausa sematan merupakan sebab atau alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama. Hubungan tersebut biasanya ditandai dengan penggunaan subordinator ala ‘karena’. Hubungan penyebaban terdiri dari sebab dan akibat dari suatu peristiwa.


(47)

H. Hubungan Hasil

Hubungan antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan hasil atau dampak serta manfaat dari suatu kejadian. Konjungtor subordinatif yang digunakan adalah asa (untuk) .

I. Hubungan Cara

Hubungan antarklausa yang menyatakan cara artinya hubungan klausa utama dengan klausa kedua dengan menggunakan cara (metode) yang menjadikan alat sebagai media atau objek dalam suatu peristiwa/kejadian. Konjungtor yang digunakan adalah dohot ‘dengan’.

J.Hubungan Alat

Hubungan antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan alat artinya dari klausa-klausa pembentuk dalam kalimat majemuk bertingkat ini menggunakan alat atau suatu benda. Konjungsi yang digunakan adalah dohot ‘dengan’.

K. Hubungan Komplementasi

Hubungan yang menyatakan komplementasi adalah hubungan yang klausa keduanya melengkapi klausa pertama dengan subordinator kata “bahwa” atau ma.


(48)

L.Hubungan Atributif

Hubungan aributif ditandai oleh subordinator yang. Dalam bahasa batak toba dikenal dengan kata na ‘yang’. Hubungan Atributif terbagi atas dua bagian yaitu :

1. Hubungan Reskriptif

Dalam hubungan seperti ini, klausa relatif mewatasi makna dari nomina yang menerangkannya. Dengan kata lain, bila ada suatu nomina yang mendapat keterangan tambahan yang berupa klausa relatif-restriktif, maka klausa itu merupakan bagian integral dari nomina yang diterangkannya. Dalam hal penulisannya perlu diperhatikan benar bahwa klausa relatif macam ini tidak dibatasi oleh tanda koma, baik di muka maupun di belakangnya. Perhatikan contoh berikut.

Pamannya yang tinggal di Medan meninggal kemarin.

Pada kalimat bahasa pertama tampak bahwa klausa relatif yang tinggal di Medan yang tidak ditulis di antara dua tanda koma, mewatasi makna kata pamannya. Artinya, si pembicara mempunyai beberapa paman yang meninggal kemarin adalah yang meninggal di Medan.

2. Hubungan Takrestriktif

Berbeda dengan klausa yang restriktif, klausa subordinatif yang takrestriktif hanyalah memberikan sekadar tambahan informasi pada nomina yang diterangkannya. Jadi, ia tidak mewatasi nomina yang mendahului. Karena itu, dalam penulisannya klausa ini diapit oleh dua tanda koma. Perhatikan kontras makna dan cara penulisan antara klausa restriktif dan takrestriktif berikut ini.


(49)

a. Suami saya yang tinggal di Medan meninggal kemarin.

b. Suami saya, yang tinggal di Medan, meninggal kemarin.

Klausa relatif yang tingal di Medan pada (a) tidak diapit oleh tanda koma, sedangkan pada (b) diapit oleh dua tanda koma. Makna dari kedua kalimat ini pun berbeda. Kalimat (a) menyiratkan bahwa si pembicara mempunyai lebih satu suami dan yang meninggal adalah istri yang tinggal di Medan. Sebaliknya, dengan klausa relatif yang takrestriktif, kalimat (b) menyatakan bahwa suaminya hanya satu. Klausa yang tinggal di Medan hanya sekadar memberi keterangan tambahan di mana suaminya tinggal.

M. Hubungan Perbandingan

Hubungan perbandingan terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat yang klausa subordinatif dan klausa utamanya mempunyai unsur yang sama yang tarafnya sama (ekuatif) atau berbeda (komparatif). Klausa subordinatif perbandingan selalu mengalami pelepasan. Unsur yang dilesapkan adalah unsur yang menyatakan sifat yang terukur yang ada pada klausa utama dan klausa subordinatif. Hubungan perbandingan dibagi atas dua bagian yaitu :

1. Hubungan Ekuatif

Hubungan ekuatif muncul bila hal atau unsur pada klausa subordinatif dan klausa utama yang diperbandingkan sama tarafnya. Bentuk yang digunakan untuk menyatakan hubungan ekuatif adalah sama…. dengan atau bentuk se-. Dalam Bahasa Batak Toba digunakan kata sarupa ‘sama’ untuk mendeskripsikannya.


