profil brainstem evoked response audiometry pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal

(1)

AUDIOMETRY

PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN

DENGAN PENDENGARAN NORMAL

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Dian Pratiwi

NIM : 109103000017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M


(2)

i

AUDIOMETRY

PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN

DENGAN PENDENGARAN NORMAL

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Dian Pratiwi

NIM : 109103000017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M


(3)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 25 September 2012

Dian Pratiwi Materai Rp 6000


(4)

iii

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh Dian Pratiwi NIM: 109103000017

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1433 H/2012 M


(5)

iv

Laporan Penelitian berjudul PROFIL BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN DENGAN PENDENGARAN NORMAL yang diajukan oleh Dian Pratiwi (NIM: 109103000017), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 25 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagaisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 25 September 2012

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed

Pembimbing 1

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT

Pembimbing 2

dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed

Penguji 1

dr. Zainal, SpTHT, PhD

Penguji 2

dr. Djauhari Widjajakusumah, PFK

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN SH Jakarta

Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And

Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta


(6)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penelitian ini dapat terwujud walaupun begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan lurus dan diridhoi Allah SWT.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini yang berjudul “profil brainstem evoked response audiometry pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar penulis maupun dari dalam diri penulis. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penulis banyak mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFRselaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT dan dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed sebagai dosen pembimbing penelitian saya, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2009.


(7)

vi

yang bersedia meminjamkan alat untuk mendukung penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan.

6. Bapak (alm) yang telah menghantarkan penulis hingga menjadi mahasiswa pendidikan dokter dan Ibu yang telah banyak memberikan kasih sayang, doa dan dorongan baik moril maupun materiil

7. Kakak-kakak ku tersayang Arif Mustofa, Budi Nur R, Dian Rozandi dan Ade Irma yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama penelitian berlangsung.

8. Husnita Thamrin, Pradipta Syuarsyaf, Rahmatul Fithri Yanti dan Khoirun Mukhsinin Putra sebagai teman kelompok riset yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. 9. Mas Yasin dan Mas Manaf yang telah membantu dalam peminjaman alat

penelitian.

10.Pak Richart selaku pustakawan bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang telah membantu penulis dalam mencari rujukan penelitian mengenai BERA.

11.Seluruh mahasiswa PSPD angkatan 2009 yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai pemeriksaan brainstem evoked response audiometry.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 25 September 2012


(8)

vii

Dian Pratiwi. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Brainstem Evoked

Response Audiometry pada Orang Usia 19-21 Tahun dengan Pendengaran

Normal. 2012

Brainstem evoked response audiometry(BERA) adalahsuatu pemeriksaan

elektrofisiologi auditorik yang menilai integritas sistem pendengaran sentral dan perifer secara objektif. Pemeriksaan ini biasa digunakan untuk memperkirakansensitifitas pendengaran, skrining pendengaran pada bayi baru lahir dan diagnostik dalam menilai sistem saraf pusat pendengaran. Tujuan: Menilai profil brainstem evoked response audiometrypada orang usia 19-21 tahun dengan pendengarannormal dan menilai profil BERA dengan kecepatan, intensitas dan stimulus yang berbeda. Desain penelitian: cross sectional. Sampel penelitian: Tiga puluh empat telinga pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.Hasil:Masa laten gelombang berbeda signifikan antara stimulus click dan stimulus tone burst.Serta terdapat perbedaan rata-rata masa laten pada kecepatan dan intensitas yang berbeda.Kesimpulan: Rata-rata profile

Brainstem Evoked Response Audiometrypadapendengaran normal berbeda pada

setiap stimulus, kecepatan dan intensitas stimulus yang berbeda. Kata kunci: Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA)

ABSTRACT

Dian Pratiwi. Medicine Study Programe. Brainstem Evoked Response AudiometryProfile in People Age 19-21 Years Old with Normal Hearing. 2012

Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) is anauditory electrophysiology that assesses the integrity of the central and the peripheral auditory system objectively. Aim:To assesses Brainstem Evoked Response Audiometryprofile inpeople age 19-21 years old with normal hearing and to assess BERAprofile based on differentrate,intensity and stimuly. Study design:Cross sectionalstudy. Specimen study:Thirty four ears with normal hearing in individual age 19 to 21 years old. Results:Wave latencies differed significanly between click stimuli andtone burst stimuli.There was also difference of average latencyin various rate andintensity. Conclusion: the average profile brainstem evoked response audiometry in normal hearing is difference in every difference stimuli, rate and intensity.


(9)

viii

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan masalah... 3

1.3.Tujuan penelitian ... 3

1.3.1.Tujuan umum: ... 3

1.3.2.Tujuan khusus ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran ... 5

2.2. Fisiologi Pendengaran ... 15

2.3.Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA) ... 16

2.3.1. Fisiologi BERA ... 16

2.3.2. Metode Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) ... 17

2.3.3. Analisis gelombang BERA ... 18

2.3.4. Karakteristik gelombang BERA pada pendengaran normal ... 19

2.3.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA ... 20

2.4.Kerangka teori ... 25

2.5.Kerangka konsep ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Desain Penelitian ... 27


(10)

ix

3.3.2.Kriteria Sampel ... 29

3.4.Cara Kerja Penelitian... 30

3.5.Managemen Data ... 31

3.5.1. Pengumpulan Data... 31

3.5.2. Pengolahan Data ... 31

3.5.3. Analisis Data ... 31

3.5.4. Penyajian Data... 31

3.6. Definisi Operasional ... 31

3.6.1. Cara kerja ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

4.1. Hasil... 33

4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel ... 33

4.1.2. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 27,7/ second .. 34

4.1.3. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 47,7/ second . 36 4.1.4. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada StimulusClick dengan Kecepatan 67,7/ second... 38

4.1.5. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 87,7/ second .. 40

4.1.6. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Tone BurstFrekuensi 500 Hz dengan Kecepatan 27,7/ second ... 42

4.1.7. Hasil Mean dan Standar Deviasi (ms) Masa Laten Gelombang dalam Berbagai Kecepatan, Intensitas dan Jenis Stimulus... 44

4.2. Pembahasan ... 45

4.3.Keterbatasan Penelitian ... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1.Simpulan ... 49

5.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(11)

x

2.3.4. Rata-rata karakteristik gelombang BERA dengan stimulus click

berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa... 18 4.1.1. Jumlah gelombang I, III dan V yang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 27,7/second ……... 33 4.1.2. Jumlah gelombang I, III dan V yang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 47,7/second ……..... 35 4.1.3. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 67,7/second …..... 37 4.1.4. Jumlah gelombang I, III danVyang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 87,7/second ………... 39 4.1.5. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 27,7/second …... 41 4.1.6. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberianstimulus

tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /second ……... 43 4.1.7. Hasil mean dan standar deviasi (ms) masa laten gelombang dalam


(12)

xi

2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam ... 5

2.1.2. Struktur daun telinga ... 6

2.1.3. Telinga bagian tengah ... 7

2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam ... 9

2.1.5. Potongan dari satu lingaran koklea ... 9

2.1.6. Perjalanan gelombang di sepanjang membran basilar berdasarkan frekuensi suara tinggi, sedang dan rendah ... 11

2.1.7. Pola amplitudo gelombang pada frekuensi 200-8000 siklus per detik ... 12

2.1.8. Organ corti dan sel-sel rambut yang terdapat didalamnya ... 12

2.1.9. Jaras saraf pendengaran ... 14

2.3.2. Pemeriksaan BERA ... 17

4.2.1. Tonotopy sel saraf pendengaran di koklea berdasarkan frekuensi suara... 48


(13)

xii ABR : auditory brainstem response

BERA : Brainstem evoked response audiometry

DB nHL : desibel normal hearing level

Hz : Hertz

ISI : interstimulus interval

ms : millisecond

sec : second


(14)

xiii

Lampiran 1. Lembar Persetujuan ... 52

Lampiran 2. Lembar status penelitian ... 53

Lampiran 3. Deskripsi hasil penelitian ... 54


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA) adalah suatu

pemeriksaanelektrofisiologi auditorik untuk menilai integritas darisistem pendengaran sentral dan perifersecara objektif dan tidak invasif.1,2Pemeriksaan BERA pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971.Joint

Committee on Infant Hearing(JCIH) pada tahun 2007, telah mengusulkan

dilakukannya pemeriksaan BERA pada setiap bayi baru lahir sebagai pemeriksaan standar yang dilakukan untuk identifikasi awal gangguan pendengaran pada bayi baru lahir.3 Di Indonesia, berdasarkan Surat KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor768/Menkes/SK/VII/2007 mengenai rencana strategi nasional penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian untuk mencapai

sound hearing 2030, pemeriksaan BERA merupakan salah satu standar

pemeriksaan yang dilakukan untuk pemeriksaan dini gangguan pendengaran pada bayi baru lahir.4Selain untuk pemeriksaan pendengaran pada bayi baru lahir, BERA juga dapat digunakan untuk memperkirakan sensitifitas pendengaran, diagnostik dalam menilai sistem saraf pusat pendengaran dan untukmemonitor selama operasi pada fossa posterior2

Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA)adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan stimulus bunyi pada telinga yang diberikan melalui head phone, insert probe, maupun bone fibrator berupa bunyi click atau tone burst.Pemeriksaan BERA akan mengukurevoked potential

berupa aktivitas listrik yang dihasilkan olehpusat-pusat saraf pendengaran dari koklea sampai kebatang otak sebagai respons dari stimulus yang diberikan.1 Respons yang muncul diproses melalui komputer dan menghasilkan limapuncak gelombang yang masing-masing menggambarkan respons dari tiap pusat saraf pendengaran, yaitu; gelombang I berasal dari bagian distal atau perifer dari NervusVIII tempat serabut saraf meninggalkan koklea, gelombang II berasal dari bagian proksimal saraf didekat batang otak, gelombang III merupakan kerjasama


(16)

dari saraf bagian proksimal dan nukleus koklea, gelombang IV dan V merupakan kerjasama dari nukleus koklea, superior olivary complex dan lemniscus lateralis.2 Dari gelombang yang muncul dapat dianalisis morfologi gelombang, masa laten dan amplitudo gelombang.1

Beberapa penelitian dan beberapa buku rujukan mengenai BERA menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil perekaman BERA.5Beberapa faktor tersebut yaitu; faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan kelainan pada sistem pendengaran dan faktor eksternal yang terdiri atas jenis transducer, jenis stimulus, kecepatan (rate), jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI ), polaritas, intensitas dan adanya artefak listrik lingkungan. Perbedaan stimulus seperti stimulus clickdibandingkan dengan stimulus jenis tone burst dari beberapa penelitian menunjukkan hasil amplitudo gelombang stimulus click lebih besar dibandingkan stimulus tone burst. Kecepatan stimulus yang dipercepat akan memperlambat masa laten dan memperkecil amplitudo gelombang. Beberapa penelitian juga menunjukkan semakin besar intensitas, akanmenghasilkan amplitudo gelombang yang semakin tinggi dan masa laten yang lebih cepat. Pada buku James W. Hall disebutkan bahwa hasil masa laten gelombang pada pemeriksaan BERA ditemukan lebih lama pada bayi dengan usia < 12 bulan dan dewasa dengan usia > 25 tahun.

Berdasarkan penelitian dan teori dari beberapa rujukan mengenai pengaruh faktor intensitas, jenis stimulus dan kecepatan pada pemeriksaan BERA, serta pentingnya pemeriksaan BERA dan kegunaannya yang luas, para praktisidi bidang THT yang melakukan pemeriksaan ini perlu memiliki parameter sendiri untuk meningkatkan akurasi penilaian elektrofisiologidarijalursaraf pendengaran.5Untukmendapatkan parameter tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui profilBrainstem Evoked Respons Audiometri (BERA)pada pendengaran normalberdasarkan intensitas, kecepatan dan jenis stimulus yang berbeda yaitu click dan tone burst.Olehkarena itu, kami melakukan penelitian yang berjudul “Profil Brainstem Evoked Response Audiometry pada Orang Usia 19-21 Tahun dengan Pendengaran Normal”


(17)

1.2.Rumusan Masalah

Pemeriksaan brainstem evoked response audiometry(BERA) pentinguntuk menentukan ada atau tidaknya gangguan pada konduksi sistem saraf pendengaran.Hasil pemeriksaan BERA dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa diantaranya yaitu intensitas, kecepatan dan jenis stimulus.Para praktisidi bidang THT yang melakukan pemeriksaan ini perlu memiliki parameter sendiri untuk meningkatkan akurasi penilaian elektrofisiologidarijalursaraf pendengaran.Untuk mendapatkan parameter tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) pada pendengaran normal. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana profilBrainstem Evoked Response Audiometry(BERA) padapendengaran normal? 1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum:

Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA) pada pendengaran normal.

1.3.2.Tujuan Khusus

a. Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) berdasarkanstimulus clickdan tone burst frekuensi 500 Hz pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.

b. Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) menggunakan stimulus click dan toneburst frekuensi 500 Hz denganintensitas dan kecepatan yang berbeda pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.

1.4.Manfaat Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dapat mengetahui kualitas dan kuantitas pendengarannya. 2. Praktisi kesehatan spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok

Hasil penelitian rerata nilai normal Brainstem Evoked Respons Audiometri

(BERA)pada stimulus click dan tone burstdapat dijadikan patokan dalam menentukan adanya gangguan konduksi saraf pendengaran pada pasien THT


(18)

serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan, intensitas dan jenis stimulus yang efektif untuk pemeriksaan BERA.

3. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan pedoman nilai normal

Brainstem Evoked Respons Audiometri (BERA) pada orang usia 19-21 tahun.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya.

4. Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti dapat belajar mengenai pemeriksaan telinga, pemeriksaan audiometri dan pemeriksaan Brainstem Evoked Response

Audiometry(BERA).Peneliti juga dapat menambah pengetahuan dan


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran

Telinga memiliki dua modalitas sensori yaitu pendengaran dan keseimbangan.6Sistem pendengaran terbagi menjadi dua yaitu sistem pendengaran perifer dan sistem pendengaran sentral. Sistem pendengaran perifer dimulai dari telinga bagian luar hingga saraf pendengaran. Sistem pendengaran sentral dimulai dari nukleus koklear dan berujung di korteks cerebri bagian pusat pendengaran.7,8

Sistem saraf Pendengaran Perifer

Sistem saraf pendengaran bagian perifer dibagi menjadi telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam.

Gambar 2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam. Sumber : Guyton and Hall, 2006

a. Telinga bagian luar

Telinga bagian luar terdiri dari 2 bagian utama yaitu pinnaatau auricula dan saluran telinga. Auricula/pinna atau disebut daun telinga adalah bagian telinga yang dapat terlihat dari luar. Daun telinga (pinna) ini terdiri dari tulang rawan atau


(20)

cartilago dan dilapisi oleh kulit. Fungsinya adalah menangkap gelombang suara dan menyalurkannya ke meatus auditorius eksternus. Bagian auricula berlekuk-lekuk dan memiliki nama yang spesifik pada setiap berlekuk-lekukannya. 6,7

Gambar 2.1.2. Struktur daun telinga. Sumber : Fred and Lary, 2008

Saluran telinga (ear canal) memiliki panjang 2,5 cm, diameter 0,6 cm dan berbentuk menyerupai huruf S. Dua pertiga saluran telinga terdiri dari kartilago sedangkan sepertiga bagian medial dari saluran telinga adalah tulang keras.saluran telinga bagian kartilago dan tulang ini dilapisi oleh sel epitel kulit yang terdapat rambut dipermukaannya. Pada kulit yang melapisi saluran telinga terdapat sel sebasea yang tersembunyi di bagian folikel rambut dan kelenjar seruminosa yang berfungsi mensekresikan serumen (wax). Serumen yang terbentuk akan berakumulasi di saluran telinga.Apabila serumen ini tidak dibersihkan akan menyumbat saluran telinga bahkan dapat menutupi membran timpani atau gendang telinga yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada seseorang.


(21)

b. Telinga bagian tengah

Gambar 2.1.3. Telinga bagian tengah Sumber : Guyton and Hall, 2006

Telinga bagian tengah terdiri dari membran timpani yang merupakan bagian terminal dari saluran telinga dan tiga tulang kecil yaitu maleus, incus dan

stapes. Tangkai dari maleus atau disebut manubrium melekat pada membran timpani sedangkan ujung yang lain dari maleus melekat pada incus, yang kemudian menghubungkan dengan stapes. Pada telinga bagian tengah juga terdapat dua muscullus yaitu muscullus tensor timpani yang berfungsi menarik

manubrium maleus ke medial sehingga mengurangi getaran suara dari membran timpani dan muscullus stapedius yang kontraksinya menarik kaki dari stapes menjauhi fenestra ovalis. 6,7

Kerja dari tulang-tulang pendengaran yang menyerupai pengungkit akan mengurangi jarak pergerakan gelombang dan meningkatkan tenaga pergerakan hingga 1.3 kali. Luas permukaan membran timpani yang rata-rata 55 milimeter dan luas permukaan kaki stapes rata-rata 3.2 milimeter, keduanya memiliki perbedaan rasio hingga 17 kali lipat. Besarnya tenaga pergerakan dari sistem pengungkit tulang pendengaran dan perbedaan rasio permukaan membran timpani dan luas permukaan kaki stapes mengakibatkan penekanan total sekitar 22 kali lipat pada cairan koklea. Besarnya tekanan hingga mencapai 22 kali lipat ini


(22)

berfungsi untuk memberikan kesesuain impedansi antara gelombang suara di udara dan getaran suara di cairan koklea. Hal ini disebabkan cairan memiliki inersia yang lebih besar daripada udara sehingga memerlukan penekanan yang lebih besar untuk menimbulkan getaran pada cairan. Pada frekuensi 300-3000 siklus per detik dapat dihasilkan kesesuian impedansi mencapai 50-75%.

Apabila sistem tulang pendengaran dan membran timpani tidak ada, gelombang suara masih dapat dihantarkan langsung melalui udara dan menuju ke koklea melalui fenestra ovalis tetapi sensitivitasnya berkurang 15-20 desibel.

