PRABU MASWAPATI
“Hiya….hiya…Gatutkaca….gage budhala, muga-muga uritmu yo lik…” “iya… iya… Gatotkaca… cepat berangkatlah… semoga tetep selamat na…”
GATUTKACA
“Paman Arjuna nyuwun pangestu…”. “Paman Arjuna mohon do’a restu”.
ARJUNA
“Hiya Gatut…budhala…”. “Iya Gatut… Berangkatlah…
GATUTKACA
“Kanjeng Wo Dwarawati ingkang putra nyuwun pagestu”. “Kanjeng wo Dwarawati anakmu mohon do’a restu”.
PRABU KRESNA
“Hiya…hiya…Gatutkaca, muga-muga lebda ing karya anggene netepi darmaning urip madek surnaning driya, pegawak kusumayuda”.
“Iya… iya… Gatotkaca, semoga cepat selesai pekerjaan ini, menguti jalannya kehidupan, menjadi kusuma Bangsa
”. GATUTKACA
“Kanjeng rama kyai, ingkang putra kula pun Gatutkaca nyuwun tambahing barokah pangestu kanjeng rama kyai”.
“Kanjeng Rama Kyai, anakmu Gatotkaca mohon do’a restunya kanjeng Rama Kyai”.
BIMA
menghela nafas dan terdiam Prabu Kresna memberi masukan dan petunjuk kepada raja Puntadewa agar
mengutus Gatutkaca maju menjadi senopati, karna dipercaya hanya Gatutkaca yang mempunyai keprigelan perang diwaktu malam hari. Tanpa basa-basi
Gatutkaca menerima tawaran tersebut dan langsung minta ijin serta doa kepada keluaraga Pandawa yang ada di pesanggrahan tersebut.
4.1.2.4 Krisis
Tahapan krisis ini persoalan telah mencapai puncaknya atau disebut juga dengan klimaks cerita. Dalam lakon ini dimulai ketika Gatutkaca telah diwisuda
untuk menjadi senopati perang diwaktu malam hari itu. Kemudian minta ijin dan nasehat kepada Kyai Semar badranaya. Seperti dalam adegan berikut ini.
Adegan : 16
Tempat : Karang Kadhempel
Pathet : Manyura
GATUTKACA BERTEMU KYAI SEMAR BADRANAYA UNTU MINTA IJIN DAN PETUNJUK UNTUK MENJADI SENOPATI PRANG DI PIHAK
PANDAWA GATUTKACA
“Kyai Badranaya wis tinanggenah ketiban sampur Gatutkaca madeg senapati magut suraning driya, mara gage sangonana tembung sing prayoga kinarya
ndadagi rasaku yayi”. “Kyai Badranaya sudah tiba saatnya saya Gatutkaca diangkat menjadi senopati
perang, maka dari i tu berilah kata yang tepat untuk menjadi bekal semangatku”.
SEMAR “ Ee….inggih, manungsa gesang wonten ing jagad rame menika namung nindaki
darma leladi dumateng keparenge lillahi. Perkara Bharatayudha menang utawa kalah niku mboten baku sing penting niat sarta krekat sampeyan den. Sing baku
sampeyan saben njangkah, saben kumembyah, saben tumindak ampun lali ngawa asmane pangeran. Tegese patrap pakarti jangkah sampeyan ora kanggo sapa-
sapa mung kanggo gusti ingkang nyipta jagad. Mang pitados nggeh gus…, sinten ingkang derbe sedya hayu tartantu bakal manggih rahyu den”.
“Ee… iya, manusia hidup dijagad ramai ini hanya menjalankan darma kehidupan
kepada ijinya Tuhan. Perkara Bharatayudha menang atau kalau itu tidak penting, yang penting itu niat dan semangat kamu den. Yang penting kamu melangkah,
setiap kelakuan jangan lupa dengan membawa nama Tuhan. Artinya semua tindakan yang kamu lakukan bukan untuk siapa-siapa kecuali hanya kepada
Tuhan yang menciptakan Jagad. Kamu ingat ya gus…, siapa yang ingat akan Tuhan pasti akan selamat den”.
GATUTKACA PAMIT KEPADA KYAI SEMAR BADRANAYA Gatutkaca mendapat restu dan nasehat dari Kyai Semar Badranaya bahwa
sudah tiba saatnya untuk menjadi senopati maju perang ke medan kurusetra.
Semar menasehati bahwa semua yang dilakukan itu hanya untuk menjalankan darma dari sang Khalik, untuk itu apaun yang akan terjadi pasrahkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Semagat Gatutkaca semakin membara untuk segera ke medan pertempuran kurusetra setelah mendapat wejangan dari Semar.