(50)

2. Hubungan Komparatif

Hubungan komparatif muncul bila hal atau unsur pada klausa subordinatif dari klausa utama diperbandingkan berbeda tarafnya. Bentuk yang digunakan untuk menyatakan hubungan komparatif adalah lebih/kurang… dari(pada). Dalam Bahasa Batak Toba digunakan subordinator sian ‘daripada’.

3. Pelesapan

Yang dimaksud dengan pelesapan adalah adanya unsur yang dihilangkan atau dikurangi agar kalimat tersebut tidak mengandung unsur yang sama dalam satu paduan kalimat. Penggabungan dua klausa baik secara subordinatif maupun koordinatif dapat mengakibatkan terdapatnya dua unsur yang sama dalam satu kalimat. Pengulangan unsur yang sama itu merupakan suatu redundansi dari segi informasi. Salah satu alat sintaktis untuk mengurangi taraf redundansi itu adalah pelesapan atau elipsis, yaitu penghilangan unsur tertentu dari satu kalimat atau teks. Arti taraf redundansi dalam kalimat adalah unsur yang melebih-lebihkan untuk itu harus dilakukan penghilangan.


(51)

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat interaksi dan komunikasi antarsesama manusia. Komunikasi yang disampaikan melalui bahasa bisa dalam bentuk lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar manusia dapat menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Melalui bahasa, seseorang menyampaikan semua yang dirasakan, hal-hal yang dipikirkan, dan maksud kepada orang lain. Bahasa menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan ilmiah misalnya di sekolah, di kantor ataupun di lingkungan sosial lainnya. Oleh karena itu, peran bahasa sangat penting sebagai media pengantar dalam dunia komunikasi.

Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang heterogen. Heterogen artinya bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku dan etnik. Keanekaragaman ini yang menjadi identitas atau ciri suatu bangsa. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010 (http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa Indonesia/Suku Bangsa). Suku bangsa di Indonesia bisa meliputi suku Arab, Jawa, Melayu, Batak dan lain-lain. Suku batak pada umumnya berdomisili di daerah sekitar pulau Sumatera khususnya Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat batak juga terbagi ke dalam beberapa sub suku yaitu batak Toba, batak Simalungun, batak Karo, batak Angkola/Mandailing dan batak


(52)

Pakpak. Setiap suku memiliki bahasa tersendiri untuk berinteraksi dan itu yang membedakannya dengan suku bangsa lainnya.

Terdapat kurang lebih 420 jenis bahasa daerah yang tumbuh dan terus berkembang di Indonesia.Tiap-tiap suku memiliki bahasa daerah masing-masing sekaligus sebagai lambang identitas daerah (Halim melalui Mirani, 2009 : 2). Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya, meliputi Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara dan Toba Samosir. Secara umum, Bahasa Batak Toba digunakan sebagai bahasa sehari-hari pada masyarakat batak Toba sehingga Bahasa Batak Toba sampai sekarang masih eksis keberadaannya dalam bahasa daerah di Indonesia.

Bahasa adalah bagian dari linguistik karena bahasa sebagai objek kajian linguistik. Linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia (Marniet melalui Cahyono, 1995 : 33). Tataran linguistik yang dikaji secara internal meliputi fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Bahasa dikaji secara eksternal melalui faktor di luar bahasa, seperti faktor sosial, psikologis, etnis, seni, dan sebagiannya. Kajian internal dilakukan dengan teori dan prosedur yang ada dalam disiplin ilmu linguistik dan kajian secara eksternal dipandang dari sudut antar disiplin atau kajian antara dua bidang ilmu misalnya sosiolinguistik, sosial dan bahasa.