Koklea tertanam pada labirin tulang yaitu kavitas tulang di dalam tulang temporalis, hal ini mengakibatkan getaran diseluruh tulang tengkorak akan menyebabkan getaran cairan pada koklea. Oleh karena itu, garpu tala atau penggerak elektronik yang diletakkan pada protuberansia tulang tengkorak, terutama pada prosessus mastoideus, akan menyebabkan seseorang mendengar suara tersebut. 9

c. Telinga bagian dalam

Telinga bagian dalam merupakan struktur kompleks yang berada dalam bagian padat dari tulang tengkorak yang disebut sebagai bagian petrous dari tulang temporal. Karena struktur dari telinga bagian dalam yang kompleks, telinga bagian dalam sering disebut sebagai labirin. Telinga bagian dalam dilapisi oleh tulang pada bagian terluaryang disebut sebagai labirin tulang. Tulang labirin ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu; kanalis semisirkularis (anterior, lateral dan posterior), vestibulum dan koklea. Bagian vestibulum berperan dalam keseimbangan dan posture. Pada bagian koklea terdapat saraf sensori yang berperan pada fungsi pendengaran.7,8


(23)

Gambar 2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam. Sumber : Fred and Lary, 2008

Koklea disebut juga sebagai sistem tuba yang melingkar-lingkar yang terbagi menjadi beberapa bagian yaitu skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran

reissner (disebut juga membran vestibular). Struktur membran membran

reissneryang halus halus dan begitu mudah bergerak, sehingga tidak menghalangi

jalannya getaran suara dari skala vestibuli ke skala media.

Gambar 2.1.5. Potongan dari satu lingaran koklea. Sumber : Guyton and Hall, 2006


(24)

Skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar. Membran basilar adalah membran yang memisahkan skala media dari skala timpani, membran ini terdiri dari jaringan fibrosa. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa yang memiliki konsentrasi K+ 4 mEq/L dan Na+ 139 mEq/L. Skala media berisi cairan endolimfa yang dihasilkan oleh stria vaskularis memiliki kadar K+ yang tinggu dan kadar Na+ yang lebih rendah dibanding cairan di skala vestibuli dan timpani. Padapermukaan membran basilar terletak organ corti. Organ corti yaitu organ reseptor pembangkitimpuls saraf sebagai respons terhadap getaran membran basilar, mengandung serangkaian sel sensitif secara elektromekanikyang disebut sebagai sel-sel rambut.

Sel-sel rambut pada organ corti merupakan organ reseptor akhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai respons terhadap getaran suara.Pada membran basilar terdapat kurang lebih 20.000 sampai 30.000 serabut basilar yang keluar dari pusat penulangan dikoklea disebut sebagai modiolus, menuju kearah dinding luar. Serabut ini tertanam dalam membran basilar kakupada ujung basalnya namun pada ujung lain nya elastis sehingga bebas bergerak seperti buluh.

Panjang serabut basilardari fenestra ovalis dan basis koklea menuju ke apeks semakin memanjang.Panjang serabut basilar didaerah fenestra ovalis sekitar 0,04 milimeter sedangkan pada ujung koklea atau di helikotrema meningkat menjadi 0,5 milimeter. Semakin panjang serabut basilar dari fenestra ovalis ke helikotrema diikuti dengan diameter serabut yang semakin menurun, sehingga kekakuan akan menurun hingga lebih dari 100 kali lipat. Sebagai akibatnya serabut yang kaku dan pendek didekat fenestra ovalis koklea akan memberikan getaran yang terbaik pada frekuensi tinggi, sedangkan serabut yang panjang dan lentur didekat ujung koklea memberikan getaran yang terbaik pada frekuensi rendah.Resonansi frekuensi tinggi membran basilar terjadi di dekat basis, tempat gelombang suara memasuki koklea melalui fenestra ovalis sedangkan resonansi frekuensirendah terjadi di dekat helikotrema.


(25)

Gelombang suara yang masuk dan menggetarkan fenestra ovalis akan menyebabkan membran basilar menekuk kearah fenestra rotundum, hal tersebut membuat gelombang cairan bergerak disepanjang membran basilar menuju ke arah helikotrema. Besar-kecilnya frekuensi suara akan mempengaruhi pola transmisi dari gelombang suara. Seluruh gelombang suara yang berjalan di membran basilar, pada awalnya lemah namun ketika gelombang tersebut sudah mencapai titik resonansi frekuensi alami pada membran basilar, gelombang tersebut menjadi kuat dan akan menggetarkan membran basilar kedepan dan kebelakang sehingga energi yang ada pada gelombang dihamburkan. Gelombang akan berhenti pada titik tersebut dan gagal untuk berjalan ke bagian membran basilar yang tersisa.

Gambar 2.1.6. Perjalanan gelombang di sepanjang membran basilar berdasarkan frekuensi suara tinggi, sedang dan rendah.

Sumber : Guyton and Hall, 2006

Dapat dilihat pada gambar 2.1.7, ketika frekuensi suara yang diberikan tinggi, gelombang suara akan berjalan dalam jarak yang singkat sebelum akhirnya mencapai titik resonansinya dan kemudian energi gelombang menghilang. Gelombang frekuensi sedang berjalan setengah perjalanan kemudian menghilang dan gelombang frekuensi rendah menempuh seluruh jarak dimembran basilar.


(26)

Gambar 2.1.7. Pola amplitudo gelombang pada frekuensi 200-8000 siklus per detik.

Sumber : Guyton and Hall, 2006

Pada gambar 2.1.8 menggambarkan amplitudo getaran maksimum frekuensi 8000 terjadi dibagian basis koklea sedangkan amplitudo frekuensi suara 200 atau kurang, terdapat di disepanjang dari membran basilar dekat dengan helikotrema.

Gambar 2.1.8. Organ corti dan sel-sel rambut yang terdapat didalamnya. Sumber : Guyton and Hall, 2006

Reseptor sensorik yang sebenarnya terletak dalam organ corti yaitu dua tipe sel saraf khusus yang disebut dengan sel rambut rambut dalam dan sel rambut luar.Sel rambut interna atau “dalam” terdiri satu baris tunggal berjumlah sekitar 3500 dengan diameter yang berukuransekitar 12 mikrometer dan sel rambut “luar”


(27)

terdiri dari tiga sampai empat baris sel berjumlah sekitar 12000 dan mempunyai diameter hanya sekitar 8 mikrometer. Pada bagian bawah dan samping dari sel rambut bersinaps dengan ujung saraf koklearis. Saraf koklearis sebagian besar berujung pada sel rambut dalam yaitusekitar 90-95% hal ini yang memperkuat peranan umum sel ini dalam mendeteksi suara.

Serabut saraf yang dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion spiralis corti, yang terletak di modiolus (pusat) koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan akson seluruhnya sekitar 30.000 ke dalam nervus koklearis kemudian ke dalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas.

Jaras Saraf Pendengaran

Serabut saraf dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas medula, selanjutnya semua serabut bersinaps dan neuron tingkat dua berjalan pada sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Sebagian serabut tingkat dua berjalan di nukleus olivarius pada sisi yang sama. Serabut saraf kemudian berjalan dari nukleus olivarius superior melalui lemniskus lateralis menuju

nukleus kolikulus inferior dan sebagian kecil berakhir di lemniskus lateralis. Serabut saraf yang menuju ke nukleus kolikulus inferior akan menuju ke nukleus genikulatum medialyaitu tempat seluruh serabut saraf bersinaps.Selanjutnya, melalui radiasio auditorius jaras akan diteruskan ke korteks auditorik di girus superior lobus temporalis.


(28)

Gambar2.1.9. Jaras saraf pendengaran. Sumber : www.cochlea.org, 2009

Sinyal suara yang ditangkap oleh syaraf kedua telinga dijalarkan menuju dua sisi otak, dan akan melewati tiga tempat persilangan yaitu; pada korpus trapezoid, komisura diantara dua inti lemniskus lateralis dan di dalam komisura yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Penjalaran saraf ini akan lebih besar pada sisi yang kontralateral.Beberapa serabut saraf kolateral dari traktus auditorius berjalan langsung kedalam sistem aktivasi retikular dibatang otak. Sistem ini menonjol secara menyeluruh ke atas dalam batang otak dan ke bagian bawah ke dalam medula spinalis serta mengaktivasi seluruh sistem saraf pada respons terhadap suara yang keras. Kolateral lain akan menuju ke vermis serebelum yang teraktivasi ketika ada suara keras yang timbul mendadak.

Orientasi spasial dengan derajat yang tinggi dipertahankan dalam traktus serabut dari koklea hingga ke korteks serebri. Terdapat 3 pola spasial yang menghambat berbagai frekuensi suara di inti koklea, antara lain terdapat dua pola di kolikulus inferior dan satu pola yang tepat untuk frekuensi suara yang berlainan


(29)

di korteks auditorik, serta terdapat lima pola lainnya yang kurang tepat di korteks auditorik dan beberapa area lain yang berhubungan dengan pendengaran.

Kecepatan pelepasan impuls saraf di berbagai derajat saraf pendengaran tergantung dari kekerasan suara. Paling sedikit impuls yang dikeluarkan oleh serabut saraf tunggal yang memasuki inti koklea dari nervus auditorius yaitu 1000 impuls per detik. Pada suara dengan frekuensi 2000 sampai 4000 per detik impuls nervus auditorius seringkali sinkron dengan gelombang suara namun tidak selalu demikian pada setiap gelombang.