Gatutkaca segera ke medan laga memimpin perang kubu Pandawa. Pertempuran hebat terjadi, disini awal puncak tahap krisis. Seperti dalam adegan
berikut ini. Adegan
: 17 Tempat
: Medan Peperangan Kurusetra Pathet
: Manyura
LEMBUSA
“Eeee….eee…eee…, hong titi angkala lodra Maespati raja dewaku, udakara wus jam loro kliwat ana senopati maju palagan kuru setra, murup dadane sak tebah
koe sapa gus?” “Eeee…eee…eee…, Hong titi angkala lodra Maespati raja dewaku, sekarang
sudah jam dua malam lebih ada senopati maju ke palagan perang Kurusetra, bersinar dadanya kamu siapa den?
GATUTKACA
“Halilintar Ngamarta, nata muda Pringgondani Prabu Anom Harya Gatutkaca. Koe sapa?”
“Halilintar Negara Ngamarta, pemuda Pringgondani Prabu Anom Harya Gatutkaca. Kamu siapa?”
LEMBUSA
“Senopati Ngawangga jenengku Lembusa”. “Senopati Ngawangga namaku Lembusa”.
LEMBUSANA
“Aku Lembusana”. “Aku Lembusana”.
GATUTKACA
“Janji ora gelem sumingkir ana buta tak kanggo pangewan-ewan”. “Janji tidak mau menyingkir ada raksasa saya buat kebinatang-binatangan”.
LEMBUSA
“Hu..waahaha…tembungmu kaya wani nuggel wesi gligen diilat wesi abang. Adah balang bedana cedak saut bekuk pedhot boyokmu koe”
“Hu..waaahaaha…ucapanmu seprti berani mematahkan besi gligen jilit besi merah. Saya lemparkan bedana dekat, saya bekuk pedhot punggung kamu”
TERJADILAH PERTARUNGAN HEBAT GATUTKACA DENGAN LEMBUSA DAN LEMBUSANA. DENGAN KEPRIGELANYA UNTUK
TERBANG GATUTKACA DAPAT GATUTKACA DAPAT MENGHINDARI BERIBU SERANGAN SENJATA PRAJURIT KURAWA
pocapan Nganti kaya udan mangsa rendeng jemparing ingkang tumibeng wenten
ing anggane sang kaca nagara, luwi sang Gatutkaca rumangsa kuwalahen. Sadakep saluku ngon nutupi nggon babahan hawa sanga tingkem netra kekalih,
kaya mati sajroning urip, urip sakjroning mati, liyep ngalaping ngaluyup pinda pecaking sukema sumusuking rasa jati. Jati-jatine sang Gatutkaca ngatas ing
Hyang Agung, kandase panalongsong melengging pangesthi weningge panembah tekune pangibadah. Matek aji Narantaka yo ing kahanan Gatutkaca siji dadi
sepuluh, sepuluh dadi satus, satus dadi limanggatus, limanggatus dadi sewu, Gatutkaca sewu ngebaki jagad.
Gatutkaca sewu..Gatutkaca sewu.. Seperti hujan dimusim penghujan anak panah yang mengenai tubuhnya
kaca nagara, terlebih lagi Gatutkaca seperti kuwalahan. Bersedakep seperti bersemedi menutupi nafsu yang timbul dari lubang sembilan memejamkan mata.
Seperti hidup dalam mati, mati dalam hidup. Merasakan sukma sejati. Sejatinya Gatutkaca bersemedi sampai berhadapan Hyang Agung, dengan bersihnya pikiran
dan hati, tekunnya ibadah. Mengeluarkan Ajian Narantaka ya dari Gatutkaca satu menjadi sepuluh, sepuluh menjadi seratus, seratus menjadi limaratus, limaratus
menjadi seribu, Gatutkaca seribu memenuhi jagad.
Gatutkaca seribu….Gatutkaca Seribu… LEMBUSA DAN LEMBUSANA MATI DITANGAN GATUTKACA.
GATUTKACA BERUBAH MENJADI BERIBU-RIBU BERTERBANGAN DI LANGIT MEDAN KURUSETRA
Tibalah Gatutkaca sampai di medan pertempuran kurusetra, Lembusa dan Lembusana dapat dikalahkan oleh Gatutkaca. Semakin mocar-macir prajurit
kurawa atas gugurnya Lembusa dan lembusana, apalagi Gatutkaca menggunakan Aji Narantaka yaitu Gatutkaca berubah menjadi beribu-ribu dan berterbangan di
angkasa medan Kurusetra. Gatotkaca mengerahkan semua kesaktian yang dimilikinya. Dikenakannya Kutang Antakusuma, dipasangnya terompah
basunanda, dikeluarkan segala tenaga yang dimilikinya. Terbang mengangkasa layaknya burung nazar mengincar mangsa. Sesekali berkelebat menukik merendah
menyambar buruannya. Sekali sambar pululan prajurit Hastina menggelepar tanpa daya disertai terpisahnya kepala-kepala mereka dari gembungnya.
4.1.2.5 Resolusi