Dalam ilmu bahasa seorang linguistik dan pemakai bahasa harus secara objektif mengujarkan kalimat dengan memiliki keserasian bentuk dan makna agar tidak ada penafsiran yang berbeda ketika membaca atau menanggapinya. Akan tetapi pemakai bahasa memiliki kesulitan karena adanya kesengajaan situasi, emosional, dan keterbatasan berfikir. Hubungan bentuk dan makna berkaitan erat dengan kajian sintaksis dan proses semantis suatu kalimat. Kalimat ada berdasarkan perpaduan


(53)

antara beberapa kata yang bisa membentuk klausa dengan satu kesatuan yang benar dan mematuhi pola kalimat berdasarkan kaidah-kaidah pembentukannya.

Kalimat dibangun dari konstruksi sintaksis yang tediri dari 2 kata atau lebih. Kalimat juga disebut terdiri dari beberapa komponen klausa. Klausa adalah satuan pembentuk kalimat. Klausa merupakan suatu konstruksi predikatif yang merupakan bagian kalimat. Konstruksi predikatif adalah konstruksi yang biasanya didampingi oleh unsur subjek, objek, pelengkap atau keterangan (Sibarani, 1997:48). Oleh karena itu, subjek lebih wajib dan lebih sering muncul daripada fungsi-fungsi lainnya untuk mendampingi predikat dalam sebuah konstruksi, baik klausa maupun kalimat.

Kalimat ditinjau dari segi sintaksis harus mematuhi konstruksi yang gramatikal dan tentu memiliki makna yang jelas, jikalau suatu kalimat hanya baik dan benar secara struktur tetapi rancu dalam makna akibatnya penyampaian maksud ujaran itu kepada orang lain akan terhambat. Pemakai bahasa atau pelaku bahasa sebaiknya memperhatikan ujaran kalimat dengan struktur dan semantisnya. Agar bahasa yang dihasilkan benar dan bermakna, sehingga komunikasi terjalin dengan baik.

Penulis mengangkat judul skripsi ini tentang Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Bahasa Batak Toba dengan merujuk pada buku karangan Hasan Alwi, dkk. Dalam Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang memaparkan beberapa hubungan semantis antara klausa dengan klausa lain pada kalimat majemuk. Kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunya dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk ini terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat. Cara membedakan anak kalimat dan induk kalimat yaitu dengan melihat letak


(54)

konjungsi. Ada tiga jenis kalimat majemuk yaitu kalimat majemuk setara, bertingkat, dan kalimat majemuk campuran (Sibarani, 1997 : 78).

Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa bebas atau lebih. Kalimat majemuk setara dalam bahasa Indonesia memiliki klasifikasi penggabungan kalimat melalui konjungsi koordinatif. Contoh : dan, atau, tetapi, lalu. Dalam kalimat majemuk setara bahasa Batak Toba memiliki konjungsi koordinatif yang meliputi : jala, dohot, huhut, laos, alai, manang, nang, ro di, alai tutu do nian, eh. Kalimat majemuk bertingkat merupakan kalimat sempurna yang terdiri atas satu klausa bebas dan satu klausa terikat. Konjungsi yang digunakan oleh kalimat majemuk bertingkat bahasa Batak Toba adalah konjungsi subordinatif yang meliputi : nang, manang, songon, agia (pe), na, atik pe, nang pe, agia pe, alai, tung pe, anggiat, molo, anggo, sanga, gabe, andorang, tingki dan lain-lain sedangkan kalimat majemuk campuran adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas dengan beberapa klausa terikat (Sibarani, 1997:76-102).

Hubungan semantis dalam kalimat majemuk setara yang terjadi pada satu klausa dengan klausa yang lain meliputi : hubungan penjumlahan, hubungan perlawanan, dan hubungan pemilihan sedangkan hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat ada 13 hubungan antara lain : hubungan waktu, syarat, pengandaian, tujuan, konsesif, perbandingan, sebab, hasil, cara, alat, komplementasi, atribut, perbandingan (Alwi, dkk 2003 : 398-418).

Oleh karena itu, tujuan pembahasan ini adalah untuk menambah daya nalar pengguna bahasa khususnya dalam dunia pendidikan dan mengembangkan kemampuan berbahasa dalam dunia komunikasi agar tercipta suatu jalinan


(55)

komunikasi yang berguna baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Dalam bidang bahasa misalnya bahasa tulisan berguna untuk menambah pengetahuan pembaca dan penutur mengenai kalimat majemuk agar lebih cermat serta teliti dalam meletakkan konjungsi pemakaian bahasa tulisan.