Pada batang otak tepatnya di traktus auditorius pelepasan impuls tidak sinkron dengan frekuensi suara kecuali pada frekuensi suara < 200 siklus per detik. Sinkronisasi suara terutama hilang di tingkat kolikulus inferior.7

2.2.Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran dimulai dari energi bunyi yang ditangkap oleh daun telinga. energi suara masuk melalui liang telinga dan menyebabkan membran timpani bergetar. Energi akustik diubah oleh membran timpani menjadi energi mekanis. Dalam telinga tengah energi mekanis dihantarkan oleh-oleh tulang – tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Kaki dari stapes menggerakkan oval window kemudian menginduksi gerakan perilimfa pada skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana reisnerr yang mendorong endolimfa sehingga mengakibatkanmembran basilar dan membran tektoria bergerak seperti gelombang dari bagian basal menuju ke apeks . sel-sel rambut bergerak relatif terhadap membran tektoria dan mengalami defleksi stereosilia, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Sel rambut akan mengalami depolarisasi sehingga terjadi eksitasi neurotransmiter ke dalam sinapsyang kemudian mengakibatkan timbulnya potensial aksi pada neuron-neuron saraf auditorik. Energi mekanis yang telah diubah menjadi energi listrik yang kemudian ditransmisikan ke susunan saraf pusat oleh saraf auditorik.1


(30)

2.3.Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA)

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) atau istilah lainnya

Audiometry Brainstem Response (ABR) adalah suatu pemeriksaan elektrofisiologi

auditorik untuk menilai integritas dari sistem pendengaran sentral dan perifer secara objektif dan tidak infasif. 1,2,3PemeriksaanBERA merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan stimulus berupa bunyi click atau toneburst

untuk menilai fungsi dari saraf pendengaran dibatang otak.1,8 Pemeriksaan ini biasa digunakan untuk memperkirakan sensitivitas pendengaran, alat diagnosis fungsi sistem saraf pusat pendengaran, skrining pendengaran pada bayi baru lahir dan anak, serta digunakan untuk memonitor fungsi saraf pusat pendengaran selama operasi.1, 2

2.3.1. Fisiologi BERA

Pemeriksaan BERA akan mengukurevoked potentialberupa aktivitas listrik yang dihasilkan oleh N.VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak terhadap respon dari stimulus bunyi yang diberikan.10,11 Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone,

insert probe atau bone vibrator.Pada pemberian stimulus melalui insert probe

akan didapat stimulus yang paling efisien.

Stimulus clickmerupakan stimulus yang sering dipakai karena memiliki impuls listrik dengan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1ms) menghasilkan respon pada frekuensi rata-rata 2000-4000 Hz. Kelemahan pada pemeriksaan dengan menggunakan stimulus click adalah tidak bisa menghasilkan frekuensi yang spesifik. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi yang singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.

Prinsip polaritas stimulus adalah perubahan posisi membran earphone

akibat tekanan suara akan merubah posisi membran timpani. Tekanan positif akan menggerakkan membran timpani ke arah dalam (condensation), ke arah luar (rarefaction) dan secara bergantian secara berturut-turut (alternating polarity). Stimulus yang menyebabkan gerakan membran timpani kearah luar (rarefaction) akan menggerakan oval window kearah luar, diikuti oleh gerakan membran basilaris koklea keatas yang akan menimbulkan depolarisasi. Sebaliknya stimulus


(31)

yang mendorong membran timpani ke arah dalam (condensation) akan menggerakkan oval window kearah dalam diikuti gerakan membran basilar ke arah bawah kemudian diikuti gerakan membran basilar keatas dan terjadi depolarisasi. Depolarisasi yang terjadi akan menyebabkan sel rambut melepaskan neurotransmiteryang akan menimbulkan potensial aksi dari saraf auditorik yang selanjutnya akan direkam oleh elektoda yang telah ditempelkan pada kulit bagian verteks dan kulit daerah mastoid.

2.3.2.Metode Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

Gambar 2.3.2. Pemeriksaan BERA

Pemeriksaan BERA dilakukan diruangan yang tenang dan terlindung dari medan elektrik. Subyek diperiksa dengan posisi tidur telentang dan relaks karena aktivitas otot dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA. Ketegangan otot karena cemas atau gerakan kuat mengatupkan rahang dapat menghasilkan energi bising miogenik pada frekuensi 50-250 Hz, sehingga dapat mempengaruhi hasil BERA.

Pada pemeriksaan BERA akan dilakukan perekaman gelombang sebagai respons terhadap stimulus auditorik berupaevoked potential yang sinkron. Perekaman ini dilakukan melalui pemasangan elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada vertekskulit kepala (dahi), processus mastoid

ipsilateral dengan rangsangan suara dan mastoid kontralateral sebagai elektroda referensi.1,6setelah elektroda terpasang, stimulus akan diberikan melalui

headphoneunilateral pada sisi telinga yang diperiksa. Stimulus yang diberikan berupa stimulus click atau tone burst. Intensitas yang diberikan dimulai dari 80


(32)

dBnHL, kemudian diturunkan tiap 10 dB nHL sampai tercapai ambang dengar. Rangsang suara diberikan mulai dari 20/sec. Reaksi yang didapat adalah hasil rangsangan 2000 sweep melalui alat averager.Kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan sebagai lima gelombang defleksi positif (gelombang I-V) setelah stimulus diberikan.12

2.3.3.Analisis gelombang BERA

Pada pemeriksaan BERA akan dihasilkan tujuh gelombang potensial listrik yang menggambarkan potensial listrik yang berjalan melalui N.VIII dan saraf pendengaran di batang otak. Lima gelombang pertama yang tergambar pada hasil pemeriksaan merupakan gelombang yang terpenting. Masing-masing dari gelombang tersebut menggambarkan potensial listrik yang timbul di tempat yang spesifik pada sistem saraf pusat pendengaran, yaitu;

 Gelombang I menggambarkan potensial yang muncul dari N. VIII di koklea

 Gelombang II menggambarkan potensial yang muncul dari nukleus koklearis

 Gelombang III dari kompleks olivari superior (setinggi pons)

 Gelombang IV dari lemniskus lateralis

 Gelombang V dari kolikulus inferior setinggi otak bagian tengah.6

Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah menentukan masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gelombang I-V).

Terdapat 3 jenis masa laten,yaitu;

1. Masa laten absolute, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gelombang I, II, III, IV dan gelombang V)

2. Masa laten antar gelombang (intervawe latencyatau interpeak latency), yaitu selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar gelombang I – III, III – V dan I – V.


(33)

3. Masa laten antar telinga (interaural latency), yaitu membandingkan masa laten absolut gelombang yang sama pada kedua telinga.1

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik yang terjadi bila intensitas stimulus diperkecil. Pemanjangan masa laten pada beberapa frekuensi menunjukkan adanya suatu gangguan konduksi.1

2.3.4. Karakteristik gelombang BERA pada pendengaran normal

Tabel 2.3.4.Rata-rata karakteristik gelombang BERA dengan stimulus click

berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa

Sumber : Maria Carolina, dkk, 2008

Maria Carolina, dkk pada penelitian “Brainstem evoked response audiometry in normal hearing subject” dengan 60 subyek penelitian berusia antara 9 sampai 66 tahun yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa menggunakan BERA dengan stimulus click didapatkan hasil yang bermakna pada gelombang V telinga kanan yaitu dengan rata-rata amplitudo pada laki-laki 5.67 ms dan pada perempuan 5.53 ms hasil penelitian juga menunjukkan hasil yang bermakna pada masa laten gelombang I-V telinga kanan yaitu dengan rata-rata amplitudo pada laki-laki 4,01 dan perempuan 3,85.5


(34)

2.3.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA

Profil hasil pemeriksaan BERA dapat bervariasi, hal ini disebabkan adanya pengaruh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA terbagi menjadi dua, yaitu; faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan kelainan pada sistem pendengaran dan faktor eksternal yang terdiri atas jenis transducer, jenis stimulus, kecepatan (rate), jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI ), polaritas, intensitas dan adanya artefak listrik lingkungan.

Berikut ini adalah pengaruh beberapa faktor terhadap profil hasil pemeriksaan BERA.

Faktor internal a. Usia

Usia yang terlalu tua akan menyebabkan hasil masa laten meningkat, beberapa penelitian menemukan terjadinya peningkatan masa laten pada usia antara 25 sampai 55 tahun dan rata-rata masa laten yang signifikan meningkat pada usia antara 60 sampai 80 tahun.

b. Jenis kelamin

Hasil masa laten dan amplitudo pemeriksaan BERA pada laki-laki dan perempuan akan berbeda. Pada perempuan masa laten lebih singkat dan amplitudo lebih besar pada gelombang (III, IV, V dan VI) dibandingkan dengan laki-laki.

c. Suhu tubuh

Suhu tubuh yang hypothermi (<35 C atau 95 F) atau hyperthermi (>41,1 C atau 106  F) akan mengakibatkan hasil masa laten dari pemeriksaan BERA memendek.12,13

d. Kelainan pada sistem pendengaran

Gangguan pendengaran pada subjek pemeriksaandapat mempengaruhi hasi BERA. Pada tuli konduktif dapat mempengaruhi masa laten gelombang pada semua intensitas stimulus. Diperlukan intensitas stimulus yang tinggi pada subjek dengan tuli konduktif agar dapat menimbulkan respons. Pada tuli konduktif tidak ada kelainan pada masa laten antar gelombang. Pada


(35)

ganngguan pendengaran tipe sensorineural di regio 1000-4000 Hertz dapat menyebabkan pemanjangan masa laten semua gelombang BERA, penurunan amplitudo gelombang dan kesulitan mendeteksi gelombang I.12

Faktor eksternal

a. Transducer

Transducer adalah alat yang berfungsi mengkonversikan energi dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Pada pemeriksaan auditory evoked response, transducer akan menerima sinyal berupa sinyal elektrik yang akan diubah menjadi bentuk sinyal suara dan disampaikan sebagai stimulus konduksi udara. Jenis tranducer yang lain yaitutransducer yang menghasilkanstimulus hantaran tulang. Transducer jenis ini akan mengubah sinyal elektrik menjadi energi mekanik oleh oscilator atau vibrator yang ditempelkan pada kepala subjek yang diperiksa.TDH-39 Earphone dengan bantalan MX41/AR adalah jenis earphone yang sering digunakan untuk pemeriksaan audiometri, namun earphone jenis ini kurang dianjurkan untuk pemeriksaan auditory evoked response. Earphone TDH-39 adalah earphone elektrodinamis dengan impedansi elektrik yang rendah. Pada intensitas tinggi, earphone TDH-39 akan menghasilkan stimulus artefak yang mengakibatkan hasil pemeriksaan yang tidak valid. Perubahan posisi earphone saat pemeriksaan, karena pergerakan kepala dan lain hal dapat mengurangi akurasi dari stimulus yang diberikan.Insert earphoneadalah tranducer yang paling tepat untuk pemeriksaanauditory

evoked response. Insert earphoneakan dimasukkan melalui meatus

akustikus eksternus dan menutup seluruh lubang telinga luar. Insert earphonememiliki ujung yang dapat disesuaikan ukurannya berdasarkan diameter lubang telinga orang yang diperiksa, ukuran yang biasa dipakai pada orang dewasa adalah 13 mm dan 10 mm. Keuntungan dari earphone

jenis ini meliputi; mencegah kondisi kolaps liang telinga, rasa yang lebih nyaman bagi subjek yang diperiksa, dapat mengurangi kebisingan yang berasal dari luar, higiene dan infeksi dapat terkontrol karena ujung insert earphone yang dapat diganti dan di disinfeksi, dapat mengurangi bunyi nyaring transducer pada pemberian stimulus click, mengurangi munculnya


(36)

stimulus artifak dengan cara menjauhkan box dan elektroda, menghasilkan respon frekuensi yang lebih datar dibandingkan dengan penggunakan

supraural earphone dan dapat menghindari terjadinya penyeberangan

stimulus ke bagian telinga yang tidak diperiksa.

Transducer jenis hantaran tulang meneruskan stimulus elektrik yang diberikan berupa getaran pada tulang tengkorak. Getaran yang ditimbulkan oleh probe yang ditempelkan ditulang tengkorak bagian frontal dan temporal akan menggetarkan cairan di koklea dan sel rambut. kekurangan dari transducer jenis ini yaitu pada pemberian stimulus dengan frekuensi tinggi (contoh; 4000 Hz) akan menyebabkan hantaran stimulus bukan hanya berupa hantaran tulang namun juga hantaran udara.

b. Stimulus

Terdapat dua jenis stimulus yang dipakai pada pemeriksaan BERA yaitu; stimulus clickdan stimulus tone burst. Stimulus click memiliki onset yang cepat dan durasi yang singkat (0,1 ms) yang akan menghasilkan respon pada frekuensi rata-rata antara 2000-4000 Hz. Stimulus jenis tone burst

juga memiliki durasi yang singkat namun memiliki frekuensi yang lebih spesifik dibandingkan dengan stimulus click.

c. Kecepatan (rate)

Kecepatan stimulus sekitar 20/second tidak begitu berpengaruh pada hasil BERA. Namun penambahan kecepatan > 20 kali per detik akan menyebabkan peningkatan masa laten dan penurunan amplitudo seiring penambahan kecepatan yang diberikan. Perubahan ini tidak selalu sama pada setiap komponen gelombang. Suatu contoh ketika kecepatn gelombang dari 8-10/ second dan ditingkatkan kecepatannya menjadi

80-90/second, amplitudo gelombang I menunjukan penurunan 50% dari

gelombang sebelumnya., namun gelombang V hanya menunjukkan sedikit perubahan amplitudo yang berkurang sekitar 10-30% .

d. Jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI)

Jarak antar stimulus yaitu selang waktu diantara rangsangan yang berturut-turut yang bisa ditentukan dengan membagi periode waktu dengan jumlah rangsangan yang disajikan dalam satu periode, contohnya untuk kecepatan


(37)

rangsangan 10/detik maka ISI adalah 100 millisecond (ms). Pengaruh jarak antar stimulus terhadap pemeriksan auditory evoked response berkaitan dengan prinsip dasar fisiologi sistem saraf. Saraf membutuhkan waktu

recovery agar dapat berespons kembali pada stimulus berikutnya yang diberikan. Apabila jarak antar stimulus panjang dan cukup untuk sebuah saraf melakukan recovery, maka saraf mampu berespon dengan baik terhadap stimulus berikutnya. Jika jarak antar stimulus pendek dan tidak cukup untuk saraf melakukan periode recovery, maka stimulus yang diberikan tidak dapat menimbulkan respons yang diinginkan. Pada hasil perekaman auditory evoked responses, mungkin akan didapati masa laten yang memanjang dan amplitudo yang menurun.

e. Polaritas

Terdapat tiga kategori polaritas stimulus pada BERA, yaitu ke arah dalam (condensation),ke arah luar(rarefaction) dan berturut-turut(alternating). Melalui sinyal elektrik positif dan pergerakannya melalui diafragma

transducermenuju ke membran timpani, sebuah sinyal click bertekanan positif dihasilkan. Pergerakan ke arah positif atau polaritas positif disebut sebagai “polaritas kondensasi”. Tekanan gelombang ke arah negatif (polaritas negatif) dihasilkan oleh pergerakan diafragma transducer yang menjauhi membran timpani, hal ini disebut sebagai “rarefaction polarity”.

Alternating polarity adalah perubahan antara condensation dan rarefaction polarity yang dipresentasikan oleh stimulus berikutnya. Polaritas adalah suatu hal yang penting pada stimulus click namun tidak penting bagi stimulus yang bergaya suara atau tonal (toneburst). Prinsip dasar fisiologi koklea penting untuk memahami efek dari polaritas click pada audiometry evoked response. Berdasarkan beberapa investigasi oleh para ahli, jaras aferent saraf pendengaran pertama kali diaktivasi oleh stimulus yang bergerak dari membran basilar menuju ke scala vestibuli. Aktivitas koklear dimulai ketika rarefaction atau polaritas negative dihasilkan, hal tersebut menghasilkan pergerakan ke luar dari membran timpani dan menuju ke kaki stapes pada oval window. Hasilnya, membran basilar yang berdeviasi ke arah atas skala vestibuli di koklea, stereocilia di hair cell pada organ


(38)

corti akan tertekuk kearah stereocilia yang tertinggi dan menyebabkan depolarisasi.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rarefactionmemiliki masa laten gelombang V yang lebih pendek dibandingkan dengan condensationpada stimulus click.

f. Intensitas

Satuan ukuran untuk intensitas ini adalah desibel (dB), para klinisi menetapkan intensitas dengan satuan desibel normal hearing level (dB nHL) untuk stimulus (click, tone burst) yang diberikan pada pemeriksaan BERA. Intensitas akan berpengaruh pada masa laten dan amplitudo yang dihasilkan. Jika intensitas stimulus yang diberikan semakin besar, maka amplitudo gelombang yang dihasilkan akan semakin besar dan masa laten semakin cepat.

g. Artefak listrik lingkungan

Stimulus Artefak adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan pada saat pemeriksaan yang timbul dari bising lingkungan yang dapat mempengaruhi akurasi dari hasil pemeriksaan auditory evoked response. Stimulus artefak ini dapat berasal dari transducer berupa medan elektromagnetik yang menimbulkan aktivitas elektrik atau benda lain didekat pemeriksaan yang juga memiliki aktivitas elektrik. Letak

transducer atau benda-benda elektrikyang terlalu dekat dengan mesin perekamauditory evoked responsesyangdapat mengakibatkan timbulnya stimulus artefak, maka dari itu untuk menghindari timbulnya stimulus artefak, letak dari transducer dengan mesin perekam auditory evoked responsesharus dijauhkan.12


(39)

2.4. Kerangka Teori Brainstem evoked responses audiometry (BERA) Faktor internal Faktor eksternal usia Jenis kelamin Suhu tubuh Kelainan sistem pendengaran transducer stimulus

Kecepatan dan

interstimulus interval(ISI) polaritas Intensitas Artefak listrik lingkungan

Bunyi  diterima oleh sistem

pendengaran evoked potensial di  Bagian distal N.VIII, superior olivary complex dan inferior colliculus

Click Tone burst

Frekuensi tdk spesifik (2-4 kHz) Frekuensi spesifik (500 Hz) Merangsang sel rambut bagian basal koklea Merangsang sel rambut bagian apex koklea Masa laten gelombang Amplitudo gelombang

Tinggi Rendah Cepat Lama

Jarak tempuh perambatan gelombang dari oval window dekat Jarak tempuh perambatan gelombang dari oval window jauh

Cepat Lambat

Waktu recovery sel saraf <

Waktu recovery sel saraf cukup Berespon baik thdp stimulus selanjutnya Tdk berespon baik thdp stimulus selanjutnya