Sebagai contoh, dalam percakapan sehari-hari pada masyarakat batak Toba misalnya : ro ibana tu jabunghu dohot tangis-tangis. Penggunaan konjungsi “dohot” kurang tepat seharusnya digunakan konjungsi “huhut” sehingga kalimatnya menjadi ro ibana tu jabunghu huhut tangis – tangis, yang artinya ‘dia datang ke rumahku dengan menangis’. Penulisan letak konjungsi yang benar adalah dengan menggunakan kata “huhut” dan bukan “dohot” pada konteks kalimat tersebut. Akibat yang timbul dari penggunaan konjungsi yang salah akan menimbulkan makna yang berbeda dan bahkan akan merancukan makna sebuah kalimat.

Peran semantis sangat perlu dipelajari dan diketahui agar dalam ragam lisan ataupun tulisan dapat terjalin komunikasi yang baik. Apalagi dalam masyarakat di luar suku batak Toba yang ingin mempelajari bahasa batak Toba tentu harus memahami dengan benar kaidah-kaidah penulisan dan pengucapan setiap kalimat dalam bahasa tersebut. Inilah yang melatarbelakangi penulis mengangkat judul skripsi Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Batak Toba.


(56)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:

Bagaimanakah hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk bahasa Batak Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan semantis antarklausa yang terdapat dalam kalimat majemuk bahasa Batak Toba.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoretis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Beberapa manfaat secara teoretis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

a. Menambah pengetahuan dalam bidang bahasa berupa kemampuan menganalisa jenis kalimat majemuk.

b. Memberikan referensi mengenai beberapa hal terkait dalam pembahasan mengenai bahasa linguistik termasuk konjungsi dan kalimat.

c. Membuka cakrawala pemikiran dalam penguasaan berbahasa khususnya dalam pemahaman mengenai kalimat majemuk dan peran semantis di dalamnya.


(57)

d. Menambah pemahaman mengenai adanya suatu hubungan semantis tidak hanya dalam kalimat majemuk setara, tetapi ada hubungan semantis dalam kalimat majemuk bertingkat.

e. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi tentang bahasa daerah khusunya bahasa batak Toba.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah menambah daya nalar pengguna bahasa khususnya dalam dunia pendidikan dan mengembangkan kemampuan berbahasa dalam dunia komunikasi agar tercipta suatu jalinan komunikasi yang berguna baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.


(58)

ABSTRAK

Tiffani Rotua Panjaitan. 2016. Judul Skripsi : Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba. Terdiri dari 5 bab.

Penelitian ini merupakan kajian tentang HUBUNGAN SEMANTIS ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA TOBA. Masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan semantis dalam kalimat majemuk bahasa Toba. Penelitian ini menggunakan teori struktural dari Hasan Alwi. Hubungan semantis dalam kalimat majemuk terbagi dua bagian yaitu dalam kalimat majemuk setara dan bertingkat. Hubungan semantis dalam kalimat majemuk setara terbagi menjadi tiga bagian yang meliputi : hubungan penjumlahan, perlawanan, dan pemilihan. Kalimat majemuk bertingkat memiliki hubungan semantis yang terbagi menjadi 13 bagian yaitu : hubungan waktu, syarat, pengandaian, tujuan, konsesif, perbandingan, sebab, hasil, cara, alat, komplementasi, atribut, perbandingan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat batak Toba pada umumnya belum mematuhi kaidah pemakaian konjungsi yang tepat dan belum mematuhi kaidah-kaidah bahasa yang harus memiliki keserasian bentuk dan makna baik secara teoritis dan praktis.

Kata kunci : Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba.