Tinggi Rendah Sel rambut mengeksitasi ujung saraf cepat Sel rambut mengeksita-si ujung saraf lambat


(40)

2.5. Kerangka Konsep Brainstem evoked responses audiometry (BERA) Faktor internal Faktor eksternal usia Jenis kelamin Suhu tubuh Kelainan sistem pendengaran transducer stimulus

Kecepatan dan

interstimulus interval(ISI) polaritas Intensitas Artefak listrik lingkungan Keterangan:

= yang diteliti = tidak diteliti Bunyi  diterima oleh sistem

pendengaran evoked potensial di  Bagian distal N.VIII, superior olivary complex dan inferior colliculus

Click Tone burst

Frekuensi tdk spesifik (2-4 kHz) Frekuensi spesifik (500 Hz) Masa laten gelombang Amplitudo gelombang

Tinggi Rendah Cepat Lama


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian

deskriptifnumerikdengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui profil

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) menggunakan stimulus click dan

toneburstpada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta usia 19-21

tahun dengan pendengaran normal. 3.2.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari tanggal 1Juni 2012– 30 Juli 2012.Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian ini adalah orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.Populasi terjangkau penelitian adalah mahasiwa PSPD angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan pendengaran normal. Metode samplingpenelitian ini adalah simple random sampling, yakni metode pengambilan sampel secara acak sederhana yang dilakukan pada mahasiwa PSPD angkatan 2009.


(42)

3.3.1. Jumlah Sampel

Pada penelitian ini subjek penelitian yang digunakan adalah telinga. Sebuah penelitian di Brazil mengenai BERA pada pendengaran normal yang dilakukan oleh Maria Carolina Braga dkk didapatkan standar deviasi untuk masa laten antar gelombang I-V adalah 0,21.5Jumlah sampel penelitian dihitung dengan rumus:

n

=

×

n

untuk sampel

=

, × ,

,

=

17

keterangan:

Zα= derivat baku yang sesuai dengan derivat α

Untuk α= 5% uji dua arah, maka1,96 (ditetapkan peneliti)

S= simpang baku nilai rerata dalam populasi ( dari pustaka)

d = tingkat ketepatan absolut yang diinkan sebesar 10% (ditetapkan peneliti)

Berdasarkan Rule of Thumbs jika terdapat lebih dari satu faktor yang berpengaruh maka jumlah sampel adalah 10 kali jumlah faktor perancu. Pada penelitian ini terdapat tiga faktor yang berpengaruh yaitu kecepatan, jenis stimulus dan intensitas. Sesuai dengan rumus tersebut dibutuhkan 30 telinga.

30 telinga + 10% drop out = 33 telinga

Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 33 telinga.Padasatu individu penelitian dapat didapatkan 2 telinga sekaligus sehingga dibutuhkan 17 orang dengan pendengaran kedua telinga normal.


(43)

3.3.2.Kriteria Sampel

3.3.2.1.Kriteria Inklusi

 Orang dengan usia 19-21 tahun yang terdaftar sebagai mahasiswa PSPD angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Bersedia ikutserta dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan.

3.3.2.2.Kriteria Ekslusi

 Memiliki riwayat cedera pada kepala.

 Memiliki riwayat infeksi pada telinga.

 Hasil pemeriksaan audiometri, ambang dengar telingapada salah satu frekuensi (500Hz,1000Hz,2000Hz dan 4000 Hz) >25 dB nHL.

 Suhu badan hipotermi (<35 C) atau hipertermi (> 41,1 C) saat dilakukan pemeriksaan BERA.


(44)

3.4. Cara Kerja Penelitian

Mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2009

Memenuhi kriteria dari penelitian :

 Usia 19-21 tahun

 Bersedia ikutserta dalam penelitian

Penandatanganan lembar persetujuan (informed consent)

Pemeriksaan awal :

 Pemeriksaan fisik telinga

 Pemeriksaan penala : Rinne +/+, Weber = tidak ada lateralisasi

 Pemeriksaan otoskopi : membran timpani intak, warna jernih, massa (-), serumen (-)

 Pemeriksaan audiometri : ambang dengar < 25 dB nHL pada frekuensi 500 Hz, 1 kHz, 2 kHz dan 4 kHz

Pengumpulan, pengolahan dan penyajian data

 Pemeriksaan suhu tubuh : 36,5 C - 37,5 C

 Pemeriksaan bera click dan toneburst pada frekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7/sec , 47,7/sec , 67,7/sec dan 87,7/sec diperiksa pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL, dilakukan pada 34 telinga (17 orang)


(45)

3.5. Managemen Data 3.5.1.Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari anamnesis, hasil pemeriksaan awal akan dicatat dalam lembar status penelitian dan data hasil pemeriksaan BERA dikumpulkan dalam bentuk soft copy.

3.5.2.Pengolahan Data

Data yang tercatat dan terkumpul akan dilakukan editing untuk kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistical Package for Social Sciences(SPSS) version 20.0 untuk diolah lebih lanjut.

3.5.3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data numerik. Data yang didapat kemudian diolah menggunakan uji statistik distribusi normal (uji Shapiro-Wilk, karena sampel yang di gunakan kurang dari 50).

3.5.4. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, grafik dan tabel. 3.6.Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Skala pengukuran 1. Masa laten waktu (milidetik) yang

diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gelombang I, II, III, IV dan gelombang V). Satuan : millisecond (ms) Dokter spesialis THT (pembimbing) Data rekam medik Numerik

2. Masa laten antar gelombang

selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar

gelombang I – III, III – V dan I – V.

Satuan : millisecond (ms) Dokter spesialis THT (pembimbing) Data rekam medik Numerik 3. Amplitudo gelombang

deviasi maksimal atau puncak suatu gelombang dari garis dasar. Pada pemeriksaan BERA ditampilkan lima defleksi positif yaitu gelombang

Dokter spesialis THT (pembimbing) Data rekam medik Numerik


(46)

I, II, III, IV dan V yang masing-masing puncaknya

menggambarkan evoked potential dari saraf pendengaran.

Satuan : mikro volt (V) 3.6.1. Cara kerja

Pemeriksaan BERA dilakukan di ruangan yang tenang dan subyek peneliti berbaring dengan posisi telentang. Pemeriksaan dimulaidengan membersihkan kulit di daerah dahi kepala (verteks) dan kedua mastoid menggunakan gel pembersih.Selanjutnya,menempelkan elektroda permukaan pada kulit daerah verteks, kulit mastoid ipsilateral dan memasangan elektroda pada mastoid kontralateral sebagai elektroda referensi. Memberikan stimulus berupa bunyi

clickdengan kecepatan 27,7/sec, 47,7/sec, 67,7/sec , 87,7/secdan tone burst

frekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7/sec.Besar intensitas stimulus yang diberikan sebesar 80 dB nHL , 70 dB nHL dan 60 dB nHL.Merekam setiap reaksi yang timbul terhadap stimulus, kemudian menilai morfologi gelombang,amplitudo, masa laten absolut gelombang I, III, V dan beda masing-masing masa laten absolut (inter peak latency) antara gelombang III, IIV dan I-V pada setiap intensitas.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional

yang bersifat deskriptif numerik untuk mengetahui profil BERA pada pendengaran normal. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2012 sampai Agustus 2012. Sampel penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan rentang usia antara 19-21 tahun yang memiliki pendengaran normal. Jumlah sampel penelitian adalah 34 telinga (17 orang).

Responden yang diperiksa BERA merupakan responden yang tidak memiliki riwayat trauma kepala dan riwayat infeksi telinga yang didapatkan dari hasil wawancara. Tidak ditemukan kelainan telinga pada pemeriksaan fisik telinga dan pemeriksaan ambang dengar menggunakan audiometrihasilnya < 25 dB pada setiap frekuensi (500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz). Pemeriksaan BERA dan penentuan lokasi gelombang dilakukan oleh dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT selaku pembimbing 1.

4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel Tabel 4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel

Jumlah Presentase Min. Maks. Mean Median Std.deviasi

Jenis kelamin

Laki-laki 6 35, 3 % Perempuan 11 64,7 %

Usia 19 21 20,53 21.00 0,624

19 tahun 1 5,9 % 20 tahun 6 35,3 % 21 tahun 11 58,8 %

Jenis kelamin responden terdiri dari 6 laki-laki (35,3 %) dan 11perempuan (64,7 %). Usia responden paling muda 19 tahun dan yang tertua 21 tahun.


(48)

Responden dengan usia 19 tahun 1 orang (5,9 %), 20 tahun 6 orang (35,3 %) dan 21 tahun 10 orang (58,8 %).

4.1.2. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 27,7/ second

Grafik 4.1.2.Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V dengan stimulus

clickkecepatan 27,7 /second

Pada grafik 4.1.2menggambarkan rata-rata masa laten gelombang menggunakan stimulus click dengan kecepatan 27,7/second (sec) pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,7 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 2,1 ± 0,2 ms.

Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang III, IIV dan I-V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL yaitu 2,2 ± 0,1 ms, pada intensitas 70 dB nHL 2,1 ± 0,1 ms dan intensitas 60 dB nHL 2,1 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 1,8 ± 0,2 ms, 70 dB nHL 1,9 ± 0,4 ms dan intensitas 60 dB nHL 1,8 ± 0,2 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80

1,7 3,9 5,6 1,9 4,0 5,9 2,1 4,2 6,0 -1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0

I III V

m il li s e c o n d

masa laten gelombang

80 dB nHL

70 dB nHL


(49)

dB nHL adalah 4,0 ± 0,2 ms, 70 dB nHL 4,0 ± 0,3 ms dan intensitas 60 dB nHL 3,9 ± 0,2 ms.

Hasil uji normalitas sebaran data gelombang I, III dan V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL menggunakan shapiro-wilk seluruhnya menunjukkan sebaran data yang tidak normal (p < 0,05).

Tabel 4.1.2Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 27,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n missing n missing N Missing

I 31 3 33 1 28 6

III 31 3 34 0 34 0

V 30 4 34 0 34 0

Pada tabel 4.1.2, dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus click intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa adalah 34 telinga. Pada pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan 27,7/sec dengan intensitas 60 dB nHL gelombang I dapat terdeteksi pada 28 responden dan 6 responden tidak dapat terdeteksi, sedangkan gelombang III dan V pada seluruh responden dapat terdeteksi.Pada intensitas 70 dB nHL terdapat 1 gelombang pada gelombang I yang tidak dapat terdeteksi dari 34 responden yang diperiksa, sedangkan gelombang III dan V seluruhnya dapat terdeteksi pada intensitas ini.


(50)

4.1.3. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 47,7/ second

Grafik 4.1.3.Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V dengan stimulus

clickkecepatan 47,7 /second

Keterangan : * = p > 0,05

Pada grafik 4.1.3 menggambarkan rata-rata masa laten gelombang

I, III

dan V

menggunakan stimulus click dengan kecepatan 47,7/second (sec) pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,8 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 2,1 ± 0,3 ms.

Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang III, IIV dan I-V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan.Rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL 2,2 ± 0,3 ms, intensitas 70 dB nHL 2,2 ± 0,2 ms dan 60 dB nHL 2,2 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL 1,9 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 1,9 ± 0,1 ms dan 60 dB nHL 1,9 ± 0,2 ms. Rata-rata

1,8 4,0 5,9 1,9 4,1 6,0 2,1* 4,4 6,3* 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0

I III V

m il li s e c o n d

masa laten gelombang

80 dB nHL

70 dB nHL


(51)

masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL 4,1 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 4,1 ± 0,2 ms, dan 60 dB nHL 4,1 ± 0,3 ms.

Hasil uji normalitas sebaran data menggunakan shapiro-wilk pada hasil gelombang I dan III pada intensitas 60 dB nHL menunjukan sebaran data yang normal (p > 0,05), sedangkan pada hasil yang lain menunjukan sebaran data yang tidak normal (p < 0,05).

Tabel 4.1.3Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 47,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n missing n missing n Missing

I 34 0 31 3 26 8

III 34 0 34 0 34 0

V 34 0 34 0 34 0

Pada tabel 4.1.3, dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus clickkecepatan 47,7/sec pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan 47,7/sec dengan intensitas 80 dB nHL gelombang I, III dan V seluruhnya dapat terdeteksi pada 34 responden yang diperiksa. Pada intensitas 70 dB nHL terdapat 3 responden yang hasil gelombang I nya tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 60 dB nHL terdapat 8 responden yang gelombang I nya tidak muncul. Gelombang III dan V pada seluruh intensitas (80, 70 dan 60 dB nHL) di kecepatan 47,7/sec seluruhnya dapat terdeteksi.


(52)

4.1.4. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada StimulusClick dengan Kecepatan 67,7/ second

Grafik 4.1.4. Masa laten gelombang I, III dan V pada stimulus click dengan kecepatan 67,7 /second

Keterangan : * = p > 0,05

Pada grafik 4.1.4menggambarkan rata-rata masa laten gelombang

I, III

dan V

menggunakan stimulus click dengan kecepatan 67,7/second (sec) pada berbagai intensitas yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,8 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 2,3 ± 0,4 ms.

Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang III, IIV dan I-V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada setiap perbedaan intensitas.Rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL adalah 2,3 ± 0,4 ms, intensitas 70 dB nHL 2,1 ± 0,2 ms, 60 dB nHL 2,1 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 2,0 ± 0,2 ms, intensitas 70 dB

1,8 4,1* 6,0 2,0* 4,2* 6,2 2,3* 4,5* 6,4* 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0

I III V

m il li s e c o n d

masa laten gelombang

80 dB nHL

70 dB nHL


(53)

nHL 2,0 ± 0,1 ms, dan intensitas 60 dB nHL 2,0 ± 0,2 ms.Rata-rata masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 4,2 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 4,2 ± 0,2 ms, dan intensitas 60 dB nHL 4,1 ± 0,3 ms.

Hasil uji normalitas sebaran data menggunakan shapiro-wilk, sebaran data tidak normal terlihat pada gelombang I intensitas 80 dB nHL, gelombang V pada intensitas 80 dB nHL dan gelombang V intensitas 70 dB nHL dengan nilai p < 0,05.

Tabel 4.1.4Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 67,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n Missing n missing n Missing

I 33 1 28 6 22 12

III 34 0 32 2 34 0

V 34 0 34 0 34 0

Pada tabel 4.1.4,dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus clickkecepatan 67,7/sec pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan 67,7/sec dengan intensitas 80 dB nHL terdapat 1 dari 34 responden yang diperiksa gelombang I nya tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 70 dB nHL terdapat 6 responden yang hasil gelombang I nya tidak dapat terdeteksi dan 2 dari 34 responden gelombang III nya tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 60 dB nHL terdapat 12 responden yang gelombang I nya tidak terdeteksi.


(1)

(Lanjutan)

d.

Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus click kecepatan 87,7/second

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error click 87,7/sec gelombang I 80 dB nHL 29 1.6 2.1 1.845 .1325 -.029 .434 -1.145 .845 click 87,7/sec gelombang III 80 dB nHL 34 3.8 4.4 4.112 .1472 .269 .403 -.094 .788 click 87,7/sec gelombang V 80 dB nHL 33 5.7 6.4 6.152 .1503 -.914 .409 1.310 .798 click 87,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL 29 1.8 2.5 2.248 .1573 -.883 .434 1.561 .845 click 87,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL 33 1.8 2.3 2.030 .1075 .629 .409 1.185 .798 click 87,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL 29 4.0 4.6 4.290 .1496 -.017 .434 -.186 .845 click 87,7/sec gelombang I 70 dB nHL 21 1.5 2.7 2.048 .2400 .332 .501 2.342 .972 click 87,7/sec gelombang III 70dB nHL 33 4.0 4.7 4.252 .1716 1.335 .409 1.446 .798 click 87,7/sec gelombang V 70 dB 34 6.0 6.6 6.288 .1552 -.051 .403 -.823 .788 click 87,7/sec gelombang I-III 70 dB 21 1.5 2.6 2.167 .2595 -.391 .501 .749 .972 click 87,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 33 1.5 2.3 2.027 .1825 -1.220 .409 2.711 .798 click 87,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 21 3.5 4.9 4.205 .2991 .098 .501 1.148 .972 click 87,7/sec gelombang I 60 dB nHL 11 2.0 3.0 2.582 .3188 -.703 .661 -.343 1.279 click 87,7/sec gelombang III 60 dB nHL 29 4.2 5.3 4.648 .3522 .416 .434 -1.065 .845 click 87,7/sec gelombang V 60 dB nHL 34 6.2 7.1 6.588 .2508 .154 .403 -.868 .788 click 87,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 10 1.3 2.8 2.200 .3944 -1.155 .687 2.898 1.334 click 87,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL 29 1.3 2.4 1.928 .2827 -.495 .434 -.439 .845 click 87,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 11 3.3 4.6 4.027 .3608 -.364 .661 .595 1.279


(2)

(Lanjutan)

e.

Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus tone burst frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/second

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error tone burst 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL 33 2.8 4.1 3.527 .3752 -.374 .409 -.793 .798 tone burst 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL 33 4.5 6.5 5.706 .4756 -.157 .409 -.200 .798 tone burst 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL 33 7.4 8.5 7.809 .3106 .296 .409 -.861 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL 33 1.3 3.3 2.200 .5256 .730 .409 -.439 .798 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL 33 1.6 4.5 2.155 .5106 3.191 .409 13.810 .798 tone burst 27,7/sec gelombnag I-V 80 dB nHL 33 3.7 5.1 4.294 .4000 .490 .409 -.784 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL 30 1.7 4.4 3.563 .5149 -1.527 .427 4.827 .833 tone burst 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL 33 5.0 6.9 6.030 .5503 -.057 .409 -1.275 .798 tone burst 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL 33 5.9 9.0 8.052 .5762 -1.558 .409 4.899 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL 30 1.7 4.0 2.390 .6332 .840 .427 -.297 .833 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 33 1.5 2.8 2.079 .3426 .962 .409 .127 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 30 3.6 5.3 4.430 .4998 .289 .427 -.830 .833 tone burst 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL 14 3.0 5.0 3.857 .5185 .456 .597 .770 1.154 tone burst 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL 25 5.4 9.0 6.436 .8056 1.337 .464 2.916 .902 tone burst 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL 30 7.7 10.2 8.723 .5935 .217 .427 .292 .833 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 14 1.8 3.2 2.307 .4582 1.021 .597 .257 1.154 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL 25 1.6 4.0 2.300 .6442 1.314 .464 .874 .902 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 14 3.6 6.2 4.671 .7141 .488 .597 -.051 1.154


(3)

Lampiran 4

Hasil uji normalitas data

a.

Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V

pada stimulus click kecepatan 27,7/second

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. click 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL .272 24 .000 .839 24 .001 click 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL .188 24 .029 .872 24 .006 click 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL .206 24 .010 .853 24 .003 click 27,7/sec gelombang I-III 80 dB .226 24 .003 .907 24 .030 click 27,7/sec gelombang III-V 80 dB .180 24 .042 .875 24 .007 click 27,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .139 24 .200* .945 24 .206 click 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL .150 24 .176 .916 24 .048 click 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL .233 24 .002 .911 24 .037 click 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL .275 24 .000 .720 24 .000 click 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL .166 24 .086 .932 24 .106 click 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .259 24 .000 .698 24 .000 click 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .265 24 .000 .739 24 .000 click 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL .165 24 .089 .866 24 .004 click 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL .293 24 .000 .691 24 .000 click 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL .223 24 .003 .903 24 .025 click 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .152 24 .158 .948 24 .243 click 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL .182 24 .038 .864 24 .004 click 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .222 24 .003 .828 24 .001 *. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

b.

Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada

stimulus click kecepatan 47,7/second

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. click 47,7/sec gelombang I 80 dB nHL .342 24 .000 .825 24 .001 click 47,7/sec gelombang III 80 dB nHL .227 24 .002 .846 24 .002 click 47,7/sec gelombang V 80 dB nHL .230 24 .002 .898 24 .019 click 47,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .183 24 .036 .922 24 .064 click 47,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .211 24 .007 .872 24 .006 click 47,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .181 24 .042 .929 24 .095 click 47,7/sec gelombang I 70 dB nHL .232 24 .002 .887 24 .012 click 47,7/sec gelombang III 70 dB .235 24 .001 .909 24 .033 click 47,7/sec gelombang V 70 dB .232 24 .002 .897 24 .018 click 47,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL .188 24 .028 .927 24 .085 click 47,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .195 24 .019 .920 24 .059 click 47,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .131 24 .200* .961 24 .452 click 47,7/sec gelombang I 60 dB nHL .149 24 .180 .928 24 .089 click 47,7/sec gelombang III 60 dB nHL .294 24 .000 .814 24 .001 click 47,7/sec gelombang V 60 dB nHL .153 24 .151 .943 24 .193 click 47,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .171 24 .066 .945 24 .211 click 47,7/sec elombang III-V 60 dB nHL .191 24 .023 .933 24 .111 click 47,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .162 24 .105 .952 24 .295


(4)

(Lanjutan)

c. Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada

stimulus click kecepatan 67,7/second

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. click 67,7/sec gelombang I 80 dB nHL .272 17 .002 .817 17 .004 click 67,7/sec gelombang III 80 dB nHL .202 17 .064 .910 17 .101 click 67,7/sec gelombang V 80 dB nHL .214 17 .037 .865 17 .018 click 67,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .260 17 .003 .910 17 .102 click 67,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .190 17 .104 .916 17 .127 click 67,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .235 17 .013 .871 17 .023 click 67,7/sec gelombang I 70 dB nHL .195 17 .087 .930 17 .219 click 67,7/sec gelombang III 70 dB nHL .213 17 .040 .927 17 .190 click 67,7/sec gelombang V 70 dB nHL .248 17 .007 .889 17 .045 click 67,7/sec gelombang I-III 70 dB .166 17 .200* .957 17 .585 click 67,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .250 17 .006 .901 17 .071 click 67,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .185 17 .127 .938 17 .293 click 67,7/sec gelombang I 60 dB nHL .122 17 .200* .970 17 .823 click 67,7/sec gelombang III 60 dB nHL .227 17 .020 .893 17 .052 click 67,7/sec gelombang V 60 dB nHL .149 17 .200* .928 17 .205 click 67,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .179 17 .153 .959 17 .614 click 67,7/sec gelombang III-V 60 dB .150 17 .200* .937 17 .282 click 67,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .145 17 .200* .948 17 .425 *. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

d. Ujinormalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada

stimulus click kecepatan 87,7/second

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. click 87,7/sec gelombang I 80 dB nHL .284 9 .035 .863 9 .102 click 87,7/sec gelombang III 80 dB nHL .250 9 .109 .918 9 .375 click 87,7/sec gelombang V 80 dB nHL .289 9 .029 .885 9 .179 click 87,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .249 9 .114 .896 9 .231 click 87,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .272 9 .054 .805 9 .024 click 87,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .255 9 .096 .940 9 .586 click 87,7/sec gelombang I 70 dB nHL .278 9 .043 .862 9 .101 click 87,7/sec gelombang III 70dB nHL .280 9 .040 .844 9 .063 click 87,7/sec gelombang V 70 dB .208 9 .200* .899 9 .248 click 87,7/sec gelombang I-III 70 dB .183 9 .200* .858 9 .091 click 87,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .283 9 .036 .848 9 .071 click 87,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .198 9 .200* .901 9 .259 click 87,7/sec gelombang I 60 dB nHL .205 9 .200* .933 9 .510 click 87,7/sec gelombang III 60 dB nHL .154 9 .200* .959 9 .788 click 87,7/sec gelombang V 60 dB nHL .239 9 .147 .955 9 .745 click 87,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .241 9 .139 .784 9 .013 click 87,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL .167 9 .200* .934 9 .524 click 87,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .189 9 .200* .953 9 .723 *. This is a lower bound of the true significance.


(5)

(Lanjutan)

e. Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada

stimulus tone burst frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/second

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. tone burst 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL .124 14 .200* .985 14 .993 tone burst 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL .253 14 .015 .922 14 .237 tone burst 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL .283 14 .003 .804 14 .006 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .277 14 .005 .694 14 .000 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .226 14 .052 .897 14 .101 tone burst 27,7/sec gelombnag I-V 80 dB nHL .259 14 .012 .864 14 .035 tone burst 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL .193 14 .165 .913 14 .172 tone burst 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL .164 14 .200* .926 14 .271 tone burst 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL .137 14 .200* .950 14 .560 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL .291 14 .002 .748 14 .001 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .211 14 .092 .844 14 .019 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .215 14 .079 .887 14 .073 tone burst 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL .111 14 .200* .969 14 .858 tone burst 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL .182 14 .200* .923 14 .243 tone burst 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL .155 14 .200* .920 14 .218 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .164 14 .200* .881 14 .060 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL .208 14 .100 .827 14 .011 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .148 14 .200* .955 14 .647 *. This is a lower bound of the true significance.


(6)

Lampiran 5

Daftar riwayat hidup

DATA PERSONAL

Nama

: Dian Pratiwi

Jenis kelamin : Perempuan

TTL

: Magetan, 17 Desember 1990

Alamat

: RT 17 RW 05 Desa Krajan Kec. Parang Kab. Magetan

Usia

: 21 tahun

Agama

: Islam

Email

: pratiwidian90_mgt@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1997-2003

: Sekolah Dasar Negeri Krajan II Kec.Parang Kab. Magetan

Jawa Timur

2003-2006

: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magetan Kab.

Magetan Jawa Timur

2006-2009

: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Magetan Kab.

Magetan Jawa Timur

2009-sekarang :Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Dokumen yang terkait

Hubungan Kehamilan Dengan Gangguan Pendengaran Dan Fungsi Koklea Berdasarkan Pemeriksaan Audiometri Nada Murni Dan Transient Evoked Otoacoustic Emission (TEOAE)

1 44 93

Analisa Kecenderungan Tingkat Perkawinan Pertama Usia Dibawah 21 Tahun (Muslim) Tahun 1999 - 2003 Untuk Meramalkan Tingkat Perkawinan Pertama Tanun 2004 - 2008 Di Kecamatan Hinai-Kabupaten Langkat Dengan Metode Time Series

0 22 83

PENGARUH PEMBERIAN CONE DRILL EXERCISE TERHADAP TINGKAT KELINCAHAN PADA PEMAIN FUTSAL USIA 19 -21 TAHUN Pengaruh Pemberian Cone Drill Exercise Terhadap Tingkat Kelincahan Pada Pemain Futsal Usia 19 -21 Tahun.

0 1 16

PENDAHULUAN Pengaruh Pemberian Cone Drill Exercise Terhadap Tingkat Kelincahan Pada Pemain Futsal Usia 19 -21 Tahun.

0 2 5

Pola Komunikasi Orang Tua Tunarungu Dengan Anaknya Yang Memiliki Pendengaran Normal.

0 2 31

PERBEDAAN LATENSI BRAINSTEM AUDITORY EVOKED POTENTIAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH TERKONTROL DAN TIDAK TERKONTROL.

0 0 20

Perancangan dan Realisasi Prototipe BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) Berbasis PC.

0 0 49

Karakteristik Gangguan Dengar Sensorineural Kongenital pada Anak yang Dideteksi dengan Brainstem Evoked Response Audiometry | Dewi | Majalah Kedokteran Bandung 47 189 1 PB

0 0 6

Gelombang Auditory Brainstem Response (ABR) pada Anak Dibawah Lima Tahun | Wijana | Majalah Kedokteran Bandung 311 1038 2 PB

0 0 6

Pola Komunikasi Orang Tua Tunarungu Dengan Anaknya Yang Memiliki Pendengaran Normal - repository UPI S PLB 1005463 Title

0 0 3