(59)

HUBUNGAN SEMANTIS ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN OLEH

TIFFANI ROTUA PANJAITAN 110703014

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(60)

htpTjolo

pr\joloshlimn\dko\mUliatemaHTamn\tdebtdisialdilehno\dohhi psno\hgogoano\dohto\p>Rpiano\TaHalniSdeboIpinsaes\k\rpi\s iano\dipkL\ts\Il\MbdyUnipre\sits\SmterUtrmoloJdL\nis\k\rp i\siano\ImHB<n\semn\tsi\an\tr\k\lUsdlm\klimt\mjemK\bhstob T^mn\sIhrp\doroh^Hs\k\rpi\sia^giat\boIgbesdpar\binotoan\T sdea^knmp\jhashtpo\p<n\Tsiano\T

s\k\rpi\siano\Hbgimgbeaopt\bgian\bb\npr\jolodibgs\bb\ano\ Hptor^mpr\jololtr\belk^mslh\RMsn\mslh\TJan\penelitian\mn\ pat\penelitian\dibb\napDahno\Hptor^mtni\jUan\pS\tkImkepS\ tkan\y^relepn\dohto\teaoriy^diGnkn\UdT\niMsedibb\nptoLhno \Hptor^mdisimetodepenelitian\Immetodedsr\loksipenelitian\ In\s\t\Rmne\penelitian\sM\bre\dtpenelitian\metodepe<M\Pln \dtdohto\metodeanlissi\dtbb\npaopt\hno\diptor^mdisno\Sdem slh\nado^diJdL\s\k\rpi\siano\bb\plimhno\Imkesmi\Pln\dohto \srn\so<no\Ibsn\dirigod^dopehHr<n\dibgsn\nipNrtn\

nis\k\rpi\siano\alIsian\serpe\nirohm<idomaHpn\dpto\mn^hto r<n\sian\hMa^knmn\jhaslm\Tde^gn\nmMses\k\rpi\siano\mn^nah pediptor^di s\k\rpi\siano\gbep<n\Tsiano\mdihitsLhT\n

medn\ 2016


(61)

tipnipn\jUtn\

nmi\ 110703014

HATA PATUJOLO

Parjolo sahali mandok mauliate ma ahu tu amanta Debata disiala dilehon do hahipason, hagogoon, dohot pangurupion tu ahu, alani sude boi pinasae skripsi on di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.Molo judul ni skripsi on ima Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba.


(62)

Tung mansai harap do rohangku skripsi anggiat boi gabe sada parbinotoan tu sude angka na manjaha. Asa hatop pangantusion tu skripsi on, hubagi ma gabe opat bagian. Bab na parjolo, dibagas bab on hupatorang ma parjolo latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Di bab na paduahon hupatorang ma tinjauan pustaka ima, kepustakaan yang relevan dohot tinjauan pustaka. Udut ni muse di bab na patoluhon hupatorang ma disi metode penelitian ima, metode dasar, lokasi sumber data, instrumen, metode pengumpulan data, dohot metode analisis data. Bab na paopathon dipatorang ma dison sude masalah na adong di judul skripsi on. Bab palimahon ima kesimpulan dohot saran.

Songon iba sandiri godang dope hahurangan dibagasan ni panuratan ni skripsi on, alai sian serep ni roha mangido ma ahu pandapot manang hatorangan sian hamu angka na manjaha, asa lam tu denggan na ma muse skripsi on. Manang na aha pe dipatorang di skripsi on gabe pangantusion ma di hita saluhut na.


(63)

ABSTRAK

Tiffani Rotua Panjaitan. 2016. Judul Skripsi : Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba. Terdiri dari 5 bab.

Penelitian ini merupakan kajian tentang HUBUNGAN SEMANTIS ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA TOBA. Masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan semantis dalam kalimat majemuk bahasa Toba. Penelitian ini menggunakan teori struktural dari Hasan Alwi. Hubungan semantis dalam kalimat majemuk terbagi dua bagian yaitu dalam kalimat majemuk setara dan bertingkat. Hubungan semantis dalam kalimat majemuk setara terbagi menjadi tiga bagian yang meliputi : hubungan penjumlahan, perlawanan, dan pemilihan. Kalimat majemuk bertingkat memiliki hubungan semantis yang terbagi menjadi 13 bagian yaitu : hubungan waktu, syarat, pengandaian, tujuan, konsesif, perbandingan, sebab, hasil, cara, alat, komplementasi, atribut, perbandingan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat batak Toba pada umumnya belum mematuhi kaidah pemakaian konjungsi yang tepat dan belum mematuhi kaidah-kaidah bahasa yang harus memiliki keserasian bentuk dan makna baik secara teoritis dan praktis.

Kata kunci : Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba.


(64)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan, berkat rahmat dan kasih-Nya selalu menyertai penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba.

Rincian sistematika skripsi ini sebagai berikut : Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II berupa kajian pustaka yang meliputi kepustakaan yang relevan dan tinjauan pustaka. Bab III merupakan metodologi penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi, sumber data, instrumen, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan tentang “ Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba”. Bab V merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

Selama penulis menempuh pendidikan, banyak hal yang melintang yang penulis hadapi, namun karena motivasi yang besar, akhirnya penulis sampai juga pada akhir pendidikan dan skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagaimana mestinya. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dalam kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Atas segala perhatiannya, saya ucapkan terimakasih.


(65)

Medan, 2016

Penulis,

Tiffani Rotua Panjaitan NIM : 110703014


(1)

ii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan, berkat rahmat dan kasih-Nya selalu menyertai penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah Hubungan Semantis

Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba.

Rincian sistematika skripsi ini sebagai berikut : Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II berupa kajian pustaka yang meliputi kepustakaan yang relevan dan tinjauan pustaka. Bab III merupakan metodologi penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi, sumber data, instrumen, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan tentang

“ Hubungan Semantis Antarklausa Dalam Kalimat Majemuk Bahasa Toba”. Bab V merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

Selama penulis menempuh pendidikan, banyak hal yang melintang yang penulis hadapi, namun karena motivasi yang besar, akhirnya penulis sampai juga pada akhir pendidikan dan skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagaimana mestinya. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dalam kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Atas segala perhatiannya, saya ucapkan terimakasih.


(2)

Medan, 2016

Penulis,

Tiffani Rotua Panjaitan NIM : 110703014


(3)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapakan pertama sekali sebagai tanda terima kasih atas selesainya skripsi ini selain ucapan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kemudian, ucapan terima kasih ditujukan kepada orang-orang yang telah banyak membantu penulis, memberikan pengarahan, dorongan, semangat, bimbingan, bantuan maupun saran yang penulis terima dari semua pihak, sehingga tiap kesulitan yang dihadapi dapat diatasi.

Pada kesempatan ini dengan keikhlasan hati penulis mengucapakan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. selaku ketua Departemen Sastra Daerah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum. selaku sekertaris Departemen Sastra Daerah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada ibu yang merangkap menjadi pembimbing II penulis telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Asriaty R. Purba, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dan sangat membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Bapak dan ibu dosen Departemen Sastra Daerah Fakultas Imu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah membimbing penulis dalam perkuliahan dan seluruh staf pegawai yang telah membantu penulis.


(4)

6. Teristimewa buat orangtua penulis, Ayahanda tercinta H. Juanda Daniel Panjaitan dan ibunda tersayang T. Sibarani yang telah memberikan cinta kasih tiada henti bagi penulis.

7. Kakanda Fitri Dewi Panjaitan dan adinda David, Bona Panjaitan yang penulis sayangi karena selalu memberikan dukungan yang berarti buat penulis.

8. Seluruh keluarga besar Panjaitan dan Sibarani yang memberikan sumbangsih kepada penulis secara personal dan arahan yang besar agar penulis mengerjakan skripsi ini dengan sungguh-sungguh.

9. Kakanda Fifi Rahmad yang selalu memberikan pertolongan kepada penulis dalam proses administrasi akademik sehingga berjalan dengan baik dan lancar.

10. Terimakasih untuk seluruh teman penulis angkatan 2011 atas dukungan dan motivasinya.


(5)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 8

2.2 Teori Yang Digunakan ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Metode Dasar ... 31

3.2 Lokasi Data Penelitian ... 31

3.3 Instrumen Penelitian... 32


(6)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32

3.5 Metode Analisis Data ... 33

BAB IV PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hubungan Semantis Antarklausa Kalimat Majemuk Setara ... 34

4.2 Hubungan Semantis Antarklausa Kalimat Majemuk Bertingkat ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN